Konsep Studi Fenomenologi
2.4. Konsep Studi Fenomenologi
Fenomenologi adalah metode penelitian kualitatif dimana peneliti mencoba untuk menemukan dan mengeksplorasi pengalaman hidup manusia. Fenomenologi berakar dari ilmu filosofi yang dikembangkan oleh Husserl dan Heidegger, mereka memandang fenomena subjektif dengan keyakinan bahwa kebenaran tentang realita didasarkan pada pengalaman hidup manusia yang penuh makna dan dialami secara sadar. Fenomenologi telah menjadi bidang yang tidak terpisahkan dari penelitian keperawatan karena banyak digunakan untuk mempelajari fenomena penting dalam dunia keperawatan (Husserl, 1965; Merleau & Ponty, 1956 dalam Chamberlain, 2009).
Pengalaman manusia dipelajari oleh peneliti untuk mengetahui dan memahami makna dari pengalaman tersebut melalui berbagai cara. Peneliti berusaha mengeksplorasi pengalaman informan melalui pengumpulan data dan peneliti berusaha masuk kedalam dunia informan, dengan demikian peneliti dapat merasakan pengalaman informan dengan cara yang sama. Pengumpulan data dapat dilakukan dengan cara wawancara mendalam (indepth interview), dan partisipation observation , sedangkan alat pengumpulan data utama adalah peneliti sendiri, dan alat bantu lainnya seperti panduan wawancara, panduan observasi, catatan lapangan, dan alat perekam suara atau gambar (Polit & Beck, 2008 ; Denzin & Lincoln, 2009).
Menurut Fochtman (2008 dalam Sosha, 2011; Polit & Beck, 2008), fenomenologi terdiri dari : Menurut Fochtman (2008 dalam Sosha, 2011; Polit & Beck, 2008), fenomenologi terdiri dari :
Jenis penelitian ini difokuskan pada deskripsi pengalaman yang dialami oleh manusia. Husserl (1962 dalam Denzin dan Lincoln, 2009) berpendapat bahwa hubungan antara persepsi dan objek-objeknya tidaklah pasif dan kesadaran manusia secara aktif mengandung objek-objek pengalaman.
Menurut Beck (1994), fenomenologist dalam proses analisa data pada fenomenologi deskriptif adalah Collaizi (1998), Giorgi (1985), dan Van Kaam (1959). Perbedaan antara ketiga fenomenologist tersebut yaitu: Collaizi menganjurkan kembali kepada partisipan untuk memvalidasi hasil yang sudah diperoleh peneliti dari informan, Giorgi berpendapat bahwa memvalidasi hasil hanya mengandalkan peneliti saja, tidak perlu kembali kepada informan untuk memvalidasi hasil temuan, sedangkan menurut Van Kaam bahwa kesepakatan hasil analisis data diperoleh dengan menggunakan bantuan dari ahlinya.
b. Fenomenologi interpretif-hermeneutik
Fenomenologi interpretif-hermeneutik dikembangkan oleh Heidegger pada tahun 1962. Inti dari fenomenologi ini adalah pemahaman dan penafsiran, bukan sekedar deskripsi dari pengalaman manusia tetapi menemukan pemahaman dengan cara masuk kedalam dunia partisipan (Sosha, 2012). Menurut Beck (1994), fenomenologist dalam proses analisa data pada fenomenologi interpretif- hermeneutik adalah Van Manen (1990).
Menurut Guba & Lincoln (1990 dalam Shenton, 2003) bahwa penelitian kualitatif termasuk fenomenologi perlu ditingkatkan kualitas dan integritasnya. Oleh karena itu perlu dilakukan keabsahan data melalui empat kriteria yaitu Menurut Guba & Lincoln (1990 dalam Shenton, 2003) bahwa penelitian kualitatif termasuk fenomenologi perlu ditingkatkan kualitas dan integritasnya. Oleh karena itu perlu dilakukan keabsahan data melalui empat kriteria yaitu
a. Credibility
Menjamin credibility merupakan salah satu yang paling penting dilakukan. Credibility dilakukan untuk mengetahui apakah proses dan hasil penelitian kredibel, dapat dipercaya dan diterima. Kredibilitas suatu penelitian dapat dicapai ketika peneliti dapat mengembangkan dan menginterpretasikan pengalaman partisipan yang sedang ditelitinya, dalam hal ini kesadaran peneliti merupakan suatu hal yang esensial. Kredibilitas dapat dicapai dengan prolonged engagement, catatan lapangan yang komprehensif, hasil rekaman dan transkrip, triangulasi data dan member checking.
b. Transferability
Transferability merupakan validitas eksternal yang berarti sejauhmana penelitian ini dapat dilakukan pada situasi dan di tempat yang berbeda. Seorang peneliti harus dapat menyediakan deskripsi data yang baik pada laporan penelitiannya sehingga orang lain dapat mengaplikasikannya ke dalam konteks yang berbeda.
c. Dependability
Keabsahan data pada dependability harus menunjukkan bahwa jika penelitian ini diulang dengan konteks, metode dan peserta yang sama maka akan diperoleh hasil yang sama, oleh karena itu dependability sangat bergantung pada credibility . Hal ini berarti proses dari penelitian tersebut dapat diaudit. Auditability menjadi kriteria kepadatan data ketika menghadapi konsistensi data.
d. Confirmability
Confirmability merupakan salah satu kriteria yang menunjukkan interpretasi telah didapat pada saat penelitian. Confirmability dipertahankan ketika credibility, transferability, dan dependability tercapai. Confirmability juga dapat diartikan objektivitas, dimana ada persamaan tentang akurasi data, relevansi atau makna yang dilakukan oleh dua orang atau lebih, hal ini dapat dilakukan dengan cara audit trial. Dalam penelitian audit trial dilakukan oleh pembimbing.