PENGARUH SAFETY TRAINING TERHADAP KETERAMPILAN ORANG TUA DALAM PENANGANAN CEDERA BALITA DI RUMAH TANGGA
TANGGA
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh
Derajat Sarjana Keperawatan pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Disusun Oleh :
MUHAMAD RIFKI ARDI WIRATAMA 20120320094
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016
(2)
ORANG TUA DALAM PENANGANAN CEDERA BALITA DI RUMAH TANGGA
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh
Derajat Sarjana Keperawatan pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Disusun Oleh :
MUHAMAD RIFKI ARDI WIRATAMA 20120320094
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016
(3)
Nama : Muhamad Rifki Ardi Wiratama
NIM : 20120320094
Program Studi : Program Studi Ilmu Keperawatan
Fakultas : Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Karya Tulis Ilmiah yang saya tulis ini
benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk
apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Karya
Tulis Ilmiah ini.
Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan Karya Tulis Ilmiah ini
hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.
Yogyakarta, 27 Agustus 2016
Yang membuat pernyataan,
(4)
“Harga kebaikan manusia adalah diukur menurut apa yang telah dilaksanakan/diperbuatnya”
(Ali Bin Abi Thalib)
“Sesuatu yang belum dikerjakan, seringkali tampak mustahil; kita baru yakin
kalau kita telah berhasil melakukan dengan baik”
(Evelyn Underhill)
“Mempunyai kecakapan dan membantu sesama” (Muh Rifki Ardi Wiratama)
“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain”
(5)
terselesaikan sebagaimana yang diharapkan. Sholawat serta salam selalu dihaturkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW beserta keluarga serta para sahabat, tabiin,
tabi’ut tabiin dan pengikut hingga akhir zaman.
Karya Tulis Ilmiah yang berjudul “Pengaruh Safety Training terhadap Keterampilan Orang Tua dalam Penanganan Cedera Balita Di Rumah Tangga”
disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Keperawatan pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Pada kesempatan ini, ijinkan penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah berperan serta dalam membantu penyelesaian Karya Tulis Ilmiah ini. Ucapan terima kasih diberikan kepada:
1. Kedua orang tua saya, Akhmad Kundhori dan Unix Rahmawati Ambar Wahyu, S.Pd yang telah memberikan dukungan moril dan materil untuk menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.
2. Sri Sumaryani, Ns., M.Kep., Sp. Mat., selaku Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengadakan dan menyusun Karya Tulis Ilmiah.
3. Azizah Khoiriyati, Ns., M.Kep., selaku dosen pembimbing dalam penelitian ini.
4. Romdzati, S.Kep.Ns.,MNS selaku dosen penguji Karya Tulis Ilmiah ini. 5. Ahid Nur Fauzi teman sejak Mataf, Azzam Farid, Ilham Romadon, Dimas
Wardiyono, Erna Rahmawati Wibawanti, Yurika Chendy Rusianto, Wijaya Putra Pratama, Winardi Junianto, Erik Erpan “Anggota grup Aku Anak
(6)
disisi Nya, kami satu bimbingan sudah lulus Mel, melanjutkan perjuangan. 7. Warga masyarakat Dusun Caturbinangun Widodomartani Ngemplak Sleman
Yogyakarta.
8. Teman-teman PSIK 2012, Titis Wijayanti, Satifa Layla Hanum, Anindya Sekar Utami, Dewi Pangestuti, Zulfa Ratnaningsih, Agil Putra Tri Kartika, Ahmad Nugroho “terimakasih”.
9. Rekan-rekan Pramuka Paskanama yang selalu memberi dukungan supaya
penelitian dapat segera selesai “terima kasih”.
10.Semua pihak yang telah membantu penyusunan penelitian ini yang tidak mungkin tersebutkan namanya satu persatu, terima kasih atas kerjasamanya sehingga penelitian ini dapat berjalan.
Penulis sadar bahwa penelitian ini masih jauh dari sempurna, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan. Semoga penelitian mengenai Pengaruh Safety Training Terhadap Keterampilan Orang Tua dalam Penanganan Cedera Balita di Rumah Tangga bermanfaat. Amin.
Yogyakarta, 27 Agustus 2016
Penulis
(7)
HALAMAN PERSEMBAHAN... iv
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... .. vi
DAFTAR SINGKATAN ... ... vii
HALAMAN PENGESAHAN ... viii
INTISARI ... ix
ABSTRACT ... x
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 6
C. Tujuan Penelitian ... 6
D. Manfaat Penelitian ... 7
E. Penelitian Terkait ... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Safety Training ... 10
1. Pengertian Safety Training ... 10
2. Tujuan Safety Training ... 11
B. Keterampilan ... 12
1. Definisi Keterampilan ... 12
2. Jenis-jenis Keterampilan ... 12
3. Faktor yang Mempengaruhi Keterampilan ... 13
C. Anak ... 16
1. Definisi Anak ... 16
2. Perkembangan Anak ... 16
3. Faktor yang Mempengaruhi Cedera Balita ... 19
4. Jenis Cedera pada Balita dan Penanganannya ... 20
D. Kerangka Konsep ... 24
E. Hipotesis ... 25
BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian ... 26
B. Populasi dan Sample Penelitian ... 27
C. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 28
(8)
I. Pengolahan Data dan Analisis Data ... 36
J. Etika Penelitian ... 38
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian... 41
1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian... 41
2. Kriteria Responden... 41
3. Perbedaan nilai pre-test dan post-test pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol... 43
4. Perbedaan tingkat keterampilan antara kelompok kontrol dan kelompok intervensi sebelum dan sesudah diberikan safety training... 43
B. Pembahasan... 44
1. Karakteristik Responden... 44
2. Perbedaan nilai pre-test dan post-test pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol... 46
3. Perbedaan Tingkat Keterampilan antara Kelompok Kontrol dan Intervensi sebelum dan sesudah diberikan safety training... 47
4. Pengaruh Safety Training terhadap Keterampilan Orang Tua... 48
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan... 50
B. Saran... 50
DAFTAR PUSTAKA ... 51
(9)
Tabel 2.1 Kerangka konsep
Tabel 3.1 Skoring nilai tindakan
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Penelitian
Tabel 4.2 Perbedaan tingkat keterampilan pada kelompok kontrol dan
kelompok eksperimen sebelum dan sesudah diberikan intervensi
Tabel 4.3 Perbedaan tingkat keterampilan antara kelompok kontrol dan
(10)
KBBI : Kamus Besar Bahasa Indonesia
RISKESDAS : Riset Kesehatan Dasar
CVI : Content Validity Index
PMI : Palang Merah Indonesia
WHO : World Health Prganization
DEPKES : Departemen Kesehatan
RI : Republik Indonesia
SDN : Sekolah Dasar Negeri
(11)
(12)
Muhamad Rifki Ardi Wiratama¹, Azizah Khoiriyati²
¹Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan FKIK UMY, ²Dosen Program Studi Ilmu Keperawatan FKIK UMY
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
INTISARI
Latar belakang: Salah satu masalah yang sering terjadi pada masa anak-anak adalah kecelakaan atau cedera. Cedera termasuk salah satu dari beberapa penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak di dunia. Tindakan pencegahan cedera berupa pengawasan yang dapat dilakukan oleh orang tua, karena dalam beraktivitas anak tidak memperhatikan bahaya. Safety training sebagai kegiatan yang menjamin terciptanya kondisi yang aman, terhindar dari gangguan fisik dan mental melalui pembinaan dan pelatihan, pengarahan, dan kontrol terhadap pelaksanaan kegiatan yang dapat di lakukan oleh orang tua.
Tujuan penelitian: Berdasarkan latar belakang diatas, penulis tertarik untuk
meneliti “Apakah ada pengaruh “Safety Training” terhadap keterampilan orang tua dalam penanganan cedera balita di rumah tangga.
Metode Penelitian: Penelitian ini menggunakan quasy experimental study with control group design. Sample didapatkan dengan menggunakan simple random sampling yaitu orang tua di dusun Caturbinangun Widodomartani Ngemplak Sleman. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2016. Cara pengumpulan data penelitian dengan menggunakan ceklist. Uji statistik dalam penelitian ini menggunakan Paired T-Test dan Independent T-Test.
Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh safety training terhadap keterampilan orang tua dalam penanganan cedera balita di rumah tangga dengan uji PairedT-Test hasil pre-test dan post-test pada kelompok intervensi p=0,001 (p<0,05), sedangkan hasil pre-test dan post-test pada kelompok kontrol p=0,568. Uji Independent T-Test pada kelompok intervensi dan kontrol mendapat hasil pre-test p=0,337 (p>0,05) dan hasil post-test p=0,001 (p<0,05).
Kesimpulan: pengasuhan anak dilakukan sepenuhnya oleh orang tua, karena pada masa ini seorang anak lebih banyak dilewatkan dalam lingkungan keluarga.
(13)
Nursing Sicience, Faculty of Medicine and Health Sciences Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
ABSTRACT
Background: One problem that often occurs in childhood is an accident or injury. Injury is one of the main causes of morbidity and mortality of children in the world. Injury prevention actions in the form of supervision that can be done by parents, because children do not pay attention in activities danger. Safety training as an activity that ensures the creation of safe conditions, avoid physical and mental disorders through coaching and training, direction, and control of the implementation of activities that can be done by parents.
Objective: Based on the above, the author is interested in studying is there any influence "Safety Training" on parenting skills in handling injury toddlers in the household.
Methodology: This research use quasy experimental study with control group design. Sample obtained by using simple random sampling that parents in the village Caturbinangun Widodomartani Ngemplak Sleman. This research was conducted in July 2016. Data collection research using the checklist. Statistical test in this research use Paired T-Test dan Independent T-Test.
Result: Research result shows that the influence safety training for skills parents in handling infants injured in households with Paired T-Test results of pre-test and post-test in the intervention group p = 0.001 (p <0.05), while the results of pretest and posttest control group p = 0.568. Independent T-Test test in the intervention and control groups received the pre-test p = 0.337 (p> 0.05) and the results of post-test p = 0.001 (p <0.05).
Conclusion: parenting is done entirely by parents, because at this time a child is much more to be missed in a family environment.
(14)
Anak balita adalah anak yang telah menginjak usia di atas satu tahun atau
lebih popular dengan pengertian usia anak di bawah lima tahun (Muaris,
2006). Pada usia ini anak mulai bergaul dengan lingkungannya atau
bersekolah play group sehingga anak mengalami beberapa perubahan dalam perilaku. Kemampuan motorik dan emosional anak mencakup sikap anak
dalam lingkungan, gerakan anggota badan, pada fase ini anak suka bermain
dan berlarian.
Anak menurut Nur A (2011) adalah keturunan atau generasi penerus bagi
orang tua dan bangsanya. Dengan hadirnya anak, para orang tua merasa ada
pihak yang akan meneruskan garis keturunannya.
Menurut Ibrahim (1999), dalam Ratnaningrum Wuriani, mengatakan
anak-anak banyak melewatkan hari-harinya di lingkungan rumah maka bisa
disebut bahwa lingkungan rumah adalah tempat yang paling menyenangkan
bagi anak. Akan tetapi, pada saat yang sama lingkungan rumah tersebut juga
bisa menjadi tempat yang paling membahayakan bagi anak. Setiap saat
bahaya dapat mengancam anak, mulai dari tempat bermain, tempat tidur, alat
bermain, benda-benda di sekitar rumah, cuaca, serangga dan hewan lain serta
(15)
Cedera merupakan ancaman bagi kesehatan di seluruh negara di dunia
(Kuschithawati, et al, 2007: 131). Cedera termasuk salah satu dari beberapa penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak di dunia (Aken, et al, 2007: 230). Penyebab terjadinya cedera meliputi penyebab yang disengaja
(intentional injury), penyebab yang tidak disengaja (unintentional injury) dan penyebab yang tidak bisa ditentukan (undeterminated intent) (WHO, 2004). Penyebab cedera yang disengaja meliputi bunuh diri, Kekerasan Dalam
Rumah Tangga (KDRT) seperti dipukul orang tua/suami/istri/anak),
penyerangan, tindakan kekerasan/pelecehan dan lain-lain. Penyebab cedera
yang tidak disengaja antara lain: terbakar/tersiram air panas/bahan kimia,
jatuh dari ketinggian, digigit/diserang binatang, kecelakaan transportasi
darat/laut/udara, kecelakaan akibat kerja, terluka karena benda
tajam/tumpul/mesin, kejatuhan benda, keracunan, bencana alam, radiasi,
terbakar dan lainnya. Penyebab cedera yang tidak dapat ditentukan
(undeterminated intent) yaitu penyebab cedera yang sulit untuk dimasukkan kedalam kelompok penyebab yang disengaja atau tidak disengaja.
Masa pertumbuhan dan perkembangan anak balita, sering mengalami
gangguan. Salah satu masalah yang sering terjadi adalah kecelakaan atau
injuri pada masa anak-anak. Setiap tahun, hampir 1 juta anak meninggal
karena kecelakaan dan lebih dari puluhan juta anak-anak lainnya memerlukan
perawatan rumah sakit karena mengalami luka berat. Diantara yang luka berat
(16)
Kecelakaan menjadi penyebab utama kematian dan kecacatan pada anak-anak.
(Depkes RI, 2014).
Menurut data RISKESDAS 2013, jumlah data yang dianalisis seluruhnya
1.027.758 orang untuk semua umur. Adapun responden yang pernah
mengalami cedera 84.774 orang dan tidak cedera 942.984 orang. Responden
yang mengalami cedera akibat kecelakaan transportasi sepeda motor sebanyak
34.409 orang. Khusus untuk analisis pemakaian helm diseleksi hanya pada
kelompok umur 1 tahun keatas yang jumlahnya sekitar 34.398 orang. Ditinjau
dari penyebab cederanya, proporsi tertinggi adalah cedera karena jatuh
(91,3%) pada kelompok umur<1 tahun, perempuan (49,3%), tidak sekolah
(61,6%), tidak bekerja (39,9%), tinggal di pedesaan (42,3%) dan nilai indeks
kepemilikan terbawah (50,8%).
Berdasarkan kelompok umur, proporsi lecet/memar, luka robek, anggota
tubuh terputus dan cedera mata menunjukkan pola atau kecenderungan yang
sama yaitu pada usia<1 tahun proporsinya rendah, meningkat di usia muda
dan menurun di usia lanjut. Adapun kecenderungan proporsi yang
menggambarkan pola positif yaitu semakin bertambah umur proporsinya
semakin tinggi ditunjukkan pada jenis cedera patah tulang, sedangkan terkilir
tinggi di usia<1 tahun selanjutnya semakin meningkat dengan bertambahnya
umur.
Menurut penelitian Mulyanti (2015) angka kecelakaan balita 86% dari 50
(17)
tersetrum listrik 23 kasus, tersedak 43 kasus, terkena benda tajam 33 kasus,
tenggelam 16 kasus, minum atau makan bahan berbahaya 6 kasus, tercekik
atau tidak bisa bernapas 9 kasus. Bahkan tidak sedikit balita yang mengalami
cedera lebih dari satu kasus.
Berdasarkan penelitian Kuschithawati, et al (2007) di Kota Yogyakarta menyebutkan bahwa faktor lingkungan rumah tempat tinggal anak yang tidak
aman merupakan faktor yang paling berperan dalam kejadian cedera pada
anak-anak. Kemudian disusul oleh faktor pengawasan orang tua yang masih
rendah.
Tindakan pencegahan berupa pengawasan dapat dilakukan oleh orang tua,
karena dalam beraktivitas anak tidak memperhatikan bahaya (Nursalam, 2008:
37). Berdasarkan penelitian oleh Kuschithawati, et.al (2007), menyebutkan bahwa praktik pencegahan cedera yang dilakukan oleh orang tua, yaitu berupa
tindakan pengawasan yang masih rendah merupakan faktor yang paling
berperan terhadap kejadian cedera pada anak, setelah faktor lingkungan anak
yang tidak aman.
Notoatmodjo (2007: 143) menjelaskan bahwa pengetahuan berperan
dalam pembentukan sikap seseorang, pengetahuan membuat seseorang
berpikir akan suatu objek atau stimulus. Proses berpikir ini di dalamnya
melibatkan dua komponen dari sikap, yaitu komponen emosi dan keyakinan
dan pada akhirnya komponen-komponen tersebut akan membangun sikap dari
(18)
Menurut Nursalam, (2003) semakin cukup umur seseorang maka tingkat
kemampuan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan
bekerja. Semakin tua seseorang maka pengalaman akan semakin banyak
(Notoadmojo, 2005). Menurut Nelson, (1988) dalam Ratnaningrum Wuriani
mengatakan pada umumnya pengasuhan anak dilakukan sepenuhnya oleh
orang tua, karena pada masa ini seorang anak lebih banyak dilewatkan dalam
lingkungan keluarga. Orang tualah yang mengasuh, merawat, memelihara dan
lebih banyak beraktivitas dengan anak.
Suatu kemampuan seseorang untuk bertindak setelah menerima
pengalaman belajar tertentu dengan menggunakan anggota badan dan
peralatan yang tersedia. Keterampilan merupakan kelanjutan dari hasil belajar
kognitif (memahami sesuatu) dan afektif (perbuatan atau perilaku)
(Notoatmojo, 1997).
Keterampilan adalah hasil belajar pada ranah psikomotorik, yang
terbentuk menyerupai hasil belajar kognitif. Keterampilan adalah kemampuan
untuk mengerjakan atau melaksanakan sesuatu dengan baik (Nasution, 1975:
28).
Berdasarkan survei pendahuluan yang penulis lakukan di daerah
Caturbinangun Widodomartani Ngemplak Sleman Yogyakarta, terdapat 38
keluarga yang mempunyai anak balita di rumah tangganya. Survei wawancara
yang peneliti lakukan terhadap lima orang tua yang mempunyai anak balita di
(19)
sering dialami adalah jatuh. Sedangkan untuk satu orang tua menuturkan
bahwa anaknya pernah mengalami tersedak. Survei ini menunjukkan bahwa
kejadian jatuh atau tersandung pada anak lebih sering terjadi sehingga ada
indikasi cedera memar, terkilir dan bisa juga luka robek.Berdasarkan latar
belakang tersebut maka penelitian tentang pengaruh safety training terhadap keterampilan orang tua dalam penanganan cedera balita di rumah tangga perlu
dilakukan, karena orang tua perlu mengerti cara penanganan cedera pada
balita.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, penulis tertarik untuk meneliti “Apakah ada pengaruh “Safety Training” terhadap keterampilan orang tua dalam penanganan cedera balita di rumah tangga?”
C. Tujuan Penelitian
Tujuan Umum
Mengetahui pengaruh “Safety Training” terhadap keterampilan orang tua dalam penanganan cedera balita di rumah tangga.
Tujuan Khusus
1. Mengetahui keterampilan orang tua sebelum diberi pendidikan “Safety training” .
2. Mengetahui keterampilan orang tua sesudah diberi pendidikan “Safety training”.
(20)
3. Mengetahui perbedaan keterampilan orang tua sebelum dan sesudah diberi
pendidikan “Safety training”. D. Manfaat Penelitian
1. Keperawatan
a. Menambah pengetahuan perawat mengenai pendidikan kesehatan
“Safety training”.
b. Sebagai model dalam pengembangan program “Safety training”.
c. Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan acuan
perawat dalam melaksanakan intervensi keperawatan di masyarakat
khususnya terhadap cedera pada balita.
2. Peneliti
a. Penelitian ini dapat menambah pengetahuan mengenai “Safety training”.
b. Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan acuan untuk melakukan
penelitian-penelitian selanjutnya.
3. Masyarakat dan Orang tua
Bagi masyarakat terutama para orang tua anak dijadikan informasi
yang dapat membantu keterampilan dalam menentukan keputusan untuk
berperilaku dan bertindak terhadap cedera balita di rumah tangga.
E. Penelitian Terkait
1. Ratnaningrum, Wuriani. (2009). Pengaruh Pendidikan Kesehatan Tentang
(21)
Pencegahan Kecelakaan pada Balita. Penelitian ini adalah penelitian
kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh antara
pengetahuan orang tua terhadap pencegahan kecelakaan pada balita
setelah dilakukan pendidikan kesehatan Save The Children. Persamaan dengan penelitian ini adalah sama-sama konsen pada upaya keselamatan
anak. Perbedaannya dengan penelitian ini adalah pengujiannya melalui
praktik.
2. Aprilia, Dini Sari. (2012). Pengaruh Pendidikan Kesehatan Perilaku Hidup
Bersih Sehat Tentang Cuci Tangan Terhadap Tingkat Pengetahuan
dan Keterampilan Pada Anak Usia Sekolah SDN Tlogo Imbas Gugus 3,
Tamantirto Kasihan Bantul. Jenis penelitian ini adalah penelitian Quassy Experiment pretest-postest with control group. Tehnik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah simple random sampling dengan 30 orang responden. Analisa data yang digunakan adalah Wilcoxon (uji non parametrik). Terdapat pengaruh pendidikan kesehatan Perilaku Hidup
Bersih Sehat Tentang Cuci Tangan Terhadap Tingkat Pengetahuan
dan Keterampilan Pada Anak Usia Sekolah SDN Tlogo Imbas Gugus 3,
Tamantirto Kasihan Bantul. Dari hasil penelitian disarankan kepada
institusi sekolah dapat memberikan pembinaan tentang pelaksanaan
Perilaku Hidup Bersih Sehat Cuci Tangan pada siswa serta dapat
(22)
lanjut dengan variabel yang berbeda seperti sikap dan perilaku serta
penambahan waktu penelitian yang lebih lama lagi.
3. Terarosalia, Ratna Roeslan Afany. (2013). Pengaruh pelatihan menyikat
gigi terhadap keterampilan motorik menyikat gigi pada anak retardasi
mental. Jenis penelitian ini adalah penelitian Quasi Experiment yaitu suatu penelitian yang tidak menggunakan kelas kontrol sebagai pembanding.
Desain penelitian Quasi Experiment yang digunakan adalah One-Group Time-Series Design. Teknik pengumpulan data dengan cara pengisian checklist tahapan menyikat gigi. Uji statistik yang digunakan
menggunakan uji paired samples t-test. Hasil penelitian menunjukkan terdapat pengaruh yang signifikan pada pelatihan menyikat gigi
terhadap keterampilan motorik menyikat gigi pada anak retardasi mental
di SLB-C Dharma Rena Ring Putra II yaitu terlihat bahwa nilai
signifikansi pretest dan posttest adalah 0.000 sehingga p0.05. Kesimpulan
terdapat pengaruh yang signifikan pada pelatihan menyikat gigi
terhadap keterampilan motorik menyikat gigi pada anak retardasi mental
di SLB-C Dharma Rena Ring Putra II. Keterampilan motorik menyikat
gigi anak retardasi mental setelah dilakukan pelatihan menyikat gigi
memiliki kriteria baik pada 9 anak yang sebelumnya memiliki kriteria
sedang. Perbedaan penelitian ini adalah variabel terikatnya keterampilan
(23)
1. Pengertian
Safety atau keselamatan adalah suatu kondisi yang bebas dari risiko yang relatif sangat kecil di bawah tingkatan tertentu. Sedangkan risiko
adalah tingkat kemungkinan terjadinya suatu bahaya yang menyebabkan
kecelakaan dan intensitas bahaya tersebut (Notoatmodjo, 2007).
Training atau pelatihan menurut Mathis (2002), Pelatihan adalah suatu proses dimana orang-orang mencapai kemampuan tertentu untuk
membantu mencapai tujuan organisasi. Oleh karena itu, proses ini terikat
dengan berbagai tujuan organisasi, pelatihan dapat dipandang secara
sempit maupun luas. Secara terbatas, pelatihan menyediakan para pegawai
dengan pengetahuan yang spesifik dan dapat diketahui serta keterampilan
yang digunakan dalam pekerjaan mereka saat ini. Terkadang ada batasan
yang ditarik antara pelatihan dengan pengembangan, dengan
pengembangan yang bersifat lebih luas dalam cakupan serta memfokuskan
pada individu untuk mencapai kemampuan baru yang berguna baik bagi
pekerjaannya saat ini maupun di masa mendatang.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pelatihan berasal
dari kata “latih” yang berarti olah, pelajaran untuk membiasakan atau
(24)
untuk membiasakan atau memperoleh suatu kecakapan atau keahlian
tertentu.
Pelatihan menurut Dessler (2009) adalah proses mengajarkan individu
atau kelompok dalam ketrampilan dasar yang mereka butuhkan untuk
menjalankan aktivitas mereka.
2. Tujuan Safety training
Safety training mempunyai tujuan untuk memperkecil atau menghilangkan potensi bahaya atau risiko yang dapat mengakibatkan
kesakitan dan kecelakaan dan kerugian yang mungkin terjadi. Kerangka
konsep berpikir safety training adalah menghindari resiko sakit dan celaka dengan pendekatan ilmiah dan praktis secara sistematis (systematic), dan dalam kerangka pikir kesisteman (system oriented) (Notoatmodjo, 2010).
Safety training sebagai kegiatan yang menjamin terciptanya kondisi yang aman, terhindar dari gangguan fisik dan mental melalui pembinaan dan
pelatihan, pengarahan, dan kontrol terhadap pelaksanaan kegiatan (Yuli,
2005). Pelatihan keselamatan merupakan upaya preventif yang
kegiatannya utamanya adalah identifikasi, substitusi, eliminasi, evaluasi,
(25)
B. Keterampilan
1. Definisi keterampilan
Menurut Gordon (1994) Keterampilan merupakan sebuah
kemapuan dalam mengoperasikan pekerjaan secara lebih mudah dan
tepat. Definisi keterampilan menurut Gordon ini cenderung mengarah
pada aktivitas psikomotor. Keterampilan harus dilakukan dengan
praktek sebagai pengembangan aktivitas (Iverson, 2001).
Keterampilan (skill) dalam arti sempit yaitu kemudahan, kecepatan, dan ketepatan dalam tingkah laku motorik yang disebut
juga normal skill. Sedangkan dalam arti luas, keterampilan meliputi aspek normal skill, intelektual skill, dan social skill (Vembriarto, 1981:52). Keterampilan adalah pola kegiatan yang bertujuan, yang
memerlukan manipulasi dan koordinasi informasi yang dipelajari
(Sudjana, 1996:17). Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan
bahwa keterampilan adalah kemampuan untuk melakukan sesuatu
dengan baik, cepat, dan tepat. Keterampilan akan dapat dicapai atau
ditingkatkan dengan latihan tindakan secara berkesinambungan.
2. Jenis-jenis keterampilan
Robbins (2000) keterampilan dibagi menjadi 4 kategori yaitu:
Basic Literacy Skill, Technical Skill, Interpersonal Skill, Problem Solving. Basic Literacy Skill: Keahlian dasar yang sudah pastiharus dimiliki oleh setiap orang seperti membaca, menulis, berhitung serta
(26)
mendengarkan. Technical Skill : Keahlian secara teknis yang didapat melalui pembelajaran dalam bidang teknik seperti mengoperasikan
computer dan alat digital lainnya. Interpersonal Skill : Keahlian setiap orang dalam melakukan komunikasi satu sama lain seperti
mendengarkan seseorang, berpendapat dan bekerja secara tim.
Problem Solving : Keahlian seseorang dalam memecahkan masalah dengan menggunakan loginya.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi keterampilan orang tua
Bertnus (2009) beberapa faktor yang mempengaruhi keterampilan
orang tua dalam melakukan sebuah tindakan, dalam hal ini adalah
penanganan cedera anak, dikatakan sebagai berikut:
a. Pengetahuan
Pengetahuan akan menciptakan paradigma teoritis, apa yang
harus dilakukan dan mengapa. Pengetahuan mencakup segenap
apa yang diketahui tentang obyek tertentu dan disimpan didalam
ingatan. Merupakan khasanah kekayaan yang secara langsung
maupun tidak langsung ikut memperkaya kehidupan. Pengetahuan
dipengaruhi berbagai faktor yaitu latar belakang pendidikan,
pengalaman kerja, usia dan jenis kelamin. Seseorang yang
mempunyai pendidikan lebih tinggi akan lebih mudah dalam
(27)
Menurut Sunaryo (2004) pengetahuan merupakan hasil dari
tahu yang terjadi melalui proses sensoris khususnya mata dan
telinga terhadap obyek tertentu.
b. Pengalaman
Pengalaman akan memperkuat kemampuan dalam melakukan
sebuah tindakan (keterampilan). Pengalamaan ini membangun
seseorang bisa melakukan tindakan-tindakan yang telah diketahui
pada langkah pertama.
Semua tindakan yang pernah dilakukan akan direkam dalam
bawah sadar mereka dan akan dibawa terus sepanjang hidupnya.
Orang tua yang sering mendapat pengalaman menjumpai kejadian
cedera pada anak dengan penanganan yang baik akan menjadi
sangat terampil dan tentunya akan lebih professional, dibanding
yang tidak pernah melakukan tindakan tersebut.
Dari sini dapat disimpulkan bahwa semakin banyak
pengalaman seseorang maka akan semakin terampil dan menjadi
kebiasaan. Apalagi jika ditunjang dengan tingkat intelegensi, maka
orang tersebut akan lebih mudah dalam mengembangkan tingkat
(28)
c. Keinginan/motivasi
Merupakan sebuah keinginan yang membangkitkan motivasi
dalam diri seseorang dalam rangka mewujudkan tindakan-tindakan
tersebut. Motivasi inilah yang mendorong orangtua bisa
melakukan sebuah tindakan sesuai dengan prosedur yang sudah
ditetapkan.
Menurut Widayatun (2005) mengatakan bahwa motivasi
sebagai motor penggerak, maka bahan bakarnya adalah kebutuhan,
sifatnyapun alami dalam rangka memenuhi kebutuhan seseorang
guna mencapai tujuan. Yang semua itu terlebih dahulu didukung
oleh pengetahuan orangtua tentang sebuah tindakan, yang
diperkuat dengan pengalaman melakukan.
d. Sarana
Sarana disini adalah seluruh fasilitias dan peralatan yang
memadai yang digunakan dalam suatu kegiatan penanganan cedera
pada balita. Sehingga faktor sarana akan menjadikan suasana kerja
menjadi lebih optimal yang tentunya akan lebih mendukung
keterampilan seseorang dalam melakukan suatu tindakan.
Keterampilan tidak akan dapat dicapai bilamana tidak
didukung dengan sarana yang memadai sesuai dengan apa yang
diinginkan, karena sarana merupakan bagian dari proses untuk
(29)
C. Anak
1. Definisi Anak
Anak merupakan individu yang berada dalam satu rentang perubahan
perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja. Masa kanak-kanak
merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang dimulai dari bayi
(0-1 tahun), usia bermain/toddler (1-2,5 tahun), prasekolah (2,5-5 tahun), usia sekolah (5-11 tahun) hingga remaja (11-18 tahun). Dalam proses
perkembangan, anak-anak sudah memiliki cirri fisik, kognitif, konsep diri,
pola koping, dan perilaku sosial (Hidayat, 2005).
2. Perkembangan Anak
Menurut Santrock, (2007) perkembangan (development) adalah pola perubahan yang dimulai sejak pembuahan, yang berlanjut sepanjang
rentang hidup. Kebanyakan perkembangan melibatkan pertumbuhan,
meskipun juga melibatkan penuaan. Kemana pun anda berpaling,
perkembangan anak menarik perhatian masyarakat.
Tahapan perkembangan anak: Umur 0 – 3 bulan anak sudah mulai mengangkat kepala setinggi 45 derajat, kemudian menggerakan kepala
dari kiri/kanan ke tengah, anak juga sudah mulai melihat dan menatap
wajah anda, mengoceh spontan atau bereaksi dengan mengoceh, suka
tertawa keras, bereaksi terkejut terhadap suara keras, membalas tersenyum
ketika diajak bicara/tersenyum, mengenal ibu dengan penglihatan,
(30)
berbalik dari telungkup ke telentang, mengangkat kepala setinggi 90
derajat, mempertahankan posisi kepala tetap tegak dan stabil,
menggenggam pensil, meraih benda yang ada dalam jangkauannya,
memegang tangannya sendiri, berusaha memperluas pandangan,
mengarahkan matanya pada benda-benda kecil, mengarahkan matanya
pada benda-benda kecil, mengeluarkan suara gembira bernada tinggi atau
memekik, tersenyum ketika melihat mainan/gambar menarik saat bermain
sendiri.
Umur 6 – 9 bulan Duduk (sikap tripoid – sendiri), belajar berdiri, kedua kakinya menyangga sebagian berat badan, merangkak meraih
mainan atau mendekatai seseorang, memindahkan benda sari satu tangan
ke tangan lainnya, memungut 2 benda, masing-masing tangan pegang 1
benda pada saat yang bersamaan, memungut benda sebesar kacang dengan
cara meraup, bersuara tanpa arti, mamama, bababa, dadada, tatata,
mencari mainan/benda yang dijatuhkan, bermain tepung tangan/ciluk ba,
bergembira dengan melempar benda, makan kue sendiri.
Umur 9 – 12 bulan anak berlatih mengangkat badannnya ke posisi sendiri, belajar berdiri selama 30 detik atau berpengangan di kursi, dapat
berjalan dengan dituntun, mengulurkan lengan/badan untuk meraih
mainan yang diinginkan, menggenggam erat pensil, memasukan benda ke
mulut, mengulang menirukan bunyi yang didengar, menyebut 2 – 3 suku kata yang sama tanpa arti, mengeksplorasi sekitar, ingin tahu, ingin
(31)
menyentuh apa saja, bereaksi terhadap suara yang perlaha atau bisikan,
senang diajak bermain ciluk ba, mengenal anggota keluarga, takut pada
orang yang belum kenal.
Umur 12 – 18 bulan berdiri sendiri tanpa berpegangan, membungkuk memungut mainan kemudian berdiri kembali, berjalan mundur 5 langkah,
memanggil ayah dengan kata papa, memanggil ibu dengan kata mama,
menumpuk dua kubus, memasukan kubus di kotak, menunjuk apa yang
diinginkan tanpa menangis/merengek. Anak bisa mengeluarkan suara
yang menyenangkan atau menarik tangan ibu, memperlihatkan rasa
cemburu/bersaing.
Umur 18 – 24 bulan berdri sendiri tanpa berpegangan 30 detik, berjalan tanpa terhuyung-huyung, bertepuk tangan, melambai-lambai,
menumpuk 4 buah kubus, memungut benda kecil dengan ibu jari dan jari
telunjuk, menggelindinkan bola ke arah sasaran, menyebut 3 – 6 kata yang mempunyai arti, membantu/menirukan pekerjaan rumah tangga,
memegang cangkir sendiri, belakar makan- minum sendiri.
Umur 24 – 36 bulan jalan naik tangga sendiri, dapat bermain dengan menendang bola kecil, mencoret-coret pensil pada kertas, bicara dengan
baik, menggunakan 2 kata, dapat menunjuk satu atau lebih bagian
tubuhnya ketika diminta, melihat gambar dan dapat menyebut dengan
(32)
sendiri atau tanpa membantu, mengangkat piring jika diminta, makan nasi
sendiri tanpa banyak tumpah, melepas pakaiannya sendiri.
Usia 3 – 5 tahun adalah usia anak prasekolah. Pada masa ini, terjadi pertumbuhan biologis, psikososial, kognitif, dan spiritual yang begitu
signifikan. Kemampuan mereka dalam mengontrol diri, berinteraksi
dengan orang lain, dan penggunaan bahasa dalam berinteraksi merupakan
modal awal anak dalam mempersiapkan tahap perkembangan berikutnya,
yaitu tahap sekolah (whaley dan wong, 1995).
3. Faktor yang mempengaruhi cedera balita
Menurut Motticit dalam Aji (2009), faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi terjadinya kecelakaan pada balita dapat dikatagorikan
menjadi tiga bagian, yaitu:
a. Karakteristik balita
Karakteristik ini merupakan hal yang sangat penting untuk mengetahui
insidensi, tipe dan resiko cidera yang dialami balita. Karakteristik
balita meliputi umur dan tingkat perkembangan, jenis kelamin,
kemampuan kognitif, afektif dan motorik serta tingkat aktivitas balita.
Secara naluri balita mempunyai rasa ingin tahu dan mereka akan
belajar dari apa yang mereka lihat, sentuh, dengar, cium dan mereka
(33)
b. Karakteristik agen penyebab
Agen penyebab kecelakaan yang penting untuk diketahui adalah
air, api, mainan, tempat bermain dan bahan beracun. Menghindari
kemungkinan kecelakaan dapat dilakukan dengan melibatkan balita
dengan memberikan pemahaman terhadap agen penyebab dan bahaya
yang bisa terjadi sehingga anak mengerti dan dapat menghindarinya.
c. Karakteristik lingkungan
Lingkungan fisik dan sosio cultural dapat mempengaruhi terjadinya kecelakaan pada balita. Lingkungan fisik meliputi
lingkungan rumah dan lingkungan luar rumah. Lingkungan sosio cultural meliputi pola asuh, respon keluarga dan kepedulian dari pemerintah atau masyarakat sekitar.
4. Jenis cedera pada balita dan penanganannya
a. Benturan
Menurut Magfuri, (2014) benturan adalah terjadinya
pukulan/benturan baik secara langsung atau tidak langsung pada tubuh
yang mengakibatkan cidera tekan, tindasan, bengkak, lebam pada
tubuh. Penyebabnya bermacam-macam bisa karena kecelakaan,
penganiayaan, terjatuh, dan sebagainya. Gambaran klinisnya bengkak,
nyeri, memar/lebam. Alat dan bahan yang diperlukan dalam
(34)
Penatalaksanaannya dengan menanyakan keluhan penderita.
Kemudian mengkaji daerah luka dan sekitarnya bila ada cedera lebih
dari satu. Sesegera mungkin kompres dengan air dingin atau es pada
daerah yang memar untuk mengurangi perdarahan dan pembengkakan.
Bila memar terjadi pada lengan atau kaki, angkat bagian tersebut
dengan posisi lebih tinggi dari jantung untuk mengurangi aliran darah
local. Setelah 24 jam, gunakan kompres hangat untuk membantu
penyembuhan luka. Kompresan hangat akan membuka pembuluh
darah sehingga memperlancar sirkulasi darah pada area tersebut. Cek
kembali tanda memar dan rasa nyeri bila memar bertambah parah atau
bengkak dengan rasa sakit tak tertahankan segera, bawa kerumah sakit
karena ada kemungkinan patah tulang atau luka lainnya.
b. Luka Robek
Harnowo, Putro (2013) hentikan semua perdarahan yang ada,
dengan cara membersihkannya dengan air mengalir atau Nacl 0,9%
kemudian menekan luka menggunakan kain atau kassa, beri tekanan
yang cukup (jangan memakai kapas pada luka ini). Bila luka berdarah
dilakukan penekanan yang cukup dalam waktu 5-10 menit perdarahan
yang terjadi akan terhenti.
Tutup luka dengan beberapa lembar kassa dan balut luka dengan
baik. Jangan mengikat luka pada bagian bawah luka, cukup ditekan
(35)
terluka untuk menghindari perdarahan. Segera bawa ke dokter bila
perdarahan tak kunjung berhenti.
Hal yang sering terjadi pada luka dengan perdarahan adalah rasa
panik bagi penderita, dan ini dapat menimbulkan rejatan dengan
tanda-tanda, penderita pucat (tandanya bibir menjadi lebih pucat), nadi
menjadi lebih lemah dan kesadaran penderita agak turun ( tidak respon
waktu ditanya / pingsan ).
c. Tersedak
Pusbankes 118 (2016) bila korban menunjukan obstruksi jalan
nafas ringan, korban diminta untuk batuk agar benda asing keluar
tanpa tindakan lain. Bila korban menunjukkan obstruksi jalan nafas
berat dan masih sadar maka dilakukan pukulan punggung.
Cara pukulan punggung adalah sebagai berikut, penolong berdiri
disamping agak kebelakang korban. Tahan dada pasien dengan satu
tangan dan pasien agak condong kedepan agar bila benda asing lepas
tidak masuk trakhea tetapi keluar. Buat lima kali pukulan hentakan
pukulan punggung antara belikat dengan pangkal telapak tangan yang
lain. Selesai tiap pukulan periksa benda asing keluar atau belum. Bila
lima kali pukulan punggung tidak berhasil mengeluarkan benda asing
maka, berikan dorongan perut (Abdominal Thrust).
Dorongan perut bila dilakukan pada korban posisi tegak (duduk
(36)
manuver adalah tangan penolong melingkari perut korban dari arah punggung dengan genggaman dua tangan berada diantara umbilicus
dan ximphisternum (ujung bawah sternum). Kemudian genggaman dua tangan tersebut dihentakkan secara lembut dan cepat kearah dalam dan
atas (ke arah paru) sebanyak lima kali berurutan, agar benda asing
dapat lepas dari laring.
Pasca pertolongan ini harus dibawa ke RS jika, dievaluasi benda
asing telah keluar semua atau belum. Pertolongan bila pasien masih
ada keluhan seperti batuk, sesak nafas, susah menelan. Kemungkinan
(37)
D. Kerangka konsep
= di teliti
= tidak diteliti
Skema 2.1 Kerangka konsep Orangtua yang
mempunyai balita dengan resiko cedera di dusun
Caturbinangun Widodomartani Ngemplak Sleman
Keterampilan orangtua terhadap penanganan cedera balita dirumah tangga
Safety training: -benturan -luka robek -tersedak
Faktor yang mempengaruhi keterampilan orangtua:
-pengetahuan -pengalaman
-keinginan/motivasi -sarana
(38)
E. Hipotesis
Ha: Terdapat pengaruh keterampilan orang tua dalam penanganan cedera
balita di rumah tangga setelah diberikan pelatihan safety training. Ho: Tidak terdapat pengaruh keterampilan orang tua dalam penanganan
cedera balita di rumah tangga walaupun telah diberikan pelatihan safety training.
(39)
BAB III
METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kuantitatif. Metode penelitian
ini menggunakan quasy experimental study with control group design. Penelitian ini memberikan intervensi safety training terhadap keterampilan orang tua dalam penanganan cedera balita dalam rumah tangga pada
kelompok intervensi diberikan pre-test sebelum perlakuan dan post-test
setelah perlakuan, sedangkan dalam kelompok control hanya dilakukan pre
-test dan post-test tanpa pemberian intervensi (Hidayat, 2007). Pola desain penelitian sebagai berikut:
pre-test perlakuan post-test
Kelompok intervensi
Kelompok kontrol
Keterangan:
A : penilaian yang dilakukan sebelum diberikan perlakuan pada kelompok
intervensi (pre-test).
A : penilaian yang dilakukan sesudah diberikan perlakuan pada kelompok
eksperimen (post-test).
A X A
(40)
X: perlakuan (pendidikan kesehatan tentang pengaruh safety training terhadap keterampilan orang tua dalam penanganan cedera anak di rumah tangga,
yaitu memberikan pendidikan kesehatan tentang pengertian safety training, manfaat safety training, pelaksanaan safety training untuk cedera balita di rumah tangga).
B : penilaian yang dilakukan pada kelompok kontrol (pre-test).
B : penilaian yang dislakukan pada kelompok kontrol (post-test).
B. Populasi dan Sample Penelitian
1. Populasi
Populasi adalah subjek yang memenuhi kriteria yang ditetapkan
(Nursalam, 2008). Populasi dalam penelitian ini adalah semua orangtua
yang mempunyai anak balita yang berada di Dusun Caturbinangun
Widodomartani Ngemplak Sleman Yogyakarta sebanyak 38 orang.
2. Sampel
Sampel merupakan bagian populasi yang akan diteliti atau sebagian
jumlah dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Hidayat, 2007).
Kriteria inklusi:
a.Orang tua yang memiliki anak balita dikeluarganya.
b.Orang tua yang tinggal satu rumah dengan anak balitanya.
c.Orang tua dengan kondisi fisik sehat agar bisa mengikuti pelatihan.
(41)
Kriteria eksklusi:
a. Orang tua yang tidak mengikuti pelatihan sampai selesai.
b.Orang tua yang mengundurkan diri menjadi responden.
Berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi diatas, maka didapatkan jumlah
populasi 38 orang tua. Dengan menggunakan simple random sampling, yaitu mengambil sampel menggunakan undian. Penentuan jumlah sample dalam
penelitian ini menggunakan teori Dimpsey (2002) berjumlah 15 orang untuk
kelompok intervensi dan 15 untuk kelompok kontrol. Tetapi untuk
mengantisipasi terjadinya dropout sesuai dengan teori maka ditambahkan 10-15% responden pada tiap kelompok, sehingga peneliti mengambil
responden berjumlah 17 orang di kelompok intervensi dan 17 orang di
kelompok kontrol.
C. Lokasi dan Waktu Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Dusun Caturbinangun Widodomartani
Ngemplak Sleman.
2. Waktu Penelitian
(42)
D. Variabel Penelitian
Variabel dari penelitian ini meliputi:
1. Variabel bebas
Variabel bebas merupakan variabel yang menjadi sebab perubahan
atau timbulnya variabel dependen dan bebas dalam mempengaruhi
variabel lain (Hidayat, 2007). Variabel bebas dari penelitian ini adalah
safety training.
2. Variabel terikat
Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau
menjadi akibat karena variabel bebas yang disebut juga variabel efek,
hasil, outcome, atau even (Hidayat, 2007). Variabel terikat dari penelitian ini adalah keterampilan orang tua dalam penanganan cedera
balita di rumah tangga.
Cara pengukuran variable dependen dalam penelitian ini dengan
menggunakan format ceklist. Responden diminta mempraktekan
penanganan cedera pada balita sesuai dengan pengetahuan yang
dimiliki responden. Peneliti menilai tindakan tersebut, setelah dinilai
peneliti menjelaskan pendidikan kesehatan penanganan cedera balita
kepada responden kelompok intervensi. Setelah itu responden diminta
untuk mempraktikkan kembali penanganan cedera balita sesuai yang
sudah dijelaskan. Peneliti menilai kembali tindakan responden
(43)
E. Definisi Operasional
Definisi operasional dalam penelitian ini terdiri dari :
1. Pendidikan kesehatan tentang safety training
Safety training adalah kegiatan pelatihan keselamatan yang memperkecil atau menghilangkan potensi bahaya atau risiko yang dapat
mengakibatkan kesakitan, kecelakaan dan kerugian yang mungkin terjadi
pada anak di rumah tangga. Safety training dilakukan dengan tiga kasus yang sering terjadi yaitu benturan, luka robek dan tersedak dengan
menggunakan cara praktek, alat bantu yang digunakan air, waskom,
waslap, es, air hangat, kassa, dan NaCl 0,9%. Dilakukan dalam satu kali
pertemuan dalam waktu 75 menit dengan dibantu 5 asisten.
2. Keterampilan orang tua dalam penanganan cedera balita di rumah tangga
Keterampilan orang tua dalam penanganan cedera balita di rumah tangga
adalah suatu keterampilan atau kemampuan orang tua dalam menangani
terjadinya cedera anak balita di rumah tangga. Skala yang digunakan
adalah skala rasio dan alat ukurnya adalah ceklist. Hasil ukurnya bila
responden tidak melakukan tindakan maka skornya adalah 0, bila
responden melakukan tindakan tetapi tidak sempurna atau hanya
melakukan sebagian tindakan maka skornya adalah 1, bila responden
(44)
F. Instrumen Penelitian
Peneliti yang memberikan intervensi menyampaikan pendidikan
kesehatan, peneliti membutuhkan 5 asisten untuk membantu selama
dilakukannya proses penelitian, tujuannya untuk mempermudah peneliti
dalam mencari responden, mengkoordinasi waktu dilakukan pada saat
penelitian, memantau responden saat dilakukan safety training, serta menilai reponden saat mempraktikan langkah-langkah safety training. Pendidikan kesehatan ini dilakukan dalam waktu 75 menit. Metode pembelajaran
menggunakan tanya jawab dan praktik.
Instrumen yang digunakan untuk menilai keterampilan orangtua terhadap
penanganan cedera anak di rumah tangga adalah dengan menggunakan ceklist
penilaian tindakan. Bentuk instrumen ini adalah check list berupa pertanyaan yang dibuat peneliti yang berisi identitas orangtua meliputi nama, alamat,
umur, pekerjaan, dan apakah pernah mendapatkan pelatihan tentang safety training sebelumnya dan pernyataan yang berhubungan tentang keterampilan orangtua terhadap penanganan cedera anak di rumah tangga dengan
menggunakan skala guttman.
Tabel 3.1 Skoring nilai tindakan
Jenis cedera Tindakan Skor tertinggi
Benturan 8 16
Robek 7 14
Tersedak 7 14
(45)
G. Cara Pengumpulan Data
Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subjek dan
proses pengumpulan karakteristik subjek yang diperlukan dalam suatu
penelitian (Nursalam, 2008).
Data dalam penelitian ini berupa data primer. Data primer dikumpulkan
oleh peneliti dengan menggunakan check list berupa nilai pre-test dan post-test diperoleh dari hasil menguji.
Untuk mempermudah proses penilaian berlangsung, maka peneliti
menyajikan rangkaian kegiatan selama proses penelitian yaitu sebagai berikut:
1. Tahap persiapan
a. Melakukan survei pendahuluan
b. Menyelesaikan proposal penelitian
c. Melakukan uji validitas dan reliabilitas
d. Mengurus surat izin penelitian
e. Melakukan uji etik penelitian
2. Tahap pelaksanaan
a. Menjelaskan mengenai tujuan penelitian
b. Menjelaskan peraturan selama pelatihan berlangsung
c. Penandatanganan kesediaan menjadi responden
d. Responden mengisi informed consent
e. Cara mendapatkan sampel dari 38 orangtua yang mempunyai anak
(46)
intervensi dan 17 responden kontrol dengan menggunakan rumus dari
buku Nursalam (2013). Setelah itu dari 38 orangtua dipilih sesuai
criteria inklusi dan eksklusi dengan bantuan lima asisten yang sudah
dilakukan persamaan persepsi dengan peneliti.
f. Setelah mendapatkan responden 17 tiap kelompok intervensi dan
kontrol dilakukan pre-test tiap kelompok intervensi dan kontrol diruangan yang berbeda. Setelah selesai pre-test kelompok intervensi dilanjutkan pemberian pendidikan kesehatan tentang safety training
terhadap keterampilan orangtua dalam penanganan cedera balita di
rumah tangga selama 75 menit, setelah selesai intervensi istirahat 5
menit. Setelah pendidikan safety training selesai, peneliti memberikan
post-test berupa responden mempraktikkan cara penanganan cedera sesuai yang sudah di ajarkan. Untuk kelompok kontrol selesai pre-test
diizinkan untuk kembali beraktivitas. Sedangkan untuk post-test
dilakukan setelah satu minggu kemudian tanpa pemberitahuan terlebih
dahulu. Gunanya untuk menghindari terjadinya bias. Supaya ada
prinsip keadilan maka pada kelompok kontrol juga diberikan
pendidikan safety training tetapi waktunya setelah post-test sehingga tidak mempengaruhi hasil post-test.
3. Tahap akhir
a. Melakukan analisa data
(47)
H. Uji Validitas dan Reliabilitas
1. Uji Validitas
Uji validitas merupakan suatu ukuran yang menunjukan kevalidan
suatu instrumen, sehingga instrumen memiliki nilai validitas yang tinggi
dan uji validitas tersebut dapat dilakukan pada sasaran yang sama dengan
responden penelitian (Arikunto, 2006). Penelitian ini dilakukan uji
validitas menggunakan Content Validity Index (CVI) dengan mengarah ke tiga pakar yaitu ibu Falasifah Ani Yuniarti, S.Kep., Ns., MAN., HNC
dari departemen anak, bapak Al Afik S.Kep,.Ns.,M.kep dari departemen
gawat darurat dan bapak Santo Tri WahyudiS.Kep,. Ns. dariUGD RSUP
Dr Sarjito.
CVI didapatkan dengan cara masing-masing pakar memberikan skor 1-4
(1 tidak relevan, 2 cukup relevan, 3 relevan, 4 sangat relevan) pada setiap
item. Masing-masing item akan ditotal dengan cara total skor tiap item
dibagi skor tertinggi yaitu 4. Skor CVI dikatakan valid jika menghasilkan
rentang nilai antara 0,86 sampai 1,00 setelah uji validitas pada instrumen
mencapai nilai akhir tersebut maka instrumen bisa dikatakan valid (Polit
(48)
Akumulasi skor CVI lembar observasi
= � �ℎ � �ℎ � � ��� �� � �
��� = + +
��� = , 6 + + ,
��� = ,
Uji validitas pada instrument lembar ceklist prosedur penanganan cedera balita di rumah tangga yang dilakukan oleh 3 pakar mendapatkan hasil
yaitu dari Bapak Afik adalah 0,86 untuk hasil dari Ibu Falasifah adalah 1
untuk hasil dari Bapak Santo adalah 0,94 dengan hasil akhir CVI adalah
0,93 yang berarti instrument tersebut valid.
2. Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas adalah ukuran konsistensi instrumen penelitian.
Instrumen penelitian dikatakan reliabel jika alat ukur tersebut menunjukan
hasil yang konsisten sehingga dapat digunakan dengan baik.
(Notoadmodjo, 2010). Penelitian ini mengunakan Intereter Realibilitas Observer dimana ada 5 observer yang sudah di uji kesesuaian persepsinya dengan peneliti dalam menilai ceklist penilaian keterampilan pada
(49)
I. Pengolahan Data dan Analisis Data
1. Pengolahan Data
Menurut Hidayat (2007) pengolahan data adalah cara untuk mengolah
data agar dapat disimpulkan dan ditransformasikan menjadi sebuah
informasi. Dimana sebelum pengolahan data ini diperlukan analisa data
terlebih dahulu. Tahap pengolahan data sebagai berikut:
a. Editing
Editing merupakan usaha untuk memeriksa kembali kebenaran
data yang diperoleh atau dikumpulkan. Peneliti memriksa kembali
data-data, serta kelengkapan data yang sudah diperoleh dari responden
dan dikumpulkan oleh asisten.
b. Coding
Coding merupakan pemberian kode angka terhadap data yang terdiri dari beberapa kategori. Pemberian kode ini digunakan apabila
pengolahan dan analisa data menggunakan computer. Dalam coding
ini peneliti memberikan tanda dan memilah antara responden
kelompok intervensi dan kelompok kontrol.
c. Data entry
Data entry merupakan kegiatan memasukkan data yang telah
(50)
memasukkan data keterampilan penanganan cedera dari responden ke
Microsoft excel dan selanjutkan di lakukan olah data dengan SPSS 2. Analisis Data
Setelah data dikumpulkan kemudian dilakukan pengolahan data.
Pengolahan data menggunakan bantuan program computer. Penelitian ini
menggunakan analisa data:
a. Univariat
Analisa univariat dilakukan untuk menghitung distribusi frekuensi
sehingga diketahui gambaran karakteristik responden.Karakteristik
responden yang diamati dalam penelitian ini berdasarkan usia,
pekerjaan dan pengalaman penanganan cedera.
b. Bivariat
Analisa bivariat untuk menganalisa 2 data yang saling
berhubungan. Uji normalitas data menggunakan Shapiro-wilk. Apabila hasil uji normalitas didapatkan nilai signifikansi >0,05 (p>0,05) maka
data berdistribusi normal. Sedangkan apabila hasil uji normalitas
didapatkan nilai signifikansi <0,05 (p<0,05) maka data tidak
berdistribusi normal (Dahlan, 2013). Hasil data penelitian ini
menunjukkan nilai pre-test intervensi 0,961 untuk nilai post-test intervensi 0,093 untuk nilai pre-test kontrol 0,381 dan untuk post-test
(51)
Karena data terdistribusi normal maka menggunakan tes
parametrik, untuk mengetahui perbedaan nilai pre-test dan post-test
pada kelompok kontrol dan intervensi menggunakan uji Paired T-Test. Sedangkan untuk mengetahui perbedaan tingkat pengetahuan sebelum
dan sesudah dilakukan intervensi menggunakan uji Independent T-Test
(Dahlan, 2013).
J. Etika Penelitian
Penelitian initelah diuji kelayakan oleh Komisi Etika Penelitian Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
dengan hasil Layak Etik Nomor: 312/EP-FKIK-UMY/VIII/2016. Responden
berhak memutuskan untuk menjadi responden ataupun tidak. Secara umum
prinsip etika dalam penelitian/pengumpulan data dapat dibedakan menjadi
tiga bagian, yaitu prinsip manfaat, prinsip menghargai hak-hak
subjek/responden, dan prinsip keadilan (Nursalam, 2013).
1. Prinsip Manfaat
a. Bebas dari penderitaan
Penelitian harus dilaksanakan tanpa mengakibatkan penderitaan
subjek, khususnya jika menggunakan tindakan khusus. Pada penelitian
ini tidak ada penderitaan yang diakibatkan saat penelitian berlangsung.
Justru responden di untungkan karena mendapat materi safety training
(52)
b. Bebas dari ekploitasi
Partisipasi subjek dalam penelitian, harus dihindarkan dari keadaan
yang tidak menguntungkan. Subjek harus diyakinkan bahwa
partisipasinya dalam penelitian atau informasi yang telah diberikan,
tidak akan dipergunakan dalam hal-hal yang dapat merugikan subjek
dalam bentuk apa pun.
c. Risiko (benifits ratio)
Peneliti harus hati-hati mempertimbangkan risiko dan keuntungan
yang akan berakibat kepada subjek pada setiap tindakan.
2. Prinsip Menghargai Hak-Hak subjek (respect human dignity)
a. Hak untuk ikut atau tidak menjadi responden (right to self determination)
Subjek harus diperlakukan secar manusiawi. Subjek mempunyai
hak memutuskan apakah mereka bersedia menjadi subjek ataupun
tidak, tanpa adanya sangsi apa pun atau akan berakibat terhadap
kesembuhannya, jika mereka seorang klien. Sebelum penelitian
berlangsung, peneliti terlebih dahulu menjelaskan prosedur penelitian
dan responden seluruhnya menerima dengan tidak ada paksaan dari
peneliti.
b. Informed consent
(53)
penelitian yang dilaksanakan, mempunyai hak untuk bebas
berpartisipasi atau menolak menjadi responden. Pada informed consent
juga dicantumkan bahwa data yang diperoleh hanya akan
dipergunakan untuk pengembangan ilmu dan seluruh responden
mengisi informed consent. 3. Prinsip Keadilan (right to juctice)
a. Hak untuk mendapatkan keadilan
Subjek harus diperlakukan secara adil baik sebelum, selama dan
sesudah keikutsertaannya dalam penelitian tanpa adanya diskriminasi
apabila ternyata mereka tidak bersedia atau dikeluarkan dari
penelitian.
Kelompok intervensi dan kelompok kontrol diberikan perlakuan
yang sama yaitu pendidikan kesehatan tentang safety training. Tetapi pada kelompok kontrol pemberian pendidikan safety training setelah dilakukan post-test.
b. Hak dijaga kerahasiannya (right to privacy)
Subjek mempunyai hak untuk meminta bahwa data yang diberikan
harus dirahasiakan, untuk itu perlu adanya tanpa nama (anonymity) dan rahasia (confidentiality) (Nursalam, 2013). Seluruh data dan identitas responden dijamin kerahasiaannya oleh peneliti karena
(54)
1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Dusun Caturbinangun RT 002 RW 014
yang terletak di kelurahan Widodomartani Kecamatan Ngemplak
Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.Di dusun tersebut
terdapat 38 kepala keluarga yang memiliki anak balita di rumahnya.
Dusun Caturbinangun memiliki fasilitas pelayanan kesehatan berupa
Posyandu Anak dan Posyandu Lansia. Orang tua yang memiliki anak
balita di Dusun Caturbinangun belum pernah mendapatkan penyuluhan
kesehatan PPGD ataupun safety training.
Akses pelayanan kesehatan berupa Puskesmas memiliki jarak 2 km
dari perumahan warga. Tipe rumah warga seluruhnya sudah permanen
dengan rata-rata memiliki anak tangga yang menyebabkan resiko jatuh
pada anak balita. Dusun Caturbinangun memiliki kontur tanah yang
tidak rata sehingga menyebabkan risiko jatuh terhadap anak balita.
2. Kriteria Responden
Data penelitian menurut karakteristik responden yang diamati dalam
penelitian ini berdasarkan usia, pekerjaan dan pengalaman penanganan
cedera. Berdasarkan hasil penelitian dapat dideskripsikan karakteristik
(55)
Tabel4.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Penelitian (N=34)
Karakteristik Responden Frekuensi %
1. Usia
25-35 tahun 17 50,0
36-45 tahun 17 50,0
Jumlah 34 100
2. Pekerjaan
Wiraswasta 11 32,4
PNS 10 29,4
Ibu rumah tangga 8 23,5
Karyawan 5 14,7
Jumlah 34 100
3. Pengalaman penanganan
Pernah 23 67,6
Belum pernah 11 32,4
Jumlah 34 100
Sumber Data Primer 2016
Berdasarkan pada table diatas, karakteristik responden berdasarkan
jenis usia, yaitu rentang usia 25-35 tahun terdapat 17 orang (50,0%), dan
usia 36-45 tahun terdapat 17 orang (50,0%).
Berdasarkan pada table diatas, Karakteristik responden berdasarkan
jenis pekerjaan yaitu Wiraswasta 11 orang (32,4%), PNS 10 orang
(29,4%), Ibu rumah tangga 8 orang (23,5%), karyawan 5 orang (14,7%).
Berdasarkan pada tabel diatas, karakteristik responden berdasarkan
pengalaman menangani cedera balita yaitu 23 responden (67,6%) pernah
menangani cedera balita, 11 responden (32,4%) belum pernah menangani
(56)
3. Perbedaan nilai pre-test dan post-test pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol
Tabel 4.2 perbedaan tingkat keterampilan pada kelompok control dan kelompok eksperimen sebelum dan sesudah diberikan intervensi
Tingkat Keterampilan
Mean SD P
Kelompok Intervensi
Pre-test 23,94 7,830 0,001
Post-test 40,71 3,442
Kelompok Kontrol
Pre-test 21,53 6,530 0,568
Post-test 21,88 5,797
p<0,05
Berdasarkan table diatas didapatkan hasil bahwa kelompok
intervensi nilai p=0,001, karena p<0,05 berarti terdapat perbedaan
pengaruh tingkat pengetahuan penanganan cidera balita pada kelompok
intervensi. Sedangkan untuk kelompok kontrol nilai p=0,568, karena
p>0,05 berarti tidak terdapat perbedaan antara pre-test dan post-test.
4. Perbedaan tingkat keterampilan antara kelompok control dan kelompok intervensi sebelum dan sesudah diberikan safety training
Tabel 4.3 perbedaan tingkat keterampilan antara kelompok control dan kelompok Eksperimen sebelum dan sesudah diberikan intervensi
Tingkat Keterampilan
N Mean SD P
Pre-test
Kelompok intervensi
17 23,94 7,830
0,337 Kelompok
kontrol
17 21,52 6,529
Post-test
Kelompok intervensi
17 40,70 3,441
0,001 Kelompok
kontrol
17 21,88 5,797
(57)
Berdasarkan tabel 4.3 didapatkan hasil kelompok pre-test pada kelompok intervensi dan kelompok control nilai p=0,337, karena nilai
p>0,05 berarti tidak terdapat pengaruh pada pre-test kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Sedangkan pada post-test kelompok intervensi dan kelompok kontrol didapatkan hasil p=0,001, karena nilai p<0,05
terdapat perbedaan antara hasil post-test kelompok intervensi dan post-test kelompok kontrol berarti ada pengaruh safety training dalam penanganan cidera pada balita.
B. Pembahasan
1. Karakteristik Responden
a. Usia
Berdasarkan tabel 4.1 rentang usia 25-35 tahun terdapat 17 orang
(50,0%), dan usia 36-45 tahun terdapat 17 orang (50,0%). Sejalan
dengan Papilia (2009) mengemukakan bahwa usia 20 sampai 40 tahun
termasuk dalam karakteristik masa dewasa awal, masa dimana
individu seharusnya sudah dapat berpikir secara reflektif yaitu berpikir
terarah untuk memahami suatu peristiwa. Oleh karena itu, semakin
matang usia seseorang maka akan semakin matang pola pikir dalam
melakukan tindakan dan juga pengambilan keputusan.
b. Pekerjaan
Berdasarkan tabel 4.1 mengenai pekerjaan paling banyak
responden adalah Wiraswasta 11 responden (32,4%), PNS 10
(58)
Karyawan Swasta 5 responden (14,7%).Masyarakat di dusun
Caturbinangun memang sebagian besar berprofesi sebagai wiraswasta
dengan pekerjaan tidak tetap. Menurut hasil olah data di atas tidak
terdapat pengaruh mengenai hasil pre-test dan post-test berdasarkan kriteria pekerjaan.
c. Pengalaman Penyuluhan
Berdasarkan tabel 4.1 mengenai pengalaman mengikuti
penyuluhan safety training dari 34 responden (100%) seluruhnya belum pernah diberikan pendidikan safety training di daerah tersebut.Pengalaman merupakan hasil dari suatu indra seseorang
(mata, telinga, hidung, lidah, dan kulit), atau hasil seseorang mengerti
dan tahu melalui indra yang dimilikinya terhadap suatu kejadian
(Notoatmodjo, 2010). Semakin tinggi tingkat pengetahuan seseorang
maka semakin luas pengetahuannya dan semakin mudah dalam
menerima suatu informasi.
Notoatmodjo (2010), peningkatan pengalaman masyarakat di
bidang kesehatan, tercapainya perubahan perilaku, individu, keluarga,
dan masyarakat sebagai sasaran utama penyuluhan kesehatan dalam
membina perilaku sehat dan lingkungan sehat serta berperan aktif
dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan yang optimal sesuai
dengan konsep sehat sehingga dapat menurunkan angka kesakitan dan
(59)
2. Perbedaan nilai pre-test dan post-test pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol
Ada perbedaan keterampilan antara pre-test dan post-test pada kelompok intervensi, sedangkan hasil pada kelompok kontrol saat pre-test
dan post-testtidak ada perbedaan hasil. Hal tersebut terjadi karena pada kelompok intervensi diberikan pendidikan safety training. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Aprilia (2012) yang meneliti tentang
pengaruh pendidikan kesehatan perilaku hidup bersih sehat tentang cuci
tangan terhadap tingkat pengetahuan anak usia SD. Bahwa terdapat
pengaruh antara hasil pre-test dan hasil post-test pada kelompok intervensi meningkat. Sedangkan untuk kelompok kontrol hasil pre-test dan post-test
tidak terdapat perbedaan.
Disaat penelitian berlangsung, responden sangat antusias dengan
pendidikan safety training. Hal tersebut dibuktikan dengan banyaknya pertanyan dari responden. Saat penelitian berlangsung juga tidak ada
responden yang ijin atau meninggalkan acara, menandakan bahwa rasa
ingin tahu dari responden sangat besar terhadap penanganan cedera balita
di rumah tangga. Salah satu faktor keingintahuan responden dikarenakan
sebelum penelitian ini berlangsung belum pernah ada yang mendapat
pendidikan safety training. Menurut Widayatun (2005) mengatakan bahwa motivasi sebagai motor penggerak, maka bahan bakarnya adalah
kebutuhan, sifatnyapun alami dalam rangka memenuhi kebutuhan
(60)
pengetahuan orangtua tentang sebuah tindakan, yang diperkuat dengan
pengalaman melakukan.
Responden yang mengikuti penelitian seluruhnya dengan kondisi fisik
sehat tidak ada yang cacat fisik dan sehat jasmani sehingga tidak ada
kendala saat mengikuti penelitian dan sangat mendukung dalam
keterampilan menangani cedera. Menurut Santosa (1994) dalam Marmi
(2014) kondisi fisik sehat mempengaruhi kemampuan yang dimikili
seseorang untuk melakukan suatu pekerjaan tanpa mengalami kelelahan
dan kendala yang berarti.
3. Perbedaan tingkat keterampilan antara kelompok control dan kelompok intervensi sebelum dan sesudah diberikan safety training
Berdasarkan tabel 4.3 didapatkan hasil pre-test kelompok intervensi dan kelompok kontrol menunjukkan hasil p=0,337 dikarenakan p>0,05
tidak terdapat perbedaan keterampilan orang tua dalam penanganan cedera
balita. Hal itu dikarenakan belum diberikan perlakuan untuk kedua
kelompok. Sedangkan pada post-test kelompok intervensi dan kelompok kontrol didapatkan hasil p=0,001, karena nilai p<0,05 terdapat perbedaan
antara hasil post-test kelompok intervensi dan post-test kelompok kontrol berarti ada pengaruh safety training dalam penanganan cidera pada balita. Hasil tersebut dapat terjadi karena pada kelompok intervensi sudah
diberikan perlakuan pendidikan safety training.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Mulyanti (2015)
(61)
kecelakaan dalam meningkatkan pengetahuan dan sikap pencegahan
kecelakaan pada balita. Bahwa hasil penelitian menunjukkan buku
panduan pencegahan Kecelakaan pada Anak Balita juga cukup efektif
untuk meningkatkan atau mengubah sikap orang tua/ibu atau pengasuh
tentang upaya pencegahan kecelakaan pada balita. Hal ini didasari dari
hasil uji statistik di mana nilai sikap pada kelompok perlakuan meningkat
dari 95,10 menjadi 99,94 dengan nilai pairet t - test 0,001. Sedangkan pada
kelompok kontrol walaupun juga mengalami peningkatan dari 96,92
meningkat menjadi 96,86, namun hasil pairet t - test 0,952 yang berarti
lebih besar dari 0,05 atau tidak ada perbedaan nilai sebelum dan sesudah.
4. Pengaruh Safety Training terhadap Keterampilan Orang tua
Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat pengaruh safety training
terhadap keterampilan orang tua dalam menghadapi cidera balita. Hal ini
sejalan dengan penelitian yang dilakukanVranada A (2011) pengetahuan
orang tua dalam pencegahan kecelakaan anak usia toddler dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah pendidikan, pengalaman terhadap
suatu kejadian dan fasilitas. Pengalaman orang tua di Caturbinangun
dalam menangani kecelakaan balita cukup tinggi dari 5 orang tua terdapat
4 orang tua yang anaknya pernah cedera. Surbakti (2011) menyebutkan
bahwa pengalaman dapat diartikan juga sebagai memori episodik, yaitu
memori yang menerima dan menyimpan peristiwa yang terjadi atau
dialami individu pada waktu dan tempat tertentu, yang berfungsi sebagai
(62)
Dari posyandu yang dilakukan rutin sebulan sekali juga belum pernah
mengadakan penyuluhan ataupun pelatihan tentang safety training kepada orangtua terhadap cedera balita. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian
Yuli (2005) yaitu Safety training sebagai kegiatan yang menjamin terciptanya kondisi yang aman, terhindar dari gangguan fisik dan mental
melalui pembinaan dan pelatihan, pengarahan, dan control terhadap
pelaksanaan kegiatan. Menurut Notoatmodjo, (2007) pelatihan
keselamatan merupakan upaya preventif yang kegiatan utamanya adalah
identifikasi, substitusi, eliminasi, evaluasi, dan pengendalian risiko dan
bahaya.
Terkait dengan fasilitas yang menunjang penanganan cedera balita di
rumah tangga kurang mendukung dikarenakan di setiap rumah belum
semuanya mempunyai kotak obat. Sehingga faktor sarana akan
menjadikan suasana kerja menjadi lebih optimal yang tentunya akan lebih
mendukung keterampilan seseorang dalam melakukan suatu tindakan.
Keterampilan tidak akan dapat dicapai bila mana tidak didukung dengan
sarana yang memadai sesuai dengan apa yang diinginkan, karena sarana
merupakan bagian dari proses untuk menjadikan seseorang menjadi
terampil.
Ismaryati (2006) dalam Syahputra (2016) menyebutkan bahwa fasilitas
merupakan segala sesuatu yang dapat memudahkan dan memperlancar
pelaksanaan suatu usaha dapat berupa benda-benda maupun uang. Jadi,
dalam hal ini fasilitas dapat disamakan dengan sarana yang ada di rumah.
Bila fasilitas kurang atau tidak memadai, maka akan mudah terjadinya
(1)
2. Perbedaan nilai pre-test dan post-test pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol
Ada perbedaan keterampilan antara pre-test dan post-test pada kelompok intervensi. Sedangkan hasil pada kelompok kontrol saat pre-test dan post-test tidak ada perbedaan hasil. Hal tersebut dikarenakan pada kelompok intervensi setelah pre-test diberikan pendidikan safety training. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Aprilia (2012) yang meneliti tentang pengaruh pendidikan kesehatan perilaku hidup bersih sehat tentang cuci tangan terhadap tingkat pengetahuan anak usia SD. Bahwa terdapat pengaruh antara hasil pre-test dan hasil post-test pada kelompok intervensi meningkat. Sedangkan untuk kelompok kontrol hasil pre-test dan post-test tidak terdapat pengaruh.
Disaat penelitian berlangsung, responden sangat antusias dengan pendidikan safety training. Hal tersebut
dibuktikan dengan banyaknya pertanyan dari responden. Saat penelitian berlangsung juga tidak ada responden yang ijin atau meninggalkan acara. Menandakan bahwa rasa ingin tahu dari responden sangat besar terhadap penanganan cedera balita di rumah tangga. Salah satu faktor keingin tahuan responden dikarenakan sebelum penelitian ini berlangsung belum pernah ada yang mendapat pendidikan safety training. Menurut Widayatun (2005) mengatakan bahwa motivasi sebagai motor penggerak, maka bahan bakarnya adalah kebutuhan, sifatnyapun alami dalam rangka memenuhi kebutuhan seseorang guna mencapai tujuan. Yang semua itu terlebih dahulu didukung oleh pengetahuan orangtua tentang sebuah tindakan, yang diperkuat dengan pengalaman melakukan.
Responden yang mengikuti penelitian seluruhnya dengan kondisi fisik sehat sehingga tidak ada kendala saat mengikuti penelitian dan sangat
(2)
mendukung dalam keterampilan menangani cedera. Menurut Santosa (1994) dalam Murami (2014) kondisi fisik sehat mempengaruhi kemampuan yang dimikili seseorang untuk melakukan suatu pekerjaan tanpa mengalami kelelahan dan kendala yang berarti.
3. Perbedaan tingkat keterampilan antara kelompok kontrol dan kelompok intervensi sebelum dan sesudah diberikan safety training Berdasarkan tabel 4.3 didapatkan hasil
pre-test kelompok intervensi dan kelompok kontrol menunjukkan hasil p=0,337 dikarenakan p>0,05 tidak terdapat perbedaan keterampilan orang tua dalam penanganan cedera balita. Hal itu dikarenakan belum diberikan perlakuan untuk kedua kelompok. Sedangkan pada post-test kelompok intervensi dan kelompok kontrol didapatkan hasil p=0,001, karena nilai p<0,05 terdapat perbedaan antara hasil
post-test kelompok intervensi dan post-test kelompok kontrol berarti ada pengaruh safety training dalam penanganan cidera pada balita. Hasil tersebut dapat terjadi karena pada kelompok intervensi sudah diberikan perlakuan pendidikan safety training. Hal ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Mulyanti (2015) yang meneliti tentang model buku panduan tentang pencegahan kecelakaan dalam meningkatkan pengetahuan dan sikap pencegahan kecelakaan pada balita. Bahwa hasil penelitian menunjukkan buku panduan pencegahan kecelakaan pada anak balita juga cukup efektif untuk meningkatkan atau merubah sikap orang tua/ibu atau pengasuh tentang upaya pencegahan kecelakaan pada balita. Hal ini didasari dari hasil uji statistik di mana nilai sikap pada kelompok perlakuan meningkat dari 95,10 menjadi 99,94 dengan nilai pairet t - test 0,001. Sedangkan pada kelompok kontrol walaupun juga
(3)
mengalami peningkatan dari 96,92 meningkat menjadi 96,86, namun hasil pairet t - test 0,952 yang berarti lebih besar dari 0,05 atau tidak ada perbedaan nilai sebelum dan sesudah.
4. Pengaruh safety Training terhadap keterampilan orang tua
Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat pengaruh safety training terhadap keterampilan orang tua dalam menghadapi cidera balita. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Vranada A (2011) pengetahuan orang tua dalam pencegahan kecelakaan anak usia toddler dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah pendidikan, pengalaman terhadap suatu kejadian dan fasilitas. Pengalaman orang tua di Caturbinangun dalam menangani kecelakaan balita cukup tinggi dari 5 orang tua terdapat 4 orang tua yang anaknya pernah cedera. Surbakti (2011) Pengalaman dapat diartikan juga sebagai memori episodik, yaitu memori
yang menerima dan menyimpan peristiwa yang terjadi atau dialami individu pada waktu dan tempat tertentu, yang berfungsi sebagai referensi otobiografi.
Dari posyandu yang dilakukan rutin sebulan sekali juga belum pernah mengadakan penyuluhan ataupun pelatihan tentang safety training kepada orangtua terhadap cedera balita. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian Yuli (2005) yaitu Safety training sebagai kegiatan yang menjamin terciptanya kondisi yang aman, terhindar dari gangguan fisik dan mental melalui pembinaan dan pelatihan, pengarahan, dan kontrol terhadap pelaksanaan kegiatan. Menurut Notoatmodjo, (2007) pelatihan keselamatan merupakan upaya preventif yang kegiatan utamanya adalah identifikasi, substitusi, eliminasi, evaluasi, dan pengendalian risiko dan bahaya.
Terkait dengan fasilitas yang menunjang penanganan cedera balita di
(4)
rumah tangga kurang mendukung dikarenakan di setiap rumah belum semuanya mempunyai kotak obat. Sehingga faktor sarana akan menjadikan suasana kerja menjadi lebih optimal yang tentunya akan lebih mendukung keterampilan seseorang dalam melakukan suatu tindakan. Keterampilan tidak akan dapat dicapai bilamana tidak didukung dengan sarana yang memadai sesuai dengan apa yang diinginkan, karena sarana merupakan bagian dari proses untuk menjadikan seseorang menjadi terampil. Ismaryati (2006) dalam syahputra (2016)Fasilitas merupakan segala sesuatu yang dapat memudahkan dan memperlancar pelaksanaan suatu usaha dapat berupa benda-benda maupun uang. jadi dalam hal ini fasilitas dapat disamakan dengan sarana yang ada di rumah. Fasilitas bila kurang atau tidak memadai,maka akan mudah terjadinya cedera.
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian tentang pengaruh safety training terhadap keterampilan orang tua dalam penanganan cedera balita dirumah tangga maka dapat ditarik kesimpulan bahwa:
1. Karakteristik demografi menunjukkan yang paling banyak yaitu usia 30 dan 40 tahun, dengan pekerjaan paling banyak yaitu sebagai wiraswasta dan setelahnya adalah PNS, seluruhnya responden belum pernah mendapat pendidikan safety training.
2. Berdasarkan hasil pre-test kelompok intervensi dan kelompok kontrol menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh, sedangkan berdasarkan hasil post-test kelompok intervensi dan kelompok kontrol menunjukkan terdapat pengaruh setelah diberikan pendidikan safety training.
(5)
3. Ada perbedaan pengaruh tingkat keterampilan penanganan cidera balita pada pre-test dan post-test.
B. Saran 1. Keperawatan
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan acuan perawat dalam melaksanakan intervensi keperawatan di masyarakat khususnya terhadap cedera pada balita. Sebagai model dalam pengembangan program Safety training di masyarakat.Penelitian ini dapat digunakan sebagai alat bantu untuk meningkatkan kualitas mahasiswa keperawatan dalam perannya sebagai calon perawat masa depaan.
2. Peneliti
Untuk peneliti selanjutnya dapat lebih mengembangkan program safety training di masyarakat.
3. Masyarakat dan orang tua
Bagi masyarakat dan orang tua untuk lebih banyak berlatih dalam penanganan cedera balita di rumah
tangga. Diharapkan orang tua balita dapat bertindak dengan tepat terhadap penanganan pertama cedera balita. Bagi kader posyandu untuk dapat memberikan informasi safety training.
DAFTAR PUSTAKA
Aken. 2007. Commitment in the Workplace: Theory, research, and Application. Thousand Oaks, CA.: Sage Publishing, Inc.
Dempsey, P.A., & Demppsey, A.D. (2002). Riset Keperawatan : Buku ajar danlatihan ( Alih bahasa oleh Budi, E & Rika, I) Edisi 4. Jakarta : EGC.
Ismaryati.(2006).
TesdanPengukuranOlahraga.
Surakarta: SebelasMaretUniversity Press.
Muaris.H. 2006. Sarapan Sehat Untuk Anak Balita. Jakarta : PT Gramedia. Pustaka Utama.
Mulyanti, Sri. 2015. Model Buku Panduan Tentang Pencegahan Kecelakaan dalam Meningkatkan Pengetahuan dan Sikap Pencegahan Kecelakaan
Pada Balita. Surakarta
.http://jurnal.poltekkessolo.ac.id/inde x.php/Int/article/viewFile/116/106 diakses pada 25 februari 2016.
(6)
Kuschitha, S.Dkk 2007. Faktor Risiko Terjadinya Cedera Pada Anak Usia Sekolah Dasar. Berita Kedokteran Masyarakat Vol.23, No. 3.
Marmi. 2014. Asuhan Kebidanan Pada Masa Antenatal. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Nasution, S. 1975. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar. Jakarta: PT Bina Aksara.
Notoatmodjo, S. 1997. Pendidikan & Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Notoatmodjo, S. 2007. Kesehatan Masyarakat, Ilmu dan seni. Jakarta: Rineka Cipta.
Notoatmodjo, S. 2010. Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Nuraini. (2011). Intensitas Belajar Siswa
.http://suaraguru.wordpress.com/201 1/12/01/. Akses 11 agustus 2016. Ratnaningrum, Wuriani. 2009. Pengaruh
Pendidikan Kesehatan Tentang Save
The Children Terhadap
Pengetahuan Dan Perilaku Orang Tua Dalam Pencegahan Kecelakaan Pada Balita. Karya Tulis Ilmiah. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta: Yogyakarta.
Surbakti. 2011. “Faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Opini Audit Going Concern”. Skripsi Universitas Diponegoro, Semarang.
WHO, 2004. Cedera Kepala dalam : American College of Surgeons. Advanced Trauma Life Support Untuk Dokter. IKABI, 167 – 186.
Widayatun. (2005). Ilmu Perilaku, Cetakan Pertama, Jakarta: Rineka Cipta.
Yuli, Sri Budi Cantika. 2005. Manajemen Sumber Daya Manusia, Malang: UMM Press.