A. Fungi Mikoriza Arbuskula - Keanekaragaman Fungi Mikoriza Arbuskula Pada Ekosistem Hutan Tri Dharma Universitas Sumatera Utara

  TINJAUAN PUSTAKA A. Fungi Mikoriza Arbuskula

  Fungi mikoriza arbuskula merupakan suatu bentuk asosiasi antara fungi dengan akar tumbuhan tingkat tinggi, yang mencerminkan adanya interaksi fungsional yang saling menguntungkan antara suatu tumbuhan dengan satu atau lebih galur mikobion dalam ruang dan waktu. Fungi mikoriza arbuskula termasuk golongan endomikoriza. Tipe fungi ini dicirikan oleh hifa yang intraseluler yaitu hifa yang menembus ke dalam korteks dari satu sel ke sel yang lain (Manan, 1993). Diantara sel-sel terdapat hifa yang membelit atau struktur hifa yang bercabang-cabang yang disebut arbuskula. Pembengkakan yang terbentuk pada hifa yang berbentuk oval disebut vesikula. Arbuskula merupakan tempat pertukaran metabolit antara jamur dan tanaman. Adanya arbuskula sangat penting untuk mengidentifikasi bahwa telah terjadi infeksi pada akar tanaman (Scannerini, Bonfante dan Fosolo, 1983 dalam Delvian, 2003), sedangkan vesikula merupakan organ penyimpan makanan dan berfungsi sebagai propagul (organ reproduktif).

  Vesikula menurut Abbott dan Robson (1982), berbentuk globosa dan berasal dari menggelembungnya hifa internal dari fungi mikoriza. Vesikula ditemukan baik di dalam maupun di luar lapisan kortek parenkim. Tidak semua fungi mikoriza membentuk vesikula dalam akar inangnya, seperti Gigaspora dan

  Scutellospora . Banyak pendapat tentang fungsi dari vesikula ini, yaitu sebagai

  organ reproduksi atau organ yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan makanan yang kemudian diangkut ke dalam sel (Delvian, 2003).

  Terdapat tiga komponen dalam sistem asosiasi akar FMA yaitu akar tanaman inangnya sendiri, hifa eksternal yaitu bagian hifa yang menjulur ke luar akar dan menyebar dalam tanah dan hifa internal yaitu bagian hifa yang masuk kedalam akar dan menyebar dalam akar. Pengamatan terhadap hifa internal sangat penting untuk menentukan sampai sejauh mana tingkat kolonisasi akar tersebut oleh FMA. Hifa FMA ini sangat halus dengan diameter bervariasi antara 2-

  27 μm dan transparan. Oleh karena itu untuk pengamatannya diperlukan pewarnaan (Sumarni, 2001).

  Hasil penelitian Wani dan Lee (1995) menunjukkan bahwa kolonisasi akar yang maksimum akan dicapai pada tanah yang kurang subur. Baik hara P maupun N yang tinggi akan mengurangi kolonisasi akar. Kolonisasi akar meningkat bila N meningkat pada kondisi P yang moderat, tetapi pada kondisi P yang tinggi maka penambahan N justru merupakan penghambat.Lebih jauh dilaporkan bahwa kandungan P di dalam tanaman merupakan pengendali tingkat kolonisasi akar dan produksi spora FMA.

  Keanekaragaman FMA tidak mengikuti pola keanekaragaman tanaman, dan tipe FMA mungkin mengatur keanekaragaman spesies tanaman (Allen et al. 1995). Sebagai contoh, pada hutan konifer terdapat lebih dari 1000 spesies ektomikoriza dimana dominansi spesies tanaman ber- ektomikoriza sedikit, akan tetapi terdapat kurang dari 25 spesies FMA pada hutan tropical deciduous dengan 100 spesies tanaman.

  Hetrick (1984) menyimpulkan bahwa kolonisasi akar dan produksi spora dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu: spesies cendawan dan lingkungan. Faktor spesies cendawan dibedakan menjadi faktor kerapatan inokulum dan persaingan antar spesies cendawan. Peningkatan kadar inokulum dapat meningkatkan persentase kolonisasi akar sampai titik optimum tertentu (Philips dan Hayman, 1970). Akan tetapi tidak ada hubungan yang erat antara kolonisasi dengan produksi spora, sehingga tidak dapat dijadikan ukuran.Sedangkan pengaruh dari persaingan antar spesies FMA sulit ditentukan karena hanya diukur dalam hal perbedaan pertumbuhan tanaman inangnya saja.

  Ada kecenderungan bahwa beberapa genus atau bahkan spesies FMA hanya membentuk sporokarp pada waktu tertentu. Faktor yang mempengaruhi hal ini adalah perubahan musiman, pengaruh pemupukan, pengaruh pengolahan tanah dan sebagainya. Hall (1984) menyatakan bahwa jumlah spora yang dihasilkan setiap tahunnya mungkin tidak sama dan ada kecenderungan satu atau beberapa genus FMA sangat terbatas penyebarannya. Oleh karena itu sporokarp atau spora yang terkumpul dari wilayah tertentu mungkin tidak mewakili seluruh spora yang ada dari jenis FMA yang ada.

B. Peranan Fungi Mikoriza Arbuskula

  Adanya fungi mikoriza sangat penting bagi ketersediaan unsur hara seperti P, Mg, K, Fe dan Mn untuk pertumbuhan tanaman. Hal ini terjadi melalui pembentukan hifa pada permukaan akar yang berfungsi sebagai perpanjangan akar terutama di daerah yang kondisinya miskin unsur hara, pH rendah dan kurang air. Akar tanaman bermikoriza ternyata meningkatkan penyerapan seng dan sulfur dari dalam tanah lebih cepat daripada tanaman yang tidak bermikoriza (Abbot dan Robson 1982). Manfaat fungi mikoriza ini secara nyata terlihat jika kondisi tanahnya miskin hara atau kondisi kering, sedangkan pada kondisi tanah

  Menurut Siradz et al. (2007), hampir semua tanaman asli lahan pantai terinfeksi oleh fungi mikoriza. Hubungan antara jumlah spora dengan pertumbuhan tanaman menunjukkan hubungan positif dalam hal menyerap unsur hara. Hubungan yang positif tersebut cukup memberikan indikasi yang jelas tentang peluang penggunaan fungi mikoriza untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman, membantu memperbaiki dan meningkatkan sifat-sifat struktur agregat tanah.

  Menurut Marx (1982), akar tanaman yang terbungkus oleh fungi mikoriza menyebabkan akar tersebut terhindar dari serangan penyakit dan hama. Infeksi patogen terhambat, disamping itu fungi mikoriza menggunakan semua kelebihan dan eksudat akar lainnya, sehingga tercipta lingkungan yang tidak cocok bagi pertumbuhan patogen.

C. Distribusi dan Ekologi Fungi Mikoriza Arbuskula

  Fungi mikoriza biasanya tersebar dengan berbagai cara. Penyebaran aktif miselia melalui tanah, setelah infeksi di akar hifa berkembang di daerah perakaran pada tanah dan terbentuk struktur fungi, diantaranya miselium eksternal akar merupakan organ yang sangat penting dalam menyerap unsur hara dan mentransferkan ke tanaman, sedangkan penyebaran pasif dapat dilakukan oleh beberapa hewan dan juga angin (Setiadi, 2001). Penyebaran fungi mikoriza melalui inokulasi agak berkurang pada tanah yang sudah bermikoriza, tetapi meningkat pada tanah yang tidak bermikoriza.

  Perbedaan lokasi dan rizosfer menyebabkan perbedaan keanekaragaman spesies dan populasi fungi mikoriza, misalnya yang didominasi oleh fraksi sp.begitu juga dengan tanah mangrove yang bercirikan tanah berlumpur dan cenderung liat hanya Glomus sp. yang dapat hidup, sedangkan tanah yang berpasir genus Acaulospora dan Gigaspora ditemukan dalam jumlah yang tinggi. Sebaran kedua genus tersebut ternyata berkebalikan apabila ditinjau posisinya dari garis pantai. Kepadatan populasi Acaulospora meningkat sejalan dengan jarak dari garis pantai, artinya makin jauh dari garis pantai populasi Acaulospora makin tinggi. Kecenderungan sebaliknya diperlihatkan oleh Gigaspora yang makin jauh dari garis pantai populasinya semakin menurun (Siradz et al., 2007).

  Menurut Moreira (2007), pada ekosistem hutan asli Acaulospora mempunyai keanekaragaman jenis yang paling tinggi, selain itu ditemukan jugaGlomus macrocarpum yang menunjukkan jumlah spora yang paling banyak, sedangkan daerah yang dihutankan kembali jenis yang paling banyak adalah

  

Glomus macrocarpum dan Archeospora gerdemanni. Jenis-jenis ini

  menyesuaikan diri pada lingkungan dan menunjukkan toleransi yang tinggi dan adaptasi yang berbeda.

D. Faktor yang Mempengaruhi Keberadaan FMA

  Keberadaan spora FMA dipengaruhi oleh beberapa faktor lingkungan seperti :

  1. Cahaya Adanya naungan yang berlebihan terutama untuk tanaman yang senang cahaya dapat mengurangi infeksi akar dan produksi spora, selain itu respon tanaman terhadap fungi mikoriza akan berkurang. Hal ini disebabkan adanya hambatan pertumbuhan dan perkembangan internal hifa dalam akar yang

  2. Suhu Suhu berpengaruh terhadap infeksi yakni pada perkembangan spora, penetrasi hifa pada sel akar dan perkembangan pada korteks akar, selain itu suhu juga berpengaruh pada ketahanan dan simbiosis. Semakin tinggi suhu semakin besar terbentuknya kolonisasi dan meningkatnya produksi spora. Schenk dan Schroder (1974) menyatakan bahwa suhu terbaik untuk perkembangan

  o

  arbuskulayakni pada suhu 30 C tetapi untuk koloni miselia terbaik berada pada

  o o

  suhu 28-34

  C, sedangkan perkembangan bagi vesikula pada suhu 35 C.

  3. Kandungan air tanah Kandungan air tanah dapat berpengaruh baik secara langsung atau tidak langsung terhadap infeksi dan pertumbuhan fungi mikoriza. Pengaruh secara langsung tanaman bermikoriza dapat memperbaiki dan meningkatkan kapasitas serapan air. Sedangkan pengaruh tidak langsung karena adanya miselia eksternal menyebabkan fungi mikoriza efektif dalam mengagregasi butir-butir tanah, kemampuan tanah menyerap air meningkat. Penjenuhan air tanah yang lama berpotensi mengurangi pertumbuhan dan infeksi fungi mikoriza karena kondisi yang anaerob. Daniels dan Trappe (1980) menggunakan Glomus epigaeum dikecambahkan pada lempung berdebu pada berbagai kandungan air. Glomus

  

epigaeum ternyata berkecambah paling baik pada kandungan air di antara

kapasitas lapang dan kandungan air jenuh.

  4. pH Tanah Fungi mikoriza pada umumnya lebih tahan terhadap perubahan pH tanah.

  Meskipun demikian adaptasi masing-masing spesies fungi mikoriza terhadap pH tanah berbeda-beda, karena pH tanah mempengaruhi perkecambahan, perkembangan dan peran mikoriza terhadap pertumbuhan tanaman. Kemasaman tanah (pH) optimum untuk perkembangan fungi mikoriza berbeda-beda tergantung pada adaptasi fungi mikoriza terhadap lingkungan. Kemasaman tanah (pH) dapat berpengaruh langsung terhadap aktivitas enzim yang berperan dalam perkecambahan spora fungi mikoriza. Misalnya Glomus mosseae biasanya pada tanah alkali dapat berkecambah dengan baik pada air atau pada soil extract agar pada pH 6-9. Spora Gigaspora coralloidea dan Gigaspora heterogama dari jenis yang lebih tahan asam dapat berkecambah dengan baik pada pH 4-6. Glomus epigaeum perkecambahannya lebih baik pada pH 6-8(Maas dan Nieman, 1978).

  5. Bahan organik Bahan organik merupakan salah satu komponen dalam tanah yang penting disamping air dan udara. Jumlah spora FMA berhubungan erat dengan kandungan bahan organik dalam tanah. Jumlah maksimum spora ditemukan pada tanah-tanah yang mengandung bahan organik 1-2% sedangkan pada tanah-tanah berbahan organik kurang dari 0,5% kandungan spora sangat rendah (Pujiyanto, 2001).

  6. Logam berat dan unsur lain Adanya logam berat dalam larutan tanah dapat mempengaruhi perkembangan mikoriza. Beberapa spesies mikoriza arbuskular diketahui mampu beradaptasi dengan tanah yang tercemar seng (Zn), tetapi sebagian besar spesies mikoriza peka terhadap kandungan Zn yang tinggi. Pada beberapa penelitian lain diketahui pula strain-strain fungi mikoriza tertentu toleran terhadap kandungan Mn, Al, dan Na yang tinggi (Janouskuva et al., 2006).

E. Hutan Tri Dharma Universitas Sumatera Utara

  Kampus Universitas Sumatera Utara (USU) Padang Bulan terletak di sebelah barat daya Kota Medan, tujuh kilometer dari pusat kota. Kampus ini yang memiliki luas 116 Ha dengan zona akademik 93,4 Ha, merupakan pusat kegiatan Universitas. Di sini terdapat lebih dari seratus bangunan dengan total luas lantai

  2

  133.141 m . Selain bangunan pendidikan dan penunjang, di areal ini juga terdapat berbagai fasilitas sosial dan publik seperti taman dan fasilitas olahraga (Siregar, 2010).

  Kawasan ekosistem Hutan Tri Dharma Universitas Sumatera Utara yang memiliki luas kawasan 1,14 ha. Hutan Tri Dharma Universitas Sumatera Utara dimanfaatkan mahasiswa sebagai tempat melakukan penelitian dan tempat berlangsungnya praktikum akademik. Tegakan pohon yang terdapat di lokasi penelitian untuk areal hutan adalah mahoni (Swietenia mahagoni), mahoni daun besar (Swietenia macrophylla), sengon (Paraserianthes falcataria), dan pulai (Alstonia scholaris) (Samosir , 2011).