Model Mitigasi Gangguan Rantai Pasok Tepung Terigu Dengan Substitusi Bahan Baku Tepung Lokal

(1)

MODEL MITIGASI GANGGUAN RANTAI

PASOK TEPUNG TERIGU DENGAN SUBSTITUSI

BAHAN BAKU TEPUNG LOKAL

TRISNA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2017


(2)

(3)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul Model Mitigasi Gangguan Rantai Pasok Tepung Terigu dengan Substitusi Bahan Baku Tepung Lokal adalah benar karya Saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Pebruari 2017 Trisna NIM F361120071


(4)

(5)

RINGKASAN

TRISNA. Model Mitigasi Gangguan Rantai Pasok Tepung Terigu dengan Substitusi Bahan Baku Tepung Lokal. Dibimbing oleh MARIMIN, YANDRA ARKEMAN, dan TITI CANDRA SUNARTI.

Tepung terigu merupakan komoditas penting di Indonesia karena industri makanan baik skala kecil menengah maupun besar modern umumnya berbasis tepung terigu. Konsumsi terigu nasional dan impor gandum setiap tahun terus meningkat Ketergantungan Indonesia dengan tepung terigu tersebut dapat membahayakan ketahanan pangan, kestabilan ekonomi, dan politik karena gandum merupakan komoditas yang 100% impor sehingga rentan terhadap gangguan rantai pasok. Sementara itu berdasarkan penelitian sebelumnya bahwa tepung lokal (tepung tapioka, modified cassava flour, ganyong, jagung, ubi jalar, dll.) dapat menggantikan tepung terigu baik sebagian maupun keseluruhan namum belum dimanfaatkan secara optimal untuk mensubstitusi tepung terigu.

Tujuan utama penelitian ini adalah untuk merancang model mitigasi gangguan rantai pasok tepung terigu dengan melakukan substitusi dengan tepung lokal sehingga dapat mengurangi impor gandum. Ada empat tujuan khusus yang ingin dicapai yang disusun dalam empat model, yaitu: 1) merancang rantai pasok tepung terigu dengan mempertimbangkan substitusi bahan baku tepung lokal dengan pendekatan optimasi tujuan jamak, 2) merancang rantai pasok tepung terigu dengan substitusi tepung lokal pada kondisi tidak pasti dengan pendekatan optimasi tujuan jamak fuzzy, 3) mengukur kinerja rantai pasok tepung lokal dan merancang pola kelembagaan rantai pasok yang tepat untuk mendukung substitusi tepung terigu dengan tepung lokal, 4) melakukan perencanaan bisnis tepung terigu dengan substitusi dengan tepung lokal.

Optimasi tujuan jamak bertujuan untuk memperoleh rancangan rantai pasok tepung terigu yang optimal dengan mempertimbangkan substitusi bahan baku tepung lokal. Ada empat tujuan yang ingin dicapai secara bersamaan yaitu: minimisasi biaya rantai pasok, maksimisasi kualitas produk, maksimisasi keandalan rantai pasok, dan maksimisasi penggunaan tepung lokal. Tujuan yang ingin dicapai dan batasan-batasan model diformulasikan ke bentuk pemograman campuran integer non-linear tujuan jamak. Permasalahan optimasi diselesaikan dengan teknik NSGA II yang merupakan salah satu teknik pendekatan algoritme genetika. Pengambilan keputusan akhir dari himpunan Pareto front digunakan pendekatan fuzzy, LINMAP, dan TOPSIS. Keputusan terbaik dari hasil optimasi merupakan acuan untuk rekomendasi rancangan jaringan rantai pasok yang optimal. Hasil optimasi menunjukkan bahwa persentase campuran tepung lokal yang optimal pada kondisi deterministik adalah 5.55% untuk tepung tapioka.

Optimasi tujuan jamak fuzzy bertujuan untuk memperoleh rancangan rantai pasok tepung terigu yang mempertimbangkan substitusi dengan tepung lokal pada kondisi yang tidak pasti. Model rantai pasok diformulasikan ke bentuk pemograman campuran integer non-linear fuzzy atau disebut possibilistic programming. Sebelum Teknik NSGA II diaplikasikan, terlebih dahulu model possibilistic programming dikonversikan ke bentuk pemograman deterministik dengan menggunakan metode fuzzy ranking dan equivalent auxiliary crisp. Teknik NSGA II diaplikasikan pada derajat kelayakan α antara 0.1 hingga 1.


(6)

Solusi akhir untuk rancangan rantai pasok tepung terigu substitusi yang optimal adalah pada derajat kelayakan α=0.6 dengan substitusi tepung lokal sebanyak 5.66% tepung tapioka.

Pengukuran kinerja rantai pasok tepung lokal dilakukan di Jawa Barat yang bertujuan untuk mengetahui posisi kinerja saat ini dalam rangka mendukung substitusi tepung terigu. Hasil pengukuran kinerja rantai pasok tepung lokal menunjukkan bahwa pelaku petani ubi kayu dan tapioka halus memiliki kinerja yang kurang, sedangkan pelaku tapioka kasar dan mocaf masing-masing memiliki kinerja sangat kurang dan buruk. Kinerja pelaku tepung lokal tersebut akan berdampak pada kesinambungan pasokan sehingga dapat menggangu aktivitas rantai pasok. Untuk mengatasi hal tersebut diperlukan perancangan model kelembagaan yang tepat. Tahapan membangun model kelembagaan meliputi identifikasi elemen-elemen yang berpengaruh, keterkaitan antar elemen, dan menentukan elemen kunci sukses dengan mengunakan teknik Interpretative Structure Modelling (ISM). Pemilihan pola kelembagaan kemitraan antara petani dan pelaku industri tepung lokal dengan mengunakan fuzzy analytical hierarchy processing (FAHP). Hasil analisis menunjukkan bahwa pola kelembagaan kemitraan antara petani ubi kayu dengan pelaku usaha tepung tapioka dan tepung mocaf adalah pola inti plasma sedangkan pola kemitraan antara pelaku tepung lokal dengan tepung terigu adalah berbentuk sub-kontrak.

Perencanaan bisnis yang dibahas pada studi ini meliputi: perencana produk, perencanaan pemasaran, perencanaan teknologi, dan analisis finansial. Kriteria kelayakan investasi yang digunakan adalah Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net B/C, Payback Period (PBP), dan analisis sensitivitas. Analisis kelayakan menggunakan discount factor 9% dan jangka investasi selama 20 tahun. Hasil kelayakan menunjukkan bahwa tepung terigu substitusi layak bila dijual pada harga jual minimal Rp. 6200.-. Analisis sensitivitas menunjuk bahwa bila terjadi kenaikan harga bahan baku sebesar 2% maka harga jual Rp. 6200 masih layak.

Kata kunci: substitusi tepung terigu, optimasi tujuan jamak, algoritme evolusioner, kinerja rantai pasok, perencanaan bisnis, kelembagaan


(7)

SUMMARY

TRISNA. Disruption Mitigation Model of Wheat Flour Supply Chain Considering Local Flour Raw Material Substitution. Supervised by MARIMIN, YANDRA ARKEMAN, and TITI CANDRA SUNARTI.

The wheat flour is the important commodity in Indonesia because both small medium and large modern enterprise generally utilize wheat flour as raw material. National wheat flour consumptions and wheat import increase every year. Indonesian dependence toward wheat flour can endanger food resilience, economic and politic stability because wheat is 100% imported commodity so that is susceptive to supply chain disruption. Meanwhile, according to prior studies that local flour (tapioca, modified cassava flour, canna starch, corn flour, sweet potato flour, etc.) can substitute wheat flour a part or whole wheat flour but they have been not utilized optimally.

The main purpose of this study was to design wheat flour supply chain disruption mitigation model by substituting raw material with local flours so that can reduce wheat import. There were four particular purposes to be achieved i.e.: 1) to design wheat flour supply chain considering local flour substitution by multi-objective optimization approach, 2) to design wheat flour supply chain considering local flours substitution in uncertain conditions by fuzzy multi-objective optimization approach, 3) to evaluate local flour supply chain performance and design institution model among supply chain’s actors to support wheat flour substitution, 4) to conduct business planning wheat flour that substituted with local flours.

Multi-objective optimization aimed to get the optimal wheat flour supply chain considering raw material substitution. There were four objectives to be achieved simultaneously including to: minimize total cost and maximize product quality, reliability, and local flour usage. The wheat flour supply chain problem was formulated into multi-objective mixed integer non-linear programming then solved by applying NSGA II technique. Fuzzy decision making, LINMAP, and TOPSIS were applied to get final decision making from Pareto front set. The final solution became reference to recommend the optimal wheat flour supply chain. The optimization result showed that the optimal percentage of mixed local flour in deterministic conditions was 5.55% for tapioca flour.

Fuzzy multi-objective optimization aimed to get the optimal wheat flour supply chain considering raw material substitution in uncertain conditions. The supply chain problem was formulated into fuzzy mixed integer non-linear programming or called possibilistic programming. Before NSGA II technique applied, first, possibilistic programming converted into deterministic programming using fuzzy ranking and equivalent auxiliary crisp method. NSGA II was applied at different α-feasibility degree. The final solution for the optimal substituted wheat flour supply chain was at 0.6-feasibility degree with local flour substitution 5.66% of tapioca.

Evaluation of local flour supply chain performance conducted in Jawa Barat that aimed to find out the current performance position in order to support wheat flour substitution. The result of the local flour supply chain performance evaluation showed that the cassava farmer and smooth tapioca actors had good


(8)

and less performance, respectively. The rough tapioca and mocaf actors had very less and poor performance, respectively. Those local flour performance can impact for sustainability of supply so that can disrupt supply chain's operational. In this case, it is required to design the right institution model of the supply chain. The stages of designing of supply chain including: to identify affecting elements, linkage between elements, and determine key success elements by using Interpretative Structure Modelling (ISM) technique. Selecting of institution model for partnership between farmers and local flour industries use fuzzy analytical hierarchy processing (FAHP). Partnership institution scheme between cassava farmers and tapioca and mocaf industries are the core plasma, and as well as partnership sweet potato farmers and sweet potato flour industry.

Business plan discussed in this study including product plan, marketing plan, technology plan, and financial analysis. Investment feasibility criteria were implied including net present value (NPV), internal rate of return (IRR), net B/C, payback period (PBP), and sensitivity analysis. Feasibility analysis uses discount factor 9% and investment period for 20 years. The result of feasibility analysis show that substituted wheat flour is feasible if it sold at price minimal Rp 6200. Sensitivity analysis show that if raw material price increases 2% then product price at Rp. 6200 is still feasible.

Keywords: supply chain, multi-objective optimization, wheat flour substitution, institution, evolutionary algorithm, business plan


(9)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2017

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


(10)

(11)

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor

pada

Program Studi Teknologi Industri Pertanian

MODEL MITIGASI GANGGUAN RANTAI PASOK TEPUNG

TERIGU DENGAN SUBSTITUSI BAHAN BAKU TEPUNG

LOKAL

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2017


(12)

Penguji pada Ujian Tertutup : Dr Ir Agus Buono, MSi, MKom Prof (Ris) Dr Ir Nur Richana, MSi

Penguji pada Sidang Promosi: Dr Ir Agus Buono, MSi, MKom Prof (Ris) Dr Ir Nur Richana, MSi


(13)

(14)

(15)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2014 ialah substitusi tepung terigu dengan tepung lokal dengan judul Model Mitigasi Gangguan Rantai Pasok Tepung Terigu dengan Substitusi Bahan Baku Tepung Lokal.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof Dr Ir Marimin, MSc sebagai ketua komisi pembimbing serta Dr Ir Yandra Arkeman, MEng dan Dr Ir Titi Candra Sunarti, MSi sebagai angggota komisi pembimbing yang telah banyak memberi masukan dan saran dalam penyelesaian disertasi ini.

Terima kasih kepada Dr Ir Agus Buono, MSi, MKom dan Prof Dr Ir Nur Richana sebagai penguji luar komisi, Prof Dr Machfud sebagai perwakilan prodi pada sidang tertutup, dan Dr. Taufik Djatna sebagai perwakilan prodi pada sidang promosi, serta Prof Dr Ono Suparno perwakilan Fateta yang telah memberi saran, komentar, dan masukan untuk penyempurnaan disertasi ini.

Penghargaan penulis kepada Bapak Saptana dari Pusat Sosial Ekonomi dan kebijakan Pertanian, Ibu Anjar Rochani dari Kementrian Petanian, Bapak Suismono dari Balai Pasca Panen, Bapak Irianda Susilo dan Bapak Sjoufyan Awal dari PT. Sriboga, Ahmad Nafi dari Universitas Jember, Ibu Suti dari Kelompok Wanita Tani Gunung Kidul, Dinas Pertanian Gunung Kidul, Taufiq Djatna, Ibu Titi Candra, Zulfiandri, Ibu Toti Anwar, Bapak Budi, Ibu Ruri Eka yanga telah bersedia meluangkan waktunya untuk diwawancarai sebagai pakar. Ucapan terima kasih untuk para pelaku usaha tepung mocaf, tapioka, tepung terigu, dan ubi jalar yang dalam penelitian sebagai sebagai pakar maupun narasumber yang memberi data dan informasi yang diperlukan untuk disertasi ini.

Ucapan terima kasih saya sampai kepada pengelola dan staf Program Studi Teknologi Industri Pertanian yaitu Bapak Machfud, Bapak Taufiq Djatna, Ibu Nurjanah, dan Pak Candra yang telah memberi pelayanan yang baik. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada kedua orang tua saya Bapak L. Supriadi, Mamak Asmaniar, adik-adik serta seluruh keluarga yang selalu berdoa dan memberi dukungan untuk kelancaran penyelesaian disertasi dan studi Doktor ini.

Terima kasih juga atas kerjasamanya Angga dan putti yang terlibat dalam penyelesaian disertasi ini. Terima kasih kepada teman-teman angkatan TIP-IPB 2012 dan teman-teman seperjuangan di bawah bimbingan Prof Marimin dan Dr Yandra Arkeman atas segala doa, kerjasama dan kasih sayangnya. Terima kasih kepada pihak yang terlibat dalam penyelesaian disertasi ini yang mungkin terlewat sehingga tidak tersebutkan.

Saya menyadari masih banyak keterbatasan dan kekurangan disertasi ini sehingga diharapkan dapat dilanjutkan untuk pekerjaan berikutnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat baik bagi ilmu pengetahuan dan masukan kebijakan untuk pemerintah.

Bogor, Pebruari 2017 Trisna


(16)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR GAMBAR xx

DAFTAR LAMPIRAN xxii

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 4

Tujuan Penelitian 5

Manfaat Penelitian 5

Ruang Lingkup Penelitian 6

Sistematika Penulisan 6

2 TINJAUAN PUSTAKA 8

Tepung Terigu 8

Tepung Pengganti Terigu 8

Rantai Pasok Gandum dan Tepung Terigu 10

Gangguan Rantai Pasok 11

Mitigasi Gangguan Rantai Pasok 13

Kualitas Produk 16

Keandalan Rantai Pasok 16

Perancangan Rantai Pasok 17

Teori Optimasi 17

Penilaian Kinerja Rantai Pasok 21

Kelembagaan 21

Perencanaan Bisnis 27

Validasi 27

Posisi Penelitian 28

3 METODE 32

Kerangka Berpikir 32

Lokasi dan Waktu 34

Metode Pengumpulan Data 34

Metode Pengolahan Data 35

Tahapan Penelitian 37

Alat-alat Analisis 41

4 ANALISIS SITUASIONAL 44

Konsumsi Tepung Terigu Indonesia 44

Rantai Pasok Gandum dan Tepung Terigu 44

Substitusi Tepung Terigu dengan Tepung Lokal 46


(17)

Identifikasi Kebutuhan Pelaku Rantai Pasok 49

Kelembagaan Kemitraan Petani dan Usaha Mocaf 50

5 MODEL OPTIMASI TUJUAN JAMAK RANTAI PASOK TEPUNG

TERIGU 52

Abstrak 52

Pendahuluan 52

Tinjauan Pustaka 54

Metode 59

Pernyataan Permasalahan 63

Formulasi Model Optimasi Tujuan Jamak Rantai Pasok 65 Optimasi Rantai Pasok Tepung Terigu dengan NSGA II 73

Hasil Optimasi Tujuan Jamak 79

Pengambilan Keputusan Optimasi Tujuan Jamak 82

Verifikasi dan Validasi Model 86

Simpulan 89

Saran 90

6 MODEL OPTIMASI TUJUAN JAMAK RANTAI PASOK TEPUNG TERIGU

PADA KONDISI TIDAK PASTI 91

Abstrak 91

Pendahuluan 91

Tinjauan Pustaka 93

Konversi Formulasi Pemograman Fuzzy ke Bentuk Pemograman

Deterministik 95

Pengambilan Keputusan Tujuan Jamak Fuzzy 98

Metode 99

Pernyataan Permasalahan dan Formulasi Model Rantai Pasok Kondisi

Tidak Pasti 100

Konversi Formulasi Fuzzy ke Bentuk Deterministik 103 Hasil Optimasi Tujuan Jamak Fuzzy dan Pembahasan 104

Verifikasi dan Validasi 108

Simpulan 110

Saran 111

7 PENGUKURAN KINERJA DAN PERANCANGAN KELEMBAGAAN RANTAI PASOK TEPUNG LOKAL UNTUK MENDUKUNG

SUBSTITUSI TEPUNG TERIGU 112

Abstrak 112

Pendahuluan 112

Tinjauan Pustaka 113

Metode 125

Pengukuran Kinerja Rantai Pasok Tepung Lokal 126

Perancangan Kelembagaan 134


(18)

Saran 160

8 PERENCANAAN BISNIS TEPUNG TERIGU SUBSTITUSI 161

Abstrak 161

Pendahuluan 161

Rencana Produk 162

Rencana Lokasi 162

Rencana Pemasaran 163

Rencana Pemasok Bahan Baku 164

Rencana Produksi dan Operasional 164

Rencana Model Kelembagaan 165

Rencana Keuangan (Analisis Finansial) 166

Simpulan dan Saran 172

9 PEMBAHASAN UMUM 174

Model Optimasi Tujuan Jamak Rantai Pasok Tepung Terigu 174

Mitigasi Gangguan Rantai Pasok 175

Ketahanan Pangan dan Kesejahteraan Petani 176

Perencanaan Bisnis Tepung Terigu Substitusi 177

Implikasi Manajerial 179

Kebaruan Penelitian 181

Keterbatasan Penelitian 181

10 SIMPULAN DAN SARAN 183

Simpulan 183

Saran 185

DAFTAR PUSTAKA 186

LAMPIRAN


(19)

DAFTAR TABEL

1 Impor gandum Indonesia tahun 2014–2016 1

2 Konsumsi tepung terigu Indonesia Tahun 2012-2016 2

3 Tepung lokal yang dapat mensubstitusi terigu 9

4 Komposisi kimia tepung terigu dan tepung lokal 9

5 Strategi migitasi risiko rantai pasok 14

6 Strategi migitasi gangguan rantai pasok tangguh 15 7 Penelitian tentang permasalahan optimasi tujuan jamak rantai pasok 18

8 Posisi penelitian 30

9 Jenis, sumber dan metode pengambilan data 36

10 Tahapan penelitian, metode pengolahan data dan keluaran 37

11 Daftar industri terigu nasional 45

12 Data produksi ubi kayu Indonesia tahun 2010-2015 46 13 Ketersedian dan penggunaan ubi kayu di Indonesia (000 ton) 46 14 Data produksi ubi jalar Indonesia tahun 2010-2015 47 15 Produksi tepung tapioka nasional, penggunaan untuk pangan dan

non-pangan tahun 2010-2014 (000 ton) 47

16 Konfigurasi rantai pasok tepung terigu dengan mempertimbangkan

substitusi dengan tepung lokal 65

17 Batas minimum dan maksimum fuzzy untuk setiap fungsi tujuan jamak 82

18 Solusi optimal dengan pendekatan fuzzy 83

19 Perbandingan Nilai ideal dan solusi terbaik berdasarkan teknik

LINMAP 84

20 Nilai ideal dan nilai bukan-ideal untuk setiap fungsi tujuan 84 21 Nilai fungsi tujuan optimal dengan pendekatan fuzzy, LINMAP dan

TOPSIS 85

22 Indeks penyimpangan metode pengambilan keputusan 85 23 Rancangan rantai pasok tepung terigu substitusi 87 24 Himpunan Pareto front hasil optimasi dengan NSGA II 88 25 Hasil optimasi tujuan jamak fuzzy rantai pasok dengan nilai derajat

kelayakan α yang berbeda 105

26 Derajat kepuasan setiap fungsi tujuan pada derajat kelayakan α 107 27 Derajat keanggotaan keputusan fuzzy tujuan i untuk α ke-j 107 28 Perbandingan solusi optimal pada optimasi tujuan jamak kondisi

deterministik dan kondisi fuzzy 108

29 Keputusan rancangan rantai pasok pada kondisi fuzzy 109

30 Atribut kinerja rantai pasok metode SCOR 115

31 Nilai perbandingan berpasangan pada metode AHP 118 32 Nilai indeks random (RI) pada tabel Oardkridge 119

33 Penilaian fuzzy AHP dengan model TFN 121

34 Standar kinerja rantai pasok 128

35 Data produksi ubi kayu di Jawa Barat dalam 6 tahun terakhir 128 36 Hasil perhitungan kinerja petani ubi kayu di Jawa Barat 129 37 Hasil perhitungan kinerja pelaku tapioka kasar untuk komposisi 5.66%

di Jawa Barat 130

38 Kinerja pelaku tapioka halus di Jawa Barat 131


(20)

40 Kinerja pelaku tepung mocaf untuk komposisi 0.66% di Jawa Barat 133 41 Ringkasan perbandingan faktor/elemen kunci keberhasilan

kemitraan/pertanian kontrak yang ada di Indonesia 138 42 Elemen kunci pertanian kontrak petani ubi kayu dengan industri

pengolahan tepung lokal 139

43 Structural Self Interaction Matrix (SSIM) untuk elemen tujuan

kelembagaan 140

44 Reachability Matrix untuk elemen tujuan 140 45 Revisi Reachability Matrix untuk elemen tujuan 141 46 Hasil perhitungan bobot untuk atribut faktor 151 47 Tingkat kepentingan relatif pelaku terhadap setiap faktor 152 48 Tingkat kepentingan relatif atribut tujuan terhadap setiap pelaku dalam

kelembagaan kontrak pertanian 153

49 Tingkat kepentingan relatif atribut alternatif terhadap setiap tujuan

dalam kelembagaan kontrak pertanian 153

50 Model kelembagaan kemitraan industri tapioka dan petani ubi kayu

yang diusulkan 154

51 Hasil perhitungan bobot untuk atribut tujuan 156 52 Model kelembagaan kemitraan industri mocaf dan petani ubi kayu yang

diusulkan 157

53 Rekomendasi kelembagaan kemitraan antara pemasok tepung lokal

dengan industri tepung terigu 158

54 Perkiraan investasi awal pabrik tepung terigu substitusi 166 55 Perkiraan penerimaan perusahaan pada harga tepung terigu substitusi

pada Rp. 6300 167

56 Proyeksi laba rugi tepung terigu substitusi untuk harga Rp. 6300 (Rp.

Juta) 168

57 Analisis sensitifitas kelayakan investasi tepung terigu substitusi

berdasarkan kenaikan bahan baku 172

58 Analisis sensitifitas kelayakan investasi tepung terigu substitusi

berdasarkan komposisi tepung lokal 172

DAFTAR GAMBAR

1 Struktur industri pengguna terigu nasional (Aptindo 2014) 10 2 Profil pengguna akhir tepung terigu (Aptindo 2014) 11 3 Rantai pasok gandum (adaptasi dari Gurning (2011) 11

4 Kerangka alur berpikir penelitian 34

5 Jaringan rantai pasok terigu di PT. Sriboga Flour Mill 44 6 Struktur jaringan rantai pasok tepung tapioka 48

7 Struktur jaringan rantai pasok tepung mocaf 48

8 Struktur rantai pasok tepung ubi jalar 49

9 Ilustrasi titik ideal dan nadir pada suatu Pareto front untuk dua fungsi

tujuan minimisasi 58

10 Tahapan-tahapan metode NSGA II 60

11 Ilustrasi NSGA II 61

12 Metode crowding distance untuk genetik algoritme tujuan jamak


(21)

13 Struktur rantai pasok tepung terigu 64 14 Struktur rantai pasok tepung terigu dengan mempertimbangkan

substitusi bahan baku tepung lokal 64

15 Peta lokasi pabrik, distributor dan wilayah pemasaran pada 75

16 Representasi kromosom 75

17 Pengkodean public class dan super class pada Java Netbeans 77 18 Pengkodean class definisi atribut OTJ pada Java Netbeans 77 19 Pengkodean class evaluasi pada Java Netbeans 78

20 Pengkodean main class pada Java Netbeans 79

21 Himpunan Pareto front untuk tujuan 1, 2, dan 3, (a) generasi ke-1000, (b) generasi ke-5000, (c) generasi ke-10000 dan (d) generasi ke 20000 79 22 Pareto front untuk tujuan 1, 3, dan 4, (a) generasi ke-1000, (b) generasi

ke-5000, (c) generasi ke-10000, dan (d) generasi ke 20000 80 23 Hubungan penggunaan tepung lokal dengan kualitas produk 81 24 Hubungan penggunaan tepung lokal dengan keandalan rantai pasok 81 25 Hubungan penggunaan tepung lokal dan biaya rantai pasok 82

26 Distribusi fuzzy segitiga parameter 96

27 Distribusi fuzzy trapesium parameter 96

28 Keanggotaan fuzzy linear untuk fungsi tujuan (a) minimisasi 98 29 Fungsi keanggotaan fuzzy (a) tujuan 1, (b) tujuan 2, (c) tujuan 3, dan

(d) tujuan 4 106

30 Grafik fungsi keanggotaan bilangan fuzzy segitiga 120

31 Diagram Teknik ISM (Saxena et al. 1992) 123

32 Hierarki pembobotan kinerja rantai pasok tepung lokal 127 33 Matriks driver power-dependence sub-elemen tujuan kelembagaan 141 34 Struktur hierarki antar sub-elemen tujuan kelembagaan 142 35 Hasil pengolahan ISM, (a) Matriks driver power- dependence sub- 143 36 Hasil pengolahan ISM, (a) Matriks driver power- dependence sub- 144 37 Hasil pengolahan ISM, (a) Matriks driver power- dependence sub-

elemen kebutuhan, dan (b) Struktur hierarki antar sub-elemen

kebutuhan 145

38 Hasil pengolahan ISM, (a) Matriks driver power-dependence sub- elemen tolak ukur dan (b) Struktur hierarki antar sub-elemen tolak ukur 146 39 Hasil pengolahan ISM, (a) Matriks driver power- dependence sub- 147 40 Hasil pengolahan ISM, (a) Matriks driver power- dependence sub- 149 41 Struktur AHP pemilihan alternatif model pola kemitraan pertanian

kontrak 151

42 Nilai eigen untuk atribut pelaku terhadap atribut aktor pola kemitraan

kontrak pertanian 152

43 Hierarki AHP alternatif kemitraan petani ubi kayu dan usaha mocaf 155 44 Rencana distribusi tepung terigu substitusi 163

45 Nilai IRR berdasarkan harga produk 171

46 Nilai NPV berdasarkan harga produk 171


(22)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Prosedur pengujian pengaruh campuran tepung lokal dengan tepung

tepung terhadap daya pengembangan produk roti 199

2 Rancangan percobaan dan hasil pengujian substitusi tepung terigu dengan tepung lokal terhadap daya pengembangan produk roti tawar 201 3 Daftar nama narasumber, pakar, pekerjaan, dan bidang kepakaran

masing-masing 202

4 Parameter optimasi rantai pasok tepung terigu 203 5 Hasil optimasi tujuan jamak dengan NSGA II pada generasi ke 20000 207 6 Keanggotaan fuzzy setiap solusi pada himpunan Pareto front 213

7 Pengambilan keputusan dengan teknik LINMAP 217

8 Pengambilan keputusan dengan teknik TOPSIS 221

9 Rancangan rantai pasok tepung substitusi dengan pendekatan optimasi

tujuan jamak 225

10 Parameter fuzzy rantai pasok 226

11 Pareto front hasil optimasi tujuan jamak fuzzy pada derajat kelayakan α

0.1-1 227

12 Pengambilan keputuasan dengan metode LINMAP untuk Pareto front

pada α=0.6 230

13 Rancangan rantai pasok tepung terigu substitusi dengan pendekatan

optimasi tujuan jamak fuzzy 234

14 Pendapat gabungan kuisioner pembobotan SCOR dengan AHP 235 15 Pembobotan kinerja rantai pasok tepung lokal denagn teknik AHP 237 16 Hasil agregat penilaian para pakar kuisioner ISM dalam bentuk SSIM 238 17 Hasil pengolahan ISM untuk reachability matrix (RM) dan revisi RM 241 18 Agregat penilaian pakar pemilihan alternatif pola kelembagaan dengan

fuzzy AHP 243

19 Data pengrajin tapioka kasar di Jawa Barat 248

20 Data usaha tapioka halus di Jawa Barat 249

21 Biaya operasional pabrik tepung terigu substitusi 250 22 Analisis aliran uang usaha tepung terigu substitusi pada harga jual Rp.

6300,- (dalam Rp. juta) 251

23 Analisis kelayakan finansial tepung substitusi campuran tapioka 5.66%

pada harga produk Rp. 6300 253

24 Analisis kelayakan finansial tepung terigu 100% pada harga produk Rp.

6300 254


(23)

DAFTAR ISTILAH Analytical

Hierarchy Process (AHP)

: Metode pengambilan keputusan kriteria jamak baik kuantitatif maupun kualitatif yang bertujuan untuk memodelkan persoalan-persoalan tak terstruktur dan kompleks yang meliputi bidang ekonomi, sosial, maupun manajemen sains (Saaty 1980)

Agilitas : Kemampuan rantai pasok dalam merespon perubahan pasar dalam upaya memenangkan persaingan pasar (Marimin dan Maghfiroh 2010)

Algoritme genetika

: Cabang dari algoritme evolusioneri algorithm yang merupakan metode adaptif yang digunakan untuk memecahkan suatu pencarian nilai sebuah permasalahan optimasi (Kumar et al. 2010)

Deterministik : Sebuah sifat yang digunakan untuk mengukur variabel non-random.

Eselon : Jumlah stage antara pemasok dan konsumen dalam sistem rantai pasok (Chopra dan Meindl 2004)

Fungsi keanggotaan fuzzy

: Suatu persamaan yang menunjukkan pemetaan antara titik-titik input data ke dalam nilai keanggotaannya (derajat keanggotaan) (Zadeh 1965)

Gangguan rantai

pasok : Suatu peristiwa yang mungkin terjadi dalam setiap bagian dari rantai pasok dan menimbulkan dampak yang tidak diinginkan pada pencapaian dan kinerja perusahaan (Snyder et al. 2015)

Himpunan fuzzy : Menggambarkan ketidakjelasan, kesamaran dan ketidakpastian dalam melakukan suatu penilaian atau pengukuran yang didefinisikan dengan fungsi keanggotaannya dengan dalam interval [0,1] (Zadeh 1965) Himpunan Pareto

front

: Kumpulan solusi-solusi optimal hasil dari optimasi tujuan jamak (Tzeng dan Huang 2011)

Internal rate of return (IRR)

: Tingkat suku bunga pada saat NPV sama dengan nol dan dinyatakan dalam persen (Solihin 2007)

Interpretative Structural Modelling (ISM)

: Metoda yang digunakan untuk menganalisis sistem yang kompleks yang memungkinkan untuk dapat melihat peta hubungan antara elemen-elemen yang terlibat (Sage 1977) Keandalan : Probabilitas atau kemungkinan suatu sistem atau produk

menunjukkan fungsi yang memuaskan pada suatu periode tertentu, bila dijalankan pada kondisi yang disarankan (Govil 1983)

Kelembagaan : Aturan pada suatu kelompok masyarakat atau organisasi yang menfasilitasi koordinasi antar anggotanya untuk membantu mereka dengan harapan dimana setiap orang dapat bekerjasama atau berhubungan satu dengan yang lainnya untuk mencapai tujuan bersama yang diinginkan (Hayami dan Ruttan 1984)

Kontrak pertanian

Salah satu pola kelembagaan dalam rantai pasok yang mempunyai hubungan produksi yang mengikat petani untuk


(24)

: menyediakan/menjual sejumlah hasil pertaniannya dalam batasan-batasan tertentu (harga, mutu, dan jumlah) dengan mitra usaha pengguna hasil pertanian (Eaton dan Shepherd 2001)

Kualitas : Totalitas bentuk dan karakteristik barang atau jasa yang menunjukkan kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan yang tampak jelas maupun tersembunyi (Render dan Heizer 1997)

Manajemen rantai pasok

: Sebuah kumpulan kebijakan pengambilan keputusan yang diterapkan untuk mengintegrasikan pemasok, produsen, gudang, distributor dan lainnya secara efisien (Marimin dan Maghfiroh 2010)

Mocaf (modified cassava flour)

: Tepung ubi kayu yang dimodifikasi dengan melakukan fermentasi menggunakan bakteri asam laktat (Subagio 2006) Mitigasi : Usaha yang dilakukan untuk mengurangi kerugian akibat

gangguan/bencana yang terjadi (Thun dan Hoeng 2011) Mutasi : Operator algoritme genetika yang berperan mengubah stuktur

kromosom secara spontan (Kumar et al. 2010) Net Benefit Cost

Ratio (Net B/C)

: Angka perbandingan antara jumlah nilai sekarang yang bernilai negatif (modal investasi) (Solihin 2007)

Net Present Value (NPV)

: Metode untuk menghitung selisih antara nilai sekarang investasi dan nilai sekarang penerimaan kas bersih di masa yang akan datang pada tingkat bunga tertentu (Solihin 2007) Optimasi : Proses maksmisasi dan minimisasi fungsi tujuan yang

diinginkan dan secara bersamaan juga memebuhi batasan yang berlaku (Belegundu dan Chandrupatla 2011)

Optimasi tujuan jamak

: Melakukan optimasi permasalahan yang mempunyai beberapa tujuan yang saling bertolak belakang yang ingin dicapai secara bersamaan dan menghasilkan satu atau lebih solusi optimal (Tzeng dan Huang 2011)

Optimasi tujuan

jamak fuzzy : Melakukan optimasi permasalahan yang mempunyai beberapa tujuan yang saling bertolak belakang yang ingin dicapai secara bersamaan dimana memiliki satu atau lebih parameter fuzzy baik pada fungsi tujuan maupun pada batasan (El-Wahed 2008)

Pakar : Seseorang yang memiliki tingkat pengetahuan dan kemampuan mengaplikasikan pengetahuan yang dimilikinya (Machfud 2001)

Payback Period (PBP)

: Kriteria tambahan dalam analisis kelayakan meliputi periode waktu yang diperlukan dalam melunasi seluruh pengeluaran investasi (Solihin 2007)

Pengukuran kinerja rantai pasok

: Melakukan pemantauan, pengendalian, dan pengkomunikasian tujuan organisasi ke fungsi-fungsi pada rantai pasok sehingga dapat dioperasikan dengan baik, efektif, dan efisien.

Perencanaan bisnis

: Dokumen tertulis yang menjelaskan dan menganalisis suatu bisnis dan memberi proyeksi masa depan secara detail bisnis terebut (McKeever 2007)


(25)

Pindah silang (crossover)

: Operator algoritme genetika yang bekerja untuk menghasilkan dua kromosom anak dengan cara melakukan menukar beberapa gen yang dimiliki dari dua induk (Kumar et al. 2010)

Possibilistic

programming : Pemograman fuzzy dengan kesamaran koefisien dalam fungsi tujuan dan batasan (Inuiguchi dan Ramik 2000) Rantai pasok : Semua organisasi dan aktivitas yang berhubungan dengan aliran informasi, uang, dan trasformasi bahan baku ke produk jadi hingga sampa ke pungguna akhir (Handfield dan Nichols 2002)

Responsibilitas : Kecepatan perusahaan dalam merespon permintaan konsumen dan pasar (Marimin dan Maghfiroh 2010)

Substitusi : Pergantian suatu produk, bahan baku atau komponen dengan yang lain (www.merriam-webster.com)

Supply Chain Operations Reference (SCOR)

: Suatu model referensi proses yang dikembangkan oleh Dewan Rantai Pasok (Supply chain Council) sebagai alat analisis pengukuran kinerja manajemen rantai pasok (Supply chain Council 2006)

Tapioka : Pati yang diperoleh dari ekstraksi umbi ubi kayu (Grace 1977)

Tepung lokal : Tepung yang berasal dari komoditas pertanian asli Indonesia seperti tepung tapioka, tepung cassava, mocaf, ubi jalar, jagung, dll.

Tepung terigu Bahan makanan tepung yang dibuat dari endosperma biji gandum Triticum aestivum L.(club wheat) dan atau Triticum compactum Host atau campuran keduanya dengan penambahan Fe, Zn, vitamin B1, vitamin B2 dan asam folat sebagai fortifikan (Badan Standarisasi Nasional 2006)

Tepung terigu substitusi

: Sebutan untuk tepung terigu yang sudah dicampur sebagian dengan tepung lokal.

Uncertainty

(ketidakpastian) : Kekurangan akses informasi yang cukup untuk menguraikan, menjabarkan, atau memprediksi sistem, perilakunya atau karakteristik lain secara deterministik dan numerik (Zimmermann 2000)

Verifikasi : Pemeriksaan apakah logika operasional model (program komputer) sesuai dengan logika diagram alur (Sargent 2005) Validasi : Proses penentuan apakah model, sebagai konseptualisasi atau

abstraksi, merupakan representasi berarti dan akurat dari sistem nyata? (Hoover dan Perry 1989)


(26)

(27)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Saat ini, Indonesia merupakan negara pengimpor biji gandum kedua terbesar setelah Mesir yang mencapai 7.411 juta MT dengan nilai 2.082 miliar dolar pada tahun 2015 seperti ditunjukkan pada Tabel 1. Impor gandum yang meningkat setiap tahun juga diikuti dengan peningkatan konsumsi terigu seperti terlihat pada Tabel 2 yaitu mencapai 7.2 juta pada tahun 2015 dan pertengahan tahun 2016 mencapai 3.94 juta metrik ton (Aptindo 2016). Kebutuhan tepung terigu tersebut dipenuhi dari industri tepung terigu nasional sebanyak 92% dan sisanya impor.

Industri-industri pangan di Indonesia umumnya berbasis gandum (tepung terigu) baik industri kecil menengah maupun industri besar modern. Berdasarkan data dari Aptindo (2016), terdapat 30 perusahaan penggilingan gandum di Indonesia dengan total kapasitas penggilingan 11.4 juta MT/tahun. Tepung terigu yang dihasilkan kemudian dipasok ke industri-industri pangan baik skala besar maupun skala kecil di seluruh Indonesia. Aptindo (2014) mencatat jumlah industri pengguna tepung terigu skala besar sebanyak 32 % (200 perusahaan) dan industri

skala kecil sebanyak 68 % ( lebih dari 30 000 UMKM).

Besarnya kebutuhan terigu Indonesia membuat gandum menjadi komoditas penting di Indonesia sehingga pemerintah memberi kebijakan membebaskan bea masuk impor gandum. Namun kebutuhan terigu yang besar belum ditopang oleh ketersediaan bahan baku gandum yang memadai dari dalam negeri. Ketergantungan terhadap impor biji gandum ini tidak menguntungkan karena dipengaruhi oleh gejolak pasokan/ketersediaan gandum di pasar dunia sehingga mempengaruhi upaya pemenuhan kebutuhan terigu di dalam negeri.

Tabel 1 Impor gandum Indonesia tahun 2014–2016

2014* 2015 2016* Jumlah

(MT)

Nilai (x1000

USD)

Jumlah (MT)

Nilai (x1000

USD)

Jumlah (MT)

Nilai (x1000 USD) Australia 1 906 267 615 425 4 268 553 1 197 028 2 066 268 507 776 United

States

549 920 190 005 389 708 119 178 405 475 103 640 Canada 617 903 214 582 1 715 020 533 777 870 280 232 834 Ukraina 138 867 39 424 664 056 144 089 845 579 170 951 Russia 60 490 19 440 260 49 61 543 991 216

India 177 139 55 124 - -

Francis - - 267 773 56 215 Bulgaria - - 117 470 25 968 Argentina - - - 892 418 66 639 Lainnya 17 429 5 054 260 49 26 127 226 3779 46 855 Total 3 468 015 1 139 054 7 411 761 2 082 711 5 692 630 1 311 095 USD/MT 360.5879 281.0 230.3

Sumber: Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia (Aptindo 2016), *data sampai setengah tahun


(28)

2

Ketergantungan Indonesia terhadap impor gandum tersebut sangat membahayakan kestabilan ekonomi dan politik Indonesia karena dapat digunakan sebagai alat untuk menekan Indonesia oleh negara-negara pengimpor baik secara ekonomi maupun politik. Apabila negara-negara pemasok gandum marah kepada Indonesia, mereka cukup dengan menghentikan pengiriman biji gandum maka perekonomian dan situasi politik Indonesia bisa terguncang dan jatuh.

Pentingnya peranan gandum (tepung terigu) bagi ketahanan pangan, ekonomi, dan politik di Indonesia sehingga perlu dilakukan upaya untuk mengurangi ketergantungan terhadap komoditas tersebut. Beberapa usaha dilakukan untuk mengurangi impor gandum Indonesia, seperti pengembangan budidaya gandum, namun belum berhasil. Usaha lain yang dilakukan dengan melakukan substitusi gandum dengan bahan pangan yang ada di Indonesia, seperti singkong, ubi jalar, jagung, sagu, sorgum, dll namum belum dimanfaatkan secara maksimal.

Gandum sebagai komoditas 100% impor rentan terhadap timbulnya risiko gangguan, ketidakpastian harga, dan pasokan dalam sistem produksi. Ketidakpastian harga karena tergantung dengan nilai tukar rupiah terhadap dolar yang nilainya selalu berfluktuasi. Ketidakpastian pasokan dapat disebabkan oleh perubahan iklim, bencana, wabah penyakit, ancaman teroris, dan pergolakan ekonomi menyebabkan peningkatan risiko dalam rantai pasok. Hal ini menyebabkan isu-isu tentang gangguan rantai pasok menjadi penting untuk ditangani dan ditanggulangi dalam dunia industri.

Pada survey terhadap 1000 perusahaan global merasa bahwa gangguan rantai pasok merupakan ancaman paling besar pada aliran pendapatan perusahaan mereka (Green 2004). Banyak kejadian atau fenomena yang menyebabkan

gangguan rantai pasok salah satunya badai Katrina di Amerika Serikat tahun 2005. Dampak badai Katrina menyebabkan miliaran dolar kehilangan pendapat pada retailer utama seperti British Petroleum, Shell, Conoco Phillips, dan Lyonedell, dan juga menyebabkan kekurangan bensin pada banya bagian di Amerika serikat dan menyebabkan kerugian ekonomi (Handfield et al. 2007).

Kompleksitas pada rantai pasokan global karena melibatkan banyak pihak seperti komoditas gandum menyebabkan meningkatnya kemungkinan gangguan. Beberapa risiko gangguan rantai pasok dapat disebabkan oleh bencana alam, gejolak buruh, kebangkrutan pemasok, perang dan terorisme, krisis ekonomi, dan politik (Chopra dan Meindl 2004). Selain itu, rantai pasok global dipengaruhi oleh risiko perubahan nilai tukar uang, halangan atau pelarangan perdagangan, lead time lebih lama, dan permasalahan keandalan pemasok (Prasannavenkatesan dan Kumanan 2012).

Tabel 2 Konsumsi tepung terigu Indonesia Tahun 2012-2016

No. Tahun Konsumsi (metrik ton) Pertumbuhan (%) 1 2012 6 766 000 8.93 2 2013 7 046 000 4.14 3 2014 7 405 000 5.09 4 2015 7 214 000 -2.58 5 2016* 3 948 000 6.34 Sumber: Aptindo (2016); *data sampai pertengahan tahun


(29)

3

Salah satu strategi untuk mengurangi dampak gangguan pasokan adalah dengan menggunakan multi-sumber pasokan seperti yang dilakukan oleh Nokia. Kebakaran pabrik semikonduktor Royal Philips Electronics, Albuquerque, New Mexico karena sambaran petir pada Maret, 2000 menyebabkan pasokan chip telepon untuk seluler Nokia dan Ericsson terganggu. Kejadian tersebut menyebabkan berhentinya produksi Ericsson karena hanya tergantung pada satu pemasok, sedangkan Nokia dapat segera mengatasinya karena memiliki beberapa pemasok chip dari pemasok lain (Tang 2006).

Selain multi-sumber pasokan, mengurangi dampak gangguan (mitigasi) rantai pasok dapat dilakukan dengan melakukan substitusi produk (komponen bahan baku). Substitusi produk merupakan salah satu strategi untuk migitasi gangguan rantai pasok seperti yang telah dilakukan oleh Lu et al. (2011). Penelitian mengenai substitusi produk sebelumnya lebih banyak membahas substitusi yang dipicu oleh konsumen (pergantian permintaan) karena produk yang dipesan tidak tersedia sehingga biasanya perusahaan akan menawarkan produk lain yang sejenis (mutu lebih tinggi) sebagai pengganti produk yang tidak tersedia. Bassok et al. (1999) melakukan optimasi persediaan multi produk untuk periode tunggal dengan mempertimbangkan substitusi produk dan hasil produksi yang acak pada industri semikonduktor. Lu et al. (2011) menentukan kebijakan pengadaan yang optimal untuk produk substitusi dengan multi pemasok.

Penelitian tentang substitusi tepung terigu dengan tepung lokal seperti tepung mocaf (modified cassava flour), tepung tapioka, tepung jagung termodifikasi, tepung ubi jalar, tepung ganyong, dan tepung pisang menunjukkan bahwa dapat menggantikan hingga 100% tepung terigu. Menurut Richana (2010)

cita rasa kue yang dihasilkan dari tepung lokal tidak berbeda dengan kue yang

dibuat dari 100% tepung terigu. Potensi substitusi tepung terigu dengan tepung

lokal ini belum dimanfaatkan secara maksimal. Hal ini dapat dilihat industri besar seperti biskuit, mie instan masih menggunakan 100% tepung terigu. Bila substitusi dapat aplikasikan maka dapat mengurangi impor gandum, meningkatkan kesejahteraan petani lokal, dan menggurangi dampak gangguan rantai pasok pada industri berbasis gandum.

Pada penelitian ini strategi mitigasi gangguan rantai pasok menggunakan pemasok jamak dan substitusi bahan baku seperti yang dikenalkan oleh Lu et al. (2011) untuk mengurangi dampak gangguan karena pasokan terganggu. Namun di sisi lain sumber jamak dapat menyebabkan meningkatnya biaya rantai pasok karena bisa saja sumber lain memiliki harga dan biaya transportasi yang lebih mahal. Selain itu, substitusi tepung terigu dengan tepung lokal pada jumlah tertentu dapat mengurangi kualitas produk baik dari segi rasa maupun nilai gizi (Richana 2010). Untuk memenuhi tujuan jamak dari permasalahan mitigasi ganggguan rantai pasok dengan substitusi bahan baku perlu diselesaikan dengan optimasi tujuan jamak (multi-objective optimization). Pada penelitian ini, optimasi tujuan jamak dilakukan untuk mendapatkan rancangan rantai pasok tepung terigu dengan substitusi tepung lokal yang optimal serta memenuhi beberapa tujuan yang ingin dicapai.

Perancangan strategi pemasokan dalam rantai pasok merupakan hal yang penting untuk mendapatkan keuntungan kompetitif bagi perusahaan. Risiko rantai pasok terus meningkat secara signifikan dan kegagalan pemasok diidentifikasi


(30)

4

sebagai risiko rantai pasok yang berdampak besar (Prasanna Venkatesan dan Kumanan 2012).

Beberapa penelitian sebelumnya mengenai optimasi tujuan jamak rantai pasok antara lain dilakukan oleh Altiparmak et al. (2006) dengan merancang jaringan rantai pasok komoditas plastik yang optimal untuk mencapai tujuan maksimisasi biaya total, pengiriman barang ke konsumen dan minimisasi rasio keseimbangan antara pabrik dan distributor. Optimasi pada rantai pasok hijau untuk mencapai tujuan minimisasi total biaya dan minimisasi emisi gas CO2 dilakukan oleh Wang et al. (2011) dan Paksoy et al. (2011).

Agar tujuan substitusi tepung terigu dengan tepung lokal dapat terpenuhi maka perlu dikembangkan model kelembagaan tepat yang dapat mendukung tujuan tersebut. Sebelum melakukan perancangan kelembagaan terlebih dahulu dilakukan pengukuran terhadap kinerja rantai pasok tepung lokal untuk mengetahui keadaan perusahaan saat ini dalam memenuhi kebutuhan bahan baku tepung lokal untuk substitusi tepung terigu.

Menurut Syahyuti (2006) kelembagaan merupakan hubungan kerja yang sistematis, teratur, dan saling mendukung di antara beberapa lembaga, baik sejenis maupun tidak sejenis serta terikat dengan seperangkat nilai-nilai dan norma-norma yang disepakati bersama dalam rangka mencapai satu atau lebih tujuan yang menguntungkan semua pihak. Kelembagaan pada rantai pasok pada dasarnya menganalisis hubungan interaksi vertikal antar pelaku atau pemangku kepentingan (stakeholder) dalam rantai pasok (Sejati 2011). Pada penelitian ini, kelembagaan yang dikembangkan adalah model kemitraan antara pelaku rantai pasok tepung lokal dan tepung terigu. Kemitraan petani dengan industri tepung lokal akan menjamin ketepatan jumlah, kualitas, waktu serta keberlanjutan pasokan bagi industri tepung lokal. Sementara kemitraan antara industri tepung lokal dengan tepung terigu untuk menjamin substitusi tepung terigu dengan tepung lokal terus berlanjut.

Perencanaan bisnis tepung substitusi dilakukan pada penelitian ini untuk membantu pengambil keputusan seperti investor, pemerintah untuk merencanakan bisnis tepung terigu substitusi sehingga dapat berjalan dengan baik dan berkelanjutan.

Berdasarkan uraian latar belakang dapat dilihat bahwa penelitian sebelumnya mengenai model substitusi produk, optimasi tujuan jamak rantai pasok, pengukuran kinerja rantai pasok, model kelembagaan, dan perencanaan bisnis masih dilakukan secara terpisah. Hal ini menjadi motivasi kami untuk merancang model mitigasi gangguan rantai pasok tepung terigu yang mempertimbangkan substitusi bahan baku dengan tepung lokal dengan pendekatan optimasi tujuan jamak, pengukuran kinerja rantai pasok, model kelembagaan dan perencanaan bisnis secara terintegrasi.

Perumusan Masalah

Industri makanan di Indonesia umumnya berbasis tepung terigu sehingga tidak baik bagi ketahanan pangan indonesia karena gandum merupakan komoditas 100% impor dan rentan terhadap gangguan pasokan. Salah satu upaya untuk melakukan mitigasi gangguan rantai pasok tepung terigu dan mengurangi ketergantungan impor gandum adalah dengan memanfaatkan tepung lokal untuk


(31)

5

menggantikan tepung terigu. Beberapa hasil penelitian sebelumnya menyatakan bahwa tepung lokal seperti tepung mocaf, tapioka, tepung jagung termodifikasi dan tepung ubi jalar dapat menggantikan sebagian atau keseluruhan pemakaian tepung terigu pada berbagai produk makanan. Substitusi tepung terigu dengan tepung lokal, pada satu sisi dapat mengurangi dampak ganguan rantai pasok dan mengurangi impor gandum tapi di sisi lain dapat menyebabkan peningkatan biaya operasional dan juga mempengaruhi kualitas produk yang dihasilkan. Untuk mengatasi hal tersebut, perlu dilakukan perancangan rantai pasok tepung terigu dengan mempertimbangkan substitusi dengan tepung lokal dalam rangka mitigasi gangguan yang memperhatikan beberapa aspek yaitu: biaya rantai pasok, keandalan rantai pasok, kualitas produk setelah dilakukan substitusi, dan lain-lain.

Untuk melakukan mitigasi gangguan rantai pasok tepung terigu dengan substitusi bahan baku tepung lokal, beberapa pertanyaan dalam penelitian ini dapat dirumuskan antara lain: 1) bagaimana memodelkan optimasi tujuan jamak rantai pasok tepung terigu dengan mempertimbangkan substitusi bahan baku tepung lokal, 2) teknik optimasi apa yang digunakan, 3) Berapa komposisi tepung lokal yang optimal untuk mensubstitusi tepung terigu, 4) bagaimana kinerja rantai pasok tepung lokal saat ini, 4) bagaimana bentuk identitifikasi yang digunakan untuk mengetahui kunci keberhasilan lembaga, 5) bagaimana bentuk kelembagaan untuk menjamin keberlanjutan substitusi tepung terigu dengan tepung lokal, 6) bagaimana perencanaan bisnis tepung terigu dengan substitusi.

Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian ini adalah merancang model mitigasi gangguan rantai pasok tepung terigu dengan melakukan substitusi bahan baku tepung lokal sehingga dapat mengurangi impor gandum. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah:

1. Merancang model optimasi tujuan jamak rantai pasok tepung terigu dengan mempertimbangkan substitusi bahan baku tepung lokal pada kondisi deterministik

2. Merancang model optimasi tujuan jamak kondisi tidak pasti pada rantai pasok tepung terigu dengan mempertimbangkan substitusi bahan baku tepung lokal. 3. Menilai kinerja rantai pasok tepung lokal dan mengembangkan model

kelembagaan rantai pasok yang tepat untuk mendukung substitusi tepung terigu dengan tepung lokal Indonesia.

4. Merancang rencana bisnis tepung terigu dengan substitusi dengan tepung lokal (tepung terigu substitusi).

Manfaat Penelitian

Beberapa manfaat dari hasil penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Sebagai masukan bagi produsen tepung terigu dalam mengambil keputusan

untuk mitigasi gangguan rantai pasok terigu dengan melakukan substitusi bahan baku tepung lokal.

2. Sebagai informasi mengenai posisi rantai pasok tepung lokal saat ini dalam rangka perbaikan kinerja untuk mendukung substitusi tepung terigu.


(32)

6

3. Sebagai masukan model kelembagaan rantai pasok bagi pelaku bisnis industri tepung terigu dengan substitusi tepung lokal.

4. Sebagai pertimbangan bagi investor maupun pemerintah dalam mengambil keputusan mengenai bisnis tepung terigu substitusi.

5. Sebagai pertimbangan pemerintah dalam membuat kebijakan substitusi tepung terigu dengan tepung lokal meliputi persentase campuran tepung lokal dan kebjakan subsidi bila diperlukan.

Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup dan batasaan penelitian ini adalah:

1. Mitigasi gangguan rantai pasok terigu dilakukan dengan substitusi bahan baku tepung lokal.

2. Rantai pasok tepung terigu yang dikaji mulai dari pemasok gandum, pemasok tepung lokal, pabrik tepung terigu, distributor, dan industri makanan.

3. Tepung lokal untuk substitusi terigu yang digunakan adalah tepung mocaf, tepung tapioka, dan tepung ubi jalar.

4. Substitusi tepung terigu dengan tepung lokal dilakukan di pabrik tepung terigu. 5. Substitusi tepung terigu dengan tepung lokal berlaku untuk ketiga jenis tepung

terigu yaitu protein tinggi, sedang, dan rendah. Sistematika Penulisan

Disertasi ini terdiri dari 10 bab yang meliputi bab: 1) Pendahuluan, 2) Tinjauan Pustaka, 3) Metode, 4) Analisis Situasional, 5) Model Optimasi Tujuan Jamak Rantai Pasok Tepung Terigu, 6) Model Optimasi Tujuan Jamak Rantai Pasok Tepung Terigu pada Kondisi Tidak Pasti, 7) Pengukuran Kinerja dan Perancangan Kelembagaan Rantai Pasok Tepung Lokal untuk Mendukung Substitusi Tepung Terigu, 8) Perencanaan Bisnis Tepung Substitusi, 9) Pembahasan Umum dan Implikasi Manajerial, dan 10) Kesimpulan dan Saran.

Bab 1 menguraikan latar belakang, tujuan, rumusan masalah, manfaat dan ruang lingkup penelitian. Latar belakang menguraikan permasalahan mengenai komoditas tepung terigu (gandum) saat ini, penelitian sebelumnya, celah penelitian dan motivasi dilakukan penelitian. Tujuan penelitian menjabarkan tujuan umum dan tujuan khusus yang ingin dicapai. Rumusan penelitian berupa rangkuman pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab pada penelitian. Manfaat penelitian menguraikan manfaat-manfaat dari penelitian bagi pemangku kepentingan.

Bab 2 menguraikan literatur dan teori yang digunakan untuk penyelesaian permasalahan yang diuraikan pada Bab 1. Penelitian-penelitian sebelumnya dirangkum untuk menentukan posisi atau celah penelitian yang meliputi cakupan metode–metode pengolahan data dan teknik-teknik analisis yang digunakan.

Bab 3 menguraikan kerangka pemikiran, metode pengambilan dan pengolahan data, tahapan-tahapan penelitian, serta alat-alat analisis yang digunakan untuk menyelesaikan permasalahan.

Bab 4 menguraikan hasil pengamatan lapangan dan wawancara pakar mengenai kondisi rantai pasok tepung terigu dan tepung lokal, serta pola kemitraan antara petani dan industri tepung lokal pada saat penelitian dilakukan.


(33)

7

Bab ini juga menampilkan data-data dan informasi yang terkait dengan penelitian seperti data impor gandum, konsumsi terigu, produksi ubi kayu dan ubi jalar, dll.

Bab 5 merupakan model pertama yang dikembangkan pada penelitian yang bertujuan untuk merancang rantai pasok tepung terigu dengan mempertimbangkan substitusi tepung lokal dengan pendekatan optimasi tujuan jamak pada kondisi deterministik. Formulasi matematika dibangun ke bentuk pemograman campuran integer non-linear dan diselesaikan dengan pendekatan algoritme genetika. Sebagian data dan informasi berdasarkan Bab 4 dan sebagian lagi diperoleh saat menyelesaikan model ini.

Bab 6 merupakan pengembangan model dari bab 5. Kondisi tidak pasti seperti kapasitas pemasok dan pemintaan produk dipertimbangkan ke model yang didefinsikan sebagai bilangan fuzzy segitiga. Hasil optimasi diperoleh rancangan jaringan rantai pasok yang optimal berupa pemasok yang dipilih, jumlah pasokan yang dikirim, jumlah produk yang dikirim dari pabrik ke industri makanan dan distributor dan komposisi campuran tepung lokal.

Hasil optimasi tujuan jamak pada Bab 6 berupa komposisi campuran tepung lokal yang optimal sebagai dasar untuk mengukur kinerja rantai pasok tepung lokal di Jawa Barat dalam rangka mendukung substitusi tepung terigu pada Bab 7. Hasil pengukuran kinerja rantai pasok diperoleh informasi kondisi saat ini. Perancangan kelembagaan berupa pola kemitraan antar pelaku rantai pasok yang tepat untuk memperbaiki kinerja sehingga dapat mendukung substitusi tepung terigu.

Hasil model yang dikembangkan pada Bab 5, 6, dan 7 merupakan dasar untuk melakukan perencanaan bisnis tepung substitusi pada Bab 8. Komposisi tepung lokal yang optimal sebagai dasar rencana produk tepung substitusi. Rencana pemasok dan distribusi merupakan hasil analisis optimasi tujuan jamak pada bab 6. Rencana kelembagaan merupakan hasil rekomendasi pola kemitraan pelaku rantai pasok pada Bab 7. Analisis finansial untuk mengetahui kelayakan usaha tepung terigu substitusi berdasarkan komposisi tepung lokal yang optimal dan dibandingkan dengan kelayakan tepung terigu tanpa substitusi.

Pembahasan umum dan implikasi manajerial merupakan pembahasan dari hasil analisis bab-bab sebelumnya. Bab ini mencakup pembahasan hasil optimasi tujuan jamak pada kondisi deterministik dan fuzzy, mitigasi gangguan rantai pasok, ketahanan pangan, perencanaan bisnis yang dihubungkan dengan model yang telah dikembangkan. Implikasi manajerial merupakan saran-saran untuk pengusaha, pemerintah, dan pemangku jabatan yang lain agar dapat mengimplementasikan susbtitusi tepung denrigu dengan tepung lokal. Bab ini juga menjabarkan keterbatasan-keterbatasan selama melakukan penelitian dan merangkum kebaruan-kebaruan berdasarkan substansi, metode, model, dan informasi.

Bab kesimpulan dan saran terdiri kesimpulan dan sintesis dari model-model yang dikembangkan pada bab sebelumnya dalam rangka mitigasi gangguan rantai pasok tepung terigu dengan substitusi bahna baku tepung lokal. Saran disusun berdasarkan kesimpulan, keterbatasan penelitian, dan implikasi manajerial.


(34)

8

2

TINJAUAN PUSTAKA

Tepung Terigu

Tepung terigu menurut Badan Standarisasi Nasional (2006) merupakan bahan makanan tepung yang dibuat dari endosperma biji gandum Triticum aestivum L.(club wheat) dan atau Triticum compactum Host atau campuran keduanya dengan penambahan Fe, Zn, vitamin B1, vitamin B2 dan asam folat sebagai fortifikan.

Tepung terigu (wikipedia.org) adalah tepung atau bubuk halus yang berasal dari bulir gandum, dan digunakan sebagai bahan dasar pembuat kue kering, biskuit, mi, cake, roti, dan lain-lain. Kata terigu dalam bahasa Indonesia diserap dari bahasa Portugis, trigo, yang berarti “gandum”. Tepung terigu mengandung banyak zat pati yaitu karbohidrat kompleks yang tidak larut dalam air. Tepung terigu juga mengandung protein dalam bentuk gluten, yang berperan dalam menentukan kekenyalan makanan yang terbuat dari bahan terigu.

Ada tiga jenis tepung terigu berdasarkan protein, yaitu: a. Terigu dengan protein rendah, kadar proteinnya 8% – 9%.

Terigu dengan kadar protein rendah memiliki daya serap air yang kurang baik terhadap air sehingga lebih cocok untuk jenis kue yang kering, wafer, cookies, gorengan

b. Tepung terigu protein sedang, kadar proteinnya 10%– 11%.

Tepung ini disebut juga tepung serba guna dibuat dari gandum keras yang cocok untuk membuat kue, bolu, kue kering dan gorengan.

c. Protein tinggi, kadar proteinnya sekitar 12% -13%.

Tepung ini dibuat dari gandum keras. Kadar protein yang tinggi membuat tepung mudah dicampur, difermentasi, daya serap terhadap air tinggi, elastis dan mudah digiling. Tepung ini cocok untuk membuat mie, roti dan pasta.

Tepung Pengganti Terigu

Tepung terigu mempunyai protein lebih tinggi dibandingkan dengan tepung lokal. Protein tepung terigu disebut gluten adalah yang membedakan dengan tepung lokal seperti tepung tapioka, mocaf, jagung, ubi jalar, dan lain-lain. Gluten merupakan protein yang tidak larut dalam air, bersifat kenyal dan elastis. Pada adonan roti, gluten berfungsi untuk menahan adonan pada saat mengembang sehingga strukturnya kokoh dan tidak mengecil kembali. Pada produk mie, gluten menentukan tingkat kekenyalan dan elastisitas. Karena tepung terigu memiliki gluten sehingga pada produk makanan tertentu, tepung terigu hanya dapat digantikan sebagian saja.

Saat ini sudah ditemukan dan diteliti tepung dari bahan baku lokal yang dapat menggantikan sebagian atau keseluruhan tepung terigu seperti tepung tapioka, mocaf, ubi jalar, ganyong, jagung, dll seperti terlihat pada Tabel 3. Tepung lokal mengandung karakteristik dan komposisi kimia yang hampir sama dengan tepung terigu seperti ditunjukkan pada Tabel 4. Kemiripan karakteristik tepung tersebut dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku tepung murni 100% maupun campuran beberapa (tepung terigu, tepung tapioka dan tepung maizena)


(35)

9

dengan kualitas hasil olahan yang tidak berbeda, baik warna, tekstur, aroma dan rasa dengan produk makanan berbasis tepung terigu.

Saat ini, telah dikembangkan modifikasi tepung ubi kayu dengan cara fermentasi sehingga dihasilkan tepung yang memiliki karakteristik mirip dengan tepung terigu dan dapat digunakan untuk mensubstitusi tepung terigu hingga 100% sesuai dengan karakteristik produk yang disubstitusi yang dikenal dengan sebutan tepung mocaf (modified cassava flour). Ketersediaan bahan baku ubi kayu yang cukup melimpah di Indonesia dengan harga yang relatif murah dapat menjadikan mocaf sebagai tepung alternatif substitusi produk tepung terigu. Tepung mocaf memiliki karakter yang berbeda dengan tepung ubi kayu biasa dan tapioka, terutama dalam hal derajat viskositas, kemampuan gelatinisasi, daya rehidrasi dan kemudahan melarut yang lebih baik (Subagio 2006). Untuk dapat lebih meningkatkan mutu tepung lokal dapat dilakukan perbaikan teknologi proses, seperti penampakan warna lebih putih, daya tahan lebih lama, dan teksturnya lebih halus.

Berdasarkan Richana (2010), tepung lain yang dapat menggantikan tepung terigu tepung jagung termodifikasi Tepung jagung termodifikasi yang merupakan tepung dari jagung diproses dengan fermentasi (penambahan bakteri asam laktat) Tabel 3 Tepung lokal yang dapat mensubstitusi terigu

Jenis tepung Maksimum persentase substitusi terhadap terigu Roti

tawar

Mie Kue yang dibakar (brownies, cake, dll)

Kue kering Mocaf 30-40% 15 % (mutu baik)

25 % (mutu rendah)

100% 100%

Tepung tapioka

15-20% 15-20 50% 50%

Tepung jagung termodifikasi

40% 20% 100% 100%

Tepung ubi jalar

20% 20% 50% 50%

Tepung ganyong

30% 100% 100%

Sumber: Subagio (2006), Richana (2010), Badan Litbang pertanian (2011)

Tabel 4 Komposisi kimia tepung terigu dan tepung lokal

Komponen Jenis tepung

Terigu1) Mocaf2) Tapioka1) Ubi jalar putih3)

Kadar air (%) 12.0 6.9 15 10.99

Kadar protein (%) 8-13 1.2 0.5-0.7 4.46

Kadar abu (%) 1.3 0.4 2 2%

Kadar pati (%) 60-68 87.3 85.46 60

Kadar serat (%) 2-2.5 3.4 0.5 3

Kadar lemak (%) 1.5-2 0.4 0.2 1.02

Sumber: 1)Basuki et al. (2013), 2)Subagio et al. (2008), 3)Antarlina dan Utomo, (1999)


(36)

10

atau secara enzimatis (penambahan enzim amilase). Berdasarkan hasil penelitian, tepung jagung termodifikasi dapat mensubstitusi terigu pada pembuatan roti

sampai 40%. Pada pembuatan mie, substitusi terigu dengan tepung lokal,

maksimum hanya 20%, namun dengan tepung jagung termodifikasi, substitusi

dapat mencapai 40%. Untuk jenis kue yang dibakar, seperti brownis, cake,

cookies, tepung jagung termodifikasi dapat menggantikan 100% tepung terigu.

Cita rasa kue yang dihasilkan tidak berbeda dengan kue yang dibuat dari 100% tepung terigu.

Pada penelitian ini, tepung yang digunakan untuk substitusi tepung terigu adalah tepung mocaf, tepung tapioka, dan tepung ubi jalar. Hal ini karena bahan baku tepung tersebut cukup tersedia di Indonesia. Selain itu, industri tepung mocaf, tepung tapioka, dan tepung ubi jalar sudah berkembang di Indonesia dibandingkan dengan tepung lokal lain.

Rantai Pasok Gandum dan Tepung Terigu

Indonesia merupakan negara pengimpor terbesar kedua di dunia setelah Mesir. Gandum yang diimpor dari berbagai negara kemudian diolah menjadi tepung terigu pada pabrik tepung terigu yang terletak di beberapa provinsi di Indonesia. Struktur industri rantai pasok dan profil pengguna tepung terigu dapat dilihat pada Gambar 1 dan 2 (Aptindo 2014).

Penelitian yang berhubungan dengan rantai pasok gandum (tepung terigu) antara lain dilakukan oleh Kennett et al. (1998) yang menguji kualitas roti dan pengaruhnya terhadap koordinasi vertikal pada rantai pasok gandum. Wilson et al.

(2004) mengembangkan model simulasi stokastik untuk mengevaluasi trade off

dan pengaruh variabel kunci terhadap biaya logistik pada rantai pasok gandum

untuk perusahaan swasta. Sachan et al. (2005) memodelkan kebijakan rantai

pasok yang dapat mengurangi biaya total pada rantai komoditas biji-bijian India, dan memprediksi kejadian mendatang dari setiap model rantai pasok. Gurning dan Cahoon (2009) menggunakan pendekatan rantai Markov untuk memperkirakan probabilitas risiko yang dapat menyebabkan penundaan, simpangan dan gangguan terhadap berbagai risiko maritim pada rantai pasok gandum. Jaringan rantai pasok gandum dapat dilihat seperti Gambar 3.


(37)

11

Beberapa penelitian mengenai rantai pasok gandum (tepung terigu) yang telah disebutkan sebelumnya bahwa belum ada yang menggunakan pendekatan optimasi tujuan jamak untuk menyelesaikan permasalahan rantai pasok. Selain itu, model rantai pasok gandum yang telah dikembangkan belum mempertimbangkan melakukan substitusi bahan baku.

Gangguan Rantai Pasok

Rantai pasok terdiri dari semua organisasi dan aktivitas yang berhubungan dengan aliran infomasi serta dan aliran dan transformasi bahan baku ke produk jadi hingga sampai ke pengguna akhir (Handfield dan Nichols 2002).

Rantai pasok memainkan peran strategik yang penting dalam aturan ekonomi dunia. Namun rantai pasok merupakan titik kerentanan dalam ekonomi dunia yang mana mudah terpengaruh oleh gangguan dengan konsekuensi yang besar terhadap ekonomi dunia bila gangguan datang tiba-tiba tanpa peringatan (Stading dan Kauffman 2007).

Manajemen risiko rantai pasok adalah integrasi dan manajemen organisisasi pada rantai pasok untuk meminimisasi risiko dan mengurangi kemungkianan gangguan melalui hubungan organisasi secara kooperatif, proses bisnis yang efektif, dan tingkat tinggi pembagian informasi (Handfield et al. 2007).

Gangguan rantai pasok adalah suatu peristiwa yang mungkin terjadi dalam setiap bagian dari rantai pasok dan menimbulkan dampak yang tidak diinginkan pada pencapaian tujuan dan kinerja perusahaan (Snyder et al. 2015). Handfield et al. (2007) mendefinisikan gangguan sebagai kegagalan atau kemacetan utama pada titik produksi atau distribusi yang berdampak pada titik lain dalam rantai pasok. Gangguan dapat terjadi secara rutin atau jarang: jangka pendek atau jangka panjang dan menyebabkan masalah yang mempengaruhi organisasi dari berdampak minor hingga serius (Chopra dan Meindl 2004). Risiko gangguan umumnya mempunyai probabilitas rendah dan potential kerugian besar Davarzani

Gambar 3 Rantai pasok gandum (adaptasi dari Gurning (2011) Gambar 2 Profil pengguna akhir tepung terigu (Aptindo 2014)


(38)

12

et al.(2011). Jika suatu peristiwa tidak memiliki efek buruk pada pencapaian tujuan maka tidak dianggap sebagai gangguan. Penekanan pada dampak pada tujuan sangat penting karena membantu lebih baik membenarkan investasi sumber daya untuk mengelola gangguan (Berg et al. 2008).

Gangguan merupakan suatu peristiwa acak yang menyebabkan pemasok atau elemen lain dari rantai pasokan berhenti berfungsi, baik sepenuhnya atau sebagian, untuk jumlah (biasanya acak) waktu. Gangguan rantai pasok merupakan situasi dimana ada masalah fisik pada pengiriman produk, yang merupakan salah satu dari kategori utama risiko pasokan (Melnyk et al. 2009). Gangguan rantai pasok seperti kondisi cuaca, serangan teroris dan penyakit merupakan hal yang tidak diinginkan, yang mengakibatkan berbagai kerugian dan kinerja rantai pasok menjadi negatif. Gangguan yang berhubungan dengan peluang kejadian dengan dampak negatif langsung dan tidak langsung dan dapat dikaslifikasikan menjadi lima sumber gangguan yaitu: (1) sisi permintaan, (2) sisi penawaran, (3) peraturan, hukum dan birokrasi, (4) infrastruktur, dan (5) bencana (Wagner dan Bode 2008). Contoh sumber gangguan rantai pasok yaitu:

- Alam. Gangguan ini disebabkan oleh alam, meliputi bencana alam

- Pergantian permintaan. Gangguan ini disebabkan perubahan permintaan yang terjadi ketika permintaan melebihi kapasitas tersedia.

- Permasalahan pemasok. Pemasok tidak dapat mengediakan barang atau jasa yang memenuhi kebutuhan permintaan perusahaan. Ketidakmampuaan ini karena faktor permasalahan dalam memproduksi produk untuk memenuhi kebutuhan kualitas minimum konsumen atau permasalahan kehandalan pengiriman.

- Perilaku manusia/organisasi. Beberapa gangguan yang terjadi secara langsung sebagai hasil tindakan manusia atau organisasi termasuk tindakan teroris, kesalahan manusia, mogok dan kemunduran.

- Teknologi informasi. Beberapa gangguan disebabkan kerusakan sistem informasi.

- Keuangan. Gangguan keuangan disebabkan oleh kerugian kondisi finansial seperti kebangrutan dan likudasi pemasok.

- Hukum/Regulasi. Gangguan ini disebabkan oleh masalah hukum/regulasi (seperti: pelanggaran kesehatan dan keselamatan, dan mandat pemerintah)

Dampak gangguan rantai pasok akan menimbulkan biaya yang besar dan sulit diukur. Beberapa kejadian atau fenomena menyebabkan gangguan rantai pasok antara lain kejadian gempa bumi di Taiwan tahun 1999 yang berdampak pada pasar semikonduktor global. Gempa bumi di Taiwan menyebabkan kekurangan sementara komponen semikonduktor selama 2-4 minggu. Produksi dan penjualan perusahaan global sangat berdampak karena kekurangan semikonduktor. Maret, 2000 terjadi kebakaran yang disebabkan sambaran petir pada pabrik semikonduktor Royal Philips Electronics di Albuquerque, New Mexico yang produksi chips untuk telepon seluler Nokia dan Ericsson. Kebakaran menyebabkan ribuan chips rusak dan pabrik berhenti selama beberapa minggu. Kejadian tersebut menyebabkan berhentinya produksi Ericsson karena hanya tergantung pada satu pemasok, sedangkan Nokia dapat segera mengatasinya karena memiliki beberapa pemasok. Serangan teroris 9 September 2001 menyebabkan pemerintah US sementara tergantung pada angkutan truk antara US dan Canada/Mexico. Serangan teroris menyebabkan penundaan pengiriman


(39)

13

produk Ford Motor Company selama kuartal keempat tahun 2001 yang berkurang sebesar 13%. Perang Irak berpengaruh pada rantai pasok minyak global sehingga mendorong harga minyak mentah meningkat. Badai Katrina dan Rita tahun 2005 mengancam produksi minyak dan gas di US Gulf Coast, yang menyebabkan berhentinya produksi sebesar 1.3 juta barrel/hari (Hopp et al. 2012).

Gangguan merupakan bagian dari risiko rantai pasok. Penelitian gangguan rantai pasok yang telah dilakukan meliputi memodelkan gangguan, evaluasi gangguan, keputusan strategik untuk mengurangi gangguan, keputusan pemasok, keputusan pengadaan, kontrak dan intensif, persediaan dan gangguan, lokasi dan fasilitas (Snyder et al. 2015).

Identifikasi gangguan rantai pasok dapat dilakukan seperti mengidentifikasi risiko yang merupakan langkah awal dalam mengelola gangguan pada rantai pasok. Pendekatan yang sering digunakan untuk identifikasi risiko dalam rantai pasok adalah pendapat para pakar yang dengan cara survei (Thun dan Hoenig 2011) atau brainstorming (Norrman dan Jansson 2004). Data historis kejadian yang lampau dan review literatur atau laporan perusahaan yang sama dapat membantu para ahli melakukan proses identifikasi risiko.

Penelitian sebelumnya mengenai gangguan rantai pasok dilakukan oleh Melnyk et al. (2009) yang menggunakan simulasi untuk menyelidiki gangguan rantai pasok. Behdani et al. (2012) melakukan pendekatan analisis risiko dengan menggunakan agent-based model yang diaplikasikan pada rantai pasok minyak pelumas.

Mitigasi Gangguan Rantai Pasok

Gangguan aliran material dimanapun dalam rantai pasok tidak dapat diprediksi dan jarang terjadi, tetapi cukup merusak. Sebagai contoh bencana alam, pergolakan buruh, kebakaran dan teroris dapat mengganggu dan menghentikan aliran barang.

Penanganan gangguan dalam rantai pasok dilakukan dengan dua cara yang berbeda yaitu migitasi dan reaksi (Thun dan Hoenig, 2011). Migitasi merupakan usaha yang dilakukan untuk mengurangi kerugian akibat gangguan/bencana yang terjadi. Walaupun berbagai usaha dilakukan, kejadian gangguan tetap terjadi dan dampak pada rantai pasok harus ditangani dengan penetapan dan implementasi pendekatan tanggapan atau disebut fase reaksi (Behdani et al. 2012).

Beberapa cara dilakukan dalam rangka migitasi gangguan rantai pasok. Strategi mitigasi untuk mengurangi dampak risiko gangguan rantai pasok menurut Chopra dan Meindl (2004) dapat terlihat pada Tabel 5. Tang (2006) merangkum beberapa strategi untuk migitasi gangguan rantai pasok seperti terlihat pada Tabel 6.

Strategi migitasi gangguan rantai pasok lainnya dapat dilakukan dengan substitusi produk atau komponen (Tomlin 2006; Lu et al. 2011), diversifikasi pemasok atau multi-sumber pasokan (Wang et al. 2009). Mitigasi risiko dalam rantai pasok dapat juga dilakukan dengan dasar pasokan fleksibel yaitu meragamkan sumber material melalui multi-sumber (Burke Jr 2005; Chopra 2007; Tang 2006; Tomlin 2006; Davarzan et al. 2011).


(40)

14

Tabel 5 Strategi migitasi risiko rantai pasok

Ganggu-an

Penundaan Risiko peramalan Risiko pembelian Risiko piutang Risiko kapasitas Risiko persediaan Menambah kapasitas ↓ ∇ ↑ ∇ Menambah

persediaan ∇

↓ ∇ ∇ ↑ Mempunyai pemasok cadangan ↓ ∇ ∆ ∇ Meningkat ketanggapan ↓ ↓ ↓ Meningkatkan

fleksibilitas ∇ ∇

↓ ∇

Permintaan gabungan

↓ ↓ ↓

Meningkatkan

kapasitas ∇ ∇ ∇

∆= Meningkatkan risiko, ↑ = Sangat meningkatkan risiko, = Menurunkan risiko, ↓= Sangat menurunkan risiko

Sumber: Chopra dan Meindl (2004) Sumber Pasokan Jamak

Sumber pasokan jamak merupakan salah satu strategi perusahaan dalam melakukan mitigasi gangguan rantai pasok Lu et al. (2011). Sumber tunggal menawarkan beberapa keuntungan pada pembelian skala ekonomis dan pengendalian pembelian bagi perusahaan, namun sangat berbahaya apabila tergantung pada sumber tunggal terutama bila terjadi gangguan. Strategi yang digunakan oleh perusahaan untuk mengurangi risiko pasokan adalah dengan menjalankan sumber pasokan lebih dari satu. Bila pemasok satu mengalami gangguan maka perusahaan dapat tetap mendapat pasokan dari pemasok lain meskipun biaya mungkin lebih mahal. Nokia salah satu contoh berhasil menggunakan metode multi-sumber. Ketika pemasok chips telepon seluler Royal Philips Electronics mengalami kebakaran, Nokia dapat segera mengatasinya karena mempunyai pemasok lain sedangkan Ericson berhenti produksi selama beberapa waktu karena tidak memiliki sumber lain untuk pasokan chip.

Model Substitusi

Berdasarkan kamus besar bahasa Indonesia pengertian substitusi adalah penggantian. Pada penelitian ini, substitusi merupakan penggantian sebagian atau keseluruhan tepung terigu sebagai bahan baku utama industri pangan dengan tepung lokal.

Pada pengelolaan pada sistem persediaan, substitusi merupakan tindakan yang berguna ketika permintaan tipe produk tertentu melebihi pasokan, persediaan tipe produk lain dapat digunakan sebagai pengganti pasokan permintaan (Xu et al. 2011).

Dalam operasi manufaktur sering dilakukan substutisi terhadap satu atau lebih komponen yang mahal dengan komponen yang lebih murah yang disebabkan oleh kemungkinan kehabisan persediaan. Substitusi komponen dapat meningkatkan keuntungan jangka pendek, meningkatkan tingkat pelayanan, dan menurunkan keterlambatan penyelesaian pesanan.


(41)

15

Tabel 6 Strategi migitasi gangguan rantai pasok tangguh

Strategi rantai

pasok robust Tujuan umum Manfaat setelah terjadi gangguan utama Postponement Meningkatkan

fleksibilitas produk

Memungkinkan perusahaan mengubah konfigurasi produk yang berbeda dengan cepat Strategic stock Meningkatkan

ketersediaan produk Memungkinkan perusahaan untuk merespon permintaan pasar dengan cepat selama gangguan terjadi

Flexible supply base

Meningkatkan

fleksibilitas pasokan Memungkinkan perusahaan mengubah produksi diantara pemasok dengan segera Make-and-buy Meningkatkan

fleksibilitas pasokan Memungkinkan perusahaan merubah antara produksi sendiri dan membeli dari pemasok dengan cepat

Economic supply incentives

Meningkatkan

fleksibilitas pasokan Memungkinkan perusahaan menyesuaikan jumlah pemesanan dengan cepat Flexible

transportation

Meningkatkan

fleksibilitas transportasi

Memungkinkan perusahaan mengubah moda transportasi dengan cepat

Revenue management

Meningkatkan

pengendalian permintaan produk

Memungkinkan perusahaan mempengaruhi pilihan produk pelanggan secara dinamis Dynamic assortment planning Meningkatkan pengendalian permintaan produk

Memungkinkan perusahaan mempengaruhi permintaan produk yang berbeda dengan cepat Silent product

rollover

Meningkatkan pengendalian ekspos produk kepada konsumen

Memungkinkan perusahaan mengatur permintaan dari pergantian produk yang berbeda

Sumber: Tang (2006)

Beberapa model substitusi yang telah dikembangkan antara lain oleh Fisher dan Pry (1971) yang mana mengembangkan model substitusi teknologi. Model substitusi oleh Fisher ini dikembangkan berdasarkan 3 asumsi, yaitu: 1. Beberapa kemajuan teknologi dapat dipertimbangkan sebagai substitusi

kompetitif dari suatu metode kepuasan kebutuhan untuk yang lainnya.

2. Jika substitusi telah berlangsung sebanyak beberapa persen maka proses substitusi berhenti.

3. Laju fraksinasi dari substitusi fraksinasi dari baru untuk lama adalah sebanding terhadap jumlah tersisa dari yang lama yang disubstitusi.

Marchetti (1977) mengembangkan model substitusi energi utama dengan menggunakan aturan-aturan tertentu yang bermanfaat dalam menguraikan substitusi dengan komoditas lain. Model substitusi digunakan untuk meramalkan dan mengecek validasi tujuan yang ditentukan dalam bidang energi.

Model substitusi pada rantai pasok dikembangkan oleh Jo (1994) dengan menggunakan teori sistem dinamik untuk memodelkan proses pembauran atau substitusi dan mentransformasi persamaan dinamik substitusi ke model yang membolehkan pemisahan dinamik dari sistem dan normalisasi vektor statusnya.

Hsu dan Bassok (1999) menyajikan model persediaan multi-produk dengan substitusi produk untuk menentukan alokasi dan input produksi yang optimal dari beberapa produk pada kondisi hasil produksi dan permintaan acak.

Rao et al. (2004) menyajikan perencanaan persediaan multi-produk permintaan stokastik, periode tunggal dengan mempertimbangkan substitusi dan biaya setup. Hale (2003) dengan mengembangan persediaan optimum pada semua komponen produk untuk memperoleh keuntungan maksimum dengan


(42)

16

menghadirkan kasus substitusi komponen. Substitusi komponen yang dilakukan Hale (2003) pada industri perakitan, dihasilkan bahwa substitusi 1) meningkatkan keuntungan yang diharapkan, 2) meningkatkan jumlah rata-rata permintaan produk yang dapat dipenuhi, 3) meningkatkan persentase rata-rata pemenuhan permintaan produk dengan biaya persediaan komponen sama atau lebih sedikit, dan 4) mengurangi biaya persediaan komponen pada keuntungan maksimum yang diharapkan.

Lu et al. (2011) mengembangkan model penentuan kebijakan pengadaan pasokan yang optimal dengan mempertimbangkan dua turunan produk yang dapat disubstitusi yang bersumber dari dua pemasok yaitu pemasok yang tidak dapat diandalkan dan pemasok yang dapat diandalkan. Ahiska et al. (2013) menentukan nilai substitusi produk pada sistem manufaktur stokastik dengan menentukan kebijakan persediaan optimal dengan dan tanpa subsitusi produk.

Kualitas Produk

Ada berbagai macam pendapat mengenai pengertian kualitas. Menurut American Society for Quality Control, kualitas adalah totalitas bentuk dan karakteristik barang atau jasa yang menunjukkan kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan yang tampak jelas maupun tersembunyi (Render dan Heizer 1997). Juran (1989) mendefinisikan kualitas secara sederhana sebagai ‘kesesuaian untuk digunakan’. Deming berpendapat kualitas adalah mempertemukan kebutuhan dan harapan konsumen secara berkelanjutan atas harga yang telah mereka bayarkan (Anderson et al. 1994).

Substitusi tepung terigu dengan tepung lokal mempengaruhi kualitas produk (Richana 2010). Pada substitusi tepung terigu dengan tepung mocaf pada produk mie instan, kualitas produk dapat diuji dengan berdasarkan sifat yaitu: 1) sifat fisik (koefisien ekspansi volume, pemuaian volume, daya serap air, rendemen, panas spesifik dan keseimbangan massa), 2) sifat kimia (kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak dan kadar karbohidrat) dan 3) organoleptik (rasa, aroma, tekstur dan warna) (Lala et al. 2013).

Pada penelitian ini kualitas produk berdasarkan daya pengembangan produk roti tawar bila tepung terigu dicampur dengan tepung lokal. Semakin tinggi daya pengembangan produk roti maka semakin baik kualitas produk.

Keandalan Rantai Pasok

Keandalan (reliability) adalah probabilitas atau kemungkinan suatu sistem atau produk menunjukkan fungsi yang memuaskan pada suatu periode tertentu, bila dijalankan pada kondisi yang disarankan (Govil 1983).

Keandalan rantai pasok merupakan kemampuan rantai pasokan untuk memenuhi komitmennya, seperti pengiriman ke konsumen atau dari pemasok dengan waktu, kualitas, dan jumlah yang tepat (Priyokusumo et al. 2005).

Pishvaee dan Torabi (2010) merancang rantai pasok yang andal dengan meminimisasi keterlambatan pengiriman pada kondisi lingkungan yang tidak pasti. PrasannaVenkatesan dan Kumanan (2012) mengukur keandalan rantai pasok berdasarkan keandalan pengiriman pemasok yaitu kemampuan pemasok untuk mengirim pesanan dengan tepat waktu. Ukuran ini diperoleh dengan perkalian


(1)

Gambar L25.11 Tampilan MOEA Framework Project

5. Mengimpor libraries dari pihak ketiga yang digunakan oleh MOEA Framework.

Klik kanan MOEA Framework project pada Projects window dan pilih “Properties”. Pada window yang muncul, klik Libraries pada panel sebelah kiri. Pada sisi kanan window, klik tombol “Add Jars/Folder". Telusuri folder the MOEAFramework-2.8/lib, sorot semua file JAR (menggunakan Ctrl+A) dan kemudian klik Ok seperti ditunjukkan pada Gambar L25.12.


(2)

Gambar L25.13 Window membuat file baru untuk project MOEA framework

Gambar L25.14 File baru Rantai_pasok.java sudah ditambahkan ke project MOEA framework

V.Struktur classes dan Pengkodeaan Penyelesaian Optimasi Tujuan Jamak Rantai Pasok dengan NSGA II

1. Classes (object) pada Java library

Class ini diimpor dari Java library MOEA framework dan pihak ketiga yang digunakan untuk menyelesaikan permasalahan OTJ dengan teknik NSGA II seperti ditunjukkan pada Gambar L25.15.

2. Public class

Class ini merupakan class induk yang terdiri dari beberapa sub-classes untuk menyelesaikan permasalahan OTJ yang dikodekan seperti pada Gambar L25.16.


(3)

Gambar L25.15 Class import untuk penyelesaian permasalahan optimasi tujuan jamak

3. Super class

Class ini untuk mendefinisikan jumlah variabel, tujuan, dan batasan yang digunakan pada model OTJ. Pada studi ini, permasalahan OTJ menggunakan 90 variabel keputusan, 4 fungasi tujuan, dan 55 batasan model yang pada super class dikodekan seperti pada Gambar L25.16.

4. Class definisi atribut OTJ

Class ini mendefinisikan atribut OTJ yang terdiri dari variabel, parameter, batasan nilai variabel, dan pengkodean variabel ke bentuk kromoson yang dikodekan seperti pada Gambar L25.16.

Gambar L25.16 Pengkodeaan main class, super class, dab definition class untuk permasalahan OTJ

5. Class evaluasi

Class ini mendefinisikan variabel, formulasi tujuan, dan batasan yang digunakan pada model OTJ yang dikodekan seperti pada Gambar L25.17. 6. Main class

Class ini digunakan untuk menjalankan program optimasi atau disebut dengan class executor yang terdiri dari definisi parameter NSGA II, grafik Public class (parent class)

Super class Definition class


(4)

Gambar L25.17 Pengkodeaan main class, super class, dan definition class untuk permasalahan OTJ

Gambar L25.18 Pengkodeaan main class, super class, dan definition class untuk permasalahan OTJ

Mendefinisikan fungsi tujuan

Penkodeaan batasan model

Definisi parameter NSGA II

Pengkodean grafik Pareto Pengkodean hasil optimasi


(5)

Gambar L25.19 Hasil optimasi tujuan jamak dengan NSGA II


(6)

penulis menjadi dosen tetap pada program studi Teknik Industri Universitas Malikussaleh, Lhokseumawe, Aceh.

Selama menempuh studi S3 penulis telah melakukan beberapa publikasi yaitu: 1) Genetic Algorithm Based Multi-objective Optimization of Wheat Flour Supply Chain Considering Raw Material Substitution dipublikasikan pada prosiding ICACSIS 2015 2) Multi-objective Optimization for Supply Chain Management Problem: A Literature Review dipublikasikan pada Decision Science Letters 5: 283–316 (2016) 3) Solving fuzzy Multi-objective Optimization Using Non-dominated Sorting Genetic Algorithm II dipresentasikan pada ICACSIS 15-16 Oktober 2016 di Malang, dan 4) Fuzzy Multi-objective Optimization for Wheat Flour Supply Chain Considering Raw Material Substitution Using Evolutionary Algorithm Approach sedang direview pada International Journal of Industrial and System Engineering.