Rekomenasi Pemupukan Kalium pada Budi Daya Cabai Merah Besar (Capsicum annuum L) di Inceptisols Dramaga

i

REKOMENDASI PEMUPUKAN KALIUM PADA BUDI DAYA
CABAI MERAH BESAR (Capsicum annuum L) DI
INCEPTISOLS DRAMAGA

AMANDA SARI WIDYANTI

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

ii

i

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Rekomendasi

Pemupukan Kalium pada Budi Daya Cabai Merah Besar (Capsicum annuum L) di
Inceptisols Dramaga adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Desember 2014

Amanda Sari Widyanti
NIM A24100050

* Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak
luar IPB harus didasarkan pada kerja sama yang terkait.

ii

ii


ABSTRAK
AMANDA SARI WIDYANTI. Rekomendasi Pemupukan Kalium pada Budi
Daya Cabai Merah Besar (Capsicum annuum L) di Inceptisols Dramaga.
Dibimbing oleh ANAS D SUSILA
Penelitian ini bertujuan memperoleh dosis optimum pemupukan kalium
pada Inceptisols Dramaga. Penelitian dilaksanakan di unit lapangan Cikabayan
University Farm mulai Maret sampai Juli 2014. Penelitian ini menggunakan
Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) 1 faktor dengan lima perlakuan
dosis pemupukan K, yaitu 0X (0 kg K2O ha-1), ¼ X (193.09 kg K2O ha-1), ½
X(386.19 kg K2O ha-1), ¾ X(579.29 kg K2O ha-1), dan 1X (772.39 kg K2O ha-1).
Pupuk kalium diaplikasikan dalam tiga kali aplikasi pada 3, 6, dan 9 MST. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa pemupukan K meningkatkan tinggi tanaman,
jumlah daun, bobot per tanaman, bobot per buah, diameter buah, panjang buah,
bobot layak per petak, bobot tidak layak per petak, bobot layak per hektar, dan
tidak layak pasar per hektar dengan pola respon linear. Sementara itu penambahan
kalium tidak berpengaruh terhadap waktu antesis dan waktu masak buah.
Penambahan pupuk kalium juga meningkatkan hasil bobot panen total per petak
dan panen total per hektar dengan pola respon kuadratik. Pada tingkat kelas
ketersediaan K sedang dengan nilai terekstrak 146.2 ppm (Morgan) dihasilkan
rekomendasi kalium untuk budi daya cabai merah besar di inceptisols Dramaga

adalah 487.5 kg K2O ha-1.
Kata kunci: dosis optimum, K2O, Morgan, pupuk

ABSTRACT
AMANDA SARI WIDYANTI. Fertilization Recommendation for Red Chilli
Cultivation (Capsicum annuum L) in Inceptisols Dramaga. Supervised by ANAS
D SUSILA
The objective of this study is to find out the optimum rate of potassium
fertilization in Inceptisols Dramaga. The experiment was conducted at Cikabayan
University Farm from March to July 2014. This study was arranged in
Randomized Complete Block Design one factor with five K fertilization rates, ie
0X (0 kg K2O ha-1), ¼ X (193.09 kg K2O ha-1), ½ X (386.19 kg K2O ha-1), ¾ X
(579.29 kg K2O ha-1), and 1X (772.39 kg K2O ha-1). Potassium fertilizer was
applied in three applications at 3, 6, and 9 weeks after transplanting. The results
showed that K fertilization increase plant height, leaf number, weight per plant,
fruit weight, fruit diameter, fruit length, marketable yield per plot, unmarketable
yield per plot, marketable yield per hectare, and unmarketable yield per hectare
with linear response pattern. While the addition of potassium did not affect the
time of anthesis and fruit ripening. The addition of potassium fertilizer also
increase total yield per plot and total yield per hectare with quadratic response

pattern. In the medium K soil content with the value of 146.2 ppm (Morgan) K
recommendation for red chili in inceptisols Dramaga is 487.5 kg K2O ha-1.
Keywords: fertilizer, K2O, Morgan, optimum rate

REKOMENDASI PEMUPUKAN KALIUM PADA BUDI DAYA
CABAI MERAH BESAR (Capsicum annuum L) DI
INCEPTISOLS DRAMAGA

AMANDA SARI WIDYANTI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

2014

iv

v

Judul Skripsi : Rekomenasi Pemupukan Kalium pada Budi Daya Cabai Merah
Besar (Capsicum annuum L) di Inceptisols Dramaga
Nama
: Amanda Sari Widyanti
NIM
: A24100050

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Anas D Susila MSi
Pembimbing

Diketahui oleh


Dr Ir Agus Purwito MSc Agr
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

vi

vii

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang memberi kekuatan
dan hidayah sehingga penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik sebagai salah
satu syarat menyelesaikan program sarjana di Institut Pertanian Bogor. Penelitian
ini berjudul Rekomendasi Pemupukan Kalium pada Budi Daya Cabai Merah
Besar (Capsicum annuum L) di Inceptisols Dramaga yang bertujuan untuk
mendapatkan dosis rekomendasi optimal budi daya cabai di Inceptisols Dramaga.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada Prof Dr Ir Anas D Susila MSi
selaku dosen pembimbing skripsi. Ungkapan terima kasih juga disampaikan
kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga tulisan ini bermanfaat bagi semua pihak dan dapat menjadi referensi

untuk penelitian selanjutnya.

Bogor, Desember 2014

Amanda Sari Widyanti

viii

ix

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

viii

DAFTAR GAMBAR

viii

PENDAHULUAN


1

Tujuan Penelitian

2

Hipotesis

2

TINJAUAN PUSTAKA

2

Cabai dan Syarat Tumbuh

2

Unsur Hara dan Pupuk


2

Kebutuhan Kalium (K)

3

Inceptisols

4

Rekomendasi Pemupukan

4

METODE PENELITIAN

5

Waktu dan Lokasi Penelitian


5

Bahan dan Alat

5

Rancangan Penelitian

5

Pelaksanaan Penelitian

6

Pengamatan

7

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum

8
8

Respon Tanaman pada Berbagai Penambahan Hara K Tanah

10

Rekomendasi Pemupukan

13

Pembahasan

14

SIMPULAN DAN SARAN

15

Simpulan

15

Saran

16

DAFTAR PUSTAKA

16

RIWAYAT HIDUP

19

x

DAFTAR TABEL
1 Sifat fisik dan kimia tanah Inceptisols Dramaga pada kedalaman 0-30 cm di
lokasi kebun percobaan Cikabayan
9
2 Interpretasi data nilai K terekstrak Morgan menurut Amisnaipa et al. (2009) 10
3 Rataan tinggi tanaman (cm) cabai pada berbagai penambahan K tanah
10
4 Rataan jumlah daun cabai pada berbagai penambahan K tanah
11
5 Rataan waktu antesis dan waktu buah masak pada berbagai penambahan K
tanah
11
6 Rataan bobot per tanaman, bobot per buah, diameter buah, dan panjang buah
cabai pada berbagai penambahan K tanah
12
7 Total bobot layak dan tidak layak per petak dan bobot layak dan tidak layak per
hektar cabai pada berbagai penambahan K tanah
12
8 Rataan bobot panen total per petak dan per hektar cabai pada berbagai
penambahan K tanah
13

DAFTAR GAMBAR
1 Kondisi tanaman cabai
2 Kurva respon hasil panen total cabai terhadap pemupukan K pada kelas
ketersediaan K sedang
3 Buah cabai: a. Layak pasar b. Tidak layak pasar karena penyakit
c. Tidak layak pasar karena bentuk tidak normal

8
13
14

DAFTAR LAMPIRAN
1
2

Deskripsi varietas Gada F1
Cara perhitungan bobot

19
20

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Cabai (Capsicum annuum L.) merupakan tanaman hortikultura yang
penting dan merupakan salah satu komoditas strategis dengan nilai ekonomi tinggi
di Indonesia (Kementan 2012). Selama tahun 2013 produksi nasional cabai
mencapai 1 726 382 ton (BPS 2014). Produksi tersebut melebihi target produksi
cabai pada 2013 sebesar 1.47 juta ton. Produksi cabai merah selama periode 20082012 cenderung meningkat, namun pada saat ini produktivitas masih dikatakan
rendah 0.20-0.33 kg per pohon atau 6.84 ton ha-1 (BPPN 2013). Berdasarkan data
tersebut, maka peningkatan produksi tanaman cabai masih perlu diupayakan.
Tingkat keberhasilan tanaman untuk berproduksi secara maksimum tidak terlepas
dari pengelolaan yang diberikan seperti teknik budi daya dengan mengaplikasikan
pupuk sesuai kebutuhan tanaman dan lingkungan sekitar.
Banyaknya variasi rekomendasi pemupukan mengakibatkan produksi
cabai Indonesia belum maksimal. Rekomendasi pemupukan yang bervariasi
terjadi karena Indonesia belum ada data baku rekomendasi pemupukan untuk
komoditas cabai yang dibuat berdasarkan hasil analisis hara tanah. Petani
melakukan pemupukan hanya berdasarkan pengalaman dari kegiatan bertanam
sebelumnya atau menggunakan rekomendasi pemupukan yang tertera di kemasan
pupuk yang digunakan, sedangkan dosis rekomendasi yang ada pada kemasan
belum tentu dibuat berdasarkan hasil analisis hara tanah. Sampai saat ini data
dasar status hara K pada lahan budi daya sayuran belum tersedia (Hilman et al.
2008). Dosis anjuran untuk tanaman sebagian besar juga masih bersifat sangat
umum, padahal kebutuhan pupuk berbeda untuk setiap jenis tanaman, tanah, dan
lokasi maupun teknik budi daya yang digunakan, sehingga uji tanah dan lokasi
harus dilakukan (Rochayati et al 1999).
Unsur Kalium (K) merupakan salah satu unsur hara makro yang penting
bagi tanaman, karena unsur ini terlibat langsung dalam beberapa proses fisiologis,
sehingga dosis pemberian unsur K berpengaruh terhadap hasil produksi tanaman.
Amisnaipa (2009) dalam penelitian pemupukan K pada tanah Inceptisols
Dramaga juga menunjukkan bahwa pada kelas hara K sangat rendah sampai
sedang memberikan pengaruh signifikan terhadap tinggi tanaman tomat, rataan
jumlah, diameter, dan bobot buah panen.
Analisis kandungan hara tanah sangat berpengaruh terhadap rekomendasi
hara yang akan diberikan. Berdasarkan penelitan yang dilakukan Amisnaipa
(2009) metode analisis uji hara K pada tanah Inceptisols Dramaga dengan Morgan
merupakan metode pengekstrak yang memberikan nilai paling konsisten dengan
kondisi hara dalam tanah. Kriteria nilai K terekstrak Morgan untuk menilai
tingkat ketersediaan hara K adalah : (1) tergolong sangat rendah, jika nilai
terekstraknya < 58.25 ppm K, (2) rendah, jika nilai terekstraknya 58.25 ≤103.25
ppm K, (3) sedang, jika nilai terekstraknya 103.25 ≤205.00 ppm K, (4) tinggi dan
sangat tinggi, jika nilai terekstraknya ≥205.00 ppm K.. Penelitian terhadap tomat
tersebut menjadi dasar dilakukan penelitian ini sehingga akan dapat dihasilkan
rekomendasi pemupukan K optimal untuk budi daya cabai dataran rendah di
Inceptisols Dramaga.

2
Penelitian penyusunan rekomendasi pemupukan berdasarkan uji tanah ini
menindaklanjuti penelitian yang telah dilakukan oleh Amisnaipa et al. (2009) di
lokasi yang sama namun komoditias berbeda. Penelitian yang dilakukan harus
terencana, berkesinambungan, dan spesifik lokasi. Semakin banyak penelitian
dilakukan akan memperbaiki keakuratan rekomendasi dosis tersebut (Izhar 2012).

Tujuan
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah mendapatkan dosis rekomedasi
optimum pemupukan K untuk budi daya tanaman cabai di tanah Inceptisols
Dramaga.
Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah terdapat dosis rekomendasi optimum
pemupukan K untuk budi daya cabai di tanah Inceptisols Darmaga.
TINJAUAN PUSTAKA

Cabai dan Syarat Tumbuh
Tanaman cabai (Capsicum sp.) merupakan tanaman sayuran yang
tergolong tanaman setahun, berbentuk perdu, dari famili terung-terungan
(Solanaceae). Buah tanaman cabai sangat digemari karena memiliki rasa pedas
dan merupakan perangsang selera makan. Buah cabai juga memiliki kandungan
vitamin, protein, dan gula fruktosa. Di Indonesia tanaman cabai mempunyai nilai
ekonomi penting dan menduduki tempat kedua setelah sayuran kacang-kacangan
(Rusli et al. 1997)
Tanaman cabai dapat diusahakan di dataran rendah maupun dataran tinggi
sampai ketinggian 1400 m di atas permukaan laut, tetapi pertumbuhan di dataran
tinggi lebih lambat. Suhu udara yang baik untuk pertumbuhan tanaman cabai
merah adalah 25-27 oC pada siang hari dan 18-20 oC pada malam hari (Wien
1997). Curah hujan yang baik untuk pertumbuhan tanaman cabai merah adalah
sekitar 600-1200 mm per tahun. Tanah yang ideal untuk penanaman cabai merah
adalah tanah yang gembur, remah, mengandung cukup bahan organik
(sekurangnya 1.5%), unsur hara dan air, serta bebas dari gulma. Tingkat
kemasaman (pH) yang sesuai adalah 6-7 (Sumarni dan Muharam 2005).
Unsur Hara dan Pupuk
Unsur hara esensial yang dibutuhkan tanaman mencakup unsur hara makro
dan unsur hara mikro. Unsur hara makro antara lain karbon, oksigen, hidrogen,
Unsur hara tersebut diserap dari tanah oleh akar dalam bentuk ion-ion organik,
kecuali C, H dan O diserap oleh tanaman dari udara melalui daun (Hardjowigeno

3
2010). Unsur hara yang tersedia dalam tanah yang dapat diserap oleh tanaman
dipengaruhi oleh kesuburan tanah itu sendiri, kemasaman tanah, kelembaban
tanah, tinggi rendahnya bahan organik dalam tanah, kemampuan tanaman
menyerap unsur hara tersebut, faktor iklim dan nilai ekonomi tanaman yang
dibudi dayakan (Sutedjo 1987).
Pupuk dapat diartikan sebagai bahan kimia atau organisme yang berperan
dalam penyediaan unsur hara bagi keperluan tanaman secara langsung atau tidak
langsung. Banyak bahan yang dikelompokkan sebagai pupuk. Pupuk dapat
berasal dari alam atau pabrik (buatan). Pupuk dapat merupakan senyawa organik
maupun anorganik. Pupuk dapat terdiri atas satu atau lebih unsur hara (Lestari
2008). Pemupukan atau penambahan unsur hara hanya dilakukan jika tanah tidak
dapat menyediakan unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman. Tanah yang subur
dan dapat memenuhi kebutuhan hara yang dibutuhkan tanaman tidak perlu
dilakukan pemupukan (Leiwakabessy dan Sutandi 2004).

Kebutuhan Kalium (K)
Menurut penelitian yang dilakukan Golcz et al. (2012) dibandingkan
tanaman hortikultura lain, cabai memiliki kebutuhan terbesar untuk Kalium (40%)
dan Nitrogen (31%) dalam kaitannya dengan jumlah total nutrisi yang diserap.
Penelitian pada tanaman sayuran termasuk cabai, hasil respon terhadap kalium
sangat penting bagi kualitas tanaman. Sebagian besar petani menggunakan terlalu
banyak atau terlalu sedikit pupuk K yang mengakibatkan turunnya kualitas dan
kuantitas tanaman (Ortas 2013).
Penelitian lain yang telah dilakukan menyimpulkan bahwa pupuk kalium
dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman (Al Karaki 2000; Gupta dan Sengar
2000) hasil akhir dan kualitas (Nanadal et al. 1998). Kalium juga diketahui
sebagai unsur yang memiliki pengaruh penting terhadap faktor kualitas hasil
panen (Imas dan Bansal 1999; Lester et al. 2006). Penelitian Zhen et al. (1996)
telah membuktikan bahwa K memainkan peran utama dalam proses fisiologis dan
biokimia seperti aktivasi enzim, metabolisme karbohidrat dan senyawa protein.
Marschner (1995) serta Mengel dan Kirkby (1980) juga menambahkan dalam
penelitiannya bahwa K dapat meningkatkan ukuran buah dan merangsang
pertumbuhan akar. Johnson dan Decoteau (1996) menunjukkan bahwa biomassa,
jumlah buah, dan bobot buah per tanaman meningkat secara linear dengan
meningkatkan tingkat K. Unsur K juga mempengaruhi kualitas fisik produk cabai.
Menurut Subhani et al. (1992) Kalium dapat memperbaiki warna, kilau
(glossiness) dan akumulasi bahan kering dalam buah-buahan.
Kandungan K di dalam tanah sangat beragam, mulai dari 0.1%-3%,
dengan rata-rata 1% K. Ketersediaan K dalam tanah dipengaruhi oleh beberapa
faktor, di antaranya adalah kadar lengas tanah, kapasitas tukar kation (KTK),
kandungan kation lain, pH, aerasi dan jenis tanah. Sebagian besar K yang terdapat
di dalam tanah terikat dalam bentuk mineral sehingga sulit diserap oleh tanaman.
Unsur hara K yang dapat diserap oleh tanaman dari tanah berbentuk ion K+
(Munawar 2011).

4
Tanaman yang kekurangan unsur K memiliki daun muda yang berwarna
hijau tua, batang kecil dan buku pendek atau dengan kata lain tanaman mengalami
kerdil. Daun tua pada tanaman mengalami nekrosis pada bagian pinggir atau
ujung daun atau mengalami nekrosis pada pertulangan daun. Unsur K bersifat
mobile di dalam tanaman, sehingga gejala kekurangan K pertama kali dapat
muncul pada bagian tanaman yang tua. Tanaman yang kekurangan K biasanya
sering dijumpai pada tanah-tanah dengan tekstur kasar atau dengan kandungan
pasir tinggi (Munawar 2011). Selain itu, kekurangan unsur K juga mengakibatkan
berkurangnya hasil fotosintesis dan hasil panen akhir (Ding et al. 2006).

Inceptisols
Inceptisols merupakan salah satu jenis tanah yang paling luas
penyebarannya di Indonesia, sekitar 70.25 juta hektar atau 37.5% dari keseluruhan
daratan Indonesia (Puslittanak 2000). Tanah inceptisols di Indonesia memiliki
tingkat kesuburan yang bervariasi dari sangat rendah sampai tinggi. Tingkat
keasaman dari asam sampai netral, kandungan bahan organik rendah sampai
sedang, N &P potensial rendah sampai tinggi, K potensial sangat rendah sampai
sedang dan KTK sedang sampai tinggi (Subagyo et al. 2000).
Menurut Nursyamsi dan Suprihati (2005) kebutuhan pupuk K di tanah
Inceptisols lebih tinggi dibandingkan kebutuhan K pada tanah lain seperti Vertisol
dan Andisol. Tanah Inceptisols juga memiliki keberagaman produktivitas karena
tidak memiliki karakter fisik dan kimia khusus, sehingga pemanfaatannya ke
depan perlu ditingkatkan (Hanudin et al. 2012).

Rekomendasi Pemupukan
Pengujian tanah dan membuat rekomendasi pemupukan merupakan dua
hal yang berbeda. Hasil uji tanah adalah memperkirakan nutrisi tanaman yang
tersedia di lapang, sedangkan rekomendasi pemupukan yang didasarkan pada
interpretasi hasil uji tanah, menentukan berapa banyak hara yang dibutuhkan oleh
suatu tanaman tertentu di lapangan (Murdock 2010).
Menurut Melsted dan Peck (1973) ada enam kriteria yang harus diketahui
dalam pembuatan rekomendasi pemupukan yaitu: (1) status hara tanah, (2)
tanaman yang akan ditanam, (3) pola tanam dan luasan yang akan digunakan, (4)
kebutuhan maksimum tanaman untuk pertumbuhannya, (5) peningkatan laju
pertumbuhan tanaman dengan pemberian pupuk, dan (6) metode pemupukan.
Rekomendasi pemupukan harus berdasar analisis hara tanah yang
dilakukan dengan menggunakan metode ekstraksi hara terbaik. Metode tersebut
harus menunjukkan hasil yang sesuai dengan kandungan hara sebagai representasi
tingkat kesuburan tanah. Berdasarkan penelitian Amisnaipa et al. (2009) metode
ekstraksi hara tanah yang terbaik untuk tanah Inceptisols Dramaga adalah
menggunakan Morgan karena metode ekstraksi ini yang memberikan nilai
konsisten dengan kondisi hara dalam tanah. Kriteria nilai K terekstrak Morgan
untuk menilai tingkat ketersediaan hara K adalah : (1) tergolong sangat rendah,
jika nilai terekstraknya < 58.25 ppm K, (2) rendah jika nilai terekstraknya

5
58.25≤103.25 ppm K, (3) sedang, jika nilai terekstraknya 103.25 ≤205.00 ppm K,
(4) tinggi dan sangat tinggi, jika nilai terekstraknya ≥205.00 ppm K.
Amisnaipa et al. (2009) juga mendapatkan rekomendasi pemupukan K di
Inceptisols Dramaga disusun untuk kelas ketersediaan K sangat rendah, rendah,
dan sedang. Sementara untuk kelas ketersedian hara K tinggi dan sangat tinggi
tidak perlu dilakukan pemupukan karena tanaman tidak menunjukkan respon
terhadap pemupukan. Penyusunan rekomendasi pemupukan dapat menggunakan
kurva respon umum tanaman (generalized curve) terhadap pemupukan K untuk
masing-masing kelas ketersediaan hara K tanah. Namun dalam penelitian ini kelas
ketersediaan hara K tanah hanya pada satu kelas karena keterbatasan waktu.

METODE PENELITIAN
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan mulai Maret 2014 sampai Juli 2014. Penelitian
merupakan percobaan lapang yang dilakukan di Kebun Percobaan University
Farm IPB, Cikabayan, Darmaga, Bogor dengan ketinggian tempat sekitar 250 m
dari permukaan laut. Jenis tanah adalah Inceptisols Darmaga. Analisis tanah
dilakukan di Laboratorium Penelitian Kimia dan Uji Tanah, Balai Besar Sumber
Daya Lahan Pertanian.

Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan yaitu benih cabai varietas Gada F1 (Lampiran 1)
yang cocok di daerah dataran rendah sampai menengah. Bahan lain adalah pupuk
urea (46% N), SP-36 (36% P2O5) dan KCl (60% K2O), pupuk kandang ayam,
kapur Kalsium Karbonat (CaCO3), media semai berupa arang sekam, pestisida
Dursban 200 EC bahan aktif klorpirifos, dan bahan-bahan kimia untuk analisis
tanah. Alat yang digunakan dalam pembuatan petak-petak percobaan serta
penanaman adalah seperangkat alat budi daya pertanian berupa cangkul, sekop,
ember, garu, tali tanam, dan sebagainya.

Rancangan Penelitian
Percobaan ini akan menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak
(RKLT) dengan satu faktor yaitu dosis pemupukan K yang terdiri atas 5 taraf
perlakuan. Setiap taraf perlakuan dilakukan empat ulangan, sehingga diperoleh 20
satuan percobaan. Pemberian dosis K di setiap petakan didasarkan pada kondisi
hara K yang diuji menggunakan metode pengekstrak Morgan. Dosis pemupukan
K yang digunakan yaitu 0X, 1/4X, 1/2X, 3/4X, dan X dimana X= 772.39 kg K2O
ha-1. Nilai X didapatkan dari kurva erapan pada penelitian Amisnaipa et al. (2009)
yang dilakukan di lokasi yang sama dengan ukuran petak sebesar 28 m2.
Model matematika rancangan dalam percobaan ini adalah sebagai berikut :
Y ijk = μ + Pi + βj + εijk

6
Keterangan :
Yij
= hasil pada pemupukan K ke-i dan ulangan ke-j
µ
= nilai rataan umum
Pi
= pengaruh pemupukan K pada taraf ke-i
βk
= pengaruh ulangan pada taraf ke-j
Eijk = pengaruh galat percobaan pada pemupukan K pada taraf ke-I dan
ulangan ke-j
Pengaruh dari pemupukan kalium dapat diketahui dengan menggunakan
uji F pada taraf kesalahan 5%. Apabila terdapat pengaruh nyata terhadap peubah
yang diamati maka dilanjutkan dengan uji Kontras Polynomial Orthogonal untuk
mengetahui pola respon peubah terhadap perlakuan (Matjik dan Sumertajaya
2006).
Pelaksanaan Penelitian
Tahapan penelitian diawali dengan mengambil sampel tanah dari lokasi
penelitian yang merupakan hamparan lahan seluas 150 m2. Sampel tanah diambil
dari kedalaman 20 cm dari 10 titik pengambilan sampel. Analisis tanah dilakukan
terhadap tekstur tanah, kadar C-organik, N-total, P(HCl 25% dan Bray 1), pH,
KTK, KB, Al-dd, H-dd, Fe-bebas, unsur mikro tersedia (Fe, Cu, Zn, Mn). Nilai K
terekstrak tanah diperoleh dengan menganalisis kandungan K tanah menggunakan
metode ekstraksi NH4-OAc 1 M pH 4.8 (Morgan). Pengujian K terekstrak secara
khusus dilakukan menggunakan metode pengekstrak Morgan karena dinilai lebih
konsisten dibandingkan pengekstrak yang lain (Amisnaipa 2009).
Ukuran petak percobaan adalah 5 m x 1.5 m (7.5m2) sebanyak 20 petak
dengan ukuran bedeng efektif 0.9 m x 5 m. Tinggi bedeng 0.3 m, jarak antar
bedeng 0.6 m. Tanah yang digunakan merupakan Inseptisols Darmaga. Sementara
dilakukan pengolahan lahan, benih cabai varietas Gada F1 disemai di tray
menggunakan media tanam berupa arang sekam.
Pengapuran dengan dosis 4 ton ha-1 dilakukan setelah pengolahan tanah
dengan tujuan untuk menaikkan pH yang sesuai bagi tanaman cabai. Kapur
diberikan dengan cara disebar merata kemudian dilakukan pembalikan tanah.
Inkubasi kapur dilakukan seminggu sebelum penanaman.
Dosis pemupukan N dan P berdasarkan rekomendasi Balitsa (Nurtika dan
Hilman 1995) yaitu 151 kg N ha-1 dan 69 kg P2O5 ha-1. Aplikasi pupuk kandang
20 ton ha-1 dan SP-36 192 kg ha-1 dilakukan dua minggu sebelum tanam. Dosis
pemupukan K berdasarkan perlakuan. Pupuk susulan yaitu urea sebanyak 328 kg
ha-1 dan KCl diberikan 3 kali pada umur 3, 6, dan 9 minggu setelah tanam
masing-masing 1/3 dosis dengan cara disebarkan disekitar lubang tanam
kemudian ditutup dengan tanah.
Bibit cabai yang ditanam adalah hasil persemaian selama 28 hari.
Tanaman hasil persemaian akan ditanam di petak percobaan dengan double row
jarak tanam 50 cm dalam baris dan 60 cm antar baris. Populasi bibit yang ditanam
per petak adalah 20 tanaman dengan jumlah populasi total 400 tanaman.

7
Tahapan pemeliharaan yang dilakukan selama masa tumbuh tanaman
cabai meliputi penyulaman, penyiraman, pemberantasan gulma dan pencegahan
hama dan penyakit. Penyulaman dilakukan satu minggu setelah tanam dengan
mengganti tanaman yang kering dan mati. Pemberantasan gulma dilakukan satu
minggu sekali, penyiraman dilakukan setiap hari, dan dilakukan aplikasi pestisida
bila diperlukan. Pemanenan pertama dilakukan pada 70 HST saat buah masak
80% merah.

Pengamatan
Tiap satuan percobaan diambil sepuluh tanaman contoh yang diambil secara
acak untuk diamati. Pengamatan dilakukan dua minggu setelah pindah ke lapang
(transplanting) sampai dengan panen, dengan variable pengamatan sebagai
berikut:
1. Komponen Pertumbuhan dan Hasil Tanaman
a. Tinggi tanaman (cm) diukur dari pangkal tanaman sampai titik
tumbuh tertinggi.
b. Jumlah daun (buah), dilakukan dengan menghitung jumlah daun
yang sudah terbuka sempurna.
2. Pengamatan generatif cabai
a. Waktu antesis (HST) : diamati ketika sepuluh tanaman tiap
perlakuan (50%) sudah mempunyai bunga mekar. Jumlah hari
dihitung dari waktu pindah tanam.
b. Umur buah masak (HST) : diamati ketika sepuluh tanaman tiap
perlakuan (50%) sudah mempunyai buah siap panen (80% merah).
Jumlah hari dihitung dari waktu pindah tanam.
c. Diameter buah (cm) : bagian tengah buah dari 10 buah segar dari
setelah panen kedua.
d. Panjang buah (cm) : dari pangkal hingga ujung buah diukur dari 10
buah segar setelah panen kedua.
e. Bobot/buah (g) : diukur dari 10 buah segar setelah panen kedua
dan dirata-ratakan.
f. Bobot buah/tanaman (g) : jumlah keseluruhan bobot layak pasar
dan tidak layak pasar tanaman contoh yang kemudian dibagi sesuai
jumlah tanaman contoh.
g. Bobot buah layak pasar (g/tanaman) : grade 1 (panjang buah 12-14
cm), grade 2 (panjang buah 9-11 cm), grade 3 (panjang buah