Potensi Fungi Mikoriza (Fma) Lokal Dalam Konservasi Ex Situ Jenis Terancam Punah Kayu Kuku [Pericopsis Mooniana (Thw.) Thw]

i

POTENSI FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA (FMA) LOKAL
DALAM KONSERVASI EX-SITU JENIS TERANCAM PUNAH
KAYU KUKU [Pericopsis mooniana (Thw.) Thw.]

HUSNA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

ii

iii

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul Potensi Fungi
Mikoriza (FMA) Lokal dalam Konservasi Ex-situ Jenis Terancam Punah Kayu

Kuku [Pericopsis mooniana (Thw.)Thw.] adalah benar karya saya dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2015
Husna
NIM E461110041

iv

RINGKASAN
HUSNA. Potensi Fungi Mikoriza (FMA) Lokal dalam Konservasi Ex-Situ Jenis
Terancam Punah Kayu Kuku [Pericopsis mooniana (Thw.) Thw]. Dibimbing oleh
SRI WILARSO BUDI R, IRDIKA MANSUR dan CECEP KUSMANA.
Fungi mikoriza arbuskula (FMA) merupakan salah satu fungi yang dapat
bersimbiosis dengan akar tanaman yang tumbuh pada berbagai ekosistem
(habitat). Fungi mikoriza termasuk salah satu fungi yang efektif dalam perbaikan

dan budidaya jenis terancam punah dan secara signifikan dapat mempercepat
program konservasi dan rehabilitasi. Selain itu FMA juga dapat memacu
peningkatan pertumbuhan tanaman dan mereduksi nikel pada lahan
pascatambang. Penelitian keragaman dan jenis FMA serta aplikasinya pada
tanaman kayu kuku [Pericopsis mooniana (Thw.) Thw.] sampai saat ini masih
sangat terbatas. Penelitian keragaman dan identifikasi FMA masih terbatas pada
tingkat marga di Cagar Alam Lamedai dan aplikasi FMA pada kayu kuku masih
menggunakan Mycofer. Oleh karena itu, untuk mendapatkan informasi keragaman
dan jenis FMA yang bersimbiosis dengan kayu kuku secara komprehensif perlu
dilakukan eksplorasi dan identifikasi FMA pada berbagai habitatnya di Sulawesi
Tenggara (Sultra) dan hasil dari eksplorasi dan identifikasi dapat diuji
efektivitasnya terhadap kayu kuku yang nantinya dikembangkan untuk
penyelamatan (konservasi) kayu kuku di Indonesia, khususnya di Sultra.
Tujuan penelitian ini adalah 1) untuk mengkaji keragaman dan jenis FMA
di rizosfer pohon kayu kuku pada berbagai tempat tumbuhnya di Sulawesi
Tenggara (Sultra), 2) mengkaji performa pertumbuhan, biomassa dan serapan hara
dengan FMA lokal pada media tanah Inceptisol di rumah kaca, 3) mengkaji
efektivitas FMA lokal terhadap performa pertumbuhan, biomassa, serapan hara
dan logam berat kayu kuku pada media tanah pascatambang nikel di persemaian
dan 4) mengkaji efektivitas FMA lokal dan ampas sagu terhadap performa

pertumbuhan, serapan hara dan logam berat kayu kuku pada naungan berbeda di
lahan pascatambang PT. Vale Indonesia Tbk.
Metode penelitian adalah 1) Pengambilan contoh tanah dilakukan di 6
lokasi tempat tumbuh kayu kuku di Sulawesi Tenggara (hutan kota kantor
gubernur, lingkungan kampus Universitas Halu Oleo, PT. Vale Indonesia Tbk,
Cagar Alam Lamedai, Desa Bali Jaya dan hutan alam Tanggetada). Setiap lokasi
ditetapkan 10 pohon secara acak, 2) skala rumah kaca didesain dengan rancangan
acak kelompok dengan 9 perlakuan, 3) skala persemaian didesain dengan
rancangan acak kelompok dengan 8 perlakuan dan 4) skala lapangan didesain
dengan rancangan split-split plot yang terdiri dari tiga faktor.
Hasil penelitian keragaman FMA pada rizosfer kayu kuku di Sulawesi
Tenggara (Sultra) menunjukkan bahwa FMA dari kantor gubernur memiliki
jumlah spora tertinggi (208.6 spora/50 g tanah). Kandungan C dan N tanah
berkorelasi negatif dengan kepadatan spora.
Secara umum hutan alam
Tanggetada termasuk tempat tumbuh dengan indeks keanekaragaman, indeks
keseragaman dan kekayaan jenis lebih tinggi dibandingkan dengan lokasi PT.
Vale Indonesia Tbk. Jenis FMA yang bersimbiosis dengan kayu kuku di Sultra
ada 15 jenis yang tergolong dalam 5 suku dan 9 marga yakni Glomeraceae
(Glomus aggregatum, G. boreale, G. canadense, G. halonatum, G. versiforme,


v

Rhizophagus diaphanus, R. fasciculatus, Sclerocystis clavispora dan Septoglomus
constrictum),
Claroideoglomeraceae
(Claroideoglomus
etunicatum),
Acaulosporaceae (Acaulospora scrobiculata dan A. delicata), Gigasporaceae
(Racocetra gregaria dan Scutellospora auriglobosa), Ambisporaceae (Ambispora
appendicula). FMA jenis S. constrictum dan C. etunicatum memiliki dua jenis
sebaran yang luas pada semua lokasi penelitian serta ditemukan empat jenis FMA
lokal yang pertama di Indonesia yaitu: G. canadense, G. halonatum, R. gregaria
dan A. appendicula.
Hasil pengujian FMA lokal dapat meningkatkan pertumbuhan, biomassa
serta akumulasi hara bibit kayu kuku pada media tanah Inceptisol dan tanah
pascatambang. Kayu kuku memiliki ketergantungan yang tinggi (MIE 75 %) pada media
tanah pascatambang. Fungi mikoriza arbuskula dari kantor gubernur dan dari
kampus Universitas Halu Oleo termasuk FMA lokal yang efektif dibanding
Mycofer dan kontrol terhadap pertumbuhan, biomassa dan serapan hara pada

tanah Inceptisol di rumah kaca, sedangkan pada tanah pascatambang adalah FMA
dari CA Lamedai dan PT. Vale Indoensia Tbk. FMA dari kantor gubernur dan
FMA dari kampus Universitas Halu Oleo meningkatkan biomassa bibit kayu
kuku masing-masing sebesar 281% dan 260% terhadap kontrol serta 64% dan
55% terhadap Mycofer sedangkan pada media tanah pascatambang adalah FMA
dari CA Lamedai dan PT. Vale Indoensia Tbk, masing-masing dapat
meningkatkan biomassa sebesar 442% dan 472% terhadap kontrol serta 64% dan
73% terhadap Mycofer.
Kadar C dan N total tidak nyata dipengaruhi oleh perlakuan FMA pada
kondisi media tanah Inceptisol, meskipun demikian FMA meningkatkan kadar C
dan N pada kondisi media tanah pascatambang nikel. Kadar P, K, Ca dan Mg
jaringan bibit pada media Inceptisol umumnya lebih tinggi pada perlakuan tanpa
FMA. Kadar N di bagian akar, serta P dan K di bagian akar, batang dan daun
tergolong tinggi pada perlakuan FMA. Pada kedua kondisi media, baik di
persemaian maupun pada skala lapangan FMA meningkatkan akumulasi N, P, K,
Ca dan Mg jaringan tanaman. Kadar Ni (skala persemaian), Ni dan Fe pada skala
lapangan lebih banyak di bagian akar (TF50 mg Ni/kg berat kering bibit).
Hasil penelitian tahap 4 (Bab 5) menunjukkan bahwa tanaman kayu
kuku termasuk jenis semi toleran didasarkan pada fakta kematian tanaman kayu
kuku pada kondisi tanpa naungan dengan tanpa FMA (72%) dan daya hidup

yang tinggi (100%) pada kondisi ternaungi serta dapat meningkatkan pertambahan
tinggi, jumlah bintil dan kandungan klorofil a dan b yang tinggi pada kondisi
lahan ternaungi. Pada penelitian ini, perlakuan ampas sagu secara umum belum
nyata mempengaruhi peubah yang diamati kecuali panjang dan lebar daun.
Perlakuan kedua FMA yaitu FMA CA Lamedai dan PT. Vale Indonesia Tbk
meningkatkan daya hidup, pertumbuhan, biomassa dan akumulasi hara serta
mereduksi logam berat ke jaringan tanaman. Fungi mikoriza arbuskula CA
Lamedai dan PT. Vale Indonesia Tbk potensial untuk dikembangkan sebagai
pupuk hayati untuk pembekalan bibit dalam rangka mendukung penyelamatan
(konservasi) kayu kuku dan rehabilitasi lahan terdegradasi.
Kata kunci: CA Lamedai, Fungi Mikoriza Arbuskula lokal, Glomeraceae,
Pericopsis mooniana, PT. Vale Indonesia Tbk, Semi toleran

vi

SUMMARY
Husna. Potential of Local Arbuscular Mycorrhizae Fungi (AMF) in Ex-Situ
Conservation of Endangered Wood Species [Pericopsis mooniana. (Thw). Thw.]
Supervised by SRI WILARSO BUDI R, IRDIKA MANSUR and CECEP
KUSMANA

Arbuscular mycorrhizal fungi (AMF) are one of the fungi that form symbiosis
with the roots of plants growing in a variety of ecosystems (habitat). Mycorrhizal
fungi include one of the fungi that are effective in the improvement and
cultivation of endangered plant types and can significantly accelerate the
conservation and rehabilitation program. In addition AMF can also increase plant
growth and reduce the nickel on post-mining land. Research on diversity and
types of AMF and its application on Pericopsis mooniana are still very
limited. Research and identification of AMF diversity is still limited to the level of
genus in Lamedai Nature Reserve and AMF application on P. mooniana still
limited using Mycofer. Therefore, to obtain information about the diversity and
types of AMF symbiosis with P. mooniana comprehensively necessary
exploration and identification of AMF in various habitats in Southeast Sulawesi
and the results of exploration and identification can be tested effectively against P.
mooniana that will be developed for conservation of P. mooniana in Indonesia,
especially in Southeast Sulawesi.
The purpose of this study was 1) to assess the diversity and types of AMF in
the rhizosphere of P. mooniana tree in various places in Southeast Sulawesi, 2)
assess the performance of growth, biomass and nutrient uptake by local AMF
on Inceptisol soil media in the greenhouse, 3 ) examine the effectiveness of local
AMF on growth performance, biomass, heavy metal uptake and P. mooniana the

media nickel-mining land in the nursery and 4) assessing the effectiveness of local
AMF and sago dregs on the performance of growth, nutrient uptake and heavy
metal P. mooniana in a different shade in the post-mining lands of Vale Indonesia
Tbk Company.
The research method was 1) Soil sampling conducted in six locations where P.
mooniana grows in Southeast Sulawesi. Each location randomly was assigned 10
trees, 2) greenhouse scale was designed with a randomized block design with 9
treatments, 3) nursery scale was designed with a randomized block design with 8
treatments and 4) a field scale was designed with split-split plot design consisting
of three factor. AMF diversity research results in the rhizosphere of P. mooniana
in Southeast Sulawesi showed that the AMF from the governor's office has the
highest number of spores (208.6 spores /50 g soil). The content of C and N soil
negatively correlated with the density of spores. In general, Tanggetada natural
forests growth including a diversity index, index of uniformity and higher species
richness than those located at Vale Indonesia Tbk Company. AMF type associated
with P. mooniana in Sultra. There are 15 species belonging to five families that
Glomeraceae 9 (Glomus aggregatum, G. boreale, G. canadense, G. halonatum, G.
versiforme, Rhizophagus diaphanus, R. fasciculatus, Sclerocystis clavispora and
Septoglomus
constrictum),

Claroideoglomeraceae
(Claroideoglomus
etunicatum),
Acaulosporaceae (Acaulospora scrobiculata and A. delicata),
Gigasporaceae (Racocetra gregaria and Scutellospora auriglobosa),

vii

Ambisporaceae (Ambispora appendicula). AMF type S. constrictum and
C. etunicatum has two types of broad distribution in all study sites as well
as found in four types of local AMF first in Indonesia, namely: G. canadense, G.
halonatum, R. gregaria and A. appendicula.
The test results of local AMF has shown that it can increase growth, biomass
and nutrient accumulation of seedlings and soil of P. mooniana
on Inceptisol media and post-mining lands. P. mooniana have a high dependence
(MIE 75%) in the
post-mining land media. Arbuscular mycorrhizae fungi from the governor's office
and from haluoleo university campus including local AMF was effective than
Mycofer and the control treatment on growth, biomass and nutrient uptake
in Inceptisol soil in the greenhouse, while the post-mining land is AMF of CA

Lamedai and PT. Vale of Indonesia Tbk. AMF from the governor's office and the
AMF of haluoleo university campus increase seedling biomass of P. mooniana by
281% and 260% respectively over controls and 64% and 55% against Mycofer
while the post-mining land media was AMF of CA Lamedai and Vale of
Indonesia Tbk Company, each of which can increase the biomass of 442% and
472% of the controls as well as 64% and 73% against Mycofer.
Levels of C and N total was not significantly affected by treatment AMF on
condition of soil Inceptisol media, however AMF increases levels of C and N on
the condition of the nickel-mining soil media. Levels of P, K, Ca and Mg in the
seed tissue Inceptisol media were generally higher in treatment without AMF. N
content in the roots, and P and K in the roots, stems and leaves is high in AMF
treatment. In both conditions the media, both in the nursery and in field scale,
AMF increase the accumulation of N, P, K, Ca and Mg in the plant tissue. Ni
content (scale nurseries), Ni and Fe on a field scale more in the roots (TF 50 mg Ni / kg dry weight of seed).
Results of research stage 4 (Chapter 5) showed that P. mooniana plants
including semi tolerant types are based on the fact that P. mooniana plant die in
conditions without shade with no AMF (72%) and high viability (100%) in
partially shaded conditions and improve in height, number of nodules and
chlorophyll a and b are high on land shaded conditions. In this study, treatment of
sago dregs generally were not significantly affects the observed variables except

for the length and width of leaves. The second treatment is AMF AMF Lamedai
CA and Vale Indonesia Tbk Company increase vitality, growth, biomass and
nutrient accumulation and reduces heavy metals into the plant tissue. Arbuscular
mycorrhizal fungi of Lamedai CA and Vale Indonesia Tbk Company have
potential to be developed as a biological fertilizer for seedlings in order to support
the conservation P. mooniana and rehabilitation of degraded land.
Keywords: Glomeraceae, Lamedai Natural Reserve, local Arbuscular Mycorrhizal
Fungi, Pericopsis mooniana (Thw.) Thw., semi-tolerant, Vale
Indonesia Tbk Company

viii

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

ix

POTENSI FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA (FMA) LOKAL
DALAM KONSERVASI EX-SITU JENIS TERANCAM PUNAH
KAYU KUKU [Pericopsis mooniana (Thw.)Thw.]

HUSNA

Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor
pada
Program Studi Silvikultur Tropika

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

x

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tertutup:
1. Dr Ir Yadi Setiadi, M Sc.
Staf Pengajar pada Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan, institut
Pertanian Bogor
2. Dr Ir Iskandar
Staf Pengajar pada Depertemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan,
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Pertanian Bogor
Penguji luar Komisi pada sidang Promosi Doktor :
1. Dr Ir Iskandar
Staf Pengajar pada Depertemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan,
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Pertanian Bogor
2. Dr Ir Tjipta Purwita, MBA
Direktur Utama PT. In Hutanin II

xii

xiii

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Agustus 2012 ini ialah
kayu kuku, dengan judul “Potensi Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) Lokal dalam
Konservasi Ex-Situ Jenis Terancam Punah Kayu Kuku [Pericopsis mooniana
(Thw). Thw.]”.
Terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya penulis sampaikan
kepada yang terhormat Bapak Prof Dr Ir Sri Wilarso Budi R, sebagai Ketua
Komisi Pembimbing, Bapak Dr Ir Irdika Mansur, MForSc dan Bapak Prof Dr Ir
Cecep Kusmana, MS, sebagai anggota komisi pembimbing yang telah banyak
memberikan pengarahan dan bimbingan sehingga disertasi ini dapat terselesaikan
dengan baik. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada yang terhormat
bapak Prof. Dr. Iskandar Z. Siregar, MForSc, bapak Dr Ir Omo Rusdiana dan
bapak Dr Ir Basuki Wasis, MS sebagai penguji luar komisi pada ujian prelim.
Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada yang terhormat bapak Dr Ir Agus
Priyono Kartono, MS selaku Wakil Dekan FAHUTAN IPB sekaligus sebagai
penguji dalam ujian tertutup. Ucapan terima kasih kepada yang terhormat bapak
Dr Ir Yadi Setiadi, MSc dan bapak Dr Ir Iskandar selaku penguji luar komisi pada
ujian tertutup, ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada yang
terhormat bapak Prof Dr Ir Bambang Hero Saharjo, M Agr (Dekan Fakultas
Kehutanan IPB) selaku pimpinan sidang ujian Promosi Doktor dan bapak Prof Dr
Ir Nurheni Wijayanto, MS selaku wakil dari Program studi SVK pada ujian
tertutup dan ujian Promosi Doktor. Ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya
kepada yang terhormat bapak Dr Ir Iskandar dan bapak Dr Ir Tjipta Purwita, MBA
selaku penguji luar komisi pada ujian Promosi Doktor. Ucapan terima kasih dan
penghargaan yang sedalam-dalamnya kepada pribadi bapak Dr Ir Irdika Mansur,
MForSc, bapak Dr Ir Yadi Setiadi MSc dan Ibu Dr Kartini Kramadibrata yang
telah banyak memberikan motivasi dan masukan mendasar dalam rangkaian
penelitian yang penulis rencanakan.
Terima kasih dan penghargaan penulis sampaikan kepada yang terhormat
Rektor Universitas Halu Oleo dan Dekan Faperta Universitas Halu Oleo serta
Rektor dan Dekan SPs IPB yang telah memberikan izin dan kesempatan kepada
penulis untuk mengikuti pendidikan program Doktor di Sekolah Pascasarjana IPB.
Ucapan terima kasih dan penghargaan penulis sampaikan kepada yang terhormat
Walikota Bau-bau Sulawesi Tenggara atas bantuan dana. Penulis juga
menyampaikan ucapan terima kasih kepada Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia atas bantuan
beasiswa BPPS tahun 2012-2014 dan bantuan Penelitian Disertasi Doktor tahun
2015. Ucapan terima kasih dan penghargaan penulis sampaikan kepada Kepala
Teknik Tambang PT. Vale Indonesia Tbk Unit Pomalaa Sulawesi Tenggara dan
Kepala Balai Konservasi Sumberdaya Alam Sulawesi Tenggara dan pengelola dan
stafnya yang telah mengizinkan dan telah banyak membantu penulis dalam
melakukan penelitian di lokasinya. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada
Kepala Laboratorium Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB Bogor, Kepala
Laboratorium Pengembangan Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan

xiv

Pusat Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Bogor, Kepala Laboratorium
Kriptogam, Pusat Penelitian Biologi-LIPI Cibinong, Kepala Laboratorium
Anatomi Kayu, Pusat Penelitian dan Pengembangan Keteknikan Kehutanan dan
Pengolahan Hasil Hutan-KEMENHUT Bogor dan Kepala Laboratorium Tanah
dan Tanaman SEAMEO BIOTROP Bogor dan Kepala Laboratorium Kehutanan
Terpadu Fakultas Kehutanan dan Ilmu Lingkungan Universitas Halu Oleo dan
seluruh pengelola dan stafnya segala bantuan dan perhatiannya selama penulis
melakukan penelitian.
Ungkapan terima kasih yang sangat mendalam kepada kedua orangtuaku
(almarhum bapakku La Atjoh dan almarhumma mamaku Hasia) yang tersayang
dan telah banyak memberikan pendidikan yang disiplin kepada penulis, dan
ucapan terima kasih yang sangat mendalam terkhusus kepada suami dan anakku
semata wayang tersayang atas doa yang ikhlas, dukungan kasih sayang,
pengorbanan dan kesabaran yang tak terhingga selama penulis menempuh
pendidikan, juga kepada semua saudaraku, khususnya kak Husria dan alamarhum
kakak Ipar La Ynu dan saudaraku dari pihak suami atas doa dan motivasinya, juga
ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada adikku Faisal Danu
Tuheteru, S.Hut yang tidak pernah mengenal lelah dalam membantu penyelesaian
penelitian ini, ucapan terima kasih kepada ibu Ir Fadliah Salim, MSc, Bapak Ir
Zainal Muttaqin, MS, dan Bapak Alm. Ir. Muhammad Yunan Hakim, M.Si (teman
angkatan 2011), ucapan terima kasih kepada keponakan Asrianti Arief, SP MSi
dan Asniah, SP MSi atas doa dan bantuannya, Bapak Dr. Muh. Amrullah Pagala,
SPt MS atas bantuan dan motivasinya, Basruddin, SP MS, Vivi Yuniarti, SP MSi,
Selfi Sangaji, Spi MSi, Hasanah (staf lab. PAU), Pak Ismail (Admpend
Pascasarjana IPB) dan mas Tatang dan ibu Ita (staf rumah kaca Departemen
Silvikultur) atas bantuannya, M Ridwan SHut, Ld. Muh. Ramadhan SHut,
Rahmat Muda, SHut, La Ode Almahruf, SHut, Niono Wulandari Zulkarnain,
SHut, Jamriah, SHut, Ld. Syahdu Riwayat Afusu, SHut dan Ismail Irwansyah,
SHut (Alumni Fahutan UHO) yang banyak membantu dalam penyelesaian
penelitian ini, serta sahabatku ibu Ir Asnani, MS dan ibu Sarina, SP MS sebagai
sahabat dalam suka dan duka serta Laode Aslin, Spi MSi (Sekretaris Umum
Forum Mahasiswa Sultra-IPB) dan semua anggota Forum Mahasiswa Sulawesi
Tenggara-IPB atas bantuan, doa dan kerjasamanya. Ucapan terima kasih yang
sedalam-dalamnya kepada semua staf laboratorium Pengembangan Keteknikan
Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan Pusat Penelitian dan Pengembangan
Kehutanan, Bogor dan adik-adik Alumni dan mahasiswa Pascasarjana SVK
Fahutan IPB dan adik-adik alumni dan mahasiswa S1 Fahutan Universitas Halu
Oleo yang telah membantu penulis dalam melakukan penelitian serta semua pihak
yang tidak disebutkan satu persatu.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi pihak-pihak yang memerlukannya.

Bogor, Juni 2015
Husna

xv

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
1. PENDAHULUAN
Latar belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Hipotesis Penelitian
Manfaat Penelitian
Kebaruan Penelitian
Tahapan Penelitian
2. KERAGAMAN FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA PADA HABITAT
TUMBUH KAYU KUKU [Pericopsis mooniana (Thw.) Thw.]
DI SULAWESI TENGGARA
Pendahuluan
Bahan dan Metode
Hasil
Pembahasan
Simpulan
3. RESPON PERTUMBUHAN BIBIT KAYU KUKU [Pericopsis mooniana
(Thw.) Thw.] PADA MEDIA TANAH INCEPTISOL TERHADAP
INOKULASI FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA LOKAL
Pendahuluan
Bahan dan Metode
Hasil
Pembahasan
Simpulan
4 PERTUMBUHAN, STATUS HARA KAYU KUKU [Pericopsis
mooniana (Thw.) Thw] BERMIKORIZA PADA MEDIA TANAH
PASCATAMBANG NIKEL
Pendahuluan
Bahan dan Metode
Hasil
Pembahasan
Simpulan
5 PENGARUH NAUNGAN, AMPAS SAGU DAN INOKULUM
MIKORIZA TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN KAYU KUKU
[Pericopsis mooniana (Thw) Thw] DI LAHAN PASCATAMBANG
NIKEL
Pendahuluan
Bahan dan Metode
Hasil
Pembahasan
Simpulan

xv
xvi
xvii
1
1
3
5
5
5
6
6
8
8
9
14
22
27
28
28
29
31
36
38
39
39
40
42
50
53

54
54
55
58
69
72

xvi

5
6

PEMBAHASAN UMUM
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

73
77
77
77
78
91
94

DAFTAR TABEL
2.1
2.2
2.3
2.4
2.5
2.6
3.1
3.2
3.3
3.4
3.5
3.6
3.7
3.8
4.1
4.2
4.3
4.4
4.5
4.6

Parameter keragaman FMA dan cara perhitungannya
Sifat kimia dan fisik tanah di berbagai lokasi sebaran kayu kuku
(P. mooniana) di Sulawesi Tenggara
Kolonisasi dan Struktur FMA di berbagai lokasi sebaran kayu kuku
(P. mooniana) Habitat
Kepadatan spora, kekayaan jenis, Shannon-Weiner index, Evenness dan
Simpson’s index FMA di berbagai habitat
Analisis korelasi (r) dan regresi (r2:angka dalam kurung) antara faktor
lingkungan dan simbiosis FMA pada tanaman kayu kuku (P. mooniana)
Daftar jenis-jenis FMA yang bersimbiosis dengan kayu kuku
(P. mooniana) di Sulawesi Tenggara
Parameter pertumbuhan dan FMA bibit kayu kuku (P. mooniana)
Pengaruh perlakuan terhadap kolonisasi FMA, jumlah spora dan MIE
bibit kayu kuku (P. mooniana) berumur 5 bulan
Pengaruh perlakuan terhadap pertambahan pertumbuhan bibit kayu kuku
(P. mooniana) berumur 5 bulan
Pengaruh perlakuan terhadap biomassa bibit kayu kuku (P. mooniana)
berumur 5 bulan
Pengaruh perlakuan terhadap nisbah pucuk akar dan index mutu bibit
bibit kayu kuku (P. mooniana) berumur 5 bulan
Pengaruh perlakuan terhadap klorofil bibit kayu kuku (P. mooniana)
berumur 5 bulan
Pengaruh perlakuan terhadap kadar hara bibit kayu kuku (P. mooniana)
berumur 5 bulan
Pengaruh perlakuan terhadapa akumulasi hara bibit kayu kuku
(P. mooniana) berumur 5 bulan
Pengaruh perlakuan terhadap kolonisasi akar, mycorrhizae inoculation
effect (MIE) dan jumlah spora bibit kayu kuku (P. mooniana) berumur
Umur 5 bulan
Pengaruh perlakuan terhadap pertambahan pertumbuhan dan jumlah
bintil akar (P. mooniana) bibit berumur 5 bulan
Pengaruh perlakuan terhadap biomassa dan nisbah pucuk akar bibit kayu
kuku (P. mooniana) berumur 5 bulan
Kadar dan serapan C bibit kayu kuku (P. mooniana) berumur 5 bulan
KKadar dan serapan K bibit kayu kuku (P. mooniana) berumur 5 bulan
Kadar dan serapan Ca bibit kayu kuku (P. mooniana) berumur 5 bulan

13
14
14
15
15
19
30
31
32
33
33
34
34
35
42
43
44
45
47
47

xvii

4.7
5.1
5.2
5.3
5.4
5.5
5.6
5.7
5.8
5.9
5.10
5.11
5.12
5.13
5.14
5.15

Kadar dan serapan Mg bibit kayu kuku (P. mooniana) berumur 5 bulan
Sifat kimia dan fisik tanah di lokasi penelitian
Iklim mikro di lokasi penelitian
Pengaruh perlakuan terhadap kolonisasi FMA dan jumlah bintil akar
tanaman kayu kuku (P. mooniana) berumur 3 bulan
Pengaruh perlakuan terhadap Pertambahan Pertumbuhan Tanaman kayu
kuku (P. mooniana) berumur 3 bulan
Pengaruh interaksi perlakuan naungan, ampas sagu dan FMA terhadap
lebar daun (cm) tanaman kayu kuku (P. mooniana)
Pengaruh perlakuan terhadap biomassa kayu kuku (P. mooniana)
berumur 3 bulan
Pengaruh perlakuan terhadap klorofil dan stomata Tanaman kayu kuku
(P. mooniana) berumur 3 bulan
Pengaruh interaksi perlakuan naungan dan FMA kadar C di akar,
akumulasi C di batang dan akumulasi Fe di akar kayu kuku
(P. mooniana) berumur 3 bulan
Pengaruh perlakuan terhadap C tanaman kayu kuku (P. mooniana)
berumur 3 bulan
Pengaruh perlakuan terhadap N tanaman kayu kuku (P. mooniana)
berumur 3 bulan
Pengaruh perlakuan terhadap P tanaman kayu kuku (P. mooniana)
berumur 3 bulan
Pengaruh perlakuan terhadap Ca tanaman kayu kuku (P. mooniana)
berumur 3 bulan
Pengaruh perlakuan terhadap Mg tanaman kayu kuku (P. mooniana)
berumur 3 bulan
Pengaruh perlakuan terhadap Fe tanaman kayu kuku (P. mooniana)
berumur 3 bulan
Pengaruh perlakuan terhadap Ni tanaman kayu kuku (P. mooniana)
berumur 3 bulan

48
55
56
58
61
62
62
63
63
64
65
65
66
66
67
68

DAFTAR GAMBAR
1.1
2.1
2.2
2.3
2.4
2.5
2.6
2.7
2.8
3.1

Ruang lingkup penelitian
Lokasi penelitian
Susunan zeolit-contoh tanah-zeolit dalam kegiatan trapping
Hubungan antara sifat-sifat tanah dengan kepadatan spora FMA
Distribusi jenis FMA pada 6 lokasi tempat tumbuh kayu kuku
(P. mooniana)
Frekuensi suku FMA pada berbagai lokasi penelitian
Kerapatan relatif suku FMA pada berbagai lokasi penelitian
Jenis FMA yang bersimbiosis dengan kayu kuku (P. mooniana)
di Sulawesi Tenggara hasil isolasi dari tanah lapangan dan
pemerangkapan
Struktur FMA : HI (hifa internal), HE (hifa eksternal), HR (hifa
relung, V (vesikula dan Ar (arbuskula)
Performa bibit kayu kuku (P. mooniana)

7
10
11
16
17
18
18
21
22
32

xviii

3.2

Korelasi antara akumulasi hara dan berat kering bibit kayu kuku
(P. mooniana) berumur 5 bulan.
4.1 Performa dan bintil akar bibit kayu kuku (P. mooniana) berumur 5
bulan
4.2 Kadar dan akumulasi N bibit kayu kuku (P. mooniana) berumur 5
bulan
4.3 Kadar dan akumulasi P bibit kayu kuku (P. mooniana) berumur 5
bulan
4.4 Kadar Ni bibit kayu kuku (P. mooniana) berumur 5 bulan
4.5 Akumulasi Ni bibit kayu kuku (P mooniana) berumur 5 bulan
4.6 Nilai faktor transpor Ni pada batang dan daun bibit kayu kuku
(P. mooniana berumur 5 bulan
4.7 Nekrosis pada daun bibit kayu kuku (P. mooniana) pada perlakuan
kontrol
5.1 Daya hidup tanaman kayu kuku (P. mooniana) berumur 5 bulan di
lapangan yang dipengaruhi oleh interaksi naungan dan FMA
5.2 Pengaruh perlakuan interaksi naungan dan FMA terhadap jumlah
spora/50 g
5.3 Pengaruh perlakuan interaksi naungan dan fungi mikoriza terhadap
MIE.
5.4 Performa pertumbuhan tanaman kayu kuku (P. mooniana) pada
lokasi tanpa naungan
5.5 Performa pertumbuhan tanaman kayu kuku (P. mooniana) pada
lokasidi bawah naungan
5.6 Kecenderungan pertumbuhan tinggi dan diameter tanaman kayu
kuku (P. mooniana) yang diinokulasi FMA dan perlakuan naungan
5.7 Pengaruh perlakuan FMA terhadap Fe tanaman kayu kuku
(P. mooniana) berumur 3 bulan
5.8 Nilai TF Fe pada bagian batang dan daun kayu kuku (P. mooniana)
pada semua perlakuan
5.9 Pengaruh perlakuan FMA terhadap Ni tanaman kayu kuku
(P. mooniana)
5.10 Nilai TF Fe pada bagian batang dan daun tanaman kayu kuku
((P. mooniana) pada semua perlakuan.

35
43
45
46
48
49
49
52
58
59
59
60
60
61
67
67
68
68

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3.

Sifat kimia dan fisik tanah di lokasi penelitian
Data Jenis dan Jumlah spora FMA
Hasil uji perhitungan MPN

91
92
93

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pohon kayu kuku [Pericopsis mooniana (Thw.) Thw.] merupakan salah satu
jenis tumbuhan tropis yang tergolong dalam famili Fabaceae dan memiliki
penyebaran yang luas diantaranya di Sri Langka, Peninsular-Malaysia, Filipina
(Mindanao), dan Indonesia (Soerianegara dan Lemmens 1994). Di Indonesia kayu
kuku tumbuh di Sumatera Selatan, Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Irian Jaya
(Direktorat Pelestarian Alam 1988). Di Sulawesi, khususnya Sulawesi Tenggara
(Sultra) kayu kuku tumbuh alami di Kabupaten Kolaka (Whitmore et al. 1989;
Soerianegara dan Lemmens 1994; La Djunaha 1995). Kayu kuku ini memiliki tinggi
25 meter dengan diameter 60 cm. Namun pada tanah-tanah yang tingkat
kesuburannya tinggi, diameternya dapat mencapai 110 cm dan tingginya 55 m
(Direktorat Reboisasi dan Rehabilitasi 1979). Jenis ini tumbuh pada kondisi iklim tipe
C dengan curah hujan tahunannya sekitar 2815 mm/tahun, kelembaban 80.3% dan
suhu berkisar antara 20 °C hingga 34 °C (Departemen Kehutanan 2001).
Kayu kuku termasuk jenis penghasil kayu mewah dengan permukaan licin dan
mengkilap, kayunya termasuk kelas kuat I dan kelas awet II (Soerianegara dan
Lemmens 1994) diantaranya dapat digunakan untuk perabot rumah, cocok untuk
konstruksi berat seperti geladak kapal, jembatan, bantalan rel kereta api, juga untuk
kusen dan badan kendaraan (Sutisna et al. 1998). Selain itu, kayu kuku juga
mempunyai garis-garis dekoratif yang sangat indah, sehingga biasanya digunakan
sebagai substitusi kayu jati (Soerianegara dan Lemmens 1994).
Semakin banyak kegunaan kayu kuku, maka kebutuhan akan kayu kuku
meningkat. Hal ini dapat berimplikasi negatif terhadap keberadaan kayu kuku di alam.
Untuk memenuhi kebutuhan kayu kuku, telah terjadi ekploitasi kayu kuku tidak
terkendali dan berlebihan, menyebabkan jenis ini mulai langka dan jarang ditemui di
hutan alam (National Academy of Sciences 1983) dan bahkan sudah terancam punah
(Rimbawanto et al. 2005). Berdasarkan status konservasi dari the International
Union for Concervation of Nature (IUCN) Red List Categories tahun 2014, kayu
kuku telah dikategorikan dalam status rawan punah.
Upaya penyelamatan kayu kuku dari ancaman kepunahan perlu dilakukan
(Hardiyanto dan Na‟iem 2001; Husna dan Tuheteru 2006). Prioritas konservasi kayu
kuku di habitat alaminya telah dilakukan dengan terbentuknya Cagar Alam (CA)
Lamedai di Kolaka, Sultra. Namun, perlindungan kayu kuku di luar habitat
(konservasi ex-situ) belum banyak dilakukan (Rimbawanto et al. 2005; Husna dan
Tuheteru 2006). Di Sultra, kegiatan konservasi ex-situ kayu kuku telah dilakukan di
lahan reklamasi PT. Inco, Tbk (sekarang PT. Vale Indonesia Tbk), di Desa Bali Jaya
Pomalaa Kolaka, kampus Universitas Halu Oleo dan hutan kota di lingkungan kantor
gubernur Sultra. Salah satu kendala yang dihadapi dalam kegiatan konsevasi kayu
kuku adalah pertumbuhan jenis yang lambat (Direktorat Reboisasi dan Rehabilitasi
1979). Hasil penelitian Masano (1984) pada skala pembibitan menunjukkan bahwa

2

rata-rata kayu kuku umur 6 bulan hanya mencapai 20 cm. Pada skala lapangan
tanaman umur 11 tahun baru mencapai tinggi 9.5 m dan diameter 19.8 cm (La
Djunaha 1995). Untuk menunjang konservasi ex-situ dan memacu pertumbuhan kayu
kuku, baik pada skala persemaian maupun lapangan perlu adanya pembekalan bibit
tanaman kayu kuku dengan aplikasi fungi mikoriza arbuskula (FMA).
Fungi mikoriza arbuskula merupakan salah satu fungi yang bersimbiosis
dengan akar tanaman (Smith dan Read 2008). Fungi mikoriza dapat hidup dan
membentuk simbiosis dengan akar tanaman yang tumbuh pada berbagai tipe
ekosistem (habitat), diantaranya di hutan pantai (Delvian 2003), rawa gambut
(Ekamawanti 1997), lahan tambang nikel (Al Basri 2008), bahkan lahan sawah pun
tidak luput dari keberadaan FMA. Jenis FMA juga bersimbiosis dengan sekitar 97%
famili tanaman darat (Smith dan Read 2008), salah satunya adalah kayu kuku (Husna
2003). Selama ini studi keragaman dan identifikasi FMA dengan kayu kuku hanya
dilakukan di CA Lamedai dan identifikasi FMA masih terbatas pada tingkat marga
(Husna 2003). Oleh karena itu, untuk mendapatkan informasi jenis-jenis FMA dan
keragaman FMA yang bersimbiosis dengan kayu kuku secara komprehensif maka
perlu dilakukan eksplorasi dan identifikasi FMA pada berbagai habitat tumbuh kayu
kuku di Sultra. Hasil eksplorasi dan identifikasi FMA tersebut dapat dikembangkan
dan diuji efektivitasnya terhadap performa pertumbuhan kayu kuku.
Fungi mikoriza arbuskula merupakan salah satu fungi yang efektif dalam
perbaikan dan budidaya jenis terancam punah (Sharma et al. 2008; Zubek et al. 2009).
Aplikasi FMA meningkatkan berat kering pucuk 3 jenis terancam punah (Plantago
altara, Pulsatilla slavia dan Senecio umbrosus) (Zubek et al. 2009) serta
meningkatkan daya hidup, produksi biomassa dan jumlah akar dan daun dalam
budidaya plantet Curculigo orchioides (Sharma et al. 2008). Fungi mikoriza
arbuskula juga secara signifikan dapat mempercepat suksesi dan keberhasilan hidup
jenis dalam program konservasi dan rehabilitasi (Zubek et al. 2009; Bothe et al.
2010; Fuchs and Haselwandter 2004; 2008; Panwar and Tarafdar 2006). Mekanisme
peran FMA dalam meningkatkan pertumbuhan dan keberhasilan hidup tanaman
terancam punah dapat melalui penyerapan unsur hara terutama fosfat dan nitrogen
(Smith dan Read 2008) dan air (Auge 2004), meningkatkan ketahanan tanaman
terhadap tekanan faktor biotik dan abiotik (Auge 2004; Giri dan Mukerji 2004; Smith
dan Read 2008; Bothe et al. 2010). Khusus pada tanaman-tanaman legum termasuk
kayu kuku, FMA dapat membantu nodulasi dan peningkatan penambatan N2 melalui
perbaikan P yang dibutuhkan rhizobium (Wijesundara et al. 2000; Husna 2010;
Muleta 2010; Tuheteru et al. 2011b).
Aplikasi FMA lokal terhadap pertumbuhan dan ketergantungan kayu kuku
perlu dilakukan disamping untuk mengetahui efektivitas FMA terhadap peningkatan
pertumbuhan tanaman juga memacu dan menunjang konservasi ex-situ kayu kuku,
baik pada skala persemaian maupun lapangan. Beberapa studi menyimpulkan bahwa
pengetahuan efektivitas FMA lokal dan ketergantungan jenis tanaman terhadap
aplikasi FMA sangat ditentukan oleh kecocokan jenis FMA dan tanaman inang
(Widyati et al. 2005; Baar 2008; Estaun et al. 2010). Inokulum FMA yang efektif
dapat mendukung simbiosis akan bekerja secara efektif (Widyati et al. 2005). Selain
itu kondisi lingkungan (media tanah terkontaminasi logam, salinitas dan tipe habitat)
2

3

juga turut mempengaruhi efektivitas tersebut (Avio et al. 2006; Van der Heijden et al.
2006; Bothe et al. 2010).
Selain berperan pada tanah-tanah incepticol, FMA juga dapat membantu
tanaman yang ditanam pada kondisi lahan pascatambang nikel. Lahan pascatambang
nikel umumnya dicirikan dengan unsur hara sangat rendah (C 0.16%, N total 0.03%,
P tersedia 8.75 ppm), Kapasitas Tukar Kation (KTK) 2.86 serta mengandung logam
berat tinggi seperti Pb 1.68%, Ni 1.01%, Cr 4.04% dan Cd 0.06% (Husna 2010).
FMA dapat membantu pertumbuhan dan keberhasilan tanaman yang tumbuh pada
lahan tercemar logam berat (Wang et al. 2006; Vivas et al. 2006; Chen et al. 2007;
Tuheteru et al. 2011a). Dalam penelitian sebelumnya, Husna (2010) mendapatkan
hasil bahwa disamping menggunakan FMA, kualitas bibit kayu kuku pada media
tanah pascatambang dapat juga ditingkatkan dengan pemberian ampas sagu.
Penambahan ampas sagu dapat berperan dalam penjerapan logam berat dan
menstimulir aktivitas mikroba tanah seperti FMA dan rhizobium (Jeyanti dan
Shanthi 2007; Venckatesh et al. 2008; Husna 2010). Dengan demikian, inokulasi
FMA dan pemberian ampas sagu dapat meningkatkan dan mendukung keberhasilan
penanaman kayu kuku pada lahan pascatambang.
Kayu kuku termasuk jenis klimaks yang regenerasi alaminya dapat terjadi di
bawah tegakannya. Hal ini dibuktikan dengan ditemukan anakan alam kayu kuku
tumbuh baik di bawah naungan di CA Lamedai dan di lingkungan kampus
Universitas Halu Oleo. Oleh karena itu, dalam budidaya kayu kuku perlu
memperhatikan perilaku kebutuhan cahayanya. Berdasarkan pengalaman empirik
tampak bahwa kayu kuku termasuk salah satu jenis tanaman yang pertumbuhan
awalnya lambat dan membutuhkan naungan serta memiliki batang yang bengkok dan
percabangan yang banyak pada kondisi terbuka. Hasil studi Soerianegara dan
Lemmens (1994), bahwa kayu kuku yang ditanam di bawah naungan pada umur 2
bulan memiliki pertambahan tinggi 2 cm dan di tempat terbuka 0.5 cm pada skala
rumah kaca. Berdasarkan fakta tersebut maka studi kebutuhan naungan dan intensitas
cahaya bagi kayu kuku di lapangan perlu dilakukan. Studi ini diharapkan dapat
menjawab kategorisasi toleransi jenis ini terhadap cahaya, apakah termasuk jenis
toleran atau intoleran atau semi toleran. Berdasarkan uraian tersebut maka kegiatan
eksplorasi jenis FMA lokal dari habitat kayu kuku di Sultra dan uji efektivitasnya
terhadap performa pertumbuhan di rumah kaca dan di persemaian serta penambahan
pemberian ampas sagu dan perbedaan naungan tanaman kayu kuku pada skala
lapangan perlu dilakukan.
Perumusan Masalah
Studi simbiosis dan aplikasi FMA dengan kayu kuku di Indonesia telah diteliti,
khususnya di Sultra. Fungi mikoriza arbuskula dari genus Glomus, Scutelospora,
Acaulospora dan Gigaspora ditemukan bersimbiosis dengan tanaman kayu kuku
(Husna 2003; Husna et al. 2006). Selama ini studi keragaman FMA dengan kayu
kuku masih terbatas pada marga di habitat alaminya di CA Lamedai.
Selain keragaman FMA, penelitian tentang peran FMA dalam meningkatkan
pertumbuhan, biomassa dan serapan hara kayu kuku juga telah dilakukan. Selama ini,

4

aplikasi FMA pada bibit kayu kuku masih menggunakan FMA eksotik (Mycofer).
Mycofer dapat meningkatkan pertumbuhan dan biomassa serta nodulasi tanaman
kayu kuku (Husna 2010; Iskandar 2010), namun penggunaan jenis-jenis FMA lokal,
khususnya yang diisolasi dari bawah rizosfer kayu kuku belum pernah diujikan. Uji
coba aplikasi FMA lokal yang diisolasi dari kayu kuku di CA Lamedai pernah
dilakukan pada beberapa jenis tanaman legum lokal Sultra. Aplikasi FMA Lokal
mampu meningkatkan pertumbuhan, biomassa dan nodulasi tanaman Albizia
saponaria (Tuheteru dan Husna 2011; Tuheteru et al. 2011a; 20011b). Selain itu,
FMA tersebut juga mempercepat inisiasi pembentukan bintil akar pertumbuhan dan
biomassa Albizia splendens (Budiarti 2012).
Studi FMA lokal tersebut menunjukkan bahwa terdapat efektivitas FMA lokal
dengan tanaman legum lokal Sultra. Namun demikian, setiap tanaman memiliki
efektivitas yang berbeda-beda terhadap FMA karena adanya preferensi tanaman
terhadap jenis FMA tertentu. Fungi mikoriza arbuskula yang efektif dapat
mendukung simbiosis akan bekerja secara efektif (Widyati et al. 2005). Selain itu
kondisi lingkungan dan kesesuaian inang juga turut mempengaruhi efektivitas FMA
tersebut (Avio et al. 2006; Van der Heijden et al. 2006; Bothe et al. 2010).
Selain perbedaan FMA, penambahan bahan organik seperti ampas sagu juga
dapat mendukung pertumbuhan kayu kuku di lapangan, khususnya di lahan reklamasi
tambang nikel. Ampas sagu cukup tersedia dengan baik di sentra-sentra pengolahan
sagu di Sultra. Kelimpahan ampas sagu tersebut menjadi sangat potensial untuk
dijadikan sebagai input bahan organik pada kegiatan revegetasi tambang nikel di
Sultra. Penambahan ampas sagu dapat berperan dalam penjerapan logam berat dan
menstimulir aktivitas mikroba tanah seperti fungi mikoriza dan rhizobium. Hasil
penelitian Husna (2010) menunjukkan bahwa FMA 5 g dengan penambahan ampas
sagu (20 g/kg media tumbuh) dengan kandungan bahan organik (27.57%) dan asam
organik (356.78 ppm) dapat meningkatkan pertumbuhan tinggi 51.39%, diameter
28.03%, meningkatkan nodulasi akar (20 bintil) kayu kuku dan mendukung aktivitas
FMA serta dapat mereduksi Ni sebesar 32.15% dibanding kontrol pada media
tumbuh tanah pascatambang nikel pada skala rumah kaca.
Berdasarkan sifat tanamannya, kayu kuku diduga termasuk salah satu jenis
tanaman semi toleran. Setiap jenis tanaman memiliki toleransi yang yang berbeda
terhadap intensitas cahaya. Hal ini dapat didasarkan oleh studi Otsamo et al. (1996)
bahwa kayu kuku yang ditanam di bawah tegakan sengon memiliki daya hidup
sebesar 82%. Fakta tersebut sebaiknya dibuktikan dengan penelitian tentang performa
pertumbuhan kayu kuku pada berbagai intensitas cahaya. Berdasarkan uraian di atas
maka terdapat beberapa pertanyaan yang dapat dijawab pada penelitian ini, yakni :
1. Bagaimanakah keragaman dan jenis FMA di rizosfer kayu kuku pada berbagai
tempat tumbuhnya di Sultra ?
2. Apakah inokulum FMA lokal efektif meningkatkan pertumbuhan, biomassa,
serapan hara kayu kuku pada media tanah Inceptisol di rumah kaca?
3. Apakah FMA lokal lebih efektif meningkatkan pertumbuhan, biomassa, serapan
hara dan logam berat kayu kuku pada media tanah pascatambang nikel di
persemaian?

4

5

4.

Apakah inokulasi FMA dan pemberian ampas sagu efektif meningkatkan
pertumbuhan, biomassa dan serapan hara serta logam berat kayu kuku pada
naungan yang berbeda di lahan pascatambang PT. Vale Indonesia Tbk?
Tujuan Penelitian

1.
2.
3.
4.

Penelitian ini bertujuan untuk :
Mengkaji keragaman dan jenis FMA di rizosfer kayu kuku pada berbagai tempat
tumbuhnya di Sultra
Mengkaji efektivitas FMA lokal terhadap performa pertumbuhan, biomassa,
serapan hara kayu kuku dengan FMA lokal pada media tanah Inceptisol di
rumah kaca,
Mengkaji efektivitas FMA lokal terhadap performa pertumbuhan, biomassa dan
serapan hara serta logam berat kayu kuku pada media tanah lahan pascatambang
nikel di persemaian
Mengkaji efektivitas FMA lokal dan ampas sagu terhadap performa pertumbuhan
dan serapan hara serta logam berat kayu kayu pada naungan berbeda di lahan
pasca tambang PT. Vale Indonesia Tbk.
Hipotesis Penelitian

Hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini adalah :
1. Perbedaan tempat tumbuh kayu kuku akan berpengaruh terhadap keragaman dan
jenis FMA.
2. Fungi mikoriza arbuskula lokal efektif terhadap performa pertumbuhan, biomassa
dan serapan hara tanaman kayu kuku pada media tanah Inceptisol di rumah kaca
3. Fungi mikoriza arbuskula lokal lebih efektif terhadap performa pertumbuhan,
biomassa, serapan hara dan logam berat kayu kuku pada media tanah
pascatambang nikel di persemaian
4. Fungi mikoriza arbuskula lokal dan ampas sagu efektif terhadap performa
pertumbuhan, biomassa, serapan hara dan logam berat kayu kuku pada naungan
yang berbeda di lahan pascatambang PT. Vale Indonesia Tbk.
Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Ilmu pengetahuan, yaitu menambah wawasan ilmu pengetahuan tentang
keragaman jenis FMA serta efektivitasnya dalam meningkatkan pertumbuhan,
biomassa dan serapan hara kayu kuku baik skala rumah kaca, persemaian
maupun skala lapangan serta logam berat Ni pada jaringan tanaman kayu kuku.
2. Memberikan pertimbangan dan sebagai rujukan untuk penggunaan FMA dalam
upaya penyelamatan (konservasi) kayu kuku di Indonesia, khususnya di Sultra.
3. Fungi mikoriza arbuskula dapat digunakan sebagai pupuk hayati pada kegiatan
revegetasi pada lahan pascatambang.

6

Kebaruan Penelitian
Kebaruan dari penelitian ini adalah :
1. Menemukan empat jenis FMA lokal baru di Indonesia, khususnya jenis-jenis
FMA pada rizozfer kayu kuku di Sultra, yaitu Glomus canadense, G. halonatum,
Racocetra gregaria dan Ambispora appendicula.
2. Mendapatkan sumber FMA lokal yang efektif (FMA dari CA Lamedai dan FMA
dari lahan pascatambang nikel PT. Vale Indonesia Tbk), selanjutnya dapat
dikembangkan untuk tujuan penyelamatan (konservasi) kayu kuku di Sultra dan
Indonesia secara umum.

Tahapan Penelitian
Penelitian ini terdiri atas empat topik penelitian (Gambar 1.1). Penelitian 1)
“Keragaman fungi mikoriza arbuskula (FMA) pada habitat tumbuh kayu kuku di
Sulawesi Tenggara” dengan tujuan untuk mengkaji keragaman dan jenis FMA di
rizosfer kayu kuku pada berbagai tempat tumbuhnya di Sulawesi Tenggara (Sultra).
Hasil penelitian pertama selanjutnya dijadikan sebagai bahan utama dalam penelitian
tahap kedua sampai dengan tahap keempat. Penelitian 2) “Respon pertumbuhan kayu
kuku terhadap inokulasi fungi mikoriza arbuskula lokal Sultra pada media tanah
Inceptisol di rumah kaca”, dengan tujuan mengkaji efektivitas FMA lokal performa
pertumbuhan, biomassa dan serapan hara dengan FMA lokal pada media tanah
Inceptisol di rumah kaca. Penelitian 3) “Pertumbuhan dan status hara kayu kuku
bermikoriza pada media tanah pascatambang nikel” dengan tujuan mengkaji
efektivitas FMA lokal terhadap performa pertumbuhan, biomassa, serapan hara dan
logam berat Ni kayu kuku pada media tanah pascatambang nikel di persemaian. Hasil
penelitian ketiga (FMA yang efektif) dijadikan sebagai bahan penelitian ke empat
yang selanjutnya untuk pengujian efektivitasnya pada skala lapangan. Penelitian 4)
“Pengaruh naungan, ampas sagu dan fungi mikoriza arbuskula terhadap pertumbuhan
kayu kuku di lahan pascatambang nikel” dengan tujuan mengkaji efektivitas FMA
lokal dan ampas sagu terhadap performa pertumbuhan, serapan hara dan logam berat
kayu kuku pada naungan berbeda di lahan pascatambang PT. Vale Indonesia Tbk.
Hasil akhir dari keempat rangkaian penelitian di atas dapat diperoleh informasi
perbedaan keragaman dan jenis FMA pada rizosfer habitat tempat tumbuh kayu kuku
dan mendapatkan inokulum FMA lokal yang efektif, nantinya dapat digunakan
sebagai bahan pembekalan bibit kayu kuku untuk menunjang penyelamatan
(koservasi) kayu kuku dan revegetasi lahan pascatambang nikel.

6

7

Eksplorasi FMA

Penelitian1
Penelitian 2 dan 3
Penelitian 4

Koleksi tanah & akar

Kolonisasi Akar

Ekstraksi spora FMA

Trapping

Uji MPN

Struktur FMA di akar
Identifikasi &
diversitas FMA

Indikator :
Frekuensi. kelimpahan relatif,
nilai penting, kepadatan spora,
kekayaan jenis, index
Shannon-Wiener, Evenness &
index Simpson‟s & kolonisasi
FMA dan dentifikasi morfologi

Uji efektivitas FMA

-

Skala rumah kaca
Media tanah

Inceptisol

Database jenis &
keragaman FMA

-

Skala persemaian
Tanah pascatambang

Indikator :
Pertumbuhan bibit,
biomassa, nodulasi,
serapan hara, Ni, NPA,
IMB, ketergantungan
mikoriza, kolonisasi FMA
Informasi : Keragaman
dan jenis FMA lokal baru
serta efektivitasnya
terhadap performa
pertumbuhan pohon

Gambar 1.1 Ruang lingkup penelitian

Uji ketergantungan
mikoriza

Isolat FMA
efektif

Skala lapangan

Perlakuan FMA dan
ampas sagu pada berbagai
intensitas cahaya

Indikator :
Survival rate, pertumbuhan
bibit, biomassa tanaman,
serapan hara & logam
nikel , kolonisasi FMA

8

2 KERAGAMAN FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA PADA HABITAT
TUMBUH KAYU KUKU [Pericopsis mooniana (Thw.) Thw.]
DI SULAWESI TENGGARA
Pendahuluan
Fungi mikoriza arbuskula (FMA) merupakan fungi obligat dari filum
Glomeromycota (Schüßler dan Walker 2010) yang bersimbiosis dengan 97%
tumbuhan darat (Smith dan Read 2008). Filum Glomeromycota memiliki empat
bangsa (ordo) (Glomerales, Diversisporales, Paraglomerales, dan Archaeosporales),
11 suku (famili), 18 marga dan sekitar 300 jenis yang berhasil dikenali (Schüßler dan
Walker 2010). Simbiosis tersebut umumnya bersifat mutualistik, meskipun terkadang
parasitik tergantung pada jenis tumbuhan dan jenis FMA (Klironomos 2003). Fungi
mikoriza memiliki struktur fungi berupa arbuskula, vesikula dan hifa yang ditemukan
di dalam akar dan hifa eksternal dan spora di tanah (Smith dan Read 2008). FMA
merupakan komponen penting dalam ekosistem alami dan buatan (Bainard et al.
2011). Tanaman inang memperoleh hara dan air dari fungi dan sebaliknya, fungi
memperoleh karbon hasil fotosintesis dari inang (Smith dan Read 2008).
Fungi mikoriza arbuskula mempunyai selang keragaman dan jenis yang luas
dan dapat dijumpai di berbagai ekosistem dan berbagai jenis tumbuhan. Jenis ini
hidup bersama dengan komunitas jasad hidup lainnya yang ada di rizosfer pada
berbagai tipe ekosistem, diantaranya pantai (Delvian 2003; Puspitasari 2005), gumuk
pasir di Brazil Selatan (Stürmer et al. 2013), hutan alam dan hutan terdegradasi
(Cuenca et al. 1998), ekosistem hutan dataran rendah di TN Ujung Kulon Indonesia
(Kramadibrata 2012) dan hutan alam dan hutan sekunder serta tipe penggunaan lain
diantaranya lahan pertanian, ladang ternak, agroforestri di bagian Barat Amazon
Brazil (Stürmer et al. 2011) dan rawa gambut (Ekamawanti 1997). Selain ekosistem,
FMA juga dilaporkan bersimbiosis dengan berbagai jenis tumbuhan darat,
diantaranya jenis tumbuhan terancam punah (Wang dan Qiu 2006). Wang dan Qiu
dalam hasil review-nya melaporkan bahwa terdapat 139 jenis tumbuhan terancam
punah dari 2.469 jenis yang bersimbiosis dengan FMA, baik di lahan darat maupun
lahan basah. Di Indonesia, jenis pohon kehutanan yang masuk dalam daftar IUCN
dilaporkan juga bersimbiosis dan responsif terhadap fungi mikoriza, diantaranya
ramin (Gonystylus bancanus) (Muin 2009; Tawaraya et al. 2003), gaharu (Aquilaria
sp.) (Turjaman et al. 2006), eboni (Diospyros celebica Back) (Rahman dan Abdullah
2002; Prayudyaningsih 2007) dan kayu kuku [Pericopsis mooniana (Thw.) Thw.]
(Husna et al. 2006; Husna 2010).
Kayu kuku termasuk jenis dari famili Fabaceae yang tumbuh alami di
Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara (Sultra) (Whitmore et al. 1989; Soerianegara
dan Lemmens 1994; La Djunaha 1995) dan termasuk jenis penghasil kayu mewah
(Soerianegara dan Lemmens, 1994). Jenis ini telah dikategorikan sebagai jenis
terancam punah dalam status rawan (VU A1c, d ver 2.3) (IUCN 2014). Upaya

8

9

penyelamatan kayu kuku dari ancaman kepunahan