Perubahan Kimia Kayu & Resin Pada Gubal Gaharu (Aquilaria malaccensis Lamk.) Hasil Rekayasa

(1)

KAJIAN LAJU INFILTRASI TANAH PADA BERBAGAI

PENGGUNAAN LAHAN DI DESA TANJUNG PUTUS

KECAMATAN PADANG TUALANG

KABUPATEN LANGKAT

SKRIPSI

OLEH :

SRI PUSPITA SARI

PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2012


(2)

KAJIAN LAJU INFILTRASI TANAH PADA BERBAGAI

PENGGUNAAN LAHAN DI DESA TANJUNG PUTUS

KECAMATAN PADANG TUALANG

KABUPATEN LANGKAT

SKRIPSI

OLEH :

SRI PUSPITA SARI

080308021/KETEKNIKAN PERTANIAN

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana di Program Studi Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian

UniversitasSumateraUtara

DisetujuiOleh : KomisiPembimbing

(Prof. Dr. Ir. Sumono MS)

2012

(Nazif Ichwan STP,M.Si)

Ketua Anggota

PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN


(3)

i

ABSTRAK

SRI PUSPITA SARI: Kajian laju infiltrasi tanah pada berbagai penggunaan lahan di Desa Tanjung Putus Kecamatan Padang Tualang Kabupaten Langkat, dibimbing oleh Sumono dan Nazif Ichwan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui laju infiltrasi pada berbagai pengunaan lahan, yaitu lahan usaha (ladang), kebun karet, dan semak di Desa Tanjung Putus Kecamatan Padang Tualang Kabupaten Langkat menggunakan model persamaan Philips.

Parameter yang diamati adalah kadar air, tekstur, kerapatan massa, kerapatan partikel, ruang pori atau porositas, dan bahan organik. Penelitian ini menggunakan alat infiltrometer silinder ganda yang ditanamkan ke dalam tanah lalu diisi air. Kemudian dilakukan pengamatan penurunan air untuk selang waktu 0, 5, 10, 20, 30, 45, 60, 120, 180, dan 240.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa laju infiltrasi paling besar terjadi di kebun karet, kemudian di lahan semak, dan yang paling kecil terjadi di lahan usaha (ladang). Pengaruh yang paling besar terhadap laju infiltrasi adalah tekstur tanah dan porositas total tanah awal.

Kata kunci: Laju infiltrasi, Philips, Lahan Usaha (Ladang), Kebun Karet, Semak.

ABSTRACT

SRI PUSPITA SARI : Study of infiltration soil ratein some lands using at Desa Tanjung Putus Kecamatan Padang Tualang Kabupaten Langkat, guide by Sumono and Nazif Ichwan.

The aim of this research was to know infiltration rate in some lands using that are field, rubber field, and bush at Desa Tanjung Putus Kecamatan Padang Tualang Kabupaten Langkat using Phiips equation model.

Parameter that perceived were moisture content, soil texture, bulk density, particle density, porosity, and organical matter. This research used double ring infiltrometer that pressed into the soil, and filled with water. The decreased of water was observed with interval 0, 5, 10, 20, 30, 45, 60, 120, 180, 240.

The results showed that the biggest infiltration was found in rubber field, and bush, the smallest was found in field. The biggest influence to infiltration rate are soil texture and porosity.


(4)

ii

RIWAYAT HIDUP

Sri Puspita Sari, lahir di Kabupaten Langkat pada tanggal 12 Mei 1989, anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan Muliadi DN dan Misriyati.

Tahun 2007 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Stabat dan pada tahun 2008 penulis lulus seleksi masuk Universitas Sumatera Utara melalui jalur Ujian Masuk Bersama (UMB). Penulis memilih Program Studi Keteknikan Pertanian, Fakultas Pertanian.

Selama mengikuti perkuliahan penulis aktif menjadi pengurus di Ikatan Mahasiswa Teknik Pertanian (IMATETA) Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan, dan aktif sebagai Asisten Laboratorium Hidrologi Teknik, Asisten Laboratorium Erosi dan Bangunan Pencegah, serta Asisten Laboratorium Rancangan Irigasi dan Drainase.

Pada tanggal 20 Juni 2011 sampai dengan 20 Juli 2011, penulis melakukan Praktek Kerja Lapang di Pabrik Kelapa Sawit PT. Perkebunan Nusantara III Sei Mangkei, Kabupaten Simalungun.


(5)

iii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan karunia Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Adapun skripsi ini berjudul “KajianLajuInfiltrasiTanah padaBerbagaiPenggunaanLahandi Desa Tanjung Putus Kecamatan Padang Tualang KabupatenLangkat” yang merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan studi di Program Studi Keteknikan Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Sumono MS,selaku ketua komisi pembimbing dan kepada Bapak Ir. EdiSusanto, M.Si, serta Bapak Najib Ichwan STP, M.Si selaku anggota komisi pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, arahan, dan saran dalam penyusunan skripsi. Tak lupa pula ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada kedua orang tua tercinta yang telah mendukung penulis baik secara moril dan materil.

Disamping itu penulis mengucapkan terima kasih kepada staf pengajar dan pegawai Program Studi Keteknikan Pertanian serta semua rekan mahasiswa yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan.

Medan, Agustus 2012


(6)

iv

DAFTAR ISI

Hal.

RIWAYAT HIDUP ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 4

Kegunaan Penelitian... 4

TINJAUAN PUSTAKA Infiltrasi ... 6

Proses Terjadinya Infiltrasi ... 7

Evaluasi Laju Infiltrasi ... 8

Infiltrometer ... 9

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Infiltrasi ... 10

Tekstur... 10

Kerapatan Massa (Bulk Density) ... 11

Kerapatan Partikel (Particel Density) ... 12

Ruang Pori atau Porositas ... 12

Bahan Organik Tanah ... 13

Tata Guna Lahan ... 14

Potensial Air Tanah ... 15

Tensiometer ... 16

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ... 17

Bahan dan Alat ... 17

Metode Penelitian... 18

Pelaksanaan Penelitian ... 18

Persiapan Penelitian ... 18

Prosedur Penelitian... 18

Laju Infiltrasi Tanah ... 18

Parameter yang Diamati ... 19

Tekstur Tanah ... 19

Bahan Organik ... 20

Kadar Air Tanah ... 21

Kerapatan Massa (Bulk Density) ... 21

Kerapatan Partikel (Partikel Density) ... 22

Porositas... 22


(7)

v HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisa Sifat Fisik Tanah ... 23

Kadar Air Tanah ... 23

Kerapatan Massa (Bulk Density) ... 23

Kerapatan Partikel (Particle Density) ... 24

Ruang Pori atau Porositas ... 25

Tekstur Tanah ... 25

Bahan Organik Tanah ... 26

Pengukuran Infiltrasi ... 27

Evaluasi Laju Infiltrasi ... 29

Potensial Matriks Tanah ... 31

KESIMPULAN Kesimpulan ... 34 DAFTAR PUSTAKA


(8)

vi

DAFTAR TABEL

No. Hal.

1. Klasifikasi Infiltrasi Tanah ... 7

2. Hasil Analisa Kadar Air Tanah ... 23

3. Hasil Analisa Tekstur Tanah ... 24

4. Hasil Analisa Kerapatan Massa (Bulk Density) tanah ... 24

5. Hasil Analisa Kerapatan Partikel (particle density) tanah ... 25

6. Hasil Analisa Porositas Tanah ... 26

7. Hasil Analisa Bahan Organik Tanah ... 26

8. Hasil Pengukuran Infiltrasi Kumulatif pada Lahan Usaha ... 27

9. Hasil Pengukuran Infiltrasi Kumulatif pada Kebun Karet ... 28

10.Hasil Pengukuran Infiltrasi Kumulatif pada Lahan Semak ... 29


(9)

vii

DAFTAR GAMBAR

No. Hal.

1. Segitiga Tekstur ... 11 2. Hubungan laju infiltrasi dengan waktu ... 30 3. Hubungan hisapan matriks terhadap kadar air ... 33


(10)

viii

DAFTAR LAMPIRAN

No. Hal.

1. Flow Chart pelaksanaan penelitian ... 38

2. Double Ring Infiltrometer ... 39

3. Peta rupa bumi... 40

4. Hasil analisa tanah... 41

5. Hasil analisa tanah ... 42

6. Kombinasi waktu infiltrasi pada lahan usaha (ladang) ... 43

7. Kombinasi waktu infiltrasi pada kebun karet... 44

8. Kombinasi waktu infiltrasi pada lahan semak ... 45


(11)

i

ABSTRAK

SRI PUSPITA SARI: Kajian laju infiltrasi tanah pada berbagai penggunaan lahan di Desa Tanjung Putus Kecamatan Padang Tualang Kabupaten Langkat, dibimbing oleh Sumono dan Nazif Ichwan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui laju infiltrasi pada berbagai pengunaan lahan, yaitu lahan usaha (ladang), kebun karet, dan semak di Desa Tanjung Putus Kecamatan Padang Tualang Kabupaten Langkat menggunakan model persamaan Philips.

Parameter yang diamati adalah kadar air, tekstur, kerapatan massa, kerapatan partikel, ruang pori atau porositas, dan bahan organik. Penelitian ini menggunakan alat infiltrometer silinder ganda yang ditanamkan ke dalam tanah lalu diisi air. Kemudian dilakukan pengamatan penurunan air untuk selang waktu 0, 5, 10, 20, 30, 45, 60, 120, 180, dan 240.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa laju infiltrasi paling besar terjadi di kebun karet, kemudian di lahan semak, dan yang paling kecil terjadi di lahan usaha (ladang). Pengaruh yang paling besar terhadap laju infiltrasi adalah tekstur tanah dan porositas total tanah awal.

Kata kunci: Laju infiltrasi, Philips, Lahan Usaha (Ladang), Kebun Karet, Semak.

ABSTRACT

SRI PUSPITA SARI : Study of infiltration soil ratein some lands using at Desa Tanjung Putus Kecamatan Padang Tualang Kabupaten Langkat, guide by Sumono and Nazif Ichwan.

The aim of this research was to know infiltration rate in some lands using that are field, rubber field, and bush at Desa Tanjung Putus Kecamatan Padang Tualang Kabupaten Langkat using Phiips equation model.

Parameter that perceived were moisture content, soil texture, bulk density, particle density, porosity, and organical matter. This research used double ring infiltrometer that pressed into the soil, and filled with water. The decreased of water was observed with interval 0, 5, 10, 20, 30, 45, 60, 120, 180, 240.

The results showed that the biggest infiltration was found in rubber field, and bush, the smallest was found in field. The biggest influence to infiltration rate are soil texture and porosity.


(12)

1 Latar Belakang

Air di dunia 97,2% berupa lautan dan 2,8% terdiri dari lembaran es dan gletser (2,15%), air artesis (0,62%) dan air lainnya (0,03%). Air lainnya ini meliputi danau air tawar (0,009%), danau air asin (0,008%), air tanah (0,005%), air atmosfer (hujan dan kabut) (0,001%) dan air sungai (0,0001%). Secara keseluruhan dari total air dunia, hanya 2,79% air tawar dan 0,005% diantaranya adalah air tanah. Kadar air tanah (water storage) merupakan selisih masukan air tawar (water gain) dari presipitasi (meliputi hujan, salju, kabut) yang menginfiltrasi tanah ditambah hasil kondensasi (oleh tanaman dan tanah) dan adsorpsi (oleh tanah) dikurangi air yang hilang (water loss) lewat evapotranspirasi, aliran permukaan, perkolasi dan rembesan lateral (Hanafiah, 2005).

Konsep daur hidrologi dimulai dengan penguapan air di laut.Uap yang dihasilkan dibawa oleh udara yang bergerak, dan dalam kondisi yang memungkinkan uap tersebut terkondensasi membentuk awan, yang pada akhirnya dapat menghasilkan presipitasi. Presipitasi yang jatuh ke bumi menyebar dengan arah yang berbeda-beda dalam beberapa cara. Sebagian besar dari presipitasi tersebut untuk sementara tertahan pada tanah di dekat tempat ia jatuh, dan akhirnya dikembalikan lagi ke atmosfer oleh penguapan (evaporasi) dan pemeluhan (transpirasi) oleh tanaman. Sebagian air mencari jalannya sendiri melalui permukaan dan bagian atas tanah menuju sungai, sementara lainnya menembus masuk lebih jauh ke dalam tanah menjadi bagian dari air tanah (ground water). Di bawah pengaruh gaya gravitasi, baik aliran permukaan


(13)

(surface streamflow) maupun air dalam tanah bergerak menuju tempat yang lebih rendah yang akhirnya dapat mengalir ke laut. Namun, sejumlah besar air permukaan dan air bawah tanah dikembalikan ke atmosfer oleh penguapan dan pemeluhan (transpirasi) sebelum sampai ke laut (Linsley, dkk, 1989).

Infiltrasi adalah proses aliran air (umumnya berasal dari curah hujan) masuk ke dalam tanah. Dengan kata lain, infiltrasi adalah aliran air masuk ke dalam tanah sebagai akibat gaya kapiler (gerakan air ke arah vertikal). Setelah lapisan tanah bagian atas jenuh, kelebihan air tersebut mengalir ke tanah yang lebih dalam sebagai akibat gaya gravitasi bumi yang dikenal sebagai proses perkolasi (Asdak, 2002).

Setiap jenis tanah mempunyai karakteristik laju infiltrasi yang berbeda, yang bervariasi dari yang sangat tinggi sampai sangat rendah. Jenis tanah berpasir umumnya cenderung mempunyai laju infiltrasi tinggi, akan tetapi tanah liat sebaliknya, cenderung mempunyai laju infiltrasi rendah. Untuk satu jenis tanah yang sama dengan kepadatan yang berbeda mempunyai laju infiltrasi yang berbeda pula. Semakin padat suatu tanah makin kecil laju infiltrasinya.Kelembaban tanah yang selalu berubah setiap saat juga berpengaruh terhadap laju infiltrasi. Makin tinggi kadar air di dalam tanah, laju infiltrasi tanah tersebut semakin kecil. Dengan demikian, dapat dimengerti bahwa jika dalam satu jenis tanah terjadi infiltrasi, infiltrasinya makin lama makin kecil (Harto, 1993).

Harto (1993) menambahkan bahwa tanaman di atas permukaan tanah mempunyai dua fungsi, yaitu menghambat aliran air di permukaan sehingga kesempatan berinfiltrasi lebih besar, sedangkan yang kedua sistem perakaran tanaman yang dapat lebih menggemburkan struktur tanahnya, sehingga makin


(14)

baik penutup tanaman yang ada, laju infiltrasi cenderung lebih tinggi. Lajuinfiltrasi yang tinggi tidak hanya meningkatkan jumlah air yang tersimpan dalam tanah untuk pertumbuhan tanaman, tetapi juga mengurangi banjir dan erosi yang disebabkan oleh run off (Hakim, 1986).

Dalam bidang konservasi tanah, infiltrasi merupakan komponen yang sangat penting karena masalah konservasi tanah pada azasnya adalah pengaturan hubungan antara intensitas hujan dan kapasitas infiltrasi, serta pengaturan aliran permukaan.Aliran permukaan hanya dapat diatur dengan memperbesar kemampuan tanah menyimpan air, utamanya dapat ditempuh melalui perbaikan atau peningkatan kapasitas infiltrasi.Kapasitas infiltrasi merupakan laju

maksimum air yang dapat masuk ke dalam tanah pada suatu saat (Kurnia, dkk, 2006).Apabila kapasitas infiltrasi lebih kecil dari intensitas hujan,

dapat menyebabkan terjadinya banjir dan erosi.

Pergerakan air di dalam tanah merupakan aspek penting dalam hubungannya dengan bidang pertanian. Beberapa proses penting, seperti masuknya air ke dalam tanah melalui proses infiltrasi, pergerakan air ke zona perakaran melalui proses perkolasi, keluarnya air lebih (excess water) atau drainase, aliran permukaan, dan evaporasi sangat dipengaruhi oleh kemampuan tanah untuk melewatkan air. Parameter atau ukuran yang dapat menggambarkan kemampuan tanah untuk melewatkan air disebut sebagai konduktifitas hidrolik (hidroulic conductivity) (Klute dan Dirksen, 1986). Tingkat kemampuan tanah untuk melewatkan air sangat dipengaruhi oleh potensial hidrolik tanah.Komponen utama potensial hidrolik tanah adalah potensial tekanan atau matriks, potensial gravitasi, dan potensial osmotik.Pada kondisi tanah jenuh yang berperan adalah


(15)

potensial tekanan dan potensial gravitasi, sedangkan pada kondisi tanah tidak jenuh yang berperan adalah potensial matriks.

Desa Tanjung Putus merupakan salah satu desa yang terdapat di Kecamatan Padang Tualang Kabupaten Langkat. Kabupaten Langkatsecara geografis terletak pada 3º14’ dan 4º13’ Lintang Utara, serta 97º52’ dan 98º45’ Bujur Timur dengan curah hujan rata-rata 2.205,43 mm/tahun dan suhu rata-rata 28-30ºC. Luas wilayah Kabupaten Langkat yaitu 6.263,29 km2 (626.326 Ha) yang meliputi kawasan hutan lindung seluas ± 266.232 Ha dan kawasan lahan budidaya seluas ± 360.097 Ha (BPS Kabupaten Langkat, 2009) dengan berbagai jenis tanaman budidaya, berupa tanaman pangan dan tanaman perkebunan. Dari berbagai penggunaan lahan, lahan tersebut memiliki kemampuan laju infiltrasi yang berbeda-beda yang pada gilirannya akan berpengaruh terhadap penyimpanan air dan ketersediaan air di dalam tanah. Desa Tanjung Putus rentan dengan terjadinya banjir karena laju infiltrasi daerah tersebut lebih kecil dari intensitas hujan.Besarnya banjir yang terjadi tergantung pada perbandingan kemampuan infiltrasi dan intensitas hujan.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitan adalah ingin mengetahui laju infiltrasi pada berbagai penggunaan lahan di Desa Tanjung Putus Kecamatan Padang Tualang Kabupaten Langkat.


(16)

Kegunaan Penelitian

1. Sebagai bahan bagi penulis untuk menyusun skripsi yang merupakan syarat untuk menyelesaikan pendidikan di Program Studi Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

2. Diharapkan penelitian ini bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan di dalam analisis hidrologi.


(17)

TINJAUAN PUSTAKA

Infiltrasi

Infiltrasi adalah gerakan air permukaan tanah masuk ke dalam tanah.Infiltrasi (vertikal) ke dalam tanah yang pada mulanya tidak jenuh, terjadi di bawah pengaruh hisapan matriks tanah dan gravitasi. Laju infiltrasi pada awalnya tinggi, dengan masuknya air lebih dalam dan lebih dalamnya profil tanah yang basah, maka hisapan matriks tanah berkurang dan akhirnya hanya tinggal tarikan gravitasi yang berpengaruh terhadap pergerakan air, menyebabkan laju infiltrasi semakin menurun dengan berjalannya waktu mendekati kondisi kesetimbangan (steady state) (Kurnia, dkk, 2006).

Infiltrasi merupakan interaksi kompleks antara intensitas hujan, karakteristik dan kondisi permukaan tanah.Intensitas hujan berpengaruh terhadap kesempatan air untuk masuk ke dalam tanah.Bila intensitas hujan lebih kecil dibandingkan dengan kapasitas infiltrasi, maka semua air mempunyai kesempatan untuk masuk ke dalam tanah. Sebaliknya, bila intensitas hujan lebih tinggi dibandingkan dengan kapasitas infiltrasi, maka sebagian dari air yang jatuh di permukaan tanah tidak mempunyai kesempatan untuk masuk ke dalam tanah, dan bagian ini akan mengalir sebagai aliran permukaan. Penutupan dan kondisi permukaan tanah sangat menentukan tingkat atau kapasitas air untuk menembus permukaan tanah, sedangkan karakteristik tanah, khususnya struktur internalnya berpengaruh terhadap laju air saat melewati masa tanah. Unsur struktur tanah yang terpenting adalah ukuran pori dan kemantapan pori (Kurnia, dkk, 2006).

Tanah yang berbeda-beda menyebabkan air meresap dengan laju yang berbeda-beda. Setiap tanah memiliki daya resap yang berbeda, yang diukur dalam


(18)

mm/jam. Jenis tanah berpasir umumnya cenderung mempunyai laju infiltrasi tinggi, akan tetapi tanah liat sebaliknya, cenderung mempunyai laju infiltrasi rendah. Untuk satu jenis tanah yang sama dengan kepadatan yang berbeda mempunyai laju infiltrasi yang berbeda pula. Makin padat makin kecil laju infiltrasinya (Wilson, 1993).Klasifikasi laju infiltrasi tanah dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Klasifikasi Infiltrasi tanah

Deskripsi Infiltrasi (mm/jam)

Sangat lambat 1

Lambat 1 – 5

Sedang lambat 5 – 20

Sedang 20 – 65

Sedang cepat 65 – 125

Cepat 125 – 250

Sangat cepat 250

(Lee, 1990)

Proses Terjadinya Infiltrasi

Ketika air hujan menyentuh permukaan tanah, sebagian atau seluruh air hujan tersebut masuk ke dalam tanah melalui pori-pori permukaan tanah. Proses masuknya air hujan ke dalam tanah disebabkan oleh potensial gravitasi dan potensial matriks tanah. Laju air infiltrasi yang dipengaruhi oleh potensial gravitasi dibatasi oleh besarnya diameter pori-pori tanah.Di bawah pengaruh potensial gravitasi, air hujan mengalir tegak lurus ke dalam tanah melalui profil tanah. Pada sisi yang lain, potensial matriks bersifat mengalirkan air tersebut tegak lurus ke atas, ke bawah, dan ke arah horizontal. Potensial matriks tanah ini bekerja nyata pada tanah dengan pori relatif kecil, pada tanah dengan pori-pori besar potensial ini dapat diabaikan pengaruhnya dan air mengalir ke tanah yang lebih dalam oleh pengaruh gravitasi. Dalam perjalanannya, air juga


(19)

mengalami penyebaran ke arah lateral akibat tarikan gaya kapiler tanah, terutama ke arah tanah dengan pori-pori yang lebih kecil (Asdak, 1995).

Evaluasi Laju Infiltrasi

Model laju infiltrasi (infiltration rate) menurut Philip merupakan persamaan empiris yang bergantung pada waktu (time dependent equation). Philip mengajukan model persamaan infiltrasi:

fp=C+Dt-0,5 ... (1) Dimana:

fp = kapasitas infiltrasi (mm/ menit)

C, D = konstanta yang dipengaruhi oleh faktor lahan dan kadar air tanah awal.

t = waktu (menit)

infiltrasi kumulatif diperoleh dengan mengintegralkan persamaan (1) untuk periode tertentu, mulai dari t = 0 sampai dengan t = t.

F= ∫t(Dt-0,5+C )

0 . dt=C.t+2Dt

0.5

... (2) Sehingga persamaan infiltrasi kumulatif Philip dapat ditulis:

F-C.t=2 Dt0,5 ... (3) Proses pengepasan dari persamaan di atas dapat dilakukan dengan menggunakan data dari dua interval waktu, yaitu t1dant2, serta dua nilai dari

infiltrasi kumulatif pada interval tersebut, yaitu F1 dan F2sehingga:

F1- Ct1=2 Dt1 0,5 ... (4) F2- Ct2=2 Dt2 0,5 ... (5) Untuk mendapatkan nilai D maka dilakukan eliminasi:


(20)

(F1- Ct1=2 Dt1 0,5) × t2 (F2- Ct2=2 Dt2 0,5)×t1 F1t2- Ct1t2=2 Dt1 0,5t2 F2t1- Ct1t2=2 Dt2 0,5t1

F1t2-F2t1= 2 D (t1 0,5t2- t2 0,5t1) Sehingga,

D = F1t2- F2t1

2 (t1 0,5t2- t2 0,5

t1)

... (6) Nilai D lalu dimasukkan ke dalam persamaan (4) atau (5) hingga diperoleh nilai

C. Nilai C dan D kemudian dimasukkan ke dalam persamaan Philip (Januar dan Nora, 1999).

Infiltrometer

Alat infiltrometer yang biasa digunakan adalah jenis infiltrometer ganda (double ring infiltrometer), yaitu satu infiltrometer silinder ditempatkan di dalam infiltrometer silinder lain yang lebih besar. Infiltrometer silinder yang lebih kecil mempunyai ukuran diameter sekitar 30 cm dan infiltrometer yang besar mempunyai ukuran 46 hingga 50 cm. Pengukuran hanya dilakukan pada silinder yang kecil. Silinder yang lebih besar berfungsi sebagai penyangga yang bersifat menurunkan efek batas yang timbul oleh adanya silinder (Asdak, 1995). Hal tersebut diperlukan pula agar air yang berinfiltrasi tidak menyebar secara lateral di bawah permukaan tanah (Seyhan, 1990).

Faktor- faktor Yang Mempengaruhi Infiltrasi

Proses infiltrasi dipengaruhi beberapa faktor, antara lain, tekstur dan struktur tanah, persediaan air awal (kelembaban awal), kegiatan biologi dan unsur


(21)

hara organik, jenis dan kedalaman serasah, dan tumbuh-tumbuhan atau tajuk penutup tanah lainnya. Tanah remah akan memberikan kapasitas infiltrasi lebih besar dari tanah liat. Tanah dengan pori-pori jenuh akan mempunyai kapasitas infiltrasi lebih kecil dibandingkan dengan tanah dalam keadaan kering. Keadaan tajuk penutup tanah yang rapat dapat mengurangi jumlah air hujan yang sampai ke permukaan tanah, dengan demikian mengurangi besarnya air infiltrasi. Sementara sistem perakaran vegetasi dan serasah yang dihasilkannya dapat membantu permeabilitas tanah, dan dengan demikian meningkatkan laju infiltrasi (Asdak,1995).

1. Tekstur Tanah

Tekstur tanah menunjukkan komposisi partikel penyusun tanah (separat) yang dinyatakan sebagai perbandingan proporsi (%) relatif antara fraksi pasir (sand) (berdiameter 2,00-0,20 mm atau 2000-200 μm, debu (silt) (berdiameter 0,20-0,002 mm atau 200-2 μm) dan liat (clay) (<2 μm) (Hanafiah, 2005).

Kelas tekstur ditentukan atas dasar perbandingan massa dari ketiga fraksi tersebut. Tanah dengan proporsi pasir, debu, dan liat yang berbeda menunjukkan kelas tekstur yang berbeda (Hillel, 1971).Secara lebih rinci tekstur tanah digambarkan dalam segitiga USDA seperti yang terlihat pada Gambar 1.

2. Kerapatan Massa (Bulk Density)

Kerapatan massa adalah perbandingan dari massa tanah kering dengan volume total tanah (termasuk volume tanah dan pori) (Hillel, 1971). Setiap perubahan dalam struktur tanah mungkin untuk mengubah jumlah ruang-ruang pori dan juga berat per unit volume. Bila dinyatakan dalam g

cm3

� kerapatan massa tanah-tanah liat yang ada di permukaan dengan struktur granular besarnya


(22)

berkisar 1,0 sampai 1,3. Tanah-tanah di permukaan dengan tekstur kasar mempunyai kisaran 1,3 sampai 1,8. Perkembangan struktur yang lebih besar pada tanah-tanah dipermukaan dengan tekstur halus menyebabkan kerapatan massanya lebih rendah bila dibandingkan dengan tanah berpasir (Foth, 1991).

ρb= Ms

Vt

= Ms

Vs+ Va+ Vw

... (7) Dimana :

�� = Kerapatan massa (bulk density) (g�cm3)

Ms = massa tanah (g)

Vt = volume total tanah (volume ring)(��3)

Gambar 1.Segitiga tekstur (Hillel, 1971). 3. Kerapatan Partikel (Particel Density)

kerapatan partikel �ρs�= Ms

Vs�

g cm3


(23)

Dimana, Vs = volume tanah (cm3)

Berat jenis butir adalah berat bagian padat dibagi dengan volume bagian padat dari tanah tersebut. Berat jenis butir tanah pada umumnya berkisar antara 2,6-2,7g

cm3

� . Dengan adanya kandungan bahan organik pada tanah maka nilai

menjadi lebih rendah. Istilah kerapatan ini sering dinyatakan dalam istilah berat jenis atau specific gravity, yang berarti perbandingan kerapatan suatu benda tertentu terhadap kerapatan air pada keadaan 4ºC dengan tekanan udara biasa, yaitu satu atmosfer (Sarief, 1986).

4. Ruang Pori atau Porositas

Porositas adalah proporsi ruang pori total (ruang kosong) yang terdapat dalam satuan volume yang dapat ditempati oleh udara dan air, sehingga merupakan indikator kondisi drainase dan aerasi tanah. Tanah porous merupakan tanah yang cukup mempunyai ruang pori untuk pergerakan air dan udara masuk keluar tanah secara leluasa, begitu juga sebaliknya (Hanafiah, 2005).

Porositas total atau ruang pori total adalah volume seluruh pori dalam suatu volume tanah yang utuh yang dinyatakan dalam persen. Porositas total merupakan indikator awal yang paling mudah untuk mengetahui apakah suatu tanah mempunyai struktur baik atau jelek. Pengukuran porositas total dilakukan pada kedalaman 0-25 cm, dengan menggunakan persamaan :

f= Vf

Vt

= Va+ Vw

Vs+Va+ Vw

... (9) Dimana :

F = ruang pori atau porositas tanah Vf = volume ruang pori (cm3)


(24)

Vt = volume total (volume ring) (cm3)

Hubungan porositas dengan kerapatan massa (bulk density), yaitu : f=ρs-ρb

ρs

=1-ρb ρs

... (10)

5. Bahan Organik Tanah

Tanah tersusun oleh bahan padatan, air dan udara.Bahan padatan ini meliputi bahan mineral berukuran pasir, debu, dan liat, serta bahan organik.Bahan organik tanah biasanya menyusun 5% bobot total tanah, meskipun hanya sedikit tetapi memegang peran penting dalam menentukan kesuburan tanah, baik secara fisik, kimiawi maupun secara biologis tanah.Komponen tanah berfungsi sebagai media tumbuh, maka bahan organik juga berpengaruh secara langsung terhadap perkembangan dan pertumbuhan tanaman dan mikrobia tanah, yaitu sebagai sumber energi, hormon, vitamin, dan senyawa perangsang tumbuh lainnya.Secara fisik bahan organik berperan dalam menentukan warna tanah menjadi coklat-hitam, merangsang granulasi, menurunkan plastisitas dan kohesi tanah (Brady, 1984), memperbaiki struktur tanah menjadi lebih remah sehingga laju infiltrasi lebih tinggi, dan meningktakan daya tanah menahan air sehingga drainase tidak berlebihan, kelembaban dan temperatur tanah menjadi stabil (Hanafiah, 2005). 6. Tata Guna Lahan

Vegetasi dapat menahan aliran permukaan dan diperkuat oleh humus, kemudian dirembeskan ke bagian dalam dari top soil.Kecepatan infiltrasi dipengaruhi oleh banyaknya pori-pori tanah, dimana akar-akar vegetasi sangat menunjang dalam pembentukan pori-pori tanah tersebut (Kartasapoetra, 1989).


(25)

Kemampuan sistem lahan dalam meretensi air hujan sangat tergantung kepada karakteristik sistem tajuk dan perakaran tipe vegetasi penutupnya.Sistem tata guna lahan dengan vegetasi penutup bertipe pohon yang disertai dengan adanya tumbuhan penutup tanah adalah sistem lahan yang mempunyai kemampuan meretensi air hujan lebih baik dari pada sistem lahan tingkat semai/ semak atau tiang. Dengan demikian vegetasi tingkat pohon mempunyai fungsi yang lebih baik untuk meningkatkan kapasitas infiltrasi dan menyimpan air (Suharto, 2006).

Lahan yang bervegetasi pada umumnya lebih menyerap karena serasah permukaan mengurangi pengaruh-pengaruh pukulan tetesan hujan, dan bahan organik, mikroorganisme serta akar-akar tanaman cenderung meningkatkan porositas tanah dan memantapkan struktur tanah. Vegetasi juga menghabiskan kandungan air tanah hingga kedalaman yang lebih besar, meningkatkan peluang penyimpanan air dan menyebabkan laju infiltrasi yang lebih tinggi, pengaruh-pengaruh ini lebih tegas pada penutupan hutan dimana akar-akar berpenetrasi lebih dalam dan laju-laju evapotranspirasi adalah lebih besar (lee, 1990).

Tanah yang terbuka bisa menjadi hampir kedap air akibat benturan tetesan hujan besar-besar yang memadatkan ditambah lagi kecenderungan air menghanyutkan butiran yang halus dan masuk ke dalam lowong yang ada. Permukaan tanah cenderung menjadi tersumbat dan nilai f pun merosot tajam. Demikian pula pemadatan oleh manusia atau hewan yang menginjak-injak permukaan tanah, atau akibat lalu lintas kendaraan, dapat sangat menurukan daya resap tanah (Wilson, 1993).


(26)

Potensial Air Tanah

Potensial air tanah merupakan jumlah kerja yang mesti dilakukan per unit air murni untuk mengangkut sejumlah air dari suatu tempat air murni pada elevasi dan tekanan atmosfer.Total potensial air tanah dapat dikatakan sebagai penjumlahan dari beberapa faktor, yaitu:

ψt= ψgpo+… ... (11) Dimana � adalah potensial total air tanah, ψg adalah potensial gravitasi, dan ψp merupakan potensial tekanan (matriks) dan ψo adalah potensial osmotik.

Potensial gravitasi penting dalam tanah jenuh dan ditunjukkan oleh kecenderungan air untuk mengalir ke elevasi yang lebih rendah.Potensial matriks adalah hasil tenaga adhesi dan kohesi yang berhubungan dengan jaringan partikel tanah atau matriks tanah.Potensial osmosis disebabkan terutama oleh daya tarik molekul air terhadap ion-ion yang dihasilkan oleh garam yang dapat larut. Biasanya, pada tanah yang tercuci potensi osmosisnya kecil dan merupakan faktor minor dalam penyerapan air (Foth, 1978). Potensial air dan tanah (potensial hidrolik) yang berperan dalam tanah akan bergantung pada kondisi tanahnya. Pada kondisi tanah jenuh yang berperan adalah potensial tekanan dan potensial gravitasi, dan pada tanah tidak jenuh yang berperan adalah potensial matriks.

Jumlah air yang ditahan oleh tanah dengan isapan matriks yang rendah antara 0-1 bar, terutama bergantung pada pengaruh kapilaritas, distribusi ukuran pori, dan bergantung pada struktur. Makin besar daya isap tanah, makin besar pengaruh adsorbsi dan makin berkurang pengaruh struktur (makin kering tanah).Yang paling berpengaruh yaitu tekstur dan permukaan spesifik partikel tanah. Keuntungan utama konsep total potensial adalah mendapatkan suatu ukuran


(27)

yang sama mengenai status energi air tanahdalam berbagai waktu dan tempat dalam hubungan tanah, tanaman, dan atmosfer (Hillel, 1987).

Tensiometer

Tensiometer adalah alat praktis untuk mengukur kandungan air tanah, tinggi hidrolik, dan gradient hidrolik.Alat ini terdiri atas cawan sarang, secara umum terbuat dari keramik yang dihubungkan melalui tabung ke manometer, dengan seluruh bagian diisi air. Saat cawan diletakkan di dalam tanah pada waktu pengukuran hisapan dilaksanakan, air total di dalam cawan melakukan kontak hidrolik, dan cenderung untuk seimbang dengan air tanah melalui pori-pori pada dinding keramik. Pada saat tensiometer diletakkan di permukaan tanah, air yang terdapat dalam tensiometer umumnya berada pada tekanan atmosfer, sedangkan air tanah secara umum mempunyai tekanan lebih kecil dari tekanan atmosfer, sehingga terjadi hisapan dari alat tensiometer karena perbedaan tekanan, dan air dari alat itu keluar, serta tekanan dalam alat turun yang ditunjukkan oleh manometer (Kurnia, dkk, 2006).


(28)

17 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juni 2012 pada tiga penggunaan lahan yang berbeda yaitu, kebun karet, semak belukar, dan lahan usaha di Desa Tanjung Putus Kecamatan Padang Tualang Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara.

Bahan dan Alat

Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah lahan (kebun karet, semak belukar, dan lahan usaha), air pengisian double ring infiltrometer, aquadest.

Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah double ring infiltrometer untuk mengukur laju infiltrasi tanah, ring sample untuk mengambil sampel tanah, tensiometer untuk mengukur potensial air tanah, stopwatch untuk menunjukkan waktu, timbangan untuk menimbang tanah, oven untuk mengeringkan tanah, ember sebagai wadah tempat air, cangkul untuk membersihkan permukaan tanah dari rumput, alat tulis untuk mencatat hasil pengamatan, mistar untuk mengukur ketinggian air dalam ring infiltrometer. Metode Penelitian

Metode yang digunakan adalah penelitian lapangan yang dilaksanakan di kebun karet, semak belukar, dan lahan usaha yang diawal penelitian memiliki potensial air tanah yang sama dan diukur dengan alat tensiometer yang dilakukan dengan 3 ulangan.


(29)

Pelaksanaan Penelitian 1. Persiapan Penelitian

Penelitian dimulai dengan melakukan survey pendahuluan di lapangan dengan mengadakan tinjauan di lokasi dan pengambilan titik untuk masing-masing tata guna lahan yang memiliki potensial air tanah yang sama. Pada setiap lahan ditentukan tiga lokasi untuk pengukuran infiltrasi.

2. Prosedur Penelitian Laju Infiltrasi Tanah

• Membenamkan kedua ring infiltrometer ganda ke dalam tanah dengan kedalaman 10 cm.

• Memasang penggaris pada sisi dalam ring yang pertama (kecil).

• Memasukkan air kedalam kedua ring infiltrometer setinggi 20 cm secara merata.

• Mengukur penurunan muka air setiap selang waktu 5 menit, 10 menit, 20 menit, 30 menit, 45 menit, 60 menit, 90 menit, 120 menit, 180 menit, dan 240 menit.

• Menghitung laju infiltrasi dengan menggunakan metode Philips menggunakan persamaan (1).

• Mengambil sampel tanah untuk mendapatkan tekstur dan bahan organik tanah, kadar air sebelum dan sesudah pengukuran, kerapatan massa tanah, kerapatan partikel tanah, dan porositas tanah.


(30)

Parameter Penelitian

Tekstur dengan metode Hidrometer

- Menimbang 25 g tanah kering udara yang telah diayak dengan ayakan 10 mesh, kemudian dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 250 ml.

- Menambahkan 50 ml larutan Natrium Pyrofosfat, kemudian dikocok sampai rata, dibiarkan semalam.

- Menggoncang selama 10 menit pada alat penggoncang.

- Memindahkan ke dalam silinder 500 ml dan menambahkan air aquadest sampai tanda garis.

- Mengocok 20 kali sebelum pembacaan.

- Memasukkan hydrometer ke dalam silinder dengan hati-hati. - Melakukan pembacaan pertama 40 detik dari saat pengocokan

- Memasukkan hydrometer lagi setelah tiga jam untuk pembacaan kedua untuk memperoleh liat

% Liat+Debu=Bacaan hidrometer yang telah dikoreksi setelah waktu 40 detik

Berat contoh tanah ×100% ... (12)

% Liat = Bacaan hidrometer yang telah dikoreksi setelah waktu 3 jam

Berat contoh tanah ×100% ... (13)

% Debu = % (Liat+Debu)-% Liat ... (14) % Pasir =100 %-% (Liat+Debu) ... (15) Bahan Organik

- Menimbang 0,5 g tanah kering udara, kemudian masukkan ke dalam erlenmeyer 500 cc

- Menambahkan 5 ml K2Cr2O7 1 N (pergunakan pipet) goncang dengan tangan.


(31)

- Menambahkan 10 ml H2SO4 pekat, kemudian menngoncangnya selama 3-4 menit, selanjutnya mendiamkan selama 30 menit.

- Menambahkan 100 ml air suling dan 5 ml H3PO485%, NaF 4% 2,5 ml, kemudian menambahkan 5 tetes diphenylamine, goncang hingga larutan berwarna biru tua.

- Menitrasi dengan Fe(NH4)2(SO4)2 0,5 N dari buret hingga warna berubah menjadi hijau.

- Melakukan kerja langkah ke-2 s/d 5 (tanpa tanah) untuk mendapatkan volume titrasi Fe(NH4)2(SO4)2 0,5 N untuk blanko.

- Menghitung dengan rumus % C=5 �1-T

S� 0,78 ... (16)

Dimana:

T= volume titrasi Fe(NH4)2(SO4)2 0,5N dengan tanah S= volume titrasi Fe(NH4)2(SO4)2 0,5N tanpa tanah Maka,

% BO=1,72 ×% C ... (17) Kadar Air :

Analisa kadar air tanah diukur dengan cara: - Menimbang berat ring

- Menimbang berat tanah + ring sampel yang diambil dari daerah pengamatan sebelum dan sesudah pengamatan.

- Memperoleh berat tanah kering udara.

- mengovenkan tanah dari ring sampel selama 24 jam kemudian menimbang berat tanah kering oven sesudah dan sebelum pengamatan.


(32)

- Menghitung kadar air tanah dengan rumus: % KA= BTKU-BTKO

BTKO ×100 % ... (18)

Dimana: KA = Kadar Air (%)

BTKU = Berat tanah saat pengamatan = Berat tanah kering udara (g) BTKO = Berat tanah kering oven (g)

Kerapatan Massa (Bulk Density)

Kerapatan massa tanah dapat dicari dengan:

- Mengambil tanah dalam ring sampel sebelum dan sesudah pengamatan. - Mengovenkan selama 24 jam dan ditimbang berat tanah kering oven. - Mengukur diameter dan tinggi ring.

- Menghitung volume ring = π r2.t

- Menghitung kerapatan massa tanah dengan rumus yang digunakan pada persamaan (7) dimana massa tanah yaitu berat tanah kering oven dan volume total diperoleh dari volume ring.

Kerapatan Partikel (Particel Density)

- Memasukkan tanah kering oven kedalam gelas ukur sebanyak 55 ml.

- Memadatkan tanah dengan caramengetuk-ngetukkan hingga volumenya tetap, dan mencatat hasilnya sebagai volume tanah dalam ml.

- Mengeluarkan tanah dan menimbang hasilnya sebagai berat tanah.

- Mengisi gelas ukur dengan air sebanyak 70 ml dan mencatatnya sebagai volume air.

- Memasukkantanah ke dalam gelas ukur dan mencatat hasilnya sebagai volume air tanah.


(33)

- Menghitung kerapatan partikel dengan rumus Kerapatan Partikel (ρs)= Berat Tanah

Volume Tanah-Volume ruang pori ... (19)

Volume Ruang Pori=( Volume air+volume tanah)-Volume air tanah ... (20) Porositas

Porositas tanah dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (10) Potensial Matriks

- Memilih lokasi yang akan diukur potensial air tanahnya dengan menggunakan alat tensiometer yang pada awalnya memiliki potensial air tanah yang sama.

- Melubangi tanah tersebut dengan coring tool sedalam 5 cm, 15 cm, dan 25 cm.

- Memasukkan tensiometer ke dalam lubang yang telah dibuat yang sebelumnya telah dimasukkan aquadest melalui handle tensiometer dan jarum pada manometer telah dinolkan sebelumnya.

- Melihat angka yang tertera pada manometer dan mencatatnya sebagai potensial matriks.


(34)

23

Desa Tanjung Putus merupakan salah satu desa yang terdapat di Kecamatan Padang Tualang, Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara. Secara geografis, Desa Tanjung Putus terletak di antara 3º48’-3º49’ Lintang Utara dan 98º20’-98º22’ Bujur Timur dan berada pada ketinggian11 mdpl. Curah hujan rata-rata di kabupaten langkat adalah 2205.43 mm/tahun dan jenis tanah pada lokasi ini adalah ultisol.

Analisa Sifat Fisik Tanah Kadar Air Tanah

Pengukurankadar air tanah sebelum dan sesudah infiltrasi pada berbagai penggunaan lahan di Desa Tanjung Putus Kecamatan Padang Tualang Kabupaten Langkat, dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil Analisa Kadar Air Tanah

No. Lokasi

Kadar Air Tanah Sebelum Pengukuran

Infiltrasi (%)

Setelah Pengukuran Infiltrasi (%)

1 Lahan usaha (ladang) 32.03 42.11

2 Kebun karet 43.40 49.79

3 Semak 33.69 44

Dari tabel di atas diketahui bahwa kadar air tanah setelah infiltrasi memiliki nilai yang lebih besar dibandingkan sebelum pengukuran infiltrasi. Hal ini dikarenakan pemberian air secara terus menerus sehingga mengakibatkan kadar air tanah meningkat.

Tekstur Tanah

Pengkuran tekstur tanah pada berbagai penggunaan lahan di Desa Tanjung Putus Kecamatan Padang Tualang Kabupaten Langkat dapat dilihat pada Tabel 3.


(35)

Tabel 3. Hasil Analisa Tekstur Tanah

No. Lokasi

Fraksi Tekstur Tanah Pasir (%) Debu (%) Liat (%)

1 Lahan usaha (ladang) 42,56 10 47,44 Liat

2 Kebun karet 46,56 16 37,44 Lempung Liat Berpasir

3 Semak 26,56 20 53,44 Liat

Dari Tabel 3 dapat dilihat perbandingan kandungan pasir, debu, dan liat pada lokasi lahan usaha (ladang) dan semak bertekstur liat, dan pada lokasi kebun karet bertektur lempung liat berpasir yang dapat ditentukan dengan segitiga USDA.Tekstur tanah menentukan tata air dalam tanah, yaitu berupa infiltrasi, penetrasi dan kemampuan pengikatan air oleh tanah (Sarief, 1986).

Kerapatan Massa (Bulk Density)

Pengukuran kerapatan massa tanah sebelum dan sesudah infiltrasi pada berbagai penggunaan lahan di Desa Tanjung Putus Kecamatan Padang Tualang Kabupaten Langkat, dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Hasil Analisa Kerapatan Massa (Bulk Density) Tanah

No. Lokasi

Kerapatan Massa (Bulk Density) Sebelum Pengukuran

Infiltrasi (g/cm3)

Setelah Pengukuran Infiltrasi (g/cm3)

1 Lahan usaha (ladang) 1.11 1.19

2 Kebun karet 1.01 1.03

3 Semak 1.15 1.19

Dari tabel di atas, dapat dilihat hasil analisa kerapatan massa (bulk density) sebelum dan setelah pengukuran infiltrasi adalah berbeda, dimana kerapatan massa (bulk density) setelah infiltrasi lebih besar dibandingkan sebelum infiltrasi. Pemberian air secara terus menerus ke dalam tanah akan mengakibatkan lepasnya butir-butir tanah, sehingga mengakibatkan pemadatan tanah dan ruang pori yang semakin sedikit (Januar dan Nora, 1999).


(36)

Kerapatan Partikel (Particle Density)

Pengukuran kerapatan partikel tanah sebelum dan sesudah infiltrasi pada berbagai penggunaan lahan di Desa Tanjung Putus Kecamatan Padang Tualang Kabupaten Langkat dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Hasil Analisa Kerapatan Partikel (Particle Density) Tanah

No. Lokasi

Kerapatan Partikel (Particle Density) Sebelum Pengukuran

Infiltrasi (g/cm3)

Setelah Pengukuran Infiltrasi (g/cm3)

1 Lahan Usaha (ladang) 2.03 2.05

2 Kebun karet 2.21 2.17

3 Semak 2.16 2.12

Dari tabel di atas diperoleh hasil analisa kerapatan partikel untuk keseluruhan data baik sebelum pengukuran infiltrasi dan setelah pengukuran infiltrasi menunjukkan perubahan yang sangat kecil atau dapat dikatakan relatif sama (tidak berubah). Untuk pengukuran kerapatan partikel seharusnya tidak ada perubahan saat pengukuran sebelum infiltrasi dan sesudah infiltrasi.Perubahan ini terjadi sebab sampel tanah yang diambil sebelum infiltrasi dari luar ring infiltrometer dan setelah infiltrasi dari dalam ring infiltrometer.

Kerapatan partikel adalah massa padatan per unit volume partikel tanah (kerapatan tanah). Menurut Sarief (1986), kerapatan partikel tanah (particle density) pada umumnya berkisar antara 2.6 - 2.7 gr cm⁄ 3. Dengan adanya kandungan bahan organik pada tanah maka nilai tersebut menjadi lebih rendah. Ruang Pori atau Porositas

Analisa ruang pori atau porositas sebelum dan sesudah infiltrasi pada berbagai penggunaan lahan di Desa Tanjung Putus Kecamatan Padang Tualang Kabupaten Langkat dapat dilihat pada Tabel 6.


(37)

Tabel 6. Hasil Analisa Porositas Tanah

No. Lokasi

Porositas Tanah Sebelum Pengukuran

Infiltrasi (g/cm3)

Setelah Pengukuran Infiltrasi (g/cm3)

1 Lahan usaha (ladang) 45.25 41.46

2 Kebun karet 54.16 52.36

3 Semak 46.84 43.51

Dari tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa ruang pori atau porositas tanah sebelum infiltrasi lebih besar dibandingkan setelah pengukuran infiltrasi. Pemberian air secara terus menerus selama proses infiltrasi mengakibatkan proses pemampatan dan penutupan pori-pori tanah. Hal ini sesuai dengan pengukuran kerapatan massa tanah setelah infiltrasi yang lebih besar dibandingkan sebelum infiltrasi karena pori-pori tanah telah terisi air seperti yang dapat dilihat pada Tabel 3.

Secara alami infiltrasi terjadi setelah adanya hujan. Apabila di atas permukaan tanah tidak terdapat vegetasi penutup tanah, maka akan terjadi penumbukan butir hujan. Menurut Kartasapoetra (1989), penumbukan butir-butir hujan pada permukaan tanah sehingga butir-butir-butir-butir tanah yang halus yang larut dalam air pada waktu pengendapan akan memadati celah-celah dan pori-pori tanah. Akibat berlangsungnya kompaksi tersebut terjadi pemampatan pori-pori tanah, sehingga kemampuan infiltrasi menjadi menurun.

Bahan Organik Tanah

Hasil analisa bahan organik pada berbagai penggunaan lahan di Desa Tanjung Putus Kecamatan Padang Tualang Kabupaten Langkat dapat dilihat pada Tabel 7.


(38)

Tabel 7. Hasil Analisa Bahan Organik Tanah

No. Lokasi % C-Organik Bahan Organik (%)

1 Lahan Usaha 6,24 10.73

2 Kebun Karet 3,98 6.85

3 Semak 1,87 3.22

Menurut Prasetya, dkk (2008), C-organik erat kaitannya dengan agregat tanah. C organik dan agregasi tanah memiliki hubungan positif, maka C organik yang tinggi membentuk agregat yang mantap. Tingginya kandungan bahan organik tanah dapat mempertahankan kualitas sifat fisik tanah sehingga membantu perkembangan akar tananaman dan kelancaran siklus air tanah antara lain melalui pembentukkan pori tanah dan kemantapan agregat.

Pengukuran Infiltrasi

Data infiltrasi kumulatif untuk lokasi lahan usaha (ladang), kebun karet, dan semak dijabarkan di bawah ini.Hasil pengukuran infiltrasi kumulatif pada lahan usaha dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Hasil Pengukuran Infiltrasi Kumulatif pada Lahan Usaha (Ladang) Waktu (t)

(menit)

Infiltrasi Kumulatif (F) (cm)

Rata-rata Ladang 1 Ladang 2 Ladang 3

5 2.8 2.5 1.2 2.17

10 5.1 4.7 2.2 4

20 8.6 7.8 3.1 6.5

30 10.8 9.8 3.8 8.13

45 12.7 12.3 4.3 9.77

60 15.6 14.8 5 11.8

90 19.7 18.4 5.7 14.6

120 22.5 21.5 6.8 16.93

180 29.9 26.6 7.6 21.37

240 35.3 33.5 8.0 25.6

Persamaan Philips: F=C.t+2Dt0.5

Dari hasil kombinasi waktu untuk prediksi infiltrasi kumulatif pada lahan usaha (ladang) adalah waktu (t) 5 menit dan 180 menit yang paling mendekati


(39)

infiltrasi kumulatif pengukuran, sehingga diperoleh konstantaC = 0.055667 dan D= 0.42299 yang dapat dilihat pada Lampiran 6.

Sehingga diperoleh laju infiltrasi: F= 0.055667t+ 2 ×0.42299t0.5 fp= dF

dt = 0.055667+ 0.42299t

-0.5cm/menit

Hasil pengukuran infiltrasi kumulatif pada kebun karet dapat dilihat pada Tabel 9 berikut.

Tabel 9. Hasil Pengukuran Infiltrasi Kumulatif pada Kebun Karet Waktu (t)

(menit)

Infiltrasi Kumulatif (F) (cm)

Rata- rata Karet 1 Karet 2 Karet 3

5 153.5 12 11.2 12.23

10 20.5 16.7 15.9 17.7

20 39 33 32.2 34.73

30 56 48.5 49.2 51.23

45 77.5 68 70.2 71.9

60 100 87.5 89.6 92.36

90 130 112.5 119.5 120.67

120 150 136 149 145

180 168.05 153 160 160.35

240 175.5 161 170.5 169

Persamaan Philips: F=C.t+2Dt0.5

Dari hasil kombinasi waktu untuk prediksi infiltrasi kumulatif di kebun karet adalah waktu (t) 5 menit dan 180 menit yang paling mendekati infiltrasi

kumulatif pengukuran, sehingga diperoleh konstanta C = 0.5798 dan D = 2.086475 yang dapat dilihat pada Lampiran 7.

Sehingga diperoleh laju infiltrasi: F= 0.5798t+ 2 ×2.086475t0.5 fp= dF

dt = 0.5798+2.086475t


(40)

Hasil pengukuran infiltrasi kumulatif pada lahan semak dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Hasil Pengukuran Infiltrasi Kumulatif pada Lokasi Semak Waktu (t)

(menit)

Infiltrasi Kumulatif (F) (cm)

Rata- rata

Semak 1 Semak 2 Semak 3

5 6 8 7.3 7.1

10 10 12.1 13.6 11.9

20 17 20.1 23.3 20.13

30 23.5 28.1 33.3 28.3

45 32.5 37.8 45 38.43

60 40.5 47.8 59 49.1

90 52.5 59.3 80.4 64.07

120 63.5 69.3 99.4 77.4

180 81 89.3 129.4 99.87

240 94 101.8 146.9 114.23

Persamaan Philips: F=C.t+2Dt0.5

Dari hasil kombinasi waktu untuk prediksi infiltrasi kumulatif pada lahan semak adalah waktu (t) 5 menit dan 180 menit yang paling mendekati infiltrasi

kumulatif pengukuran, sehingga diperoleh konstanta C = 0.3818 dan D = 1.160743 yang dapat dilihat pada Lampiran 8.

Sehingga diperoleh laju infiltrasi:

� = 0.3818�+ 2 × 1.160743�0.5

��= ��

�� = 0.3818 + 1.160743�−0.5��/�����

Evaluasi Laju Infiltrasi

Hasil pengukuran laju infiltrasi pada penggunaan lahan usaha (ladang), kebun karet, dan semak di Desa Tanjung Putus Kecamatan Padang Tualang Kabupaten Langkat dapat dilihat seperti pada Gambar 2.


(41)

Gambar 2. Hubungan laju infiltrasi terhadap waktu pada tiga macam penggunaan lahan

Dari Gambar 2, laju infiltrasi paling besar ditunjukkan di lokasi kebun karet sebesarfp= 0.5798+2.086475t-0.5cm/menit. Hal ini dikarenakan tanah di kebun karet bertekstur lempung liat berpasir, dimana dapat dilihat juga pada Tabel 5 tanah di kebun karet memiliki porositas total tanah yang besar. Hal ini sesuai dengan pernyataan Asdak (1995) yang menyatakan bahwa tanah dengan kepadatan berbeda mempunyai laju infiltrasi yang berbeda pula, makin padat makin kecil laju infiltrasinya. Tanah remah akan memberikan kapasitas infiltrasi lebih besar dari tanah liat, tanah dengan pori-pori jenuh akan mempunyai kapasitas infiltrasi lebih kecil dibandingkan dengan tanah dalam keadaan tidak jenuh.

Dari Tabel 2 dapat diketahui bahwa laju infiltrasi tidak hanya dipengaruhi satu faktor saja, dapat dilihat di lokasi ladang yang memiliki kadar air awal paling

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6

0 20 40 60 80 100120140160180200220240260

La ju I n fi lt ra si ( cm/ me n it ) waktu (menit)

laju infiltrasi di ladang (cm/menit)

laju infiltrasi di kebun karet (cm/menit) laju infiltrasi di semak (cm/menit)


(42)

kecil, namun menunjukkan laju infiltrasi paling kecil yaitu sebesar fp= 0.5798+2.086475t-0.5cm/menit dan pada lokasi semak yang dapat dilihat dari

Gambar 2 memiliki laju infiltrasi lebih baik dari pada di lokasi lahan usaha (ladang) sebesar fp=0.3818+ 1.160743t-0.5cm/menit yang pada Tabel 5 dapat dilihat bahwa lokasi semak memiliki total porositas lebih besar dibandingkan pada lokasi lahan usaha. Hal ini sesuai dengan penyataan Januar dan Nora (1999) yang menyatakan nilai porositas tanah yang besar menyebabkan laju infiltrasi yang besar pula, dan sebaliknya porositas tanah yang kecil menyebabkan laju infiltrasi yang kecil. Laju infiltrasi tidak hanya dipengaruhi oleh porositas tanah.Laju infiltrasi semakin berkurang dengan bertambahnya waktu. Hal ini karena pada saat tanah belum jenuh, sebagian besar pori belum terisi air dan setelah jenuh hampir semua pori terisi air, sehingga laju infiltrasinya mendekati konstan yang besarnya sama dengan laju perkolasi pada tanah jenuh.

Dari ketiga lahan tersebut dapat dilihat kapasitas infiltrasi yang paling baik terdapat pada kebun karet dan yang paling kecil ditemukan di lahan usaha.Hal ini dikarenakan pada kebun karet memiliki porositas yang paling besar sebesar 54.16% dan memiliki rapat massa (Bulk Density) yang paling kecil, yaitu sebesar 1.01 g/cm3 serta bertekstur lempung liat berpasir.Sesuai dengan pernyataan Wilson (1993) yang menyatakan bahwa untuk satu jenis tanah dengan kepadatan berbeda mempunyai laju infiltrasi yang berbeda pula.Jenis tanah berpasir umumnya cenderung mempunyai laju infiltrasi tinggi, sebaliknya tanah liat cenderung mempunyai laju infiltrasi rendah.

Lee (1990) menjelaskan mengenai klasifikasi infiltrasi tanah, berdasarkan laju infiltrasi.Klasifikasi infiltrasi pada ketiga lahan dapat dilihat pada Tabel 11.


(43)

Tabel 11. Klasifikasi Infiltrasi

No Lokasi Laju infiltrasi (mm/jam) Klasifikasi 1 Lahan Usaha (ladang) 49.78 - 146.89 Sedang cepat

2 Kebun Karet 428.69- 907.7 Sangat cepat

3 Semak 274 – 540.54 Sangat cepat

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa laju infiltrasi pada lahan usaha adalah cepat, dan laju infiltrasi pada kebun karet dan semak termasuk dalam sangat cepat. Lee (1990) mengklasifikasikan infiltrasi tanah ke dalam beberapa kelas yaitu, sangat lambat (1 mm/jam), lambat (1-5 mm/jam), sedang lambat (5-20 mm/jam), sedang (20-65 mm/jam) sedang cepat (65-125 mm/jam), cepat (125-250 mm/jam), dan sangat cepat ( > 250 mm/jam).

Potensial matriks tanah

Nilai potensial matriks pada beberapa penggunaan lahan di Desa Tanjung Putus Kecamatan Padang Tualang Kabupaten Langkat dapat dilihat seperti pada Tabel 12.

Tabel 12. Nilai hisapan air tanah pada beberapa penggunaan lahan

No Lokasi

Suction (Cbar) Sebelum Infiltrasi pada

Kedalaman

Setelah Infiltrasi pada Kedalaman 5 cm 15 cm 25 cm 5 cm 15 cm 25 cm

1 Lahan Usaha (ladang) 22 21 19 10 8 5

2 Kebun Karet 22 21 19 18 16 13

3 Semak 22 20 18 13 11 8

Dari tabel di atas, dapat dilihat nilai potensial matriks pada beberapa kedalaman di tiga lokasi penelitian yang telah ditentukan dimana pada awal penelitian setiap lokasi memiliki potensial matriks yang sama. Menurut Lee (1990), potensial air dalam tanah didefinisikan sebagai tekanan negatif (tarikan) dimana air diikat pada beberapa tempat dalam tanah yang disebut potensial matriks.


(44)

Hubungan potensial matriks terhadap kadar air pada penggunaan lahan usaha (ladang), kebun karet, dan semak di Desa Tanjung Putus Kecamatan Padang Tualang Kabupaten Langkat dapat dilihat seperti pada Gambar 3.

Gambar 3. Hubungan potensial matriks terhadap kadar air

Dari gambar menunjukkan bahwa dengan potensial matriks yang sama berbeda kadar airnya. Hal ini akanbergantung pada tekstur tanah. Pada gambar dapat dilihat bahwa pada lahan usaha dan semak mempunyai tekstur yang sama (liat), sehingga potensial matriks yang sama mempunyai kadar air yang hampir sama. Hal ini berbeda dengan lahan kebun karet yang mempunyai tekstur lempung liat berpasir. Oleh karena itu, hal yang paling sesuai untuk menjelaskan bergeraknya air dalam tanah lebih tepat karena ada perbedaan potensial air tanah dibandingkan perbedaan karena kadar air tanah. Karena menurut Hillel (1987) air bergerak dari potensial tinggi ke potensial rendah.

Dari Gambar 3 dapat diketahui bahwa nilai hisapan matriks berbanding terbalik dengan kadar air tanah. Potensial matriks di ketiga lahan semakin kecil

0 5 10 15 20 25

0 20 40 60 80

su ct io n ( C B a r)

kadar air (%)

potensial matriks pada lahan usaha (cbar) potensial matriks pada kebun karet

potensial matriks pada lahan semak


(45)

dengan bertambahnya kadar air dalam tanah. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi kadar air tanah akan semakin mendekati kondisi jenuh dan akan semakin kecil potensial matriksnya, sehingga akhirnya pada kondisi tanah jenuh potensial yang berperan adalah potensial gravitasi dan tekanan.


(46)

35

Kesimpulan

1. Persamaan laju infiltrasi dengan metode Philips adalah sebagai berikut: - Lahan usaha (ladang) : fp= 0.055667+ 0.42299t-0.5cm/menit - Kebun karet : fp= 0.5798+2.086475t-0.5cm/menit - Semak : fp=0.3818+ 1.160743t-0.5cm/menit

2. Kapasitas infiltrasi yang paling besar terdapat di kebun karet, kemudian di lahan semak dan yang paling kecil terdapat di lahan usaha (ladang).

3. Pengaruh yang paling besar terhadap laju infiltrasi tanah adalah tekstur tanah dan porositas total tanah awal.

Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai konduktivitas hidrolik 2. Untuk pengukuran infiltrasi perlu digunakan tabung marihot.


(47)

36

Asdak,C. 2002. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

BPS Kab. Langkat [30 september 2012].

Departemen Kehutanan. 2007. Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI)

Foth, D. H., 1994. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Hakim, dkk., 1986. Dasar-dasar Imu Tanah. Penerbit Universitas Lampung, Lampung.

Hanafiah, K.A., 2005. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Penerbit PT Raja Grafinda, Persada, Jakarta.

Harto, S. Br., 1993. Analisis Hidrologi. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Hillel, D., 1987. Soil and Water Physical Principles and Processes. Academic

Press, New York.

Januar, R. dan Nora, H.P., 1999.Evaluasi Persamaan Infiltrasi Kostiakov dan Philip secara Empirik untuk Tanah Regosol Coklat Kekelabuan, Buletin Keteknikan Pertanian, Vol 13 (3): hal 1-9. Fakultas Teknologi Pertanian IPB, Bogor.

Kartasapoetra, A.G., 1989. Kerusakan Tanah Pertanian dan Usaha untuk Merehabilitasinya. Penerbit Bina Aksara, Jakarta.

Kurnia, U., dkk., 2006. Sifat Fisik Tanah dan Metode Analisisnya. Balai Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian.

Lee, R., 1990. Hidrologi Hutan. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Linsley, R.K., Max, A.K., Joseph, L.H.P., 1989. Hidrologi untuk Insinyur.

Penerbit Erlangga, Jakarta.

Prasetya, B, dkk. 2008. Agregasi Tanah pada Berbagai Penggunaan Lahan di Tanah Andosol, Agritek, Vol 16. No 4. Hal 744-752, Fakultas Pertanian, IPB, Bogor.


(48)

Seyhan, E., 1990. Dasar-dasar Hidrologi. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Suharto, E., 2006. Kapasitas Simpan Air Tanah pada Sistem Tata Guna Lahan LPP Tahura Raja Lelo, Jurnal ilmu-ilmu Pertanian Indonesia, Volume 8.No. 1, Hlm 44-49 ISSN 1441-0067, Bengkulu.

Singh, V. P., 1992. Elementary Hydrology. Prentice Hall, New Jersey. Yunus, Y., 2004. Tanah dan Pengolahan. Penerbit CV. Alfabeta, Bandung. Wilson, E.M., 1990. Hidrologi Teknik. Penerbit ITB Bandung, Bandung.


(49)

Dibuat double ring infiltrometer

Mulai

Ditentukan titik pengukuran

Kadar air sama

Dibenamkan double ringke

dalam tanah sedalam 10 cm

ya

tidak

Dipasang penggaris pada sisi dalam ring pertama

Dimasukkan air

Diukur penurunan muka air

Dihitungkondukti fitashidroliknya

Dianalisis data yang diperoleh


(50)

(51)

(52)

Lampiran 5. Hasil Analisa Tanah

Lokasi Tekstur

Kadar Air (%) Porositas (g/cm3) Kerapatan Massa (g/cm3)

Kerapatan Partikel (g/cm3) Sebelum infiltrasi Setelah infiltrasi Sebelum infiltrasi Setelah infiltrasi Sebelum infiltrasi Setelah infiltrasi Sebelum infiltrasi Setelah infiltrasi Ladang 1 Liat

29.28 41.97 49.06 46.19 1.02 1.10 2.00 2.05

Ladang 2 33.99 41.28 44.27 41.18 1.13 1.19 2.03 2.05

Ladang 3 32.82 43.09 42.41 37.02 1.19 1.29 2.07 2.06

Karet 1 Lempung liat berpasir

31.91 40.32 56.02 51.69 1.02 1.05 2.33 2.17

Karet 2 44.51 50.40 53.89 52.39 1.01 1.03 2.21 2.16

Karet 3 42.28 49.18 54.43 52.33 1.00 1.03 2.21 2.16

Semak 1

Liat

35.76 43.16 48.98 47.54 1.03 1.09 2.03 2.09

Semak 2 32.82 43.90 45.88 42.11 1.21 1.25 2.22 2.16


(53)

waktu ladang D12 D11 D10 D9 D8 D7 D6 D5 D4 C12 C11 C10 C9 C8 C7 C6 C5 C4

0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

5 2.17 0.43 0.42 0.41 0.40 0.37 0.36 0.31 0.24 0.13 0.05 0.06 0.07 0.08 0.10 0.11 0.16 0.22 0.32 10 4 0.58 0.58 0.58 0.56 0.54 0.55 0.48 0.40 E 0.03 0.03 0.04 0.04 0.06 0.05 0.09 0.14 E 20 6.5 0.69 0.69 0.69 0.69 0.68 0.72 0.66 E 0.40 0.02 0.02 0.01 0.02 0.02 0.00 0.03 E 0.14 30 8.13 0.70 0.70 0.71 0.70 0.70 0.80 E 0.66 0.48 0.02 0.01 0.01 0.01 0.02 -0.02 E 0.03 0.09 45 9.77 0.65 0.66 0.66 0.63 0.51 E 0.80 0.72 0.55 0.02 0.02 0.02 0.03 0.06 E -0.02 0.00 0.05 60 11.8 0.70 0.71 0.73 0.73 E 0.51 0.70 0.68 0.54 0.02 0.01 0.01 0.01 E 0.06 0.02 0.02 0.06 90 14.6 0.68 0.70 0.75 E 0.73 0.63 0.70 0.69 0.56 0.02 0.01 0.00 E 0.01 0.03 0.01 0.02 0.04 120 16.93 0.64 0.67 E 0.75 0.73 0.66 0.71 0.69 0.58 0.02 0.02 E 0.00 0.01 0.02 0.01 0.01 0.04 180 21.37 0.60 E 0.67 0.70 0.71 0.66 0.70 0.69 0.58 0.03 E 0.02 0.01 0.01 0.02 0.01 0.02 0.03 240 25.6 E 0.60 0.64 0.68 0.70 0.65 0.70 0.69 0.58 E 0.03 0.02 0.02 0.02 0.02 0.02 0.02 0.03 Infiltrasi Kumulatif di Lahan Usaha setelah Dikombinasikan

waktu F ladang 5-240 10-240 20-240 5-180 10-180 20-180 5-120 10-120 20-120 5-90 10-90 20-90 5-60 10-60 20-60 5-45 10-45 20-45 5-30 10-30 5-20 5-10

0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

5 2.17 2.17 2.76 6.23 2.17 2.88 3.17 2.17 2.75 3.18 2.17 2.74 3.16 2.17 2.71 3.14 2.17 2.72 3.24 2.17 3.10 2.17 2.17 10 4 3.22 4.00 7.70 3.23 4.24 4.53 3.26 4.00 4.54 3.30 4.00 4.53 3.36 4.00 4.51 3.39 4.00 4.59 3.53 4.47 3.70 4.00 20 6.5 4.85 5.84 9.57 4.90 6.32 6.50 5.00 5.87 6.50 5.12 5.91 6.50 5.34 5.99 6.50 5.43 5.97 6.50 5.93 6.50 6.50 7.52 30 8.13 6.23 7.33 11.2 6.30 8.04 8.05 6.49 7.38 8.04 6.71 7.48 8.05 7.10 7.64 8.08 7.24 7.61 7.97 8.13 8.13 9.15 11 45 9.77 8.05 9.23 13.8 8.18 10.3 9.98 8.49 9.34 9.96 8.86 9.52 10.0 9.52 9.83 10.1 9.77 9.77 9.77 11.3 10.2 12.9 16.1 60 11.8 9.71 10.9 16.1 9.89 12.4 11.7 10.3 11.1 11.6 10.9 11.3 11.7 11.8 11.8 11.8 12.2 11.7 11.3 14.3 12.0 16.7 21.1 90 14.6 12.7 13.9 20.0 13.0 16.1 14.5 13.7 14.2 14.5 14.6 14.6 14.6 16.1 15.4 14.8 16.7 15.2 13.9 20.1 15.3 24.1 31.1 120 16.93 15.5 16.5 23.4 15.9 19.4 17.0 16.9 16.9 16.9 18.1 17.6 17.1 20.2 18.7 17.4 21.0 18.5 16.0 25.8 18.1 31.3 41.0 180 21.37 20.7 21.3 3.3 21.4 25.6 21.4 22.9 21.9 21.2 24.8 22.9 21.5 28.1 24.7 22.1 29.3 24.4 19.7 36.8 23.2 45.4 60.7 240 25.6 25.6 25.6 4.3 26.5 31.4 25.2 28.6 26.5 24.9 31.1 27.9 25.4 35.6 30.4 26.2 37.3 29.9 22.7 47.6 27.8 59.4 80.3


(54)

waktu ladang D12 D11 D10 D9 D8 D7 D6 D5 D4 C12 C11 C10 C9 C8 C7 C6 C5 C4

0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

5 12.2 2.3 2.1 1.7 1.6 1.4 1.4 1.4 1.6 2.6 0.4 0.6 0.9 1.0 1.2 1.2 1.2 1.0 0.1 10 17.7 2.1 1.8 1.2 1.0 0.6 0.5 0.2 0.2 E 0.4 0.6 1.0 1.1 1.4 1.4 1.6 1.7 E 20 34.7 3.2 2.8 2.0 1.7 1.0 0.9 0.4 E 0.2 0.3 0.5 0.8 1.0 1.3 1.3 1.6 E 1.7 30 51.2 4.3 3.8 2.7 2.4 1.6 1.6 E 0.4 0.2 0.2 0.3 0.7 0.8 1.1 1.1 E 1.6 1.6 45 71.9 5.3 4.7 3.4 2.9 1.5 E 1.6 0.9 0.5 0.0 0.2 0.6 0.7 1.2 E 1.1 1.3 1.4 60 92.4 6.5 5.9 4.4 4.2 E 1.5 1.6 1.0 0.6 -0.1 0.0 0.4 0.5 E 1.2 1.1 1.3 1.4 90 120.7 7.8 7.3 4.7 E 4.2 2.9 2.4 1.7 1.0 -0.3 -0.2 0.4 E 0.5 0.7 0.8 1.0 1.1 120 145.0 9.4 9.5 E 4.7 4.4 3.4 2.7 2.0 1.2 -0.5 -0.5 E 0.4 0.4 0.6 0.7 0.8 1.0 180 160.4 9.3 E 9.5 7.3 5.9 4.7 3.8 2.8 1.8 -0.5 E -0.5 -0.2 0.0 0.2 0.3 0.5 0.6 240 169.0 E 9.3 9.4 7.8 6.5 5.3 4.3 3.2 2.1 E -0.5 -0.5 -0.3 -0.1 0.0 0.2 0.3 0.4

Infiltrasi Kumulatif di Kebun Karet setelah Dikombinasikan

waktu F ladang 5-240 10-240 20-240 5-180 10-180 20-180 5-120 10-120

20-120 5-90 10-90

20-90 5-60 10-60

20-60 5-45 10-45

20-45 5-30

10-30 5-20 5-10

0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

5 12.2 12.2 11.6 30.5 12.2 11.0 15.0 12.2 10.5 13.1 12.2 10.2 12.4 12.2 9.7 11.0 12.2 9.5 10.8 12.2 9.5 12.2 12.2 10 17.7 18.5 17.7 38.4 19.0 17.3 22.6 19.9 17.7 21.1 20.2 17.7 20.5 20.7 17.7 19.3 20.7 17.7 19.1 20.8 18.0 20.3 17.7 20 34.7 28.6 27.6 49.2 30.3 27.9 34.7 33.4 30.8 34.7 34.5 31.6 34.7 36.2 33.1 34.7 36.2 33.5 34.7 36.4 34.7 34.7 25.8 30 51.2 37.2 36.1 58.8 40.3 37.3 45.1 45.8 43.1 47.2 47.7 44.9 48.0 50.8 48.2 49.5 50.8 49.0 49.8 51.2 51.2 48.2 32.4 45 71.9 49.0 47.8 74.4 54.1 50.5 59.1 63.4 60.9 64.8 66.7 64.3 66.9 71.8 70.4 71.1 71.9 71.9 71.9 72.6 75.8 67.5 40.8 60 92.4 59.9 58.7 88.2 67.1 63.0 72.0 80.4 78.2 81.6 85.0 83.3 85.2 92.4 92.4 92.4 92.5 94.6 93.6 93.5 100.2 86.2 48.3 90 120.7 80.1 78.9 112.7 91.8 86.7 95.9 113.2 111.9 113.8 120.7 120.7 120.7 132.5 135.9 134.1 132.6 139.8 136.5 134.3 148.8 122.5 61.4 120 145.0 99.1 98.1 134.8 115.3 109.4 118.3 145.0 145.0 145.0 155.4 157.4 155.2 171.8 179.1 175.3 172.0 184.6 178.8 174.4 197.2 158.0 73.1 180 160.4 134.9 134.4 51.3 160.4 153.2 160.4 207.0 210.0 205.5 223.4 230.0 222.7 249.1 265.0 256.6 249.4 273.8 262.6 253.1 293.7 227.4 94.1 240 169.0 169.0 169.0 68.5 203.8 195.5 200.2 267.7 274.0 264.4 290.1 301.8 289.0 325.3 350.3 337.1 325.8 362.6 345.7 330.8 389.9 295.6 113.


(55)

waktu ladang D12 D11 D10 D9 D8 D7 D6 D5 D4 C12 C11 C10 C9 C8 C7 C6 C5 C4

0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

5 7.1 1.23 1.16 1.09 1.04 0.95 0.95 0.90 0.92 0.88 0.32 0.38 0.45 0.49 0.57 0.57 0.61 0.59 0.63

10 11.9 1.42 1.31 1.21 1.13 0.99 1.01 0.92 0.99 E 0.29 0.36 0.42 0.47 0.56 0.55 0.61 0.56 E

20 20.13 1.67 1.51 1.37 1.25 1.00 1.02 0.77 E 0.99 0.26 0.33 0.40 0.45 0.56 0.55 0.66 E 0.56

30 28.3 1.98 1.80 1.63 1.50 1.17 1.33 E 0.77 0.92 0.22 0.29 0.35 0.40 0.52 0.46 E 0.66 0.61

45 38.43 2.24 2.01 1.81 1.63 0.89 E 1.33 1.02 1.01 0.19 0.26 0.31 0.37 0.59 E 0.46 0.55 0.55

60 49.1 2.65 2.41 2.29 2.25 E 0.89 1.17 1.00 0.99 0.13 0.19 0.23 0.24 E 0.59 0.52 0.56 0.56

90 64.07 2.89 2.54 2.37 E 2.25 1.63 1.50 1.25 1.13 0.10 0.18 0.21 E 0.24 0.37 0.40 0.45 0.47

120 77.4 3.16 2.69 E 2.37 2.29 1.81 1.63 1.37 1.21 0.07 0.15 E 0.21 0.23 0.31 0.35 0.40 0.42

180 99.87 3.95 E 2.69 2.54 2.41 2.01 1.80 1.51 1.31 -0.03 E 0.15 0.18 0.19 0.26 0.29 0.33 0.36

240 114.23 E 3.95 3.16 2.89 2.65 2.24 1.98 1.67 1.42 E -0.03 0.07 0.10 0.13 0.19 0.22 0.26 0.29

Infiltrasi Kumulatif di Lokasi Semak setelah Dikombinasikan waktu F

ladang 5-240 10-240

20-240 5-180 10-180

20-180 5-120 10-120

20-120 5-90 10-90 20-90 5-60 10-60 20-60 5-45 10-45 20-45 5-30 10-30

0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

5 7.1 7.1 7.8 16.2 7.1 7.8 8.4 7.1 7.5 8.1 7.1 7.4 7.8 7.1 7.3 7.3 7.1 7.3 7.3 7.1 6.8

10 11.0 11.0 11.9 20.9 11.2 12.1 12.9 11.3 11.9 12.6 11.5 11.9 12.4 11.7 11.9 11.9 11.7 11.9 12.0 11.8 11.5

20 17.4 17.4 18.5 27.6 18.0 19.4 20.1 18.7 19.3 20.1 19.1 19.6 20.1 19.9 20.1 20.1 19.9 20.1 20.1 20.3 20.1

30 23.0 23.0 24.3 33.7 24.2 25.8 26.5 25.3 26.0 26.8 26.2 26.6 27.1 27.6 27.7 27.7 27.5 27.6 27.7 28.3 28.3

45 30.8 30.8 32.2 43.4 32.8 34.8 35.1 34.7 35.3 36.1 36.1 36.5 36.9 38.5 38.6 38.6 38.4 38.4 38.4 39.7 40.1

60 38.1 38.1 39.5 52.2 40.9 43.3 43.2 43.6 44.2 44.9 45.7 45.9 46.3 49.1 49.1 49.1 49.0 48.8 48.8 50.8 51.7

90 51.9 51.9 53.3 68.2 56.4 59.3 58.4 60.8 61.1 61.5 64.1 64.1 64.1 69.6 69.4 69.4 69.4 69.0 68.8 72.4 74.2

120 65.0 65.0 66.2 83.0 71.2 74.6 72.7 77.4 77.4 77.4 81.9 81.6 81.2 89.6 89.2 89.2 89.3 88.5 88.3 93.5 96.3

180 90.1 90.1 90.8 46.9 99.9 104.0 99.9 109.5 108.8 107.9 116.6 115.5 114.3 128.7 127.8 127.7 128.3 126.8 126.3 134.8 139.9

240 114.2 114.2 114.2 62.6 127.6 132.3 125.9 140.8 139.3 137.3 150.5 148.6 146.4 167.1 165.6 165.6 166.5 164.2 163.5 175.4 182.8


(56)

Lampiran 9. Dokumentasi Penelitian

Pengujian laju infiltrasi di lahan usaha

Pengujian laju infiltrasi di kebun karet


(57)

Kondisi lahan usaha

Kondisi kebun karet


(58)

Tensiometer tampak samping

Tensiometer tampak atas


(1)

waktu ladang D12 D11 D10 D9

D8

D7

D6

D5

D4

C12 C11 C10 C9

C8

C7

C6

C5

C4

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

5

2.17

0.43 0.42 0.41 0.40 0.37 0.36 0.31 0.24 0.13 0.05 0.06 0.07 0.08 0.10

0.11

0.16 0.22 0.32

10

4

0.58 0.58 0.58 0.56 0.54 0.55 0.48 0.40

E

0.03 0.03 0.04 0.04 0.06

0.05

0.09 0.14

E

20

6.5

0.69 0.69 0.69 0.69 0.68 0.72 0.66

E

0.40 0.02 0.02 0.01 0.02 0.02

0.00

0.03

E

0.14

30

8.13

0.70 0.70 0.71 0.70 0.70 0.80

E

0.66 0.48 0.02 0.01 0.01 0.01 0.02 -0.02

E

0.03 0.09

45

9.77

0.65 0.66 0.66 0.63 0.51

E

0.80 0.72 0.55 0.02 0.02 0.02 0.03 0.06

E

-0.02 0.00 0.05

60

11.8

0.70 0.71 0.73 0.73

E

0.51 0.70 0.68 0.54 0.02 0.01 0.01 0.01

E

0.06

0.02 0.02 0.06

90

14.6

0.68 0.70 0.75

E

0.73 0.63 0.70 0.69 0.56 0.02 0.01 0.00

E

0.01

0.03

0.01 0.02 0.04

120

16.93

0.64 0.67

E

0.75 0.73 0.66 0.71 0.69 0.58 0.02 0.02

E

0.00 0.01

0.02

0.01 0.01 0.04

180

21.37

0.60

E

0.67 0.70 0.71 0.66 0.70 0.69 0.58 0.03

E

0.02 0.01 0.01

0.02

0.01 0.02 0.03

240

25.6

E

0.60 0.64 0.68 0.70 0.65 0.70 0.69 0.58

E

0.03 0.02 0.02 0.02

0.02

0.02 0.02 0.03

Infiltrasi Kumulatif di Lahan Usaha setelah Dikombinasikan

waktu F ladang 5-240 10-240 20-240 5-180 10-180 20-180 5-120 10-120 20-120 5-90 10-90 20-90 5-60 10-60 20-60 5-45 10-45 20-45 5-30 10-30 5-20 5-10

0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

5 2.17 2.17 2.76 6.23 2.17 2.88 3.17 2.17 2.75 3.18 2.17 2.74 3.16 2.17 2.71 3.14 2.17 2.72 3.24 2.17 3.10 2.17 2.17 10 4 3.22 4.00 7.70 3.23 4.24 4.53 3.26 4.00 4.54 3.30 4.00 4.53 3.36 4.00 4.51 3.39 4.00 4.59 3.53 4.47 3.70 4.00 20 6.5 4.85 5.84 9.57 4.90 6.32 6.50 5.00 5.87 6.50 5.12 5.91 6.50 5.34 5.99 6.50 5.43 5.97 6.50 5.93 6.50 6.50 7.52 30 8.13 6.23 7.33 11.2 6.30 8.04 8.05 6.49 7.38 8.04 6.71 7.48 8.05 7.10 7.64 8.08 7.24 7.61 7.97 8.13 8.13 9.15 11 45 9.77 8.05 9.23 13.8 8.18 10.3 9.98 8.49 9.34 9.96 8.86 9.52 10.0 9.52 9.83 10.1 9.77 9.77 9.77 11.3 10.2 12.9 16.1 60 11.8 9.71 10.9 16.1 9.89 12.4 11.7 10.3 11.1 11.6 10.9 11.3 11.7 11.8 11.8 11.8 12.2 11.7 11.3 14.3 12.0 16.7 21.1 90 14.6 12.7 13.9 20.0 13.0 16.1 14.5 13.7 14.2 14.5 14.6 14.6 14.6 16.1 15.4 14.8 16.7 15.2 13.9 20.1 15.3 24.1 31.1 120 16.93 15.5 16.5 23.4 15.9 19.4 17.0 16.9 16.9 16.9 18.1 17.6 17.1 20.2 18.7 17.4 21.0 18.5 16.0 25.8 18.1 31.3 41.0 180 21.37 20.7 21.3 3.3 21.4 25.6 21.4 22.9 21.9 21.2 24.8 22.9 21.5 28.1 24.7 22.1 29.3 24.4 19.7 36.8 23.2 45.4 60.7 240 25.6 25.6 25.6 4.3 26.5 31.4 25.2 28.6 26.5 24.9 31.1 27.9 25.4 35.6 30.4 26.2 37.3 29.9 22.7 47.6 27.8 59.4 80.3


(2)

waktu ladang D12 D11

D10

D9

D8

D7

D6

D5

D4

C12 C11 C10 C9

C8

C7

C6

C5

C4

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

5

12.2

2.3

2.1

1.7

1.6

1.4

1.4

1.4

1.6

2.6

0.4

0.6

0.9

1.0

1.2

1.2

1.2

1.0

0.1

10

17.7

2.1

1.8

1.2

1.0

0.6

0.5

0.2

0.2

E

0.4

0.6

1.0

1.1

1.4

1.4

1.6

1.7

E

20

34.7

3.2

2.8

2.0

1.7

1.0

0.9

0.4 E

0.2

0.3

0.5

0.8

1.0

1.3

1.3

1.6

E

1.7

30

51.2

4.3

3.8

2.7

2.4

1.6

1.6

E

0.4

0.2

0.2

0.3

0.7

0.8

1.1

1.1

E

1.6

1.6

45

71.9

5.3

4.7

3.4

2.9

1.5

E

1.6

0.9

0.5

0.0

0.2

0.6

0.7

1.2

E

1.1

1.3

1.4

60

92.4

6.5

5.9

4.4

4.2 E

1.5

1.6

1.0

0.6

-0.1

0.0

0.4

0.5

E

1.2

1.1

1.3

1.4

90

120.7

7.8

7.3

4.7

E

4.2

2.9

2.4

1.7

1.0

-0.3

-0.2

0.4

E

0.5

0.7

0.8

1.0

1.1

120

145.0

9.4

9.5

E

4.7

4.4

3.4

2.7

2.0

1.2

-0.5

-0.5

E

0.4

0.4

0.6

0.7

0.8

1.0

180

160.4

9.3

E

9.5

7.3

5.9

4.7

3.8

2.8

1.8

-0.5

E

-0.5

-0.2

0.0

0.2

0.3

0.5

0.6

240

169.0 E

9.3

9.4

7.8

6.5

5.3

4.3

3.2

2.1

E

-0.5

-0.5

-0.3

-0.1

0.0

0.2

0.3

0.4

Infiltrasi Kumulatif di Kebun Karet setelah Dikombinasikan

waktu F ladang 5-240 10-240 20-240 5-180 10-180 20-180 5-120 10-120

20-120 5-90 10-90

20-90 5-60 10-60

20-60 5-45 10-45

20-45 5-30

10-30 5-20 5-10

0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

5 12.2 12.2 11.6 30.5 12.2 11.0 15.0 12.2 10.5 13.1 12.2 10.2 12.4 12.2 9.7 11.0 12.2 9.5 10.8 12.2 9.5 12.2 12.2 10 17.7 18.5 17.7 38.4 19.0 17.3 22.6 19.9 17.7 21.1 20.2 17.7 20.5 20.7 17.7 19.3 20.7 17.7 19.1 20.8 18.0 20.3 17.7 20 34.7 28.6 27.6 49.2 30.3 27.9 34.7 33.4 30.8 34.7 34.5 31.6 34.7 36.2 33.1 34.7 36.2 33.5 34.7 36.4 34.7 34.7 25.8 30 51.2 37.2 36.1 58.8 40.3 37.3 45.1 45.8 43.1 47.2 47.7 44.9 48.0 50.8 48.2 49.5 50.8 49.0 49.8 51.2 51.2 48.2 32.4 45 71.9 49.0 47.8 74.4 54.1 50.5 59.1 63.4 60.9 64.8 66.7 64.3 66.9 71.8 70.4 71.1 71.9 71.9 71.9 72.6 75.8 67.5 40.8 60 92.4 59.9 58.7 88.2 67.1 63.0 72.0 80.4 78.2 81.6 85.0 83.3 85.2 92.4 92.4 92.4 92.5 94.6 93.6 93.5 100.2 86.2 48.3 90 120.7 80.1 78.9 112.7 91.8 86.7 95.9 113.2 111.9 113.8 120.7 120.7 120.7 132.5 135.9 134.1 132.6 139.8 136.5 134.3 148.8 122.5 61.4 120 145.0 99.1 98.1 134.8 115.3 109.4 118.3 145.0 145.0 145.0 155.4 157.4 155.2 171.8 179.1 175.3 172.0 184.6 178.8 174.4 197.2 158.0 73.1 180 160.4 134.9 134.4 51.3 160.4 153.2 160.4 207.0 210.0 205.5 223.4 230.0 222.7 249.1 265.0 256.6 249.4 273.8 262.6 253.1 293.7 227.4 94.1 240 169.0 169.0 169.0 68.5 203.8 195.5 200.2 267.7 274.0 264.4 290.1 301.8 289.0 325.3 350.3 337.1 325.8 362.6 345.7 330.8 389.9 295.6 113.


(3)

waktu ladang D12 D11

D10

D9

D8

D7

D6

D5

D4

C12

C11

C10 C9

C8

C7

C6

C5

C4

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

5

7.1

1.23

1.16

1.09

1.04

0.95

0.95

0.90

0.92

0.88

0.32

0.38 0.45 0.49

0.57

0.57 0.61

0.59

0.63

10

11.9

1.42

1.31

1.21

1.13

0.99

1.01

0.92

0.99

E

0.29

0.36 0.42 0.47

0.56

0.55 0.61

0.56

E

20

20.13

1.67

1.51

1.37

1.25

1.00

1.02

0.77

E

0.99

0.26

0.33 0.40 0.45

0.56

0.55 0.66

E

0.56

30

28.3

1.98

1.80

1.63

1.50

1.17

1.33

E

0.77

0.92

0.22

0.29 0.35 0.40

0.52

0.46

E

0.66

0.61

45

38.43

2.24

2.01

1.81

1.63

0.89

E

1.33

1.02

1.01

0.19

0.26 0.31 0.37

0.59

E

0.46

0.55

0.55

60

49.1

2.65

2.41

2.29

2.25

E

0.89

1.17

1.00

0.99

0.13

0.19 0.23 0.24

E

0.59 0.52

0.56

0.56

90

64.07

2.89

2.54

2.37

E

2.25

1.63

1.50

1.25

1.13

0.10

0.18 0.21

E

0.24

0.37 0.40

0.45

0.47

120

77.4

3.16

2.69

E

2.37

2.29

1.81

1.63

1.37

1.21

0.07

0.15

E

0.21

0.23

0.31 0.35

0.40

0.42

180

99.87

3.95

E

2.69

2.54

2.41

2.01

1.80

1.51

1.31

-0.03

E

0.15 0.18

0.19

0.26 0.29

0.33

0.36

240

114.23

E

3.95

3.16

2.89

2.65

2.24

1.98

1.67

1.42

E

-0.03 0.07 0.10

0.13

0.19 0.22

0.26

0.29

Infiltrasi Kumulatif di Lokasi Semak setelah Dikombinasikan

waktu F

ladang

5-240 10-240

20-240 5-180 10-180

20-180 5-120 10-120

20-120 5-90 10-90 20-90 5-60 10-60 20-60 5-45 10-45 20-45 5-30 10-30

0

0

0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

5

7.1

7.1

7.8 16.2

7.1

7.8

8.4

7.1

7.5

8.1

7.1

7.4

7.8

7.1

7.3

7.3

7.1

7.3

7.3

7.1

6.8

10

11.0

11.0

11.9 20.9

11.2

12.1

12.9

11.3

11.9

12.6

11.5

11.9

12.4

11.7

11.9

11.9

11.7

11.9

12.0

11.8

11.5

20

17.4

17.4

18.5 27.6

18.0

19.4

20.1

18.7

19.3

20.1

19.1

19.6

20.1

19.9

20.1

20.1

19.9

20.1

20.1

20.3

20.1

30

23.0

23.0

24.3 33.7

24.2

25.8

26.5

25.3

26.0

26.8

26.2

26.6

27.1

27.6

27.7

27.7

27.5

27.6

27.7

28.3

28.3

45

30.8

30.8

32.2 43.4

32.8

34.8

35.1

34.7

35.3

36.1

36.1

36.5

36.9

38.5

38.6

38.6

38.4

38.4

38.4

39.7

40.1

60

38.1

38.1

39.5 52.2

40.9

43.3

43.2

43.6

44.2

44.9

45.7

45.9

46.3

49.1

49.1

49.1

49.0

48.8

48.8

50.8

51.7

90

51.9

51.9

53.3 68.2

56.4

59.3

58.4

60.8

61.1

61.5

64.1

64.1

64.1

69.6

69.4

69.4

69.4

69.0

68.8

72.4

74.2

120

65.0

65.0

66.2 83.0

71.2

74.6

72.7

77.4

77.4

77.4

81.9

81.6

81.2

89.6

89.2

89.2

89.3

88.5

88.3

93.5

96.3

180

90.1

90.1

90.8 46.9

99.9 104.0

99.9 109.5 108.8 107.9 116.6 115.5 114.3 128.7 127.8 127.7 128.3 126.8 126.3 134.8 139.9

240

114.2

114.2 114.2 62.6 127.6 132.3 125.9 140.8 139.3 137.3 150.5 148.6 146.4 167.1 165.6 165.6 166.5 164.2 163.5 175.4 182.8


(4)

Lampiran 9. Dokumentasi Penelitian

Pengujian laju infiltrasi di lahan usaha

Pengujian laju infiltrasi di kebun karet


(5)

Kondisi lahan usaha

Kondisi kebun karet


(6)

Tensiometer tampak samping

Tensiometer tampak atas