Strategi Untuk Mengurangi Kerusakan Lingkungan Yang Diakibatkan Oleh Gempa Dan Gelombang Tsunami

Jurnal Arsitektur “ATRIUM” vol. 02 no. 01, April 2005 : 28-33

STRATEGI UNTUK MENGURANGI KERUSAKAN LINGKUNGAN
YANG DIAKIBATKAN OLEH GEMPA DAN GELOMBANG TSUNAMI

Syamsul Arifin
Guru Besar Fakultas Hukum USU Medan,
Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Propinsi Sumatera Utara

Abstract. Kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh gempa bumi dan gelombang Tsunami dapat
menimbulkan rusaknya permukiman penduduk dan ekosistem lingkungan hidup khususnya kawasan pesisir
pantai. Jika melihat kondisi pengelolaan lingkungan di Indonesia khususnya. Wilayah pesisir pantai cukup
memprihatinkan dimana terjadi penguasaan dan eksploitasi sumber daya alam secara besar-besaran akibatnya
ekosistem ligkungan yang ada di wilayah pesisir pantai tidak mampu meredam dahsyatnya gelombang tsunami
yang terjadi waktu itu. Strategi perubahan-perubahan alam secara geologi dapat dijadikan pedoman untuk
membaca dan memahami tanda-tanda alam. Penataan ruang yang berbasiskan konsep pembangunan yang
berkelanjutan juga dapat membantu pencegahan kerusakan lingkungan yang lebih parah lagi.
Keywords: kerusakan lingkungan, strategi pencegahan

1. Pendahuluan


Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan
semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup,
termasuk manusia dan perilakunya, yang
mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan
kesejahteraan manusia serta mahluk hidup lain1.
Pengelolaan lingkungan hidup merupakan upaya
terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan2
yang
meliputi
kebijaksanaan
penataan,
pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan,
pemulihan, pengawasan dan pengendalian
lingkungan hidup3.
Penyelenggaraan pengelolaan lingkungan hidup
berdasarkan asas tanggung jawab negara, asas
berkelanjutan, dan asas manfaat, yang bertujuan
untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan
yang berwawasan lingkungan hidup dalam
1


Pasal 1 angka (1) UUPLH
Pasal 1 angka (5) UUPLH
3
Pasal 1 angka (2) UUPLH
2

28

rangka pembangunan manusia Indonesia
seluruhnya yang beriman dan bertaqwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa4.
Asas Tanggung jawab Negara mempunyai
makna bahwa negara menjamin bahwa
pemanfaatan sumber daya alam akan
memberikan manfaat yang sebesar-besarnya
bagi kesejahteraan dan mutu hidup rakyat, baik
generasi kini maupun generasi mendatang, serta
negara melakukan pencegahan terhadap kegiatan
pemanfaatan sumber daya alam yang ada di

wilayah yurisdiksinya yang menimbulkan
kerugian bagi negara lain, dan melindungi
negara terhadap dampak kegiatan di luar
wilayah negara.
Asas berkelanjutan mengandung makna setiap
orang
memikul
kewajibannya
dan
tanggungjawab terhadap generasi mendatang
dan terhadap sesamanya dalam satu generasi.
Untuk terlaksananya kewajiban dan tanggung
jawab tersebut, maka kemampuan lingkungan
4

Pasal 3 UUPLH

Universitas Sumatera Utara

STRATEGI UNTUK MENGURANGI KERUSAKAN LINGKUNGAN

YANG DIAKIBATKAN OLEH GEMPA DAN GELOMBANG TSUNAMI

hidup, harus dilestarikan. Terlestarikannya
lingkungan
hidup
menjadi
tumpuan
terlanjutkannya pembangunan.
Arah dan pendekatan pengelolaan lingkungan
hidup dilandasi oleh cara pandang yang jelas dan
program-program nyata yang bermanfaat dalam
rangka mewujudkan suatu kebijaksanaan
program pengelolaan lingkungan hidup dengan
paradigma mengintegrasikan tuntutan penerapan
hak asasi, demokrasi dan lingkungan hidup
dalam suatu kelestarian fungsi lingkungan yang
menunjang ketahanan lingkungan.
Jika kita melihat bencana yang terjadi di wilayah
Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dan
Propinsi

Sumatera
Utara
yang
telah
menimbulkan kerusakan lingkungan dan
kerugian yang diakibatkan oleh gempa bumi dan
gelombang tsunami yang telah menimbulkan
kerugian materiil dan immateriil yang sangat
besar. Kondisi ini mengundang perhatian dan
partisipasi nyata oleh masyarakat baik di tingkat
Nasional, Regional maupun Internasional.
Terjadinya kerusakan akibat bencana ini,
khususnya terhadap lingkungan memerlukan
perhatian serius dari berbagai kalangan baik oleh
pemerintah maupun pemerhati lingkungan. Oleh
karena itu diperlukan sikap dan kerja cepat serta
akurat dari Pemerintah untuk menentukan
kebijakan dalam mengatasi
kerusakan
lingkungan yang diakibatkan oleh gempa bumi

dan gelombang tsunami tersebut. Komitmen dan
totalitas diperlukan untuk menanggulangi
permasalahan nasional yang juga tugas dan
tanggungjawab berbagai elemen masyarakat ini.
Keadaan ini juga telah mengakibatkan para ahli
membuka literature untuk mencari penyebab
timbulnya bencana tersebut dengan melakukan
pengkajian dan perbandingan dari peristiwa
alam sebelumnya, untuk dapat mengatasinya
secara berkelanjutan.
Terjadinya kerusakan lingkungan ini tidak
terlepas dari telah terjadinya kerusakan
lingkungan yang berlarut – larut seperti lahan
kritis, penurunan kualitas air, kerusakan tata air,
penurunan kualitas udara, kebersihan kota,
kerusakan sumber daya alam pantai dan laut
flora dan fauna, konflik sosial.

Syamsul Arifin


2. Apa Yang Dimaksud Dengan Tsunami
Tsunami (dalam bahasa Jepang) secara arafiah
berarti “Ombak” besar (nami) di pelabuhan
(tsu), adalah sebuah ombak yang terjadi setelah
gempa bumi, gempa laut, gunung berapi
meletus, atau hantaman meteor di laut tanah
longsor di dasar laut. Gerakan vertikal pada
kerak bumi, dapat mengakibatkan dasar laut atau
turun secara tiba – tiba, yang mengakibatkan
gangguan kesetimbangan air yang berada di
atasnya. Hal ini mengakibatkan terjadinya aliran
energi air laut yang ketika sampai di pantai
menjadi gelombang besar yang mengakibatkan
terjadinya tsunami.
Gerakan vertikal ini dapat terjadi pada patahan
bumi. Lempeng samudera yang lebih rapat
menelusup ke bawah lempeng benua dalam
status proses yang disebut subduksi, dan gempa
bumi subduksi sangat efektif meghasilkan
tsunami. Kecepatan penjalaran gelombang

tsunami berkisar antara 50 km sampai 1.000 km
per jam. Pada saat mendekati pantai,
kecepatannya semakin berkurang, karena adanya
gesekan dasar laut, tetapi tinggi gelombangnya
justru akan bertambah besar pada saat mendekati
pantai (mencapai ketinggian maksimum pada
pantai berbentuk landai dan berbentuk seperti
teluk dan muara sungai). Peristiwa ini bisa
menyebabkan kerusakan erosi pada kawasan
pesisir pantai dan kepulauan.
Dari catatan literatur setelah meletusnya
Krakatau, setidaknya selama periode 1900 –
1996 telah terjadi 17 bencana tsunami besar di
Indonesia. 15 belas diantaranya terjadi di
Kawasan Timur Indonesia yang dikenal sebagai
daerah seismotektonik aktif dan kompleks.
Bencana tsunami yang terjadi di Indonesia
diakibatkan gempa – gempa dangkal dan kuat
yang terjadi di dasar laut. Gempa – gempa itu
mempunyai kedalaman bervariasi antara 13

sampai 95 km, magnitudo 5,9 sampai 7,5 skala
richter, intentitas gempa antara VII sampai IX
dalam skala MMI (Mo-dified Mercalli Intensity),
dan jenis penggeseran gempa yang dominan
adalah sasar naik.
Gempa bumi tektonik mengguncang wilayah
Sumatera Utara dan Nanggroe Aceh Darussalam
(NAD) pada hari minggu 26 Desember 2004
berkekuatan 6.8 skala richter terjadi sekitar

29

Universitas Sumatera Utara

Jurnal Arsitektur “ATRIUM” vol. 02 no. 01, April 2005 : 28-33

pukul 8.00 WIB berlangsung kurang lebih 5
menit. Menurut Kepala Kelompok Analisa BMG
wilayah I Sumbagut Medan, pusat gempa
terjadi 66 kilometer di bagian Selatan kota

Meulaboh Aceh Barat, tepatnya di pantai barat
Sumatera, Samudera Indonesia atau 3,61
Lintang Utara dan 98,28 Bujur Timur. Gempa
ini terjadi akibat terjadinya tumbukan
lempengan Indo Australia dan Euro Asia.
Gempa dahsyat berkekuatan 6,8 skala richter
disusul
dengan
gelombang
tsunami
menggoncang dan
memporakporandakan
kawasan Sumatera Utara dan Nanggroe Aceh
Darussalam (NAD). Gempa dan gelombang
tsunami setinggi 5 meter yang terjadi itu
menyebabkan sebagian daratan Banda Aceh
tenggelam setinggi 1,5 meter, dan beberapa
wilayah Sumatera Utara seperti Nias dan daerah
pantai lainnya juga mengalami hal yang sama
sehingga menimbulakan bencana kematian dan

kerusakan yang sangat mengerikan. Kondisi ini
juga terjadi di beberapa negara selain Indonesia
seperti India, Srilangka, Thailand dan Afrika.
Menurut Badan Meteorologi Indonesia mencatat
kekuatan gempa ini sebesar 6,8 skala richter,
tetapi Badan Pusat Gempa Amerika Serikat
mencatat kekuatan gempa ini mencapai 8,9 skala
richter dan menurut catatan BMG Inggris gempa
ini merupakan gempa terkuat sepanjang abad ke21.
Tsunami dapat terjadi jika terjadi Gangguan
yang menyebabkan perpindahan sejumlah besar
air, seperti letusan gunung api, gempa bimu,
longsor maupun meteor yang jatuh ke bumi,
namun yang umum diketahui karena rekaman
lengkap sainsyang sudah dimiliki adalah tsunami
akibat gempa bumi bawah laut. Dalam rekaman
sejarah tsunami telah terjadi 3 (tiga) kali yaitu
pada tahun 1755 Tsunami menghancurkan
Lisboa ibukota Portugal dan menelan 60.000
korban jiwa tahun 1883, pada tanggal 26
Agustus, letusan gunung Krakatau dan Tsunami
menewaskan lebih dari 36.000 korban jiwa, dan
tahun 2004 tanggal 25-26 Desember 2004,
Tsunami telah menelan jiwa lebih dari 120.000
di Asia Selatan, Asia Tenggara dan Afrika.
Gerakan
vertical
kerak
bumi,
dapat
mengakibatkan dasar laut naik atau turun secara
tiba – tiba, yang mengakibatkan gangguan
keseimbangan air yang berada di atasnya. Hal
30

ini mengakibatkan terjadinya aliran energi air
laut, yang ketika sampai di pantai menjadi
gelombang
besar
yang
mengakibatkan
terjadinnya tsunami.
Gerakan vertikal ini dapat terjadi pada patahan
bumi. Lempeng Samudera yang lebih rapat
menelusup ke bawah lempeng benua dalam
suatu proses yang disebut subduksi, dan gempa
subduksi sangat efektif menghasilkan tsunami.
Dampak pasca terjadinya tsunami ini begitu
terasa
bagi
manusia
dan
lingkungan
disekitarnya, dengan rusaknya permukiman
penduduk dan ekosistem lingkungan hidup
khususnya kawasan pesisir Pulau Sumatera yang
mengalami kehancuran besar – besaran.
Kerugian lingkungan tersebut berdasarkan data
yang ada kira – kira 6 Trilyun rupiah.
Terjadinnya gempa dan tsunami ini tentunya
bukanlah suatu bencana alam belaka, namun kita
juga harus berpikir mengapa ekosistem
lingkungan yang ada di wilayah pesisir pantai
tidak mampu meredam dahsyatnnya gelombang
tsunami yang terjadi pada waktu itu. Apalagi
jarak antara pemukiman penduduk bekisar
antara 200 – 300 meter dari bibir laut yang
menjadi penyebab banyaknya korban yang
meninggal dunia.
Jika kita melihat pada kondisi pengelolaan
lingkungan di Indonesia khususnya wilayah
pesisir pantai ternyata cukup memprihatinkan
dimana terjadi pengurasan dan eksploitasi
sumber daya alam secara besar – besaran dengan
tujuan untuk mendapatkan keuntungan materiil
belaka tanpa memikirkan dampak negatifnya
bagi lingkungan hidup, baik kerusakan sumber
daya alam maupun pencemaran lingkungan
hidup.
Salah satu kerusakan alam yang paling parah di
kawasan pesisir pantai Sumatera adalah
rusaknya Hutan Bakau (Mangrove) sekitar
63,5% dari 85.393 Ha (Penafsiran Citra
Landsat,1998)
yang
disebabkanoleh
pengembangan tambak, pembukaan perkebunan
dan maraknya industri arang bakau seperti di
kawasan margasatwa karang gading dan langkat
timur, pantai barat Sumatera Utara dan Nias,
demikian juga dengan beberapa kawasan pantai
Nanggroe Aceh Darussalam (NAD).

Universitas Sumatera Utara

STRATEGI UNTUK MENGURANGI KERUSAKAN LINGKUNGAN
YANG DIAKIBATKAN OLEH GEMPA DAN GELOMBANG TSUNAMI

Dalam studi tsunami, bahwa pohon bakau
(Mangrove) memiliki kemampuan untuk
meredam gelombang tsunami sampai 50 persen
tergantung pada komposisi Hutan Bakau
(Mangrove) dan tinggi gelombang tsunami.
Hutan Bakau (Mangrove) ini berfungsi sebagai
sebagai peredam limpasan gelombang tsunami
di wilayah pesisir pantai tersebut.
Dengan rusaknya sumber daya alam pasca
tsunami ini perlu segera mendapatkan perhatian
dari Pemerintah untuk segera mendapatkan
perhatian serius untuk menanggulangi dan perlu
segera melakukan perlindungan pantai meliputi
segala kegiatan yang berkaitan dengan upaya
mengurangi atau meredam energi gelombang
tsunami sehingga limpasan energi gelombang
tsunami ke arah daratan yang diminimalkan.
Pemerintah juga perlu merancang suatu model
tata ruang permukiman suatu kampung tepi
pantai yang memperhitungkan kemudahan
evakuasi dan mobilisasi penduduk apabila
terjadi gelombang tsunami di wilayah pantai
yang bersangkutan.
Perhatian serius dari pemerintah ini dapat dilihat
dengan adanya pernyataan dari
Presiden
Republik
Indonesia
Soesilo
Bambang
Yudhoyono yang menetapkan gempa dahsyat
dan tsunami yang melanda Propinsi Sumatera
Utara
Sebagai bencana nasional, dan ia
memerintahkan kepada Wapres Jusuf Kalla
untuk segera melakukan langkah- langkah
penanganan dengan menteri terkait.
Dengan adanya statement Presiden SBY ini
mengapa kita tidak merespons secara positif
untuk segera melakukan tindakan nyata sebagai
upaya pengelola lingkungan hidup. Kita juga
telah mengetahui bahwa pengelolaan sumber
daya alam dan lingkungan hidup yang
berkelanjutan dan berkeadilan merupakan
bagian penting dari Program Pembangunan
Nasional (Propenas) Tahun 2000 – 2004.
Sebagaimana yang digariskan oleh Ketetapan
MPR RI Nomor IV/MPR/1999 tentang Garis –
Garis Besar Haluan Negara serta Undang –
Undang Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program
Pembangunan Nasional disebutkan bahwa
sasaran kebijakan di bidang sumber daya alam
dan lingkungan hidup adalah mewujudkan
pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam

Syamsul Arifin

dan lingkungan hidup yang berkelanjutan
(sustainability) dan berkeadilan seiring dengan
peningkatan kesejahteraan masyarakat yang
hidup dalam lingkungan yang lebih baik dan
sehat.

3. Langkah Dan Tindakan Bagaimana Yang
Harus Dilakukan?
Pertanyaan dan persoalan ini harus segera kita
tindak lanjuti bersama, kenapa karena
merupakan hal yang cukup mendesak bagi
kehidupan pada masa sekarang dan untuk yang
akan datang. Banyak konsep yang dijabarkan
sepanjang kita memiliki komitmen yang
bersama dengan melakukan tahapan – tahapan
yang berkesinambungan.
Bagi kita yang kemampuan pengetahuan dan
teknologi yang terbatas dibandingkan dengan
negara maju dapat kembali membuka historical
dari petuah dan pepatah dari leluhur yang dapat
dijadikan pedoman untuk
membaca dan
memahami tanda – tanda alam yang
memberikan peringatan dini sebelum terjadinya
status bencana. Seperti misalnya, jika pada suatu
saat tiba- tiba air laut surut pada batas di luar
kewajaran maka masyarakat harus mencari
tempat yang lebih tinggi. Bila kita sedang ditepi
pantai merasakan terjadinnya getaran, sebaiknya
segera menjauh dari pantai menuju daerah yang
lebih tinggi. Selain itu juga bila masyarakat telah
mencium bau garam tidak seperti biasanya,
sebaiknya segera menjauh dari pantai. Masih
banyak lagi tanda – tanda alam yang kita bisa
gali yang merupakan kearifan tradisional yang
dapat dikembangkan melaui jalur pendidikan
formal dan informal.
Strategi perubahan – perubahan alam pada
dasarnya dapat dikaetahui secara geologi,
sehingga dampak perubahan tersebut terhadap
manusia dan lingkungan segera dapat dicegah
atau diminimalisasi. Para ahli geologi sebaiknya
mengembangkan keahliannya untuk antisipasi
dini bencana alam akibat pergeseran bumi dan
gejala geologi lainnya. Dengan keahlian itu
dapat meginventarisasi pusat – pusat gempa
yang terdapat di wilayah Indonesia, dengan
terinventarisasinya memudahkan sektor yang
terkait untuk mecegah sebelum terjadinya
peristiwa tersebut sebagai tindakan preventif.

31

Universitas Sumatera Utara

Jurnal Arsitektur “ATRIUM” vol. 02 no. 01, April 2005 : 28-33

Kemudian menetapkan penataan ruang yang
bebasiskan konsep pembangunan berkelanjutan
(sustainable development) dengan menciptakan
dan mengimplementasikan jalur hijau dengan
jarak 200 meter yang harus ditanami dengan
pepohonan keras, seperti mangrove yang dapat
berfungsi dan mampu menahan gelombang laut
dan akan menghindari abrasi laut. Batu karang
atau Terumbu Karang tidak boleh dirusak,
karena bertindak sebagai pemecah gelombang
laut.
Oleh karena itu pemerintah harus mengambil
langkah – langkah kebijakan sebagai kegiatan
untuk mengatasi kerusakan lingkungan yang
diakibatkan oleh Gempa Bumi dan Gelombang
Tsunami di Nanggroe Aceh Darussalam dan
bagian Sumatera Utara dengan mewujudkan
pembangunan pasca gempa dan gelombang
tsunami dengan melakukan (i) Pendataan, (ii)
Sosialisasi, (iii) Relokasi Pengungsi, (iv)
Rehabilitasi, (v) Rekonstruksi, (vi) Pengawasan.

3 Relokasi
Pengungsi

a. Penyiapan Barak
Pengungsi.
b. Penyiapan Sarana
Sanitasi, Tempat
Sholat.
c. Penempatan
Pengungsi Pada
Barak-barak
Penampungan
Sementara.

4 Rehabilitasi

4.1. Pengungsi
4.2. Sarana dan
Prasarana
a. Jalan
b. Pelabuhan /
Dermaga
c. Penerangan PLN
d. Air bersih
e. Sekolah /
Madrasah
f. Komunikasi
g. Perkantoran
h. Pusat Perbelanjaan
i. PAM / Tanggul
Air
j. Lokasi kerusakan
Hutan Bakau

Untuk
rehabilitasi dan
rekonstruksi,
sebelumnya
perlu dibuat
dokumen
AMDAL

5 Rekonstruksi

5.1. Rumah-rumah
Penduduk.
5.2. Rumah-rumah
susun untuk
pengungsi yang
tidak
mempunyai
lahan atau
lahannya
telah
diperuntukkan
untuk
Reboisasi Hutan
Bakau
(Mangrove), dll.
5.3. Penempatan
pengungsi secara
permanen

-Rekonstruksi
sudah harus
selesai paling
lama 2 tahun.
-Pengawasan
AMDAL
merupakan
tugas dan
tanggung
jawab
pemerintah
daerah
setempat.
-AMDAL
disesuaikan
dengan
Rencana
Umum Tata
Ruang
(RUPR)

6 Pengawasan

a.Pola Tahapan
1. Relokasi
2. Rehabilitasi
3. Rekonstruksi

Pengawasan
dilakukan
dengan
membentuk tim
Pengawas
Independen,
yang terdiri dari
unsur
pemerintah (
pusat dan
daerah), LSM
dan
masyarakat

Dari setiap langkah kebijakan yang diambil di
atas diharapkan mampu menghasilkan sebuah
tindakan yang dapat mengantisipasi kerusakan
yang diakibatkan pasca gempa bumi dan
gelombang tsunami tersebut.
Berikut ini dijelaskan bentuk rencana kegiatan
penanggulangan dampak lingkungan pasca
gempa bumi dan gelombang tsunami berbasis
lingkungan, yaitu :
Tabel 1. Rencana Kegiatan Penanggulangan
Dampak Lingkungan Pasca Gempa Bumi Dan
Gelombang Tsunami Berbasis Lingkungan
N
o

Tahapan
Kegiatan

1 Pendataan

2 Sosialisasi

32

Uraian Kegiatan

Keterangan

1.1. Korban Jiwa.
1.2. Korban Hilang.
1.3. Pengungsi.
1.4..Sarana
dan
Prasarana Umum.
1.5. Perumahan
/pemukiman.
1.6. Lokasi
Penanaman
Bakau di
sepanjang Pesisir
Pantai.

Harus
dilakukan
dengan
Memperhatikan
keseimbangan
ekonomi,
ekologis, sosial
untuk
Rehabilitasi dan
Rekonstruksi.

a. Rencana Relokasi.
b. Rencana
Rehabilitasi.
c. Rencana
Rekonstruksi.

Kegiatan
sosialisasi
kepada
masyarakat/
pengungsi

dilakukan
secara
terus menerus
sehingga
masyarakat/pen
gungsi
memahami
secara benar
setiap kegiatan
yang
dilakukan
Relokasi
pengungsi
seharusnya
sudah harus
selesai 3
(bulan) sejak
gempa
bumi dan
gelombang
tsunami

Universitas Sumatera Utara

STRATEGI UNTUK MENGURANGI KERUSAKAN LINGKUNGAN
YANG DIAKIBATKAN OLEH GEMPA DAN GELOMBANG TSUNAMI

Syamsul Arifin

Daftar Pustaka :
Laporan BMG Wilayah I Sumbagut
UU Pengelolaan Lingkungan Hidup
UU No. 25 Tahun 2000 tentang Program
Pembangunan Nasional
TAP MPR No. IV/MPR/99

33

Universitas Sumatera Utara