Respon Pertumbuhan Bibit Beberapa Jenis Akasia (Acacia Spp) Terhadap Fungi Mikoriza Arbuskula.

(1)

RESPON PERTUMBUHAN BIBIT BEBERAPA JENIS

AKASIA (Acacia spp) TERHADAP FUNGI MIKORIZA

ARBUSKULA

SKRIPSI

Oleh :

ROMMEL PARDOSI

041202018/BUDIDAYA HUTAN

DEPARTEMEN KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2009


(2)

Penelitian : Respon Pertumbuhan Bibit Beberapa Jenis Akasia (Acacia

Spp) Terhadap Fungi Mikoriza Arbuskula Nama : Rommel Pardosi

Departemen : Kehutanan P. Studi : Budidaya Hutan

Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing

Ketua Anggota

Dr. Delvian, SP., MP Dr. Budi Utomo, SP.,MP NIP : 19690723 200212 1 001 NIP : 19700820 2003121 1 002

Mengetahui :

Ketua Departemen Kehutanan

Dr. Ir. Edy Batara Mulya Siregar, M.S NIP : 19641228 200012 1 001


(3)

ABSTRACT

Rommel Pardosi. Growth Response Some Type of Acacia spp Seeds to Mikoriza Arbuskula Fungal. Under the guidance of DELVIAN and BUDI UTOMO.

Industrial Forest Plantation in Indonesia, one of them used type of acacia. Land for Industrial Forest Plantation in Indonesia generally critical land, which will be nutrient poor. To improve soil fertility to increase the input of nutrients, and nutrients are usually a factory made fertilizers are expensive. One attempt to minimize the cost of artificial fertilizer use is to use Mikoriza Arbuskula Fungal (MAF). These fungal help plants to absorb nutrients. This research aims to study the growth responses of seedlings Acacia spp few to FMA. This research using completely randomized factorial design with 2 factors arbuscular and acacia species. The results showed there was no interaction between the arbuscular and types of acacia (0.05 level). However, the acacia species have real impact on, broad leaves, and the total of leaves. Keywords: Mikoriza Arbuskula Fungal, Acacia spp, critical land


(4)

ABSTRAK

Rommel Pardosi. Respon Pertumbuhan Bibit Beberapa Jenis Akasia (Acacia spp ) Terhadap Fungi Mikoriza Arbuskula. Di bawah bimbingan Bapak Dr. Delvian, SP.,MP dan Bapak Dr, Budi Utomo, SP.,MP.

Hutan Tanaman Industri (HTI) di Indonesia salah satunya menggunakan jenis akasia. Lahan untuk Hutan Tanaman Industri di Indonesia umumnya lahan kritis, yang miskin akan unsur hara. Untuk meningkatkan kesuburan tanah perlu penambahan input nutrisi, dan nutrisi tersebut biasanya merupakan pupuk buatan pabrik yang harganya mahal. Salah satu usaha untuk meminimalkan biaya penggunaan pupuk buatan tersebut adalah dengan penggunaan Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA). Fungi ini membantu tanaman untuk menyerap nutrisi. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari respon pertumbuhan bibit beberapa jenis Acacia spp terhadap FMA. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap faktorial dengan 2 faktor mikoriza dan jenis akasia. Hasil penelitian menunjukkan tidak ada interaksi antara mikoriza dan jenis akasia (taraf 0,05). Namun, jenis akasia berpengaruh nyata terhadap, luas daun, dan jumlah daun. Kata kunci : Fungi mikoriza arbuskula, Acacia spp, lahan kritis


(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis, Rommel Pardosi dilahirkan di Parsoburan pada tanggal 2 Agustus 1985 dari Bapak B. Pardosi dan Ibu H. Pasaribu. Penulis merupakan putra kedua dari 4 bersaudara.

Penulis memulai pendidikan di SD Swasta St. Pius Parsoburan, lulus tahun 1998 kemudian melanjutkan pendidikan di SLTP Neg. 1 Habinsaran dan lulus tahun 2001. Tahun 2004 penulis lulus dari SMA Neg. 1 Habinsaran dan pada tahun yang sama penulis juga diterima di Perguruan Tinggi Negeri (PTN) Universitas Sumatera Utara melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Penulis memilih program studi Budidaya Hutan (BDH) di Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten mata kuliah Silvikultur I pada tahun ajaran 2006/2007, dan mengikuti kegiatan organisasi Himpunan Mahasiswa Sylva (HIMAS) pada tahun ajaran 2006/2007, serta mengikuti Unit Kegiatan Mahasiswa Kristen (UKMK) pada tahun 2006 sampai sekarang.

Penulis melaksanakan Praktek Pengelolaan dan Pembinaan Hutan (P3H) di Taman Nasional Batang Gadis Kabupaten Mandailing Natal Sumatera Utara, Praktek Kerja Lapangan (PKL) di HPHTI PT. Musi Hutan Persada Palembang Sumatera Selatan.


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadiran Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat- Nya penulis dapat menyelesaikan draff hasil penelitian ini tepat pada waktunya. Adapun yang menjadi judul penelitian adalah : Respon Pertumbuhan Bibit Beberapa Jenis Akasia (Acacia spp) Terhadap Fungi Mikoriza Arbuskula.

Pada kesempatan ini penulis tidak lupa mengucapkan banyak terima kasih kepada Bapak Dr. Delvian, SP.,MP selaku Komisi Pembimbing dan kepada Bapak Dr. Budi Utomo, SP., MP selaku anggota pembimbing, yang telah memberikan bimbingan dan motivasi kepada penulis sehingga draff hasil penelitian ini dapat disusun. Penulis juga mengucapkan terima kasih banyak kepada seluruh teman-teman stambuk 2004 yang telah membantu penulis dalam penyusunan draff hasil penelitian ini.

Penulis menyadari banyak kekurangan dalam pembuatan draff hasil penelitian ini , oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca demi perbaikan tulisan ini. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih banyak semoga tulisan ini berguna bagi pihak yang membutuhkan.


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRACT ... i

ABSTRAK ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Hipotesis Penelitian ... 3

Manfaat Penelitian ... 4

TINJAUAN PUSTAKA Hutan Tanaman Industri ... 5

Acacia spp ... 6

Taksonomi ... 6

Morfologi ... 7

Syarat Tumbuh ... 7

Nilai Ekonomi ... 8

Kondisi Lahan di Indonesia ... 8

Fungi Mikoriza Arbuskula ... 10

Pengertian Fungi Mikoriza Arbuskula ... 10

Faktor Lingkungan Mikoriza ... 10

Fungsi dan Kegunaan Mikoriza Bagi Tanaman ... 16

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat ... 21

Bahan dan Alat ... 21

Prosedur Penelitian ... 21

Pelaksanaan Penelitian ... 23

Persiapan Media Tumbuh ... 23

Perkecambahan ... 23


(8)

Pemeliharaan ... 23

Parameter Pengamatan ... 24

Pengukuran tinggi ... 24

Jumlah Daun ... 24

Diameter Batang... 24

Berat Kering Total... 24

Rasio Tajuk Akar ... 25

Persen Kolonisasi Mikoriza ... 25

Luas Daun ... 25

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ... 26

Pertambahan Tinggi Tanaman ... 26

Pertambahan Jumlah daun Tanaman ... 28

Diameter Batang Tanaman ... 30

Rasio Tajuk Akar Tanaman ... 31

Berat Kering Total... 31

Persen Kolonisasi Mikoriza ... 32

Luas Daun ... 33

Pembahasan ... 34

Interaksi FMA dengan Jenis Akasia ... 34

Pengaruh Dosis Mikoriza ... 36

Pengaruh Jenis Akasia ... 38

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 40

Saran ... 40


(9)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Rata-rata Tinggi Tanaman, Jumlah Daun, Diameter Batang, Berat Kering Tanaman Bobot Kering Akar Bibit Manggis pada 19 Bulan Setelah Inokulasi CMA ... 19 2. Pengaruh Jenis Carier Terhadap Jumlah Spora dan Persentase Infeksi Akar

Tanaman Inang ... 19 3. Rataan Pengaruh Mikoriza dan Jenis Akasia Terhadap Tinggi Bibit (cm) ... 26 4. Rataan Pengaruh Mikoriza dan Jenis Akasia Terhadap Jumalah Daun Bibit

(Helai) ... 28 5. Rataan Pengaruh Mikoriza dan Jenis Akasia Terhadap Diameter Batang Bibit

(mm) ... 30 6. Rataan Pengaruh Mikoriza dan Jenis Akasia Terhadap Rasio Tajuk Akar Bibit

(gr) ... 31 7. Rataan Pengaruh Mikoriza dan Jenis Akasia Terhadap Berat Kering Total Bibit

(gr) ... 32 8. Rataan Pengaruh Mikoriza dan Jenis Akasia Terhadap Persen Kolonisasi

Mikoriza (%) ... 33 9. Rataan Pengaruh Mikoriza dan Jenis Akasia Terhadap Luas Daun Bibit (cm2) ... 33


(10)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Pengaruh Spesies Terhadap Pertumbuhan Tinggi ... 27

2. Pengaruh Mikoriza Terhadap Pertumbuhan Tinggi ... 27

3. Pengaruh Spesies Terhadap Pertambahan Jumlah Daun ... 29


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Rataan Tinggi Tanaman (cm) dan Sidik Ragam Pada Bibit Akasia ... 43

2. Rataan Jumlah Daun Bibit (helai) dan Sidik Ragam Pada Bibit Akasia ... 44

3. Rataan Diameter Tanaman (mm) dan Sidik Ragam Pada Bibit Akasi ... 45

4. Rataan Rasio Tajuk Akar Tanaman (gram) dan Sidik Ragam Pada Bibit Akasia ... 46

5. Rataan Berat Kering Total Tanaman (gr) dan Sidik Ragam Pada Bibit Akasia ... 47

6. Rataan Persen Kolonisasi Mikoriza dan Sidik Ragam Pada Bibit Akasia ... 48

7. Rataan Luas Daun (cm2) dan Sidik Ragam Pada Bibit Akasia ... 49

8. Prosedur Perhitungan Persen Kolonisasi mikoriza ... 50

9. Lay out rancangan acak lengkap faktorial dengan 2 faktor (pemberian mikoriza, jenis akasia) dan ulangan sebanyak 3 kali... 52

10. Prosedur perhitungan luas daun dengan menggunakan progran Autocad 2006 ... 53

11 Perbedaan Tinggi, Diameter, Jumlah Daun pada interaksi antara Mikoriza dengan Tanaman Acacia spp ... 55

12. Akar yang terinfeksi mikoriza ... 57

13. Akar yang tidak terinfeksi mikorza ... 58


(12)

ABSTRACT

Rommel Pardosi. Growth Response Some Type of Acacia spp Seeds to Mikoriza Arbuskula Fungal. Under the guidance of DELVIAN and BUDI UTOMO.

Industrial Forest Plantation in Indonesia, one of them used type of acacia. Land for Industrial Forest Plantation in Indonesia generally critical land, which will be nutrient poor. To improve soil fertility to increase the input of nutrients, and nutrients are usually a factory made fertilizers are expensive. One attempt to minimize the cost of artificial fertilizer use is to use Mikoriza Arbuskula Fungal (MAF). These fungal help plants to absorb nutrients. This research aims to study the growth responses of seedlings Acacia spp few to FMA. This research using completely randomized factorial design with 2 factors arbuscular and acacia species. The results showed there was no interaction between the arbuscular and types of acacia (0.05 level). However, the acacia species have real impact on, broad leaves, and the total of leaves. Keywords: Mikoriza Arbuskula Fungal, Acacia spp, critical land


(13)

ABSTRAK

Rommel Pardosi. Respon Pertumbuhan Bibit Beberapa Jenis Akasia (Acacia spp ) Terhadap Fungi Mikoriza Arbuskula. Di bawah bimbingan Bapak Dr. Delvian, SP.,MP dan Bapak Dr, Budi Utomo, SP.,MP.

Hutan Tanaman Industri (HTI) di Indonesia salah satunya menggunakan jenis akasia. Lahan untuk Hutan Tanaman Industri di Indonesia umumnya lahan kritis, yang miskin akan unsur hara. Untuk meningkatkan kesuburan tanah perlu penambahan input nutrisi, dan nutrisi tersebut biasanya merupakan pupuk buatan pabrik yang harganya mahal. Salah satu usaha untuk meminimalkan biaya penggunaan pupuk buatan tersebut adalah dengan penggunaan Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA). Fungi ini membantu tanaman untuk menyerap nutrisi. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari respon pertumbuhan bibit beberapa jenis Acacia spp terhadap FMA. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap faktorial dengan 2 faktor mikoriza dan jenis akasia. Hasil penelitian menunjukkan tidak ada interaksi antara mikoriza dan jenis akasia (taraf 0,05). Namun, jenis akasia berpengaruh nyata terhadap, luas daun, dan jumlah daun. Kata kunci : Fungi mikoriza arbuskula, Acacia spp, lahan kritis


(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pembangunan hutan tanaman merupakan suatu kegiatan penting dalam pemanfaatan lahan kritis. Hutan tanaman dapat memenuhi berbagai fungsi produksi dan perlindungan, dan apabila direncanakan dengan baik dari hutan tanaman dapat diperoleh kestabilan lingkungan.

Hutan Tanaman Industri (HTI) dikembangkan di Indonesia pada tahun 1984/1985 dengan tujuan meningkatkan produksi industri kehutanan, disamping itu dikaitkan pula dengan usaha merehabilitasi lahan yang rusak, sehingga kelestarian dan keseimbangan lingkungan dapat dipertahankan. Pengusahaan HTI diatur berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 1980 tentang Hak Pengusahaan Hutan Tanaman industri. Kebijaksanaan pengusahaan HTI berlandaskan pada azas manfaat dan azas lestari. Azas manfaat dimaksudkan agar hutan dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi masyarakat luas, sedangkan azas lestari berpegang pada prinsip pembangunan sumberdaya hutan yang berkelanjutan, dari satu daur tanam ke daur tanam berikutnya dengan memperhatikan terjaminnya kualitas lingkungan (Dephut, 1994).

Hutan Tanaman Industri (HTI) menggunakan jenis tanaman yang cepat tumbuh (fass growing), misalnya sengon (Faraserianthes falcataria), Eukalyptus (Eucalyptus spp), pinus (Pinus merkusii), Akasia (Acacia spp). Saat ini jenis yang paling banyak dikembangkan di Indonesia adalah akasia, sehingga penelitian perlu lebih di fokuskan pada jenis akasia.


(15)

Acacia spp termasuk jenis legum yang tumbuh cepat,dapat tumbuh pada lahan tidak subur serta tidak begitu terpengaruh oleh jenis tanahnya. Kayunya bernilai ekonomi karena merupakan bahan yang baik untuk finir serta perabot rumah yang menarik seperti: lemari, kusen pintu, dan jendela serta baik untuk bahan bakar. Tanaman akasia yang berumur tujuh dan delapan tahun menghasilkan kayu yang dapat dibuat untuk papan partikel yang baik (Irwanto, 2007).

Memperhatikan kondisi Hutan Tanaman Industri (HTI) yang tidak subur, tentu saja akan mempunyai masalah dalam pertumbuhan tanaman tersebut, karena tanaman cepat tumbuh dan mempunyai riap tinggi, membutuhkan masukan unsur hara yang banyak dan cepat tersedia, yang tidak dapat dipenuhi oleh kondisi lahan tersebut. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu masukan unsur hara yang dapat membantu meningkatkan pertumbuhan tanaman (Hardiatmi, 2008).

Umumnya pemberian unsur hara yang cepat dan mudah dilaksanakan adalah dengan pemberian pupuk buatan, seperti Urea, SP-36, dan KCI, atau pupuk buatan lainnya. Namun demikian cara tersebut untuk kehutanan tidak bisa diandalkan, karena memiliki beberapa kelemahan, diantaranya; harga yang mahal padahal tanah yang akan ditanami meliputi wilayah yang sangat luas, sehingga membutuhkan biaya yang sangat besar. Disamping itu penggunaan pupuk buatan yang berlebihan akan menyebabkan rusaknya struktur tanah, dan kemungkinan tercuci bersama erosi, yang pada akhirnya akan menimbulkan masalah bagi lingkungan hidup terutama bagi daerah perairan yang lebih rendah dari kawasan hutan, yaitu masalah eutrifikasi (eutriphication). Hal ini tentunya akan bertentangan dengan kebijaksanaan pembangunan berwawasan lingkungan.


(16)

Sehubungan dengan hal ini, diperlukan pendekatan lain yang lebih aman bagi lingkungan hidup, di sisi lain dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman. Pendekatan tersebut ialah pendekatan yang bersifat alami, yaitu mengikuti proses nutrien di biosfer. Cara ini merupakan alternatif lain yang dapat mengurangi ketergantungan penggunaan pupuk buatan. Salah satu usaha untuk meminimalkan biaya penggunaan pupuk buatan tersebut adalah dengan penggunaan fungi mikoriza arbuskula (FMA). Namun respon setiap tanaman berbeda-beda terhadap fungi mikoriza arbuskula. Oleh karena itu perlu diteliti bagaimana respon beberapa jenis akasia yang biasa digunakan untuk Hutan Tanaman Industri terhadap FMA, sehingga nantinya diharapakan dapat memperoleh jenis yang efisien dikembangkan dan bernilai ekonomi tinggi.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari respon pertumbuhan bibit beberapa jenis Acacia spp terhadap fungi mikoriza arbuskula (FMA).

Hipotesis Penelitian

Adapun hipotesis penelitian ini adalah :

1. Pertumbuhan bibit beberapa jenis Acacia spp memiliki respon yang berbeda terhadap fungi mikoriza arbuskula (FMA).

2. Perbedaan dosis mikoriza akan memberikan pengaruh yang berbeda tehadap pertumbuhan bibit Acacia spp

3. Perbedaan jenis Acacia spp akan memberikan pertumbuhan yang berbeda.


(17)

Manfaat Penelitian

Penelitian ini memiliki manfaat untuk menambah masukan bagi efisiensi pengelolaan jenis akasia di Hutan Tanaman Industri.


(18)

TINJAUAN PUSTAKA

Hutan Tanaman Industri (HTI)

Kebijakan pembangunan kehutanan menyebutkan hutan produksi tetap yang dikukuhkan seluas 33,9 juta ha. Kalau asas pelestarian (preservation) plasma nutfah akan diterapkan secara konsekuen, semua hasil hutan harus berasal dari hutan tanaman. Dengan demikian HTI akan mencapai luas 33,9 juta ha. Mugkin untuk sementara waktu sebagian hutan produksi tetap yang dikelola secara HPH masih perlu dipertahankan untuk memperoleh hasil kayu yang berdaur panjang (diatas 30 tahun) sebelum ada HTI yang cukup umur untuk menggantikannya. Dapat pula hutan alam seluas tertentu tetap diusahakan sebagai hutan produksi tetap untuk menghasilkan kayu berdaur panjang, sedang HTI dikhususkan untuk menghasilkan kayu berdaur pendek (sekitar 10 tahun) dan berdaur menengah (sekitar 25 tahun) (Dephut, 1994).

Hutan Tanaman Industri (HTI) dikelola dengan silvikultur intensif, ditanam secara monokultur, dan dipanen secara tebang habis. Tingkat intensifikasi diukur menurut jumlah kegiatan dan uang yang ditanam dalam tiap satuan luas atau dalam tiap satuan hasil. Kegiatan mencakup pemeliharaan jenis mulai dari pengadaan sumber benih, pemuliaan pohon, pengaturan jarak tanam, pemangkasan, penjarangan dan lama rotasi (Mackensen, 2002).

Menurut penggunaan hasilnya, HTI terpilahkan menjadi 3 kelompok, yaitu penghasil kayu energi dengan daur 5-8 tahun, penghasil kayu bubur (pulp) dengan daur 10-15 tahun, dan penghasil kayu pertukangan dengan daur 20-30. Berdasarkan analisis ekonomi, luas optimum dan minimum rerata satu satuan


(19)

kebun kayu menurut jenis hasilnya ialah kebun kayu energi optimum 48.000 ha dan minimum 15.000 ha, kebun kayu bubur 42.500 ha dan minimum 23.000 ha, dan kebun kayu pertukangan 65.000 ha dan 14.500 ha (Dephut, 1994).

Hutan Tanaman Industri (HTI) dibangun pada umumnya kayunya digunakan untuk pemasok kebutuhan industri perkayuan, seperti playwood, kayu gergajian, dan pulp. Produktivitas hutan tanaman dipengaruhi oleh iklim, tanah, fisiografi dan faktor pengelolaan. Kondisi tanah yang berpengaruh langsung terhadap vegetasi adalah komposisi fisik dan kimia tanah, kandungan air, suhu dan aerasi tanah. Hutan Tanaman Industri banyak mengembangkan jenis tanamam seperti sengon (Paraserianthes falcataria), pinus (Pinus merkusii), jati (Tectona grandis), eukaliptus (Eucalyptus spp), dan akasia (Acacia spp). Saat ini jenis yang paling banyak dikembangkan di Indonesia adalah akasia, sehingga penelitian perlu lebih di fokuskan pada jenis akasia.

Acacia spp

1. Taksonomi

Taksonomi dari Acacia sppsebagai berikut : Divisio : Spermathophyta

Sub Divisio : Angispermae Kelas : Dikotyledon Ordo : Rosales Family : Leguminosae Genus : Acacia


(20)

2. Morfologi

Pohon Acacia spp yang tua biasanya berkayu keras, kasar, beralur longitudinal dan warnanya bervariasi mulai dari coklat gelap sampai terang. Dapat dikemukakan pula bahwa bibit Akasia yang baru berkecambah memiliki daun majemuk yang terdiri dari banyak anak daun. Daun ini sama dengan sub famili Mimosoideae misalnya Paraseanthes falcataria, Leucaena sp, setelah tumbuh beberapa minggu akasia tidak menghasilkan lagi daun sesungguhnya tetapi tangkai daun sumbu utama setiap daun majemuk tumbuh melebar dan berubah menjadi phyllodae atau pohyllocladus yang dikenal dengan daun semu,

phyllocladus kelihatan seperti daun tumbuh umumnya. Bentuknya sederhana, tulang daunnya paralel dan besarnya sekitar 25 cm x 10 cm. Tumbuh secara alami di Maluku dengan jenis Melaleuca leucadendron. Selain itu terdapat pula di pantai Australia bagian utara, Papua bagian selatan (Fak-fak di Aguada) dan Tomage (Rokas, Kepulauan Aru, Maluku dan Seram bagian barat).

3. Syarat Tumbuh

Acacia spp tidak memiliki persyaratan tumbuh yang tinggi, dapat tumbuh pada lahan miskin dan tidak subur. Akasia dapat tumbuh baik pada lahan yang mengalami erosi, berbatu dan tanah Alluvial serta tanah yang memiliki pH rendah (4,2). Tumbuh pada ketinggian antara 30 - 130 mdpl, dengan curah hujan bervariasi antara 1.000 mm - 4.500 mm setiap tahun. Seperti jenis pionir yang cepat tumbuh dan berdaun lebar, jenis Akasia spp sangat membutuhkan sinar


(21)

matahari, apabila mendapatkan naungan akan tumbuh kurang sempurna dengan bentuk tinggi dan kurus (Irwanto, 2007).

4. Nilai Ekonomi

Kayunya bernilai ekonomi karena merupakan bahan yang baik untuk finir serta perabot rumah yang menarik seperti: lemari, kusen pintu, dan jendela serta baik untuk bahan bakar. Tanaman akasia yang berumur tujuh dan delapan tahun menghasilkan kayu yang dapat dibuat untuk papan partikel yang baik, dan bubur kertas (pulp). Beberapa jenis digunakan untuk kegiatan reboisasi.

Kondisi Lahan di Indonesia

Pengelolaan hutan tanaman yang produktivitasnya dapat diterima secara ekonomis hanya dapat dilakukan secara berkelanjutan di lahan-lahan yang memiliki kondisi-kondisi iklim dan tanah yang sesuai. Produktivitas hutan tanaman tergantung sepenuhnya pada kualitas lahan. Karena pembangunan hutan tanaman industri membutuhkan investasi awal yang tinggi, maka pemilihan lahan harus dilakukan dengan cermat. Jika pada pemilihan lahan diawal pembangunan hutan tanaman areal-areal yang tidak produktif tidak disisihkan, maka kerugian (finansial) yang cukup besar akan terjadi nantinya (Mackensen, 2002).

Pembangunan hutan tanaman industri (HTI) berkembang dengan cepat di negara-negara beriklim tropis. Semakin menurunnya pasokan kayu dari hutan alam, berkembangnya keinginan nasional untuk mengembangkan dan mempromosikan industri-industri pengolahan kayu khususnya pulp dan kertas,


(22)

relatif mudahnya pengelolaan jenis pohon yang cepat tumbuh dan tegakan-tegakan monokultur, serta besarnya harapan akan produktivitas yang tinggi, menyebabkan hutan tanaman industri memainkan peranan yang semakin penting/meningkat di dalam sektor kehutanan di daerah tropis. Disamping popularitas dan biaya investasi yang tinggi, masih sedikit sekali diketahui perspektif jangka panjang dari HTI, terutama dalam hal produktivitas tegakan dan penyediaan unsur-unsur hara. Sejumlah fakta yang ada memperlihatkan, bahwa selain adanya faktor-faktor lain yang mengancam hutan tanaman (hama, kebakaran), produktivitas lahan seringkali rendah atau menurun pada rotasi tanaman kedua (berikutnya) yang disebabkan oleh kesuburan lahan yang rendah dan pelaksanaan pengelolaan yang kurang baik ( Mackensen, 2002).

Produktivitas lahan, yang pada umumnya dievaluasi melalui tinggi pohon rata-rata (Indeks Lahan) atau volume tegakan, tergantung kepada faktor-faktor iklim dan kesuburan tanah. Curah hujan dan penyebarannya serta kapasitas penahanan air dari tanah sangat menentukan produktivitas tegakan. Lahan yang optimal biasanya mempunyai periode musim kering yang pendek serta tanah berlempung sampai liat berlempung dan tanah liat. Dalam hubungannya dengan unsur-unsur hara tanah, pertumbuhan maksimum dapat diharapkan pada tanah-tanah yang kaya akan unsur hara, baik unsur-unsur hara makro (N, P, K, Ca, Mg) maupun unsur-unsur hara mikro (Mn, Fe, Zn,Cu, Br).

Hutan Tanaman Industri banyak dikembangkan di Sumatera dan Kalimantan, yang mana kondisi tanahnya kritis atau kurang produktif (marginal). Dalam menghadapi tanah semacam ini HTI tidak lagi memiliki daya adaptasi kuat seperti hutan alam dan sangat membutuhkan input yang besar dalam


(23)

pembangunannya. Untuk memperbaiki kualitas lahan marjinal yang butuh infut besar perlu dengan teknologi yang ramah lingkungan salah satunya adalah dengan menggunakan mikoriza. Peranan mikoriza secara spesifik dalam membantu pertumbuhan tanaman antara lain membantu memperbaiki nutrisi tanaman, sebagai pelindung hayati, dan membantu meningkatkan resistensi tanaman terhadap kekeringan, selain itu mikoriza memberikan keuntungan besar pada pepohonan yang hidup ditanah tandus.

Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA)

1. Pengertian Fungi Mikoriza Arbuskula

Mikoriza (akar cendawan) merupakan gabungan simbiotik dan mutualistik (saling menguntungkan) antara cendawan bukan patogen atau patogen lemah dengan sel akar hidup, terutama sel korteks dan sel epidermis. Cendawan itu menerima hara organik dari tanaman, tetapi ia memperbaiki kemampuan akar dalam menyerap air dan mineral. Dalam Fitter dan Hay (1991), disebutkan bahwa asosiasi simbiotik antara cendawan dan akar tanaman dapat dipandang sebagai perkembangan sangat khusus suatu kelompok rizhoplane yang setidak-tidaknya menjadi setengah invasive.

Selam siklus hidupnya, cendawan simbion endomikoriza akan mempunyai perbedaan stuktur hifa intraseluler, menggelembung berbentuk oval atau globose pada ujungnya disebut vesikel, sedangkan struktur intraseluler yang berbentuk seperti pohon kecil disebut arbuskula. Pada waktu yang bersamaan dan akar yang sama dapat diinfeksi oleh dua jenis endomikoriza merupakan hubungan mutualistik (saling menguntungkan) (Setiadi, 2001).


(24)

2. Faktor Lingkungan Mikoriza

Ketersediaan hara terutama nitrogen dan fosfat yang rendah akan mendorong pertumbuhan mikoriza. Akan tetapi kandungan hara yang terlalu rendah atau tinggi menghambat pertumbuhan mikoriza. Perkecambahan spora tidak hanya tergantung pada spesies dari FMA tetapi juga kandungan nutrient didalam tanah (Islami dan Wani,1995).

Kondisi tanah yang dapat mempengaruhi perkembangan mikoriza adalah ketersediaan bahan organik, drainase dan ketersediaan hara. Mikoriza akan dapat berkembang biak bila tidak ada hambatan aerasi. Oleh karena itu mikoriza akan dapat berkembang lebih baik pada tanah berpasir dibandingkan tanah berliat atau gambut (Islami dan Wani,1995).

Endomikoriza atau dikenal juga dengan FMA dapat di temukan hampir pada sebagian besar tanah dan pada umumya tidak mempunyai inang spesifik. Namun tingkat populasi dan komposisi jenis sangat bervariasi dan di pengaruhi oleh karakteristik tanaman dan sejumlah faktor lingkungan seperti suhu, pH, kelembaban tanah, kandungan fosfor dan nitrogen. Suhu terbaik untuk perkembangan FMA adalah pada suhu 300 C, tetapi tidak untuk kolonisasi miselia yang terbaik adalah pada suhu 280 C-340 C (Suhardi, 1989).

Biasanya pada tanah yang tidak diolah jumlah sporanya kurang bila dibandingkan dengan tanah olahan atau tanah berumput. Pada tanah yang diolah karena adanya pergantian akar dan kekeringan akan mengakibatkan seleksi FMA dan produksi spora. Pada tempat yang kurang diolah selalu ada tanaman yang bagian akarnya selalu tumbuh karena sepanjang tahun kandungan air tanah dan suhu memadai sehingga produksi spora pada tempat yang demikian tidak lagi


(25)

diperlukan. Pertumbuhan hifa secara eksternal terjadi jika hifa internal tumbuh dari korteks melalui epidermis. Pertumbuhan hifa secara eksternal tersebut terus berlangsung sampai tidak memungkinnya untuk terjadi pertumbuhan lagi. Bagi jamur mikoriza, hifa eksternal berfungsi mendukung fungsi reproduksi serta untuk transportasi karbon serta hara lainnya kedalam spora, selain fungsinya untuk

menyerap unsur hara dari dalam tanah untuk digunakan oleh tanaman (Pujianto, 2001 dalam As-syakur 2007).

Atmaja (2001) dalam As-syakur (2007) mengatakan bahwa pertumbuhan Mikoriza sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti:

1. Suhu

Suhu yang relatif tinggi akan meningkatkan aktifitas cendawan. Untuk daerah tropika basah, hal ini menguntungkan. Proses perkecambahan pembentukkan FMA melalui tiga tahap yaitu perkecambahan spora di tanah, penetrasi hifa ke dalam sel akar dan perkembangan hifa didalam konteks akar. Suhu optimum untuk perkecambahan spora sangat beragam tergantung jenisnya. Beberapa Gigaspora yang diisolasi dari tanah Florida, diwilayah subtropika mengalami perkecambahan paling baik pada suhu 34°C, sedangkan untuk spesies Glomus yang berasal dari wilayah beriklim dingin, suhu optimal untuk perkecambahan adalah 20°C. Penetrasi dan perkecambahan hifa diakar peka pula terhadap suhu tanah. Pada umumnya infeksi oleh cendawan FMA meningkat dengan naiknya suhu. Schreder (1974) dalam As-syakur (2007) menemukan bahwa infeksi maksimum oleh spesies Gigaspora yang diisolasi dari tanah Florida


(26)

terjadi pada suhu 30-33°C. Suhu yang tinggi pada siang hari (35°C) tidak menghambat perkembangan dan aktivitas fisiologis FMA. Peran mikoriza hanya menurun pada suhu diatas 40°C. Suhu bukan merupakan faktor pembatas utama dari aktifitas FMA. Suhu yang sangat tinggi berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman inang. FMA mungkin lebih mampu bertahan terhadap suhu tinggi pada tanah bertekstur berat dari pada di tanah berpasir.

2. Kadar air tanah

Untuk tanaman yang tumbuh didaerah kering, adanya FMA menguntungkan karena dapat meningkatkan kemampuan tanaman untuk tumbuh dan bertahan pada kondisi yang kurang air. Adanya FMA dapat memperbaiki dan meningkatkan kapasitas serapan air tanaman inang. Ada beberapa dugaan mengapa tanaman bermikoriza lebih tahan terhadap kekeringan diantaranya adalah:

1. Adanya mikoriza resitensi akar terhadap gerakan air menurun sehingga transfer air ke akar meningkat.

2. Tanaman kahat P lebih peka terhadap kekeringan, adanya FMA menyebabkan status P tanaman meningkat sehingga menyebabkan daya tahan terhadap kekeringan meningkat pula.

3. Adanya hifa eksternal menyebabkan tanaman ber- FMA lebih mampu mendapatkan air daripada yang tidak ber-FMA tetapi jika mekanisme ini yang terjadi berarti kandungan logam-logam lebih cepat menurun. Penemuan akhir-akhir ini yang menarik adanya hubungan antara potensial air tanah dan aktifitas mikoriza. Pada tanaman bermikoriza jumlah air


(27)

yang dibutuhkan untuk memproduksi 1gram bobot kering tanaman lebih sedikit daripada tanaman yang tidak bermikoriza.

4. Tanaman mikoriza lebih tahan terhadap kekeringan karena pemakaian air yang lebih ekonomis.

5. Pengaruh tidak langsung karena adanya miselin eksternal menyebabkan FMA efektif didalam mengagregasi butir-butir tanah sehingga kemampuan tanah menyimpan air meningkat.

3. pH tanah

Fungi pada umumnya lebih tahan lebih tahan terhadap perubahan pH tanah. Meskipun demikian daya adaptasi masing-masing spesies cendawan FMA terhadap pH tanah berbeda-beda, karena pH tanah mempengaruhi perkecambahan, perkembangan dan peran mikoriza terhadap pertumbuhan tanaman. Glomus fasciculatus berkembang biak pada pH masam. Pengapuran menyebabkan perkembangan G. fasciculatus menurun. Demikian pula peran G.fasciculatus di dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman pada tanah masam menurun akibat pengapuran (Santoso, 1985 dalam As-syakur, 2007). Pada pH 5,1 dan 5,9 G. fasciculatus menampakkan pertumbuhan yang terbesar, G. fasciculatus

memperlihatkan pengaruh yang lebih besar terhadap pertumbuhan tanaman justru kalau pH 5,1 G. Mosseae memberikan pengaruh terbesar pada pH netral sampai alkalis (pH 6,0-8,1). Perubahan pH tanah melalui pengapuran biasanya berdampak merugikan bagi perkembangan FMA asli yang hidup pada tanah tersebut sehingga pembentukan mikoriza menurun. Untuk itu tindakan pengapuran dibarengi


(28)

tindakan inokulasi dengan cendawan FMA yang cocok agar pembentukan mikoriza terjamin.

4. Bahan organik

Bahan organik merupakan salah satu komponen penyusun tanah yang penting disamping air dan udara. Jumlah spora FMA tampaknya berhubungan erat dengan kandungan bahan organik didalam tanah. Jumlah maksimum spora ditemukan pada tanah-tanah yang mengandung bahan organik 1-2 persen sedangkan pada tanah-tanah berbahan organik kurang dari 0,5 persen kandungan spora sangat rendah. Residu akar mempengaruhi ekologi cendawan FMA, karena serasah akar yang terinfeksi mikoriza merupakan sarana penting untuk mempertahankan generasi FMA dari satu tanaman ke tanaman berikutnya. Serasah akar tersebut mengandung hifa,vesikel dan spora yang dapat menginfeksi FMA. Disamping itu juga berfungsi sebagai inokulasi untuk tanaman berikutnya.

5. Cahaya dan ketersediaan hara

Bjorman dalam Gardemann (1983) dalam As-syukur (2007) menyimpulkan bahwa dalam intensitas cahaya yang tinggi kekahatan sedang nitrogen atau fosfor akan meningkatkan jumlah karbohidrat di dalam akar sehingga membuat tanaman lebih peka terhadap infeksi cendawan FMA. Derajat infeksi terbesar terjadi pada tanah-tanah yang mempunyai kesuburan yang rendah. Pertumbuhan perakaran yang sangat aktif jarang terinfeksi oleh FMA. Jika pertumbuhan dan perkembangan akar menurun infeksi FMA meningkat. Peran mikoriza yang erat dengan peyediaan P bagi tanaman menunjukkan keterikatan khusus antara mikoriza dan status P tanah. Pada wilayah beriklim sedang


(29)

konsentrasi P tanah yang tinggi menyebabkan menurunnya infeksi FMA yang mungkin disebabkan konsentrasi P internal yang tinggi dalam jaringan inang (As-syakur, 2007).

6. Fungisida

Fungisida merupakan racun kimia yang diracik untuk membunuh cendawan penyebab penyakit pada tanaman, akan tetapi selain membunuh cendawan penyebab penyakit fungisida juga dapat membunuh mikoriza, dimana pemakainan fungisida ini menurunkan pertumbuhan dan kolonisasi serta kemampuan mikoriza dalam menyerap P (As-syakur, 2007).

3. Fungsi dan Kegunaan Mikoriza Bagi Tanaman

Peranan mikoriza secara spesifik dalam membantu pertumbuhan tanaman antara lain membantu memperbaiki nutrisi tanaman, sebagai pelindung hayati, serta membantu meningkatkan resistensi tanaman terhadap kekeringan. Selain itu mikoriza memberikan keuntungan besar pada pepohonan yang hidup ditanah tandus. Bahkan, menurut Salisbury dan Ross(1995) dalam Hanafiah et al (2003) tanpa mikoriza yang mampu menyerap hara, banyak komunitas pohon tak mampu bertahan. Contohnya, beberapa pinus eropa yang dibawa ke AS tumbuh buruk, dan menjadi lebih baik setelah diinokulasi dengan cendawan mikoriza dari tanah tempat asal mereka (Hanafiah et al, 2003).

Adapun yang paling menarik dari mikoriza ini adalah kemampuannya untuk memperbaiki pertumbuhan tanaman dengan mempertinggi pengambilan P. Dalam tanah yang defesien P, tanaman bermikoriza biasanya tumbuh lebih baik


(30)

dibandingkan dengan tanaman tidak bermikoriza, tetapi akan terjadi sebaliknya pada tanaman yang disuplai fosfat dengan baik (Fitter dan Hay, 1991).

Akar bermikoriza ternyata meningkatkan pula penyerapan seng dan sulfur dari dalam tanah lebih cepat daripada tanaman yang tidak bermikoriza. Perbedaan kecepatan penyerapan itu mungkin sebagai refleksi perbedaan antara luas permukaan akar dan berat kering dari akar tanaman yang bermikoriza dan yang tidak bermikoriza. Perbedaan antara rata-rata penyerapan antar tanaman yang bermikoriza dan tidak bermikoriza lebih disebabkan karena perbedaan status fosfor dari dua jenis tanaman tersebut (Abbot dan Robson, 1984).

Akar tanaman yang terbungkus oleh mikoriza akan menyebabkan akar tersebut terhindar dari serangan penyakit dan hama. Infeksi patogen akan terhambat, disamping itu mikoriza akan menggunakan semua kelebihan karbohidrat dan eksudat akar lainnya, sehingga tercipta lingkungan yang tidak cocok bagi pertumbuhan patogen. Di pihak lain cendawan mikoriza ada yang dapat mematikan patogen. Biasanya tanaman yang memiliki sistem akar serabut dan rambut akar yang panjang kurang tergantung kepada infeksi mikoriza di bandingkan dengan tanaman yang memiliki akar yang relative kasar dan rambut akar yang tipis (Baon, 1998).

Penyebaran FMA yang merata, mempengaruhi pertumbuhan tanaman dan mempunyai potensi yang baik secara ekonomi maupun ekologi. Manfaat penggunaan FMA terhadap tanaman kehutanan yang di tanaman pada lahan-lahan kritis telah banyak dilakukan. Jenis tanaman yang di inokulasikan dengan FMA mampu meningkatkan 2-3 kali lipat dibandingkan dengan kotrol, hal ini hampir setara dengan pemberian pupuk urea 130 kg/ha, TSP 180 kg/ha dan KCL 100


(31)

kg/ha. Peranan FMA tersebut secara spesifik dalam membantu pertumbuhan tanaman antara lain membantu memperbaiki nutrisi tanaman, sebagai pelindung hayati, serta membantu meningkatkan resistensi tanaman terhadap kekeringan (Suhardi, 1989).

Hasil penelitian Sasli (1999) menunjukkan bahwa pemberian Fungi mikoriza Arbuskula dapat meningkatkan pertumbuhan bibit kakao yang lebih baik dibanding bibit tanpa mikoriza. Ini terlihat dari tingginya nilai rata-rata untuk hampir semua peubah yang diamati dibanding bibit yang tidak bermikoriza. Bibit kakao bermikoriza meningkatkan bobot kering tajuk dan akar masing-masing sebesar 144.7 % dan 190 % terhadap kontrol. Efisiensi penggunaan air juga tertinggi untuk bibit kakao yang mendapat perlakuan inokulasi mikoriza, yang dapat mencapai 149.2 % dari nilai kontrol untuk taraf kekeringan 70% air tersedia. Ini menunjukkan bahwa bibit yang bermikoriza sebenarnya tidak mengalami cekaman kekeringan oleh karena adanya hifa eksternal fungi mikoriza yang masih dapat menyerap air dari pori-pori tanah (Sasli, 2004)

Kemampuan suatu jenis FMA dapat berasosiasi dengan beberapa tanaman komersial cukup luas, akan tetapi kesesuaiannya dalam bersimbiose dengan tanaman sangat dipengaruhi oleh berbagai kondisi tanah, jenis mikoriza dan jenis tanaman. Berkaitan dengan hal tersebut di atas, Balai Penelitian Tanaman Buah Tropika (Balitbu) sudah mencoba memanfaatkan FMA untuk memacu pertumbuhan bibit manggis, yang dimulai dengan melakukan eksplorasi FMA dibeberapa daerah sentra produksi manggis di Sumatera Barat. Tanah dan sedikit akar di sekitar perakaran manggis dewasa diambil dan selanjutnya dibawa ke laboratorium untuk penangkaran (trapping). Spora-spora yang sudah diperoleh ini


(32)

selanjutnya diperbanyak secara kultur pot pada media pasir steril dengan tanaman inang Pueraria javanica selama 4 bulan.

Berbagai jenis inokulum FMA yang diperoleh dari beberapa daerah sentra produksi manggis ini selanjutnya diuji cobakan pada bibit manggis yang baru berumur 2 bulan (berdaun 2 helai). Bibit manggis ditanam di dalam pot percobaan yang berisi media tanah : pasir (1 : 1) yang telah difumigasi terlebih dahulu dengan fumigan (Basamid) selama 2 minggu. Setiap pot berisi 2 kg media dan terdiri dari satu tanaman. Sebelum transplanting bibit ke pot percobaan, terlebih dahulu dilakukan inokulasi FMA sebanyak 1 sendok makan inokulan yang ditempatkan di bawah perakaran bibit manggis. Selanjutnya di dalam rumah kaca dan dipelihara secara optimal.

Hasilnya menunjukkan bahwa setelah 19 bulan diinokulasi FMA, ternyata FMA yang berasal dari daerah Sawahlunto Sijunjung dapat memacu pertumbuhan bibit manggis yang cukup signifikan yaitu sekitar 50% lebih cepat dibandingkan dengan bibit manggis yang tidak diinokulasi CMA. (Syah, 2007).

Tabel 1. Rata-rata tinggi tanaman, jumlah daun , diameter batang, berat kering tanaman, bobot kering akar bibit manggis pada 19 bulan setelah inokulasi CMA.

Pertumbuhan Sawahlunto Sijunjung

Padang Kontrol

Tinggi Tanaman (cm) 31,29 33,08 21,13

Jumlah Daun (helai) 19,90 19,48 15,88

Diameter Batang (mm) 7,92 7,90 6,94

Bobot Kering Tanaman (gr) 62,63 61,96 35,64 Bobot Kering Akar (gr) 28,01 26,30 14,45


(33)

Tabel 2. Pengaruh jenis carier terhadap jumlah spora dan persentase infeksi akar tanaman inang.

Jenis Carier Jumlah Spora Infeksi Akar (%)

Tanah Merah 39,655 7,75

Tanah Hitam 65,695 13,13

Tepung 26,415 7,25

Di alam, keberadan Fungi Mikoriza Arbuskula dapat mempercepat terjadinya suksesi secara alami pada habitat-habitat yang mendapat gangguan ekstrim. Selain itu keberadaannya mutlak diperlukan karena berperan penting dalam mengefektifkan daur ulang unsur hara (nutrients cycle) sehingga dianggap sebagai alat yang paling efektif untuk mempertahankan stabilitas ekosistem hutan dan keaneka-ragaman hayati. Hal ini juga dianggap penting untuk menjaga terjadinya penurunan tingkat produktivitas lahan pada lahan-lahan HTI maupun tumpang sari pada rotasi berikutnya (Salim, 2004 dalam Delvian et al, 2006 ).


(34)

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Fakultas Pertanian dan Laboratorium Biologi Tanah Departemen Ilmu Tanah Universitas Sumatera Utara. Penelitian ini dilakukan pada bulan November - April 2009.

Bahan dan Alat Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih Acacia mangium, Acacia crassicarpa, Acacia auriculiformis, yang berasal dari Penelitian dan Pengembangan PT Musi Hutan Persada Palembang Sumatera Selatan, mikoriza yang berasal dari Laboratorium Bioteknologi Hutan Pusat Penelitian Bioteknologi (PPB) IPB Bogor, dengan kandungan Glomus manihotis, Glomus etunicatum, Acaulospora tuberculata, Gigaspora margarita, tanah, air untuk menyiram, polibag, pasir steril sebagai media untuk perkecambahan tanaman.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Jangka sorong untuk mengukur diameter, mistar untuk mengukur tinggi tanaman, gembor, tally sheet, bak kecambah, kamera untuk dokumentasi, oven, mikroskop binokuler, kaca preparat, pinset dan alat tulis-menulis.

Prosedur Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap Faktorial (RALF) dengan 2 faktor dan ulangan sebanyak 3 kali, di mana:

Faktor I : Jenis Akasia


(35)

S2 : Acacia crassicarpa

S3 : Acacia auriculiformis

Faktor II : Faktor pemberian mikoriza yaitu: Mo : 0 (kontrol) g/polybag M1 : 5 g/polybag

M2 : 10 g/polybag M3 : 15 g/polybag

Jumlah kombinasi perlakuan tersebut adalah 3 x 4 = 12 perlakuan

Ulangan = 3 unit

Jumlah unit percobaan = 36 unit

Jumlah tanaman seluruhnya = 36 x 3 = 108 tanaman

Model rancangan acak lengkap faktorial adalah sebagai berikut ini : Yijk = µ + αi + βj + (αβ) ij + εijk

Dimana :

Yijk : Respon tanaman yang diamati

µ : Nilai tengah umum

αi : Pengaruh taraf ke-i dari faktor A

βj : Pengaruh taraf ke-j dari faktor B

(αβ) ij : Pengaruh interaksi taraf ke-i dari faktor A dan taraf ke-j dari faktor B

εijk : Pengaruh (galad percobaan) taraf ke- i dari faktor A dan taraf ke-j dari faktor B pada ulangan yang ke- k


(36)

Pelaksanaan Penelitian

1. Persiapan Media Tumbuh

Tanah yang diambil adalah tanah Ultisol dengan pH 4,8. Kemudian tanah dimasukkan ke dalam polibag yang telah disediakan (ukuran 2 kg) di mana jumlah dan banyak tanahnya adalah sama, yaitu 2 kg/polybag.

2. Perkecambahan

Tanaman terlebih dahulu dikecambahkan pada media perkecambahan dengan menggunakan pasir selama ± 4 minggu sebelum dipindahkan ke polybag. Setelah itu tanaman dapat langsung disapih dengan menanam 1 unit setiap polibag.

3. Inokulasi Mikoriza

Inokulasi mikoriza dilakukan pada saat tanaman di tanam, sesuai dengan dosis masing-masing yaitu: 0 (kontrol) gram, 5 gram, 10 gram, dan 15 gram. Mikoriza diletakkan ± 5 cm di bawah permukaan tanah.

4. Pemeliharaan

Pemeliharaan dilakukan dengan melakukan penyiraman 1 kali setiap hari pada sore hari, sekaligus dilakukan penyiangan terhadap gulma yang ada di sekitar tumbuhan.


(37)

Parameter Pengamatan

1. Pengukuran Tinggi

Pengukuran tinggi tanaman dilakukan 4 minggu setelah tanaman dipindahkan ke polibag. Pengukuran tinggi tanaman dilakukan dengan mengukur dari batas patok yang telah dibuat sampai batas titik tumbuh tanaman. Kemudian hasil pengukuran tinggi ditambah dengan tinggi patok yang telah dibuat.

2. Jumlah Daun

Penghitungan jumlah daun dilakukan dengan menghitung daun yang terbuka sempurna, dihitung daun mulai dari pangkal bawah sampai kedaun paling atas yang terbuka sempurna.

3. Diameter batang

Diameter diukur dengan menggunakan jangka sorong yang diambil dengan dua arah yang tegak lurus yang diambil rata-ratanya. Pengukuran diameter dilakukan bersamaan dengan pengukuran tinggi dua minggu setelah tanaman dipindahkan ke polybag. Pengukuran dilakukan setiap dua minggu sekali.

4. Berat Kering Total

Pengukuran berat kering total dilakukan dengan mengeringkan bagian akar dan tajuk akasia yang telah dipanen dengan suhu 70C selama 48 jam kemudian dihitung dengan menjumlahkan berat kering tajuk dan berat kering akar.


(38)

5. Rasio Tajuk Akar

Rasio tajuk akar diperoleh dengan cara membagi berat kering tajuk dengan berat kering akar yaitu:

Rasio tajuk akar = Berat kering tajuk Berat kering akar

6. Persen Kolonisasi Mikoriza

Perhitungan persentase kolonisasi akar menggunakan metode panjang slide dari Giovanetti. Prosedur untuk menghitung persen kolonisasi mikoriza dapat dilihat pada lampiran 8.

7. Luas Daun

Pengukuran luas daun diambil pada saat pengambilan data terakhir dan pengukuran dilakukan pada daun yang telah terbuka sempurna pada cabang ketiga dari atas tanaman. Perhitungan daun dengan menggunakan program Autocad 2006. Prosedur untuk menghitung luas daun dengan Autocad 2006 dapat dilihat pada Lampiran 10.


(39)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Pertambahan Tinggi Tanaman

Hasil sidik ragam (Lampiran 1) menunjukkan bahwa interaksi antara dosis mikoriza dan jenis akasia tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap tinggi bibit. Demikian juga untuk pengaruh perlakuan dosis mikoriza dan jenis akasia tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan tinggi bibit berumur 3 bulan. Rata-rata perhitungan tinggi bibit umur 3 bulan disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Rataan pengaruh mikoriza dan jenis akasia terhadap tinggi bibit (cm)

Perlakuan S1 S2 S3 Rata-rata

Kontrol (M0) 29,46 26,48 30,98 28,97

5 gr (M1) 31,27 32,28 31,28 31,61

10 gr (M2) 29,3 29,13 30,77 29,73

15 gr (M3) 28,41 25,66 32,03 28,7

Rata-rata 29,61 28,39 31,26 29,75

Keterangan : S1: Acacia mangium S2: Acacia crassicarpa S3 : Acacia auriculiformis

Rataan tertinggi pengaruh dosis mikoriza terhadap pertumbuhan tinggi bibit terdapat pada M1 yaitu sebesar 31,61 cm dan terendah pada M3 yaitu sebesar 28,7 cm. Rataan tertinggi pengaruh jenis akasia terhadap pertumbuhan tinggi bibit terdapat pada S3 yaitu sebesar 31,26 cm dan terendah pada S2 yaitu sebesar 28,39 cm. Pengaruh jenis akasia dan dosis mikoriza terhadap pertumbuhan tinggi bibit mulai dari pengamatan I sampai pengamatan ke V dapat disajikan pada Gambar 1 dan 2 berikut ini.


(40)

0 5 10 15 20 25 30 35

I II III IV V

Pengamatan T inggi T ana m an

A. mangium S1 A. crassicarpa S2 A. auriculiformis S3

0 5 10 15 20 25 30 35

I II III IV V

Pengamatan T ing gi T ana m an

M 0 M 1 M 2 M 3

Gambar 1. Pengaruh jenis akasia terhadap pertumbuhan tinggi

Gambar 1 tampak bahwa pengaruh jenis akasia untuk setiap pengamatan pertambahan tinggi tanaman menunjukkan kecenderungan yang sama. Jenis

Acacia auriculiformis memberikan pertambahan tinggi tanaman yang lebih tinggi, sedangkan jenis Acacia crassicarpa memberikan pertambahan tinggi yang terendah.


(41)

Gambar 2 tampak bahwa pengaruh dosis mikoriza untuk setiap pengamatan pertambahan tinggi tanaman menunjukkan kecenderungan yang sama. Perlakuan M1 memberikan pertambahan tinggi tanaman yang lebih tinggi, sedangkan perlakuan M3 memberikan pertambahan tinggi tanaman terendah.

Pertambahan Jumlah Daun Tanaman

Hasil sidik ragam (Lampiran 2) menunjukkan bahwa interaksi antara dosis mikoriza dan jenis akasia serta perlakuan tunggal dosis mikoriza tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah daun bibit. Untuk perlakuan jenis akasia memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah daun bibit berumur 3 bulan. Rata-rata perhitungan jumlah daun bibit disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Rataan pengaruh mikoriza dan jenis akasia terhadap jumlah daun bibit

(helai)

Perlakuan S1 S2 S3 Rata-rata

Kontrol (M0) 5,44 5,55 13,11 8,03

5 gr (M1) 6,10 6,77 12,88 8,58

10 gr (M2) 5,11 5,99 12,44 7,85

15 gr (M3) 5,33 6,10 15,44 8,96

Rata-rata 5,49a 6,10a 13,47b 8,35

Angka-angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5 %

Rataan tertinggi pengaruh dosis mikoriza terhadap pertambahan jumlah daun bibit terdapat pada M3 yaitu sebesar 8,96 helai dan terendah pada M2 yaitu sebesar 7,85 helai. Sedangkan rataan tertinggi pengaruh jenis akasia terhadap pertambahan jumlah daun bibit terdapat pada S3 yaitu sebesar 13,47 helai dan terendah pada S1 yaitu sebesar 5,49 helai. Berdasarkan uji jarak berganda Duncan pada taraf nyata 5 %, perlakuan S1 tidak berbeda nyata dengan S2 akan tetapi berbeda nyata dengan S3. Pengaruh jenis akasia dan dosis mikoriza terhadap


(42)

0 2 4 6 8 10 12 14 16

I II III IV V

Pengamatan Ju m la h D au n

S1 S2 S3

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

I II III IV V

Pengamatan Ju m la h D au n

M 0 M 1 M 2 M 3

pertambahan jumlah daun bibit mulai dari pengamatan I sampai ke V dapat disajikan pada Gambar 3 dan 4 berikut ini.

Gambar 3. Pengaruh spesies terhadap pertambahan jumlah daun

Gambar 3 tampak bahwa pengaruh jenis akasia untuk setiap pengamatan pertambahan jumlah daun tanaman menunjukkan kecenderungan yang berbeda.

Acacia auriculiformis selalu memberikan pertambahan jumlah daun tanaman yan lebih tinggi, sedangkan jenis Acacia mangium memberikan pertambahan tinggi tanaman yang terendah.


(43)

Gambar 4 tampak bahwa pengaruh mikoriza untuk setiap pengamatan pertambahan jumlah daun tanaman menunjukkan kecenderungan yang sama. Perlakuan M3 memberikan pertambahan jumlah daun tanaman yang lebih tinggi, sedangkan perlakuan M2 memberikan pertambahan jumlah daun tanaman terendah.

Diameter Batang Tanaman

Hasil sidik ragam (Lampiran 3) menunjukkan bahwa interaksi antara dosis mikoriza dan jenis akasia tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap diameter batang bibit. Demikian juga untuk pengaruh perlakuan dosis mikoriza dan jenis akasia tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertambahan diameter batang bibit berumur 3 bulan. Rata-rata perhitungan diameter batang bibit umur 3 bulan disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Rataan pengaruh mikoriza dan jenis akasia terhadap diameter batang bibit (mm)

Perlakuan S1 S2 S3 Rata-rata

Kontrol (M0) 3,2 3,18 3,5 3,29

5 gr (M1) 3,6 3,5 3,46 3,52

10 gr (M2) 3,26 3,07 3,3 3,21

15 gr (M3) 3,16 3,02 3,8 3,33

Rata-rata 3,30 3,19 3,51 3,34

Rataan tertinggi pengaruh dosis mikoriza terhadap pertambahan diameter batang bibit terdapat pada M1 yaitu sebesar 3,52 mm dan terendah pada M2 yaitu sebesar 3,21 mm. Sedangkan rataan tertinggi pengaruh jenis akasia terhadap pertumbuhan diameter batang bibit terdapat pada S3 yaitu sebesar 3,51 mm dan terendah pada S2 yaitu sebesar 3,19 mm.


(44)

Rasio Tajuk Akar Tanaman

Hasil sidik ragam (Lampiran 4) menunjukkan bahwa interaksi antara dosis mikoriza dan jenis akasia tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap rasio tajuk akar bibit. Demikian juga untuk pengaruh perlakuan dosis mikoriza dan jenis akasia tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap rasio tajuk akar bibit berumur 3 bulan. Rata-rata perhitungan rasio tajuk akar bibit umur 3 bulan disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Rataan pengaruh mikoriza dan jenis akasia terhadap rasio tajuk akar bibit (gr)

Perlakuan S1 S2 S3 Rata-rata

Kontrol (M0) 4,77 3,56 3,16 3,83

5 gr (M1) 2,69 3,96 3,13 3,26

10 gr (M2) 3,49 3,91 3,2 3,53

15 gr (M3) 3,05 3,68 3,36 3,36

Rata-rata 3,5 3,78 3,21 3,49

Rataan tertinggi pengaruh dosis mikoriza terhadap berat rasio tajuk akar bibit terdapat pada M0 (kontrol) yaitu sebesar 3,83 gr dan terendah pada M1 yaitu sebesar 3,26 gr. Sedangkan rataan tertinggi pengaruh jenis akasia terhadap berat rasio tajuk akar bibit terdapat pada S2 yaitu sebesar 3,78 gr dan terendah pada S3 yaitu sebesar 3,21 gr.

Berat Kering Total Tanaman

Hasil sidik ragam (Lampiran 5) menunjukkan bahwa interaksi antara dosis mikoriza dan jenis akasia serta perlakuan tunggal dosis mikoriza tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap berat kering total bibit. Untuk perlakuan jenis akasia memberikan pengaruh yang nyata terhadap berat kering


(45)

total bibit berumur 3 bulan. Rata-rata perhitungan berat kering total bibit umur 3 bulan disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Rataan pengaruh mikoriza dan jenis akasia terhadap berat kering total bibit (gr)

Perlakuan S1 S2 S3 Rata-rata

Kontrol (M0) 2,26 3,8 2,93 3,00a

5 gr (M1) 4,16 5,06 4,33 4,52a

10 gr (M2) 1,86 3,4 2,8 2,69a

15 gr (M3) 2,13 3,36 3,73 3,07a

Rata-rata 2,60 3,90 3,45 3,32

Angka-angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5 %

Rataan tertinggi pengaruh dosis mikoriza terhadap berat kering total bibit terdapat pada M1 yaitu sebesar 4,52 gr dan terendah pada M2 yaitu sebesar 2,69 gr. Sedangkan rataan tertinggi pengaruh jenis akasia terhadap berat kering total terdapat pada S2 yaitu sebesar 3,90 gr dan terendah pada S1 yaitu sebesar 2,60 gr. Berdasarkan uji jarak berganda Duncan pada taraf 5%, perlakuan S1 tidak berbeda nyata dengan S2 dan S3.

Persen Kolonisasi Mikoriza

Hasil sidik ragam (Lampiran 6) menunjukkan bahwa interaksi antara dosis mikoriza dan jenis akasia tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap persen kolonisasi mikoriza. Demikian juga untuk pengaruh perlakuan dosis mikoriza dan jenis akasia tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap persen kolonisasi mikoriza bibit berumur 3 bulan. Rata-rata perhitungan persen kolonisasi mikoriza disajikan pada Tabel 8.


(46)

Tabel 8. Rataan pengaruh mikoriza dan jenis akasia terhadap persen kolonisasi mikoriza (%)

Perlakuan S1 S2 S3 Rata-rata

Kontrol (M0) 48,59 30,11 25,78 34,83

5 gr (M1) 38,74 43,29 38,71 40,25

10 gr (M2) 42,03 36,19 32,76 36,99

15 gr (M3) 48,93 25,60 32,06 35,53

Rata-rata 44,57 33,80 32,33 36,90

Rataan tertinggi pengaruh dosis mikoriza terhadap persen kolonisasi mikoriza terdapat pada M1 yaitu sebesar 40,25 % dan terendah pada M0 yaitu sebesar 34,83 %. Dan rataan tertinggi pengaruh jenis akasia terhadap persen kolonisasi mikoriza terdapat pada S1 yaitu sebesar 44,57 % dan terendah pada S3 yaitu sebesar 32,33 %.

Luas Daun (cm 2)

Hasil sidik ragam (Lampiran 7) menunjukkan bahwa interaksi antara dosis mikoriza dan jenis akasia tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap luas daun bibit. Dosis mikoriza tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap luas daun bibit sedangkan jenis akasia memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertambahan luas daun bibit berumur 3 bulan. Rata-rata perhitungan luas daun bibit disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9. Rataan pengaruh mikoriza dan jenis akasia terhadap luas daun bibit (cm2) Perlakuan S1 S2 S3 Rata-rata

Kontrol (M0) 38,06 87,22 18,12 47,80

5 gr (M1) 29,42 111,51 15,47 52,13

10 gr (M2) 17,62 77,80 17,58 37,67

15 gr (M3) 21,63 95,86 28,59 48,69

Rata-rata 26,68a 93,10b 19,94a 46,57


(47)

Rataan tertinggi pengaruh dosis mikoriza terhadap luas daun terdapat pada M1 yaitu sebesar 52,13 cm2 dan terendah pada M2 yaitu sebesar 37,67 cm2. Dan rataan tertinggi pengaruh jenis akasia terhadap luas daun terdapat pada S2 yaitu sebesar 93,10 cm2 dan terendah pada S3 yaitu sebesar 19,94 cm2. Berdasarkan uji jarak berganda Duncan pada taraf 5 %, perlakuan S1 tidak berbeda nyata dengan S3 akan tetapi berbeda nyata dengan S2.

Pembahasan

Interaksi FMA dengan Jenis Akasia

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ditemukan adanya interaksi antara dosis mikoriza dan jenis akasia. Artinya bahwa respon ketiga spesies tersebut terhadap FMA adalah sama.

Kemungkinan pertama yang terjadi sehingga interaksi antara FMA dan jenis akasia tidak berpengaruh nyata didukung oleh pernyataan Widyati (2007) bahwa sebagian besar spesies akasia memiliki banyak keunggulan, yaitu cepat tumbuh, mampu menambat nitrogen, toleran pada kondisi tanah yang buruk, dan dapat mengkonservasi tanah. Menurut Turnbul (2009) menyatakan bahwa ketiga jenis tanaman ini adalah tumbuhan perintis atau tanaman yang cocok digunakan untuk reklamasi lahan. Turnbul (2009) menambahkan bahwa A. Auriculiformis

tumbuh pada daerah-daerah dataran rendah tropis beriklim lembap sampai sub-lembap, pada tanah-tanah di sepanjang tepi sungai, pada daerah berpasir di tepi pantai, dataran yang mengalami pasang surut air laut, danau-danau berair asin di dekat pantai, dan dataran yang tergenang air. Tiap individu pohonnya tersebar luas di daerah padang rumput atau hutan rawa yang didominasi oleh pohon-pohon


(48)

Melaleuca spp yang tinggi. Spesies ini secara alami dapat dijumpai mulai dari ketinggian permukaan laut sampai 400 m dpl, dan bahkan hingga 1000 m dpl (di Zimbabwe). Daerah penyebarannya memiliki rata-rata suhu maksimum 32-38°C dan rata-rata suhu minimum 12-20°C. Curah hujan bervariasi antara 760 mm di kawasan Northern Territory (Australia) dan 2000 mm di Papua New Guinea; penyebarannya dipengaruhi oleh iklim monsun yang musim keringnya dapat terjadi selama 6 bulan. Di daerah penyebarannya tidak mengalami musim salju, namun pada beberapa tempat dengan intensitas salju ringan masih dapat ditoleransi. Tumbuhan ini tidak bisa tumbuh di bawah naungan. Toleransi spesies ini terhadap intensitas kecepatan angin juga rendah dikarenakan cabang-cabangnya mudah sekali patah akibat terpapar angin yang kuat. Sebagai perkecualian, A. auriculiformis memiliki toleransi yang luas terhadap berbagai kondisi tanah. Di Papua New Guinea, tumbuhan ini tumbuh dengan baik pada tanah asam dengan aliran air yang baik dan pada tanah-tanah liat yang becek atau tergenang selama sementara waktu atau dalam waktu yang panjang. Tanah-tanah pada daerah alami penyebarannya di Australia adalah pada daerah berpasir, tanah liat hitam, tanah alluvial yang merupakan turunan dari batupasir atau laterit. pH tanah biasanya berkisar antara 4.5-6.5, tapi di kawasan Northern Territory tumbuhan ini tumbuh pada tanah pasir yang memiliki pH 8-9, juga pada tanah-tanah bekas pertambangan yang memiliki pH 3. Tumbuhan ini sangat toleran terhadap tanah yang mengandung garam (soil salinity).

Arentz (2009) menyatakan bahwa A. mangium merupakan tumbuhan yang juga dimanfaatkan sebagai tanaman reklamasi bekas tambang batubara atau penghijaun lahan kritis. Sementara widyati (2007) menambahkan bahwa A.


(49)

crassicarpa mampu tumbuh pada kondisi lahan yang sangat masam (pH 3,5) serta mempunyai ketahanan terhadap kondisi lingkungan yang kurang baik.

Kemungkinan kedua yang terjadi adalah pada sisi lain FMA yang diinokulasi tetap mengambil fotosintat dari tanaman inangnya untuk pertumbuhan dan perkembangannya sehingga tanaman tersebut mengalami tekanan yang menyebabkan pertumbuhan berkurang. Fungi ini memperoleh senyawa organik (terutama gula) dari tanaman, sedangkan tanaman memperoleh keuntungan karena penyerapan unsur hara dan air dapat berlangsung dengan baik. Sementara tanaman yang tidak diinokulasi (kontrol) tidak mengalami tekanan pertumbuhan karena tidak harus berbagi fatosintat dengan mikoriza. Kemungkinan ketiga yang terjadi adalah waktu penelitian kurang lama sehingga efek FMA yang diberikan belum terlihat.

Pengaruh Dosis Mikoriza

Dosis mikoriza hanya berpengaruh nyata pada berat kering total. Rataan tertinggi diperoleh pada M1 dan terendah pada M2. Namun berdasarkan hasil analisis jarak berganda Duncan hasil rataan antara M0, M1, M2 dan M3 tidak berbeda nyata. Jadi antara yang tidak diaplikasikan dengan yang diaplikasikan mikoriza memberikan hasil perbandingan berat kering total yang tidak berbeda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun media tanam tidak diaplikasikan mikoriza, namun pada media tanam tersebut juga ditemui adanya kolonisasi mikoriza. Ada beberapa kemungkinan yang terjadi sehingga pemberian FMA belum memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan tanaman akasia. Kemungkinan pertama adalah bahwa pada media tanam yang digunakan


(50)

telah terdapat mikoriza yang indegenuous (mikoriza lokal). Berdasarkan pendapat Setiadi (2001) mikoriza ini bersifat kosmopolitan artinya mikoriza ini tersebar dan dapat ditemukan pada sebagian besar tanah atau ekosistem dan kondisi iklim mulai dari padang pasir sampai antartika. Umumnya mikoriza tidak mempunyai inang yang spesifik. Sesuai dengan pendapat Rao (1994), pada tanah dengan jumlah nutrisi yang rendah terutama P dan N atau yang dikenal dengan tanah kritis terdapat mikoriza. Apabila tanah tersebut digunakan untuk media tanam maka mikoriza yang terdapat pada tanah tersebut akan menjadi pesaing bagi FMA yang diinokulasi. Selanjutnya Suhardi (1989) menambahkan bahwa penyebaran mikoriza dengan inokulasi agak berkurang pada tanah yang sudah bermikoriza, tetapi meningkat pada tanah yang tidak bermikoriza.

Kemungkinan kedua menurut Suhardi (1989 ) di dalam Khlamidospora Endogone kadang-kadang terdapat mikroorganisme lain yang terdapat dalam bentuk kelompok hifa dan salah satunya disebut Cephalosporium, dan juga

Micromonospora yang merupakan parasit FMA. Parasitisme di dalam FMA dapat dilihat dengan adanya saluran halus radial ke dalam dinding chlamydospora dan adanya berbentuk seperti spora dalam spora mikoriza. Parasit yang lain seperti

Chytridales, Rhizidiomycopsis stomatosa yang terdapat pada azysospora

Gigaspora margarita. Parasit tersebut menyebabkan berkurangnya jumlah spora FMA yang hidup terutama spora FMA yang warnanya lebih terang. Dianjurkan pemakaian Mancoseb untuk mengurangi serangan parasit ini. Dari penelitian dinamika populasi dari dua jamur FMA Glomus macrocarpum dan Gigaspora margarita diketahui bahwa produksi klamidospora di hambat oleh hyperparasit yakni spesies Phlyctochytrium dan jamur seperti Pythium.


(51)

Pengaruh Jenis Akasia

Hasil penelitian yang diperoleh bahwa respon jenis akasia berbeda-beda terhadap pertumbuhan. Tabel 4 menunjukkan jumlah daun tanaman tertinggi pengaruh spesies diperoleh jenis A. auriculiformis. Dari segi fisiologi dan morfologi tanaman A. auriculiformis memiliki jumlah daun yang lebih banyak dan memiliki luas daun yang lebih sempit, disamping itu juga A. auriculiformis

memiliki percabangan banyak sehingga jumlah daun yang dihasilkanpun lebih banyak daripada A. mangium dan A. crassicarpa.

Kemungkinan pertama yang terjadi sehingga pengaruh jenis akasia memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertambahan jumlah daun, dan luas daun tanaman yaitu faktor genetik dan fisiologi tanaman. Sesuai dengan pendapat Hartl dan Clark 1989 dalam Rimbawanto (2008) yang menyatakan bahwa keragaman genetik merupakan modal dasar bagi suatu jenis tanaman untuk tumbuh, berkembang dan bertahan hidup dari generasi ke generasi. Kemampuan tanaman beradaptasi dengan perubahan lingkungan tempat tumbuh ditentukan oleh potensi keragaman genetik yang dimiliki oleh tanaman. Organisme dengan genotipe yang bebeda mempunyai kemampuan beradaptasi yang berbeda pula. Dengan kata lain adaptasi fisiologi dipengaruhi oleh faktor genetik. Hasil yang diperoleh (Tabel 9) menunjukkan bahwa A. crassicarpa lebih luas daunnya dibandingkan dengan A. mangium dan A. auriculiformis. Menurut Turnbull (2009) menyatakan bahwa A. crassicarpa daunnya berbentuk seperti bulan sabit, panjang 8-27 cm dan lebar 1-4,5 cm, berna hijau keabuan, memiliki 3 urat daun utama yang jelas. Untuk jenis A. auriculiformis bentuk daunnya seperti bulat sabit dengan panjang 10-16 cm dan lebar 1-3 cm, permukaaan daun halus berwarna


(52)

hijau keabuan dengan 3-4 tulang daun longitudinal yang jelas. Sementara untuk jenis akasia mangium daunnya lurus disatu sisi dan melengkung disisi lain (seperti bulan sabit dengan cekungan dangkal), panjang 25 cm dan lebar 3,5-9 cm, memiliki 4 atau 5 urat daun utama yang memanjang. Dari pernyataan diatas dapat dilihat bahwa faktor genetik dan morfologi tanaman sangat berperan dalam pertambahan luas daun tanaman, dimana A, crassicarpa daunnya lebih luas dibandingkan dengan A. auriculiformis dan A. mangium.


(53)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Pengaruh interaksi antara mikoriza dan jenis akasia belum nampak pada pertumbuhan bibit akasia.

2. Pengaruh dosis mikoriza memberikan pertumbuhan yang berbeda-beda terhadap pertumbuhan bibit Acacia spp.

3. Pengaruh jenis Acacia spp memberikan pertumbuhan yang berbeda-beda.

Saran

Untuk mengetahui pengaruh mikoriza terhadap pertumbuhan tanaman secara maksimal sebaiknya media tanam terlebih dahulu disterilisasi supaya mikoriza lokal yang terdapat dalam tanah mati.


(54)

DAFTAR PUSTAKA

Abbot, L.K. and A.D. Robson. I984. The Effect of Mycorrhizae on Plant Growth.

CRC Press. Inc, Boca Raton, Florida.

Arentz. 2009. Acacia mangium. Yayasan Kehati Prosea.

http://www.proseanet.org/prohati2/browser.php?keywords=acacia+mangiu m&do_search=Search+Now

As-syakur, A. 2007. Mikoriza. http://mbojo.word press.com/2007/03/16/mikoriza/ [diakses 13 Juli, 2009, 20:22]

Baon, J.B. 1998. Peranan Mikoriza Vesikula Arbuskula pada Kopi dan Kakao. Makalah di sampaikan dalam Workshop Aplikasi Cendawan Mikoriza Arbuskula Pada Tanaman Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan. Bogor Delvian. 2003. Keanekaragaman dan Potensi Pemanfaatan Cendawan Mikoriza

Arbuskula di Hutan Pantai. Disertasi Doktor. IPB Bogor

Delvian, Nurfaiqoh, M., Deni, E. 2006. Pelatihan Penggunaan Mikoriza Untuk Pengembangan Pertanian, Perkebunan Dan Kehutanan Di Lahan Marginal. Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Medan

Dephut. 1994. Pedoman Teknis Penanaman Jenis-jenis Kayu Komersial. http://www.bpth-sulawesi.net - BPTH Sulawesi [diakses 16 May, 2008, 21:22]

Fitter, A.H. dan R.K.M. Hay. 1991. Fisiologi Lingkungan Tanaman. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta

Hanafiah, K., I. Anas, A.Napoleon, N. Ghoffar. 2003. Biologi Tanah. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta

Hardiatmi, J. M. S. 2008. Pemanfaatan Jasad Renik Mikoriza Untuk Memacu Pertumbuhan Tanaman Hutan. Jurnal Inovasi Pertanian Vol. 7, No. 1, 2008 (1 - 10)

Irwanto. 2007. Budidaya Tanaman Kehutanan. http\www.irwantoshut.com [diakses 16 May, 2008, 21:22]

Islami, T dan H.U Wani. 1995. Hubungan Tanah, Air, dan Tanaman. IKIP Semarang Press. Semarang

Mackensen. 2007. Pengelolaan Unsur Hara pada Hutan Tanaman Industri (HTI) di Indonesia. Badan Kerjasama Teknis Jerman-Deutsche Gesellschaft fur


(55)

Technische Zusammenarbeit (GTC) Gmbh Postfach 5180 D-65726 Eschborn, Jerman

Rao, N.S. 1994. Mikroorganisme Tanah dan Pertumbuhan Tanaman. Edisi Kedua. UI Press. Jakarta

Rimbawanto, A. 2008. Pemuliaan Tanaman dan Ketahanan Penyakit pada Sengon. Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan. Yogyakarta

Sasli, I. 2004. Peranan Mikoriza Vesikula Arbuskula (MVA) Dalam Peningkatan Resistensi Tanaman Terhadap Cekaman Kekeringan. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Sastrosupadi, A. 2000. Rancangan Percobaan Praktis Bidang Pertanian. Penerbit Kanisius (Anggota IKAPI). Yogyakarta

Setiadi, Y. 2001. Status Penelitian dan Pemanfaatan Cendawan Mikoriza Arbuskula dan Rhizobium untuk Merehabilitasi Lahan Terdegradasi. Seminar Nasional Mikoriza. 15-16 November 1999. Bogor

Suhardi. 1989. Mikoriza Arbuskula (MVA). Pedoman Kuliah. PAU. Bioteknologi Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta

Syah, M. J. A., Irwan W., Yusri H. 2007. Pemanfaatan Cendawan Mikoriza Arbuskula untuk Memacu Pertumbuhan Bibit Manggis. Balai Penelitian Tanaman Buah Tropika. Solok

Turnbull, J.W. 2009. Acacia auriculiformis. Yayasan Kehati Prosea. http://www.proseanet.org/prohati2/browser.php?docsid=333 [diakses 23 Agustus, 2009, 22:22]

Widyati, E. 2007. Formulasi Inokulum Mikroba: MA, BPF dan Rhizobium Asal Lahan Bekas Tambang Batubara untuk Bibit Acacia Crassicarpa Cunn. Ex-Benth. Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam, Bogor


(56)

LAMPIRAN

Lampiran 1. Rataan Tinggi Tanaman (cm) dan Sidik Ragam Pada Bibit Akasia a. Rataan tinggi tanaman (cm) pada tanaman akasia

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

M0S1 29,26 31,06 28,06 88,38 29,46

M0S2 27,43 21,76 30,26 79,45 26,48

M0S3 31,73 28,56 32,66 92,95 30,98

M1S1 31,33 28,3 34,2 93,83 31,27 M1S2 27,73 35 34,13 96,86 32,28

M1S3 32,3 29,16 32,4 93,86 31,28

M2S1 33,56 29,03 25,33 87,92 29,3

M2S2 30,93 25,56 30,9 87,39 29,13

M2S3 34,23 28,96 29,13 92,32 30,72

M3S1 28,46 25,26 31,53 85,25 28,41

M3S2 26,76 23,36 26,86 76,98 25,66

M3S3 38,4 31,6 26,1 96,1 32,03 Total 372,12 337,61 361,56 1071,29

b. Sidik ragam rataan tinggi

S. K D. Bebas JK KT F. Hit F. Tabel

5% Perlakuan 12-1 = 11 146,2501 13,2954 1,1332 2,22 Faktor S 3-1 = 2 50,106 25,053 2,1355tn 3,4 Faktor M 4-1 = 3 46,6170 15,539 1,3245tn 3,01

S.M 2.3 = 6 49,5271 8,2545 0,7036tn 2,51

Galad P (r-1) = 24 281,5544 11,7314

Total 35

Keterangan :

tn : tidak nyata

* : nyata


(57)

Lampiran 2. Rataan Jumlah Daun Bibit (helai) dan Sidik Ragam Pada Bibit Akasia

a. Rataan jumlah daun bibit (helai)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

M0S1 5 6 5,33 16,33 5,44 M0S2 6,33 5 5,33 16,66 5,55

M0S3 12,33 13 14 39,33 13,11

M1S1 5,66 6 6,66 18,32 6,10

M1S2 6,33 6,66 7,33 20,32 6,77

M1S3 13,33 13,66 11,66 38,65 12,88

M2S1 5 5,33 5 15,33 5,11 M2S2 6,66 5 6,33 17,99 5,99 M2S3 13,66 12 11,66 37,32 12,44 M3S1 5 4,66 6,33 15,99 5,33

M3S2 5,66 6,66 6 18,32 6,10

M3S3 18,66 13,33 14,33 46,32 15,44

Total 103,62 97,3 99,96 300,88

b. Sidik ragam rataan jumlah daun

S. K D. Bebas JK KT F. Hit F. Tabel

5% Perlakuan 12-1 = 11 492,5441 44,776 38,026 2,22 Faktor S 3-1 = 2 472,3552 236,17 200,56* 3,40 Faktor M 4-1 = 3 6,9932 2,2310 1,9796tn 3,01 S.M 2.3 = 6 13,1984 2,1997 1,8681tn 2,51 Galad P (r-1) = 24 28,2617 1,1775

Total 35

Keterangan :

tn : tidak nyata

* : nyata


(58)

Lampiran 3. Rataan Diameter Tanaman (mm) dan Sidik Ragam Pada Bibit Akasia a. Rataan diameter batang bibit (mm)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

M0S1 3,3 3,5 2,8 9,6 3,2

M0S2 5,55 2,6 3,4 9,55 3,18

M0S3 3,6 3,4 3,5 10,5 3,5

M1S1 3,6 3,3 4,1 11 3,6

M1S2 3,3 3,5 3,9 10,7 3,5

M1S3 3,7 3,2 3,5 10,4 3,46

M2S1 3,6 3,1 3,1 9,8 3,26

M2S2 3 3,03 3,2 9,23 3,07

M2S3 3,6 3,2 3,1 9,9 3,3

M3S1 2,8 3 3,7 9,5 3,16

M3S2 3,25 3,11 2,7 9,06 3,02

M3S3 4 4,01 3,4 11,41 3,80 Total 41,3 38,95 40,4 120,65

b. Sidik ragam rataan diameter batang

S. K D. Bebas JK KT F. Hit F. Tabel

5% Perlakuan 12-1 = 11 2,0023 0,1820 1,6945 2,22 Faktor S 3-1 = 2 0,5788 0,2894 2,6945tn 3,40 Faktor M 4-1 = 3 0,6242 0,2080 1,9366tn 3,01 S.M 2.3 = 6 0,7993 0,1312 1,2216tn 2,51 Galad P (r-1) = 24 2,6258 0,1074

Total 35

Keterangan :

tn : tidak nyata

* : nyata


(59)

Lampiran 4. Rataan Rasio Tajuk Akar Tanaman (gram) dan Sidik Ragam Pada Bibit Akasia

a. Rataan rasio tajuk akar (gr)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

M0S1 2,5 8 3,83 14,33 4,77

M0S2 3,55 4,125 3 10,675 3,56

M0S3 2,66 3,33 3,5 9,49 3,16

M1S1 2,33 2,26 3,5 8,09 2,69

M1S2 4 3,35 4,54 11,89 3,96

M1S3 2,58 4,28 2,55 9,41 3,13

M2S1 4,33 2,66 3,5 10,49 3,49

M2S2 3,75 3 5 11,75 3,91

M2S3 3,2 3,2 3,2 9,6 3,2

M3S1 4 1,6 3,55 9,15 3,05

M3S2 3,625 2,75 4,66 11,035 3,68

M3S3 3,77 3 3,33 10,1 3,36

Total 40,295 41,555 44,16 126,01

b. Sidik ragam rataan diameter batang

S. K D. Bebas JK KT F. Hit F. Tabel

5% Perlakuan 12-1 = 11 9,7630 0,8875 0,7110 2,22 Faktor S 3-1 = 2 1,8988 0,9494 0,7606tn 3,40 Faktor M 4-1 = 3 1,6682 0,5560 0,4454tn 3,01 S.M 2.3 = 6 6,196 1,03266 0,8273tn 2,51 Galad P (r-1) = 24 29,9564 1,2481

Total 35

Keterangan :

tn : tidak nyata

* : nyata


(60)

Lampiran 5. Rataan Berat Kering Total Tanaman (gr) dan Sidik Ragam Pada Bibit Akasia

a. Rataan berat kering total (gr)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

M0S1 2,1 1,8 2,9 6,8 2,26

M0S2 4,1 4,1 3,2 11,4 3,8

M0S3 4,4 2,6 1,8 8,8 2,93

M1S1 4 4,9 3,6 12,5 4,16

M1S2 3 6,1 6,1 15,2 5,06

M1S3 6,1 3,7 3,2 13 4,33

M2S1 1,6 2,2 1,8 5,6 1,86

M2S2 3,8 4 2,4 10,2 3,4

M2S3 4,2 2,1 2,1 8,4 2,8

M3S1 1 1,3 4,1 6,4 2,13

M3S2 3,7 3 3,4 10,1 3,36

M3S3 4,3 5,6 1,3 11,2 3,73

Total 42,3 41,4 35,9 119,6

b. Sidik ragam rataan berat kering total

S. K D. Bebas JK KT F. Hit F. Tabel

5% Perlakuan 12-1 = 11 30,7622 2,7965 1,7994 2,22 Faktor S 3-1 = 2 10,433887 5,2169 3,3568tn 3,40 Faktor M 4-1 = 3 18,04222 6,0140 3,8697* 3,01 S.M 2.3 = 6 2,286093 0,3810 0,2451tn 2,51 Galad P (r-1) = 24 37,30002 1,5541

Total 35

Keterangan :

tn : tidak nyata

* : nyata


(61)

Lampiran 6. Rataan Persen Kolonisasi Mikoriza dan Sidik Ragam Pada Bibit Akasia

a. Rataan persen kolonisasi mikoriza (%)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

M0S1 61,9565 33,33 50,50 145,7865 48,59

M0S2 10,2564 45,45 34,6153 90,3217 30,11

M0S3 24,7619 39,6039 12,9629 77,3287 25,78

M1S1 45,3703 46,6101 24,24 116,2204 38,74

M1S2 50 34,7826 45,0980 129,8806 43,29

M1S3 33,33 52,8846 29,9065 116,1211 38,71

M2S1 71 23,4693 31,6326 126,1019 42,03

M2S2 40 45 23,5849 108,5849 36,19

M2S3 47 19,8019 31,4814 98,2833 32,76

M3S1 32,4324 49 65,3465 146,7789 48,93

M3S2 24,24 18,5567 34,0206 76,8173 25,60

M3S3 28,7128 35,1351 32,3529 96,2008 32,10

Total 469,0603 443,6242 415,7416 1328,4261

b. Sidik ragam rataan persen kolonisasi mikoriza

S. K D. Bebas JK KT F. Hit F. Tabel

5% Perlakuan 12-1 = 11 2081,1873 189,19885 0,9528 2,22 Faktor S 3-1 = 2 1072,8284 536,4142 2,7014tn 3,40 Faktor M 4-1 = 3 156,41941 52,1398 0,2625tn 3,01 S.M 2.3 = 6 851,93949 141,9899 0,7150tn 2,51 Galad P (r-1) = 24 4765,5537 198,5647

Total 35

Keterangan :

tn : tidak nyata

* : nyata


(62)

Lampiran 7. Rataan Luas Daun (cm2) dan Sidik Ragam Pada Bibit Akasia a. Rataan luas daun (cm2)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

M0S1 60,9190 17,2787 35,9925 114,1902 38,06 M0S2 111,3139 48,4421 101,9039 261,6599 87,22

M0S3 20,3345 16,9588 17,0826 54,3759 18,12

M1S1 33,1445 20,3162 34,8040 88,2647 29,42

M1S2 97,4478 125,2772 111,8022 334,5272 111,51

M1S3 11,2332 15,1655 20,0026 46,4013 15,47

M2S1 12,9440 17,9277 21,9911 52,8628 17,62

M2S2 103,7797 33,5491 96,0751 233,4039 77,80

M2S3 17,9168 13,6786 21,1447 52,7401 17,58

M3S1 30,9959 22,5044 11,4055 64,9058 21,63

M3S2 87,6023 127,0666 72,9036 287,5725 95,86

M3S3 25,9029 27,5231 32,3496 85,7756 28,59

Total 613,5345 485,688 577,4574 1676,6799

b. Sidik ragam rataan luas daun

S. K D. Bebas JK KT F. Hit F. Tabel

5% Perlakuan 12-1 = 11 42121,491 3829,2265 10,6388 2,22 Faktor S 3-1 = 2 39231,109 19615,555 54,4985* 3,40 Faktor M 4-1 = 3 1046,099 348,6996 0,9688tn 3,01 S.M 2.3 = 6 1844,283 307,3805 0,8540tn 2,51 Galad P (r-1) = 24 8638,28 359,9283

Total 35

Keterangan :

tn : tidak nyata

* : nyata


(63)

Lampiran 8. Prosedur Perhitungan Persen Kolonisasi mikoriza

Kolonisasi akar ditandai dengan adanya hifa, vesikula dan arbuskula atau salah satu dari ketiganya. Setiap bidang pandang (field of view) mikroskop yang menunjukkan tanda kolonisasi akar diberi tanda (+) dan yang tidak diberi simbol (-). Pengamatan kolonisasi FMA pada akar tanaman sampel dapat dilakukan melalui teknik pewarnaan (staining akar), karena karateristik anatomi yang menyatakan ada tidaknya infeksi FMA tidak dapat dilihat secara langsung. Metode yang digunakan dalam pewarnaan akar sampel adalah metode pewarnaan Kormanik dan Mc. Graw (1982) dalam Delvian (2003), yang secara lengkap sebagai berikut:

- Dipilih akar segar dan dicuci dengan air mengalir sampai bersih, sampel akar direndam dalam larutan KOH 10% selama 24 jam

- Larutan KOH kemudian dibuang dan akar dicuci pada air mengalir selama 5-10 menit

- Sampel akar direndam dalam larutan HCl 2% selama 24 jam dan pada proses ini akar akan berwarna pucat atau putih. Larutan HCl 2 % kemudian dibuang dengan mengalirkannya secara perlahan-lahan

- Akar sampel direndam dalam larutan staining selama 24 jam

- Larutan staining kemudian diganti dengan larutan destaining untuk proses pengurangan warna. Selanjutnya pengamatan untuk mengetahui persentase kolonisasi CMA pada akar siap dilakukan

- Perhitungan persentase kolonisasi akar menggunakan metode panjang slide Giovanetti dan Mosse (1980) dalam Delvian (2003), secara acak diambil potongan-potongan akar yang telah diwarnai dengan panjang ± 1 cm sebanyak


(64)

10 potongan akar dan disusun pada kaca preparat kemudian diamati dengan mikroskop binokuler

Persentase kolonisasi akar dihitung dengan rumus: field of view (+)

% kolonisasi = x 100% field of view (+) dan (-)


(65)

M0SI I M2S2 I M1S1 I M1S1 II M1S2 II M2S1 III M1S3 I M1S1 III M1S3 III M3S3 III MOS1 II M3S3 I M0S2 I M1S2 III M0S2 II M1S3 II M3S1 I M0S3 III M2S3 III MOS1 III M3S1 III M2S3 I M0S3 II M1S2 I M2S2 III M3S2 III M0S2 III M0S3 I M2S2 II M3S3 II M2S1 II M3S2 I M3S1 II

M3S2 II M2S1 I

M2S3 II

Lampiran 9. Lay out rancangan acak lengkap faktorial dengan 2 faktor (pemberian mikoriza, jenis akasia) dan ulangan sebanyak 3 kali.

Keterangan

S1 : Acacia mangium

S2 : Acacia crassicarpa U

S3 : Acacia auriculiformis

M0 : 0 (kontrol) g/polybag M1 : 5 g/polybag

M2 : 10 g/polybag M3 : 15 g/polybag


(66)

Lampiran 10. Prosedur perhitungan luas daun dengan menggunakan program Autocad 2006

1. Disepakati terlebih dahulu daun yang akan diambil untuk dihitung misalnya daun dari cabang ke 2 dari atas tanaman.

2. Diambil kertas milimeter blok lalu daun diletakkan di atas kertas tersebut dan digambar sesuai dengan luas daun.

3. Discaning kertas milimeter yang sudah digambar daunnya lalu disimpan dalam media penyimpanan flasdisk.

4. Dibuka program autocad 2006 dan klik image yang berada di atas toolbar lalu klik Roaster Image File dan diambil data file daun yang sudah discaning lalu muncul insert klik ok.

5. Ditekan mouse untuk membuat ukuran gambar yang diinginkan dan akan muncul gambar daun yang sudah discaning.

6. Diklik garis line yang berada disamping layar.

7. Dibuat garis dari satu titik ke titik lain dengan menggunakan garis line tersebut misalnyadari titik ke 1 (satu titik kertas milimeter sama dengan 1 kotak dikertas milimeter ) ke titik 5.

8. Diambil menu dimension yang berada di toolbar atas lalu klik kemudian klik dimension linear.

9. Ditimpakan garis awal yang dibuat dengan garis line sebelumnyadengan garis dimension linear.

10.Ditarik garis sedikit kesebelah kiri dengan menekan mouse lalu klik kanan ambil menu precision dan ambil angka nol yang paling besar di belakang koma.


(67)

11.Dicatat hasil yang muncul di layar ( jangan progam Autocadnya) 12.Dibuka program excel untuk menghitung skalanya.

13.Dibagi jarak yang dibuat dengan hasil presicion misalnya jarak dibuat 5 cm maka dibagi dengan hasil presicionnya.

14.Diklik scala pada toolbar modify

15.Dipilih objek yang akan diubah ukurannya lalu tekabn enter

16.Ditentukan base point (titik acuan) pada bagian bawah obyek lalu ditarik kebawah sedikit.

17.Dipindahkan (dipastekan) hasil perhitungan yang diperoleh di excel ke specify base point to yang berada di menu command.

18.Maka obyek daun akan berubah secara otomatis dengan hasil skala yang sebenarnya yakni 1 cm di kertas milimeter blok sama dengan 1 cm di program autocad.

19. Lalu didigit obyek daun yang diinginkan dengan line polygone yang berada disamping layar, tetapi terlebih dahulu tekan F8 agar garis yang dibuat tidak terputus (jangan sampai terputus garisnya).

20.Setelah selesai didigit maka ketik list kemudian di enter maka akan muncul secara otomatis hasilnya, yang dilihat hasilnya adalah area maka itulah luas daun sebenarnya.


(68)

Lampiran 11. Perbedaan Tinggi, Diameter, Jumlah Daun pada Interaksi antara Mikoriza dengan Tanaman Acacia spp

Dosis Mikoriza (0) gram Dosis Mikoriza (5) gram

Dosis Mikoriza (10) gram Dosis Mikoriza (15) gram


(69)

A. crassicarfa (Dosis 0, 5, 10 ,15)


(70)

Lampiran 12 Akar yang terinfeksi FMA

Hifa

Vesikula


(71)

Lampiran 13. Akar yang tidak terinfeksi FMA


(1)

Lampiran 10. Prosedur perhitungan luas daun dengan menggunakan program Autocad 2006

1. Disepakati terlebih dahulu daun yang akan diambil untuk dihitung misalnya daun dari cabang ke 2 dari atas tanaman.

2. Diambil kertas milimeter blok lalu daun diletakkan di atas kertas tersebut dan digambar sesuai dengan luas daun.

3. Discaning kertas milimeter yang sudah digambar daunnya lalu disimpan dalam media penyimpanan flasdisk.

4. Dibuka program autocad 2006 dan klik image yang berada di atas toolbar lalu klik Roaster Image File dan diambil data file daun yang sudah discaning lalu muncul insert klik ok.

5. Ditekan mouse untuk membuat ukuran gambar yang diinginkan dan akan muncul gambar daun yang sudah discaning.

6. Diklik garis line yang berada disamping layar.

7. Dibuat garis dari satu titik ke titik lain dengan menggunakan garis line tersebut misalnyadari titik ke 1 (satu titik kertas milimeter sama dengan 1 kotak dikertas milimeter ) ke titik 5.

8. Diambil menu dimension yang berada di toolbar atas lalu klik kemudian klik dimension linear.


(2)

11. Dicatat hasil yang muncul di layar ( jangan progam Autocadnya) 12. Dibuka program excel untuk menghitung skalanya.

13. Dibagi jarak yang dibuat dengan hasil presicion misalnya jarak dibuat 5 cm maka dibagi dengan hasil presicionnya.

14. Diklik scala pada toolbar modify

15. Dipilih objek yang akan diubah ukurannya lalu tekabn enter

16. Ditentukan base point (titik acuan) pada bagian bawah obyek lalu ditarik kebawah sedikit.

17. Dipindahkan (dipastekan) hasil perhitungan yang diperoleh di excel ke specify base point to yang berada di menu command.

18. Maka obyek daun akan berubah secara otomatis dengan hasil skala yang sebenarnya yakni 1 cm di kertas milimeter blok sama dengan 1 cm di program autocad.

19. Lalu didigit obyek daun yang diinginkan dengan line polygone yang berada disamping layar, tetapi terlebih dahulu tekan F8 agar garis yang dibuat tidak terputus (jangan sampai terputus garisnya).

20. Setelah selesai didigit maka ketik list kemudian di enter maka akan muncul secara otomatis hasilnya, yang dilihat hasilnya adalah area maka itulah luas daun sebenarnya.


(3)

Lampiran 11. Perbedaan Tinggi, Diameter, Jumlah Daun pada Interaksi antara Mikoriza dengan Tanaman Acacia spp

Dosis Mikoriza (0) gram Dosis Mikoriza (5) gram


(4)

A. crassicarfa (Dosis 0, 5, 10 ,15)


(5)

Lampiran 12 Akar yang terinfeksi FMA

Hifa


(6)

Lampiran 13. Akar yang tidak terinfeksi FMA


Dokumen yang terkait

Pengaruh Inokulasi Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA) Dan Interval Penyiraman Terhadap Pertumbuhan Bibit Suren (Toona Sureni Merr.)

0 138 68

Pengaruh Berbagai Tingkatan Fungi Mikoriza Arbuskula terhadap Produktivitas Rumput Gajah Mini (Pennisetum purpureum schamach ) pada Tanah Ultisol

0 43 56

Pengaruh Berbagai Tingkatan Fungi Mikoriza Arbuskula terhadap Produktivitas Rumput Gajah Mini (Pennisetum purpureum Schamach ) pada Tanah Ultisol

2 72 56

Efektivitas Pemberian Beberapa Jenis Fungi Mikoriza Arbuskular Terhadap Pertumbuhan Tanaman Karet (Hevea brassiliensis Muell. Arg.) Di Pembibitan

2 39 78

Pengaruh Inokulasi Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA) dan Interval Penyiraman Terhadap Pertumbuhan Bibit Suren (Toona Sureni Merr.)

0 27 80

Peran Fungi Mikoriza Arbuskula Dan Pupuk Rock Fosfat Terhadap Pertumbuhan Dan Produksi Kedelai (Glycine max (L.) Merill)

0 42 88

Aplikasi Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) dan Asam Humik Terhadap Pertumbuhan Bibit Suren (Toona serene Merr) Pada Tanah Bekas Tambang Emas

1 41 53

Pengaruh Cendawan Mikoriza Arbuskula Dan Naungan Terhadap Pertumbuhan Bibit Kayu Manis (Cinnamomum Burmanii Bl.) (The Effect Of Vesicular Arbuscular Mycorrhizal And Shade To Growth Of Cinnamon (Cinnamomum Burmanii Bl.)

1 63 7

Respon Pertumbuhan Acacia decurrens Willd. terhadap Inokulasi Fungi Mikoriza Arbuskula Gigaspora sp. dan Pemupukan

0 6 40

PENGARUH BAHAN SETEK DAN BEBERAPA JENIS FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA (FMA) TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT NILAM (Pogostemon cablin Benth.) PADA ULTISOL.

0 0 7