Optimasi Dosis Pemupukan Kalium pada Budi Daya Tomat (Lycopersicon esculentum) di Inceptisol Dramaga

OPTIMASI DOSIS PEMUPUKAN KALIUM PADA BUDI
DAYA TOMAT (Lycopersicon esculentum) DI INCEPTISOL
DRAMAGA

HELENA AYU PERMATA HATI

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Optimasi Dosis
Pemupukan Kalium pada Budi Daya Tomat (Lycopersicon esculentum) di
Inceptisol Dramaga adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2015

Helena Ayu Permata Hati
NIM A24100051

ABSTRAK
HELENA AYU PERMATA HATI. Optimasi Dosis Pemupukan Kalium pada
Budi Daya Tomat (Lycopersicon esculentum) di Inceptisol Dramaga. Dibimbing
oleh ANAS DINURROHMAN SUSILA
Penelitian ini bertujuan memperoleh dosis optimum pupuk kalium pada budi
daya tomat spesifik lokasi yaitu di Inceptisol Dramaga dengan status hara K tanah
tinggi (231 ppm). Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan IPB
Dramaga mulai Juli hingga Oktober 2014. Rancangan lingkungan yang digunakan
adalah Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) dengan empat kali
pengulangan dan satu faktor yaitu dosis pemupukan K2O yang terdiri dari lima
taraf yaitu 0X (0), ¼X (152.2 kg ha-1), ½X (304.3 kg ha-1), ¾X (456.3 kg ha-1),
dan X (608.6 kg ha-1). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada status hara K

tinggi pupuk K tidak memberikan pengaruh nyata terhadap seluruh parameter
pengamatan, sehingga pemupukan K tidak perlu dilakukan.
Kata kunci: inceptisol, kalium, optimasi, status hara

ABSTRACT
HELENA AYU PERMATA HATI. Potassium Fertilizer Rate Optimation In
Inceptisol Dramaga for Tomato (Lycopersicon esculentum) Cultivation.
Supervised by ANAS DINURROHMAN SUSILA
This research objective was to find the optimum rate of potassium fertilizer
for specific location of tomato cultivation in inceptisol Dramaga with high soil
potassium content (231 ppm). The experiment was conducted at Cikabayan
Teaching Farm IPB from July to October 2014. The experiment was arranged in
Randomized Completely Block Design with four replications and single treatment
factor which was potassium rate in five levels ie 0X (0), ¼X (152.2 kg ha-1), ½X
(304.3 kg ha-1), ¾X (456.3 kg ha-1), and X (608.6 kg ha-1). The results showed
that on high soil potassium content potassium fertilizer were not affect all of the
measured variables, therefore K fertilization is unnecessary.
Keywords: inceptisol, nutrient rate, optimation, potassium.

OPTIMASI DOSIS PEMUPUKAN KALIUM PADA BUDI

DAYA TOMAT (Lycopersicon esculentum) DI INCEPTISOL
DRAMAGA

HELENA AYU PERMATA HATI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala
penyertaan dan berkat-Nya sehingga karya tulis ini dapat diselesaikan. Judul dari

penelitian ini adalah Optimasi Dosis Pemupukan Kalium pada Budi Daya Tomat
(Lycopersicon esculentum) di Inceptisol Dramaga.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof
Dr Ir Anas D. Susila, MSi sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah
memberikan bimbingan dan pengarahan selama penyusunan karya tulis ini, Ibu
Prof Dr Ir Sandra Arifin Aziz, MS dan Ibu Juang Gema Kartika, SP, MSi sebagai
dosen penguji, serta Ibu Prof Dr Ir Satriyas Ilyas, MS sebagai dosen pembimbing
akademik. Tak lupa penulis juga berterima kasih kepada kedua orang tua, kakak
Nathasia, adik Liliani dan Michelle, Keluarga Dr. Winandra, teman-teman AGH
47, PMK, serta GBP Duta Kristus yang selalu memberikan dukungan, bantuan,
serta doa bagi penulis.
Semoga karya tulis ini bermanfaat.

Bogor, Maret 2015
Helena Ayu Permata Hati

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi


DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang
Tujuan
Hipotesis

1
2
2


TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Tomat dan Budi Dayanya
Pupuk K
Optimasi Pemupukan K Berdasarkan Kandungan Hara Tanah
METODE
Tempat dan Waktu pelaksanaan
Bahan
Alat
Rancangan Percobaan
Prosedur Percobaan
Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum
Pengamatan Vegetatif
Tinggi Tanaman
Jumlah Daun
Pengamatan Panen
Bobot Buah, Diameter Buah, dan Tinggi Buah
PTT Buah

Bobot Layak Pasar dan Tidak Layak Pasar
Bobot Buah Total
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA

3
3
3
4
6
6
6
6
6
7
9
10
10

11
11
12
12
13
14
15
15
17
17
17
18

DAFTAR TABEL
1 Dosis pupuk pada setiap perlakuan
2 Hasil analisis awal kimia dan fisika tanah Inceptisol di kebun
percobaan Cikabayan Dramaga
3 Klasifikasi kategori ketersediaan hara K dengan ekstraktan Truog
4 Respon rata-rata tinggi tanaman selama 8 MST terhadap penambahan
K2O dalam 5 taraf dosis

5 Respon rata-rata jumlah daun selama 8 MST terhadap penambahan K2O
sebanyak 5 taraf dosis
6 Pengaruh 5 taraf penambahan K2O terhadap bobot per buah, bobor buah
per tanaman, diameter buah, serta tinggi buah
7 Pengaruh penambahan K2O dalam 5 taraf terhadap kandungan Padatan
Total Terlarut (PTT) buah
8 Respon rata-rata jumlah buah layak pasar dan tidak layak pasar per petak
dan per ha pada penambahan K2O
9 Respon buah total per petak dan per hektar terhadap dosis K2O

7
10
11
11
12
13
14
15
16


DAFTAR GAMBAR
1 Persemaian 1 MST
2 Persemaian 3 MST
3 Transplanting
4 Kondisi pertanaman memasuki minggu panen
5 Pengukuran bobot, diameter, dan tinggi buah
6 Pengukuran PTT buah

7
7
8
13
14
15

DAFTAR LAMPIRAN
1 Denah petakan percobaan
2 Penghitungan dosis pupuk KCl
3 Contoh penghitungan bobot panen


20
21
22

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tomat merupakan salah satu tanaman sayuran yang banyak dikonsumsi di
Indonesia. Konsumsi tomat rumah tangga dari tahun 2007-2011 secara berturutturut adalah 2.091, 2.232, 1.971, 1.935, 2.091 kg kapita-1 tahun-1. Sehingga ratarata peningkatan konsumsi tomat sayur rumah tangga dari tahun 2007 hingga
2011 adalah sebesar 0.32% (Pusdatin 2012). Namun peningkatan ini tidak
diimbangi dengan produksi dan produktivitas tomat yang konstan. Produksi tomat
di Indonesia dari tahun 2009-2013 secara berurutan adalah 853.061, 891.616,
954.046, 893.463, dan 992.780 ton. Produktivitas tomat dari tahun 2009-2013
adalah 15.27, 14.58, 16.65, 15.75, dan 16.61 ton ha-1 (Kementan 2013). Angka
tersebut menunjukkan bahwa produksi dan produktivitas tomat belum stabil
karena teknik pemupukan petani yang belum maksimal.
Pemupukan diberikan untuk mencukupi kebutuhan hara tanaman yang
tidak dapat disediakan oleh tanah. Pupuk tidak dapat diberikan dengan dosis
rekomendasi umum akan tetapi berbeda untuk setiap jenis tanah, karena pada
dasarnya setiap tanah memiliki kandungan hara tertentu yang berbeda. Hal ini
terkait kandungan alami tanah dan sejarah penggunaan lahan tersebut. Pemupukan
yang diberikan dengan dosis yang optimum sesuai dengan kondisi hara tanah akan
menghasilkan produksi tanaman tomat yang maksimum, selain itu juga dapat
menghemat penggunaan pupuk, serta mempertahankan kualitas lingkungan.
Pemupukan yang berlebih justru menyebabkan polusi lingkungan, tingginya biaya
produksi, serta tidak memberikan pengaruh hasil yang nyata pada tanaman.
Kalium merupakan unsur hara esensial makro yang sangat berpengaruh
pada pertumbuhan dan produksi tanaman. Kalium berperan dalam proses
fotosintesis, efisiensi penggunaan air, mempertahankan turgor, aktivator berbagai
enzim, sebagai penyusun protein dan karbohidrat pada tanaman. Selama
pertumbuhan tanaman tomat, kalium berperan dalam pengerasan batang,
penguatan akar, peningkatan kualitas buah, serta peningkatan ketahanan terhadap
beberapa jenis hama, penyakit, dan kekeringan.
Pada penelitian Amisnaipa et al. (2009) telah terbukti bahwa secara
signifikan berbagai status K tanah berdasarkan ketersediaan K tanah memengaruhi
tinggi dan bobot buah panen tomat, bahkan menjadi faktor pembatas pada
tanaman tomat. Berdasarkan status hara tanah tersebut, penambahan K sangat
tinggi menghasilkan bobot buah panen terbesar yaitu 27.90 ton ha-1, sedangkan
pada penambahan hara sangat rendah hanya menghasilkan bobot buah panen
sebesar 17.25 ton ha-1. Pada penelitian tersebut, rekomendasi dosis optimum
pupuk K pada kadar hara “sangat rendah” adalah 281.3 kg ha-1 K2O atau setara
dengan 468.8 kg ha-1 KCl. Sedangkan untuk tanah dengan kandungan hara
“rendah”, dosis optimum pupuk K adalah 178.6 K2O kg ha-1 atau setara dengan
297.7 kg ha-1 KCl. Tanah dengan status hara K tinggi dan sangat tinggi tidak
memerlukan penambahan pupuk K karena respon tanaman tidak nyata.
Tanah Inceptisol merupakan salah satu jenis tanah yang banyak digunakan
untuk menanam tomat dataran rendah. Berdasarkan penelitian Hilman et al.

2
(2008), tanah Inceptisol mempunyai N-total, kadar basa yang dapat dipertukarkan,
Ca, Mg, K, dan Na yang sedang, sedangkan ketersediaan P rendah. Rerata status
hara K lahan untuk tanaman sayuran pada tanah jenis ini adalah berkisar 7-41 mg
K2O 100 g-1 tanah. Menurut penelitian yang diadakan di beberapa lokasi di Bogor
ini, sebesar 39 988.52 ha lahan untuk bertanam sayuran, 6 337.79 ha (15.85%)
berstatus K sangat rendah, 12 768.03 ha (31.93%) berstatus K rendah, 17 243.78
ha (43.12%) berstatus K sedang, dan 3 638.39 ha (9.10%) berstatus K tinggi.
Perbedaan status hara tersebut tentunya harus memiliki rekomendasi pemupukan
yang berbeda untuk menghasilkan produksi yang maksimal. Rekomendasi
pemupukan dibuat dengan menurunkan nilai erapan tanah menjadi beberapa dosis
lebih rendah. Nilai erapan K tanah menurut penelitian Izhar et al. (2013) adalah
sebesar 608,6 kg ha-1.
Di Indonesia, penelitian optimasi pemupukan untuk komoditas hortikultura
berdasarkan analisis tanah belum banyak dilakukan. Oleh karena itu penelitian
lebih lanjut mengenai pembuatan rekomendasi pemupukan berdasarkan uji tanah
seperti ini perlu dilakukan. Penelitian yang dilakukan harus terencana,
berkesinambungan, dan spesifik lokasi. Semakin sering penelitian ini dilakukan
akan memperbaiki keakuratan rekomendasi dosis tersebut (Izhar et al. 2012).

Tujuan Penelitian
Tujuan dilaksanakannya penelitian ini adalah mendapatkan dosis
rekomendasi pupuk K untuk penanaman tomat pada kadar hara tinggi di tanah
Inceptisol Dramaga.

Hipotesis
Hipotesis dari penelitian ini adalah budi daya tomat pada tanah dengan
kandungan hara yang tinggi tidak menunjukkan respon pertumbuhan maupun
hasil yang berbeda terhadap penambahan hara K pada berbagai dosis.

3

TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Tomat dan Budi Dayanya
Tanaman tomat (Lycopersicon esculentum) termasuk dalam genus Solanum,
dan famili Solanaceae. Famili Solanaceae berasal dari bagian barat Amerika
Selatan. Pada awalnya tanaman tomat dianggap beracun di Eropa. Namun pada
abad ke-17 tanaman tomat kembali diintroduksi dari Eropa ke Cina, Asia Selatan
dan Asia Tenggara dan dikonsumsi sebagai bahan pangan. Kemudian meluas ke
Amerika dan Jepang pada abad ke-18.
Tanaman tomat memiliki akar tunggang, akar cabang, serta akar serabut
yang menyebar padat ke segala arah. Kedalaman rata-rata akar utamanya 0.5 m .
Akar ini berfungsi sebagai penopang tegakan dan menyerap air dan hara dari
tanah. Batang tomat berbentuk bulat padat dan membengkak pada buku-buku,
serta bercabang banyak. Daun tanaman tomat terdiri dari beberapa anak daun yang
berbentuk meruncing dengan pinggiran daun tidak rata, berwarna hijau dan
permukaannya berbulu. Tepi daunnya tidak merata, bergerigi dengan sela-sela
yang tidak seragam (Opena dan van der Vossen 1994).
Tipe bunga tomat adalah berumah satu, sehingga tomat dapat menyerbuk
sendiri. Buah tanaman tomat berbentuk bulat atau oval, dengan warna yang
berubah sesuai tingkat kematangan, dari hijau hingga merah tua. Pada umumnya
kulit tomat berwarna merah cerah, mengkilat dan lunak. Diameter buah tomat
antara 2-15 cm tergantung pada varietas (Harland dan Larrinua-Craxton 2009).
Tomat sangat bermanfaat bagi kesehatan karena buahnya merupakan
sumber vitamin dan mineral, juga karbohidrat, protein, lemak, dan kalori. Selain
bermanfaat sebagai sayur, bumbu masak, atau buah segar, tomat juga dapat diolah
sebagai bahan baku industri makanan seperti sari buah dan saus.
Tomat dapat dibudidayakan pada dataran rendah hingga tinggi, tergantung
varietas. Suhu yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tomat adalah subtropik dan
tomat membutuhkan suhu malam yang dingin untuk pembungaan (Purwati et al.
2001). Tomat varietas Tymoti F1 merupakan jenis tomat determinate hibrida
untuk dataran rendah-menengah pada iklim tropis. Keunggulan dari varietas ini
adalah memiliki ketahanan terhadap iklim panas, penyakit Bw, GV, serta BER.
Selain itu varietas ini memiliki umur panen yang cukup singkat yaitu 55-60 HST
dan potensi hasil 50-60 ton ha-1, bobot per buah 40-50 g, serta bobot per tanaman
3-3.5 kg.

Pupuk K
Pemupukan bertujuan untuk meningkatkan pertumbuahan dan produksi
tanaman. Tanaman membutuhkan 16 unsur hara yang terdiri dari unsur hara
makro dan unsur hara mikro. Unsur hara makro dibutuhkan dalam jumlah banyak
(>0.1% dari bobot kering) yaitu karbon (C), hidrogen (H), dan oksigen (O) yang
diambil dari tanah, air dan udara dalam bentuk CO2, H2O, dan O2. Selain itu juga

4
nitrogen (N) yang diambil dalam bentuk NO3- atau NH4+, fosfor (P) dan Sulfur (S)
yang diserap dalam bentuk PO43- dan SO42-, kalium (K) dalam bentuk kation bebas
K+, kalsium (Ca) dalam bentuk kation bebas Ca2+, magnesium (Mg) yang juga
dalam bentuk kation bebas Mg2+ (Maathuis 2009). Unsur hara mikro dibutuhkan
relatif lebih sedikit dibandingkan unsur hara makro namun berfungsi sebagai
penstabil protein, aktivasi enzim, kofaktor enzim, dan terlibat dalam segala fungsi
selular dan metabolisme, terdiri dari mangan (Mn), seng (Zn), tembaga (Cu),
boron (B), dan molibdenum (Mo), klor (Cl), besi (Fe) (Hansch 2009).
Pada umumnya tanaman berproduktivitas tinggi memiliki kandungan kalium
melebihi nitrogen. Secara khusus fungsi pupuk kalium bagi tanaman adalah
membantu pembentukan protein dan karbohidrat, meningkatkan resistensi
tanaman terhadap beberapa jenis hama dan penyakit, serta memperbaiki kualitas
hasil tanaman. Selain itu kalium juga berperan dalam metabolisme air dalam
tanaman, absorpsi hara, transpirasi, kerja enzim dan translokasi karbohidrat,
penguatan batang, pembesaran ukuran dan warna buah, serta berpengaruh pada
kuantitas dan kualitas hasil tanaman. Kalium memengaruhi pewarnaan buah,
yakni meningkatkan karotenoid, likopen, dan menurunkan klorofil. Defisiensi
kalium menyebabkan pertumbuhan kuncup terhenti dan mati, pertumbuan
tanaman lemah, daun tua menunjukkan nekrosis, buah muda rontok, ukuran buah
kecil, warna buah kehijauan, rasa buah kurang mengandung asam (Uexkull 1979).
Kadar kalium tertinggi pada tanaman terdapat pada bagian daun. Kalium
berperan pada proses pembukaan dan penutupan stomata, yaitu pada proses
pengambilan air. Gejala awal defisiensi kalium terlihat pada bagian daun. Bagian
tepi daun akan menguning dan mengering, sedangkan bagian tulang daunnya
masih hijau. Gejala ini akan muncul pada daun tua terlebih dahulu. Dalam tanah
kalium terdapat dalam bentuk mineral, bentuk ini sukar diserap oleh tanaman.
Kalium dapat diserap tanaman dengan bentuk kalium karbonat (Subhan et al.
2009).
Optimasi Pemupukan K Berdasarkan Kandungan Hara Tanah

Pemupukan yang efisien adalah pemupukan yang dilakukan dengan filosofi
Nutrient Sufficiency Level, yaitu penambahan hara pada tanah sejumlah kebutuhan
tanaman yang tidak mampu disediakan oleh tanah (Amisnaipa et al. 2009).
Metode pemupukan Nutrient Sufficiency Level dapat dilakukan dengan cara
pembuatan dosis pupuk optimum spesifik status hara tanah. Pemupukan dengan
cara ini memiliki nilai ekonomis yang tinggi dibandingkan dengan metode lain,
karena pemupukan diberikan dengan dosis yang sesuai dengan status hara dan
kebutuhan tanaman. Metode ini tidak menggunakan analisis jaringan tanaman.
Dalam metode ini, status hara dibagi menjadi empat kategori, yaitu sangat rendah,
rendah, sedang, tinggi, dan sangat tinggi (Izhar et al., 2012).
Tahap pertama analisis hara tanah dilakukan dengan menggunakan metode
ekstraksi hara terbaik. Metode tersebut harus menunjukkan hasil yang sesuai
dengan kandungan hara sebagai representasi tingkat kesuburan tanah. Tahapan
penelitian untuk mendapatkan metode ekstraksi terbaik tersebut adalah melalui uji
korelasi. Tahap ke dua adalah uji kalibrasi. Melalui uji ini dapat diketahui

5
hubungan hasil relatif tanaman dengan jumlah unsur hara yang tersedia di dalam
tanah (Izhar dan Susila 2010). Metode ekstraksi harus didapat dari uji tanah yang
reliable (murah, sederhana, cepat, dan reproducible). Hasil penelitian dari Izhar et
al. (2013) yang dilakukan pada tanaman tomat di University Farm IPB,
Cikabayan, Dramaga, Bogor, menyatakan bahwa metode ekstraksi hara K tanah
yang terbaik untuk tanaman tomat di Inceptisol adalah Truog dengan nilai
koefisien korelasi (r) sebesar 0.7. Truog merupakan pengekstrak yang
menggunakan asam ganda, yaitu H2SO4 dan (NH4)SO4, sehingga memiliki
kemampuan lebih baik dalam mengetahui kandungan hara K tanah dibandingkan
dengan pengekstrak asam tunggal. Senyawa (NH4)SO4 dapat mengikat ion K+
yang dapat dipertukarkan dengan mengantikan dengan ion NH4+. Senyawa H2SO4
dapat menukar ikatan K+ dengan H+.
Penetapan dosis perlakuan KCl adalah berdasarkan hasil uji erapan K, yaitu
608.6 kg ha-1. Uji ini berdasarkan perhitungan analisis metode Fox dan Kamprath
dengan menggunakan larutan CaCl2 0.01 M menggunakan kurva Langmuir. Nilai
erapan (X) ini diturunkan menjadi ¾X, ½X, ¼X, dan 0X untuk dianalisis
hubungannya dengan pertumbuhan dan hasil tanaman tomat.
Klasifikasi tanah berdasarkan hasil uji kalibrasi menjadi acuan penentuan
rekomendasi dosis pemupukan. Uji kalibrasi ini didasarkan pada respon hasil
relatif tomat terhadap dosis pupuk menggunakan analisis regresi.

6

METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Kegiatan penelitian dilaksanakan mulai Juli hingga Oktober 2014 di Kebun
Percobaan Institut Pertanian Bogor Cikabayan, Dramaga, Bogor. Analisis tanah
dilakukan di Laboratorium Penelitian Kimia dan Uji Tanah, Balai Penelitian
Tanah, Balai Besar Sumber Daya Lahan Pertanian, Cimanggu, Bogor.

Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu benih tomat varietas
Tymoti F1. Pupuk organik dan anorganik diberikan mengacu pada penelitian Izhar
dan Susila (2010). pupuk KCl (60% K2O) dalam beberapa dosis, pupuk Urea
(45% N) 200 kg ha-1 , pupuk SP-36 (36% P2O5) 150 kg ha-1, pupuk kandang 20
ton ha-1, kapur dolomit 3 ton ha-1, pupuk daun (6% Ntot, 20% P2O5, 30% K2O, 1%
MgSO4) Insektisida dengan bahan aktif endosulfan 350 g l-1. Media yang
digunakan untuk penyemaian adalah pupuk kompos.

Alat
Peralatan yang digunakan dalam kegiatan penelitian ini adalah tray,
peralatan pertanian, timbangan analitik, jangka sorong, cutter serta hand
refractometer.

Rancangan Percobaan
Percobaan ini menggunakan rancangan lingkungan Rancangan Kelompok
Lengkap Teracak (RKLT) dengan satu faktor yaitu dosis pupuk K yang diberikan
dalam 5 taraf perlakuan yaitu (0X, ¼X, ½X, ¾X, X). Nilai X tersebut adalah nilai
erapan K2O tanah yaitu sebesar 608.6 kg ha-1 (Izhar et al. 2013). Nilai erapan
merupakan jumlah maksimum unsur hara dapat diserap oleh tanah. Percobaan
dilakukan dalam 4 ulangan sehingga diperoleh 20 satuan percobaan pada petakan
dengan ukuran masing-masing 1.5 m x 5 m (Lampiran 1). Setiap petakan terdiri
dari 20 tanaman, sehingga total populasinya adalah 400 tanaman. Jumlah tanaman
contoh yang diamati pada setiap petakan percobaan adalah 10 tanaman yang
ditentukan secara acak, sehingga total jumlah tanaman contoh yang digunakan
dalam percobaan ini adalah sebanyak 200 tanaman. Dosis pupuk Urea, SP-36,
serta KCl yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 1. Dosis

7
pupuk Urea dan SP-36 mengacu pada penelitian Amisnaipa et al. (2009),
sedangkan dosis pupuk KCl merupakan nilai erapan yang kemudian diturunkan
sebanyak empat taraf, sehingga didapatkan lima taraf pupuk KCl untuk masingmasing perlakuan (Lampiran 2).
.
Tabe1 1 Dosis pupuk pada masing-masing perlakuana
Pupuk (kg ha-1)
Perlakuan
Urea
SP-36
KCl
(45% N)
(36% P2O5)
(60% K2O)
I (0)
200
150
0
II (1/4X)
200
150
253.58
III (1/2X)
200
150
507.17
IV (3/4X)
200
150
760.75
V (X)
200
150
1 014.33
a

Dosis Urea dan SP-36 mengacu pada penelitian Amisnaipa et al. (2009)

Prosedur Percobaan
Percobaan dimulai dengan pengambilan sampel tanah untuk uji lengkap
analisis kimia dan fisika tanah, yaitu tekstur tanah, pH tanah, bahan organik, Ptersedia, K-tersedia, dan kemasaman dapat tukar. Pengukuran K tanah
menggunakan pengekstrak Truog sesuai hasil penelitian Izhar et al. (2013),
sedangkan pengujian lainnya menggunakan metode umum yang dilakukan di
laboratorium. Sampel tanah diambil dari 10 titik di lahan percobaan secara acak.
Selanjutnya hasil pengukuran tingkat kesuburan tanah pada lahan percobaan ini
akan menentukan kelas kategori kesuburan tanah. Kelas kategori kesuburan tanah,
khususnya kandungan hara K tanah yang mengacu pada hasil penelitian Izhar et
al. (2013), digunakan untuk menentukan dosis optimum K untuk kelas kategori
tanah tersebut.
Selanjutnya dilakukan pengolahan tanah, pembuatan petakan berukuran 1.5
x 5 m, aplikasi pupuk kandang dan kapur dolomit untuk meningkatkan kesuburan
dan pH tanah. Tanah diinkubasi selama 2 minggu. Benih tomat disemai selama 28
hari di bawah sinar matahari yang tidak intensif, kemudian pindah tanam ke lahan.

Gambar 1 Persemaian 1 MST

Gambar 2 Persemaian 3 MST

8
Bibit tanaman tomat ditanam dalam petakan dengan jarak tanam 50 cm
dalam baris dan 60 cm antar baris dengan pola double row. Terdapat 20 tanaman
dalam satu petak dan secara keseluruhan terdapat 400 tanaman dari 5 petak dan 4
kelompok ulangan.

Gambar 3 Transplanting
Pemeliharaan yang dilakukan adalah penyiraman, pemupukan, penyiangan
gulma, dan perompesan
Penyiraman dilakukan setiap hari pada sore hari. Pupuk SP-36 diberikan
100% pada saat tanam, pupuk urea diberikan 50% saat tanam, 25% saat 3 MST
dan 25% saat 6 MST, sedangkan 5 taraf pupuk KCl untuk masing-masing
perlakuan, yaitu 0, ¼ X, ½ X, ¾ X, dan X diberikan masing-masing 1/3 dosis
pada saat tanam, 3, dan 6 MST. Penyiangan gulma dilakukan hanya saat sebelum
pemupukan pada 3 dan 6 MST. Perompesan dilakukan pada 4, 6, dan 8 MST.
Panen dilakukan mulai 60 hingga 90 MST. Pemanenan dilakukan setiap 3
hari 1 kali, pada pagi atau sore hari. Buah yang layak panen adalah yang
kemerahannya mencapai 80% dari tubuh buah.
Percobaan ini menggunakan rancangan lingkungan Rancangan Kelompok
Lengkap Teracak (RKLT), dengan model aditif linier sebagai berikut (Gomez dan
Gomez 2007):
Yijk
= µ + αi + ßj + εijk
Keterangan:
Yijk
: Produktivitas tomat dengan perlakuan dosis pupuk ke-i,
kelompok ke-j.
µ
: Nilai tengah umum.
αi
: Pengaruh perlakuan dosis pupuk K ke-i
ßj
: Pengaruh kelompok ulangan ke-j.
εijk
: Pengaruh galat percobaan perlakuan dosis pupuk K ke i,
kelompok ke j.
Pengamatan dilakukan secara vegetatif dan pasca panen. Secara vegetatif
mulai 1 hingga 8 MST satu kali tiap minggu, yaitu pada tinggi tanaman dan
jumlah daun. Pengamatan panen yang dilakukan adalah pengukuran bobot per
buah dan per tanaman, diameter dan tinggi buah, serta PTT buah. Bobot buah
ditimbang dengan timbangan analitik kemudian dipisahkan antara yang layak

9
pasar dan tidak layak pasar. Diameter dan tinggi buah diukur menggunakan
jangka sorong.
Pembuatan dosis rekomendasi pada setiap kelas hara K dilakukan
berdasarkan kurva respon hasil relatif dengan menggunakan analisis regresi.
Persamaan garis regresi diplot dengan model kuadratik:
Y= a + bK + cK2
Keterangan:
Y
: Hasil relatif
K
: Dosis pupuk K
a, b, c : Koefisien regresi.
Dari persamaan regresi tersebut dibuat kurva untuk setiap kelas ketersediaan
K tanah. Penentuan dosis P dan K menunjukkan hasil relatif maksimum dengan
rumus dari persamaan regresinya:
dRY / dK = b + 2 cK = 0
K = -b/2c
Keterangan:
RY : Hasil relatif
K : Dosis pupuk K
b, c : Konstanta

Analisis Data
Data dianalisis statistik menggunakan uji F pada taraf 5%, apabila
berpengaruh nyata dilakukan uji lanjut ortogonal polinomial untuk melihat
responnya.
.

10

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum
Pada saat dilakukan penelitian ini, Curah hujan pada bulan Agustus hingga
Oktober adalah 538, 73.0 dan 180.3 mm. Temperatur rata-rata bulanan di daerah
lokasi percobaan selama Agustus hingg Oktober adalah 25.7, 26.3, 26.8 ◌C,
namun temperatur malam hari berkisar 25.1-28.5 ◌C, sedangkan pada siang hari
mencapai 32.3 ◌C. Kelembaban udara berkisar 73-80% (BMKG 2014).
Tanah Inceptisol Dramaga di Cikabayan tempat penelitian dilakukan
bertekstur lempung liat berdebu, berbahan organik rendah (rasio C/N 10) dan
bersifat masam yang ditunjukkan dengan pH 4.2. Hasil analisis dengan pelarut
truog menunjukkan jumlah K2O sebesar 231 ppm. Hasil analisis lengkap dapat
dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Hasil analisis awal kimia dan fisika tanah Inceptisol di kebun percobaan
Cikabayan Dramagaa
Karakteristik
Tekstur
Pasir (%)
Debu (%)
Liat (%)
pH
H2O (1:5)
Bahan organik
C (%)
N (%)
C/N
P2O5 (ppm)
K2O (ppm)
Nilai Tukar Kation
Ca (cmolc/kg)
Mg (cmolc/kg)
K (cmolc/kg)
Na (cmolc/kg)
KTK (cmolc/kg)
KB (%)
Kemasaman
Al3+ (cmolc/kg)
H+ (cmolc/kg)
a

Nilai

Status

Metode Ekstraksi
Pipet

32
43
25
pH meter
4.2

Masam

1.54
0.15
10
48.3
231

Rendah
Rendah
Rendah
Tinggi
Tinggi

5.80
0.95
0.45
0.20
15.66
47

Sedang
Rendah
Rendah
Sangat rendah
Rendah
Sedang

Walkley & Black
Kjedahl
Bray 1
Truog
NH4-Acetat 1N, pH 7

KCl 1N
1.18
0.32

Berdasarkan hasil analisis contoh tanah di lahan petakan oleh Laboratorium Balai Penelitian
Tanah terhadap contoh kering 105◦C

11

Lokasi penelitian memiliki kesuburan yang cukup rendah karena rendahnya
pH, ketersediaan Mg, K, Na, dan KTK. Hal ini menyebabkan rendahnya
penyerapan unsur hara lain seperti kalium dan fosfor.
Hasil uji K2O dengan pengekstrak Truog menunjukkan nilai K2O sebesar
231 ppm. Dengan mengacu pada hasil uji kalibrasi yang dilakukan Izhar et al.
(2013), lahan penelitian memiliki status hara K tinggi (Tabel 3)

Tabel 3. Klasifikasi kategori ketersediaan hara K dengan ekstraktan Truog
Kategori

Kandungan K2O (ppm)
≤42.8

Sangat rendah
Rendah

>42.8–≤113

Sedang
Tinggi

>113–≤191.6
>191.6

Pada akhir penelitian presentase tanaman yang hidup adalah 82% dari
populasi 400 tanaman, yaitu berjumlah 328 tanaman. Jumlah ini masih cukup
mewakili keseluruhan tanaman. Namun perompesan dan kondisi lingkungan yang
kurang sesuai menyebabkan hasil yang didapat lebih kecil dari deskripsi varietas.

Pengamatan Vegetatif
Tinggi Tanaman
Hasil uji statistik (Tabel 4) menunjukkan bahwa K2O tidak memberikan
pengaruh yang nyata pada tinggi tanaman mulai 1 hingga 8 MST.
Tabel 4. Respon rata-rata tinggi tanaman selama 8 MST terhadap penambahan
K2O dalam 5 taraf dosis
Penambahan
Tinggi tanaman (cm) pada minggu keK2O (kg ha1
)
1
2
3
4
5
6
7
8
7.38 10.92 17.917 26.72 36.22 47.17 47.28
48.88
0 (0X)
51.44
152.2 (1/4 X) 7.98 11.72 19.233 28.37 38.65 47.12 50.40
7.00
10.70
18.350
27.83
53.00
37.37
49.13
52.37
304.3 (1/2 X)
7.53 11.61 19.950 30.70 42.93 51.25 53.73
53.83
456.5(3/4 X)
6.80
9.87 14.517 22.32 34.82 44.46 50.83
52.15
608.6 (X)
a
F test
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
a

Uji F menunjukkan respon tinggi tanaman terhadap penambahan K 2O; tn= tidak berbeda nyata

12
Tanah tempat percobaan ini dilakukan telah memiliki kandungan kalium
yang tinggi, sehingga penambahan kalium tidak akan memberikan pengaruh yang
signifikan bagi pertumbuhan tanaman.
Selain itu, kalium tidak berpengaruh secara signifikan terhadap
pertumbuhan vegetatif tanaman. Hal ini sesuai dengan penelitian Melton et al
(1991) yang mencari dosis optimum N,P,dan K bagi persemaian tanaman tomat.
Dalam penelitian tersebut digunakan kultivar Sunny, pupuk K dengan dosis 25,
75, dan 225 mg l-1. Hasilnya penambahan kalium tidak memberikan pengaruh
yang signifikan pada parameter tinggi tanaman, diameter batang, maupun jumlah
dan panjang akar.
Jumlah daun
Secara umum jumlah daun terus bertambah hingga 5 MST, kemudian
sempat menurun pada 6 MST kemudian bertambah pada 8 MST karena tidak
stabilnya curah hujan yang memengaruhi ketersediaan air untuk memberikan
irigasi pada tanaman (Tabel 5).

Tabel 5. Respon rata-rata jumlah daun selama 8 MST terhadap penambahan K2O
sebanyak 5 taraf dosis
Penambahan
K2O (kg ha-1)
0 (0X)
152.2 (1/4 X)
304.3 (1/2 X)
456.5(3/4 X)
608.6 (X)
F testa
a

1
4.17
4.43
4.53
4.90
3.97
tn

2
6.30
6.40
6.40
6.73
5.27
tn

Jumlah daun pada minggu ke3
4
5
6
7
8.00
9.36 10.42
8.93
8.67
8.27 10.00 10.20 10.03
9.67
8.37
9.90 10.67 10.20
9.13
8.60 10.33 12.33 10.50
9.63
7.00
8.87 10.50 10.17
9.60
tn
tn
tn
tn
tn

8
9.36
10.37
10.93
9.77
9.89
tn

Uji F menunjukkan respon jumlah daun terhadap penambahan K2O; tn= tidak berbeda nyata

Apabila kalium cukup bagi tanaman, maka tanaman dapat mengatur
penggunaan air yaitu pada aktivitas stomata daun. Dalam penelitian ini, tingkat
hara kalium yang tinggi membantu tanaman untuk relatif tetap mempertahankan
daun walaupun dalam kondisi kurang air. Kondisi tanah penelitian memiliki
kandungan kalium yang tinggi, sehingga penambahan dosis K2O pada berbagai
taraf tidak menghasilkan pengaruh yang nyata pada jumlah daun.

Pengamatan Panen
Data bobot per buah, tinggi buah, diameter buah, serta PTT buah merupakan
hasil pengukuran terhadap panenan ke tiga dan ke empat karena buah tomat mulai

13
terbentuk sempurna baik secara fisik maupun kandungan kimianya mulai dari
tangkai buah ketiga, yang kurang lebih dipanen saat panenan ketiga dan keempat .

Gambar 4 Kondisi pertanaman memasuki minggu panen

Bobot Buah, Diameter Buah, serta Tinggi Buah
Perlakuan dosis K2O yang diberikan tidak menunjukkan pengaruh yang
berbeda nyata pada bobot per buah, bobot buah per tanaman, serta diameter dan
tinggi buah (Tabel 6).

Tabel 6. Pengaruh 5 taraf penambahan K2O terhadap bobot per buah, bobot buah
per tanaman, diameter buah, serta tinggi buah
Bobot buah
-1
per
Penambahan K2O (kg ha ) Bobot per
Diameter
Tinggi buah
buah (g)
tanaman (g) buah (mm)
(mm)
13.76
0 (0X)
105.267
29.88
27.62
14.63
152.2 (1/4X)
142.333
31.16
27.57
16.48
304.3 (1/2X)
160.433
30.91
29.25
15.59
456.5(3/4X)
158.000
30.15
28.65
15.39
608.6 (X)
177.200
29.22
28.21
a
F test
tn
tn
tn
tn
b
Pola respon
a

Uji F menunjukkan respon bobot per buah, bobot buah per tanaman, diameter buah, serta tinggi
buah terhadap penambahan K2O; tn= tidak berbeda nyata

Status hara K tanah yang tinggi menyebabkan tidak adanya respon bobot
yang berbeda terhadap perlakuan dosis. Disamping itu hasil ini tidak sesuai
dengan deskripsi varietas tomat Tymoti F1 karena kurang sesuainya kondisi
lingkungan untuk pembentukan buah serta teknik budi daya yang tidak sesuai,
yaitu dilakukannya perompesan. Suhu lapang terlalu tinggi untuk pembentukan
dan pembesaran buah, serta rendahnya curah hujan menyebabkan kurangnya
pasokan air untuk mengairi lahan. Curah hujan menurun drastis pada bulan

14
September, yaitu pada saat fase kritis tanaman untuk pembesaran buah. Selain itu
KTK dan % bahan organik yang rendah juga menyebabkan kurang tersedianya
unsur hara yang dibutuhkan tanaman, seperti kalium dan fosfor.
Dapat dilihat pada juga bahwa tidak ada pengaruh dosis K2O terhadap
diameter buah dan tinggi buah pada setiap taraf pupuk K2O (Tabel 6). Hasil ini
sesuai dengan penelitian Luthfyrakhman dan Susila (2013) yang menyebutkan
diameter buah tomat tidak dipengaruhi oleh perlakuan dosis pupuk anorganik
maupun pupuk kandang ayam.

Gambar 7 Pengukuran bobot, diameter, dan tinggi buah

PTT Buah
Hasil uji PTT buah pada setiap perlakuan tidak berbeda nyata dan berkisar
antara 7.00-7.30 ◌Brix (Tabel 7).
Tabel 7. Pengaruh penambahan K2O dalam 5 taraf terhadap kandungan Padatan
Total Terlarut (PTT) buah
Penambahan K2O (kg ha-1)
0 (0X)
152.2 (1/4X)
304.3 (1/2X)
456.5(3/4X)
608.6 (X)
F testa
a

PTT (Brix◌)
7.30
7.03
7.20
7.43
6.90
tn

Uji F menunjukkan respon PTT(◌Brix) terhadap penambahan K2O; tn= tidak berbeda nyata

Hartz et al. (2005) melaporkan bahwa fertigasi kalium tidak memengaruhi
konsentrasi PTT tomat. Pada umumnya nilai PTT tomat berkisar 3-5 Brix◌. Nilai
sekitar 7 Brix◌ merupakan angka yang tinggi untuk PTT tomat. Hal itu disebabkan
oleh tingginya kalium tanah yang meningkatkan kandungan padatan total, gula,
dan asam buah (Uexkull 1979).

15

Gambar 6 Pengukuran PTT buah

Bobot Layak Pasar dan Tidak Layak Pasar
Penambahan K2O tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap bobot
buah layak pasar dan tidak layak pasar (Tabel 8) (Lampiran 3). Pengkategorian
dilakukan berdasarkan bobot dan kondisi buah. Buah yang termasuk pada kategori
layak pasar adalah yang memiliki bobot buah >17 g, yaitu yang memiliki diameter
buah >30mm, serta kondisi buah segar dan tidak ada serangan hama (Codex
2008).

Tabel 8. Respon rata-rata jumlah buah layak pasar dan tidak layak pasar per petak
dan per ha pada penambahan K2O
Bobot buah per petak
Bobot buah per hektar
2 -1
(g
(7.5
m
)
)
(ton ha-1)
Penambahan
K2O (kg ha-1)
Tidak layak
Tidak layak
Layak pasar
pasar
Layak pasar
pasar
0 (0X)
812.97
589.24
1.08
0.79
152.2 (1/4X)
1 042.20
803.13
1.39
1.07
304.3 (1/2X)
1 383.26
687.93
1.84
0.92
456.5(3/4X)
1 181.27
781.36
1.58
1.04
608.6 (X)
1 062.78
529.88
1.42
0.71
a
F test
tn
tn
tn
tn
Pola responb
a

Uji F menunjukkan respon bobot buah layak pasar dan tidak layak pasar terhadap penambahan
K2O; tn= tidak berbeda nyata

Bobot Buah Total
Bobot buah total per petak maupun konversi per hektar tidak dipengaruhi
secara nyata oleh penambahan K2O dalam 5 taraf dosis (Tabel 9).

16
Tabel 9. Respon bobot buah total per petak dan per hektar terhadap dosis K2O
Penambahan K2O
(kg ha-1)

Bobot buah total
2 -1

0 (0X)
152.2 (1/4X)
304.3 (1/2X)
456.5(3/4X)
608.6 (X)
F testa
Pola responb

g 7.5 m )
1 402.21
1 224.00
2 071.18
1 962.62
1 592.66
tn
-

ton ha-1
1.87
1.63
2.76
2.62
2.12
tn
-

a

Uji F menunjukkan respon total bobot per petak dan per hektar terhadap penambahan K2O; tn=
tidak berbeda nyata

Hasil yang tidak berbeda nyata antar perlakuan menunjukkan bahwa tanah
yang sudah mengandung hara K dengan status tinggi (231 ppm) tidak memerlukan
tambahan pupuk K lagi. Perkiraan hasil dalam satuan hektar menunjukkan angka
yang sangat kecil dibandingan dengan deskripsi varietas yaitu sebesar 50 ton ha-1.
Interaksi pertumbuhan tanaman dengan lingkungan tumbuh yang kurang
menguntungkan akan menyebabkan rendahnya produksi tanaman. Suhu lapang
pada malam hari mencapai 28◌C, kondisi ini tidak sesuai untuk penanaman tomat.
Peet dan Bartholomew (1996) menyatakan bahwa tinggi tanaman, produksi
bunga, dan buah rendah pada suhu malam hari 26◌C. Kebutuhan air terbesar
tanaman tomat adalah saat fase pembungaan, yaitu 185 mm, serta pembuahan
yaitu 93 mm. Fase tersebut adalah saat tanaman berumur sekitar 4-8 MST (Kurnia
2004). Pada penelitian ini, fase tersebut terjadi saat memasuki musim kering.
Akibatnya produksi buah sedikit dan ukuran buah kecil.
Kesalahan teknis budi daya dalam percobaan ini adalah dilakukannya
perompesan yang tidak seharusnya dilakukan pada jenis tanaman tomat
determinate, yaitu memiliki pertumbuhan terbatas. Perawakan tanaman jenis ini
adalah menyemak dengan beberapa cabang. Perompesan terhadap cabang-cabang
tersebut menyebabkan tanaman hanya memiliki 1 atau 2 batang utama saja.
Akibatnya tanaman tidak dapat berproduksi maksimal.

17

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Dalam percobaan ini dapat dilihat bahwa aplikasi K2O dalam berbagai dosis
tidak memberikan pengaruh yang nyata pada Inceptisol Dramaga dengan
kandungan K2O tinggi yaitu 231 ppm, sehingga pada status hara ini pemupukan
tidak perlu dilakukan.

Saran
Saran dari penelitian ini adalah pengujian tanah seperti analisis hara kalium
perlu dilakukan sebelum dimulainya budi daya tanaman untuk mengetahui
kebutuhan pupuk secara tepat berdasarkan kemampuan tanah menyediakan hara.
Penelitian lebih lanjut mengenai optimasi dosis pemupukan sayuran perlu terus
dilaksanakan.

18

DAFTAR PUSTAKA
Amisnaipa, Susila AD, Situmorang R, Purnomo DW. 2009. Penentuan kebutuhan
pupuk kalium untuk budi daya tomat menggunakan irigasi tetes dan mulsa
polyethylene. J.Agron. Indonesia 37(2):115-122.
[BMKG] Badan Meteorologi dan Geofisika. 2014. Data Iklim. Bogor (ID):
Stasiun Klimatologi Darmaga.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Produksi Sayuran dan Buah-Buahan Semusim
di Indonesia, 1997-2012. [Internet]. Diunduh pada: 2013 Des 23. Tersedia
pada: http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?kat=3&tabel=1&daftar=1&
id_subyek=55¬ab=70.
[Codex Stan] Codex Standart. 2008. Codex Standart For Tomatoes. Codex Stan
293-2008.
Gomez K, Gomez A. 2007. Prosedur Statistik untuk Penelitian Pertanian Edisi
Kedua. Sjamsuddin E, Baharsjah JS, penerjemah; Nasution AH,
pendamping. Jakarta (ID): UI Press. Terjemahan dari: Statistical
Procedures for Agricultural Research.
Hansch R, Mendel RR. 2009. Physiological function of mineral micronutrients
(Cu, Zn, Mn, Fe, Ni, Mo, B, Cl). Elsevier Science. 12(3):259-266.doi:
10.1016/j.pbi.2009.05.006.
Harland G, Larrinua-Craxton S. 2009. A Guide to The Pleasures of Choosing,
Growing, and Cooking. New York (US): DK Publishing.
Hartz TK, Johnstone PR, Francis DM, Miyao EM. 2005. Processing tomato yield
and fruit quality improved with potassium fertigation. HortScience 40(6):
1862-1867.
Hilman Y, Sutapradja, R Rosliani, Y Suryono. 2008, Status hara fosfat dan kalium
di sentra sayuran dataran rendah. J.Hort. 18(1):27-37.
Izhar L, Susila AD. 2010. Rekomendasi pemupukan fosfor dan potasium
berdasarkan analisis hara tanah pada tanaman sayuran. J.Hort. Indonesia
1(2):81-88.
, Purwoko BS, Sutandi A, Mangku IW. 2012. Penentuan
metode terbaik uji fosfor untuk tanaman tomat pada tanah inceptisol.
J.Hort. 22(2): 139-147.
. 2013. Penentuan
metode terbaik uji kalium untuk tanaman tomat pada tanah inceptisol. J.
Hort. 23(3):218-224.
Jones J.B. Jr. 2008. Second Edition Tomato Plant Culture: In The Field,
Greenhouse, and Home Garden. Boca Raton (FL): CRC Press.
Kurnia U. 2004. Prospek pengairan pertanian tanaman semusim lahan kering.
Jurnal Litbang Pertanian 23(4).130-138.
Luthfyrakhman H, Susila AD. 2013. Optimasi dosis pupuk anorganik dan pupuk
kandang ayam pada budi daya tomat hibrida (Lycopersicon esculentum
Mill. L.). Bul. Agrohorti 1 (1): 119-126.
Maathuis FJM. 2009. Physiological function of mineral macronutrients. Elsevier
Science.12(3):250-258.doi:10.1016/j.pbi.2009.04.003.

19
Melton RR, Dufault RJ. 1991. Nitrogen, posphorus, and potassium fertility
regimes affect tomato transplant growth. HortScience 26(2): 141-142.
Opena RT dan van der Vossen HAM. 1994. Lycopersicon esculentum Miller. Di
dalam: Siemonsma JS dan Piluek K, editor. Plant Resources of South-East
Asia No.8 Vegetables. Prosea Foundation, Bogor. Bogor (ID): PROSEA.
Hlm 199-204.
Peet MM, Bartholomew M. 1996. Effect of night temperature on pollen
characteristics, growth, and fruit set in tomato. J.Amer.Soc.Hort.Sci.
121(3):514-519.
Purwati E, Jaya B, Anggoro HP, Sahat S. 2001. Tiga varietas unggul baru tomat
dataran rendah. J. Hort. 11(1):71-75.
[PUSDATIN] Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian. 2012. Statistik
Konsumsi Pangan Tahun 2012. [Internet]. Diunduh pada: 2013 Des 23.
Tersedia
pada:
http://eksim.pertanian.go.id/tinymcpuk/gambar/file/
Statistik_Konsumsi_2012.pdf.
Subhan, Nurtika N, Gunadi N. 2009. Penggunaan pupuk majemuk n-p-k 15-15-15
pada tanah latosol pada musim kemarau. J.Hort. 19(1):40-48.
Uexkull HR. 1979. Tomato: Nutrition and fertilizer requirements in the tropics. Di
dalam : Cowell R, editor. First International Symposium on Tropical
Tomato; 1978 Okt 23-27; Shanhua, Taiwan. Shanhua (CN): Asian
Vegetable Research and Development Center. Hlm 65-78.

20
Lampiran 1 Denah petakan percobaan

U1K5

U2K1

U3K2

U4K3

U1K4

U2K5

U3K1

U4K2

U1K3

U2K4

U3K5

U4K1

U1K2

U2K3

U3K4

U4K5

U1K1

U2K2

U3K3

U4K4

21
Lampiran 2 Penghitungan dosis pupuk KCl
Diketahui :
X untuk mencapai kadar K2O tertinggi tanah = 1 014.33 kg KCl per hektar
Luas bedeng
= 1.5 m x 5 m = 7.5 m2
Ditanya : dosis pupuk per bedeng

Perhitungan :
= Luas bedeng x X untuk mencapai kadar K2O tertinggi tanah
Luas 1 hektar
=

7.5 x 1 014.33 kg KCl per hektar
10 000
= 0.76 kg KCl per bedeng
Jumlah pupuk KCl yang digunakan
a.

Perlakuan X = 4 x 0.76 kg KCl per bedeng = 3.04 kg KCl

b.

Perlakuan ¾ X = 4 x 0.57 kg KCl per bedeng = 2.28 kg KCl

c.

Perlakuan ½ X = 4 x 0.38 kg KCl per bedeng = 1.52 kg KCl

d.

Perlakuan ¼ X = 4 x 0.19 kg KCl per bedeng = 0.76 kg KCl

e.

Perlakuan 0 X = 4 x 0 kg KCl per bedeng = 0 kg KCl

Total pupuk yang digunakan
= a + b+ c + d + e
= 3.04 + 2.28 + 1.52 + 0.76 + 0
= 7.6 kg KCl
Total pupuk KCl yang digunakan adalah 7.6 kg KCl.

22
Lampiran 3 Contoh perhitungan bobot panen
Bobot per bedeng
Diketahui :
Jumlah total tanaman
Jumlah tanaman hidup
Bobot tanaman hidup

= 20
= 11
= 458 g

Ditanya : Bobot per bedeng
Perhitungan :
= Jumlah tanaman per bedeng x bobot per bedeng
Jumlah tanaman hidup
= 20 x 458 g
11
= 832.73 g (*Data yang terdapat pada tabel merupakan data rata-rata 4 ulangan)
Bobot per hektar
Diketahui :
Bobot per bedeng
Luas bedeng

= 832.73 g
= 1.5 m x 5 m = 7.5 m2

Ditanya : Bobot per hektar
Perhitungan :
= Luas 1 hektar x bobot per bedeng
Luas bedeng
= 10 000 x 832.73 g
7.5
= 1 098 306.7 g
= 1.1 ton

23

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bojonegoro, 8 September 1992. Penulis merupakan
putri kedua dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Theofilus Tiang Poo Guan
dan Ibu Emy Hanjoyo Prayogo. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD
Katolik Santo Paulus Bojonegoro, kemudian pendidikan menengah di SMPN 1
Bojonegoro dan SMAN 4 Bojonegoro. Pada tahun 2010 penulis diterima sebagai
mahasiswa di Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor melalui jalur USMI.
Selama masa kuliah penulis aktif mengikuti beberapa kegiatan organisasi
dan kepanitiaan. Pada tahun 2012-2013 penulis menjadi anggota Departemen
MIBAORSEN di Himpunan Mahasiswa Agronomi (HIMAGRON). Selama tahun
2012-2014 penulis mengikuti beberapa kepanitiaan yaitu Semarak Pertanian
Nasional 2011, Mahakarya Fakultas Pertanian 2011, Agrosportmen IV, Temu
Alumni Keluarga Agronomi 2013, Festival Bunga dan Buah Nusantara 2014,
Retreat Komisi diaspora PMK IPB, serta Retreat Angkatan 48,49 dan 50 PMK
IPB. Selama tahun 2010-2014 penulis aktif dalam menjadi pengurus dan anggota
UKM PMK IPB. Pada tahun 2014 penulis menjadi asisten praktikum dalam MK.
Manajemen Air dan Hara dan MK. Dasar Hortikultura. Pada tahun 2011-2014
penulis menjadi asisten MK. Pendidikan Agama Kristen Protestan. Pada tahun
2013-2014 penulis menjadi koordinator asistensi MK. Pendidikan Agama Kristen
Protestan. Penulis mengikuti Program Kuliah Kerja Profesi pada bulan JuliAgustus 2013 di Desa Sukarame, Kecamatan Bayongbong, Kabupaten Garut.
Pada tahun 2014 penulis mengikuti pelatihan kewirausahaan yang
diselenggarakan Kemenkop dan Armada 17 (Alumni IPB angkatan 17) di Bogor.
Penulis pernah mendapatkan beasiswa dari POM pada tahun 2010-2011 dan dari
Toyota-Astra pada tahun 2011-2012.