Penegakan Hukum Pidana di Indonesia

Penegakan Hukum Pidana di Indonesia
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mandiri
Mata Kuliah : Pendidikan Kewarganegaraan
Dosen Pengampu : Dr. Suklani M.Pd.

Disusun Oleh :
Tika Puspita Sari
1608105023

JURUSAN TADRIS MATEMATIKA II/A
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
IAIN SYEKH NURJATI CIREBON
2017

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT berkat rahmat, taufik
dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyusun tugas mandiri mata kuliah
Pendidikan Kewarganegaraan dengan baik dan tepat waktu.
Seperti yang telah kita ketahui bahwa hukum akan mengatur kehidupan
bermasyarakat dan juga hukum akan memberikan rasa nyaman dan aman bagi
masyarakat Indonesia bila hukum tersebut dapat dilaksanakan dengan baik.

Makalah ini kami buat untuk memberikan gambaran tentang penegakan
hukum pidana di Indonesia. Semoga makalah ini dapat menambah wawasan kita
tentang hukum pidana yang berlaku di Indonesia.
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan
makalah ini. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangatlah
kami harapkan guna kesempurnaan makalah ini.
Terima kasih
Cirebon, 30 Mei 2017

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

i

DAFTAR ISI

ii


BAB I PENDAHULUAN

1

A. Latar Belakang

1

B. Rumusan Masalah

2

C. Tujuan Penulisan

2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

3


A. Pengertian Hukum

3

B. Pengertian Hukum Pidana

4

C. Macam-Macam Hukum Pidana

6

D. Pengertian Penegakan Hukum

7

E. Fungsi Penegakan Hukum

8


F. Aparatur Penegak Hukum

8

BAB III PEMBAHASAN

10

A. Penegakan Hukum Pidana di Indonesia

10

B. Tahapan Penegakan Hukum Pidana di Indonesia

12

C. Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum Pidana Indonesi

13


D. Penanggulangan Kejahatan dengan Hukum Pidana

17

BAB IV PENUTUP

22

A. Kesimpulan

22

DAFTAR PUSTAKA

23

BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang
Suatu kenyataan hidup bahwa manusia adalah makhluk sosial. Manusia
hidup berdampingan, bahkan berkelompok-kelompok dan sering mengadakan
hubungan antar sesamanya. Hubungan sosial terjadi berkenaan dengan kebutuhan
hidupnya yang tidak mungkin selalu dapat terpenuhi sendiri. Kebutuhan hidup
manusia berbagai macam. Pemenuhan kebutuhan hidup tergantung dari hasil yang
mereka peroleh melalui usaha yang dilakukan. Setiap saat manusia ingin
kebutuhannya terpenuhi dengan baik. Jika dalam saat yang bersamaan ada dua
manusia yang ingin memenuhi kebutuhan yang sama dengan hanya satu objek
kebutuhan, sedangkan keduanya enggan untuk mengalah, maka bentrokan tidak
dapat dihindarkan. Suatu bentrokkan akan terjadi juga jika dalam suatu hubungan,
antar manusia ada yang tidak memenuhi kewajibannya.
Hal-hal tersebut sebenarnya merupakan akibat dari tingkah laku manusia
yang menginginkan kebebasan. Kebebasan dalam bertingkah laku tidak
selamanya akan menghasilkan sesuatu yang baik. Terlebih jika kebebasan tingkah
laku seseorang tidak dapat diterima oleh kelompok sosialnya. Oleh karena itu,
demi terciptanya keteraturan dalam suatu kelompok sosial, baik dalam situasi
kebersamaan maupun dalam situasi sosial diperlukan ketentuan-ketentuan.
Ketentuan tersebut guna membatasi kebebasan tingkah laku manusia. Ketentuanketentuan yang diperlukan adalah ketentuan yang timbul dari dalam pergaulan
hidup atas dasar kesadaran dan biasa disebut hukum. Jadi, hukum adalah

ketentuan-ketentuan yang timbul dari pergaulan hidup manusia. Hal ini timbul
atas rasa kesadaran manusia itu sendiri, sebagai gejala-gejala sosial. Gejala-gejala
sosial tersebut merupakan hasil pengukuran, baik dari tingkah laku manusia dalam
pergaulan hidupnya.
Peraturan hukum yang berlaku dalam suatu kelompok sosial ketentuannya
tidak terpisah-pisah, melainkan ada satu kesatuan yang masing-masing berlaku
sendiri. Setiap satu kesatuan yang merupakan keseluruhan aturan terdiri dari
bagian-bagian. Satu sama lain yang berkaitan disusun secara teratur dengan

tatanan tertentu merupakan suatu sistem yang disebut sistem hukum. Indonesia
merupakan negara hukum yang menganut sistem hukum tertentu untuk
memelihara tata tertib demi keadilan bernegara.

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dibuat sebagai batasan dari pembahasan yang akan
dipaparkan. Rumusan masalah tersebut diantaranya :
a. Bagaimana penegakan hukum pidana berlaku di Indonesia?
b. Bagaimana tahapan menegakan hukum pidana di Indonesia?
c. Faktor yang seperti apa yang dapat mempengaruhi penegakan
hukum pidana di Indonesia?

d. Bagaimana penanggulangan kejahatan dengan hukum pidana?

C. Tujuan Penulisan
Tujuan

dalam

penulisan

adalah

interpretasi

terhadap

rumusan

permasalahan yang telah disebutkan, diantaranya :
a. Membahas penegakan hukum pidana di Indonesia.
b. Membahas tahapan menegakan hukum pidana di Indonesia.

c. Membahas faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum
pidana di Indonesia.
d. Membahas penanggulangan kejahatan dengan hukum pidana.

BAB II
LANDASAN TEORI

A. Pengertian Hukum
Banyak pengertian dari hukum yang diberikan oleh para ahli hukum
diantaranya adalah sebagai berikut:


Prof.Dr.P.Borst

Hukum adalah keseluruhan peraturan bagi kelakuan atau perbuatan
manusia di dalam masyarakat, yang pelaksanaannya dapat dipaksa dan bertujuan
mendapatkan ketertiban dan keadilan.


Prof.Dr.Van Kan


Hukum adalah keseluruhan peraturan hidup yang bersifat memaksa untuk
melindungi kepentingan manusia yang hidup di dalam masyarakat.


Kantorowich

Hukum adalah keseluruhan peraturan-peraturan sosial yang mewajibkan
perbuatan lahir yang mempunyai sifat keadilan serta dapat dibenarkan.


Dr.E.Utrecht SH

Hukum adalah himpunan petunjuk-petunjuk hidup, tata tertib suatu
masyarakat dan seharusnya ditaati oleh anggota masyarakat yang bersangkutan.


M.H.Tirta Amidjaja,SH

Hukum adalah semua aturan (norma) yang harus ditaati dalam tingkah

laku, tindakan-tindakan dalam pergaulan hidup dengan ancaman harus mengganti
kerugian jika melanggar aturan-aturan tersebut.
Secara umum hukum dapat didefinisikan sebagai himpunan peraturanperaturan yang dibuat oleh pihak yang berwenang, dengan tujuan untuk mengatur
tata kehidupan dalam bermasyarakat yang mempunyai ciri memerintah dan
melarang serta mempunyai sifat memaksa dengan menjatuhkan sanksi hukuman
bagi mereka yang melanggarnya. Unsur-unsur yang terkandung dalam hukum
yaitu :
1. Peraturan-peraturan yang dibuat oleh pihak yang berkewenangan
2. Bertujuan untuk mengatur tata tertib kehidupan bermasyarakat
3. Mempunyai ciri yang bersifat memerintah dan melarang

4. Bersifat memaksa dan wajib untuk ditaati

B. Pengertian Hukum Pidana
Banyak pengertian dari hukum pidana yang diberikan oleh para ahli
hukum pidana diantaranya adalah sebagai berikut:


W.L.G. Lemaire

Hukum pidana itu itu terdiri dari norma-norma yang berisi keharusankeharusan dan larangan-larangan yang dibentuk oleh pembentuk undang-undang
yang telah dikaitkan dengan suatu sanksi berupa hukuman, yakni suatu
penderitaan yang bersifat khusus. Dengan demikian dapat juga dikatakan, bahwa
hukum pidana itu merupakan suatu sistem norma-norma yang menentukan
terhadap tindakan-tindakan yang mana tindakan tersebut berupa suatu keharusan
dan suatu larangan dan dalam keadaan-keadaan melanggar hukum itu dapat
dijatuhkan, serta hukuman yang bagaimana yang dapat dijatuhkan bagi tindakantindakan tersebut.


Hazewinkel-Suringa

Hukum pidana adalah sejumlah peraturan hukum yang mengandung
larangan dan perintah atau keharusan yang terhadap pelanggarannya diancam
dengan pidana (sanksi hukum).


Adami Chazawi

Hukum pidana itu adalah bagian dari hukum publik yang memuat atau
berisi ketentuan-ketentuan tentang:
1. Aturan umum hukum pidana dan (yang dikaitkan/berhubungan
dengan) larangan melakukan perbuatan-perbuatan (aktif/positif maupun
pasif/negatif) tertentu yang disertai dengan ancaman sanksi berupa pidana
(straf) bagi yang melanggar larangan itu;
2. Syarat-syarat tertentu (kapankah) yang harus dipenuhi/harus ada
bagi si pelanggar untuk dapat dijatuhkannya sanksi pidana yang
diancamkan pada larangan perbuatan yang dilanggarnya.


W.F.C. van Hattum

Hukum pidana adalah suatu keseluruhan dari asas-asas dan peraturanperaturan yang diikuti oleh negara atau suatu masyarakat hukum umum lainnya,

dimana mereka itu sebagai pemelihara dari ketertiban hukum umum telah
melarang dilakukannya tindakan-tindakan yang bersifat melanggar hukum dan
telah mengaitkan pelanggaran terhadap peraturan-peraturannya dengan suatu
penderitaan yang bersifat khusus berupa hukuman.


Simons

Menurut Simons hukum pidana itu dapat dibagi menjadi hukum pidana
dalam arti objektif atau strafrecht in objectieve zin dan hukum pidana dalam arti
subjektif atau strafrecht in subjectieve zin. Hukum pidana dalam arti objektif
adalah hukum pidana yang berlaku, atau yang juga disebut sebagai hukum positif
atau ius poenale. Simons merumuskan hukum pidana dalam arti objektif sebagai:


Keseluruhan larangan dan perintah yang oleh negara diancam
dengan nestapa yaitu suatu pidana apabila tidak ditaati.



Keseluruhan peraturan yang menetapkan syarat-syarat untuk
penjatuhan pidana.



Keseluruhan ketentuan yang memberikan dasar untuk pen- jatuhan
dan penerapan pidana.

Hukum pidana dalam arti subjektif atau ius puniendi bisa diartikan secara
luas dan sempit, yaitu sebagai berikut:
o Dalam arti luas, Hukum pidana adalah hak dari negara atau alatalat perlengkapan negara untuk mengenakan atau mengancam
pidana terhadap perbuatan tertentu.
o Dalam arti sempit, Hukum pidana adalah hak untuk menuntut
perkara-perkara pidana, menjatuhkan dan melaksanakan pidana
terhadap orang yang melakukan perbuatan yang dilarang. Hak ini
dilakukan oleh badan-badan peradilan.
Jadi ius puniendi adalah hak mengenakan pidana. Hukum pidana dalam
arti subjektif (ius puniendi) yang merupakan peraturan yang mengatur hak negara
dan alat perlengkapan negara untuk mengancam, menjatuhkan dan melaksanakan
hukuman terhadap seseorang yang melanggar larangan dan perintah yang telah
diatur dalam hukum pidana yang diperoleh negara dari peraturan- peraturan yang
telah ditentukan oleh hukum pidana dalam arti objektif (ius poenale). Dengan kata

lain ius puniendi harus berdasarkan kepada ius poenale karena keduanya tidak
dapat dipisahkan.
Dari sekian banyak definisi yang telah di kemukakan oleh para ahli, maka
dapat kami simpulkan bahwa hukum pidana merupakan hukum yang mengatur
tentang pelanggaran-pelangaran dan kejahatan-kejahatan terhadap kepentingan
umum, perbuatan itu yang mana diancam dengan hukuman yang merupakan suatu
penderitaan atau siksaan.
C. Macam-Macam Hukum Pidana
Mengenai hukuman apa yang dapat dijatuhkan terhadap seseorang yang
telah bersalah melanggar ketentuan-ketentuan dalam undang-undang hukum
pidana, dalam Pasal 10 KUHP ditentukan macam-macam hukuman yang dapat
dijatuhkan, yaitu sebagai berikut:


Hukuman-hukuman pokok, diantaranya

1. Hukuman mati, tentang hukuman mati ini terdapat negara-negara yang
telah menghapuskan bentuknya hukuman ini, seperti Belanda, tetapi di
Indonesia sendiri hukuman mati ini kadang masih diberlakukan untuk
beberapa hukuman walaupun masih banyaknya pro-kontra terhadap
hukuman ini.
2. Hukuman penjara, hukuman penjara sendiri dibedakan ke dalam
hukuman penjara seumur hidup dan penjara sementara. Hukuman
penjara sementara minimal 1 tahun dan maksimal 20 tahun. Terpidana
wajib tinggal dalam penjara selama masa hukuman dan wajib
melakukan pekerjaan yang ada di dalam maupun di luar penjara dan
terpidana tidak mempunyai Hak Vistol.
3. Hukuman kurungan, hukuman ini kondisinya tidak seberat hukuman
penjara dan dijatuhkan karena kejahatan-kejahatan ringan atau
pelanggaran. Biasanya terhukum dapat memilih antara hukuman
kurungan atau hukuman denda.

4. Hukuman denda, Dalam hal ini terpidana boleh memilih sendiri antara
denda dengan kurungan. Maksimum kurungan pengganti denda adalah
6 Bulan.
5. Hukuman tutupan, hukuman ini dijatuhkan berdasarkan alasan-alasan
politik terhadap orang-orang yang telah melakukan kejahatan yang
diancam dengan hukuman penjara oleh KUHP.


Hukuman Tambahan

Hukuman tambahan tidak dapat dijatuhkan secara tersendiri melainkan
harus disertakan pada hukuman pokok, hukuman tambahan tersebut antara lain:
1. Pencabutan hak-hak tertentu.
2. Penyitaan barang-barang tertentu.
3. Pengumuman keputusan hakim.
D. Pengertian Penegakan Hukum
Penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya untuk tegaknya atau
berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku dalam
kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Ditinjau dari sudut subjeknya, penegakan hukum itu dapat dilakukan oleh
subjek yang luas dan dapat pula diartikan sebagai upaya penegakan hukum oleh
subjek dalam arti yang terbatas atau sempit. Dalam arti luas, proses penegakan
hukum itu melibatkan semua subjek hukum dalam setiap hubungan hukum. Siapa
saja yang menjalankan aturan normatif dengan mendasarkan diri pada norma
aturan hukum yang berlaku, berarti telah menjalankan atau menegakkan aturan
hukum. Dalam arti sempit, penegakan hukum itu hanya diartikan sebagai upaya
aparatur penegakan hukum tertentu untuk menjamin dan memastikan bahwa suatu
aturan hukum berjalan sebagaimana mestinya. Dalam memastikan tegaknya
hukum

tersebut,

aparatur

penegak

hukum

dapat

diperkenankan

untuk

menggunakan daya paksa.
Pengertian penegakan hukum dapat juga ditinjau dari sudut objeknya,
yaitu dari segi hukumnya. Dalam hal ini, pengertiannya mencakup makna yang
luas dan sempit. Dalam arti luas, penegakan hukum itu mencakup pula nilai-nilai

keadilan yang terkandung di dalamnya berupa aturan formal maupun nilai-nilai
keadilan yang hidup dalam masyarakat. Namun dalam arti sempit, penegakan
hukum itu hanya menyangkut penegakan peraturan yang formal dan tertulis saja.
Dari uraian di atas jelaslah kiranya bahwa yang dimaksud dengan
penegakan hukum itu kurang lebih merupakan upaya yang dilakukan untuk
menjadikan hukum sebagai pedoman perilaku dalam setiap perbuatan hukum,
baik oleh para subjek hukum yang bersangkutan maupun oleh aparatur penegakan
hukum yang resmi diberi kewenangan oleh undang-undang untuk menjamin
berfungsinya norma-norma hukum yang berlaku dalam tatanan kehidupan
bermasyarakat dan bernegara.

E. Fungsi Penegakan Hukum
a) Sebagai alat pengatur tata tertib hubungan bermasyarakat
Dalam kehidupan bermasyarakat, hukum menunjukkan mana yang baik
dan mana yang tidak. Hukum juga membatasi hal yang harus diperbuat dan mana
yang tidak boleh, sehingga segala sesuatunya dapat berjalan tertib dan teratur.
Karena hukum mempunyai sifat mengatur tingkah laku manusia serta mempunyai
ciri memerintah dan melarang. Begitu pula hukum dapat memaksa agar hukum
tersebut ditaati anggota masyarakat.
b) Sebagai sarana untuk mewujudkan keadilan sosial lahir dan batin
Hukum mempunyai ciri, sifat, dan daya pengikat, maka hukum dapat
memberi keadilan yang dapat menentukan siapa yang bersalah dan siapa yang
benar. Hukum dapat menghukum siapa yang bersalah, hukum dapat memaksa
peraturan ditaati dan siapa yang melanggar diberi sanksi hukuman.
c) Sebagai penggerak pembangunan
Daya

pikat

dari

hukum

dapat

digunakan

untuk

menggerakkan

pembangunan. Hukum dijadikan alat untuk membawa masyarakat ke arah yang
lebih maju.

F. Aparatur Penegak Hukum
Aparatur penegak hukum pengertiannya mencakup institusi penegak
hukum dan aparat penegak hukum. Aparatur penegak hukum yang terlibat dalam

proses tegaknya suatu hukum, dimulai dari saksi, polisi, penasehat hukum, jaksa,
hakim, dan petugas sipir permasyarakatan. Setiap aparatur terkait mencakup pula
pihak-pihak yang bersangkutan dengan tugas yang terkait dengan kegiatan
pelaporan atau pengaduan, penyelidikan, penuntutan, pembuktian, penjatuhan
vonis dan pemberian sanksi, serta upaya pemasyarakatan kembali (resosialisasi)
terpidana.
Dalam proses bekerjanya aparatur penegak hukum terdapat tiga elemen
penting yang mempengaruhinya, yaitu:


institusi penegak hukum beserta berbagai perangkat sarana dan
prasarana pendukung dan mekanisme kerja kelembagaan



budaya kerja yang terkait dengan aparat, termasuk kesejahteraan
aparatnya



perangkat peraturan yang mendukung kinerja kelembagaan dan
mengatur materi hukum yang dijadikan standar kerja, baik hukum
materielnya maupun hukum acaranya

Upaya penegakan hukum secara sistemik haruslah memperhatikan ketiga
aspek itu secara keseluruhan, sehingga proses penegakan hukum dan keadilan
secara internal dapat diwujudkan secara nyata yaitu terciptanya negara hukum
yang dapat menegakkan dan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.

BAB III
PEMBAHASAN

E. Penegakan Hukum Pidana di Indonesia
Penegakan hukum Pidana adalah upaya untuk mewujudkan keinginankeinginan hukum pidana menjadi kenyataan, yaitu hukum pidana menurut Van
Hammel adalah keseluruhan dasar dan aturan yang dianut oleh suatu negara dalam
kewajibannya untuk menegakkan hukum, yaitu dengan melarang apa yang
bertentangan dengan hukum dan menegakan hukuman kepada yang melanggar
larangan tersebut.
Menurut Satjipto Raharjo (1980) penegakan hukum merupakan suatu
usaha untuk mewujudkan ide-ide kepastian hukum, kemanfaatan sosial dan
keadilan menjadi kenyataan. Proses perwujudan ketiga ide inilah yang merupakan
hakekat dari penegakan hukum. Penegakan hukum dapat diartikan pula
penyelenggaraan hukum oleh petugas penegakan hukum dan setiap orang yang
mempunyai kepentingan dan sesuai kewenangannya masing-masing menurut
aturan hukum yang berlaku.
Dengan demikian penegakan hukum merupakan suatu sistem yang
menyangkut keserasian antara nilai dan kaidah serta perilaku nyata masyarakat
Indonesia. Kaidah-kaidah tersebut kemudian menjadi pedoman bagi perilaku
masyarakat Indonesia yang dianggap pantas. Adanya pedoman tersebut bertujuan
untuk menciptakan, memelihara dan mempertahankan kedamaian dalam
kehidupan bermasyarakat.
Gangguan

terhadap

penegakan

hukum

terjadi

apabila

adanya

ketidakserasian antara nilai-nilai, kaidah-kaidah dan pola prilaku masyarakat.
Gangguan tersebut timbul apabila terjadi ketidakserasian antara nilai-nilai yang
berpasangan menjelma dalam kaidah-kaidah yang menyimpang dan pola perilaku
yang tidak terarah dapat mengganggu kedamaian hidup masyarakat Indonesia.
Menurut Soerjono Soekanto penegakan hukum bukan semata-mata berarti
pelaksanaan perundang-undangan. Walaupun dalam kenyataan di Indonesia
kecenderung demikian. Sehingga pengertian Law Enforcement begitu populer.

Bahkan ada kecenderungan untuk mengartikan penegakan hukum sebagai
pelaksanaan keputusan-keputusan pengadilan. Pengertian ini jelas mengandung
kelemahan, sebab pelaksanaan perundang-undangan atau keputusan pengadilan
dapat mengganggu kedamaian dalam pergaulan hidup masyarakat Indonesia.
Berbicara penegakan hukum pidana sebenarnya tidak hanya bagaimana
cara membuat hukum itu sendiri, melainkan juga mengenai apa yang dilakukan
oleh aparatur penegak hukum dalam mengantisipasi dan mengatasi masalahmasalah yang timbul di masyarakat. Oleh karena itu, dalam menangani masalahmasalah dalam penegakan hukum pidana yang terjadi dalam masyarakat Indonesia
dilakukan secara penal (hukum pidana) dan non penal (tanpa menggunakan
hukum pidana). Berikut pemaparanya :
1. Upaya Non Penal (Preventif)
Upaya penanggulangan secara non penal lebih menitikberatkan pada
pencegahan sebelum terjadinya kejahatan dan secara tidak langsung dilakukan
tanpa menggunakan hukum pidana, misalnya:
a. Penanganan objek kriminalitas dengan sarana fisik guna mencegah
hubungan antara pelaku dengan objeknya dan dengan menggunakan
sarana pengamanan, pemberian pengawasan pada objek kriminalitas.
b. Mengurangi dan atau menghilangkan kesempatan berbuat kriminal
dengan perbaikan lingkungan yang dapat memberi rasa aman dan nyaman
masyarakat Indonesia.
c. Penyuluhan dan sosialisasi kesadaran mengenai tanggungjawab bersama
dalam terjadinya kriminalitas yang akan berpengaruh baik dalam
penanggulangan kejahatan.

2. Upaya Penal (Represif)
Upaya penal adalah upaya penegakan hukum yang merupakan tindakan
yang dilakukan oleh aparatur penegak hukum yang menitikberatkan pada
pemberantasan setelah terjadinya kejahatan yang dilakukan dengan hukum pidana
yaitu berupa sanksi pidana yang merupakan ancaman bagi pelakunya. Penyidikan,

penyidikan lanjutan, penuntutan dan seterusnya merupakan bagian-bagian dari
tahapan upaya penal. Fungsionalisasi hukum pidana merupakan suatu usaha untuk
menaggulangi kejahatan melalui penegakan hukum pidana yang rasional untuk
memenuhi rasa keadilan hukum.
F. Tahapan Penegakan Hukum Pidana di Indonesia
Menurut Muladi dan Barda Nawawi Arif, menegakkan hukum pidana
harus melalui beberapa tahap yang dilihat sebagai proses rasional yang sengaja
direncanakan untuk mencapai suatu keadilan yang akan bermuara pada pidana dan
pemidanaan. Tahapan-tahapan tersebut adalah
1. Tahap Formulasi
Tahap formulasi adalah tahapan penegakan hukum pidana (in abstracto)
oleh badan pembuat undang-undang yang melakukan kegiatan pemilihan sesuai
dengan keadaan serta situasi masa kini dan masa yang akan datang, kemudian
merumuskannya dalam bentuk peraturan perundang-undangan yang paling baik
guna memenuhi syarat keadilan. Tahap ini disebut juga dengan tahap kebijakan
legislaif.
2. Tahap Aplikasi
Tahap apilkasi adalah tahap penegakan hukum pidana (tahap penerapan
hukum pidana) oleh aparat penegak hukum, mulai dari pihak kepolisian sampai ke
pengadilan. Dengan demikian aparat penegak hukum bertugas menegakkan serta
menerapkan peraturan-peraturan perundang-undangan pidana yang telah dibuat
oleh pembuat undang-undang.Didalam melaksanakan tugas tersebut aparat
penegak hukum harus berpegang teguh pada nilai-nilai keadilan dan daya guna.
Tahapan ini disebut sebagai tahap yudikatif.
3. Tahap Eksekusi
Tahap eksekusi adalah tahapan penegakan pelaksanaan hukum serta secara
konkret oleh aparat-aparat pelaksana pidana. Pada tahap eksekusi ini aparat-aparat
pelaksana pidana bertugas menegakkan peraturan perundang-undangan yang telah
dibuat oleh pembuat undang-undang melalui penerapan pidana yang telah
diterapkan dalam putusan pengadilan. Dengan demikian proses pelaksanaan

pemidanaan telah ditetapkan dalam pengadilan, aparat-aparat pelaksana pidana
dalam pelaksanaan tugasnya harus berpedoman pada peraturan perundangundangan pidana yang telah dibuat oleh pembuat undang-undang dan undangundang daya guna.
Ketiga tahap penegakan hukum pidana tersebut merupakan suatu usaha
atau proses rasional yang sengaja direncanakan untuk mencapai suatu tujuan
tertentu. Jelas harus merupakan jalinan mata rantai aktivitas yang tidak terputus
yang bersumber dari nilai-nilai dan bermuara pada pidana dan pemidanaan.
G. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum Pidana di
Indonesia
Menurut Soerjono Soekanto bahwa secara konsepsional, inti dan arti
penegakan hukum pidana terletak pada kegiatan menyerasikan hubungan nilainilai yang terjabarkan di dalam kaidah-kaidah yang mantap dan teratur serta sikap
sebagai tindak dari rangkaian penjabaran nilai tahap akhir, untuk menciptakan,
memelihara, dan mempertahankan perdamaian bangsa dan negara Indonesia.
Adapun pokok dari penegakan hukum pidana di Indonesia pada dasarnya
terletak pada faktor-faktor yang memungkinkan dapat mempengaruhinya. Faktorfaktor tersebut mempunyai sikap yang netral, sehingga dampak positif maupun
dampak negatifnya terletak pada isi dari faktor-faktor tersebut.
Faktor-faktor tersebut diantaranya sebagai berikut :
a. Faktor hukum itu sendiri, yang dalam hal ini hanya dibatasi pada
faktor undang-undang saja.
b. Faktor penegak hukum, yakni aparatur hukum yang didalamnya
terdapat pihak-pihak yang membentuk dan menerapkan hukum.
c. Faktor sarana dan prasarana yang dapat mendukung penegakan
hukum pidana.
d. Faktor masyarakat, yakni lingkungan sosial dimana hukum pidana
berlaku dan diterapkan.

e. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, hasil cipta dan rasa
yang didasarkan pada karsa manusia di dalam lingkungan sosial
masyarakat.
Kelima faktor tersebut saling berkaitan erat, oleh karenanya merupakan
esensi dari penegakan hukum dan juga merupakan tolak ukur dari keefektivan
penegakan hukum. Dengan demikian, maka kelima faktor tersebut akan kami
bahas lebih lanjut dengan mengintegrasikan contoh-contoh yang diambil dari
kehidupan masyarakat Indonesia.
1. Undang-undang
Undang-undang dalam artian material adalah peraturan tertulis yang
berlaku umum dan dibuat oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah yang
sah. Mengenai berlakunya undang-undang tersebut, terdapat beberapa asas yang
bertujuan agar undang-undang tersebut mempunyai dampak yang positif. Asasasas tersebut antara lain:


Undang-undang tidak berlaku surut



Undang-undang dibuat oleh penguasa yang lebih tinggi, memiliki
kedudukan yang lebih tinggi pula



Undang-undang yang bersifat khusus akan menyampingkan
undang-undang yang bersifat umum, apabila yang membuat
undang-undangnya sama



Undang-undang yang berlaku saat ini membatalkan undangundang yang berlaku terdahulu



Undang-undang tidak dapat diganggu gugat



Undang-undang

merupakan

suatu

sarana

untuk

mencapai

kesejahteraan jasmani dan rohani bagi masyarakat maupun pribadi,
melalui pelestarian ataupun melalui pembaharuan (inovasi)
2. Penegak hukum
Penegak hukum adalah aparatur hukum yang merupakan golongan
panutan

dalam

masyarakat,

yang

diharapkan

mempunyai

kemampuan-

kemampuan tertentu sesuai dengan aspirasi masyarakat. Mereka harus mampu

berkomunikasi dan mendapat pengertian dari golongan sasaran, disamping
mampu menjalankan dan membawakan peranan yang dapat diterima oleh mereka.
Ada beberapa halangan yang sering dijumpai pada penerapan peranan
penegak hukum . Halangan-halangan tersebut diantaranya :


Keterbatasan

kemampuan

untuk

menempatkan

diri

dalam

peranannya sebagai aparatur penegak hukum


Tingkat aspirasi masyarakat yang relatif belum tinggi dalam
kerjasamanya dengan aparatur penegak hukum



Kurangnya gairah untuk membuat proyeksi atas pemikirannya bagi
masa depan



Belum adanya kemampuan untuk menunda pemuasan terhadap
suatu kebutuhan tertentu, terlebih terhadap kebutuhan yang bersifat
material



Kurangnya daya inovatif yang merupakan pasangan konservatisme

Beberapa halangan tersebut dapat dihindari dengan membiasakan diri
dengan sikap-sikap, sebagai berikut:
o Sikap terbuka terhadap pengalaman maupun penemuan baru.
o Senantiasa siap untuk menerima perubahan setelah selesai menilai
kekurangan yang ada pada saat itu.
o Memiliki rasa peka terhadap masalah-masalah yang terjadi di
sekitar lingkungannya.
o Senantiasa memiliki informasi yang sangat lengkap mengenai
pendiriannya.
o Memiliki orientasi masa depan yang baik.
o Menyadari akan potensi yang dimilikinya.
o Berpegang pada suatu perencanaan dengan baik
o Percaya pada kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi di
dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
o Menyadari dan menghormati akan hak, kewajiban, maupun
kehormatan diri sendiri dan pihak lain.
o Berpegang teguh pada keputusan-keputusan yang diambil atas
dasar penalaran dan perhitungan yang mantap.

3. Faktor sarana dan prasarana
Adanya sarana dan prasarana tertentu memungkinkan penegakan hukum
akan berjalan dengan baik. Sarana dan prasarana tersebut antara lain, mencakup
tenaga manusia yang berpendidikan dan terampil, organisasi yang baik, peralatan
yang memadai, keuangan yang cukupi, dan lain sebagainya.
Sarana dan prasarana mempunyai peran yang begitu penting dalam
penegakan hukum. Tanpa adanya sarana dan prasarana tersebut, tidak akan
mungkin penegak hukum menyerasikan peranan yang seharusnya dengan peranan
yang aktual. Khususnya untuk sarana atau fasilitas tersebut, sebaiknya dianut jalan
pikiran yang sebagai berikut :
a. Yang tidak ada maka segera diadakan
b. Yang rusak atau salah segera diperbaiki
c. Yang kurang segera ditambah
d. Yang macet maka segera dilancarkan
e. Yang mundur atau merosot segera dimajukan dan ditingkatkan
4. Faktor masyarakat
Penegakan hukum berasal dari masyarakat dan bertujuan untuk mencapai
kedamaian dalam bermasyarakat. Oleh karena itu, dipandang dari sudut tertentu
bahwa masyarakat dapat mempengaruhi penegakan hukum pidana tersebut.
Masyarakat Indonesia mempunyai kecenderungan yang besar untuk mengartikan
hukum dan bahkan mengidentifikasikannya dengan petugas yang dalam hal ini
penegak hukum sebagai pribadi. Salah satu akibatnya adalah baik maupun
buruknya hukum pidana senantiasa dikaitkan dengan pola prilaku penegak hukum
tersebut.
5. Faktor kebudayaan
Kebudayaan dalam sistem hukum pada dasarnya mencakup nilai-nilai
yang mendasari hukum yang berlaku, nilai-nilai yang merupakan konsepsi abstrak
mengenai apa yang dianggap baik harus dianut dan apa yang dianggap buruk
harus dihindari.
Pasangan nilai yang ikut berperan dalam hukum, adalah sebagai berikut:
o Nilai ketertiban dan nilai ketentraman

o Nilai jasmani dan nilai rohani
o Nilai konservatisme dan nilai inovatisme
Di Indonesia masih berlaku hukum adat, hukum adat merupakan hukum
kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat, yang mana hukum adat tersebut
merupakan hukum tak tertulis yang berlaku turun temurun dari generasi ke
generasi selanjutnya. Hukum adat tersebut mengatur hal-hal yang diharuskan
untuk dikerjakan dan hal-hal yang dilarang untuk dikerjakan. Sanksi dari hukum
adat di Indonesia biasanya berupa pengkucilan, cemoohan dari masyarakat sekitar.
H. Penanggulangan Kejahatan dengan Hukum Pidana
Berbicara penegakan hukum akan selalu melibatkan manusia di dalamnya
dengan demikian akan melibatkan tingkah laku manusia juga. Hukum tidak bisa
tegak dengan sendirinya, artinya ia tidak mampu untuk mewujudkan sendiri halhal yang tercantum dalam peraturan-peraturan hukum itu. Misalnya untuk
memberikan hak kepada seseorang, untuk memberikan perlindungan kepada
seseorang, untuk mengenakan pidana kepada seseorang yang memenuhi
persyaratan tertentu dan lain sebagainya. Oleh karenanya penegakan hukum dapat
dilakukan oleh manusia, dimana penegakan hukum ini dilakukan dan ditujukan
pada tingkah laku manusia maka perlu diketahui berbagai macam tingkah laku
manusia.
Tingkah laku manusia terikat pada berbagai hal, orientasi yang terdapat di
luar seseorang tersebut sangat penting sehingga ia tidak dapat mengabaikannya
dengan kata lain dalam tingkah lakunya di masyarakat, seseorang akan
berorientasi kepada berbagai hal. Jadi sangat sulit diterima bahwa tingkah laku
seseorang dalam kehidupan masyarakat adalah bebas, melainkan seseorang akan
didisiplinkan oleh pembatasan-pembatasan dalam hukum pidana yang berlaku.
Sehingga dapat dikatakan bahwa tingkah laku manusia merupakan respon dari
lingkungan sekitarnya.
Dalam pelaksanaan hukum pidana, manusia melakukan perbuatan pidana
dikarenakan dirinya sendiri dan konsep ini yang dianut oleh aliran teori
pemidanaan absolut atau teori pembalasan. Seseorang melakukan perbuatan

pidana dikarenakan dirinya sendiri yang dipengaruhi oleh faktor dari luar dirinya.
Konsep yang seperti ini dianut oleh aliran teori pemidanaan relatif atau teori
tujuan.
Jadi dalam perbuatan pidana, bahwa perbuatan pidana yang dilakukan oleh
seseorang maupun kelompok masyarakat tertentu disebabkan berbagai macam
faktor yang telah mempengaruhi diantaranya ekonomi, politik, hukum, sosial
budaya, dan lain-lain. Maka tidak dapat kita pungkiri bahwa seseorang atau
kelompok masyarakat melakukan perbuatan pidana dikarenakan adanya pengaruh
yang ada di luar dirinya yang tidak lain karena lingkungannya. Sehingga dalam
penanganannya tidak dilihat hanya sebatas apa yang telah dilanggar dan mengapa
terjadi pelanggaran tetapi juga bagaimana upaya pencegahannya baik secara
umum atau secara khusus.
Upaya penanggulangan kejahatan dengan menggunakan sanksi pidana
merupakan cara yang paling tua, setua peradaban manusia itu sendiri, sampai saat
ini pun sanksi pidana masih digunakan dan sangat diandalkan sebagai salah satu
sarana politik kriminal. Sebagaimana realita yang terjadi bahwa perbuatan pidana
yang dilakukan secara sengaja juga menggunakan sanksi pidana dalam upaya
penanggulangannya.
Namun selama ini hukum pidana yang digunakan kurang mampu
menanggulangi semua masalah sendiri karena memang hukum pidana mempunyai
keterbatasan kemampuan untuk menanggulangi beberapa tindak kejahatan. Hal
tersebut diantaranya juga diungkapkan oleh beberapa ahli seperti:


Wolf Middendorf

Wolf Middendorf mengatakan bahwa hukum pidana sangat sulit
digunakan untuk melakukan evaluasi terhadap efektivitas dan general deterrence
hukum tersebut tidak diketahui. Kita tidak dapat menganalisis hubungan sebab
dan akibat yang sesungguhnya terjadi. Seseorang melakukan kejahatan dapat
memungkinkan untuk mengulanginya lagi tanpa hubungan dengan ada tidaknya
Undang-Undang/Pidana yang telah dijatuhkan. Sarana-sarana yang dapat
dijadikan sebagai kontrol sosial perlu adanya seperti kekuasaan orang tua dan

agama yang diyakininya dapat mencegah perbuatan-perbuatan yang sama kuatnya
dengan ketakutan orang pada hukum pidana.


Danal R.Taft dan Ralph W.E
Danal R.Taft dan Ralph W.E mengatakan bahwa efektivitas dari hukum

pidana tidak dapat diukur secara akurat, yang mana fungsi hukum merupakan
salah satu sarana kontrol sosial, kebiasaan, keyakinan, dukungan dan pencelaan
terhadap suatu kelompok. Menurut Danal bahwa penekanan dari kelompokkelompok inkres dan pengaruh dari pendapat umum merupakan sarana-sarana
yang lebih efisien dalam mengatur tingkah laku manusia dari pada sanksi hukum
pidana.


Karl O. Christiansen
Karl O. Christiansen menyatakan bahwa : “pengaruh pidana terhadap

masyarakat luas sulit diukur, pengaruh tersebut (maksudnya pengaruh dalam arti
“general prevention”) terdiri dari sejumlah bentuk aksi dan reaksi yang berbeda
misalnya pencegahan (deterrence), pencegahan umum (general prevention),
memperkuat kembali nilai-nilai moral (reinforcement of moral values),
memperkuat kesadaran kolektif (strengthening the colective solidarity),
menegaskan kembali dan memperkuat rasa aman dari masyarakat (reaffirmation
of the public feeling of security), mengurangi/meredakan ketakutan (alleviation of
fears), melepaskan ketegangan agresif (release of aggressive tensions) dan
sebagainya.
Dikatakan pula oleh pakar sosiologi Satjipto Raharjo bahwa tindak
kejahatan pidana sudah menjadi wabah sosial, dimana-mana terjadi dari kota-kota
hingga pelosok tanah air. Sehingga hal tersebut diperlukan penanggulangan yang
integral

tidak

hanya

melalui

hukum

pidana

saja

melainkan

dengan

penanggulangan yang lain juga perlu, karena dengan adanya hukum pidana saja
tidak memberi efek jera ataupun takut untuk melakukan kejahatan pidana justru
akan semakin marak terjadi dimana-mana dan menganggap perbuatan tersebut
legal untuk dilakukan. Jadi karena keterbatasan hukum pidana dalam
menanggulangi kejahatan maka sangat dibutuhkan pendekatan lain, hal tersebut

wajar karena kejahatan bukan saja masalah kemanusiaan tetapi juga sebagai
permasalahan sosial dan banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya kejahatan.
Karena diperlukan upaya penanggulangan kejahatan secara integral baik
dari sisi kemanusiaan maupun dari sisi sosial maka menurut G.P. Hoefnadels
upaya penanggulangan kejahatan dapat ditempuh dengan :
a. Penerapan hukum pidana (criminal law application)
b. Pencegahan tanpa pidana (prevention without punishment)
c. Mempengaruhi pandangan masyarakat mengenai kejahatan dan
pemidanaan lewat media massa
Menurut Lilik Mulyadi (2004) bahwa usaha penanggulangan kejahatan
lewat pembuatan undang-undang pidana pada hakekatnya merupakan bagian
integral dari usaha perlindungan masyarakat. Sehingga wajar apabila kebijakan
hukum pidana yang merupakan bagian integral dari kebijakan sosial.
Secara konkrit kebijakan dengan menggunakan hukum pidana berkorelasi
erat dengan aspek kriminalisasi yang pada dasarnya kriminalitas merupakan
proses penetapan suatu perbuatan sebagai tindakan yang dilarang dan diancam
pidana bagi yang melanggar. Dalam menghadapi masalah kriminalisasi harus
memperhatikan beberapa hal diantaranya sebagai berikut :
1. Tujuan hukum pidana harus memperlihatkan tujuan pembangunan
nasional yaitu mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur yang
merata berdasarkan Pancasila, maka penggunaan hukum pidana bertujuan
untuk menanggulangi kejahatan guna terciptanya kesejahteraan dan
pengayoman terhadap masyarakat Indonesia.
2. Perbuatan yang diusahakan untuk dicegah ditanggulangi dengan hukum
pidana harus merupakan perbuatan yang tidak dikehendaki dimana
perbuatan tersebut mendatangkan kerugian bagi warga masyarakat
Indonesia.
3. Harus memperhatikan dan memperhitungkan prinsip-prinsip biaya dan
hasil (Cost and benefit principle).

4. Memperhatikan kapasitas dan kemampuan daya kerja dari aparatur
penegak hukum jangan sampai kelampauan beban tugas.
Penggunaan sarana hukum pidana seharusnya lebih hati-hati, cermat,
hemat, selektif dan limitatif. Dalam menggunakan sarana hukum pidana harus
memperhatikan prinsip-prinsip pembatasnya antara lain :
1. Jangan gunakan hukum pidana semata-mata untuk tujuan pembalasan
2. Jangan menggunakan hukum pidana untuk memidana suatu perbuatan
yang tidak merugikan ataupun membahayakan
3. Jangan menggunakan hukum pidana untuk mencapai satu tujuan yang
dapat dicapai lebih efektif dengan sarana-sarana yang lebih ringan
4. Jangan menggunakan hukum pidana apabila bahaya yang timbul dari
hukum pidana tersebut lebih besar daripada bahaya yang timbul dari
perbuatan pidana itu sendiri
5. Larangan-larangan hukum pidana jangan mengandung sifat lebih
berbahaya daripada perbuatan-perbuatan yang akan dicegah
6. Hukum pidana jangan memuat larangan-larangan yang tidak mendapat
dukungan kuat dari publik

BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penegakan hukum adalah suatu sistem usaha untuk mewujudkan ide-ide
kepastian hukum, kemanfaatan sosial dan keadilan menjadi kenyataan. Penegakan
hukum berpedoman untuk menciptakan, memelihara dan mempertahankan
kedamaian dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Penegakan hukum pidana
merupakan tugas yang harus dilakukan oleh aparatur penegak hukum dalam
mengantisipasi dan mengatasi masalah-masalah yang timbul di masyarakat.
Dalam menangani masalah-masalah yang timbul dalam penegakan hukum pidana
Indonesia dilakukan secara penal dan non penal.
Tahapan penegakan hukum pidana di Indonesia adalah proses rasional
yang sengaja direncanakan untuk mencapai suatu keadilan yang akan bermuara
pada pidana dan pemidanaan. Tahapan-tahapan tersebut adalah tahap formulasi,
tahapan aplikasi dan tahap eksekusi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum pidana di Indonesia
diantaranya undang-undang pidana, aparatur penegak hukum, sarana yang
memadai, faktor lingkungan sosial dan faktor kebudayaan.
Dalam menanggulangi tindak kejahatan dengan hukum pidana akan
terlihat lebih efisien karena hukuman berupa sanksi merupakan bentuk hukuman
tertua yang pernah ada di peradaban manusia. Usaha penanggulangan kejahatan
lewat pembuatan undang-undang pidana pada hakekatnya merupakan bagian
integral dari usaha perlindungan masyarakat Indonesia. Sehingga wajar apabila
kebijakan hukum pidana yang merupakan bagian integral dari kebijakan sosial.

DAFTAR PUSTAKA

Lilik Mulyadi, Kapita Selekta Hukum Pidana Kriminologi dan
Victimologi, Djambatan, Jakarta, 2004
Prodjohamidjojo, Martiman. Memahami Dasar-Dasar Hukum Pidana
Indonesia. Pradnya Paramita, 1997.
Lamintang, P. A. F., and C. Djisman Samosir. Hukum Pidana Indonesia.
Sinar Baru, 1983.
Effendi, Erdianto. Hukum pidana Indonesia: suatu pengantar. Refika
Aditama, 2011.
Rahardjo, Satjipto. Ilmu hukum. Citra Aditya Bakti, 1991.
Arief, Barda Nawawi. Kapita Selekta Hukum Pidana. Citra Aditya Bakti,
2003.