Status Probiotik Lactobacillus Plantarum Iia-2c12 Dalam Sosis Fermentasi Di Saluran Pencernaan Tikus Rattus Novergicus

STATUS PROBIOTIK Lactobacillus plantarum IIA-2C12
DALAM SOSIS FERMENTASI DI SALURAN
PENCERNAAN TIKUS Rattus novergicus

RIEZKY KAUTSAR

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul : “Status Probiotik
Lactobacillus plantarum IIA-2C12 dalam Sosis Fermentasi di Saluran Pencernaan
Tikus Rattus novergicus” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2016

Riezky Kautsar
NRP D151120131

RINGKASAN
RIEZKY KAUTSAR. Status Probiotik Lactobacillus plantarum IIA-2C12 dalam
Sosis Fermentasi di Saluran Pencernaan Tikus Rattus novergicus. Dibimbing oleh
IRMA ISNAFIA ARIEF dan TUTI SURYATI.

Sosis fermentasi merupakan produk sosis yang berasal dari hasil kerja
bakteri pembentuk asam laktat, baik yang terdapat dalam daging secara alami,
maupun bakteri starter yang ditambahkan. Sosis fermentasi dapat ditambahkan
bakteri asam laktat yang bersifat probiotik seperti L. plantarum IIA-2C12.
Penelitian bertujuan untuk menguji kualitas gizi protein dan keamanan sosis
fermentasi probiotik secara in vivo terhadap status kesehatan tikus percobaan.
Penelitian ini dibagi kedalam dua tahap, yaitu, 1) penyegaran kultur starter,
pembuatan kasein, sate sapi dan sosis fermentasi dan, 2) pengujian secara in vivo.
Tikus yang digunakan dibagi ke dalam tiga kelompok ransum dengan sumber

protein yaitu: kasein, sosis fermentasi dan sate daging sapi. Penelitian ini
menggunakan pola rancangan acak lengkap dengan tiga perlakuan jenis pakan;
yaitu : pakan dengan sumber protein kasein, sosis fermentasi atau sate sapi.
Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa berdasarkan jumlah bakteri
asam laktat, sosis fermentasi yang dihasilkan memenuhi kriteria sebagai pangan
probiotik. Pemberian pakan yang berbeda tidak memberikan efek yang signifikan
(P>0.05) terhadap bobot badan dan organ tikus percobaan. Pemberian sosis
fermentasi mampu meningkatkan jumlah populasi BAL mukosa pada terminasi
hari ke-20. Perlakuan pakan tidak memberikan efek yang signifikan (P>0.05) pada
jumlah E.coli di mukosa pada terminasi hari ke-10 dan baru terlihat pada
terminasi hari ke-20.
Pemberian sosis fermentasi selama 20 hari pemeliharaan pada tikus
percobaan mampu meningkatkan populasi BAL pada mukosa usus dan
menurunkan populasi E. coli, serta menurunkan translokasi E. coli pada organ hati
dan ginjal. Dengan demikian, sosis fermentasi dengan penambahan probiotik L.
plantarum IIA-2C12 berfungsi memperbaiki komposisi mikroorganisme dalam
tubuh tikus percobaan.
Kata kunci: in vivo, kesehatan, probiotik, sosis fermentasi

SUMMARY

RIEZKY KAUTSAR. Status of Probiotic Lactobacillus plantarum IIA-2C12 as
Culture Starter Fermented Sausages in Gastrointestinal Rats (Rattus novergicus).
Supervised by IRMA ISNAFIA ARIEF and TUTI SURYATI.

Fermented sausage is sausage product derived from lactic acid-froming
bacteria which naturally present in meat or added from bacteria starter. Fermented
sausage could be added probiotic lactic acid bacteria such as L. plantarum IIA2C12. The objectives was to test the protein nutritional quality and safety of
probiotic fermented sausages by in vivo the health status of rats. This study was
divided into two stages, namely, 1) refresher starter culture, the manufacture of
casein, beef satay and sausage fermentation and, 2) testing in vivo. Rats were used
divided into three groups three groups of diets with protein sources: casein,
fermented sausages and beef satay. This study used a pattern completely
randomized design with three treatment types of feed that are with different
protein source : casein, fermented sausage or beef satay.
The result showed that based on the amount of lactic acid bacteria,
fermented sausage produced meets the criteria as a probiotic food. Different
feeding did not give significantly effect (P> 0.05) on body weight and organ of
rats. Fermented sausages could increase the population of LAB on mucosa after
20th day. Treatment did not have a significant effect (P> 0.05) in the number of E.
coli in the rats mucose, but on the 20th day of termination seen a significantly

effect.
Feeding the fermented sausage for 20 days in rats were able to increasing
the population of LAB in mucosa and reducing population of E. coli, as well as
decreasing translocation of E. coli in liver and kidneys. Therefore, fermented
sausage using probiotic bacterial L. plantarum IIA-2C12 could improve the
composition of microorganisms of rats.
Keywords : in vivo, health, probiotic, fermented sausage

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

STATUS PROBIOTIK Lactobacillus plantarum IIA-2C12
DALAM SOSIS FERMENTASI DI SALURAN

PENCERNAAN TIKUS Rattus novergicus

RIEZKY KAUTSAR

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Epi Taufik, SPt MVPH MSi

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Subhana wa Ta’ala,
karena rahmat dan hidayah-Nya tesis yang berjudul “Status probiotik Lactobacillus

plantarum IIA-2C12 dalam sosis fermentasi di saluran pencernaan Tikus Rattus
novergicus” dapat diselesaikan. Tesis ini dapat diselesaikan dengan baik atas
dukungan dan bantuan dari banyak pihak. Untuk itu dalam kesempatan ini penulis
menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu, khususnya kepada:
1. Dr Irma Isnafia Arief, SPt Msi selaku Ketua Komisi Pembimbing serta Dr
Tuti Suryati, SPt MSi selaku Anggota Komisi Pembimbing atas segala
bimbingan, arahan, motivasi dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis.
Semoga Allah Subhana wa Ta’ala selalu memberikan keberkahan pada umur
dan ilmu untuk kedua pembimbing.
2. Dr Rudi Afnan, MScAgr selaku Dosen Evaluator kolokium proposal
penelitian dan Dr Ir Etti Riany, MS selaku moderator seminar yang telah
memberikan banyak arahan dan masukan sehingga penelitian ini dapat
dilaksanakan dengan baik.
3. Dr Epi Taupik, SPt MVPH MSi selaku dosen penguji sidang yang
memberikan banyak masukan serta pengetahuan khususnya kepada penulis.
4. Dr Ir Salundik, MS selaku Ketua Program Studi Pascasarjana Ilmu Produksi
dan Teknologi Peternakan yang telah mempimpin ujian sidang.
5. Dwi Ernaningsih, SPt MSi sebagai rekan penelitian dan juga Dwi Febriantini,
SSi yang telah banyak membantu selama melakukan penelitian.

6. Keluarga HIMAWIPA yang telah banyak menginspirasi.
7. Orang tua tercinta Zul Akmall, SE MPd dan Nur Asma, BSc (Alm) serta
Nenny Prabandini, SE, adik-adik : Melur Puspita Malahayati, Rizmi Lazuardi
Johansyah, Shafa Nabila Syaharani dan Rafa Kamal Ramadhan atas seluruh
doa dan perhatiannya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2016
Riezky Kautsar

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN


vi

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian

1
2
2
2
2

2 METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu
Materi Penelitian
Prosedur Penelitian
Peubah yang Diukur

Analisis Data

3
3
3
8
9

3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Kultur Starter Bakteri Probiotik
Kualitas Mikrobiologis Sosis Fermentasi dan Sate
Komposisi Nutrisi Sosis Fermentasi dan Sate
Bobot Badan Tikus Percobaan
Pertumbuhan Tikus Percobaan
Populasi BAL pada Tikus Percobaan
Populasi E. coli pada Tikus Percobaan

10
11
11

12
13
14
15

4 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

17
17

DAFTAR PUSTAKA

18

LAMPIRAN

21


RIWAYAT HIDUP

28

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Formulasi ransum dengan sumber protein kasein, sosis fermentasi dan
sate
Kelompok perlakuan pada tikus percobaan
Populasi bakteri asam laktat pada sosis fermentasi dengan kultur L.
Plantarum IIA-2C12 dan sate
Kandungan nutrisi sosis probiotik L. plantarum IIA-2C12
Kandungan nutrisi sate
Bobot badan dan beberapa organ tikus
Pertumbuhan tikus selama pemeliharaan
Hasil perhitungan populasi bakteri asam laktat (BAL)
Hasil perhitungan populasi E. coli

7
8
11
11
12
12
13
14
16

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4

Pembiakan kultur starter
Pembuatan sosis fermentasi
Pembuatan sate
Sistematika penelitian utama

4
5
6
7

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

ANOVA BAL hati pada terminasi hari ke-10 (T1)
ANOVA BAL ginjal pada terminasi hari ke-10 (T1)
ANOVA BAL mukosa pada terminasi hari ke-10 (T1)
ANOVA BAL hati pada terminasi hari ke-20 (T2)
ANOVA BAL ginjal pada terminasi hari ke-20 (T2)
ANOVA BAL mukosa pada terminasi heri ke-20 (T2)
ANOVA E. coli hati pada terminasi hari ke-10 (T1)
ANOVA E. coli ginjal pada terminasi heri ke-10 (T1)
ANOVA E. coli mukosa pada terminasi hari ke-10 (T1)
ANOVA E. coli hati pada terminasi hari ke-20 (T2)
ANOVA E. coli ginjal pada terminasi hari ke-20 (T2)
ANOVA E. coli mukosa pada terminasi hari ke-20 (T2)

21
21
21
22
23
24
25
26
26
26
26
27

1
1

PENDAHULUAN
Latar Belakang

Daging adalah sesuatu yang berasal dari hewan termasuk limpa, ginjal,
otak serta jaringan lain yang dapat dimakan (Lawrie 1991). Daging juga
merupakan salah satu bahan pangan sumber protein hewani yang memiliki nilai
gizi yang cukup tinggi namun mempunyai sifat mudah rusak karena daging
merupakan media pertumbuhan yang baik untuk mikroorganisme. Pengolahan
merupakan upaya untuk memperpanjang masa simpan, meningkatkan nilai gizi,
perbaikan citra rasa serta meningkatkan harga jual. Salah satu pengolahan yang
telah dikenal masyarakat Indonesia adalah pembuatan sosis fermentasi.
Fermentasi dapat memberikan flavor yang lebih baik dan tekstur yang
lebih kompak. Sosis fermentasi merupakan produk sosis yang berasal dari hasil
kerja bakteri pembentuk asam laktat, baik yang terdapat dalam daging secara
alami, maupun bakteri starter yang ditambahkan. Sosis fermentasi dapat
ditambahkan bakteri asam laktat yang bersifat probiotik seperti L. plantarum
2C12. Bakteri asam laktat merupakan probiotik yang dapat menguntungkan bagi
kesehatan diantaranya untuk menurunkan jumlah bakteri patogen yang
membahayakan pada saluran pencernaan,menjaga keseimbangan mikroflora
dalam usus, dan meningkatkan daya tahan tubuh. Sosis fermentasi yang di
tambahkan L. plantarum IIA-2C12 menghasilkan perbedaan yang nyata jika
dibandingkan sosis fermentasi tanpa penambahan bakteri probiotik karena dapat
menurunkan populasi E. coli dan S. aureus tetapi tidak menurunkan kualitas sosis
fermentasi (Susilawati 2012).
L. plantarum IIA-2C12 menghasilkan senyawa antimikroba yang dapat
menghambat pertumbuhan bakteri patogen (Arief 2011). Senyawa antimikroba
yang dihasilkan L. plantarum IIA-2C12 disebut dengan plantaricin, L. plantarum
juga memproduksi senyawa antimikroba lainnya seperti laktolin dan laktobasilin.
Zat antimikroba bersifat bakterisidal (membunuh bakteri), bakteristatik
(menghambat pertumbuhan bakteri), fungisidal (membunuh kapang), fungistatik
(menghambat pertumbuhan kapang) dan germisidal (menghambat germinasi spora
bakteri)
Olahan daging lainnya yang umum dikonsumsi masyarakat Indonesia
adalah sate, hal ini terlihat dari statistik konsumsi pangan tahun 2015 yang
dikeluarkan oleh kementrian pertanian menunjukkan bahwa konsumsi sate dari
tahun 2011-2014 adalah 0.93, 0.78, 0.86 dan 0.83 kg/kapita/tahun. Angka tersebut
lebih besar dari konsumsi soto yaitu 0.28, 0.29, 0.27 dan 0.29 kg/kapita/tahun
serta konsumsi ayam goreng/bakar yaitu 0.39, 0.37, 0.40 dan 0.43 kg/kapita/tahun
(Kementrian Pertanian 2015).
Setiap olahan bahan pangan sebelum diaplikasikan, terlebih dahulu
diujicobakan ke hewan percobaan. Hewan-hewan percobaan yang biasa
digunakan diantaranya seperti mencit, tikus karena karakteristik fisiologis hewanhewan tersebut tidak jauh berbeda dengan manusia. Salah satu prinsip dasar
penggunaan hewan percobaan adalah : untuk pengembangan cara-cara yang lebih
baik dalam usaha melindungi kesehatan dan kesejahteraan manusia, serta
memiliki kemiripan metabolism dengan manusia (Suckow et al. 2006; Gad 2007),

2
oleh karena itu penelitian ini menggunakan albino Norway rats (Rattus
norvegicus) jantan, lepas sapih dengan umur 5-6 minggu sebagai hewan
percobaan. Alasannya adalah hewan ini murah, cepat merespon perlakuan
(terutama ransum), memiliki sifat prolifik, sifat anatomis dan fisiologisnya
terkarakterisasi dengan baik (Malole & Promono 1989).
Penelitian ini dilakukan untuk menguji secara in vivo kemampuan bakteri
probiotik indigenus asal daging sapi yang ditambahkan dalam proses pembuatan
sosis fermentasi dalam mempertahankan kesehatan tikus percobaan. Pengamatan
yang dilakukan meliputi pertumbuhan selama pemeliharaan, total koloni bakteri
asam laktat (BAL) dan Escherichia coli masing-masing pada mukosa, hati dan
ginjal.
Perumusan Masalah
Pencernaan yang bermasalah merupakan salah satu penyakit yang banyak
beredar di masyarakat, banyak faktor yang menyebabkan hal tersebut diantaranya
adalah meningkatnya populasi E. coli dalam pencernaan hingga melebihi batas
normal, pencegahan bisa dilakukan dengan cara menambahkan BAL pada produk
olahan. Penelitian ini menggunakan kultur L. plantarum IIA-2C12 yang diisolasi
dari daging di pasar tradisional Bogor, karena bakteri tersebut telah teruji mampu
mencegah infeksi penyakit yang disebabkan oleh EPEC , akan tetapi peran bakteri
tersebut pada sosis fermentasi jika dibandingkan dengan olahan daging lain yang
biasa dikonsumsi masyarakat belum diteliti.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh pemberian sosis
fermentasi dengan menggunakan kultur bakteri probiotik L. Plantarum
IIA-2C12 terhadap saluran pencernaan tikus percobaan.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk :
1. Memberikan tambahan pengetahuan tentang peran kultur bakteri probiotik
dalam produk olahan daging.
2. Mendapatkan produk olahan daging yang memiliki efek probiotik.
3. Industri rumah tangga pengolahan daging sebagai pangan probiotik untuk
meningkatkan konsumsi pangan sehat bagi masyarakat.
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup kajian penelitian ini meliputi pengujian terhadap efektivitas
bakteri probiotik L. plantarum IIA-2C12 hasil isolasi dari daging sapi di pasar
traditional Bogor yang ditambahkan dalam proses pembuatan sosis fermentasi
terhadap status organ hati, ginjal dan usus halus tikus percobaan yang dilakukan
secara in vivo. Pengamatan yang dilakukan meliputi kandungan bakteri asam
laktat pada organ hati dan ginjal serta usus halus dan E. coli pada usus halus.

3
2

METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Terpadu, Laboratorium
Ruminansia Besar Fakultas Peternakan dan kandang Unit Percobaan Hewan
Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor pada bulan Maret hingga
Juli 2014.
Materi Penelitian
Hewan percobaan
Tikus percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah albino
Norway rats (Rattus norvegicus) jantan, lepas sapih dengan umur 5-6 minggu
yang didapat dari badan POM RI.
Bahan
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah kultur murni bakteri
probiotik L. plantarum IIA-2C12 yang diisolasi dari daging sapi di pasar
traditional Bogor oleh Arief (2011), media de Mann Rogosa Sharpe Broth
(MRSB), de Mann Rogosa Sharpe Agar (MRSA), Buffer Peptone Water (BPW),
bahan untuk membuat sosis fermentasi yang terdiri atas daging sapi bagian
topside yang berasal dari sapi Brahman Cross dengan lama postmortem 24 jam
yang diperoleh dari Rumah Potong Hewan (RPH) PT. Elders, Bogor, casing
kolagen dengan diameter 12.5 cm dan bumbu-bumbu, serta bahan yang digunakan
dalam penelitian in vivo yang terdiri atas tikus albino Norway rats (Rattus
norvegius) galur Sprague Dawlay umur 5-6 minggu berjenis kelamin jantan hasil
pengembangbiakan dari Badan POM RI, dengan bobot awal berkisar dari 120-130
g sebanyak 50 ekor, pakan standar dan sate.
Bahan yang digunakan untuk analisis adalah Buffer Pepton Water (BPW),
MRSA (Oxoid) untuk total bakteri asam laktat, EMBA (Merck) untuk E. coli.
Setiap terminasi, tikus dibius dengan menggunakan ketamine.
Alat
Kandang percobaan dengan ukuran 17.5 x 23.5 x 17.5 cm sedangkan
tempat ransum dan tempat minum yang didesain secara ad libitum. Alat yang
digunakan untuk membuat sosis fermentasi adalah hand stuffer, cutter, alat
pengasap, kompor, baskom, timbangan,panci, dan pisau. Alat untuk analisa
mikrobiologis adalah mikroskop, kapas, bunsen, alumunium foil, waterbath,
sentrifuge, autoclave, blender, hockey stick, labu erlenmeyer, termometer, rak
tabung reaksi, pipet, dan alat gelas lain.
Prosedur Penelitian
Penelitian ini terdiri atas dua tahap, yaitu penelitian pendahuluan berupa
pembiakan kultur starter dan pembuatan sosis fermentasi, serta penelitian utama
yaitu pemeliharaan tikus percobaan secara in vivo.

4
Pembiakan Kultur Starter (Arief 2008)
Kultur bakteri probiotik L. plantarum IIA-2C12 disegarkan pada media
MRSB. Sebanyak 2% kultur hasil penyegaran diinokulasikan pada susu skim
steril dan diinkubasi pada suhu 37ºC selama 48 jam yang disebut kultur induk.
Kultur induk kemudian diinokulasikan pada susu skim steril untuk dijadikan
kultur antara dan diinkubasi pada suhu 37ºC selama 48 jam. Kultur antara
kemudian diinokulasi dan diinkubasi kembali untuk mendapat kultur kerja.
Kultur kerja selanjutnya ditumbuhkan pada MRSA dan dihitung populasinya.
Kultur yang memenuhi syarat untuk siap dijadikan kultur starter untuk sosis
fermentasi adalah dengan populasi ≥ 108 cfu mL-1 (Arief 2008). Diagram alir
pembiakan kultur starter dapat dilihat pada Gambar 1.
Kultur
L. plantarum IIA-2C12

Penyegaran pada media MRSB

Kultur diinokulasikan pada susu skim steril dan
diinkubasi pada suhu 37 ºC selama 48 jam (kultur induk)

Kultur induk diinokulasikan pada susu skim steril dan
diinkubasi pada suhu 37 ºC selama 48 jam (kultur antara)

Kultur antara ditumbuhkan ke dalam susu skim steril dan
diinkubasi pada suhu 37 ºC selama 48 jam (kultur kerja)

Kultur ditumbuhkan pada media MRSA

Populasi dihitung

Populasi ≥108 cfu mL-1

Populasi ˂108 cfu mL-1

Kultur kerja
Gambar 1 Pembiakan kultur starter
Sumber: Arief (2008)

5
Pembuatan Sosis Fermentasi (Modifikasi Arief 2000)
Daging yang sudah digiling dibekukan selama 24 jam. Selanjutnya daging
dicampurkan dengan bumbu (garam, jahe halus, pala halus, lada putih, gula pasir ,
kulit jeruk nipis) dan kultur bakteri L. plantarum IIA-2C12 di dalam bowl cutter.
Temperatur akhir proses pencampuran ini sebaiknya tidak melebihi 2 ºC. Adonan
yang sudah jadi kemudian dimasukkan ke dalam stuffer dan dimasukkan ke dalam
selongsong. Adonan dalam selongsong dipadatkan dengan temperatur kurang dari
2 ºC. Sosis selanjutnya diperam (conditioning) selama 24 jam pada suhu ruang
(±27 ºC). Proses selanjutnya adalah dilakukan pengasapan dingin selama 3 hari
dengan suhu 28ºC-30ºC selama 4 jam/hari (Susilawati 2012). Proses pembuatan
sosis dapat dilihat pada Gambar 2.
Daging digiling

Daging dibekukan selama 24 jam

Dimasukkan dalam bowl cutter dengan tambahan bumbu dan
kultur starter L. plantarum IIA-2C12 (suhu kurang dari 2 ºC)

Adonan dimasukkan ke dalam selongsong dengan stuffer (suhu
tetap kurang dari 2 ºC)

Conditioning (selama 24 jam pada suhu ruang ±27 ºC)

Pengasapan dingin selama 3 hari dengan suhu 28 ºC-30 ºC selama
4 jam/hari

Sosis Fermentasi

Gambar 2 Pembuatan sosis fermentasi
Sumber: Arief (2000)
Pembuatan Sate
Sate dijadikan salah satu sumber protein ransum dalam penelitian ini karena
banyak dikonsumsi masyarakat. Daging yang digunakan untuk membuat sate
sama dengan daging yang digunakan untuk membuat sosis fermentasi. Daging
tersebut dipotong ukuran balok lalu dicuci hingga bersih kemudian dilumuri
dengan air perasan jeruk limo, lalu daging ditusuk dengan tusuk sate sehingga

6
satu tusuk berisi empat potong daging. Sate dioles dengan campuran kecap manis
dan margarin lalu dipanggang hingga terlihat setengah matang. Kemudian
dicelupkan ke dalam campuran bumbu kacang hingga terlihat merata lalu
dipanggang kembali hingga matang.

Daging Dicuci
Bersih
Daging dipotong sesuai ukuran, kemudian dilumuri dengan air perasan jeruk
limo

Tusukan daging dengan menggunakan tusuk sate sesuai jumlah
yang di inginkan

Campur kecap manis dan margarin menjadi satu kemudian
diaduk sampai rata
Panggang sate di atas bara api hingga terlihat setengah
matang

Celup ke dalam bumbu kacang kemudian panggang kembali
hingga daging matang

Sate daging sapi
Gambar 3 Pembuatan sate
Pembuatan Ransum Tikus Percobaan
Ransum disusun secara isoprotein dengan kandungan protein pakan
sebanyak 10% sesuai dengan standar yang dikeluarkan oleh NRC bahwa
kebutuhan protein tikus percobaan saat pertumbuhan adalah 10-15% (NRC 1995).
Komposisi data proksimat kasein untuk pembuatan ransum tikus percobaan
berdasarkan sertifikat analisis Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan
Bioteknologi (PPSHB) IPB (2014). Pada penelitian ini pemberian ransum pada
tikus terdiri dari kasein sebagai kontrol (P1), sosis fermentasi (P2) dan sate (P3).
Pemberian ketiga ransum ini untuk melihat bagaimana perbedaan pertumbuhan
dengan masing-masing jens ransum yang sudah dicampur dengan beberapa bahan
lainya. Adapun formulasi ransum dari ketiga bahan di atas dapat dilihat pada
Tabel 1.

7
Tabel 1 Formulasi ransum dengan sumber protein kasein, sosis fermentasi dan
sate
Ransum dengan Sumber protein CMC Premix Minyak Maizena
sumber protein
(%)
(%)
(%)
(%)
(%)
Kasein
21.31
0.20
4.68
7.68
66.11
Sosis Fermentasi
32.61
0.50
4.50
7.99
54.34
Sate
25.38
0.74
4.00
7.99
61.88
Penelitian Uji In Vivo pada Tikus Percobaan
Tikus percobaan yang digunakan dalam percobaan ini dibagi ke dalam tiga
kelompok perlakuan, selama pemeliharaan tikus-tikus percobaan di tempatkan di
dalam kandang Unit Pengelolaan Hewan Laboratorium. Sebelum perlakuan,
dilakukan adaptasi tikus terhadap lingkungan selama lima hari dengan pemberian
ransum standar terhadap semua tikus. Selain itu, terdapat kelompok baseline
sebanyak lima ekor tikus, yang dipelihara selama lima hari adaptasi (H0) yang
akan dibedah (T0) untuk dilakukan analisis terhadap status organ ginjal dan hati
serta usus halus. Sistematika penelitian ini ditunjukkan pada Gambar 4.

Pemberian sosis fermentasi
H (-5)

H (0)

H (10)

H (20)

Adaptasi
T0

T1

T2

Gambar 4 Sistematika penelitian utama

Keterangan:
T0
T1
T2

= Terminasi awal 5 ekor tikus
= Terminasi ke-10 (5 ekor tikus setiap kelompok, total 15 tikus)
= Terminasi ke-20 (5 ekot tikus setiap kelompok, total 15 tikus)

Kelompok Perlakuan pada Tikus Percobaan
Kelompok perlakuan pada tikus percobaan dijelaskan pada Tabel 2.
Jumlah populasi bakteri probiotik pada produk sosis fermentasi yang diberikan
kepada tikus adalah sebanyak 108 cfu g-1 karena kecukupan jumlah sel hidup yang
dapat memberikan manfaat kesehatan pada tubuh adalah 106 cfu g-1. Menurut
Tannock (1999) makanan penyedia probiotik yang dikonsumsi diharapkan
mengandung jumlah sel hidup yang besar (107-109 CFU/ml).

8
Tabel 2 Kelompok perlakuan pada tikus percobaan
Kelompok
1
2
3

Perlakuan
Tikus kontrol yaitu tikus yang hanya diberi ransum standar dengan kasein
sebagai sumber protein dan air mineral
Tikus perlakuan yaitu tikus yang diberi ransum standar dengan sosis
fermentasi probotik sebagai penganti kasein dan air mineral
Tikus perlakuan yaitu tikus yang diberi ransum standar dengan daging
bakar sebagai pengganti kasein dan air mineral

Pengelolaan Hewan Percobaan
Kandang yang digunakan dalam pemeliharaan tikus percobaan adalah
kandang individu yang berukuran 17.5 x 23.5 x 17.5 cm, dengan serutan gergaji
sebagai alas kandang. Penggantian serutan gergaji dan pembersihan kandang
dilakukan tiga hari sekali. Suhu optimum ruangan untuk tikus adalah 22-24º C
dengan kelembaban udara 50-60% (AOAC 2005).
Ransum yang diberikan sebanyak 20 g per ekor per hari pada setiap pukul
06.00-07.00. Air minum diberikan secara ad libitum. Sisa ransum dikumpulkan
setiap hari untuk ditimbang sehingga diketahui konsumsi ransum per ekor tikus
per hari. Setiap tiga hari dilakukan penimbangan bobot badan per tikus.
Peubah yang Diukur
Pengujian bakteri asam laktat (BAL) dan Escherichia coli pada hati dan
ginjal
Pengujian ini diperlukan untuk mengetahui apakah bakteri asam laktat
melakukan translokasi atau invasi ke hati dan ginjal tikus sebagai salah satu
landasan penilaian keamanan L. plantarum IIA-2C12 sehingga dapat
diaplikasikan secara komersial pada pangan fungsional. Prosedur analisis
pengujian BAL dan E. coli pada hati dan ginjal sebagai berikut : Tikus dibedah
kemudian diambil hati dan ginjalnya. Hati dan ginjal diambil secara aseptis untuk
mengevaluasi apakah terjadi invasi bakteri asam laktat yang dikonsumsi. Hati dan
ginjal diencerkan sampai pengenceran 10-3. Pada pengenceran tingkat ke 0,1,2,3
suspense pipet secara aseptic dan dipupukkan sebanyak 1 mL ke dalam cawan
petri steril (duplo). Kemudian dituangi MRS-agar, digoyang dan setelah beku
diinkubasi pada suhu 370C selama 48 jam. Koloni yang tumbuh dihitung sebagai
total BAL. Pengujian Escherichia coli menggunakan media tuang EMBA
kemudian diinkubasi pada suhu 370C selama 24 jam.
Jumlah BAL dan bakteri patogen E. coli yang menempel pada dinding usus
halus
Tikus dipingsankan dengan menggunakan ketamine, lalu dieuthanasia
dengan metode cervicalis dislocalis, kemudian diambil bagian usus halusnya.
Permukaan bagian dalam usus halus dikerik mukosanya pada ukuran luasan 1 x 1
cm, dengan menggunakan spatula steril dan dimasukkan ke dalam larutan
pengencer Buffer Pepton Water (BPW) untuk selanjutnya dilakukan pengenceran
yang sesuai dan pengujian total BAL dan total E. coli pada media yang sesuai.
Metode yang digunakan untuk menghitung populasi BAL dan E. coli adalah

9
metode BAM (Bacteriological Analytical Methods) (2002), dengan media
pertumbuhan MRSA (Oxoid) untuk total BAL dan EMBA (Merck) untuk E. coli.

Analisis kuantitatif BAL (BAM 2002)
Media untuk pertumbuhan BAL adalah de Mann Rogosa Sharp agar
(MRSA) yang ditambahkan CaCO3 sebanyak 0.31%. Sebanyak 1 mL sampel dari
pengenceran yang diinginkan dipipet secara aseptic dan diinokulasi ke dalam
cawan petri steril, selanjutnya dituangkan medium MRSA lalu dihomogenkan
dengan cara cawan diputar membentuk angka delapan. Bila agar telah beku,
diinkubasi pada suhu 37O C selama 48 jam dan dihitung populasinya.
Jumlah bakteri (cfu/gram) :

Analisis kuantitatif E. coli (BAM 2002)
Media untuk pertumbuhan E. coli adalah eosyn methylen blue agar
(EMBA). Sebanyak 1 mL sampel dari pengenceran yang diinginkan dipipet secara
aseptic lalu diinokulasi ke dalam cawan, selanjutnya dituangkan media EMBA.
Inkubasi dilakukan selama 48 jam pada suhu 37O C, koloni E. coli yang tumbuh
akan berwarna hijau metalik keunguan.
Analisis Data
Rancangan yang dipakai adalah rancangan acak lengkap (RAL). Perlakuan
yang diberikan adalah sesuai dengan perlakuan kelompok tikus percobaan (3
kelompok). Model matematika yang digunakan adalah :
Yijk = µ + ɑi + ɛij
Keterangan :
Yijk
µ
ɑi
ɛij

: Respon Pengaruh Perlakuan
: Nilai Tengah Perlakuan
: Pengaruh Perlakuan
: Galat Percobaan

Data kualitas mikrobiologi ditransformasikan dalam logaritmik 10,
selanjutnya dianalisis menggunakan ANOVA, jika ada perbedaan nyata maka
akan dilakukan uji BNT (beda nyata terkecil) untuk membandingkan nilai tengah
antar perlakuan (Steel & Torrie 1995).

10
3

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kultur Starter Bakteri Probiotik

Sosis fermentasi merupakan produk fermentasi olahan daging dengan
penggunaan kultur BAL dengan asam laktat sebagai produk utama aktivitas
fermentasinya. Kultur BAL yang digunakan dalam penelitian adalah L. plantarum
IIA-2C12. Pada proses pembuatan kultur bakteri L. Plantarum IIA-2C12 ini
melalui proses pembuatan sosis fermentasi yang disegarkan dan dikembangkan
pada media spesifik yaitu MRSB. Setelah bateri mampu tumbuh dengan baik pada
media tersebut, kemudian bateri dikembangkan dalam media susu sim steril untuk
mendapatkan kultur induk, antara dan kerja, setelah itu bakteri dalam kultur
dihitung populasinya dengan media MRSA.
Populasi kultur starter yang digunakan untuk pembuatan sosis fermentasi
adalah 9.27 log cfu mL-1. Jumlah tersebut digunakan agar bakteri dalam produk
memenuhi minimal bakteri pada probiotik produk pangan yang menurut Shah
(2007) bakteri tersebut harus berjumlah 106 cfu g-1. Kondisi tersebut dikatakan
layak untuk probiotik pangan. Kultur bakteri L. plantarum IIA-2C12 merupakan
hasil isolasi dari daging sapi segar yang ada di pasar tradisonal Bogor oleh Arief
et al. (2008). Kultur starter yang diisolasi dari daging memiliki kemampuan
adaptasi yang lebih baik pada kondisi ekologi produk fermentasi asal daging,
selain itu adanya potensi kultur starter sebagai probiotik dan antimikroba
diharapkan mampu meningkatkan manfaat kesehatan dan meningkatkan higienitas
produk (Papamanoli et al. 2002). Penambahan bakteri probiotik dalam proses
pembuatan sosis juga diharapkan mampu meningkatkan masa simpan produk
dibanding dengan produk sosis tanpa ditambah kultur probiotik. Pengujian yang
telah dilakukan menunjukkan bahwa bakteri L. plantarum IIA-2C12 memiliki
ketahanan terhadap pH lambung dan kondisi garam empedu (0.5%). Selain itu, L.
plantarum IIA-2C12 juga memiliki kemampuan untuk menghambat pertumbuhan
bakteri patogen, baik gram negatif maupun gram positif seperti Eschirichia coli
ATCC 25922, Staphylococcus aureus ATCC 25923, Salmonella thypimurium
ATCC 14028 dan E. coli enteropatogen (EPEC), serta mampu melakukan
koagregasi dengan bakteri-bakteri tersebut (Arief 2011). Penelitian yang
dilakukan oleh Arief et al. (2012), menunjukkan bahwa bakteri L. plantarum IIA2C12 mampu menghasilkan bakteriosin yang mampu menghambat pertumbuhan
baketri patogen seperti E. coli, S. aureus dan Salmonella Thypimurium.
Kemampuan bakteri untuk bertahan dalam saluran pencernaan, menghambat
bakteri patogen dan melakukan koagregasi merupakan kriteria penting bakteri
probiotik agar mampu memberikan manfaat kesehatan bagi inang (Ouwehand et
al. 1999).

11
Kualitas Mikrobiologi Sosis Fermentasi dan Sate
Populasi BAL mengalami penurunan dari 9.27 log cfu mL-1 selama
pengolahan menjadi 8.67 log cfu g-1 setelah menjadi sosis fermentasi, akan tetapi
jumlah BAL pada produk tersebut masih dapat dikategorikan sebagai pangan
probiotik. Salah satu kriteria bakteri probiotik adalah mampu bertahan selama
pengolahan dan penyimpanan (FAO/WHO, 2002; Sunny-Roberts & Knoor 2008).
Overby (1988) menyatakan bahwa syarat minimal stater bakteri yang
ditumbuhkan dalam daging fermentasi adalah 5,0 x 108 CFU/g sampai 1,0 x 109
CFU/g, Nousiainen et al. (2004) menyarankan dosis probiotik berkisar 106-107
CFU/g. Populasi bakteri asam laktat dan patogen (E.coli) dapat dilihat pada Tabel
3.
Tabel 3 Populasi bakteri asam laktat pada sosis fermentasi dengan kultur L.
plantarum IIA-2C12 dan sate
Ransum dengan
protein
Sosis fermentasi
Sate

sumber

Populasi (log cfu/g)
bakteri asam laktat
Escherichia coli
8.67
td
2.32
td

Keterangan: td= tidak terdeteksi

Tabel 3 juga menunjukkan tidak adanya populasi E. coli dalam sate,
walaupun dalam proses pembuatannya tidak dalam kondisi steril seperti
pembuatan sosis fermentasi, hal itu karena pengaruh pengasapan dan pembakaran
selama proses pembuatan.
Komposisi Nutrisi Sosis Fermentasi dan Sate
Kadar air yang dihasilkan tersebut lebih tinggi dibanding kadar air sosis
fermentasi dengan kultur bakteri L. plantarum IIA-2C12 yang dibuat oleh
Mumpuni (2012) yaitu 54.65%. Perbedaan kadar air ini disebabkan oleh
perbedaan kondisi bahan baku yang digunakan. Kadar air pada produk sosis
disumbang oleh daging yang digunakan tapi kadar air tersebut masih sesuai
dengan BSN (1995) yaitu kurang 67%.
Tabel 4 Kandungan nutrisi sosis fermentasi probiotik L. plantarum IIA-2C12
Komponen nutrisi
Nilai
Mumpuni (2012)
Kadar air
56.99
54.65±2.03
Kadar protein (%bb)
27.16
18.56±0.94
Kadar lemak (%bb)
11.69
9.93±0.37
Kadar serat kasar (%bb)
0.74
Kadar abu (%bb)
1.11
3.52±0.15
Kadar karbohidrat (%bb)
2.31
13.35±2.91
Keterangan: Uji pada sosis fermentasi dilakukan duplo

12
Sate merupakan salah satu makanan favorit bagi sebagian besar
masyarakat Indonesia, dimana sebagian besar bahan baku sate berasal dari daging,
terutama daging sapi. Pada penelitian ini melihat bagaimana kandungan nutrisi
dari sate tersebut untuk diberikan pada tikus percobaan. Tabel 5 memperlihatkan
kadar protein sate yang lebih tinggi daripada sosis fermentasi, yaitu 34.35%. Hal
ini menunjukkan bahwa sate merupakan sumber protein.
Tabel 5 Kandungan nutrisi sate
Komponen nutrisi
Kadar air
Kadar protein(%bb)
Kadar lemak (%bb)
Kadar serat kasar(%bb)
Kadar abu (%bb)
Kadar karbohidrat (%bb)

Nilai
52.84
34.35
5.77
0.39
1.97
4.68

Keterangan: Uji pada sate dilakukan duplo

Bobot Badan dan Organ Tikus Percobaan
Status awal bobot badan, hati, ginjal dan mukosa tikus percobaan adalah
sebagai berikut 126.25±6.14 g, 6.72±0.54 g, 0.68±0.05 g dan 0.38±0.11 g. Tikus
yang mengonsumsi sate memiliki bobot tertinggi yaitu 235.56±18.34 g. Hal ini
dikarenakan tikus tersebut memiliki konsumsi harian dan PBB harian yang
tertinggi.
Tabel 6 Bobot badan dan beberapa organ tikus (g)
Terminasi
Peubah
Terminasi
Bobot Badan
pada hari ke- Bobot Hati
10
Bobot Ginjal
Bobot Mukosa
Terminasi
Bobot Badan
pada hari ke- Bobot Hati
20
Bobot Ginjal
Bobot Mukosa

Kasein
173.75±6.95
7.96±0.67
0.79±0.07
0.64±0.04
224.25±16.34
8.05±0.58
0.79±0.06b
0.46±0.09

Sosis fermentasi
174.75±2.63
7.96±0.59
0.80±0.03
0.61±0.08
233.00±12.78
9.17±0.68
0.91±0.05a
0.55±0.03

Sate
178.03±6.99
7.14±0.47
0.76±0.03
0.52±0.11
235.56±18.34
8.40±0.66
0.79±0.05b
0.50±0.03

Keterangan: Nilai pada baris yang sama yang diikuti huruf berbeda menunjukkan perbedaan nyata
(P