Kerangka Teoritis Kerangka Teoritis dan Konseptual

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual

1. Kerangka Teoritis

Kerangka teoritis adalah konsep-konsep yang merupakan abstraksi dan hasil pemikiran atau kerangka acuan yang pada dasarnya bertujuan untuk mengadakan identifikasi terhadap dimensi-dimensi sosial yang dianggap relevan oleh peneliti. Soerjono Soekanto, 1984: 124. Menurut Surachmin dan Suhandi Cahaya 2011: 106, secara konseptual faktor- faktor yang mempengaruhi proses penegakan hukum adalah sifat tamak dan kurangnya kesadaran bersyukur, penghasilan tidak memadahi, kurangnya keteladanan dari pimpinan, kultur organisasi yang salah, nilai negatif yang hidup dalam masyarakat, moral yang lemah, kebutuhan hidup yang mendesak, ajaran- ajaran agama kurang diterapkan secara benar dan penegakan hukum kadang kala tidak mengerti peraturan hanya memakai ilmu instan bukan ahlinya. Menurut Soerjono Soekanto 1982: 54, secara konseptual terdapat 5 lima faktor yang mempengaruhi proses penegakan hukum antara lain: a. Aturan hukum atau Undang-Undang sering merupakan faktor penghambat sehingga mempengaruhi proses penegakan hukum, karena rumusan normanya tidak jelas menimbulkan penafsiran yang kadang-kadang merugikan atau tidak adil. b. Aparatur penegak hukum yang merupakan salah satu pilar penting dalam proses penegakan hukum, sering melakukan berbagai tindakan yang bertentangan dengan ketentuan hukum sehingga menimbulkan berbagai masalah. c. Sarana dan prasarana pendukung yang kurang memadai sudah tentu akan mempengaruhi ruang gerak aparatur penegak hukum dan juga anggota masyarakat sebagai pencari keadilan. d. Budaya hukum masyarakat yang merupakan suatu proses internalisasi nilai- nilai dalam rangka memahami hukum dan berupaya untuk menerapkannya secara baik demi kepentingan bersama, ternyata belum dipraktekan secara baik. e. Masyarakat sering menjadi penyebab dalam proses penegakan hukum, karena mempunyai uang, sering didorong oleh keinginan untuk menang sendiri tanpa memperhatikan aspek-aspek yang sifatnya objektif dari hukum untuk mewujudkan tujuannya yakni keadilan. Berdasarkan pendapat G P. Hoefnagels 1990: 10 bahwa penanggulangan kejahatan secara umum dapat ditempuh melalui dua pendekatan yaitu penal dan non penal. Keduanya dalam fungsinya harus berjalan beriringan secara sinergis, saling melengkapi. Jika pendekatan pertama yang ditempuh, maka ini berarti bahwa penanggulangan suatu kejahatan dilakukan dengan menggunakan kebijakan hukum pidana penal policycriminal law policy strafrechtspolitiek, yaitu, “usaha mewujudkan peraturan perundang-undangan pidana yang sesuai dengan keadaan dan situasi pada suatu waktu dan untuk masa yang akan datang”. Artinya, hukum pidana difungsikan sebagai sarana pengendali sosial, yaitu dengan sanksinya yang berupa pidana untuk dijadikan sarana menanggulangi kejahatan. Dengan demikian diharapkan norma-norma sosial dapat ditegakkan dengan sanksi yang dimiliki hukum pidana terhadap seseorang yang berperilaku tidak sesuai dengan norma-norma tersebut.

2. Konseptual