15 prinsipal untuk melakukan pengawasan dan pengendalian terhadap tindakan-
tindakan yang dilakukan oleh agen. Menurut Jansen dan Meckling 1976 menyatakan bahwa permasalahan tersebut
adalah sebagai berikut: a.
Moral hazard Merupakan permasalahan yang timbul jika agen tidak melaksanakan hal-
hal yang disepakati bersama dalam kontrak kerja, atau menyeleweng dari kesepakatan yang telah ditetapkan.
b. Adverse selection
Merupakan suatu tindakan dimana principal tidak dapat mengetahui apakah suatu kepentingan yang diambil oleh agen benar-benar didasarkan
atas informasi yang telah diperolehnya atau terjadi sebagai sebuah kesalahan tugas.
2.1.2 Manajemen Laba
Menurut Paul M Healy dan James M Wahley dalam Suyatmin Suwarno, 2002: 157, manajemen laba terjadi ketika para manajer menggunakan
pertimbangan dalam pelaporan keuangan dan penyusunan transaksi untuk merubah laporan keuangan yang menyesatkan terhadap pemegang saham atas
dasar kinerja ekonomi organisasi atau untuk mempengaruhi hasil sesuai dengan kontrak yang tergantung pada angka-angka akuntansi yang dilaporkan. Definisi
yang diungkapkan Healy dan Wahley mempunyai pengertian yang luas karena di dalam pengertian tersebut terdapat tiga aspek penting. Pertama adalah nampak
16 bahwa banyak alasan atau justifikasi yang diajukan oleh manajer untuk
mempengaruhi berbagai alasan untuk mengestimasi berbagai kejadian masa depan, misalnya umur mesin, nilai sisa salvage value asset jangka panjang,
penundaan pajak atau kerugian sebagai akibat dari adanya bad debt. Manajer juga dituntut untuk memilih beberapa metode penyusutan, menentukan kebijakan
tentang manajemen modal kerja, memutuskan, mengakui atau menunda pendapatan dan biaya, dan dituntut untuk menetapkan apakah perlakuan-
perlakuan khusus harus digunakan dalam kaitanya dengan strukturisasi transaksi- transaksi besar perusahaan corporate transaction. Misalnya, dalam kasus
penggabungan usaha merger dan kontrak lease penggunaan. Poin kedua adalah manajemen laba digunakan untuk menggambarkan
sesuatu yang tidak sebenarnya kepada pemegang saham to mislead stock holder atau beberapa tingkatan pemegang saham tentang kinerja ekonomi sebenarnya.
Hal ini dapat terjadi manakala sebagian pemegang saham tidak memiliki kemampuan untuk mengungkapkan atau sebagian tidak peduli dengan praktik
manajemen laba. Poin ketiga adalah justifikasi yang dilakukan oleh manajer untuk menggunakan manajemen laba tidak saja berimplikasi pada manfaat tetapi juga
biaya. Artinya manajemen laba memiliki dua implikasi langsung, yaitu manfaat dan biaya cost and benefit.
Sehingga dalam kondisi perusahaan akan menjual sahamnya kepada publik, manajer perlu memberikan informasi kepada publik mengenai kondisi
keuangan perusahaannya. Hal ini mendorong manajer untuk melakukan earnings
17 management. Kondisi ini terjadi, pada saat perusahaan melakukan penawaran
saham tambahan right issue. Selain itu pihak manajemen juga memiliki beberapa motivasi yang
mendorong mereka dalam melakukan manajemen laba antara lain motivasi bonus, motivasi kontrak, motivasi politik, motivasi pajak, penggantian direktur dan
mengkomunikasikan informasi ke investor Scott, 2000. Sedangkan Watts dan Zimmermann dalam Siregar, 2009 menyatakan motivasi adanya manajemen
laba dalam tiga bentuk, yaitu: 1 hipotesis program bonus, yang didasarkan adanya dorongan manajer perusahaan untuk mendapatkan bonus berdasarkan laba
yang dilaporkan oleh manajer sehingga akan mendorong manajer untuk memilih prosedur akuntansi yang dapat menggeser laba dari periode yang akan datang ke
periode saat ini; 2 hipotesis perjanjian utang, yang disebabkan oleh munculnya perjanjian kontrak antara manajer dan perusahaan yang berbasis kompensasi
manajerial; 3 hipotesis biaya politik, yang timbul karena manajemen memanfaatkan kelemahan akuntansi yang menggunakan estimasi akrual serta
pemilihan metode akuntansi dalam rangka menghadapi berbagai regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah.
Manajer juga dapat mempengaruhi pelaporan keuangan dengan memanfaatkan kelemahan yang inheren dalam akuntansi itu sendiri. Dalam hal ini, manajer
mungkin terlibat dalam beragam pola manajemen laba. Pola-pola manajemen laba dikemukakan scott 1997:
18 1.
Taking a bath Pola ini terjadi selama periode pada saat terjadinya reorganisasi seperti
adnya pergantian CEO baru. Jika manajer merasa harus melaporkan kerugian maka ia akan melaporkan dalam jumlah yang besar. Dengan
tindakan ini, manajer berharap dapat meningkatkan laba yang akan datang dan kesalahan atas kerugian perusahaan dapat dilimpahkan pada manajer
lama. 2.
Income minimization Perusahaan akan meminimumkan laba pada saat perusahaan memperoleh
profitabilitas yang tinggi dengan tujuan agar tidak mendapatkan perhatian secara politis. Kebijakan yang diambil bisa berupa pembebanan
pengeluaran iklan serta riset dan pengembangan yang cepat. 3.
Income maximization Manajer mungkin memaksimalkan laba bersih yang dilaporkan untuk
tujuan bonus. Perusahaan yang melakukan pelanggaran perjanjian utang mungkin juga akan memaksimumkan pendapatan dengan tujuan agar
kreditur masih memberikan kepercayaan pada perusahaan tersebut. 4.
Income smoothing Sarana yang digunakan manajemen untuk mengurangi variabilitas urut-
urutan pelaporan penghasilan relatif terhadap beberapa urut-urutan target yang terlibat karena adanya manipulasi variabel-variabel transaksi riil.
19 Menurut Riyanto Bachrudin, 2005 Metode untuk melakukan manajemen laba
dikelompokkan menjadi tiga, yaitu: 1.
Memanfaatkan Peluang Untuk Membuat Estimasi Akuntansi. Pihak manajemen dalam menerapkan manajemen laba adalah dengan
mempengaruhi laba melalui judgment terhadap estimasi akuntansi, diantaranya estimasi tingkat piutang tidak tertagih, estimasi kurun waktu
depresiasi aktiva tetap atau amortisasi aktiva tidak berwujud, estimasi biaya garansi, dan lain-lain.
2. Mengubah Metode Akuntansi.
Perubahan metode akuntansi dapat dilakukan untuk mencatat suatu transaksi. Misal merubah metode depresiasi dari angka tahun menjadi
depresiasi garis lurus. 3.
Menggeser Periode Biaya Atau Pendapatan. Rekayasa ini sering disebut sebagai manipulasi keputusan operasional ,
dengan cara mempercepat atau menunda pengeluaran operasional. Perusahaan yang mencatat persediaan dengan menggunakan metode LIFO,
juga dapat merekayasa peningkatan laba melalui pengaturan saldo persediaan.
2.1.3 Right Issue