Studi Proteolisis dan Pembentukan Flavor Sosis Fermentasi dari Daging Tetelan dengan Kultur Starter Probiotik Lactobacillus plantarum IIA-2C12 dan Lactobacillus acidophilus IIA-2B4

STUDI PROTEOLISIS DAN PEMBENTUKAN FLAVOR SOSIS FERMENTASI
DARI DAGING TETELAN DENGAN KULTUR STARTER PROBIOTIK
Lactobacillus plantarum IIA-2C12 DAN Lactobacillus acidophilus IIA-2B4

DYAH NURUL AFIYAH

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Studi Proteolisis dan
Pembentukan Flavor Sosis Fermentasi dari Daging Tetelan dengan Kultur Starter
Probiotik Lactobacillus plantarum IIA-2C12 dan Lactobacillus acidophilus IIA2B4 adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, September 2014
Dyah Nurul Afiyah
NIM D151130346

RINGKASAN
DYAH NURUL AFIYAH. Studi Proteolisis dan Pembentukan Flavor Sosis
Fermentasi dari Daging Tetelan dengan Lactobacillus plantarum IIA-2C12 dan
Lactobacillus acidophilus IIA-2B4 sebagai Kultur Starter Probiotik. Dibimbing
oleh IRMA ISNAFIA ARIEF dan CAHYO BUDIMAN.
Proteolisis merupakan salah satu perubahan biokimia penting yang
berpengaruh terhadap perubahan protein selama fermentasi dan penyimpanan
sosis fermentasi. Proteolisis merupakan kombinasi kerja antara enzim indogenus
dan mikroorganisme dalam sosis fermentasi. Proses proteolisis berhubungan
dengan pembentukan flavor pada sosis fermentasi. Tujuan dari penelitian ini ialah
mengkaji aktivitas proteolisis sosis fermentasi dari daging tetelan dengan
penambahan Lactobacillus plantarum IIA-2C12 dan Lactobacillus acidophilus
IIA-2B4 selama penyimpanan suhu ruang pada hari ke-0, 7, 14, 21 dan 28 serta
mempelajari flavor yang terbentuk pada sosis fermentasi tersebut.

Penelitian ini menggunakan pola rancangan acak faktorial dengan dua faktor
perlakuan yaitu perbedaan kultur bakteri asam laktat dan penyimpanan pada suhu
ruang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa L. plantarum IIA-2C12 dan L.
acidophilus IIA-2B4 menunjukkan aktivitas proteolitik terhadap kasein, dengan
aktivitas L. plantarum IIA-2C12 lebih besar dibandingkan L. acidophilus IIA2B4. Hasil yang sama terlihat dari aktivitas proteolisis kedua kultur bakteri
terhadap protein sarkoplasmik dari sosis fermentasi dengan menggunakan 12%
SDS-PAGE. Aktivitas proteolisis dari kedua kultur bakteri menurun selama
penyimpanan pada 28 hari.
Aktivitas proteolisis pada sosis fermentasi disebabkan penambahan L.
plantarum IIA-2C12 dan L. acidophilus IIA-2B4 meningkatkan jumlah asam
amino selama penyimpanan. Asam amino alanin, valin, isoleusin dan prolin
mengalami perbedaan yang signifikan selama penyimpanan. Selain itu, sosis
fermentasi yang diisolasi menggunakan L. acidophilus IIA-2B4 memproduksi
lebih banyak komponen flavor.
Kata kunci: Lactobacillus acidophilus IIA-2B4, Lactobacillus plantarum IIA2C12, proteolisis, sosis fermentasi.

SUMMARY
DYAH NURUL AFIYAH. Proteolytic Activity dan Flavor Development of
Fermented Beef Sausages with addition Probiotic Culture Starter Lactobacillus
plantarum IIA-2C12 and Lactobacillus acidophilus IIA-2B4. Supervised by

IRMA ISNAFIA ARIEF and CAHYO BUDIMAN.
Proteolysis is one of the most important biochemical changes affecting
proteins during the ripening and preservation of fermented beef sausages.
Proteolysis is a combination between the enzyme indogenus and microorganisms
in fermented sausages. Proteolysis processes associated with the formation of
flavor in fermented sausages. The objective of this study was to determine
proteolysis activity in muscle sarcoplasmic protein in fermented beef sausage with
Lactobacillus plantarum IIA-2C12 and Lactobacillus acidophilus IIA-2B4 during
storage at room temperature.
This study used a randomized factorial design pattern with two treatment
factors, namely differences in lactic acid bacteria culture and storage at room
temperature. The results showed that L. plantarum IIA-2C12 and L. acidophilus
displayed remarkable proteolytic activites against milk casein substrate, in which
the activity of L. plantarum IIA-2C12 is higher than that of L. acidophilus IIA2B4. Similar evidences were observed when proteolytic activites of both strains
were visualized by using 12% SDS-PAGE against meat sarcoplasmic proteins.
The differences in the number of proteases encoded by the genomes of both
strains might account for this difference. The acitivities of both strains were
slightly reduced upon storage at room temperature for 28 days due to decreasing
of the amount of substrate and or stability of proteases.
Proteolysis activity in fermented sausages with the addition of L. plantarum

IIA-2C12 and L. acidophilus IIA-2B4 increase the number of amino acids during
storage. Amino acids alanine, valine, isoleucine and proline had significant
differences during storage. In addition, we found also that the sausage inoculated
by L. acidophilus IIA-2B4 tends to produces more aromatic amino acids than that
of L. plantarum IIA-2C12. This might differently contribute flavor of both
sausages.
Key words: fermented beef sausages, Lactobacillus acidophilus IIA-2B4,
Lactobacillus plantarum IIA-2C12, proteolysis.

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

STUDI PROTEOLISIS DAN PEMBENTUKAN FLAVOR SOSIS FERMENTASI

DARI DAGING TETELAN DENGAN Lactobacillus plantarum IIA-2C12
DAN Lactobacillus acidophilus IIA-2B4 SEBAGAI
KULTUR STARTER PROBIOTIK

DYAH NURUL AFIYAH

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Nisa Rachmania Mubarik, MSi

Judul Tesis : Studi Proteolisis dan Pembentukan Flavor Sosis Fermentasi dari

Daging Tetelan dengan Kultur Starter Probiotik Lactobacillus
plantarum IIA-2C12 dan Lactobacillus acidophilus IIA-2B4
Nama
: Dyah Nurul Afiyah
NIM
: D151130346

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Irma Isnafia Arief, SPt MSi
Ketua

Cahyo Budiman, SPt MEng PhD
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Ilmu Produksi dan Teknologi

Peternakan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Salundik, MSi

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 8 Agustus 2014

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wa
Ta’ala atas segala nikmat-Nya sehingga penulis bisa menyelesaikan tesis ini.
Penelitian ini dilakukan dari September 2013 hingga Mei 2014 dan berjudul Studi
Proteolisis dan Pembentukan Flavor Sosis Fermentasi dari Daging Tetelan dengan
Kultur Starter Probiotik Lactobacillus plantarum IIA-2C12 dan Lactobacillus
acidophilus IIA-2B4.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Irma Isnafia Arief, SPt MSi selaku

pembimbing I dan Cahyo Budiman, SPt MEng PhD selaku pembimbing II. Selain
itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada Dwi Febriantini atas bantuannya
selama melakukan penelitian. Penulis menyampaikan terima kasih kepada kedua
orang tua, Bapak Ah. Shodiq, Ibu Sularti, Adik Ahmad Luthfi Kurniawan dan
seluruh keluarga atas doa yang tak pernah putus, serta kepada teman-teman yang
telah banyak membantu penelitian ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi
pembaca.

Bogor, September 2014
Dyah Nurul Afiyah

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
2 TINJAUAN PUSTAKA
Daging tetelan

Sosis Fermentasi
Lactobacillus plantarum IIA-2C12
Lactobacillus acidophillus IIA-2C12
3 METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Bahan
Alat
Prosedur
Penyegaran dan Pembiakan Kultur Bakteri Asam Laktat
Pembuatan Sosis Fermentasi
Analisis Mikrobiologis
Analisis Fisikokimia
Ekstraksi Protein Sarkoplasmik
Analisis Proteolisis dengan Menggunakan Agar Plate Method
Analisis Proteolisis dengan Menggunakan Sodium Dodecyl
Sulphate Polyacrylamide Gel Electrophoresis
Analisis Komposisi Asam Amino
Analisis Flavor Produk
Rancangan Percobaan
Analisis Data

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Pembiakan Kultur
Kualitas Mikrobiologis Sosis Fermentasi
Proteolisis pada Protein Sarkoplasmik
Komposisi Asam Amino
Flavor Sosis Fermentasi
5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
RIWAYAT HIDUP

v
v
1
1
2
2
2
2

3
3
4
4
4
4
4
4
5
6
7
7
7
7
7
8
8
8
9
9
14
17
20
23
23
24
24
29

DAFTAR TABEL
1 Total bakteri asam laktat (BAL) dalam susu skim
2 Kualitas mikrobiologis daging sapi segar
3 Kualitas mikrobiologis sosis fermentasi dengan penambahan bakteri
asam laktat L. plantarum IIA-2C12 dan L. acidophilus IIA-2B4 selama
penyimpanan suhu ruang
4 Aktivitas proteolitik L. plantarum IIA-2C12 dan L.acidophilus IIA-2B4
(mm) pada sosis fermentasi selama penyimpanan suhu ruang
5 Komposisi asam amino sosis fermentasi (g/100 g) dengan penambahan
L. plantarum IIA-2C12 dan L. acidophilus IIA-2B4 selama
penyimpanan suhu ruang
6 Persentase angka kecukupan gizi asam amino esensial sosis fermentasi
7 Komposisi flavor sosis fermentasi dengan penambahan L. plantarum
IIA-2C12 dan L. acidophilus IIA-2B4

9
9

11
15

18
20
22

DAFTAR GAMBAR
1 Pembiakan kultur starter
2 Diagram pembuatan sosis fermentasi
3 Populasi bakteri asam laktat (BAL) pada sosis fermentasi dengan
penambahan L. plantarum IIA-2C12 dan L. acidophilus IIA-2B4
selama penyimpanan suhu ruang
4 Perubahan pH dan total asam tertitrasi (TAT) sosis fermentasi dengan
penambahan L. plantarum IIA-2C12 dan L. acidophilus IIA-2B4
selama penyimpanan suhu ruang
5 Profil SDS-PAGE protein sarkoplasmik pada sosis fermentasi dengan
penambahan L. plantarum IIA-2C12 selama penyimpanan suhu ruang
6 Profil SDS-PAGE protein sarkoplasmik pada sosis fermentasi dengan
penambahan L. acidophillus IIA-2B4 selama penyimpanan suhu ruang
7 Total asam amino aromatik pada sosis fermentasi dengan penambahan
L. plantarum IIA-2C12 dan L. acidophilus IIA-2B4 selama
penyimpanan suhu ruang
8 Profil daging dan sosis fermentasi dengan penambahan L. plantarum
IIA-2C12 dan L. acidophilus IIA-2B4

5
6

12

14
16
17

19
24

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Daging merupakan bagian tubuh hewan yang telah disembelih dan layak
dimakan manusia (BSN 1999) yang diperoleh dari proses pemotongan ternak
potong di Rumah Pemotongan Hewan (RPH). Selama proses pemotongan tersebut
diperoleh daging-daging sisa yang menempel pada tulang dan lemak yang disebut
daging tetelan. Keunggulan daging tetelan adalah daya mengikat airnya yang
tinggi dan dapat dibentuk kembali menjadi produk daging yang
menyerupai daging utuh (Mastuti 2008). Meskipun demikian, daging tetelan
belum banyak dimanfaatkan sejauh ini. Salah satu produk olahan daging tetelan
yang dapat menjadi solusi adalah sosis fermentasi.
Berbeda dengan sosis non fermentasi, sosis fermentasi ditandai dengan
penggunaan bakteri sebagai kultur starter fermentasi yang dimasukkan pada
selongsong sosis, kemudian dilakukan proses pematangan dan pengeringan.
Proses pembuatan sosis fermentasi melibatkan penambahan mikroorganisme yang
berkontribusi pada higienitas dan kualitas sensori dari produk daging (Fadda et al.
1999). Kultur bakteri yang digunakan pada pembuatan sosis fermentasi umumnya
adalah bakteri asam laktat (BAL) yang berfungsi sebagai probiotik (Arief et al.
2014).
Probiotik didefinisikan sebagai mikroorganisme hidup yang bila dikonsumsi
dalam jumlah yang cukup mampu memberikan manfaat kesehatan bagi inangnya
(FAO/WHO 2002). BAL sebagai komponen probiotik banyak ditemukan secara
alamiah dalam bahan pangan. Arief (2011) mengisolasi L. plantarum IIA-2C12
dan L. acidophilus IIA-2B4 dari daging sapi segar bangsa Peranakan Ongole.
Kedua bakteri tersebut telah terbukti sebagai BAL probiotik (Arief 2011).
Sosis fermentasi dengan penambahan L. plantarum IIA-2C12 dan L.
acidophilus IIA-2B4 merupakan produk pangan dengan masa simpan yang cukup
lama. Menurut USDA (2001), sosis yang mengalami proses pengasapan memiliki
masa simpan 7 hari. Santos et al. (2012) menyatakan bahwa penyimpanan sosis
fermentasi yang memiliki pH rendah akan berpengaruh pada peningkatan reaksi
proteolisis yang mempengaruhi kualitas produk akhir sosis fermentasi.
Selama proses fermentasi oleh BAL, reaksi proteolisis akan berlangsung
dan berkontribusi pada kualitas keseluruhan sosis fermentasi. Fadda et al. (1999)
menyatakan bahwa reaksi proteolisis merupakan pengaruh dari kombinasi kerja
antara enzim indigenus dan mikroorganisme dalam sosis fermentasi. BAL dalam
sosis fermentasi dapat melakukan aktivitas metabolisme yang mengurai berbagai
organik molekul pada daging, termasuk karbohidrat dan protein yang
menghasilkan penurunan gula, penurunan pH dan pembentukan komponen flavor.
Proses proteolisis berhubungan dengan pembentukan flavor pada sosis
fermentasi. Proteolisis tersebut mempengaruhi tekstur dan pembentukan flavor
dengan pembentukan beberapa komponen berbobot molekul rendah, seperti
peptida, asam amino, aldehid, asam organik, dan amina yang merupakan
komponen flavor penting ataupun prekursor komponen flavor (Hudges et al.
2001). Berdasarkan hal tersebut, perlu dilakukan penelitian untuk mempelajari
aktivitas proteolisis sosis fermentasi selama penyimpanan suhu ruang dan flavor
produk yang terbentuk.

2
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mengkaji aktivitas proteolisis sosis fermentasi dari
daging tetelan dengan penambahan L. plantarum IIA-2C12 dan L. acidophilus
IIA-2B4 selama penyimpanan suhu ruang pada hari ke-0, 7, 14, 21 dan 28 serta
mempelajari flavor yang terbentuk pada sosis fermentasi tersebut.

2 TINJAUAN PUSTAKA
Daging Tetelan
Daging tetelan merupakan daging yang diperoleh dari sisa-sisa daging yang
masih menempel pada tulang. Produk daging restrukturisasi ini mempunyai
keunggulan yaitu mempunyai daya mengikat air yang tinggi terutama daging
dari bagian otot skeletal (Soeparno 2005). Hal ini disebabkan otot skeletal banyak
mengandung miofibril dan jaringan pengikat, yaitu komponen fungsional yang
sangat penting untuk pembentukan gel. Selain itu, daging tetelan dapat dibentuk
kembali (restructured) menjadi produk daging yang menyerupai daging utuh.
Daging tetelan memiliki komposisi yang sangat beragam. Lawrie (2003)
menyatakan penggunaan daging yang berukuran relatif kecil pada bagian yang
tidak mahal dalam karkas (bagian distal dari anggota badan dan leher) mempunyai
komposisi kimia yang beragam.

Sosis Fermentasi
Sosis fermentasi dapat didefinisikan sebagai produk daging yang terdiri dari
percampuran antara daging dan lemak, garam, curing agent, bumbu-bumbu dan
sebagainya yang dimasukkan ke dalam casing, difermentasi dan dikeringkan
(Hugas dan Monfort 1997). Sosis fermentasi adalah produk olahan daging yang
melibatkan mikroorganisme yang konsisten yaitu BAL, sehingga produk menjadi
lebih awet di samping dapat meningkatkan cita rasa yang diinginkan (Fardiaz
1992).
Sosis fermentasi menurut Varnam dan Sutherland (1995) dibagi menjadi
sosis jenis kering (dry) dan semi kering (semi dry). Sosis fermentasi semi kering
memiliki kadar air akhir pada produk sekitar 30%-40%, sedangkan kadar air sosis
kering akhir sekitar 20%-30%, contohnya salami, pepperoni, dan chorizo. Bacus
(1984) menyatakan bahwa fermentasi akan menurunkan pH sosis dari 5.8-6.2
menjadi 4.8-5.3 pada produk akhir. Arief et al. (2014) menyatakan bahwa sosis
fermentasi yang menggunakan bakteri asam laktat L. plantarum IIA-2C12
menghasilkan kualitas fisikokimia, mikrobiologi dan sensori yang lebih baik
dibanding kontrol (tanpa probiotik).

3
Lactobacillus plantarum IIA-2C12
L. plantarum merupakan bakteri berbentuk batang, umumnya berukuran
0.7–1.0 sampai 3.0–8.0 µm, tunggal atau dalam rantai-rantai pendek, dengan
ujung yang melingkar. L. plantarum merupakan bakteri anaerob fakultatif yang
tum
C (Costilow 1981). L. plantarum merupakan
bakteri homofermentatif yang mengindikasikan proses fermentasi bakteri hanya
menghasilkan asam laktat, tidak disertai dengan kelompok alkohol (Buckle et al.
2009).
L. plantarum IIA-2C12 diisolasi dari daging sapi Peranakan Ongole bagian
topside dari pasar tradisional di daerah Bogor (Arief et al. 2010) dan merupakan
strain plantarum pertama yang diisolasi di Indonesia. Analisis 16S rRNA
menunjukkan bahwa L. plantarum IIA-2C12 memiliki homologi yang tinggi
dengan L. plantarum 1C3, 1B1, 2D1, 1D1, 1A1, 1C1, 1A5, 1C4, 2B1 dan 2B2.
Hasil uji biokimia menunjukan bakteri ini menampilkan efek katalase negatif,
karena tidak memiliki suatu enzim katalase yang mampu menguraikan H 2O2
menjadi H2O dan O2 sehingga pada saat uji tidak terjadi gelembung. Hasil tersebut
sesuai dengan karakter umum L. plantarum yang diisolasi dari daging
(Firmansyah 2009). Bakteri ini kemudian diidentifikasi secara biokimiawi
berdasarkan pola fermentasi gula dan diidentifikasi secara molekuler dengan
menggunakan teknik sekuensing gen 16S rRNA. Kedua kultur tersebut bersifat
tahan terhadap pH rendah dan garam empedu (Arief et al. 2010). Mengingat L.
plantarum diisolasi dari daging sapi, strain ini sangat menjanjikan untuk
digunakan pada proses fermentasi sosis karena lebih adaptif terhadap daging
(Arief et al. 2008).
Bakteri probiotik L. plantarum IIA-2C12 memiliki berbagai manfaat
diantaranya dapat meningkatkan konsumsi ransum, meningkatkan bobot badan
dan meningkatkan efisiensi ransum pada tikus yang dipapar enteropathogenic E.
coli (EPEC) dibandingkan dengan tikus tanpa pemberian probiotik. Selain itu,
pemberian L. plantarum IIA-2C12 mampu meningkatkan status imun tikus yang
dipapar EPEC (Arief 2011).
Lactobacillus acidophilus IIA-2B4
Menurut Gomes dan Malcata (1999) L. acidophilus merupakan bakteri
Gram positif yang berbentuk batang dengan ujung berbentuk bulat. Bakteri ini
terlihat baik sebagai sel tunggal maupun berpasangan dalam rantai pendek.
Ukuran panjang dari L. acidophilus adalah 1.5-6.0 µm dan lebar adalah 0.6-0.9
µm. Bakteri ini tidak bergerak, non motil, tidak berspora, dan toleran terhadap
garam. L. acidophilus dapat tumbuh optimal pada suhu 35-40oC.
L. acidophilus IIA-2B4 merupakan strain BAL yang diisolasi dari daging
sapi Peranakan Ongole bagian topside dari pasar tradisional di daerah Bogor
(Arief 2011). Bakteri asam laktat ini kemudian diidentifikasi secara biokimiawi
berdasarkan pola fermentasi gula dan diidentifikasi secara molekuler berdasarkan
sekuens gen 16S rRNA. Bakteri asam laktat L. acidophilus IIA-2B4 terbukti
efektif mencegah diare yang disebabkan oleh EPEC dengan jalan meningkatkan
total bakteri asam laktat di mukosa dan isi sekum, serta menurunkan total E. coli
pada mukosa dan isi sekum (Arief et al. 2010).

4

3 METODE

Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Terpadu Departemen IPTP,
Laboratorium Ruminansia Besar Departemen IPTP, Laboratorium Terpadu IPB
Bogor dan Balai Besar Padi Subang. Waktu penelitian dilaksanakan pada Bulan
September 2013 hingga Mei 2014.
Bahan
Bahan utama yang dibutuhkan dalam penelitian ini ialah 27 kg daging
tetelan FQ CL-65 (65% daging dan 35% lemak) dari RPH Elders. Bumbu-bumbu
yang digunakan antara lain 2% gula pasir, 2% garam, 0.5% jahe halus, 0.5% pala
halus, 0.5% lada putih dan daun jeruk yang dihaluskan. Kultur yang digunakan
yaitu kultur L. plantarum IIA-2C12 dan L. acidophilus IIA-2B4 yang dibiakkan
dengan media susu skim, de Man Rogosa Sharp Broth (MRSB) (Oxoid LTD,
Inggris) dan de Man Rogosa Sharp Agar (MRSA) (Oxoid LTD, Inggris). Analisis
mikrobilogis dilakukan dengan Eosin Methylen Blue Agar (EMBA) (Oxoid LTD,
Inggris), Xylose Lysine Deoxycholate Agar (XLDA) (Oxoid LTD, Inggris), Braid
Parker Agar (BPA) (DifcoTM, USA), MRSA, kuning telur, kalium tellurit
(K2TeO3) dan akuades. Hidrolisis protein sarkoplasmik otot menggunakan 20 mM
bufer fosfat pH 6.5.
Alat
Alat yang digunakan pada pembuatan sosis fermentasi ini adalah bowl
cutter, freezer, stuffer dan selongsong berdiameter 6 cm. Alat yang digunakan
dalam pengujian adalah gas chromatography/mass spectrometry (GC/MS)
(Agilent Technologies, USA), perangkat analisis High Performance of Liquid
Chromatography (HPLC) (Agilent Technologies, USA), pemusing (centrifuge)
Hettich Zentrifugen D-7200 Tuttlingen 6000 rpm (tuv Bayern, Jerman) dan
perlengkapan sodium dodecyl sulfate-polyacrylamide gel electrophoresis (SDSPAGE) (Biorad, USA). Nilai pH dianalisis dianalisis dengan pH meter (Hanna
Instrument, USA) dan aktivitas air (aw) dianalisis dengan aw meter (Novasina,
USA).
Prosedur
Penyegaran dan Pembiakan Kultur Bakteri Asam Laktat (Arief et al. 2010)
Penyegaran kultur dilakukan dengan menumbuhkan isolat pada media
MRSB dengan lama inkubasi 24 jam pada suhu 37 ᵒC. Pengulangan penyegaran
terus dilakukan hingga kultur beradaptasi untuk hidup pada media tersebut dan
jumlahnya cukup banyak yang ditandai dengan adanya kekeruhan pada media
tumbuh. Dalam penelitian ini, penyegaran dilakukan 3 kali. Kultur yang telah

5
disegarkan kemudian diinokulasi sebanyak 2% ke dalam larutan susu skim steril
10%. Kultur kemudian diinkubasi pada suhu 37 ᵒC selama 48 jam yang hasilnya
disebut kultur induk. Proses ini dilanjutkan hingga didapatkan kultur antara dan
kultur kerja. Kultur kerja kemudian dipupukkan pada media MRSA untuk
mengetahui populasi awalnya. Kultur yang memenuhi syarat untuk dijadikan
kultur adalah dengan populasi ≥ 108 CFU mL-1. Diagram alir pembiakan kultur
dapat dilihat pada Gambar 1.

Kultur murni Lactobacillus plantarum IIA-2C12
dan Lactobacillus acidophilus IIA-2B4

Penyegaran pada MRSB
2% kultur diinokulasikan pada 10% larutan susu skim steril
Diinkubasi pada suhu 37 oC selama 48 jam
Ditumbuhkan 2% dari kultur induk ke larutan susu skim steril (kultur antara)
Ditumbuhkan 2% dari kultur antara ke larutan susu skim steril (kultur kerja)
Dihitung dengan MRSA

Po

l

≥ 108 CFU mL-1

Populasi < 108 CFU mL-1

Kultur kerja
Gambar 1 Pembiakan kultur starter (Arief et al. 2010)
Pembuatan Sosis Fermentasi (Arief et al. 2014)
Daging yang telah distandardisasi dibagi menjadi dua bagian yaitu
seperempat bagian digiling dan tiga perempat bagian lainnya diiris-iris, kemudian
dibekukan. Daging digiling dalam bowl cutter, lalu dimasukkan secara berurutan
gula 2%, starter kultur sebanyak 2% dan bumbu-bumbu (pala 2%, garam dapur
2%, jahe 2% dan daun jeruk 0.5%). Adonan yang telah terbentuk dimasukkan ke
dalam selongsong atau casing sosis berdiamater 12.5 cm, lalu dilakukan
pengondisian selama 24 jam dan dilakukan pengasapan. Pengasapan dilakukan
selama tiga hari masing-masing selama 4 jam dengan suhu 18-27 oC. Pembuatan

6
sosis fermentasi ini dilakukan dengan dua kali ulangan dengan tiga perlakuan.
Diagram alir pembuatan sosis fermentasi dapat dilihat pada Gambar 2.
Penggilingan daging

Pembekuan selama 24 jam

Penggilingan kembali dengan bowl cutter selama ±1 menit

Penambahan bumbu dan kultur L. plantarum IIA-2C12
dan L. acidophilus IIA-2B4

Penempatan dalam selongsong melalui stuffer
Pengkondisian atau pemeraman (selama 24 jam pada suhu ruang ±27 oC)

Pengasapan dingin selama 3 hari dengan suhu 28-30 oC selama 4 jam/hari

Sosis Fermentasi

Gambar 2 Diagram Pembuatan Sosis Fermentasi (Arief et al. 2014)

Analisis Mikrobiologis (AOAC 2005)
Pengujian mikrobiologis sampel dimulai dengan pengenceran sampel. Sosis
fermentasi ditimbang sebanyak 25 g kemudian dimasukkan ke dalam 225 mL
buffer pepton water (BPW) dan dihomogenkan selama 1 sampai 2 menit. Larutan
ini merupakan larutan dengan pengenceran 10 -1 . Suspensi 1 mL dipindahkan
dengan menggunakan pipet steril ke dalam larutan 9 mL BPW untuk mendapatkan
pengenceran 10-2. Pengenceran dilanjutkan sampai pengenceran 10-8 dengan cara
yang sama. Pengenceran tersebut kemudian digunakan untuk analisis keberadaan
Escherichia coli dengan media eosin methylen blue agar (EMBA), Salmonella
spp. dengan media tumbuh xylose lysine deoxycholate agar (XLDA),
Staphylococcus aureus dengan Braid Parker agar (BPA) yang dicampur dengan
1% kalium tellurit, 2% kuning telur dan 2% larutan NaCl dan bakteri asam laktat
(BAL) dengan media tumbuh Man Rogosa Sharpe Agar (MRSA).

7
Analisis Fisikokimia
Nilai pH dianalisis dengan pH meter (Hanna Instrument, USA), sedangkan
aktivitas air (aw) dianalisis dengan a w meter (Novasina, USA). Total asam
tertitrasi (TAT) didapat dengan mencampurkan 5 g sampel dengan akuades
hingga 250 mL. Nilai pH awal larutan diukur dan tambahkan NaOH 0.1 N hingga
mencapai pH netral. Total asam tertitrasi dihitung dengan rumus:

Ekstraksi Protein Sarkoplasmik (Mauriello et al. 2002)
Protein sarkoplasmik dari sampel sosis fermentasi ditambahkan 1:10 (w/v)
20 mM buffer fosfat pH 6.5 dan dihomogenkan selama 3 menit. Kemudian sampel
disentrifugasi pada kecepatan 13000 g selama 20 menit pada suhu 4 ᵒC.
Supernatan (fraksi sarkoplasmik) difiltrasi dengan 0.22 µm. Sampel kemudian
disimpan pada suhu 4 ᵒC
Analisis Proteolisis dengan Menggunakan Agar Plate Method (Mauriello et al.
2002)
Protein sarkoplasmik yang telah diekstrak sebanyak 5 mg protein per mL
kemudian ditambahkan medium agar-agar yang terdiri atas tripton 0.5%, yeast
extract 0.25%, glukosa 0.1%, agar-agar 1.5%, pH 6.9 dan dituang ke dalam cawan
petri. Setelah media membeku, kemudian dibuat sumur difusi berdiameter enam
milimeter dengan alat pelubang atau borer. Sebanyak 70 µL bakteri asam laktat L.
plantarum IIA-2C12 atau L. acidophilus IIA-2B4 dipipet ke dalam sumur, lalu
cawan beserta isinya diletakkan di dalam refrigerator untuk memberi kesempatan
bakteri berdifusi ke dalam agar. Cawan selanjutnya diinkubasi pada 37 ᵒC selama
48 jam. Setelah diinkubasi, agar-agar diwarnai selama 5 menit pada 0.05%
brilliant blue dari larutan metanol: asam asetat: akuades (50: 10: 40). Setelah itu
dibilas dengan metanol: asam asetat: akuades (25: 5: 70). Zona bening yang
muncul di sekeliling sumur diukur dengan jangka sorong pada empat tempat yang
berbeda.
Analisis Proteolisis dengan Menggunakan Sodium Dodecyl Sulphate
Polyacrylamide Gel Electrophoresis (SDS-PAGE) (Mauriello et al. 2002)
Sampel sosis fermentasi setelah diekstraksi protein sarkolpasmiknya
dianalisis menggunakan SDS-PAGE pada 12% gel polyacrylamide. Setiap sampel
dicampur dengan sampel bufer yang terdiri atas 3.55 mL akuades steril, 1.25 mL
0.5 M Tris HCl pH 6.8, 2.5 mL gliserol, 0.2 mL bromophenol blue, 2 mL SDS,
dan 500 µL β-mercaptoethanol. Campuran tersebut kemudian dipanaskan dalam
95 ᵒC selama 4 menit. Sampel yang telah siap kemudian diaplikasikan ke dalam
gel pada 30 mA selama 30 menit atau marker mencapai ujung gel.
Analisis Komposisi Asam Amino (Osthoff et al. 2002)
Komposisi asam amino ditentukan dengan menggunakan high-performance
liquid chromatography (HPLC). Sampel sosis fermentasi dihidrolisis dengan
asam mengikuti Osthoff et al. (2002) kemudian sekitar 5 uL sampel diinjeksikan
ke dalam kolom HPLC dan ditunggu sampai pemisahan semua asam amino

8
selesai. Waktu yang diperlukan sekitar 30 menit. Pengerjaan pada tahap
penambahan pereaksi OPA sampai pemisahan asam amino selesai dilakukan
secara otomatis. Komposisi nitrogen dalam protein total ditentukan melalui
metode Kjeldahl. Konsentrasi asam amino dalam sampel dapat dihitung sebagai
berikut :

Analisis Flavor Produk
Sebesar 3 g sosis fermentasi dihancurkan dan ditimbang dalam vial 10 mL
kemudian disimpan pada suhu 30 ᵒC selama 1 jam untuk menyeimbangkan bagian
atas vial. Fiber solid-phase microextraction (SPME) diarahkan pada bagian atas
vial yang tetap dijaga pada suhu 30 ᵒC selama waktu yang berbeda (30 menit, 90
menit, 3 jam, 5 jam, 21 jam). Komponen yang terserap oleh fiber diidentifikasi
dan dikuantifikasi dengan kromatografi gas/ mas spektrofotometri (GC/MS).

Rancangan Percobaan
Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak
lengkap (RAL) pola faktorial, dengan model rancangan sebagai berikut:
Yijk = μ + Ci + Pj + CPij + εijk
Keterangan :
Yij = Variabel respon akibat perlakuan penambahan kultur bakteri ke-i
(L. plantarum IIA-2C12 dan L. acidophilus IIA-2B4) dan lama
Penyimpanan ke-j (0, 7, 14, 21, 28 hari) pada ulangan ke-j (1, 2, 3)
µ
= Nilai rata-rata kualitas sosis fermentasi
Ci = Pengaruh kultur bakteri ke-i (L. plantarum IIA-2C12 dan L.
acidophilus IIA-2B4) terhadap kualitas sosis fermentasi.
Pj
= Pengaruh lama penyimpanan ke-j (0, 7, 14, 21 dan 28 hari) terhadap
kualitas sosis fermentasi.
CPij = Pengaruh interaksi antara penambahan kultur bakteri ke-i (L.
plantarum IIA-2C12 dan L. acidophilus 2B4) dan lama
penyimpanan ke-j (0, 7, 14, 21 dan 28 hari)
εijk = Pengaruh galat penambahan kultur bakteri ke-i (L. plantarum IIA2C12 dan L. acidophilus IIA-2B4) dan lama penyimpanan ke-j (0,
7, 14, 21 dan 28 hari) pada ulangan ke-j (1, 2, 3)
Analisis Data
Data diolah dengan analisis ragam (ANOVA). Khusus untuk analisis
populasi mikroba, sebelum dilakukan analisis ragam, data populasi ditransformasi
menjadi nilai log. Jika analisis menunjukkan perlakuan berpengaruh nyata
terhadap peubah yang diamati, maka dilanjutkan uji perbandingan berganda
menggunakan uji Tukey (Steel dan Torrie 1995).

9

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Pembiakan Kultur
Sosis fermentasi merupakan produk fermentasi olahan daging dengan
penggunaan kultur BAL dengan asam laktat sebagai produk utama aktivitas
fermentasinya (Arief et al. 2005). Kultur BAL yang digunakan dalam penelitian
ini adalah L. plantarum IIA-2C12 dan L. acidophilus IIA-2B4. Kedua bakteri
tersebut diisolasi dari daging sapi segar di pasar tradisional wilayah Bogor dari
pemotongan sapi Peranakan Ongole di pasar tradisional wilayah Bogor (Arief
2010, Arief et al. 2011). Kultur yang diisolasi dari daging sapi murni diharapkan
dapat tumbuh dengan baik dan menghasilkan sosis fermentasi dengan kualitas
yang lebih baik dibandingkan penggunaan kultur komersial yang bukan diisolasi
dari daging sapi (Arief et al. 2005).
Arief et al. (2011) menyatakan bahwa L. plantarum IIA-2C12 dan L.
acidophilus IIA-2B4 merupakan bakteri probiotik yang bermanfaat diantaranya
sebagai immunomodulator, anti mikroba dengan menghambat bakteri patogen,
anti diare dan menghasilkan bakteriosin. Populasi kultur starter yang tumbuh
dalam susu skim untuk kedua bakteri L. plantarum IIA-2C12 dan L. acidophilus
IIA-2B4 dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Total bakteri asam laktat (BAL) dalam susu skim
Kultur
L. plantarum IIA-2C12
L. acidophilus IIA-2B4

Total BAL (log CFU mL-1 )
9.031
9.262

Populasi BAL yang digunakan dalam sosis fermentasi dari daging CL-65
lebih dari 109 CFU ml-1. Populasi tersebut dapat digunakan pada sosis fermentasi
didasarkan pada Arief (2000) yang menyatakan bahwa populasi BAL dalam sosis
fermentasi lebih dari 109 CFU g-1 dapat mencapai usus kecil dengan populasi 106
CFU g-1 dan dapat berfungsi sebagai probiotik.

Kualitas Mikrobiologis Sosis Fermentasi
Kualitas Mikrobiologis Daging Segar
Pengamatan kualitas mikrobiologis daging sapi yang digunakan dalam
pembuatan sosis yang meliputi analisis populasi BAL, perhitungan jumlah E. coli,
S. aureus dan Salmonella spp. dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Kualitas mikrobiologi daging sapi segar
Peubah
Nilai (log CFU g-1)
BAL
2.78
E. coli
negatif
S. aureus
negatif
Salmonella spp.
negatif

10
Daging merupakan bahan pangan yang rentan mengalami kerusakan fisik,
kimia maupun mikrobiologi. Perlakuan penyimpanan, pemrosesan, pengemasan
dan distribusi yang tidak baik akan mengakibatkan resiko tumbuhnya
mikroorganisme. Potensi kontaminasi mikrobiologis tergantung dari status
fisiologis ternak pada saat dipotong, kontaminasi dari rumah pemotongan hewan
selama pemprosesan, temperatur pada saat penyimpanan dan kondisi lain pada
saat distribusi yang dapat mempengaruhi laju dari mikroba (Doulgeraki et al.
2012).
Menurut SNI No 01-6366-2000, total cemaran S. aureus pada daging segar
adalah 0.1 x 102 CFU g-1, E. coli 0.5 x 102 CFU g-1 dan Salmonella negatif atau
tidak boleh ditemukan dalam daging. Tabel 2 menunjukkan bahwa daging yang
digunakan dalam pembuatan sosis fermentasi dalam penelitian ini sesuai dengan
standar SNI. Nilai BAL daging adalah sebesar 2.78 log CFU g-1. Nilai ini lebih
rendah dari penelitian Pramono et al. (2012) yang menyebutkan bahwa daging
segar memiliki populasi 3.02 x 106 CFU g-1. Perbedaan ini mungkin disebabkan
perbedaan waktu isolasi, jenis daging dan kondisi penyimpanan daging pada
kedua penelitian tersebut. Menurut Hui et al. (2001), BAL yang secara alami
terkandung dalam daging diantaranya adalah Lactobacillus spp., Lactococcus,
Micrococcus, Pediococcus sp. dan Leuconostoc.
Nilai pH daging sapi yang digunakan adalah 5.49±0.19. Menurut Puolanne
et al. (2001), nilai rataan pH akhir daging berkisar 5.4 dan 6.0, tergantung pada
potensi glikolitik pada saat pemotongan. Nilai pH daging ini lebih rendah dari
pendapat Xiong dan Mikel (2001) yang menyatakan untuk pembuatan sosis
sebaiknya menggunakan pH sekitar 6.2–6.8. Hal ini disebabkan pada pH tersebut
protein daging masih belum banyak terdenaturasi sehingga daya mengikat airnya
masih bagus. Sejalan dengan nilai pH, nilai total asam tertitrasi (TAT) daging
segar adalah sebesar 0.44±0.002 %. Nilai TAT menunjukkan kadar keasaman
daging sebagai hasil metabolisme BAL. Nilai aw daging adalah sebesar
0.89±0.003, lebih rendah dari nilai a w daging menurut Puolanne et al. (2001) yang
menyatakan bahwa aktivitas air pada daging segar adalah 0.99. Nilai a w daging
yang rendah pada penelitian ini baik karena menurut Puolanne et al. (2001), nilai
aw yang tinggi atau diatas 0.9 merupakan kondisi yang sangat dibutuhkan oleh
bakteri untuk dapat hidup di daging.
Kualitas Mikrobiologis Sosis Fermentasi
Sosis fermentasi yang dibuat dengan penambahan BAL L. plantarum IIA2C12 dan L. acidophilus IIA-2B4 dan disimpan selama 28 hari dengan
pengamatan dilakukan pada hari ke 0, 7, 14, 21 dan 28. Pengamatan
mikrobiologis pada sampel sosis meliputi jumlah BAL, populasi bakteri patogen
(E. coli, S. aureus dan Salmonella spp.), nilai aw, pH dan TAT (Tabel 3).
Tabel 3 menunjukkan bahwa populasi BAL pada pada sosis fermentasi
tidak berbeda antara sosis fermentasi dengan penambahan L. plantarum IIA-2C12
dan L. acidophilus IIA-2B4 (p>0.05). Populasi BAL sosis fermentasi juga tidak
dipengaruhi oleh lama penyimpanan. Populasi BAL pada sosis fermentasi jauh
lebih besar dibandingkan dengan populasi BAL dalam daging. Hal ini disebabkan
oleh penambahan BAL dalam pembuatan sosis. Jumlah BAL meningkat
disebabkan oleh proses fermentasi, menurut Nie et al. (2014) BAL merupakan
mikroorganisme utama yang berperan dalam proses fermentasi sosis.

11
Tabel 3 Kualitas mikrobiologis sosis fermentasi dengan penambahan bakteri asam
laktat (BAL) L. plantarum IIA-2C12 dan L. acidophilus IIA-2B4 selama
penyimpanan suhu ruanga
Kultur

H0

Lama simpan (hari)b
H7
H14

H21

H28

Rataan

-1

BAL (log CFU g )
L. plantarum IIA-2C12
L. acidophilus IIA-2B4

Rataan
S. aureus (log CFU g-1)
L. plantarum IIA-2C12
L. acidophilus IIA-2B4

Rataan
E. coli (log CFU g-1)
L. plantarum IIA-2C12
L. acidophilus IIA-2B4

Rataan
pH
L. plantarum IIA-2C12
L. acidophilus IIA-2B4

Rataan
aw
L. plantarum IIA-2C12
L. acidophilus IIA-2B4

Rataan
TAT (%)
L. plantarum IIA-2C12
L. acidophilus IIA-2B4

9.28±0.36
9.15±0.15
9.21±0.25

9.42±0.42
9.17±0.05
9.30±0.24

9.40±0.64
9.31±0.22
9.36±0.43

9.06±0.11
9.02±0.24
9.04±0.18

9.15±0.38
9.03±0.11
9.09±0.25

9.26±0.38
9.14±0.16

0.00±0.00
0.00±0.00
0.00±0.00b

0.00±0.00
0.00±0.00
0.00±0.00b

0.00±0.00
0.00±0.00
0.00±0.00b

1.46±0.23
1.95±0.20
1.71±0.21a

2.03±0.22
1.94±0.07
1.99±0.15a

1.75±0.22
2.08±0.13

1.46±0.09
1.92±0.06
1.69±0.07b

1.85±0.43
1.26±0.12
1.55±0.27b

1.86±0.04
1.57±0.17
1.72±0.10b

2.61±0.18
2.83±0.96
2.72±0.57ab

2.49±0.06
3.30±0.92
2.89±0.49a

2.05±0.16
2.17±0.47

4.27±0.17
4.58±0.07
4.42±0.12

4.15±0.08
4.55±0.03
4.35±0.06

4.13±0.04
4.50±0.07
4.32±0.05

4.17±0.04
4.54±0.11
4.36±0.07

4.45±0.19
4.79±0.38
4.62±0.28

4.23±0.10
4.59±0.13

0.85±0.00
0.85±0.01
0.85±0.01b

0.85±0.01
0.85±0.01
0.85±0.01b

0.85±0.00
0.85±0.00
0.85±0.00b

0.87±0.01
0.87±0.01
0.87±0.01a

0.88±0.01
0.87±0.01
0.87±0.01a

0.86±0.01
0.86±0.01

1.18±0.27
1.07±0.07
1.20±0.17

1.34±0.05
1.46±0.12
1.32±0.08

1.48±0.11
1.46±0.12
1.47±0.11

1.55±0.18
1.43±0.08
1.49±0.13

1.42±0.19
1.18±0.37
1.30±0.28

1.39±0.16
1.32±0.15

Rataan
Angka pada kolom yang sama diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada level
kepercayaan 5%
b
H0: hari pertama, H7: hari ketujuh, H14: hari keempat belas, H21: hari kedua puluh satu, H28:
hari kedua puluh delapan

a

Fermentasi didefinisikan sebagai reaksi biokimia yang menghasilkan ATP
tanpa melibatkan molekul oksigen (Toldra 2001). Populasi BAL dalam sosis
fermentasi meningkat jika dibandingkan dengan populasi BAL dalam daging
karena penambahan beberapa bahan sosis yang berperan sebagai sumber energi
tambahan untuk mendorong aktivitas dan pertumbuhan BAL. Sumber energi yang
lebih banyak pada sosis akan difermentasi oleh BAL menghasilkan ATP. BAL
memanfaatkan ATP dari proses fermentasi untuk mempertahankan fungsi sel dan
untuk pertumbuhan sehingga jumlahnya meningkat (Tortora et al. 2001).
Populasi BAL pada sosis fermentasi hingga pada hari ke-28 setelah
penyimpanan adalah 9.15 log CFU g-1 untuk sosis fermentasi dengan penambahan
L. plantarum IIA-2C12 dan 9.03 log CFU g-1 untuk sosis fermentasi dengan
penambahan L. acidophilus IIA-2B4. Populasi tersebut merupakan jumlah yang
cukup bagi BAL kandidat probiotik untuk memberikan efek menguntungkan bagi
tubuh (FAO/WHO 2002). Parvez et al. (2006) menyatakan bahwa BAL probiotik
mampu mencegah dan mempunyai efek terapeutik melawan diare, mengurangi
kejadian lactose intolerance, melindungi dari inflamasi dan meningkatkan sistem
imunitas tubuh.

12

Populasi BAL (CFU g-1)

10.5
10

9.5
9
8.5

8
1H0

2
H7

3
H14

4
H21

5
H28

Gambar 3 Populasi bakteri asam laktat (BAL) pada sosis fermentasi dengan penambahan L.
plantarum IIA-2C12 (
) dan L. acidophilus IIA-2B4 (
) selama
penyimpanan suhu ruang, H0: hari pertama, H7: hari ketujuh, H14: hari keempat
belas, H21: hari kedua puluh satu, H28: hari kedua puluh delapan

Grafik perubahan BAL selama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 3.
Grafik tersebut menunjukkan bahwa populasi L. plantarum IIA-2C12 selalu lebih
besar dibandingkan L. acidophilus IIA-2B4 selama penyimpanan. L. plantarum
banyak ditemukan pada daging maupun produk daging sehingga memiliki daya
adaptasi yang lebih baik jika digunakan dalam produk sosis fermentasi. Wijayanto
(2009) menyatakan bahwa L. plantarum mampu bertahan dengan baik dalam
kondisi pH 2 lambung maupun pH 7.2 usus. Hugas dan Monfort (1997)
menyatakan bahwa kemampuan L. plantarum beradaptasi pada sosis fermentasi
menyebabkan produk tersebut memiliki tingkat keasaman yang tinggi. Atas dasar
ini, L. plantarum banyak digunakan dalam produk pangan fermentasi di antaranya
Nie et al. (2014) yang menggunakan L. plantarum ZY40 pada sosis ikan dan
Fadda et al. (1999) yang menggunakan L. plantarum yang diisolasi dari sosis
fermentasi.
Populasi BAL yang tinggi selama penyimpanan akan mempengaruhi
keberadaan bakteri patogen lain di dalam produk. BAL dapat memproduksi
bakteriosin yang bisa bereaksi sebagai bakterisidal ataupun bakteristatik bagi sel
sensitif dan menyebabkan kematian sel secara cepat walaupun pada konsentrasi
yang rendah (Jay 2000). Keberadaan E. coli, S. aureus dan Salmonella spp. dalam
sosis fermentasi selama penyimpanan dapat dilihat pada Tabel 3.
Populasi S. aureus pada sosis dengan penambahan L. plantarum IIA-2C12
tidak berbeda (p>0.05) dengan sosis fermentasi dengan penambahan L.
acidophilus IIA-2B4. Namun, populasi S. aureus berbeda nyata selama
penyimpanan. Semakin lama penyimpanan, populasi S. aureus semakin
bertambah secara signifikan. Hingga hari ke-14, S. aureus tidak ditemukan pada
produk sosis. Bakteri patogen ini mulai ditemukan pada hari ke-21 dan
populasinya semakin meningkat pada hari ke-28. Hal ini berhubungan dengan a w
pada sosis fermentasi. Nilai aw sosis fermentasi menunjukkan bahwa pada hari
penyimpanan ke-21 dan ke-28 terdapat peningkatan yang signifikan.
Hal yang sama terjadi pada pola populasi E. coli. Tidak ada perbedaan
(p>0.05) populasi E. coli pada kedua jenis sosis fermentasi dalam penelitian ini,

13
akan tetapi populasi E. coli berbeda nyata selama penyimpanan. Semakin lama
penyimpanan, populasi E. coli semakin bertambah secara signifikan. Hal ini
disebabkan penyimpanan sosis fermentasi pada suhu ruang yang kondusif bagi
pertumbuhan E. coli. Jones et al. (2002) menyatakan bahwa bakteri E. coli yang
diinkubasi pada suhu rendah (2 oC) tumbuh secara konstan namun terbatas,
sedangkan saat disimpan pada suhu 12 oC bakteri tersebut mengalami fase
pertumbuhan eksponensial. Suhu minimum yang dapat diterima untuk
pertumbuhan E. coli adalah 7 oC (Cassin et al. 1998).
Bakteri Salmonella spp. tidak ditemukan dalam sosis fermentasi di kedua
produk dengan penambahan L. plantarum IIA-2C12 dan L.acidophilus IIA-2B4
selama penyimpanan hari ke-0, 7, 14, 21 dan 28. Tidak ditemukannya Salmonella
spp. mengindikasikan sanitasi yang baik dari produk selama penyimpanan.
Sebuah studi tentang Salmonella spp. menemukan bahwa bakteri tersebut dapat
tumbuh pada 8 oC (Mattick et al. 2003), namun studi yang lain mengatakan suhu
optimalnya adalah 4 oC (Phillips et al. 1998).
Salmonella spp. adalah bakteri yang sensitif terhadap suhu panas dan
perlakuan pemanasan yaitu pemasakan pada suhu 65 sampai 74 oC. Pertumbuhan
Salmonella spp. berjalan lambat pada suhu 10 oC dan tetap bisa bertahan pada
kondisi beku. Salmonella spp. dapat tumbuh dengan atau tanpa oksigen dan
diantara suhu 4 sampai 47 oC. Pertumbuhan Salmonella ideal pada pH 6.5 sampai
7.5 (Jay 2000).
Aktivitas air (aw) dalam sosis fermentasi merupakan suatu indikator
pertumbuhan mikroba. Ray (2005) menyatakan bahwa aw berhubungan dengan
nilai biologis dan ketersediaan air pada suatu makanan. Air yang tersedia tersebut
pada akhirnya bisa dimanfaatkan bakteri untuk aktivitasnya. Aktivitas air (aw)
pada sosis fermentasi tidak berbeda nyata (p>0.05) antara sosis L. plantarum IIA2C12 dan L. acidophilus IIA-2B4, namun mengalami peningkatan yang nyata
pada hari penyimpanan ke-21 dan 28. Peningkatan aw pada hari ke-21 dan ke-28
tersebut menyebabkan peningkatan yang signifikan terhadap keberadaan E. coli
dan S. aureus. Bakteri patogen memanfaatkan air dalam makanan untuk
mentransportasikan nutrisi dan juga berperan dalam proses enzimatis (Jay 2000).
Peningkatan aw selama penyimpanan disebabkan oleh degradasi molekul-molekul
pada bahan oleh mikroorganisme berupa pelepasan air terikat yang
mengakibatkan terbentuknya air bebas.
Grafik hubungan pH dengan TAT dalam sosis fermentasi selama
penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 4. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
pH sosis fermentasi dengan penambahan L. plantarum IIA-2C12 dan L.
acidophilus IIA-2B4 tidak mengalami perubahan secara signifikan selama
penyimpanan hingga hari ke-28. Namun, dalam grafik terlihat bahwa L.
plantarum IIA-2C12 memiliki nilai pH yang lebih rendah dibandingkan dengan L.
acidophilus IIA-2B4. Hal ini menunjukkan bahwa sosis fermentasi dengan
penambahan L. plantarum IIA-2C12 memiliki kapasitas keasaman yang lebih
besar dibandingkan dengan sosis fermentasi dengan penambahan L. acidophilus
IIA-2B4.
Nie et al. (2014) menyatakan bahwa perubahan nilai pH berhubungan
dengan produksi asam laktat oleh BAL. Rendahnya nilai pH secara umum
berhubungan dengan asam organik yang diproduksi oleh BAL. Kandungan gizi
pada sosis fermentasi merupakan nutrisi untuk pertumbuhan bakteri yang

14
menyebabkan pH sosis menurun selama penyimpanan (Irianto et al. 1994).
Sawitzki et al. (2008) menyatakan bahwa sosis fermentasi dengan penambahan L.
plantarum AJ2 dapat memproduksi asam secara cepat pada hari ke-7 dan terus
meningkat selama proses penyimpanan berlangsung pada hari ke-42.
4

6
5.5

3

5

2

4.5
4

TAT (%)

pH

1

3.5

0

3
1
H0

1.5

2H7

2.5

3
H14

3.5

4
H21

4.5

5
H28

Gambar 4 Perubahan pH (
) dan total asam tertitrasi (TAT) (
) pada sosis fermentasi
dengan penambahan L plantarum IIA-2C12 (
) dan L. acidophilus IIA-2B4
(
) selama penyimpanan suhu ruang, H0: hari pertama, H7: hari ketujuh, H14:
hari keempat belas, H21:hari kedua puluh satu, H28: hari kedua puluh delapan

Keasaman suatu bahan, selain dapat dilihat dengan pH juga dapat
dinyatakan dengan TAT. Nilai TAT pada sosis fermentasi dengan penambahan L.
plantarum IIA-2C12 dan L. acidophilus IIA-2B4 dapat dilihat pada Tabel 3.
Persentase total asam tertitrasi dari kedua jenis sosis dengan penambahan L.
plantarum IIA-2C12 dan L. acidophilus IIA-2B4 tidak berbeda nyata selama
penyimpanan. Perubahan yang tidak signifikan ini berhubungan dengan nilai pH
produk. Nilai total asam tertitrasi ini lebih tinggi dibandingkan dengan Nie et al.
(2014) yang menggunakan Lactobacillus plantarum ZY40 pada pembuatan sosis
fermentasi. Perbedaan ini disebabkan oleh perbedaan jenis strain BAL dan daging
yang digunakan dalam penelitian ini.

Proteolisis pada Protein Sarkoplasmik
Proteolisis merupakan salah satu perubahan biokimia terpenting yang
mempengaruhi pemecahan molekul protein menjadi senyawa-senyawa yang lebih
sederhana yaitu asam amino (Predrag et al. 2011). Proteolisis yang terjadi pada
sosis fermentasi dapat dipengaruhi oleh kombinasi antara kerja enzim protease
yang ada pada daging bahan sosis fermentasi dan yang disekresikan oleh BAL
yang ditambahkan dalam sosis.
Produk daging memiliki tiga macam protein utama yaitu protein miofibril,
protein sarkoplasmik, dan protein stromal (Soeparno 2005). Ketiga jenis protein
tersebut akan mengalami pemecahan protein menjadi asam amino lewat proses
proteolisis yang berlangsung selama penyimpanan. Untuk melihat aktivitas
proteolisis pada sosis dengan penambahan L. plantarum IIA-2C12 dan L.
acidophilus IIA-2B4, dilakukan ekstraksi terhadap salah satu jenis protein
penyusunnya yaitu protein sarkoplasmik.

15
Soeparno (2005) menyatakan bahwa protein sarkoplasmik menyusun 3035% dari total protein. Protein ini larut dalam air maupun larutan dengan kekuatan
ionik rendah sehingga lebih mudah diekstrak. Protein-protein sarkoplasmik
meliputi enzim-enzim oksidatif, mioglobin, dan pigmen-pigmen heme yang lain,
enzim glikolitik yang bertanggung jawab atas glikolisis dan enzim-enzim
lisosomal.
Sebelum aktivitas protease terhadap protein sarkoplasmik tersebut dianalisis
aktivitas proteolisis L. plantarum IIA-2C12 dan L. acidophilus IIA-2B4 diukur
dengan menggunakan kasein sebagai substrat dan menggunakan metode agar-agar.
Zona bening yang terbentuk mengindikasikan bahwa baik L. plantarum IIA-2C12
maupun L. acidophilus IIA-2B4 mampu mencerna kasein di sekitar sumur berisi
kultur bakteri (Mauriello et al. 2002). Hasil analisis menunjukkan bahwa zona
hambat yang terbentuk pada L. plantarum IIA-2C12 terhadap kasein adalah
31.31±2.69 mm, sedangkan L. acidophilus IIA-2B4 adalah 18.58±2.40 mm.
Hasil tersebut menunjukkan bahwa L. plantarum IIA-2C12 memiliki
aktivitas proteolisis lebih tinggi dibandingkan L. acidophilus IIA-2B4 karena
kemampuannya mendegradasi kasein. Kasein merupakan bahan yang biasa
digunakan dalam uji proteolisis mikroorganisme yang diisolasi dari bahan pangan
(Mauriello et al. 2002). Yusmarini et al. (2010) dalam penelitiannya menyatakan
bahwa BAL mampu menghidrolisis kasein dengan menggunakan enzim protease
yang disekresikan di sekitar permukaan dinding selnya.
Tabel 4 Aktivitas proteolitik L. plantarum IIA-2C12 dan L. acidophilus IIA-2B4
(mm) pada sosis fermentasi selama penyimpanan suhu ruanga
Lama simpanb
Kultur

H0

H7

H14

Rataan
H21

H28

L.
plantarum
IIA-2C12
L. acidophilus
IIA-2B4

17.70±1.34

14.21±4.01

12.85±0.14

13.67±2.50

11.23±0.24

14.39±1.65

15.75±0.30

13.34±0.51

17.12±0.23

14.46±0.30

11.29±0.59

13.93±0.74

Rataan

16.73±0.82a

13.78±2.26ab

14.99±0.19ab

14.07±1.4ab

11.26±0.42b

a

Angka pada baris yang sama diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada level
kepercayaan 5%
b
H0: hari pertama, H7: hari ketujuh, H14: hari keempat belas, H21: hari kedua puluh satu, H28:
hari kedua puluh delapan

Tabel 4 menunjukkan bahwa kedua bakteri memiliki aktivitas proteolitik
terhadap protein sarkoplasmik. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan aktivitas
proteolisis L. plantarum IIA-2C12 dan L. acidophilus IIA-2B4 terhadap sosis
fermentasi. Namun, terdapat perbedaan yang signifikan aktivitas proteolisis
selama penyimpanan, dimana semakin lama penyimpanan aktivitasnya semakin
kecil. Hal ini tidak sesuai dengan penelitian Gobbetti et al. (2002) menyatakan
bahwa aktivitas protease yang dihasilkan oleh L. plantarum DC400 lebih besar
dibandingkan L. acidophilus BF4. BAL baik L. plantarum IIA-2C12 maupun L.
acidophilus IIA-2B4 mempunyai sistem proteolisis sehingga memungkinkan
mereka dapat tumbuh pada substrat yang kaya protein. BAL dapat mencerna
protein sarkoplasmik sosis fermentasi disebabkan kemampuannya dalam
menghasilkan enzim proteolisis. Enzim proteolisis dihasilkan di sekitar membran
sitoplasma ataupun di dalam sel (Yusmarini et al. 2010).

16
Penurunan aktivitas proteolisis seperti terlihat pada Tabel 4 berhubungan
dengan peningkatan aw selama penyimpanan. Lawrie (2003) menyatakan bahwa
protein dalam daging memiliki kemampuan dalam mengikat air. Selama
penyimpanan protein mengalami proteolisis menjadi asam-asam amino. Dengan
pemecahan tersebut maka kemampuan mengikat air menjadi turun dan ada
sebagian air yang dibebaskan sehingga air bebas dalam sosis meningkat. Selain itu,
Nilai pH yang rendah merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi hidrolisis
protein otot (Candogan et al. 2009)
Selain dengan metode agar, aktivitas proteolisis di dalam sosis fermentasi
dapat dilihat menggun