B. Perumusan Masalah
Perumusan masalah pada penelitian ini yaitu, bagaimanakah pola bakteri aerob penyebab infeksi pada luka post operasi di ruang Rawat Inap Bedah
dan Kebidanan RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui pola bakteri aerob penyebab infeksi luka post operasi di ruang Rawat Inap Bedah RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar
Lampung.
2. Untuk mengetahui pola bakteri aerob penyebab infeksi luka post operasi di ruang Rawat Inap Kebidanan RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar
Lampung.
D. Manfaat Penelitian
•
Bagi Penulis
Dapat menambah wawasan dan khasanah ilmu pengetahuan penulis terutama tentang pola bakteri aerob penyebab infeksi pada luka post
operasi.
•
Bagi Rumah Sakit
Dapat memberikan informasi dan pertimbangan pihak Rumah Sakit Umum Daerah Dr. H. Abdul Moeloek khususnya di Ruang Rawat Inap Bedah dan
Kebidanan untuk menjadi masukan data mengenai bakteri patogen yang dapat menjadi infeksi nosokomial.
•
Bagi Peneliti Selanjutnya
Menjadi dasar peneliti selanjutnya untuk melakukan penelitian khususnya mengenai pola bakteri aerob penyebab infeksi pada luka post operasi di
Ruang Rawat Inap Bedah dan Kebidanan Rumah Sakit.
E. Kerangka Penelitian
1. Kerangka Teori
Infeksi nosokomial merupakan infeksi yang didapat selama pasien dirawat di rumah sakit 3 x 24 jam atau infeksi yang terjadi pada lokasi yang sama
tetapi disebabkan oleh mikroorganisme yang berbeda dari mikroorganisme pada saat masuk rumah sakit. Salah satu infeksi nosokomial paling utama
berasal dari luka post operasi. Light, 2001.
Infeksi luka operasi dapat berasal dari dalam tubuh penderita maupun luar tubuh. Infeksi endogen yang disebut dengan self infection atau auto
infection disebabkan oleh mikroorganisme yang semula memang sudah
ada di dalam tubuh dan berpindah ke daerah yang lain. Infeksi eksogen cross infection dapat berasal dari lingkungan rumah sakit seperti udara
ruang operasi dan ruang rawat inap, peralatan yang tidak steril maupun petugas kesehatan Soeparman, 2006.
Menurut penelitian Nurkusuma 2009 faktor yang paling berpengaruh terjadinya infeksi luka post operasi
antara lain terapi antibiotik dosis tinggi, perilaku tidak cuci tangan, tidak memakai sarung tangan steril dan
tidak menggunakan masker. Perilaku cuci tangan dan penggunaan sarung tangan sudah dilakukan oleh petugas kesehatan namun pemakaian masker
masih terlihat tidak dilakukan oleh bebrapa petugas pengganti balutan. Masker berguna untuk mencegah transmisi mlkroorganisme dari luka
pasien maupun mulutlubang hidung petugas. Menurut penelitian,
kuantitas bakteri dalam lubang hidung termasuk tertinggi, selain tangan. Oleh sebab itulah masker merupakan pertahanan mekanis dan berfungsi
mirip dengan sarung tangan. Pada prosedur perawatan luka di RSUD Dr H. Abdul moeloek Bandar Lampung masih ditemukan ketidak patuhan
dalam pemakaian masker yang tentu dapat berpotensi meningkatkan terjadinya infeksi luka post operasi Soeparman, 2006
Satu set alat ganti balut sebaiknya hanya ditujukan untuk satu penderita. Rasio antara alat dan penderita belum dapat dilakukan sesuai ketentuan
karena adanya keterbatasan alat dan bahan yang tersedian di ruang Rawat Inap Bedah dan Kebidanan. Untuk menanggulangi masalah tersebut
dilakukan sterilisasi terhadap alat-alat pengganti balutan dengan cara merendamnya kembali ke dalam cairan disinfektan. Alat-alat yang
digunakan kadang-kadang juga untuk pasien yang mengalami luka kotor yang dapat meningkatkan peluang terjadinya cross infection Rubin,
2006.
Kebersihan ruangan menurut penelitian yang dilakukan oleh Muslih 2006 dapat mempengaruhi infeksi luka post operasi. Di ruang Rawat
Inap Bedah dan Kebidanan proses pembersihan lantai dilakukan setiap hari namun frekuensi pergantian sprei pasien tidak rutin dan kadang tidak
dilakukan hingga pasien keluar dari rumah sakit idealnya pergantian sprei dilakukan secara rutin setiap hari jika memungkinkan.
Keadaan lingkungan, seperti sterilitas udara di kamar operasi dan bangsal berperan juga dalam kejadian infeksi nosokomial. Semakin tinggi kadar
koloniform per unit kuman di suatu ruang, maka risiko terjadinya infeksi semakin meningkat. Standar angka kuman ruang operasi hendaknya
berkisar 10 CFUm3. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Nur Ayni 2009 dan Mirza 2010 pada ruang operasi Bedah Syaraf dan Bedah
Ortopedi diperoleh angka kuman yang relative tinggi yaitu 53 CFUm3 dan 125,8 CFUm3. Kepadatan jadwal operasi dapat menjadi penyebab
tingginya angka kuman tersebut. Sebaiknya sebelum dilakukan operasi selanjutnya, kamar operasi di siterilkan 2 jam sebelum operasi. Rubin
2006
Teknik operasi yang baik, yaitu dengan handling alat dengan benar, melakukan operasi dalam waktu yang seefisien mungkin. Hal ini
menghindari kemungkinan terjadinya kontaminasi lapangan operasi dan dapat mengurangi risiko infeksi luka pasca operasi bahkan sepsis. Rubin,
2006.
Selain hal-hal di atas seringkali digunakan antibiotika untuk terapi dan profilaksis. Hal ini merupakan faktor utama terjadinya resistensi. Banyak
strains dari pneumococci, staphylococci, enterococci, dan tuberculosis telah resisten terhadap banyak antibiotikaa, begitu juga Klebsiella sp dan
Pseudomonas aeruginosa juga telah bersifat multiresisten. Keadaan ini sangat nyata terjadi terutama di negara-negara berkembang dimana
antibiotika lini kedua belum ada atau tidak tersedia Ducel 2002
Penyebab terjadinya infeksi dapat disebabkan oleh Bakteri aerob. Bakteri aerob adalah organisme yang melakukan metabolisme dengan bantuan
oksigen. Bakteri ini dapat mengkontaminasi permukaan luka dan menimbulkan infeksi pada luka tersebut Brooks, 2005.
Bakteri aerob tersebar luas di alam baik di udara bebas di tanah ataupun melekat pada makhluk hidup. Beberapa bakteri aerob ada yang dapat
menimbulkan penyakit pada manusia atau menjadi flora normal di tubuh manusia. Bakteri aerob di rumah sakit merupakan infeksi dominan pada
kasus infeksi nosokomial khususnya pada luka post operasi. Bakteri ini
dapat menular melalui kontak langsung lewat petugas kesehatan atau pengunjung melalui sentuhan kulit atau saluran nafas atas. Bakteri ini
dapat mengkontaminasi melalui udara, air, atau dari dalam tubuh pasien itu sendiri. Karena hal tersebut bakteri aerob lebih banyak dijumpai
sebagai penyebab infeksi luka operasi daripada bakteri anaerob yang tidak dapat hidup bebas di alam Soeparman, 2006.
Menurut penelitian mengenai pola kuman dari spesimen pus luka post operasi di ruang Rawat inap bedah dan Kebidanan yang dilakukan oleh
Guntur di RS Moewardi Surakarta, terdapat 79 hasil kultur positif yang terdiri dari kuman gram negative Enterobacter sp 23, Pseudomonas sp
16, Proteus sp 9, Klebsiella sp 5, Escherichia coli 4 . Sedangkan
kuman gram positif Staphylococcus sp
16 dan Streptococcus sp 4 Guntur, 2004.
Terdapat faktor – faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya infeksi luka post operasi pada pasien di ruang Rawat Inap Bedah dan Kebidanan
RSUD Dr. H. Abdul Moeloek berdasarkan studi pendahuluan diperoleh faktor yang dapat menimbulkan suatu pola bakteri tertentu seperti tingkat
kebersihan ruangan rawat inap yang kurang terutama pada kelas III dan dibawahnya, manajemen penempata pasien yang tidak sesuai, jarak yang
cukup dekat antar pasien, penggunaan antibiotic profilaksis yang cukup tinggi, tingkat kepatuhan perawat terhadap standar perawatan
atau sterilitas alat yang digunakan saat kontak dengan pasien.
Luka 72 jam Post Operasi
Infeksi Luka Operasi yang ditandai dengan adanya pus
Bakteri aerob yang mungkin ditemukan:
Staphylococcus sp Streptococcus sp
Pseudomonas sp Klebsiella sp
Proteus sp Enterobacter sp
Esherichia Coli
2. Kerangka Konsep
Gambar 1. Kerangka Konsep
F. Hipotesis
Terdapat pola bakteri aerob penyebab infeksi dari isolat luka post operasi pada pasien yang di rawat di Ruang Rawat Inap Bedah dan Kebidanan RSUD
Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung. Faktor Eksogen
Faktor Endogen
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Luka
1. Definisi
Luka adalah rusaknya struktur dan fungsi anatomis normal akibat proses patologis yang berasal dari internal maupun eksternal dan mengenai organ
tertentu Perry, 2005. Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan atau tubuh.Keadaan ini dapat disebabkan oleh trauma benda tajam atau
tumpul, perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik, gigitan hewan dll De Jong, 2004.
2. Klasifikasi Luka
Luka dapat diklasifikasikan antara lain: Berdasarkan tingkat kontaminasi
1. Clean Wounds Luka bersih, yaitu luka bedah tak terinfeksi yang mana tidak terjadi proses peradangan inflamasi dan infeksi pada
sistem pernafasan, pencernaan, genital dan urinary tidak terjadi. kemungkinan terjadinya infeksi luka sekitar 1 - 5.
2. Clean-contamined Wounds Luka bersih terkontaminasi, merupakan luka pembedahan dimana saluran respirasi, pencernaan, genital atau
perkemihan dalam kondisi terkontrol, kontaminasi tidak selalu terjadi, kemungkinan timbulnya infeksi luka adalah 3 - 11.
3. Contamined Wounds Luka terkontaminasi, termasuk luka terbuka, fresh, luka akibat kecelakaan dan operasi dengan kerusakan besar
dengan teknik aseptik atau atau kontaminasi dari saluran cerna, pada kategori ini juga termasuk insisi akut, inflamasi nonpurulen.
Kemungkinan infeksi luka 10 - 17. 4. Dirty or Infected Wounds Luka kotor atau infeksi, yaitu luka yang
terinfeksi oleh mikroorganisme De Jong, 2004.
Kontaminasi luka pasca bedah jarang terjadi, kebanyakan kontaminasi pasca operasi terjadi selama pembedahan sehingga dapat di katakan bahwa
umumnya infeksi berasal dari operasinya. Dalam hal itu, terdapat faktor penyebab dari penderita maupun dari pihak teknik penanganan. Faktor
penyebab infeksi dari pihak penderita ditentukan oleh jenis operasi yang dijalani De Jong, 2004.
Secara umum, resiko terjadinya infeksi luka operasi dipengaruhi oleh keterampilan dokter bedah, penyakit yang diderita pasien contohnya
diabetes, obesitas atau usia tua, serta waktu pemberian antibiotik profilaksis yang kurang tepat Burke, 2003; Braunwarld , 2008.
B. Bakteri penyebab infeksi pada kulit dan jaringan lunak
Bakteri anaerob dan aerob sering bersama-sama menyebabkan infeksi sinergistik, selulitis dari kulit dan jaringan lunak. Bakteri-bakteri tersebut
sering merupakan bagian dari flora normal. Sering sulit menentukan satu organisme yang spesifik bertanggung jawab terhadap lesi progresif, karena
terdapat banyak organisme yang berperan Brooks, 2005.
Pintu masuk bakteri patogen ke dalam tubuh yang paling sering adalah tempat dimana selaput mukosa bertemu dengan kulit, saluran pernafasan jalan napas
bagian atas bawah, saluran pencernaan terutama mulut, saluran kelamin, saluran kemih. Kulit dan selaput mukosa normal memberikan pertahanan
primer terhadap infeksi. Untuk menimbulkan penyakit, patogen harus menembus pertahanan tersebut Brooks, 2005.
Infeksi bakteri primer pada kulit sering disebabkan oleh beberapa jenis bakteri yaitu :
1. Staphylococcus sp
Genus Staphylococcus sp terdiri dari sekurangnya 30 spesies. Tiga spesies utama yang penting secara klinis yaitu
Staphylococcus aureus,
Staphylococcus epidermidis, dan Staphylococcus saprophyticus. Staphy- lococcus aureus merupakan bentuk koagulase-positif, hal ini yang
membedakannya dari spesies lain. Staphyllococcus aureus merupakan patogen utama bagi manusia. Stafilokokus sp koagulase-negatif merupakan
flora normal manusia dan kadang-kadang menyebabkan infeksi. Kira-kira 75 infeksi disebabkan oleh Stafilokokkus sp koagulase negatif yaitu
staphylococcus epidermidis Brooks, 2005.
Bakteri ini dapat menyerang seluruh tubuh. Bentuk klinisnya tergantung dari bagian tubuh yang terkena infeksi. Pada kulit, Staphylococcus sp
dapat menyebabkan furunkel, karbunkel, impetigo, scalded skin syndrome, dan lain-lain Sjoekoer, 2003.
A B
Gambar 2. A. Kultur bakteri Staphylococcus sp pada LAD dan B. pewarnaan Gram positif bakteri Staphylococcus sp
http:www.microbiologyatlas.kvl.dk
2. Streptococcus sp
Streptococcus sp adalah bakteri Gram positif berbentuk bulat yang secara khas membentuk pasangan atau rantai selama masa pertumbuhannya.
Bakteri ini tersebar luas di alam. Beberapa di antaranya merupakan anggota flora normal pada manusia; yang lain dihubungkan dengan
penyakit-penyakit penting pada manusia yang sebagian disebabkan oleh infeksi Streptococcus sp, Streptococcus sp merupakan kuman patogen
penting penyebab infeksi bernanah dengan sifat khasnya yaitu kecenderungan untuk menyebar. Juga dapat menyebabkan lesi non
supuratif seperti demam rematik akut dan glomerunefritis Brooks, 2005.
A B
Gambar 3 A. Kultur bakteri Streptococcus sp pada LAD dan B.Pewarnaan Gram bakteri Streptococcus sp
http:www.microbiologyatlas.kvl.dk
3. Escherichia coli Escherichia coli, atau biasa disingkat E. coli, adalah salah satu jenis
spesies utama bakteri gram negatif. Pada umumnya, bakteri yang ditemukan oleh Theodor Escherich ini dapat ditemukan dalam usus besar
manusia. Kebanyakan E. Coli tidak berbahaya, tetapi beberapa, seperti E. Coli tipe O157:H7, dapat mengakibatkan keracunan makanan yang serius
pada manusia yaitu diare berdarah karena eksotoksin yang dihasilkan bernama verotoksin. E. Coli yang tidak berbahaya dapat menguntungkan
manusia dengan memproduksi vitamin K
2
, atau dengan mencegah baketi lain di dalam usus.
Escherichia coli dapat menyebabkan gastrointeritis. Jenis jenis tertentu yang menyebabkan gastroenteritis pada bayi yang bersifat fatal misalnya
tipe 4, 26, 46, 55, 111, 112, 119, 127, dan 129. Escherichia coli yang biasanya menyebabkan infeksi saluran kemih ialah jenis 01, 2, 4, 6, dan 7.
Jenis –jenis pembawa antigen K dapat menyebabkan timbulnya
pielonefritis. Escherichia coli juga dapat menyebabkan infeksi piogenik
Brooks, 2005.
A B
Gambar 4 A. Kultur bakteri Escherichia coli pada media MacConkey dan B. pewarnaan Gram pada Escherichia coli
http:www.microbiologyatlas.kvl.dk
4. Klebsiella sp
Klebsiella pneumoniae terdapat dalam saluran napas dan feses pada sekitar 5 orang normal. Organisme ini menyebabkan sebagian kecil sekitar 3
pneumonia bakterial. Klebsiella
pneumoniae dapat menyebabkan
konsolidasi luas disertai nekrosis hemoragik pada paru-paru. Klebsiella sp kadang-kadang menyebabkan infeksi saluran kemih dan bakteremia dengan
lesi fokal pada pasien yang lemah. Bakteri enterik lain juga dapat menyebabkan pneumonia. Klebsiella pneumoniae dan Klebsiella oxytoca
menyebabkan infeksi yang diperoleh dari rumah sakit. Dua Klebsiella sp lain yang berhubungan dengan peradangan saluran napas bagian atas yaitu
Klebsiella ozaenae yang telah diisolasi dari mukosa hidung pada ozena, suatu atrofi progresif pada selaput lendir dengan bau yang busuk; dan Kleb-
siella rhinoscleromatis pada rinoskleroma, suatu granuloma hidung dan faring yang destruktif
A B
Gambar 5. A. Kultur bakteri Klebsiella sp dan B. Pewarnaan Gram bakteri Klebsiella.sp http:www.microbiologyatlas.kvl.dk
5. Enterobacter sp
Enterobacter sp. merupakan patogen nosokomial yang menjadi penyebab berbagai macam infeksi termasuk bakteremia, infeksi saluran pernapasan
bagian bawah, infeksi kulit dan jaringan lunak, infeksi saluran kemih, infeksi dalam perut, radang jantung, radang sendi, osteomyelitis, dan
infeksi mata Cunha, 2000
Organisme Enterobacter aerogenes ini mempunyai simpai yang kecil, dapat hidup bebas seperti dalam saluran usus, serta menyebabkan infeksi
saluran kemih dan sepsis Brooks, 2005.
6. Proteus sp
Proteus sp termasuk dalam family Enterobactericeae bakteri berbentuk batang , gram negative, tidak berspora, tidak berkapsul, berflagel peritrik.
Proteus sp termasuk bakteri non laktosa fermenter, bersifat fakultatif aerob anaerob.
Proteus sp termasuk kuman pathogen, menyebabkan infeksi saluran kemih atau kelainan bernanah seperti abses, infeksi luka. Proteus spditemukan
sebagai penyebab diare pada anak- anak dan menimbulkan infeksi pada manusia.
7. Pseudomonas sp
Kelompok Pseudomonas sp adalah batang Gram negatif, bergerak, aerob; beberapa di antaranya menghasilkan pigmen yang larut dalam air. Dalam
jumlah kecil Pseudomonas aeruginosa sering terdapat pada flora usus normal dan kulit manusia dan merupakan patogen utama dari
kelompoknya. Spesies lain dari Pseudomonas sp jarang menyebabkan penyakit Brooks, 2005.
Pseudomonas aeruginosa menimbulkan infeksi pada luka dan luka bakar menimbulkan nanah hijau kebiruan, meningitis bila masuk bersama punksi
lumbal, dan infeksi saluran kemih bila masuk bersama kateter dan instrumen lain atau dalarn larutan untuk irigasi. Keterlibatan saluran
napas, terutarna dari respirator yang terkontaminasi, mengakibatkan pneumonia yang disertai nekrosis. Bakteri sering ditemukan pada otitis
eksterna ringan pada perenang. Bakteri ini dapat menyebabkan otitis eksterna invasif maligna pada penderita diabetes. Infeksi mata, yang
dapat dengan cepar mengakibatkan kerusakan mata, sering terjadi setelah cedera atau pembedahan. Pada bayi atau orang yang lemah Ervita, 2005.
2.9. 2.10.
Gambar 6 A. Kultur bakteri Pseudomonas sp dan B. Pewarnaan Gram bakteri Pseudomonas sp
http:www.microbiologyatlas.kvl.dk
Bakteri lain seperti difteroid aerobik, difteroid anaerobik, dan bakteri Gram negatif, serta bakteri tahan asam dapat pula menyebabkan berbagai infeksi
kulit. Rentang infeksi ini mulai dari yang ringan, infeksi asimtomatik sampai penyakit sistemik yang berat Djuanda, 2005.
Permukaan kulit yang normal menyediakan bahan makanan sehingga mikroorganisme dapat tumbuh di permukaan kulit. Flora tetap residen flora,
terdiri dari mikroorganisme yang relatif menetap pada kulit atau bagian- bagian tertentu dari kulit. Flora tetap umumnya bersifat komensal dan non
invasif pada lingkungannya yang terbatas. Pada keadaan tertentu dapat berpindah tempat, misalnya ke dalam aliran darah atau jaringan lain, maka
flora residen ini akan menjadi ganas dan dapat menimbulkan penyakit. Apabila flora residen terganggu maka flora-flora trensien akan berkembang
biak dan dapat menyebabkan penyakit flora transien itu juga mudah terusir
oleh pencucian kulit, penggarukan atau mati oleh desinfektan Sjoekoer, 2003.
C. Pengecatan Gram