Kohesi Tekstual

(kambing berkepala kera), dan keterangan tempat (di Ginza dekat

Matahari Singosaren. Dalam hal ini, demi keefektifan kalimat, kepraktisan, dan efisien bahasa serta mengaktifkan pemikiran mitra bicara terhadap hal-hal yang tidak diungkapkan dalam tuturan, maka perlu dilakukan pelesapan (dalam hal ini pelesapan klausa terjadi pada tuturan Galih).

4) Perangkaian (conjunction)

Perangkaian (conjunction) adalah salah satu jenis kohesi gramatikal yang dilakukan dengan cara menghubungkan unsur yang satu dengan unsur yang lain dalam wacana. Unsur yang dirangkai bisa berwujud kata, frase, klausa, kalimat, alinea, dan pembicaraan.

Makna perangkaian beserta konjungsi dapat dikemukakan di sini antara lain :

(1) sebab-akibat

: sebab, karena, maka, makanya

(2) pertentangan

: tetapi, namun

(3) kelebihan (eksesif)

: malah

(4) perkecualian (ekseptif) : kecuali

commit to user

(5) konsesif

: walaupun, meskipun

(6) tujuan

: agar, supaya

(7) penambahan (aditif)

: dan, juga, serta

(8) pilihan (alternatif)

: atau, apa

(9) harapan (optatif)

: moga-moga, semoga

(10) urutan (sekuensial)

: lalu, terus, kemudian

: setelah, sesudah, usai, selesai

(13) syarat

: apabila, jika (demikian)

(14) cara

: dengan (cara) begitu

(15) makna lainnya

: (yang ditemukan dalam tuturan) Contoh penggunaan konjungsi terdapat dalam tuturan di bawah ini : Peristiwa kerusuhan dan pembakaran gedung-gedung di Solo

waktu itu sangat meresahkan masyarakat Solo. Semoga saja dengan peristiwa tersebut masyarakat Solo dapat lebih mawas diri.

(Sumarlam, dkk., 2003:33) Konjungsi semoga pada contoh di atas menyatakan makna harapan, yaitu dengan terjadinya peristiwa kerusuhan dan pembakaran gedung-gedung di Solo yang sangat meresahkan masyarakat itu, mudah- mudahan menjadikan masyarakat Solo mau berintrospeksi (mawas diri).

b. Aspek Leksikal

Kepaduan wacana selain didukung oleh aspek gramatikal atau kohesi gramatikal juga didukung oleh aspek leksikal atau kohesi leksikal. Kohesi leksikal ialah hubungan antar unsur dalam wacana secara semantis. Dalam hal ini, untuk menghasilkan wacana yang padu pembicara atau penulis dapat menempuhnya dengan cara memilih kata-kata yang sesuai dengan isi

commit to user

kewacanaan yang dimaksud. Hubungan kohesif yang diciptakan atas dasar aspek leksikal dengan pilihan kata yang serasi, menyatakan hubungan makna atau relasi semantik antara satuan lingual yang satu dengan satuan lingual yang lain dalam wacana (Sumarlam, dkk., 2003:35)

Aspek leksikal dapat dibedakan menjadi enam macam, yaitu :

1) Repetisi (pengulangan)

Repetisi (pengulangan) adalah pengulangan satuan lingual berupa bunyi, suku kata, atau bagian kalimat yang dianggap penting untuk memberi tekanan dalam sebuah konteks yang sesuai. Repetisi dibedakan menjadi delapan macam, yaitu repetisi epizeuksis, tautotes, anafora, epistrofa, simploke, mesodiplosis, epanalepsis, dan anadiplosis.

a) Repetisi Epizeuksis

Repetisi epizeuksis ialah pengulangan satuan lingual (kata/frasa) yang dipentingkan beberapa kali secara berturut turut. Contohnya berikut ini : Sebagai orang beriman, berdoalah selagi ada kesempatan,

selagi diberi kesehatan, dan selagi diberi umur panjang. Berdoa wajib bagi manusia. Berdoa selagi kita sehat tentu lebih baik daripada berdoa selagi kita butuh. Mari kita berdoa bersama- sama selagi Allah mencintai umat-Nya.

(Sumarlam, dkk., 2003:36) Pada tuturan di atas, kata selagi diulang beberapa kali secara berturut-turut untuk menekankan pentingnya kata tersebut dalam konteks tuturan itu.

b) Repetisi Tautotes

commit to user

Repetisi tautotes ialah pengulangan satuan lingual (kata/frasa) beberapa kali dalam sebuah konstruksi. Contohnya berikut ini : Aku dan dia terpaksa harus tinggal berjauhan, tetapi aku sangat

mempercayai dia, dia pun sangat mempercayai aku. Aku dan dia saling mempercayai.

(Sumarlam, dkk., 2003:36) Pada contoh di atas, kata mempercayai diulang tiga kali dalam sebuah konstruksi.

c) Repetisi Anafora

Repetisi anafora ialah pengulangan satuan lingual berupa kata atau frasa pertama pada tiap baris atau kalimat berikutnya. Pengulangan pada tiap baris biasanya terjadi dalam puisi, sedangkan pengulangan pada tiap kalimat terdapat dalam prosa. Contohnya berikut ini : Bukan nafsu,

Bukan wajahmu, Bukan kakimu, Bukan tubuhmu, Aku mencintaimu karena hatimu.

(Sumarlam, dkk., 2003:36) Pada penggalan puisi di atas terjadi repetisi anafora berupa pengulangan kata bukan pada baris pertama sampai dengan keempat. Repetisi semacam itu dimanfaatkan penulis puisi untuk menyampaikan maksud bahwa aku (tokoh pertama pada puisi itu) mencintai seseorang benar-benar karena hatinya, bukan sekadar karena nafsu, bukan karena wajah, bukan karena kaki, dan bukan karena tubuhnya.

commit to user

d) Repetisi Epistrofa

Repetisi epistrofa ialah pengulangan satuan lingual kata atau frasa pada akhir baris (dalam puisi) atau akhir kalimat (dalam prosa) secara berturut-turut. Contohnya berikut ini : Bumi yang kudiami, laut yang kulayari, adalah puisi.

Udara yang kauhirup, air yang kauteguki, adalah puisi. Kebun yang kautanami, bukit yang kau gunduli, adalah puisi. Gubug yang kauratapi, gedung yang kautinggali, adalah puisi.

(Gorys Keraf dalam Sumarlam, 2003:37) Pada contoh puisi di atas, satuan lingual adalah puisi diulang empat kali pada tiap baris secara berturut-turut.

e) Repetisi Simploke

Repetisi simploke ialah pengulangan satuan lingual pada awal dan akhir beberapa baris atau kalimat berturut-turut. Contohnya berikut ini :

Kamu bilang hidup ini brengsek. Biarin. Kamu bilang hidup ini nggak punya arti. Biarin. Kamu bilang nggak punya kepribadian. Biarin. Kamu bilang nggak punya pengertian. Biarin.

(Gorys Keraf dalam Sumarlam, 2003:37) Pada bait puisi tersebut terdapat pengulangan satuan lingual ”kamu bilang hidup ini” pada baris pertama dan kedua, dan satuan lingual ”kamu bilang nggak punya” pada baris ketiga dan keempat, masing-masing terdapat pada awal baris. Sementara itu, satuan lingual yang berupa kata ”biarin” diulang empat kali pada tiap akhir baris pertama sampai dengan keempat.

commit to user

f) Repetisi Mesodiplosis

Repetisi mesodiplosis ialah pengulangan satuan lingual di tengah-tengah baris atau kalimat secara berturut-turut. Contohnya berikut ini : Pegawai kecil jangan mencuri kertas karbon.

Babu-babu jangan mencuri tulang-tulang ayam goreng. Para pembesar jangan mencuri bensin. Para gadis jangan mencuri perawannya sendiri

(Gorrys Keraf dalam Sumarlam, 2003:37) Pada bait tiap puisi di atas, terdapat pengulangan satuan lingual ”jangan mencuri” yang terletak di tengah-tengah baris secara berturut-turut. Pengulangan seperti itu oleh penulisnya dimaksudkan untuk menekankan makna satuan lingual yang diulang, yaitu ’larangan mencuri’ karena perbuatan mencuri adalah perbuatan yang tidak terpuji bagi siapa pun, baik bagi pegawai kecil, pembantu rumah tangga, para pejabat, dan yang lainnya.

g) Repetisi Epanalepsis

Repetisi epanalepsis ialah pengulangan satuan lingual yang kata atau frasa terakhir dari baris atau kalimat itu merupakan pengulangan kata atau frasa pertama. Contohnya berikut ini :

Minta maaflah kepadanya sebelum dia datang meminta maaf.

Kamu mengalah bukan berarti dia mengalahkan kamu.

Berbuat baiklah kepada semua selagi bisa berbuat baik.

(Sumarlam, dkk., 2003:38) Pada tuturan di atas, terdapat repetisi epanalepsis yaitu frasa meminta maaf pada akhir baris merupakan pengulangan frasa yang sama pada awal baris pertama. Kata kamu pada akhir baris

commit to user

merupakan pengulangan kata yang sama pada awal baris kedua. Selanjutnya, frasa berbuat baik pada akhir baris merupakan pengulangan frasa yang sama pada awal baris ketiga. Pengulangan seperti itu berfungsi untuk menekankan pentingnya makna satuan lingual yang diulang, yaitu meminta maaf, kamu, dan berbuat baik.

i) Repetisi Anadiplosis

Repetisi anadiplosis ialah pengulangan kata atau frasa terakhir dari baris atau kalimat itu menjadi kata atau frasa pertama pada baris atau kalimat berikutnya. Contohnya berikut ini : dalam hidup ada tujuan

tujuan dicapai dengan usaha usaha disertai doa doa berarti harapan harapan adalah perjuangan perjuangan adalah pengorbanan

(Sumarlam, dkk., 2003:38) Pada puisi di atas, kata tujuan pada akhir baris pertama menjadi kata pertama pada baris kedua, kata usaha pada akhir baris kedua menjadi kata pertama pada baris ketiga, kata doa pada akhir baris ketiga menjadi kata pertama pada baris keempat, kata harapan pada akhir baris keempat menjadi kata pertama pada baris kelima, dan kata perjuangan pada akhir baris kelima menjadi kata pertama pada baris terakhir (baris keenam) dari puisi itu.

2) Sinonimi (padan kata)

commit to user

Sinonimi merupakan salah satu aspek leksikal untuk mendukung kepaduan wacana. Sinonimi berfungsi menjalin hubungan makna yang sepadan antara satuan lingual tertentu dengan satuan lingual yang lain dalam wacana (Sumarlam, dkk., 2003:39).

Berdasarkan wujud satuan lingualnya, dibedakan menjadi lima macam, yaitu (1) sinonimi morfem bebas dengan morfem terikat, (2) sinonimi kata dengan kata, (3) kata dengan frasa atau sebaliknya, (4) frase-frase, (5) klausa/kalimat dengan klausa/kalimat (Sumarlam, dkk., 2003:39). Contonya berikut ini :

1) Sinonimi antara morfem (bebas) dengan morfem (terikat)

a. Aku mohon kau mengerti perasaanku.

b. Kamu boleh bermain sesuka hatimu.

c. Dia terus berusaha mencari jatidirinya

(Sumarlam, dkk., 2003:39) Pada contoh di atas, morfem (bebas) aku (a) kamu (b), dan dia (c), masing-masing bersinonim dengan morfem (terikat)

–ku, –mu, dan -nya.

2) Sinonimi kata dengan kata Meskipun capeg, saya sudah terima bayaran. Setahun menerima

gaji 80% SK pegnegku keluar. Gajiku naik.

(Sumarlam, dkk., 2003:39) Pada tuturan di atas, kepaduan wacana tersebut antara lain didukung oleh aspek leksikal yang berupa sinonimi antara kata bayaran pada kalimat pertama dengan kata gaji pada kalimat kedua dan ketiga. Kedua kata tersebut maknanya sepadan.

3) Sinonimi kata dengan frasa

commit to user

Kota itu semalam dilanda hujan dan badai. Akibat adanya musibah itu banyak gedung yang runtuh, rumah-rumah penduduk roboh, dan pohon-pohon pun tumbang disapu badai.

(Sumarlam, dkk., 2003:39) Kepaduan wacana di atas, didukung oleh aspek leksikal yang berupa sinonim antara frasa hujan dan badai pada kalimat pertama dengan kata musibah pada kalimat berikutnya. Selain itu, kepaduannya juga didukung adanya pemakaian kata musibah itu dengan realisasi peristiwa yang digambarkan sebagai rincian melalui ungkapan gedung yang runtuh, rumah-rumah penduduk yang roboh, dan pohon-pohon pun tumbang pada kalimat kedua.

4) Sinonimi frasa dengan frasa Tina adalah sosok wanita yang pandai bergaul. Betapa tidak

baru dua hari pindah ke sini, dia sudah bisa beradaptasi

dengan baik.

(Sumarlam, dkk., 2003:40) Keterpaduan wacana di atas, didukung oleh aspek leksikal sinonim antara frasa pandai bergaul pada kalimat pertama dengan frasa beradaptasi dengan baik pada kalimat ketiga. Kedua ungkapan itu mempunyai makna yang sepadan.

5) Sinonimi klausa atau kalimat dengan klausa atau kalimat Gunakan landasan teori yang tepat untuk memecahkan

masalah tersebut. Pendekatan yang digunakan untuk menyelesaikan persoalan itu pun juga harus akurat.

(Sumarlam, dkk., 2003:40) Klausa memecahkan masalah tersebut pada kalimat pertama bersinonim dengan klausa menyelesaikan persoalan itu pada kalimat kedua. Kedua klausa yang bermakna sepadan itu

commit to user

mendukung kepaduan wacana baik secara leksikal maupun semantis.

3) Antonimi (lawan kata) Antonimi adalah satuan lingual yang maknanya berlawanan atau beroposisi dengan satuan lingual yang lain. Antonimi disebut juga oposisi makna. Berdasarkan sifatnya, oposisi makna dapat dibedakan menjadi lima macam, yakni oposisi mutlak, oposisi kutub, oposisi hubungan, oposisisi hirarkial, dan oposisi majemuk (Sumarlam, dkk., 2003:40)

a) Oposisi mutlak

Oposisi mutlak adalah pertentangan makna secara mutlak. Contohnya berikut ini : Hidup dan matinya perusahaan tergantung dari usaha kita.

Jangan hanya diam menunggu kehancuran, mari kita mencoba bergerak dengan cara yang lain.

(Sumarlam, dkk., 2003:41) Pada contoh di atas, terdapat oposisi mutlak antara kata hidup dan mati pada kalimat pertama, dan kata diam dan bergerak pada kalimat kedua.

b) Oposisi kutub

Oposisi kutub adalah oposisi makna yang tidak bersifat mutlak, tetapi bersifat gradasi. Artinya, terdapat tingkatan makna pada kata-kata tersebut. Contohnya berikut ini : kaya >< miskin

besar >< kecil panjang >< pendek lebar >< sempit senang >< susah

commit to user

Pemakaian kata-kata tersebut dapat diamati pada tuturan berikut : Memasuki era globalisasi sekarang ini, meningkatkan kualitas

sumber daya manusia sangatlah penting. Semua warga negara berhak untuk mendapatkan pendidikan dan pengajaran, baik itu orang kaya maupun orang miskin. Semua mempunyai hak yang sama untuk mengenyam pendidikan.

(Sumarlam, dkk., 2003:41) Pada wacana di atas, terdapat oposisi kutub antara kata kaya dan kata miskin pada kalimat yang kedua. Kedua kata tersebut dikatakan beroposisi kutub sebab terdapat gradasi di antara oposisi keduanya. Adanya realitas sangat kaya, kaya, agak kaya, agak miskin, miskin, sangat miskin bagi kehidupan orang di dunia ini.

c) Oposisi hubungan

Oposisi hubungan adalah oposisi makna yang bersifat saling melengkapi. Oposisi ini bersifat saling melengkapi, maka kata yang satu dimungkinkan ada kehadirannya karena kehadiran kata yang lain menjadi oposisinya, atau kehadiran kata yang satu disebabkan oleh adanya kata yang lain. Contohnya berikut ini : bapak >< ibu

guru >< murid dosen >< mahasiswa dokter >< pasien jual >< beli

(Sumarlam, dkk., 2003:42) Pemakaian kata-kata tersebut dapat diamati pada tuturan berikut :

commit to user

Ibu Rini adalah seorang guru yang cantik dan cerdas. Selain itu, beliau juga pandai dalam menyampaikan materi pelajaran di kelas, sehingga murid senang padanya.

(Sumarlam, dkk., 2003:42) Pada tuturan di atas terdapat oposisi hubungan antara guru pada kalimat pertama dengan murid pada kalimat kedua. Guru sebagai realitas dimungkinkan ada karena kehadirannya dilengkapi oleh murid.

d) Oposisi hirarkial

Oposisi hirarkial adalah oposisi makna yang menyatakan deret jenjang atau tingkatan. Satuan lingual yang beroposisi hirarkial pada umumnya kata-kata yang menunjuk pada nama- nama satuan ukuran (panjang, berat, isi), nama satuan hitungan, penanggalan, dan sejenisnya. Contohnya berikut ini : Milimeter >< sentimeter >< meter >< meter >< kilometer

Kilogram >< kuintal >< ton Detik >< menit >< jam >< hari >< minggu >< bulan SD >< SLTP >< SMU >< PT

Pemakaian kata-kata tersebut dapat diamati pada tuturan berikut : Ketika di TK, Silvy adalah anak yang periang, pemberani, dan

cerdas, sehingga setelah masuk SD dia menjadi bintang kelas. Hal itu terus berlangsung hingga dia masuk di SLTP. Namun, setelah dia masuk di SMU sifatnya yang periang itu hilang semenjak ayah dan ibunya bercerai. Akhirnya ia pun terpaksa tidak bisa melanjutkan kuliah di PT karena ibunya tidak mampu membiayai lagi.

(Sumarlam, dkk., 2003:42) Pada contoh di atas, ditemukan oposisi hirarkial antara TK, SD, SLTP, SMU, dan PT, yang menggambarkan realitas jenjang

commit to user

atau tingkat pendidikan dari yang paling rendah TK sampai yang paling tinggi PT.

e) Oposisi majemuk

Oposisi majemuk adalah oposisi makna yang terjadi pada beberapa kata (lebih dari dua). Perbedaan antara oposisi majemuk dengan oposisi kutub terletak pada ada tidaknya gradasi yang dibuktikan dengan dimungkinkannya bersanding dengan kata agak, lebih, dan sangat pada oposisi kutub, dan tidak pada oposisi majemuk. Adapun perbedaannya dengan oposisi hirarkial, pada oposisi hirarkial terdapat makna yang menyatakan jenjang atau tingkatan yang secara realitas tingkatan yang lebih tinggi atau lebih besar selalu mengasumsikan adanya tingkatan yang lebih rendah atau lebih kecil. Berdiri >< jongkok >< duduk >< berbaring

Diam >< berbicara >< bergerak >< bertindak Berlari >< berjalan >< melangkah >< berhenti

Pemakaian kata-kata tersebut dapat diamati pada tuturan berikut: Adi berlari karena takut dimarahi ibunya. Setelah agak

jauh dari ibunya, ia berjalan menuju rumah temannya. Sampai di rumah itu lalu ia melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah. Mendadak ia berhenti dan terkejut karena ternyata yang tampak di depan matanya Adi adalah ibunya sendiri.

(Sumarlam, dkk., 2003:44)

4) Kolokasi (sanding kata) Kolokasi (sanding kata) adalah asosiasi tertentu dalam menggunakan pilihan kata yang cenderung digunakan secara berdampingan. Berikut ini contoh pemakaian kata-kata yang berkolokasi :

commit to user

Waktu aku masih kecil, ayah sering mengajakku ke sawah. Ayah adalah seorang petani yang sukses. Dengan lahan yang luas dan bibit padi yang berkualitas serta didukung sistem pengolahan yang sempurna maka panen pun melimpah. Dari hasil panen itu pula keluarga ayahku mampu bertahan hidup secara layak.

(Sumarlam, dkk., 2003:44) Pada contoh di atas tampak pemakaian kata-kata sawah, petani, lahan, bibit padi, sistem pengolahan, dan hasil panen, yang saling berkolokasi dan mendukung kepaduan wacana. Kata-kata tersebut sering dipakai dalam jaringan pertanian.

5) Hiponimi (hubungan atas-bawah) Hiponimi (hubungan atas-bawah) adalah alat kohesi leksikal yang makna kata-katanya merupakan bagian dari makna kata yang lain. Kata yang mencakupi beberapa kata yang berhiponim disebut hipernim atau superordinat. Contoh penggunaan hiponimi dapat diperhatikan pada penggalan wacana berikut ini :

Binatang melata termasuk kategori hewan reptil. Reptil yang hidup di darat dan di air ialah katak dan ular. Cicak adalah reptil yang bisa merayap di dinding. Adapun jenis reptil yang hidup di semak-semak dan rumput adalah kadal. Sementara itu, reptil yang dapat berubah warna sesuai dengan lingkungannya yaitu bunglon.

(Sumarlam, dkk., 2003:45) Pada contoh di atas yang merupakan hipernim atau superordinatnya adalah binatang melata atau yang disebut reptil. Sementara itu, binatang-binatang yang merupakan golongan reptil sebagai hiponimnya adalah katak, ular, cicak, kadal, dan bunglon. Hubungan antarunsur bawahan atau antarkata yang menjadi anggota hiponim itu disebut kohiponim. Fungsi hiponim adalah untuk mengikat hubungan antarunsur atau antarsatuan lingual dalam wacana secara

commit to user

semantis terutama untuk menjalin hubungan makna atas dan bawahan, atau antara unsur yang mencakupi dan unsur yang dicakupi.

6) Ekuivalensi (kesepadanan bentuk) Ekuivalensi (kesepadanan bentuk) adalah hubungan kesepadanan antara satuan lingual tertentu dengan satuan lingual yang lain dalam sebuah paradigma. Berikut ini contohnya :

Fatimah rajin sekali membaca buku. Baik buku pelajaran maupun buku bacaan lainnya. Ia mempunyai perpustakaan kecil di rumahnya. Hampir semua buku yang dikoleksi sudah dibaca. Fatimah bercita-cita ingin menjadi pembaca berita di televisi agar semua orang mengenalnya.

(Sumarlam, dkk., 2003:45) Dari contoh di atas ditemukan ekuivalensi atau kesepadanan pada satuan lingual membaca (menunjukkan prefiks) dan bacaan (menunjukkan sufiks). Prefiks merupakan peristiwa melekatnya afiks yang terjadi pada awal pada kata dasarnya, sedangkan sufiks merupakan peristiwa melekatnya afiks yang terjadi pada akhir pada kata dasarnya. Satuan lingual membaca, bacaan, dibaca, dan pembaca, dibentuk dari dari kata dasar baca.

4. Kontekstual Wacana

Analisis wacana kontekstual wacana ialah analisis wacana dengan bertumpu pada teks yang dikaji berdasarkan konteks eksternal yang melingkupinya, baik konteks situasi maupun konteks kultural.

Menurut Sumarlam (2006:31), pemahaman konteks situasi dan kultural dalam wacana dapat dilakukan dengan mempertimbangkan berbagai prinsip penafsiran dan prinsip analogi. Prinsip-prinsip yang dimaksud adalah prinsip

commit to user

penafsiran personal, prinsip penafsiran lokasional, prinsip temporal, dan prinsip analogi. Di samping pemahaman mengenai konteks, inferensi juga merupakan proses yang sangat penting dalam memahami wacana. Sumarlam (2003:51) mengemukakan bahwa inferensi adalah proses yang harus dilakukan oleh komunikan (pembaca/pendengar/mitra tutur) untuk memahami makna yang secara harfiah tidak terdapat dalam wacana yang diungkapkan oleh komunikator (pembicara/penulis/penutur). Proses pemahaman seperti itu tidak dapat dilakukan melalui pemahaman makna secara harfiah saja, melainkan harus didasari pula oleh pemahaman makna berdasarkan konteks sosial dan budaya. Dengan kata lain, pemahaman konteks wacana (baik internal maupun eksternal) merupakan dasar inferensi (pengambilan kesimpulan).

a. Prinsip Penafsiran Personal Prinsip ini berkaitan dengan siapa yang menjadi partisipan di dalam suatu wacana. Dalam hal ini, siapa penutur dan siapa mitra tutur sangat menentukan makna suatu tuturan. Pelibat wacana biasanya menunjuk pada orang-orang yang berperan dalam wacana, kedudukannya, jenis hubungan perannya, ciri fisik dan non-fisik, serta emosi penutur dan mitra tutur. Contohnya di bawah ini :

”Aku bisa bikin nasi goreng sendiri” (Sumarlam, dkk., 2003:48)

Siapakah yang menjadi kunci pokok bagi pendengar/pembaca untuk memahami makna dan dampak dari tuturan tersebut. Apabila penuturnya adalah seorang anak berumur 5 tahun, maka tentu makna tuturan itu menjadi luar biasa bagi pendengarnya. Seorang anak yang berusia 5 tahun dan sudah dapat membuat nasi goreng sendiri tanpa bantuan ibunya merupakan prestasi

commit to user

yang luar biasa bagi pelakunya dan sekaligus merupakan berita mengejutkan bagi mitra tuturnya. Akan tetapi, apabila tuturan yang sama dituturkan oleh penutur seorang pramuwisma berumur 25 tahun, maka makna dan dampak dari tuturan itu biasa-biasa saja, sama sekali tidak mengejutkan bagi mitra tutur dan bukan suatu prestasi yang luar biasa bagi pelakunya sudah menjadi pekerjaan rutin yang biasa dikerjakan sehari-hari oleh pelakunya.

b. Prinsip Penafsiran Lokasional Prinsip ini berkaitan dengan penafsiran tempat atau lokasi terjadinya suatu situasi (keadaan, peristiwa, dan proses) dalam rangka memahami wacana. Berikut ini beberapa contohnya :

(1) Di sini murid-murid sudah terbiasa tertib dan disiplin. (2) Di sini Pak Wali selalu memperhatikan keadaan warga kota. (3) Sungai Bengawan Solo menjadi sumber air baik bagi persawahan

maupun bagi penduduk sekitarnya di sini. (4) Pancasila menjadi dasar negara kami di sini.

(Sumarlam, dkk., 2003:49) Berdasarkan perangkat benda dan realitas yang menjadi konteksnya, maka ungkapan di sini pada tuturan (1) berarti ’kelas’ atau ’sekolah’ sebagaimana yang disarankan dan didukung oleh kata murid-murid, dan realita yang diacunya. Frasa Pak Wali dan warga kota menyarankan pengertian ’di suatu kota’ bagi ungkapan di sini pada tuturan (2). Perangkat sungai, sumber air, persawahan, dan penduduk sekitarnya menyarankan pengertian ’daerah aliran sungai (Bengawan Solo)’ bagi ungkapan di sini pada tuturan (3). Sementara itu, pada tuturan (4), ungkapan di sini haruslah ditafsirkan ’Indonesia’ karena di dukung oleh konteks Pancasila dan dasar

commit to user

negara, sebab realitas menunjukkan bahwa negara yang berdasarkan Pancasila adalah Negara Republik Indonesia.

c. Prinsip Penafsiran Temporal Prinsip Penafsiran Temporal berkaitan dengan pemahaman mengenai waktu. Prinsip ini dapat menafsirkan kapan dan berapa lama waktu terjadinya situasi (peristiwa, keadaan, proses). Berikut ini beberapa contohnya :

(!) Marilah sekarang bersama-sama kita teriakkan pekik kemerdekaan

tiga kali : ”Merdeka! Merdeka! Merdeka!” (2) Marilah kita sekarang makan dulu! (3) Sekarang ini sudah mulai banyak tugas. Hampir tiap dosen

memberi tugas. (4) Sekarang saya sedang kuliah S-1 di sebuah perguruan tinggi

swasta di Jakarta. (5) Pada zaman modern seperti sekarang ini, barang-barang yang

dulu dianggap istimewa sudah menjadi biasa.

(Sumarlam, dkk., 2003:49-50) Pemahaman makna dan acuan waktu (kapan atau berapa lama) terhadap kata sekarang pada tuturan (1) sampai (5) berbeda-beda tergantung konteks yang menyertainya. Pada tuturan (1), acuan atau rentetan waktu sekarang sangat singkat, hanya beberapa detik saja. Pada tuturan (2), sekarang mengacu pada rentetan waktu kira-kira seperempat hingga setengah jam, yaitu lebih kurang setara dengan lama waktu yang diperlukan untuk makan bersama. Kata sekarang pada tuturan (3) mengacu pada rentetan waktu yang digunakan untuk mengerjakan tugas-tugas (terstruktur) dari tiap dosen. Kata sekarang pada tuturan (4) dapat ditafsirkan mengacu pada rentetan waktu antara empat sampai lima tahun, yaitu rentetan waktu yang digunakan oleh seorang mahasiswa untuk menyelesaikan program sarjana (S-1). Sementara itu, kata sekarang pada tuturan (5) dapat mengacu

commit to user

pada rentetan waktu bertahun-tahun atau bahkan puluhan tahun sebagaimana yang disarankan oleh pemakaian ungkapan pada zaman modern.

d. Prinsip Analogi Samsuri (1988:17) mengatakan bahwa prinsip analogi merupakan heuristik dasar yang dipakai baik oleh pembicara maupun pendengar untuk menentukan penafsiran dalam konteks. Dalam menyesuaikan perilaku seseorang dengan kebiasaan-kebiasaan dalam masyarakat, memerlukan semacam bimbingan atau pedoman. Bimbingan secara langsung dengan menggunakan akalnya sendiri. Dalam menyesuaikan perilakunya dalam masyarakat, manusia dipimpin pula oleh pengalaman-pengalamannya. Dapat disimpulkan bahwa manusia mempergunakan akalnya didasarkan atas pengalaman-pengalamannya. Menurut Sumarlam (2003:50), prinsip analogi digunakan sebagai dasar, baik oleh penutur maupun mitra tutur untuk memahami makna dan mengidentifikasi maksud dari bagian atau keseluruhan sebuah wacana. Contohnya di bawah ini : (1) Itu merupakan pukulan terpahit bagi Mike Tyson yang pernah dia

alami. (2) Itu merupakan pukulan terpahit bagi Mike Tyson yang pernah dia

alami dari sekian banyak promotor yang mensponsorinya.

(Sumarlam, dkk., 2003:50) Berdasarkan prinsip analogi, kita dapat menginterpretasikan perbedaan makna kata pukulan dan realitas yang ditunjuk pada kedua tuturan di atas. Apabila kita kaji makna tuturan dari kata itu sampai dengan kata alami, kita cenderung menginterpretasikan bagian kalimat (2) itu sama dengan (1). Akan tetapi, dengan mempertimbangkan tambahan kalimat pada tuturan (2),

commit to user

yaitu dari sekian promotor yang mensponsorinya analogi kita berubah dari pukulan (1) yang berarti ’pukulan fisik’ (dalam arti pertarungan tinju yang dialami oleh Mike Tyson, berubah menjadi ’bukan pukulan fisik’ pada (2), melainkan lebih cenderung berarti ’pukulan mental’.

e. Inferensi Menurut Sumarlam (2003:51) inferensi adalah proses yang harus dilakukan oleh komunikan (pembaca/pendengar/mitra tutur) untuk memahami makna yang secara harfiah tidak terdapat dalam wacana yang diungkapkan oleh komunikator (penutur/penulis). Inferensi atau penarikan simpulan merupakan suatu proses interpretasi yang ditentukan oleh konteks dan situasi. Dengan adanya inferensi, pembaca dapat mengetahui dan memahami maksud seorang penulis. Contohnya seperti di bawah ini:

Tuturan (1) : ”Panas sekali ruangan ini”. (Sumarlam, dkk., 2003:52)

a. Tuturan (1) ”Panas sekali ruangan ini” merupakan konteks

linguistik.

b. Konteks fisiknya adalah tuturan itu disampaikan oleh penutur di dalam suatu ruangan, topik yang dibicarakan kondisi ruangan yang panas.

c. Konteks epistemisnya ialah penutur dan mitra tutur sama-sama memahami bahwa berada di ruangan yang sangat panas ternyata tidak nyaman.

d. Hubungan sosial antara penutur dengan mitra tutur merupakan konteks sosialnya dan diperkirakan status sosial penutur lebih tinggi daripada mitra tutur.

Berdasarkan empat konteks yang menyertai tuturan (1) maka dimungkinkan ada tiga inferensi, yaitu (i) penutur meminta kepada mitra tutur untuk menghidupkan AC-nya (apabila realitas menunjukkan bahwa ruangan itu ber-AC dan AC-nya masih bisa berfungsi) ; (ii) penutur

commit to user

meminta agar mitra tutur menghidupkan kipas angin (apabila realitas menunjukkan bahwa ruangan itu tidak ber-AC, tetapi terdapat kipas angin dan kipas angin itu dapat difungsikan) ; dan (iii) penutur meminta agar mitra tutur membukakan jendela-jendela (apabila realitasnya ruangan itu tidak ber-AC, tidak berkipas angin, tetapi berjendela). Dengan demikian berdasarkan inferensi-inferensi dan konteks yang mendasarinya maka tuturan (1) tersebut secara eksplisit dapat dinyatakan :

(1) a. Tolong hidupkan AC-nya!

b. Tolong hidupkan kipas anginnya!

c. Tolong bukakan jendela-jendelanya!

C. Kerangka Pikir

Hal pertama yang akan diteliti untuk mengetahui aspek keutuhan wacana unsur “Suarapublika” adalah analisis kohesi tekstual. Analisis terhadap aspek kohesi tekstual ada dua macam yaitu aspek gramatikal dan aspek leksikal. Ada empat unsur aspek gramatikal meliputi pengacuan (reference), penyulihan (substitusion), pelesapan (ellipsis), dan perangkaian (conjunction), sedangkan aspek leksikal meliputi repetisi (pengulangan), sinonimi (persamaan kata), antonimi (lawan kata), hiponimi (hubungan atas-bawah), kolokasi (sanding kata), ekuivalensi (kesepadanan). Selain menganalisis kohesi tekstual yang terdiri dari aspek gramatikal dan aspek leksikal, penelitian ini juga menganalisis mengenai kontekstual wacana yang meliputi prinsip penafsiran personal, prinsip penafsiran lokasional, prinsip temporal, prinsip analogi, dan inferensi. Dari kedua langkah yang digunakan untuk menganalisis wacana rubrik “Suarapublika” dalam surat kabar Republika tersebut, maka tercipta pemahaman pembaca.

commit to user

Bagan 1

Kerangka Pikir Wacana Rubrik “Suarapublika” dalam surat kabar Republika

Pemahaman Pembaca

Wacana Rubrik “Suarapublika” dalam surat kabar Republika

Analisis Kohesi Tekstual Analisis Kontekstual

Aspek Gramatikal

Aspek Leksikal

1. Prinsip penafsiran personal

2. Prinsip penafsiran lokasional

3. Prinsip temporal

4. Prinsip analogi

5. Inferensi

commit to user

BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dengan pendekatan analisis wacana. Penelitian deskriptif adalah memerikan gejala lingual secara cermat dan teliti berdasarkan pada fakta kebahasaan, sedangkan penelitian kualitatif artinya semua data-data yang disediakan berupa kata-kata saja dan bukan data yang berbentuk angka. Jadi, penelitian deskriptif kualitatif adalah mendeskripsikan dan menjelaskan fenomena yang muncul tanpa memakai hipotesis dan hasil penelitian akan berupa kata-kata, bukan angka. Penelitian kualitatif berusaha memahami makna dari fenomena-fenomena dan kaitannya dengan orang-orang atau masyarakat yang diteliti dalam konteks kehidupan dalam situasi sebenarnya (Edi Subroto, 1992: 5-6).

Penulis menguraikan hal-hal di atas dengan menempuh enam tahap upaya strategis. Enam tahap upaya strategis yang dimaksud, yaitu (1) pengumpulan data, (2) klasifikasi data, (3) analisis kohesi gramatikal, (4) analisis kohesi leksikal, (5) analisis kontekstual, dan (6) menyimpulkan hasil analisis data.

B. Data dan Sumber Data

Data adalah semua informasi atau bahan yang disediakan alam (dalam arti luas) yang harus dicari dan disediakan dengan sengaja oleh peneliti yang sesuai dengan permasalahan yang diteliti (Sudaryanto, 1993:3). Data dalam penelitian ini berupa kata-kata, kalimat-kalimat, ataupun paragraf yang di dalamnya mengandung penanda kohesi tekstual (gramatikal dan leksikal) dan kontekstual.

commit to user

Data ini berbentuk tertulis yang terdapat dalam sumber data yang berasal dari media cetak.

Sumber data adalah asal data penelitian itu diperoleh. Data sebagai objek penelitian secara umum adalah informasi atau bahasa yang disediakan oleh alam yang dicari atau dikumpulkan dan dipilih oleh peneliti (Edi Subroto, 1992:34).

Sumber data sangat dibutuhkan untuk memperoleh data yang memadai. Adapun sumber data dalam penelitian ini adalah rubrik “Suarapublika” pada surat kabar Republika yang terbit pada bulan Juli sampai dengan September 2011.

C. Populasi dan Sampel

Penelitian mempunyai ruang lingkup tertentu yang sangat berkaitan dengan keberadaan objek. Objek penelitian yang sudah ditetapkan merupakan populasi penelitian. Edi Subroto (1992:32) menyatakan bahwa populasi adalah objek penelitian. Populasi pada umumnya keseluruhan individu dari segi-segi tertentu bahasa. Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah keseluruhan pemakaian bahasa yang mengandung penanda kohesi tekstual dan kontekstual pada wacana rubrik “Suarapublika” dalam surat kabar Republika edisi bulan Juli sampai September 2011.

Sampel adalah sebagian dari populasi yang dijadikan objek penelitian. Edi Subroto mengemukakan bahwa sampel hendaknya mewakili populasi secara keseluruhan (1992:32). Penentuan sampel didasarkan pada asumsi bahwa apa yang ditentukan sebagai sampel penelitian dapat mewakili keseluruhan populasi yang ada.

Dalam penelitian ini pengambilan sampel yang digunakan adalah sampel bertujuan (purposive sample), dalam arti pengambilan sampel disesuaikan dengan

commit to user

tujuan dari penelitian itu sendiri. Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian dari pemakaian bahasa yang mengandung penanda kohesi tekstual dan kontekstual pada wacana rubrik “Suarapublika” dalam surat kabar Republika edisi bulan Juli sampai September 2011.

Adapun sampel dalam penelitian ini adalah wacana dalam rubrik ”Suarapublika” surat kabar Republika terbitan tanggal :

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan cara yang digunakan untuk memperoleh data yang berkualitas. Dalam penelitian ini, data diperoleh dengan teknik simak dan catat.

Teknik simak dan catat adalah mengadakan penyimakan dan pencatatan terhadap data relevan yang sesuai dengan sasaran dan tujuan penelitian (Edi Subroto, 1992:47). Objek penelitian ini berupa bahan-bahan pustaka, jadi penyimakan dilakukan dengan cara membaca atau mempelajari objek, kemudian dilakukan inventarisasi data dengan mencatatnya sebagai bahan yang akan diolah

commit to user

pada tahap selanjutnya. Selain teknik simak dan catat, digunakan juga teknik pustaka, yaitu teknik pengumpulan data dengan menggunakan sumber-sumber tertulis untuk memperoleh data. Sejalan dengan hal tersebut, Edi Subroto (1992:42) juga mengungkapkan bahwa teknik pustaka yaitu teknik pemerolehan data dengan menggunakan sumber-sumber tertulis. Sumber tertulis itu dapat berwujud majalah, surat kabar, karya sastra, buku acuan umum, karya ilmiah, atau perundang-undangan. Teknik pustaka pada penelitian ini, penulis mengumpulkan semua data yang berupa kata-kata, kalimat-kalimat, ataupun paragraf yang di dalamnya mengandung penanda kohesi tekstual (gramatikal dan leksikal) dan kontekstual, dalam rubrik “Suarapublika” yang diperoleh dari surat kabar Republika edisi bulan Juli, Agustus, dan September 2011.

E. Teknik Klasifikasi Data

Data yang telah terkumpul kemudian diklasifikasikan berdasarkan jenis kohesi gramatikal meliputi pengacuan (reference), penyulihan (substitusion), pelesapan (ellipsis), dan perangkaian (conjungtion), sedangkan kohesi leksikal meliputi repetisi (pengulangan), sinonimi (padan kata), antonimi (lawan kata), kolokasi (kata sanding), hiponimi (hubungan atas-bawah), dan ekuivalensi (kesepadanan bentuk) yang terdapat dalam rubrik “Suarapublika” di surat kabar Republika. Pengklasifikasian data dimaksudkan untuk memilih dan memilah data agar mudah untuk dianalisis.

Setelah data diklasifikasi kemudian dilakukan penomoran data yang meliputi nama rubrik, judul surat pembaca, tanggal, bulan dan tahun terbit, dan nomor urut data.

Sebagai contoh kartu data yang digunakan dalam penelitian ini di bawah ini :

commit to user

Kartu data yang berkode (RS/Pencuri Berkedok Pijat Refleksi/1 Juli 2011/01) di atas dibaca sebagai berikut : Keterangan : RS

: Rubrik Suarapublika Pencuri Berkedok Pijat Refleksi

: Judul Surat Pembaca

1 Juli 2011 : tanggal, bulan, dan tahun terbit

01 : nomor urut data

Kartu data yang berkode (RS/ Pencuri Berkedok Pijat Refleksi/1 Juli 2011/01) di atas, dibaca sebagai data nomor 1 yang diambil dari Rubrik Suarapublika tanggal 1 Juli 2011.

F. Teknik Analisis Data

Setelah data dikumpulkan dan diklasifikasi, langkah selanjutnya adalah analisis data. Menganalisis data berarti menguraikan atau memilah-bedakan antara unsur-unsur yang membentuk satuan lingual ke dalam komponen-komponennya (Edi Subroto, 1992:55).

Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik distribusional. Teknik distribusional ialah teknik analisis bahasa dengan alat penentunya ialah bagian dari bahasa yang bersangkutan (Edi Subroto, 1992:68). Teknik distribusional menganalisis sistem bahasa atau keseluruhan kaidah yang bersifat mengatur di dalam bahasa berdasarkan perilaku atau ciri-ciri khas

Modus ini pencopetan ini saya ketahui setelah HP saya dicopet di angkot D01 arah Ciputat. Sasaran pencopet tersebut adalah pengguna angkot kecil yang tidak banyak penumpang.

(RS/ Pencuri Berkedok Pijat Refleksi/1 Juli 2011/01)

commit to user

kebahasaan satuan-satuan tertentu. Teknik-teknik analisis yang tercakup dalam teknik distribusional ialah : 1) teknik urai unsur terkecil, 2) teknik urai unsur langsung, 3) teknik oposisi pasangan minimal dan oposisi dua-dua, 4) teknik penggantian atau oposisi, 5) teknik perluasan, 6) teknik pelesapan, 7) teknik penyisipan, 8) teknik pembalikan urutan, 9) teknik parafrasis (Edi Subroto, 1992:64-65). Penelitian ini tidak mengambil keseluruhan teknik tersebut, tetapi hanya mengambil empat teknik yang sesuai dengan keperluan penelitian, yaitu :

1) Teknik substitusi adalah teknik yang hendak menyelidiki adanya kepararelan atau kesejajaran distribusi antara satuan lingual atau antara bentuk linguistik yang satu dengan yang lainnya (Edi Subroto, 1992:74).

2) Teknik pelesapan adalah kemungkinan suatu unsur atau suatu satuan lingual yang menjadi unsur dari sebuah konstruksi yang dilesapkan atau dihilangkan serta akibat-akibat struktural apa yang terjadi dari pelesapan itu (Edi Subroto, 1992:77).

3) Teknik parafrasis adalah teknik menyatakan secara berbeda sebuah tuturan atau pernyataan, tetapi informasi atau isi tetap terjaga atau kurang lebih sama (Edi Subroto, 1992:82).

4) Teknik pengambilan kesimpulan induktif digunakan setelah penulis menganalisis data. Selain menggunakan teknik distribusional, di dalam penelitian ini juga

menggunakan metode kontekstual. Menurut Sumarlam (2006:98), metode kontekstual digunakan untuk mengkaji faktor-faktor nonlingual.

commit to user

G. Teknik Penyajian Hasil Analisis Data

Tahap akhir dari penelitian ini adalah penyajian hasil analisis data. Teknik penyajian hasil analisis data dalam penelitian ini disajikan dengan teknik formal dan informal. Penyajian hasil analisis data secara formal adalah penyajian hasil analisis data berupa perumusan dengan tanda dan lambang-lambang (Sudaryanto, 1993:145). Tanda yang dimaksud diantaranya :tanda (+), tanda kurang (-), tanda bintang (*), tanda panah ( →), tanda kurung biasa (()), tanda kurung kurawal ({}), tanda kurung siku ([]). Adapun lambang yang dimaksud di antaranya : lambang huruf sebagai singkatan nama (S,P,O,V,K), lambang sigma ( ∑) untuk satuan kalimat, dan berbagai diagram (Sudaryanto, 1993:145).

Tanda yang penulis gunakan dalam penelitian ini di antaranya adalah tanda titik (.), tanda koma (,), tanda titik dua (:), tanda titik koma (;), tanda hubung (-), tanda tanya (?), tanda seru (!), tanda garis miring (/), tanda petik (“…”), tanda petik tunggal (‘..’), dan tanda kurung ((…)). Adapun lambang yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah lambang singkatan (misalnya RS) dan lambang simbol (misalnya zero (Φ)).

Penyajian hasil analisis data secara informal adalah penyajian hasil analisis data dengan menggunakan kata-kata biasa (Sudaryanto, 1993:145). Dalam penelitian ini penulis menggunakan penyajian hasil analisis data informal dengan cara merumuskan hasil analisis data dengan kata-kata biasa untuk menafsirkannya. Kedua teknik ini digunakan agar hasil analisis ini lebih mudah dipahami untuk kemudian ditarik simpulan.

commit to user

BAB IV ANALISIS DATA

Dalam penelitian ini ditemukan dua jenis penanda kohesi tekstual, yaitu penanda kohesi gramatikal dan penanda kohesi leksikal. Penanda kohesi gramatikal yang ditemukan meliputi pengacuan (referensi), penyulihan (substitusi), pelesapan (ellipsis), dan perangkaian (konjungsi), sedangkan penanda kohesi leksikal meliputi repetisi (pengulangan), sinonimi (padan kata), antonimi (lawan kata), kolokasi (sanding kata), hiponimi (hubungan atas bawah), dan ekuivalensi (kesepadanan). Untuk penjelasan dan uraiannya dapat diperhatikan pada paparan berikut :

A. Aspek Gramatikal

1. Pengacuan (Referensi)

Pengacuan merupakan salah satu jenis kohesi gramatikal yang berupa satuan lingual tertentu yang mengacu pada satuan lingual lain yang mendahului atau mengikutinya. Pengacuan diklasifikasikan menjadi tiga macam, antara lain pengacuan persona, pengacuan demonstratif, dan pengacuan komparatif. Dalam penelitian ini ditemukan dua bentuk pengacuan yaitu pengacuan persona (kata ganti orang) dan pengacuan demonstratif (kata ganti petunjuk). Masing-masing pengacuan akan dianalisis sebagai berikut :

a. Pengacuan Persona

Dalam penelitian ini ditemukan empat pronomina persona, yaitu pengacuan persona pertama tunggal, pengacuan persona pertama

commit to user

jamak, pengacuan persona ketiga tunggal, dan pengacuan persona ketiga jamak.

1) Pengacuan Persona Pertama Tunggal

Pengacuan persona pertama tunggal yang ditemukan dalam penelitian ini sebagai berikut :

(1)

Saya adalah salah seorang pasien Bapak Hembing yang merasa sangat kehilangan dan berduka atas berpulangnya atau wafatnya beliau. (RS/Mengenang Prof H Hembing/19 Agustus 2011/117)

Pada data (1) ditemukan pronomina persona pertama tunggal bentuk bebas saya yang mengacu pada unsur yang berada di luar tuturan yakni seorang penulis yang mengirimkan surat pembaca tersebut. Dengan ciri-ciri yang disebutkan itu maka saya merupakan jenis kohesi gramatikal pengacuan eksofora.

2) Pengacuan Persona Pertama Jamak

Pengacuan persona pertama jamak yang ditemukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

(2)

Alangkah kagetnya kami karena rotinya ternyata telah berjamur.

(RS/ Carrefour Ambassador/25 Juli 2011/66) Pada data (2) di atas, ditemukan pronomina persona pertama jamak pada kata kami, mengacu pada unsur kata kami yang berada di luar tuturan yakni seorang penulis. Dengan demikian, maka merupakan jenis kohesi gramatikal pengacuan eksofora.

3) Pengacuan Persona Ketiga Tunggal

commit to user

Pengacuan persona ketiga tunggal yang ditemukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

(3)

Sasaran pencopet tersebut adalah pengguna angkot kecil yang banyak penumpang. Ia berpura- pura sebagai pemijit refleksi ala Cina dengan cara menyebarkan brosur tentang pijat refleksi Cina. Di dalam brosur tersebut, tidak dicantumkan alamat praktiknya.

(RS/Pencopet berkedok Pijat Refleksi/1 Juli 2011/1) Pada data (3) menunjukkan adanya pengacuan persona ketiga tunggal pada kata Ia, bersifat endofora yang anaforis. Ia mengacu kepada pencopet. Sementara itu, -nya pada praktiknya mengacu pada pencopet yang antesedennya berada di sebelah kiri. Satuan lingual –nya merupakan pronomina pesona III tunggal bentuk terikat kanan. Dengan ciri-ciri semacam itu, maka –nya adalah jenis kohesi gramatikal pengacuan endofora yang anaforis melalui pronomina persona III tunggal bentuk terikat lekat kanan.

4) Pengacuan Persona Ketiga Jamak

Pengacuan persona ketiga jamak yang ditemukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : (4)

….Fenomena tersebut juga memperlihatkan gaya masyarakat yang konsumtif dan bisa dianggap berlebihan.

Namun, bagi mereka yang sudah rutin mengamalkan tradisi tersebut menganggap bahwa kebutuhan makanan dan pakaian yang dikhususkan untuk menyambut Idul Fitri merupakan bagian dari rasa syukur atas dekatnya hari kemenangan.

(SR/Menyambut Hari Kemenangan/6 September 2011/168)

commit to user

Pada data (4) menunjukkan adanya pengacuan persona ketiga jamak pada kata mereka, bersifat endofora yang anaforis. Mereka mengacu kepada masyarakat yang konsumtif.

b. Pengacuan Demonstratif

Pengacuan demonstratif (kata ganti penunjuk) dapat dibedakan menjadi pronomina demonstratif waktu dan pronomina demonstratif tempat. Berikut ini beberapa jenis pengacuan demonstratif yang ditemukan dalam penelitian ini, antara lain:

1) Pronomina Demonstratif Waktu

Pronomina demostratif waktu yang ditemukan dalam penelitian ini misalnya seperti berikut : (5)

Beberapa tahun yang lalu, saya mengalami cedera tulang punggung (fraktur kompresi) akibat jatuh terpeleset di dapur.

(RS/Mengenang Prof H Sihombing/19 Agustus 2011/120)

(6)

Pernah saya pulang kuliah pukul 19.00 dan sampai rumah pukul 21.00 karena tidak efisiennya bus transjakarta. (RS/Bus transjakarta (1)/11 Juli 2011/37)

(7) Bapak Menteri Agama, kami akan memberitahukan bahwa ayah dan kakek tersayang kami yang saat ini telah berusia cukup lanjut, yaitu 93 tahun mempunyai kehendak untuk menunaikan kewajibannya akan rukun Islam yang kelima, yakni naik haji untuk yang pertama kalinya.

(SR/Surat untuk Menteri Agama/2 Agustus 2011/83) Pada data (5) di atas menunjukkan adanya pronomina demonstrasi yang lalu yang mengacu pada waktu lampau sampai tahun 2011, sedangkan pada data (6) merupakan pengacuan waktu netral yang menunjukkan pukul 19.00 dan pukul 21.00. Kata saat

commit to user

ini pada data (7) merupakan pengacuan waktu kini, ketika surat pembaca tersebut dibuat oleh penulis.

2) Pronomina Demonstratif Tempat

Pronomina demostratif tempat yang ditemukan dalam penelitian ini misalnya seperti berikut : (8)

Saya pemegang kartu ATM Bank Syariah Mandiri (BSM). Pada tanggal 30 Mei 2011, saya menarik uang di Bank Mandiri Cabang UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta. Penarikan pertama Rp 1 juta berhasil, kemudian penarikan kedua Rp 500 ribu gagal. Kemudian, saya disuruh oleh satpam untuk langsung ke BSM yang terdekat. Di sana, penarikan Rp 500 ribu berhasil.

(RS/Komplain Bank Syariah Mandiri/21 Juli 2011/57) (9) Ada beberapa guru di Kota Depok yang mengeluh karena

hak tunjangan fungsional dan sertifikasi yang seharusnya cair dua kali dalam setahun ternyata hanya satu kali pencairan.

(RS/Tunjangan Fungsional Guru Kota Depok/24 September 2011/204) Pada data (8) di atas, kata di sana mengacu pada tempat yang jauh dari pembicara, sedangkan data (9) pada kata Kota Depok mengacu pada suatu tempat secara eksplisit. (10)

Terlihat disamping kanan saya ada taksi Blue Bird berisi satu penumpang. Taksi itu terlihat ingin menyalip ke arah kiri dengan melewati mobil yang saya kendarai.

(SR/Sopir Blue Bird Ugal-Ugalan/11 Juli 2011/27) Pada data (10) terdapat pronomina demonstratif itu yang mengacu tempat agak jauh dengan penutur, yaitu taksi Blue Bird yang juga termasuk jenis pengacuan endofora yang anaforis karena mengacu pada anteseden yang berada di sebelah kirinya.

2. Penyulihan (Substitusi)

commit to user

Penyulihan (substitusi) merupakan salah satu jenis kohesi gramatikal yang berupa penggantian unsur tertentu dengan unsur yang lain dalam wacana untuk memperoleh unsur pembeda. Penyulihan (substitusi) diklasifikasikan menjadi tiga macam, antara lain substitusi verba, substitusi frasa, dan substitusi klausa. Masing-masing substitusi akan dianalisis sebagai berikut :

a. Substitusi Verbal

Substitusi verbal adalah penggantian satuan lingual yang berkategori verba (kata kerja) dengan satuan lingual lainnya yang juga berkategori verba.

Penerapan substitusi verba dalam penelitian ini dapat dilihat seperti berikut : (11)

Yang membuat kami tercengang adalah ketika Kiai Ali “menembak” salah satu ustadz yang (mungkin) juga bertindak sebagai pengisi acara yang sama dengan pertanyaan perihal sanad dari “hadis” yang telah disampaikan sang ustadz pada ceramah sebelumnya.

Tak dapat dipungkiri, memang saat ini banyak dai atau penceramah yang hanya menonjolkan unsur-unsur komedi, lawak, lelucon, dan komedi dalam dakwahnya, tapi justru esensi atau pesan-pesan dakwah yang disampaikan menjadi amat minim.

(SR/Fenomena Dai di TV/29 Agustus 2011/150)

Pada data (11) terdapat satuan lingual ceramah, yang berkategori sama dengan satuan lingual dakwah. Substitusi pada data ini termasuk substitusi verba atau kata kerja.

b. Substitusi Frasal

commit to user

Substitusi frasal adalah penggantian satuan lingual tertentu yang berupa kata atau frasa dengan satuan lingual lainnya yang berupa frasa.

Penerapan substitusi frasal dalam penelitian ini dapat dilihat seperti berikut :

(12)

Terinspirasi oleh tebar hewan kurban yang diselenggarakan Dompet Dhuafa Republika yang sukses besar, saya usulkan Republika juga bisa mengoordinasi donatur Muslim yang akan memberikan takjil bulan Ramadan sehingga kalau dikelola dengan baik dapat menghidupkan perekonomian/membuka lapangan kerja para pembuat makanan untuk takjil. Jadi, pada bulan puasa, daerah yang minus diberi modal untuk membuat takjil dan disalurkan secara proporsional.

(RS/Mengoordinasi Takjil/ 25 Juli 2011/79)

(13)

Pada Idul Fitri, umat Muslim, khususnya masyarakat Indonesia mempunyai tradisi tersendiri. Tradisi tersebut salah satunya adalah berbelanja kebutuhan hari raya, seperti makanan dan pakaian. Kebutuhan makanan khas Lebaran dan baju baru merupakan sisi lain dari ekspresi masyarakat menyambut hari kemenangan.

Namun, bagi mereka yang sudah rutin mengamalkan tradisi tersebut menganggap bahwa kebutuhan makanan dan pakaian yang dikhususkan untuk menyambut Idul Fitri merupakan bagian dari rasa syukur atas dekatnya hari kemenangan. Berbagai jenis makanan disiapkan untuk menyambut sanak keluarga ketika berkumpul sehingga memperindah momentum silaturahim yang sangat jarang terjadi kecuali di hari Lebaran.

(RS/Menyambut Hari Kemenangan/ 6 September 2011/174) Pada data data (12) frasa bulan Ramadan disubstitusi dengan frasa bulan puasa. Demikian juga pada data (13) terjadi substitusi frasa hari raya dengan hari kemenangan. Selama ini orang Islam menganggap hari raya Idul Fitri sebagai hari kemenangan, karena telah melewati puasa selama sebulan penuh.

c. Substitusi Klausal

commit to user

Substitusi klausal adalah penggantian satuan lingual tertentu yang berupa klausa atau kalimat dengan satuan lingual lainnya yang berupa kata atau frasa.

Penerapan substitusi klausa dalam penelitian ini dapat dilihat seperti berikut :

(14)

Pembuatan e-KTP yang tidak merata di Ibu Kota Jakarta membuktikan adanya ketidaksiapan pemerintah dalam menghadapi perubahan hidup urban. Hal itu di tandai dengan ketersediaan sarana yang terbatas di beberapa kawasan.

(RS/Layanan e-KTP/29 September 2011/232) Pada data (14) di atas, terdapat substitusi klausa, yaitu pada kalimat pembuatan e-KTP yang tidak merata di Ibu Kota Jakarta membuktikan adanya ketidaksiapan pemerintah dalam menghadapi perubahan hidup urban, disubstitusi dengan kata hal itu.

3. Pelesapan (Elipsis)

Pelesapan (elipsis) merupakan salah satu jenis kohesi gramatikal yang berupa pelesapan atau penghilangan kata atau bagian suatu kalimat, bisa berupa huruf/bunyi, afiks, kata, frasa, atau klausa. Di dalam analisis wacana, unsur (konstituen) yang dilesapkan ditandai dengan konstituen zero atau dengan lambang Φ pada tempat terjadinya pelesapan unsur tersebut. Berikut ini beberapa data yang menunjukkan adanya pelesapan, antara lain :

(15a) Saya naik dari Dukuh Atas menuju Pulogadung, Ф transit di BPKP Pramuka, lalu Ф transit lagi menuju Tanjung Priok dan Ф turun di halte Sunter.

(SR/Bus Transjakarta (1)/11 Juli 2011/42)

commit to user

Pada data (15a) terdapat pelesapan satuan lingual yang berupa kata yaitu kata saya yang berfungsi sebagai subjek. Subjek yang dilesapkan sebanyak tiga kali yaitu sebelum kata transit pada klausa kedua, sebelum kata transit pada klausa ketiga, dan sebelum kata turun. Apabila dilihat dari bentuk utuhnya, akan menjadi seperti berikut :

(15b) Saya naik dari Dukuh Atas menuju Pulogadung, saya transit di BPKP Pramuka, lalu saya transit lagi menuju Tanjung Priok dan saya turun di halte Sunter.

4. Perangkaian (konjungsi)

Perangkaian (konjungsi) merupakan salah satu jenis kohesi gramatikal yang dilakukan dengan cara menghubungkan unsur yang satu dengan unsur yang lain dalam wacana. Beberapa konjungsi yang ditemukan dalam penelitian ini, di antaranya sebagai berikut :

(16) Alam semesta ini sudah diatur oleh komputer Allah dan tidak ada perubahan kecuali bila Allah menghendaki. (RS/Kapan Muslim Kompak Lebaran?/2 September 2011/160)

Pada data (16) ditemukan konjungsi kecuali. Konjungsi pada kalimat tersebut menyatakan makna perkecualian. (17)

Modus ini pencopetan ini saya ketahui setelah HP saya di copet di angkot D01 arah Ciputat.

(RS/Pencuri Berkedok Pijat Refleksi/1 Juli 2011/4) Pada data (17) ditemukan konjungsi setelah. Konjungsi pada kalimat tersebut menyatakan makna waktu. (18)

Masjid kami menerapkan kebijakan bahwa pengeras suara luar hanya untuk azan, sementara untuk kebutuhan lainnya menggunakan speaker (pengeras suara) dalam.

(RS/Pengeras Suara Masjid/9 Agustus 2011/94)

commit to user

Pada data (18) ditemukan konjungsi bahwa. Konjungsi pada kalimat tersebut menyatakan makna penegas. (19)

Doa permohonan saya kepada Allah SWT, semoga Allah menerima dan membalas pengabdian Pak Hembing dan menempatkan beliau di sisi-Nya.

(RS/Mengenang Prof H Hembing/19 Agustus 2011/126) Pada data (19) ditemukan konjungsi semoga. Konjungsi tersebut menyatakan makna harapan. (20) Orang Islam itu harus cerdas, jujur, dan tepat waktu dalam

segala hal.

(RS/Kapan Muslim Kompak Lebaran//2 September 2011/158) Pada data (20) ditemukan konjungsi dan. Konjungsi pada kalimat tersebut menyatakan makna penambahan (aditif). (21) Saya pulang kuliah menggunakan transportasi transjakarta agar

menghemat ongkos.

(RS/Bus TransJakarta (1)/11 Juli 2011/38)

Pada data (21) ditemukan konjungsi agar. Konjungsi tersebut menyatakan makna tujuan. (22) Bagi sebagian kalangan, hal tersebut cukup disayangkan

karena mereka disibukkan dengan hal-hal yang sebenarnya dalam hikmah Ramadhan tidak dianjurkan.

(SR/Menyambut Hari Kemenangan/6 September 2011/170) Pada data (22) ditemukan konjungsi karena. Konjungsi tersebut menyatakan makna sebab-akibat. (23) Mungkin akan lebih cocok apabila al-mukarrom KH. M Ali

Mustofa Ya’kub sebagai ulama besar dapat menahan diri untuk tidak menegur ustaz tersebut di atas/di depan forum/jamaah tabligh akbar serta disaksikan jutaan pemirsa televisi.

(SR/Fenomena Dai di TV/29 Agustus 2011/147) Pada data (23) ditemukan konjungsi apabila. Konjungsi tersebut menyatakan makna syarat.

commit to user

B. Aspek Leksikal

1. Repetisi (Pengulangan)

Repetisi (pengulangan) merupakan pengulangan satuan lingual yang berupa bunyi, suku kata, kata atau bagian kalimat yang dianggap penting, bertujuan untuk memberikan tekanan pada sebuah konteks yang sesuai. Repetisi diklasifikasikan menjadi delapan unsur, antara lain repetisi epizeuksis, repetisi tautotes, repetisi anafora, repetisi epistrofa, repetisi simploke, repetisi mesodiplosis, repetisi epanalepsis, dan repetisi anadiplosis. Dalam penelitian ini ditemukan beberapa repetisi di antaranya repetisi epizeuksis, repetisi anafora, repetisi tautotes, dan repetisi epistrofa.

a. Repetisi Epizeuksis

Repetisi Epizeuksis adalah pengulangan satuan lingual (kata atau frasa) yang dipentingkan beberapa kali secara berturut-turut.

Data yang menunjukkan repetisi epizeuksis misalnya seperti berikut: (24) … Karena tidak ada pelayan yang menunggu di depan

restoran, saya langsung masuk dan mencari pelayan Solaria. Saat saya melihat ada pelayan, lantas saya memanggil pelayan tersebut. Tetapi, pelayan itu, seolah-olah tidak mendengar. Karena tidak digubris, saya ke tempat kasir dan meminta memanggil pelayan.

(RS/Solaria Central Park/7 Juli 2011/20) Pada data (24) terdapat pengulangan kata pelayan yang diulang beberapa kali secara berturut-turut. Kata pelayan diulang sebanyak enam kali untuk menekankan pentingnya kata pelayan dalam konteks kalimat tersebut.

b. Repetisi Tautotes

commit to user

Repetisi tautotes ialah pengulangan satuan lingual (kata/frasa) beberapa kali dalam sebuah konstruksi. Data yang menunjukkan repetisi tautotes misalnya seperti berikut : (25)

Sejak bulan Januari 2011 hingga surat pembaca ini dibuat, yakni tanggal 12 Agustus 2011, kami belum menerima tunjangan sertifikasi profesi guru yang sangat kami harapkan untuk pembiayaan sekolah anak-anak kami.

(RS/Tunjangan Sertifikasi Guru/19 Agustus 2011/114) Pada data (25) di atas, terdapat pengulangan kata kami yang diulang sebanyak tiga kali dalam sebuah konstruksi.

c. Repetisi Anafora

Repetisi anafora adalah pengulangan satuan lingual berupa kata atau frasa pertama pada tiap baris atau kalimat berikutnya.

Data yang menunjukkan repetisi anafora misalnya seperti berikut : (26) Saya adalah mahasiswi jurusan ilmu komunikasi di salah

satu universitas swasta di Jakarta. Saya pulang kuliah menggunakan transportasi transjakarta agar menghemat ongkos. Saya naik dari Dukuh Atas menuju Pulogadung, transit di BPKP Pramuka, lalu transit lagi menuju Tanjung Priok dan turun di halte Sunter.

(RS/Bus Transjakarta (1)/11 Juli 2011/43) Pada data (26) terdapat pengulangan kata saya yang berfungsi sebagai subjek. Pengulangan ini terjadi sebanyak tiga kali pada awal setiap kalimat. Repetisi semacam ini digunakan penulis untuk mencurahkan perasaannya kepada pembaca bahwa ia mengalami kekecewaan dalam menggunakan alat transportasi terutama bus transjakarta.

d. Repetisi Epistrofa

commit to user

Repetisi epistrofa adalah pengulangan satuan lingual kata atau frasa pada akhir baris atau akhir kalimat secara berturut-turut. Data yang menunjukkan repetisi epistrofa misalnya seperti berikut: (27) Contohnya, di Kelurahan Jelambar Baru belum ada

pemberitahuan resmi kepada masyarakat untuk segera mengganti KTP lama dengan e-KTP. Sedangkan di Kota Makasar sudah terdapat pemberitahuan resmi dan imbauan untuk membuat e-KTP.

(RS/Layanan e-KTP/29 September 2011/233) Pada data (27) di atas terdapat pengulangan kata e-KTP sebanyak dua kali pada akhir kalimat pertama dan akhir kalimat kedua.

2. Sinonimi (Padan Kata) Sinonimi merupakan nama lain untuk benda atau hal yang sama. Sinonimi digunakan untuk menjalin hubungan makna yang sepadan antara satuan lingual tertentu dengan satuan lingual lain dalam wacana. Sinonimi diklasifikasikan menjadi lima macam, antara lain sinonimi morfem bebas dan morfem terikat, sinonimi kata dengan kata, sinonimi kata dengan frasa, sinonimi frasa dengan frasa, dan sinonimi klausa/kalimat dengan klausa/kalimat. Dalam penelitian ini hanya ditemukan sinonimi kata dengan kata.

a. Sinonimi Kata dengan Kata

Penerapan sinonimi kata dengan kata dalam data penelitian ini sebagai berikut: (28) Selain itu, tunjangan tersebut diperlukan juga untuk

kebutuhan di bulan Ramadhan dan menjelang Hari Raya Idhul Fitri 1432 H, di antaranya untuk zakat dan pakaian baru anak-anak kami serta keperluan rutin rumah tangga, seperti sembako, air minum, listrik, dan gas yang semakin naik harganya.

(SR/Tunjangan Sertifikasi Guru/19 Agustus 2011/113)

commit to user

Pada data (28) terdapat kohesi leksikal berupa sinonimi. Sinonimi yang ditemukan pada data diatas adalah sinonimi kata dengan kata yaitu kata kebutuhan dengan kata keperluan.

3. Antonimi (Lawan Kata) Antonimi (lawan kata) merupakan kebalikan dari sinonimi, yakni satuan lingual yang maknanya berlawanan atau beroposisi dengan satuan lingual yang lain. Antonimi diklasifikasikan menjadi lima macam, antara lain oposisi mutlak, oposisi kutub, oposisi hubungan, oposisi hirarkial, dan oposisi majemuk. Dalam penelitian ini ditemukan beberapa antonimi di antaranya :

a. Oposisi Mutlak

Penerapan oposisi mutlak dalam data penelitian ini sebagai berikut: (29) Saya naik dari Dukuh Atas menuju Pulogadung, transit di

BPKP Pramuka, lalu transit lagi menuju Tanjung Priok dan turun halte Sunter.

(RS/ Bus transjakarta (1)/11 Juli 2011/44) Data (29) di atas terdapat oposisi mutlak pada kata naik yang beroposisi dengan kata turun.

b. Oposisi Kutub

Penerapan oposisi kutub dalam data penelitian ini sebagai berikut : (30) Penarikan pertama Rp 1 juta berhasil, kemudian penarikan

kedua RP 500 gagal. Di sana, penarikan Rp 500 ribu berhasil.

(RS/Komplain Bank Syariah Mandiri/21 Juli 2011/60) Pada data (30) terdapat oposisi kutub antara kata berhasil dengan kata gagal. Kedua kata tersebut dikatakan beroposisi kutub karena terdapat gradasi di antara oposisi keduanya.

commit to user

c. Oposisi Hubungan

Penerapan oposisi hubungan dalam data penelitian ini sebagai berikut : (31) Tuhan tidak mempersulit manusia, tapi manusia

mempersulit dirinya. (RS/Kapan Muslim Kompak Lebaran?/2 September 2011/162)

Pada data (31) terdapat oposisi hubungan antara kata Tuhan dengan manusia. Tuhan sebagai Sang Pencipta, sedangkan manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan.

d. Oposisi Hirarkial

Penerapan oposisi hirarkial dalam data penelitian ini sebagai berikut :

(32)

Teringat ketika waktu masih sekolah diwajibkan memakai pakaian seragam ketika di bangku SD seragam putih merah, masuk ke tingkat atas seragam berbeda menjadi putih biru, naik lagi ke jenjang lebih tinggi menjadi putih abu-abu. Ini menandakan adanya suatu perbedaan dari tingkat SD, SLTP, dan SMA atau sederajat dan perbedaan ini tidaklah menjadikan pertengkaran, perdebatan, perselisihan.

(RS/Perbedaan Idul Fitri/27 Agustus 2011/138) Pada data (32) ditemukan oposisi hirarkial antara SD, SLTP, dan SMA, yang menggambarkan tingkat pendidikan dari tingkatan dasar (SD) sampai dengan tingkatan menengah atas (SMA)

e. Oposisi Majemuk

Penerapan oposisi majemuk dalam data penelitian ini sebagai berikut :

(33)

Saya membeli buah-buahan serta roti gandum buatan Carrefour. Biasanya saya memilih roti bermerek, tapi karena tidak ada, saya mengambil roti buatan Carrefour. Sebelumnya, saya telah mengecek tanggal pembuatan roti, yaitu Jumat (22/7) dan kadaluwarsa Senin (25/7).

commit to user

Pada Ahad (24/7) pagi, saya memakan roti tersebut. Rasanya asam, tapi saya tidak berpikir jelek dan terus mengonsumsi roti tersebut.

(SR/Carrefour Ambasador/25 Juli 2011/72) Pada data (33) di atas, menunjukkan adanya oposisi majemuk pada kata memilih, mengecek, mengambil, membeli dan memakan. Keseluruhan kata-kata tersebut merupakan suatu proses.

5. Kolokasi (Sanding Kata)

Kolokasi merupakan asosiasi tertentu dalam menggunakan pilihan kata yang cenderung digunakan secara berdampingan. Penerapan kolokasi dalam data penelitian ini sebagai berikut : (34) …Semua peredaran bintang, planet, dan galaksi itu sudah

ditetapkan pergerakan dan peredarannya.

Tidak ada perubahan sedikit pun, kecuali kehendak Allah, peredaran matahari, bulan, dan bumi sama sekali tidak ada perubahan kecuali nanti pada waktu akhir jaman (kiamat)

(RS/Kapan Muslim Kompak Lebaran/2 September 2011/163) Pada data (34) di atas, terdapat kata-kata bintang, planet, galaksi, matahari, bulan, dan bumi berkolokasi dengan benda-benda di luar angkasa sebagai sistem tata surya.

6. Hiponimi (Hubungan Atas-Bawah)

Hiponimi merupakan satuan lingual bahasa yang maknanya dianggap bagian dari makna satuan lingual yang lain. Penerapan hiponimi dalam data penelitian ini misalnya seperti berikut : (35) Alam semesta ini sudah diatur oleh komputer Allah dan tidak ada

perubahan kecuali bila Allah menghendaki. Demikian juga alam semesta (universe) diatur berdasarkan hukum Allah. Semua peredaran bintang, planet, dan galaksi itu sudah ditetapkan pergerakan dan peredarannya.

(RS/ Kapan Muslim Kompak Lebaran/2 September 2011/164)

commit to user

Pada data (35) di atas, ditemukan kata alam semesta sebagai hipernim atau subordinat sedangkan hiponimnya adalah binatang, planet, dan galaksi. Fungsi hiponimi bertujuan untuk mengikat hubungan antarunsur, terutama untuk menjalin hubungan antar unsur yang mencakupi dan unsur yang dicakupi.

7. Ekuivalensi (Kesepadanan)

Ekuivalensi (kesepadanan) adalah hubungan kesepadaan antara satuan lingual tertentu dengan satuan lingual lain dalam sebuah paradigma.

Penerapan ekuivalensi dalam data penelitian ini sebagai berikut : (36)

Ada beberapa guru di Kota Depok yang mengeluh karena hak tunjangan fungsional dan sertifikasi yang seharusnya cair dua kali dalam setahun ternyata hanya satu pencairan. Yakni, enam bulan pertama dicairkan, namun enam bulan berikutnya belum dicairkan. Dana sertifikasi guru-guru swasta di Kota Depok tahun 2010 belum mereka terima, sedangkan guru yang berstatus PNS sudah menerima pencairannya.

(RS/Tunjangan Fungsional Guru Kota Depok/24 September 2011/209) (37)

Modus pencopetan ini saya ketahui setelah HP saya dicopet diangkot D01 arah Ciputat. Sasaran pencopet tersebut adalah pengguna angkot kecil yang tidak banyak penumpang.

(RS/Pencopet Berkedok Pijat Refleksi/1 Juli 2011/8) Pada data (36) dan (37) terdapat unsur kohesi leksikal berupa ekuivalensi (kesepadanan). Ekuivalensi (kesepadaan) yang terdapat dalam data (36) ditemukan pada kata cair, pencairan, dan dicairkan, sedangkan dalam data (37) ditemukan pada kata pencopetan, dicopet, dan pencopet. Kata-kata tersebut merupakan hasil proses afiksasi dari morfem dasar yang sama dan menunjukkan kesepadaan, yakni pada kata pencairan dan dicairkan berasal dari kata dasar cair. Demikian pula dengan kata pencopetan, dicopet, pencopet berasal dari kata dasar copet.

commit to user

Tabel 3 Aspek Gramatikal

No. Penanda Kohesi Gramatikal

Nomor Data

1. a. Pengacuan Persona I Tunggal

Saya : 2, 23, 34, 46, 56, 64, 75, 88,100, 117, 155, 186, 193, 211.

b. Pengacuan Persona I Jamak

Kami : 66, 84, 89, 93, 116, 141.

Kita : 177, 187.

c. Pengacuan Persona III Tunggal

Ia : 1 Beliau : 127 lekat kanan (-nya) : 1, 82, 117,

118, 119, 178.

d. Pengacuan Persona III Jamak

Mereka : 168, 176

e. Pengacuan Demonstratif Waktu

sekarang : 195 saat ini : 83, 101, 143. saat itu : 25, 48, 121. pekan : 47 ..yang lalu : 90, 120. pagi : 24 siang: 13 sore : 65, 142. pukul : 37, 49.

commit to user

f. Pengacuan Demonstratif Tempat

itu : 27 sana : 58, 63. eksplisit : 3, 14, 23, 35, 36, 65,

99, 194, 204, 213, 223, 224,

225.

2. a. Subtitusi Verbal menelepon-menghubungi : 73 ceramah-dakwah : 150

b. Substitusi Nomina kebutuhan-keperluan : 113

c. Subtitusi Frasal bulan ramadhan - bulan puasa : 79

hari raya - hari kemenangan - hari lebaran : 174

d.. Subtitusi Klausa

Hal itu : 184, 232 Hal ini : 50 Hal tersebut : 52, 167

3. Pelesapan (ellipsis)

Subjek : 26, 29, 42

4. Konjungsi

4, 5, 6, 7, 15, 16, 17, 18, 28,

30, 31, 38, 39, 40, 41, 50, 51,

59, 68, 69, 70, 76, 77, 78, 84,

85, 91, 92, 93, 94, 102, 103, 104, 105, 106, 111, 112, 122, 123, 124, 125, 126, 133, 134, 135, 136, 138, 144, 145, 146, 147, 148, 149, 157, 158, 159, 160, 161, 169, 170, 171, 172, 173, 179, 180, 181, 182, 183, 188, 189, 190, 196, 197, 198, 199, 205, 206, 207, 215, 216, 217, 218, 219, 220, 226, 227, 228, 229, 230, 231.

commit to user

Tabel 4 Aspek Leksikal

No. Penanda Kohesi

Leksikal

Nomor Data

1 Repetisi (pengulangan)

a. Repetisi Epizeuksis

Pelayan : 20

b. Repetisi Tautotes

Kami : 114

c. Repetisi anafora

Saya : 44 setelah : 7

d. Repetisi epistrofa

e-KTP : 240 Saya : 20

2. sinonimi kata dengan kata

konsumtif = berlebihan : 175 memakan-mengonsumsi : 71

3. Antonimi (lawan kata)

a. Oposisi mutlak

naik >< turun : 44 berhasil >< gagal : 60 silaturahim >< perselisihan : 137

b. Oposisi kutub

cepat >< lama : 45 luar >< dalam : 95 baik >< buruk : 128

c. Oposisi hubungan

Tuhan >< Manusia : 162 Customer >< Pelayan : 21 Pasien >< Dokter : 127

d. Oposisi hirarkial

SD >< SLTP>< SMA : 138

e. Oposisi majemuk memilih, mengecek, mengambil, membeli dan memakan : 72

commit to user

4. Kolokasi (sanding kata)

22, 53, 96, 107, 129, 164, 221.

5. Hiponimi (hubungan atas-bawah)

(Keperluan rumah tangga : sembako, air minum, listrik, dan gas) : 115

(Alam semesta : bintang, planet, dan galaksi) : 164

6. Ekuivalensi (kesepadanan bentuk)

pencopet-dicopet-pencopet : 8 menarik-penarikan : 61 memblokir-diblokir : 200 pencairan-dicairkan-pencairannya : 209

C. Analisis Kontekstual

Analisis wacana kontekstual wacana ialah analisis wacana dengan bertumpu pada teks yang dikaji berdasarkan konteks eksternal yang melingkupinya, baik konteks situasi maupun konteks kultural. Pemahaman konteks situasi dan budaya dalam wacana dapat dilakukan dengan prinsip penafsiran personal, penafsiran lokasional, penafsiran temporal, dan prinsip analogi. Adapun analisis kontekstual wacana dalam rubrik “Suarapublika”, masing-masing akan dianalisis sebagai berikut :

1. Judul : Pencopet berkedok Pijat Refleksi

a. Prinsip Penafsiran Personal (38) Sasaran pencopet tersebut adalah pengguna angkot kecil yang

tidak banyak penumpang.

(SR/ Pencopet Berkedok Pijak Refleksi/1 Juli 2011/9) (39) Setelah ia berhasil melakukan aksinya, ia buru-buru turun dari

angkot tersebut.

(SR/ Pencopet Berkedok Pijak Refleksi/1 Juli 2011/10)

commit to user

Berdasarkan prinsip penafsiran personal pada data (38), penanda pencopet dapat ditafsirkan bahwa pencopet tersebut adalah penumpang. Data (39) mempertegas tindakan pencopet yang diungkapkan pada kata-kata ia buru-buru turun dari angkot tersebut. Hal tersebut sama yang dilakukan oleh penumpang lain, ketika sudah sampai pada lokasi yang dituju, penumpang akan turun dari angkot.

b. Prinsip Penafsiran Lokasional Prinsip ini berkaitan dengan penafsiran tempat atau lokasi terjadinya suatu situasi (keadaan, peristiwa, dan proses) dalam rangka memahami wacana. (40) Modus pencopetan ini saya ketahui setelah HP saya dicopet di

angkot D01 arah Ciputat

(SR/ Pencopet Berkedok Pijak Refleksi/1 Juli 2011/3) Konteks situasi dengan penafsiran lokasional yang terdapat pada data (40) dengan penanda Ciputat, dapat ditafsirkan daerah tersebut berada kota Tangerang.

c. Prinsip Analogi Prinsip analogi digunakan sebagai dasar, baik oleh penutur maupun mitra tutur untuk memahami makna dan mengidentifikasi maksud dari bagian atau keseluruhan sebuah wacana.

(41) Setelah brosur disebarkan kepada penumpang, ia melakukan aksinya dengan cara memijit kaki dan paha hingga tanpa disadari isi saku dikeluarkan, baik berbentuk HP, uang, dompet, maupun berbagai barang milik yang ada dalam saku.

(SR/ Pencopet Berkedok Pijak Refleksi/1 Juli 2011/11) Berdasarkan prinsip analogi, pembaca dapat menginterpretasikan modus pencopetan tersebut seperti hipnotis, yang ditunjukkan pada

commit to user

ungkapan kata-kata tanpa disadari pada data (41). Peristiwa tersebut sama halnya dengan modus pencopetan dengan cara menepuk lengan penumpang sehingga korbannya kehilangan kesadaran.

d. Inferensi Inferensi merupakan proses yang dilakukan oleh komunikan (pembaca) untuk memahami makna yang secara harfiah tidak terdapat dalam wacana yang diungkapkan oleh komunikator (penulis). Inferensi yang dapat diambil seperti berikut :

1) Komunikator ingin memberitahukan kepada pembaca bahwa modus pencopetan yang sedang marak di Kota Tangerang yakni pencopet yang berperan sebagai pemijat refleksi ala Cina, modus pencopetan ini seperti hipnotis.

2) Komunikator ingin menyampaikan kepada pembaca agar selalu waspada dan berhati-hati dalam menggunakan jasa angkutan, khususnya angkutan di kota Tangerang.

2. Judul : Solaria Central Park

a. Prinsip Penafsiran Lokasional Prinsip ini berkaitan dengan penafsiran tempat atau lokasi terjadinya suatu situasi (keadaan, peristiwa, dan proses) dalam rangka memahami wacana. (42) Ahad siang, saya pergi ke Solaria Central Park untuk makan

siang.

(SR/Solaria Central Park/7 Juli 2011/14)

commit to user

Berdasarkan prinsip penafsiran lokasional, pada data (42) dengan penanda Solaria Central Park, maka pembaca dapat menafsirkan bahwa Solaria Central Park adalah sebuah restoran yang berada di dalam Mall Central Park, berlokasi di Jakarta Barat.

b. Inferensi Inferensi merupakan proses yang dilakukan oleh komunikan (pembaca) untuk memahami makna yang secara harfiah tidak terdapat dalam wacana yang diungkapkan oleh komunikator (penulis). Inferensi yang dapat diambil seperti berikut :

1) Komunikator sebagai pelanggan Solaria merasa kecewa dengan pelayanannya, terutama di Solaria Central Park yang berlokasi di Jakarta Barat.

2) Komunikator mengirimkan surat pembaca tersebut agar diketahui pihak Solaria dengan tujuan agar meningkatkan pelayanannya kepada para pelanggannya.

3. Judul : Sopir Blue Bird Ugal-Ugalan

a. Prinsip Penafsiran Lokasional dan Penafsiran Temporal.

Prinsip ini berkaitan dengan penafsiran tempat atau lokasi terjadinya suatu situasi (keadaan, peristiwa, dan proses) dalam rangka memahami wacana.

Penafsiran lokasional dan penafsiran temporal, dapat dilihat pada ungkapan di bawah ini : (43) Pagi itu jalanan di dekat Mal Ambasador sangat padat. Saya

menyetir Avanza hitam mengarah ke Tanah Abang.

commit to user

(SR/Sopir Blue Bird Ugal-Ugalan/11 Juli 2011/32) (44) Melihat keadaan sekitar saat itu mobil satu sama lainya

berjarak sangat dekat dengan kecepatan 5-15 km per jam.

(SR/Sopir Blue Bird Ugal-Ugalan/11 Juli 2011/33) Pada data (43), pembaca dapat menafsirkan lokasi kejadian tersebut terjadi di sepanjang jalan raya Mall Ambasador menuju Tanah Abang yang berada di Ibukota Jakarta, yang didukung dengan ungkapan jalanan di dekat Mal Ambasador sangat padat dan Tanah Abang. Selain itu, penafsiran temporal pada data (43) penanda pagi itu, yaitu di saat orang-orang berangkat bekerja yang sedang terjadi kemacetan, ditunjukkan pada data (44) melihat keadaan sekitar saat itu mobil satu sama lainya berjarak sangat dekat dengan kecepatan 5-

15 km per jam.

c. Inferensi Inferensi merupakan proses yang dilakukan oleh komunikan (pembaca) untuk memahami makna yang secara harfiah tidak terdapat dalam wacana yang diungkapkan oleh komunikator (penulis). Inferensi yang dapat diambil seperti berikut :

1) Komunikator mengirimkan surat pembaca tersebut agar diketahui

oleh pihak Blue Bird.

2) Bagi pihak pengelola taksi Blue Bird, hendaknya dalam memilih sopir taksi yang mahir mengemudikan mobil dan profesional dalam bekerja.

4. Judul : Bus Transjakarta (1)

commit to user

a. Prinsip Penafsiran Temporal Prinsip penafsiran temporal berkaitan dengan pemahaman mengenai waktu. Prinsip ini dapat menafsirkan kapan dan berapa lama waktu terjadinya situasi (peristiwa, keadaan, proses). (45) Saya pulang kuliah menggunakan transportasi transjakarta agar

menghemat ongkos.

(SR/Bus Transjakarta (1)/11 Juli 2011/38) (46) Pernah saya pulang kuliah pukul 19.00 dan sampai rumah pukul

21.00 karena tidak efisiennya bus transjakarta.

(SR/Bus Transjakarta (1)/11 Juli 2011/37) Prinsip penafsiran temporal berkaitan dengan pemahaman mengenai waktu. Dengan melihat penggalan kalimat di atas pada data (45) dan data (46), pembaca dapat menafsirkan bahwa peristiwa tersebut terjadi pada malam hari yang ditunjukkan dengan kata-kata pukul 19.00.

d. Inferensi Inferensi merupakan proses yang dilakukan oleh komunikan (pembaca) untuk memahami makna yang secara harfiah tidak terdapat dalam wacana yang diungkapkan oleh komunikator (penulis). Inferensi yang dapat diambil seperti berikut :

1) Komunikator sebagai penumpang bus transjakarta merasa kecewa dengan pelayanan bus transjakarta yang tidak tepat waktu.

2) Bus transjakarta merupakan transportasi darat yang sangat dibutuhkan masyarakat di Jakarta karena tarifnya yang murah.

3) Bagi pihak pengelola bus transjakarta, hendaknya menambah

armadanya agar dapat dinikmati penumpangnya.

commit to user

5. Judul : Bus Transjakarta (2)

a. Prinsip Penafsiran Personal (47) Saya khawatir akan ada penumpang yang terjepit pintu transjakarta

dan ada banyak hal yang tidak diinginkan lainnya terjadi, seperti

pelecehan seksual.

(SR/Bus Transjakarta (2)/11 Juli 2011/54) (48) Pada saat itu, warga yang tidak dapat bergerak di dalam busway

tidak dapat menahan emosi lagi ketika petugas tetap mengizinkan penumpang lainnya masuk.

(SR/Bus Transjakarta (2)/11 Juli 2011/55) Penanda warga pada data (48), dapat ditafsirkan bahwa warga tersebut adalah penumpang yang berjenis kelamin perempuan, yang ditunjukkan dengan kata-kata penumpang dan pelecehan seksual pada data (47).

b. Prinsip Penafsiran Temporal Prinsip penafsiran temporal berkaitan dengan pemahaman mengenai waktu. Prinsip ini dapat menafsirkan kapan dan berapa lama waktu terjadinya situasi (peristiwa, keadaan, proses). (49) Pada Selasa pekan sekitar pukul 12.00 WIB, saya menggunakan

jasa bus transjakarta koridor 9 jurusan Pinang Ranti sampai peluit. (SR/Bus Transjakarta (2)/11 Juli 2011/49)

(50) Pada saat itu, warga yang tidak dapat bergerak di dalam busway tidak dapat menahan emosi lagi ketiga petugas tetap mengizinkan penumpang lainnya masuk.

(SR/Bus Transjakarta (2)/11 Juli 2011/55) Prinsip penafsiran temporal berkaitan dengan pemahaman mengenai waktu. Dengan melihat penggalan kalimat di atas pada data (49) dan data (50), pembaca dapat menafsirkan bahwa peristiwa tersebut terjadi pada siang hari yang ditunjukkan pada kata-kata pukul 12.00 WIB.

commit to user

d. Inferensi Inferensi merupakan proses yang dilakukan oleh komunikan (pembaca) untuk memahami makna yang secara harfiah tidak terdapat dalam wacana yang diungkapkan oleh komunikator (penulis). Inferensi yang dapat diambil seperti berikut :

1) Komunikator sebagai penumpang merasa kecewa dengan pelayanan bus transjakarta yang kurang efektif dalam melayani penumpangnya.

2) Komunikator ingin memberikan masukan bagi pihak pengelola bus transjakarta agar memperbanyak armada bus transjakarta dan meningkatkan pelayanan bagi penumpangnya.

3) Bagi penumpang bus tranjakarta, khususnya penumpang perempuan hendaknya berhati-hati ketika menggunakan bus transjakarta agar tidak terjadi pelecehan seksual di dalam bus transjakarta.

4) Bagi petugas transjakarta, hendaknya membatasi penumpang dalam

bus transjakarta.

6. Judul : Komplain Bank Mandiri Syariah (BSM)

a. Prinsip Penafsiran Lokasional Prinsip ini berkaitan dengan penafsiran tempat atau lokasi terjadinya suatu situasi (keadaan, peristiwa, dan proses) dalam rangka memahami wacana. (51) Saya menarik uang di Bank Mandiri Cabang UIN Syarif

Hidayatullah, Jakarta.

(SR/Komplain Bank Syariah Mandiri (BSM)/21 Juli 2011/62)

commit to user

(52) Kemudian, saya disuruh oleh satpam untuk langsung ke BSM yang terdekat. Di sana, penarikan Rp 500 ribu berhasil. (SR/Komplain Bank Syariah Mandiri (BSM)/21 Juli 2011/63)

Berdasarkan perangkat benda dan realitas yang menjadi konteksnya, maka ungkapan di sana pada data (52) berarti lokasi mesin ATM Bank Syariah Mandiri karena didukung oleh konteks BSM, sebab realitas menunjukkan bahwa setiap bank memiliki mesin ATM.

b. Inferensi Inferensi merupakan proses yang dilakukan oleh komunikan (pembaca) untuk memahami makna yang secara harfiah tidak terdapat dalam wacana yang diungkapkan oleh komunikator (penulis). Inferensi yang dapat diambil seperti berikut :

1) Komunikator sebagai nasabah Bank Mandiri Syariah merasa kecewa dengan pelayanan Bank Mandiri, khususnya pelayanan pengembalian uang.

2) Komunikator mengirimkan kritikan lewat surat pembaca tersebut dengan tujuan agar diketahui dan ditanggapi oleh pihak Bank Mandiri Syariah.

3) Bagi pihak Bank Mandiri, hendaknya meningkatkan pelayanannya

bagi para nasabahnya.

commit to user

7. Judul : Carrefour Ambassador

a. Prinsip Penafsiran Lokasional Prinsip ini berkaitan dengan penafsiran tempat atau lokasi terjadinya suatu situasi (keadaan, peristiwa, dan proses) dalam rangka memahami wacana. (53) Saya menelepon langsung ke Carrefour Ambassador tapi sulit

tersambung dan bahkan seperti dimatikan.

(SR/Carrefour Ambasador/25 Juli 2011/74) Konteks situasi dengan penafsiran lokasional terdapat pada data (53) dengan penanda Carrefour Ambasador adalah sebuah tempat pembelanjaan yang ada di kota Jakarta yang berlokasi di Jakarta Selatan.

b. Inferensi Inferensi merupakan proses yang dilakukan oleh komunikan (pembaca) untuk memahami makna yang secara harfiah tidak terdapat dalam wacana yang diungkapkan oleh komunikator (penulis). Inferensi yang dapat diambil seperti berikut :

1) Komunikator sebagai pelanggan Carrefour merasa kecewa dengan pelayanan Carrefour, khususnya penjualan produk roti Carrefour.

2) Komunikator mengirimkan surat pembaca tersebut dengan tujuan

agar diketahui dan ditanggapi oleh pihak Carrefour.

3) Bagi pihak Carrefour, hendaknya lebih ketat menyeleksi dan

memantau produk yang dijual.

commit to user

4) Komunikator menghimbau kepada pembeli/pelanggan Carrefour, hendaknya berhati-hati dalam membeli produk Carrefour, khususnya produk roti.

8. Judul : Mengkoordinasi Takjil

a. Prinsip Penafsiran Lokasional

Prinsip ini berkaitan dengan penafsiran tempat atau lokasi terjadinya suatu situasi (keadaan, peristiwa, dan proses) dalam rangka memahami wacana.

(54) Jadi, pada bulan puasa, daerah yang minus bisa diberi modal untuk membuat takjil dan disalurkan secara proporsional. (SR/Mengoordinasi Takjil/25 Juli 2011/80)

Konteks situasi dengan penafsiran lokasional terdapat pada data (54) dengan pemarkah kata daerah yang minus. Secara fisik dapat ditafsirkan daerah tersebut dihuni oleh masyarakat menengah ke bawah dengan penghasilan rendah, fasilitas yang tidak memadai, dan berada di pemukiman padat.

b. Inferensi Inferensi merupakan proses yang dilakukan oleh komunikan (pembaca) untuk memahami makna yang secara harfiah tidak terdapat dalam wacana yang diungkapkan oleh komunikator (penulis). Inferensi yang dapat diambil seperti berikut :

1) Komunikator memberikan masukan kepada Republika untuk memberi kesempatan bagi masyarakat menengah ke bawah untuk membuat takjil agar mereka mendapatkan rezeki.

commit to user

9. Judul : Surat untuk Menteri Agama

a. Prinsip Penafsiran Personal (55) Bapak Menteri Agama, kami akan memberitahukan bahwa ayah

dan kakek tersayang kami yang saat ini telah berusia lanjut, yaitu

93 tahun mempunyai kehendak untuk menunaikan kewajiban yang kelima, yakni naik haji untuk yang pertama kalinya. (SR/Surat untuk Menteri Agama/2 Agustus 2011/87)

Pelibat wacana biasanya menunjuk pada orang-orang yang berperan dalam wacana, kedudukannya, jenis hubungan perannya, ciri fisik dan non-fisik. Pada data (55), penanda ayah dan kakek. Dilihat secara fisik, dapat ditafsirkan bahwa ayah berjenis kelamin laki-laki, rambutnya sudah beruban, usianya dibawah usia kakek, sedangkan kakek dapat ditafsirkan usianya lebih tua dari usia ayah, berjenis kelamin laki-laki, rambutnya sudah beruban, dan jalannya pelan dan tertatih.

b. Prinsip Penafsiran Temporal Prinsip penafsiran temporal berkaitan dengan pemahaman mengenai waktu. Prinsip ini dapat menafsirkan kapan dan berapa lama waktu terjadinya situasi (peristiwa, keadaan, proses).

(56) Bapak Menteri Agama, kami akan memberitahukan bahwa ayah dan kakek tersayang kami yang saat ini telah berusia lanjut, yaitu

93 tahun mempunyai kehendak untuk menunaikan kewajiban yang kelima, yakni naik haji untuk yang pertama kalinya. (SR/Surat untuk Menteri Agama/2 Agustus 2011/83)

Pemahaman makna dan acuan waktu (kapan atau berapa lama) terhadap kata saat ini pada data (56) mengacu pada rentetan kurang lebih lima tahun, yaitu rentetan waktu untuk menunggu jadwal keberangkatan haji.

c. Inferensi

commit to user

Inferensi merupakan proses yang dilakukan oleh komunikan (pembaca) untuk memahami makna yang secara harfiah tidak terdapat dalam wacana yang diungkapkan oleh komunikator (penulis). Inferensi yang dapat diambil seperti berikut :

1) Komunikator memberi masukan kepada Departemen Agama untuk segera merealisasikan program yang disampaikan oleh Menteri Agama, yakni mendahulukan calon haji yang berusia lanjut.

10. Judul : Pengeras Suara Masjid

a. Prinsip Penafsiran Personal Prinsip penafsiran personal berkaitan dengan siapa sesungguhnya yang menjadi partisipan di dalam suatu wacana. Dalam surat pembaca yang berjudul Pengeras Suara Masjid, dapat ditafsirkan bahwa yang menjadi komunikatornya adalah seorang muslim yang bertugas sebagai pengurus masjid. Hal ini ditunjukkan dengan ungkapan berikut:

(57) Sebagai seorang muslim, saya setuju dengan peraturan

tersebut.

(SR/Pengeras Suara Masjid/9 Agustus 2011/97) (58) Masjid kami menerapkan kebijakan bahwa pengeras suara luar

hanya untuk azan, sementara untuk kebutuhan lainnya menggunakan speaker (pengeras suara) dalam.

(SR/Pengeras Suara Masjid/9 Agustus 2011/98)

b. Prinsip Penafsiran Lokasional Prinsip ini berkaitan dengan penafsiran tempat atau lokasi terjadinya suatu situasi (keadaan, peristiwa, dan proses) dalam rangka memahami wacana.

commit to user

(59) Di lingkungan kami bahkan ada mushala lain yang suaranya lebih keras dari suara imam yang ada di masjid tempat kami sholat.

(SR/Pengeras Suara Masjid/9 Agustus 2011/99) Berdasarkan perangkat benda dan realitas yang menjadi konteksnya, maka lokasi terjadinya peristiwa pada data (59) tersebut dapat ditafsirkan di sebuah kampung atau perumahan, ditunjukkan dengan kata-kata lingkungan, mushala, dan masjid.

c. Prinsip Penafsiran Temporal Prinsip penafsiran temporal berkaitan dengan pemahaman mengenai waktu. Prinsip ini dapat menafsirkan kapan dan berapa lama waktu terjadinya situasi (peristiwa, keadaan, proses). (60) Cuma mengapa peraturan yang sudah dikeluarkan dua tahun

yang lalu tersebut kurang sosialisasi sehingga ketidak teraturan pengguna pengeras suara masih saja terjadi sampai sekarang.

(SR/Pengeras Suara Masjid/9 Agustus 2011/90) Pemahaman makna dan acuan waktu (kapan atau berapa lama) terhadap kata sekarang pada data (60) mengacu pada waktu lebih dari dua tahun, yang menunjukkan waktu lampau yang diungkapkan dengan kata-kata dua tahun yang lalu.

d. Inferensi Inferensi merupakan proses yang dilakukan oleh komunikan (pembaca) untuk memahami makna yang secara harfiah tidak terdapat dalam wacana yang diungkapkan oleh komunikator (penulis). Inferensi yang dapat diambil seperti berikut :

commit to user

1) Bagi pemerintah, hendaknya memberikan sosialisasi secara menyeluruh mengenai peraturan penggunaan pengeras suara untuk tempat beribadah.

2) Bagi pengurus masjid maupun pengurus mushola, hendaknya dalam menggunakan pengeras suara masjid tidak mengganggu umat beragama lain yang berada di sekitar masjid.

11. Judul : Diskon Ramadhan

a. Prinsip Penafsiran Personal (61) Untuk itu, masyarakat menengah bawah jangan sampai tergiur

berbelanja dengan diskon.

(SR/Diskon Ramadhan/9 Agustus 2011/108) Pada data (61) dapat dianalisis berdasarkan konteks situasi melalui prinsip penafsiran personal. Penanda masyarakat menengah bawah dapat ditafsirkan berpenghasilan rendah, hidup sederhana, dan tinggal di pemukiman yang padat.

b. Prinsip Penafsiran Lokasional Prinsip ini berkaitan dengan penafsiran tempat atau lokasi terjadinya suatu situasi (keadaan, peristiwa, dan proses) dalam rangka memahami wacana. (62) Menyambut bulan suci Ramadhan ini, misalnya saya lihat pusat-

pusat perbelanjaan atau yang populer disebut department store atau pasar swalayan mempromosikan barang-barang dagangan mereka dengan potongan harga 50-70 persen.

(SR/Diskon Ramadhan/9 Agustus 2011/109) Berdasarkan perangkat benda dan realitas yang menjadi konteksnya, maka tempat atau lokasi terjadinya keadaan tersebut dapat

commit to user

ditafsirkan di sebuah pusat pembelajaan Matahari Departemen Store. Hal itu ditunjukkan pada data (62) dengan kata-kata potongan harga 50-70 persen.

c. Prinsip Penafsiran Temporal Prinsip penafsiran temporal berkaitan dengan pemahaman mengenai waktu. Prinsip ini dapat menafsirkan kapan dan berapa lama waktu terjadinya situasi (peristiwa, keadaan, proses). Penafsiran waktu yang terjadi pada data (62) ditafsirkan mengacu pada rentetan waktu kira-kira satu bulan yakni selama bulan ramadhan. Penafsiran waktu tersebut ditunjukkan pada kata-kata menyambut bulan suci Ramadhan.

d. Inferensi Inferensi merupakan proses yang dilakukan oleh komunikan (pembaca) untuk memahami makna yang secara harfiah tidak terdapat dalam wacana yang diungkapkan oleh komunikator (penulis). Inferensi yang dapat diambil seperti berikut :

1) Bagi konsumen, khususnya berpenghasilan rendah hendaknya tidak tergiur dengan program diskon yang diadakan oleh pihak Matahari Departemen Store, karena produk yang tawarkan tersebut, harganya sudah dinaikkan terlebih dahulu sebelum didiskon.

2) Bagi pihak Matahari Departemen Store, hendaknya tidak

memanfaatkan keadaan untuk menipu konsumen.

commit to user

3) Bagi pemerintah, hendaknya segera menindak pihak-pihak yang melakukan program diskon tersebut yang telah menipu masyarakat luas.

12. Judul : Tunjangan Sertifikasi Guru

a. Prinsip Penafsiran Personal (63) …Bapak/Ibu pejabat yang berwenang untuk mencairkan

tunjangan sertifikasi profesi guru sebelum Idul Fitri 1432 H, kami ucapkan terima kasih.

(SR/Tunjangan Sertifikasi Guru/19 Agustus 2011/116) Penafsiran personal yang terdapat dalam data (63) yaitu pada penanda Bapak/Ibu pejabat yang berwenang dapat ditafsirkan sebagai pegawai Dikpora, pemerintah daerah maupun pemerintah pusat yang mengurusi tunjangan sertifikasi guru.

b. Prinsip Penafsiran Temporal Prinsip penafsiran temporal berkaitan dengan pemahaman mengenai waktu. Prinsip ini dapat menafsirkan kapan dan berapa lama waktu terjadinya situasi (peristiwa, keadaan, proses). Kata sebelum pada data (63) mengacu waktu kurang dari sebulan, yang dibatasi dengan kata-kata Idul Fitri 1432 H.

c. Inferensi Inferensi merupakan proses yang dilakukan oleh komunikan (pembaca) untuk memahami makna yang secara harfiah tidak terdapat dalam wacana yang diungkapkan oleh komunikator (penulis). Inferensi yang dapat diambil seperti berikut :

commit to user

1) Komunikator mengirim surat pembaca tersebut agar diketahui oleh pegawai Dikpora, pemerintah daerah, maupun pemerintah pusat yang mengurusi tujangan sertifikasi guru.

13. Judul : Mengenang Prof H Hembing

a. Prinsip Penafsiran Personal (64)

Saya adalah salah seorang pasien Bapak Hembing yang merasa sangat kehilangan dan berduka cita atas berpulangnya atau wafatnya beliau.

(SR/Mengenang Prof H Hembing/19 Agustus 2011/117) (65)

Dengan menunjukkan foto-foto rontgen, CT Scand, dan MRI, Prof Hembing juga tidak menyetujui untuk operasi. Saya menjalani terapi akupunktur selama satu tahun seminggu dua kali dan mengonsumsi obat-obatan herbal.

(SR/Mengenang Prof H Hembing/19 Agustus 2011/130) (66)

Sungguh saya sangat kagum dengan kepakaran atau

keahlian Pak Hembing dalam bidang terapi akupuntur dan pengobatan tradisional.

(SR/Mengenang Prof H Hembing/19 Agustus 2011/131) Berdasarkan prinsip penafsiran personal, penanda Bapak Hembing pada data (64) dapat ditafsirkan sebagai seorang pakar yang ahli dalam bidang terapi akupuntur dan pengobatan tradisional, sebagaimana yang didukung pada data (66) yaitu pada ungkapan kepakaran atau keahlian Pak Hembing dalam bidang terapi akupuntur dan pengobatan tradisional. Dia bukan seorang dokter, hal ini diperkuat pada ungkapan pada data (65) tidak menyetujui untuk operasi.

b. Prinsip Penafsiran Lokasional

commit to user

Prinsip ini berkaitan dengan penafsiran tempat atau lokasi terjadinya suatu situasi (keadaan, peristiwa, dan proses) dalam rangka memahami wacana. (67) …berobat ke Bapak Hembing yang tempat praktiknya dekat RS

Pelni Petamburan.

(SR/Mengenang Prof H Hembing/19 Agustus 2011/132) Pada data (67), tempat praktek tersebut berada di sekitar RS Pelni Petamburan, dapat ditafsirkan lokasinya tidak jauh dari RS Pelni Petamburan yang jaraknya kurang lebih 1 kilometer, ditunjukkan pada ungkapan dekat RS Pelni Petamburan.

c. Inferensi Inferensi merupakan proses yang dilakukan oleh komunikan (pembaca) untuk memahami makna yang secara harfiah tidak terdapat dalam wacana yang diungkapkan oleh komunikator (penulis). Inferensi yang dapat diambil seperti berikut :

1) Komunikator mengajak pembaca mengenang tokoh besar dan berjasa kemanusiaan yang bernama Prof H Hembing.

14. Judul : Perbedaan Idul Fitri

a. Prinsip Penafsiran Personal (68) Karena masing-masing mempunyai aturan yang telah ditentukan.

(SR/Perbedaan Idul Fitri/27 Agustus 2011/139) (69) Dalam merayakan Idul Fitri 1432 ini umat Islam di seluruh dunia

akan mengalami perbedaan dalam melaksanakannya. Sebagian ada yang tanggal 30 Agustus 2011 (Muhammadiyah) dan ada yang melaksanakan pada tanggal 31 Agustus 2011 (pendapat ormas Islam NU dan Pemerintah) bagaimana dengan ormas lainnya?

(SR/Perbedaan Idul Fitri/27 Agustus 2011/140)

commit to user

Berdasarkan prinsip penafsiran personal, maka pada data (68) yaitu penanda masing-masing dapat ditafsirkan yakni umat Islam di Indonesia yang mengikuti golongan tertentu dalam penentuan hari raya Idul Fitri.

b. Prinsip Penafsiral Lokasional Prinsip penafsiran lokasional dan temporal pada data (69) dapat ditafsirkan bahwa tempat yang mengalami perbedaan perayaan Idul Fitri tersebut dapat dilihat di Jawa Timur, mayoritas masyarakatnya mengikuti ormas Islam NU, sedangkan di Jawa Tengah ataupun di Jawa Barat

ormas Islam Muhammadiyah.

c. Prinsip Penafsiran Temporal Waktu pelaksanaan perayaan Idul Fitri antara ormas Islam NU, ormas Islam Muhammadiyah, ataupun oramas lainnya hanya terpaut satu hari, yakni Ormas Muhamadiyah melaksanakan perayaan Idul Fitri lebih awal daripada Ormas Islam NU dan Pemerintah ataupun ormas lainnya. Hal tersebut ditunjukkan pada tanggal tanggal 30 Agustus 2011 (Muhammadiyah) dan tanggal 31 Agustus 2011 (pendapat ormas Islam NU dan Pemerintah).

d. Inferensi Inferensi merupakan proses yang dilakukan oleh komunikan (pembaca) untuk memahami makna yang secara harfiah tidak terdapat dalam wacana yang diungkapkan oleh komunikator (penulis). Inferensi yang dapat diambil seperti berikut :.

commit to user

1) Perbedaan penentuan hari raya Idul Fitri tersebut hendaknya tidak menjadi perselisihan, sebaiknya dimanfaatkan untuk saling bersilaturahmi sehingga tercipta kehidupan masyarakat yang harmonis.

15. Judul : Fenomena Dai di TV

a. Prinsip Penafsiran Personal (70) Pembicara pada waktu itu, di antaranya almukarom KH. M. Ali

Mustofa Ya’kub (Imam Besar Masjid Istiqlal)

(SR/Fenomena Dai di TV/29 Agustus 2011/151)

(71) …KH. M Ali Mustofa Ya’kub sebagai ulama besar.

(SR/Fenomena Dai di TV/29 Agustus 2011/152) Pada data (70) dapat dianalisis berdasarkan konteks situasi melalui prinsip penafsiran personal. Pada data tersebut tergambar bahwa KH. M. Ali Mustofa secara non fisik dapat ditafsirkan adalah seorang yang berpendidikan tinggi dan memiliki pengetahuan yang luas mengenai agama Islam sehingga menjadi ustadz senior. Prinsip ini ditunjukkan pada kata-kata Imam Besar Masjid Istiqlal dan ulama besar.

b. Prinsip Penafsiran Lokasional Prinsip ini berkaitan dengan penafsiran tempat atau lokasi terjadinya suatu situasi (keadaan, peristiwa, dan proses) dalam rangka memahami wacana. (72) Ahad sore (7/8/2011), kami sekeluarga menonton Tabligh Akbar

Ramadhan yang ditayangkan secara live di salah satu stasiun

televisi swasta.

(SR/Fenomena Dai di TV/29 Agustus 2011/153)

commit to user

(73) … menahan diri untuk tidak menegur ustaz tersebut di atas/di depan forum/jamaah tabligh akbar serta disaksikan jutaan

pemirsa televisi.

(SR/Fenomena Dai di TV/29 Agustus 2011/154) Realitas situasi yang diungkapkan pada data (72) dan data (73) adalah di sebuah panggung studio di salah satu stasiun televisi swasta yang disiarkan secara langsung. Para ustadz atau dai-dai muda menyampaikan dakwahnya di atas panggung studio yang disaksikan oleh penonton di studio dan pemirsa yang menyaksikan di televisi. Hal tersebut didukung oleh kata-kata ditayangkan secara live di salah satu stasiun televisi swasta dan disaksikan jutaan pemirsa televisi.

c. Prinsip Penafsiran Temporal Prinsip penafsiran temporal berkaitan dengan pemahaman mengenai waktu. Prinsip ini dapat menafsirkan kapan dan berapa lama waktu terjadinya situasi (peristiwa, keadaan, proses). (74) Tak dapat dipungkiri, memang saat ini banyak dai atau

penceramah yang hanya menonjolkan unsur-unsur komedi, lawak, lelucon, dan komedi dalam dakwahnya, tapi justru esensi atau pesan-pesan dakwah yang disampaikan menjadi amat minim.

(SR/Fenomena Dai di TV/29 Agustus 2011/143) Pada data (74), penanda saat ini mengacu pada waktu kira-kira 5-

10 menit, yaitu waktu yang digunakan dai atau penceramah menyampaikan dakwahnya di atas panggung studio yang disiarkan secara langsung.

commit to user

d. Inferensi Inferensi merupakan proses yang dilakukan oleh komunikan (pembaca) untuk memahami makna yang secara harfiah tidak terdapat dalam wacana yang diungkapkan oleh komunikator (penulis). Inferensi yang dapat diambil seperti berikut :

1) Bagi ustadz senior sebagai orang yang berpendidikan tinggi hendaknya lebih berhati-hati dalam memberikan kritikan kepada ustadz junior, terutama ketika di depan forum.

2) Bagi ustadz junior, hendaknya tidak berhenti berkompetensi, selalu introspeksi diri, mengevalusi diri dan terus belajar agama Islam.

3) Bagi pihak media massa elektronik, hendaknya lebih berhati-hati dan selektif dalam menyiarkan acara-acara keagamaan karena dilihat oleh seluruh rakyat Indonesia.

16. Judul : Kapan Muslim Kompak Lebaran

a. Prinsip Penafsiran Lokasional Prinsip ini berkaitan dengan penafsiran tempat atau lokasi terjadinya suatu situasi (keadaan, peristiwa, dan proses) dalam rangka memahami wacana.

(75) Telah sering kali umat Islam di Indonesia menunjukkan tidak adanya kesepakatan menentukan hari akhir bulan saum (Ramadhan) sehingga menimbulkan pergesekan di antara umat Islam sendiri.

(SR/Kapan Muslim Kompak Lebaran?/2 September 2011/165) Berdasarkan prinsip penafsiran lokasional, peristiwa yang terjadi pada data (75) dapat ditafsirkan bahwa umat Islam yang berada di Jawa

commit to user

Timur, mayoritas masyarakatnya menentukan hari Lebaran atau penetapan 1 Syawal dengan cara melihat bulan, sedangkan umat Islam yang berada di Jawa tengah ataupun di Jawa Barat, mayoritas masyarakatnya menentukan hari lebaran dengan perhitungan hisab (kalender).

b. Prinsip Analogi (76) Alam semesta ini sudah diatur oleh komputer Allah dan tidak

ada perubahan kecuali bila Allah menghendaki. (SR/Kapan Muslim Kompak Lebaran?/2 September 2011/166)

Berdasarkan prinsip analogi, pada data (76) pembaca dapat menginterpretasikan komputer Allah yang berarti seperangkat sistim yang sudah diatur dan ditetapkan oleh Allah dalam penentuan hari Lebaran. Penentuan tersebut dengan perhitungan hisap (kalender) tetap sesuai yang tertulis dalam Alquran.

c. Inferensi Inferensi merupakan proses yang dilakukan oleh komunikan (pembaca) untuk memahami makna yang secara harfiah tidak terdapat dalam wacana yang diungkapkan oleh komunikator (penulis). Inferensi yang dapat diambil seperti berikut :

1) Komunikator mengajak pembaca khususya umat muslim untuk tidak mempermasalahkan perbedaan penentuan hari Lebaran agar tercipta kehidupan bermasyarakat yang tenang dan damai.

2) Komunikator memberikan masukan Majelis Ulama dan umat muslim di Indonesia sebaiknya dalam menentukan hari Lebaran dengan perhitungan hisap (kalender) tetap.

commit to user

17. Judul : Menyambut Hari Kemenangan

a. Prinsip Penafsiran Personal (77) Bagi sebagian kalangan, hal tersebut cukup disayangkan karena

mereka disibukkan dengan hal-hal yang sebenarnya dalam hikmah Ramadhan yang tidak dianjurkan. Akhir bulan ramadhan hendaknya dijadikan semangat yang lebih dan rutinitas ibadah yang makin padat.

(SR/Menyambut Hari Kemenangan/6 September 2011/176) Pada data (77) pemarkah mereka dapat ditafsirkan masyarakat yang beragama Islam dalam menyambut hari Lebaran. Hal ini ditunjukkan pada kata-kata akhir bulan ramadhan hendaknya dijadikan semangat yang lebih dan rutinitas ibadah yang makin padat.

b. Inferensi Inferensi merupakan proses yang dilakukan oleh komunikan (pembaca) untuk memahami makna yang secara harfiah tidak terdapat dalam wacana yang diungkapkan oleh komunikator (penulis). Inferensi yang dapat diambil seperti berikut :

1) Komunikator memberikan gambaran mengenai budaya masyarakat Indonesia ketika menyambut hari raya Idul Fitri, hendaknya meninggalkan budaya tersebut dan mengisi akhir bulan ramadhan dengan meningkatkan ibadah.

18. Judul : Masalah Perbedaan Idul Fitri

a. Prinsip Penafsiran Personal (78) Alangkah indahnya apabila umat yang satu ini dalam

bertindak, terutama dalam hal-hal prinsip seperti Idul Fitri, selalu mengedepankan kebersamaan.

(SR/Masalah Perbedaan Idul Fitri/6 September 2011/185)

commit to user

Pada data (78) penanda umat yang satu ini ditujukan kepada salah satu pengirim surat pembaca “Suarapublika”. Hal tersebut sebagai sindiran agar orang yang bersangkutan lebih menghargai perbedaan penentuan hari raya Idul Fitri.

b. Inferensi Inferensi merupakan proses yang dilakukan oleh komunikan (pembaca) untuk memahami makna yang secara harfiah tidak terdapat dalam wacana yang diungkapkan oleh komunikator (penulis). Inferensi yang dapat diambil seperti berikut :

1) Hendaknya umat muslim tidak mempermasalahkan perbedaan Idul

Fitri yang terjadi di dalam masyarakat.

19. Judul : Idul Fitri

a. Prinsip Penafsiran Temporal Prinsip penafsiran temporal berkaitan dengan pemahaman mengenai waktu. Prinsip ini dapat menafsirkan kapan dan berapa lama waktu terjadinya situasi (peristiwa, keadaan, proses). (79) Dan, kejadian serupa pasti akan terjadi lagi pada masa yang akan

datang selama perbedaan cara pandang untuk memahami hadis Rasullah tentang puasa dan hari raya tidak diselesaikan.

(SR/Idul Fitri/15 September 2011/191) Pada data (79), penanda masa yang akan datang mengacu pada rentetan waktu kurang lebih satu tahun, yaitu rentetan waktu yang digunakan umat muslim dalam menyambut datangnya hari raya Idul Fitri.

commit to user

b. Inferensi Inferensi merupakan proses yang dilakukan oleh komunikan (pembaca) untuk memahami makna yang secara harfiah tidak terdapat dalam wacana yang diungkapkan oleh komunikator (penulis). Inferensi yang dapat diambil seperti berikut :

1) Komunikator mengajak seluruh umat Islam di Indonesia untuk bersatu dalam menyikapi perbedaan hari raya Idul Fitri yang terjadi setiap tahunnya.

2) Bagi pemerintah, hendaknya dalam menentukan pelaksanaan hari raya Idul Fitri sebaiknya independen, tidak berpihak dengan golongan tertentu.

20. Judul : Kartu Halo Telkomsel

a. Prinsip Penafsiran Lokasional Prinsip ini berkaitan dengan penafsiran tempat atau lokasi terjadinya suatu situasi (keadaan, peristiwa, dan proses) dalam rangka memahami wacana. (80) Pada 8 September 2010, handphone saya dengan nomor tersebut

hilang di pom bensin km 47 Cikampek…

(SR/Kartu Halo Telkomsel/24 September 2011/201) Konteks situasi dengan penafsiran lokasional terdapat pada data (80) dengan penanda Cikampek, dapat ditafsirkan daerah tersebut berada kota Jakarta.

b. Prinsip Penafsiran Temporal

commit to user

Prinsip penafsiran temporal berkaitan dengan pemahaman mengenai waktu. Prinsip ini dapat menafsirkan kapan dan berapa lama waktu terjadinya situasi (peristiwa, keadaan, proses). (81) Bahkan, hingga sekarang, tagihan sudah mencapai Rp 2,3 juta.

(SR/Kartu Halo Telkomsel/24 September 2011/202) Pada data (81), sekarang mengacu pada rentetan kurang lebih setahun, yaitu rentetan waktu yang digunakan komunikator untuk menunggu tanggapan pemblokiran dari pihak Telkomsel.

c. Inferensi Inferensi merupakan proses yang dilakukan oleh komunikan (pembaca) untuk memahami makna yang secara harfiah tidak terdapat dalam wacana yang diungkapkan oleh komunikator (penulis). Inferensi yang dapat diambil seperti berikut :

1) Komunikator mengirimkan surat pembaca tersebur agar ditanggapi oleh pihak Telkomsel, karena komunikator merasa kecewa dengan pelayanan Telkomsel.

2) Bagi pihak Telkomsel, hendaknya lebih meningkatkan pelayanan bagi pelanggannya.

21. Judul : Tunjangan Fungsional Guru Kota Depok

a. Prinsip Penafsiran Personal (82) Mohon penjelasan pihak terkait.

(SR/Tunjangan Fungsional Guru Kota Depok/24 September 2011/210) Berdasarkan prinsip penafsiran personal pada data (82), penanda pihak terkait dapat ditafsirkan sebagai pegawai Dikpora, pemerintah

commit to user

daerah, ataupun pemerintah pusat yang mengurusi dana sertifikasi guru di Kota Depok.

b. Inferensi Inferensi merupakan proses yang dilakukan oleh komunikan (pembaca) untuk memahami makna yang secara harfiah tidak terdapat dalam wacana yang diungkapkan oleh komunikator (penulis). Inferensi yang dapat diambil seperti berikut :

1) Komunikator mengirimkan surat pembaca tersebut agar pemerintah mengetahui permasalahan yang terjadi di Kota Depok mengenai tunjangan fungsional dan sertifikasi guru swasta yang belum menerima haknya.

22. Judul : Pelanggan Telkomsel

a. Prinsip Penafsiran Temporal Prinsip penafsiran temporal berkaitan dengan pemahaman mengenai waktu. Prinsip ini dapat menafsirkan kapan dan berapa lama waktu terjadinya situasi (peristiwa, keadaan, proses). (83) Pada 16 September 2011 saya menggunakan provider ini di I-

Phone saya. Saya menggunakan provider ini sudah cukup lama. Kemarin-kemarin saya tidak mempunyai trouble, tetapi akhir- akhir ini saya merasa bahwa pulsa saya terpotong Rp 70 ribu dari pulsa sebelumnya Rp 200 ribu.

(SR/Pelanggan Telkomsel/29 September 2011/222) Pada data (83), penanda akhir-akhir ini mengacu pada rentetan waktu kurang dari sebulan, yaitu rentetan waktu yang dialami oleh komunikator saat mengalami masalah dengan provider Tekomsel. Hal

commit to user

tersebut ditunjukkan kata-kata 16 September 2011 sampai tanggal pemuatan surat pembaca tersebut, yakni 29 September 2011.

b. Inferensi Inferensi merupakan proses yang dilakukan oleh komunikan (pembaca) untuk memahami makna yang secara harfiah tidak terdapat dalam wacana yang diungkapkan oleh komunikator (penulis). Inferensi yang dapat diambil seperti berikut :

1) Komunikator mengirimkan surat pembaca tersebut agar ditanggapi oleh pihak Telkomsel dan meminta pertanggung jawabnya.

2) Bagi pihak Telkomsel, hendaknya lebih meningkatkan pelayanan kepada pelanggannya agar pelanggan tidak mengalami kerugian dan kekecewaan.

23. Judul : Layanan E-KTP

a. Prinsip Penafsiran Personal (84) Apakah terdapat oknum-oknum nakal yang bermain di balik

pembuatan e-KTP ini.

(SR/Layanan E-KTP/29 September 2011/234) Berdasarkan prinsip penafsiran personal pada data (84), penanda oknum-oknum nakal dapat ditafsirkan ketua RT, ketua RW, pegawai kelurahan, pegawai kecamatan, pemerintah daerah ataupun pemerintah pusat yang mengurusi pembuatan e-KTP.

b. Inferensi Inferensi merupakan proses yang dilakukan oleh komunikan (pembaca) untuk memahami makna yang secara harfiah tidak terdapat

commit to user

dalam wacana yang diungkapkan oleh komunikator (penulis). Inferensi yang dapat diambil seperti berikut :

1) Pemerintah hendaknya lebih matang dalam merencanakan program yang akan dilakukan yakni pembuatan e-KTP.

2) Pemerintah hendaknya memberikan sarana yang lengkap dalam proses pembuatan e-KTP.

3) Dalam pelaksanaan e-KTP, hendaknya pemerintah daerah dan pusat melakukan sosialisasi kepada seluruh masyarakat, baik di kota maupun di daerah terpencil.

4) Dalam pendataan penduduk, hendaknya dilakukan dengan teliti dalam pembuatan e-KTP.

commit to user

BAB V PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan analisis data yang sudah dijabarkan pada bab sebelumnya, maka diperoleh simpulan yang akan memberikan jawaban dari masalah yang diajukan dalam penelitian. Berikut ini simpulan yang dihasilkan pada penelitian ini :

1. Dari analisis yang dilakukan pada rubrik “Suarapublika” dalam surat kabar Republika, terdapat dua unsur kohesi tekstual yakni kohesi gramatikal yang mencerminkan kepaduan bentuk bahasa dan kohesi leksikal yang mencerminkan kepaduan makna. Terdapat empat unsur kohesi gramatikal meliputi : (1) Pengacuan yang terdiri atas pengacuan persona pertama tunggal, pengacuan persona pertama jamak, pengacuan persona ketiga tunggal, pengacuan persona ketiga jamak, pengacuan demonstratif waktu (temporal), demonstratif tempat (lokasional), (2) Substitusi terdiri dari substitusi verbal, substitusi nomina, substitusi frasal, dan substitusi klausal, (3) Pelesapan, dan (4) Konjungsi. Terdapat enam unsur kohesi leksikal yang meliputi : (1) Repetisi yang terdiri atas repetisi epizeuksis, repetisi tautotes, repetisi anafora, dan repetisi epistrofa, (2) Sinonimi meliputi sinonimi kata dengan kata dan sinonimi kata dengan frasa, (3) Antonimi terdiri dari antonimi mutlak, antonimi kutub, antonimi hubungan, antonimi hirarkial, dan antonimi majemuk, (4) Kolokasi

commit to user

atau sanding kata, (5) Hiponimi atau hubungan atas bawah, (6) Ekuivalensi atau kesepadanan bentuk.

2. Selain menganalisis kohesi tekstual yang terdiri dari aspek gramatikal dan aspek leksikal, penelitian ini juga menganalisis mengenai kontekstual wacana yang meliputi prinsip penafsiran personal, prinsip penafsiran lokasional, prinsip temporal, prinsip analogi, dan inferensi. Dari kedua langkah yang digunakan dalam menganalisis wacana rubrik “Suarapublika” surat kabar Republika, maka terciptalah pemahaman pembaca.

B. Saran

Penelitian ini berusaha menyajikan tentang kohesi tekstual dan kontekstual wacana pada rubrik “Suarapublika” di surat kabar Republika dengan pendekatan analisis wacana. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang perlu diperbaiki dalam melakukan penelitian ini karena keterbatasan waktu, ruang, dan pengetahuan penulis. Maka dari itu, analisis wacana ini belum bisa penulis kaji secara mendalam. Penulis berharap dapat dilakukan pada penelitian selanjutnya untuk menjawab permasalahan dengan lebih mendalam dan bervariasi lagi mengenai analisis wacana baik unsur kohesi tekstual dan kontekstual wacana.