2. Perlindungan Korban EVAN ELROY SITUORANG

memberikan kontribusi yang maksimal dalam upaya pencegahan dan penanggulangan kejahatan.

C. 2. Perlindungan Korban

Pada prinsipnya, korban merupakan objek dari suatu tindak pidana. Namun terlepas dari itu, korban juga harus dipandang sebagai subjek hukum yang memerlukan perlindunagan hukum. Berbicara mengenai perlindungan korban tidak dapat dilepaskan dari permasalahan hak asasi manusia. Hal ini disebabkan perlindungan merupakan suatu hak yang dimiliki oleh korban sebagai manusia, yang pada hakikatnya tidak dapat dipisahkan dari konsep hak asasi manusia. Dengan kata lain, apabila hak asasi seorang manusia telah dilanggar, maka ia menjadi korban sehingga membutuhkan perlindungan. Penegakan hak asasi manusia merupakan bagian penting dari prinsip demokrasi, kedaulatan rakyat dan negara hukum, karena tanpa adanya penegakan hak asasi manusia maka cita-cita untuk mewujudkan pemerintahan yang demokratis akan menjadi sesuatu yang sangat sulit dilakukan yang akan berdampak pada penegakan supremasi hukum. Frederick Julius Stahl mengemukakan bahwa suatu negara hukum harus memenuhi 4 empat syarat, yaitu : 99 1. Adanya perlindungan terhadap hak asasi manusia; 2. Adanya pemisahan atau pembagian kekuasaan; 3. Setiap tindakan pemerintah harus didasarkan pada peraturan perundang-undangan; 99 Rozali Abdullah N. Syamsir, 2002, Perkembangan HAM dan Keberadaan Peradilan HAM di Indonesia , PT. Ghalia Indonesia, Jakarta, hlm. 37 4. Adanya peradilan tata usaha negara. Perlindungan hak asasi manusia berarti juga termasuk perlindungan korban sebagai manusia yang memiliki hak asasi. Menurut Barda Nawawi Arief, pengertian perlindungan korban dapat dilihat dari dua makna, yaitu : 100

a. dapat diartikan sebagai “perlindungan hukum untuk tidak menjadi korban

tindak pidana” berarti perlindungan HAM atau kepentingan hukum seseorang; b. dapat diartikan sebagai “perlindungan untuk memperoleh jaminansantunan hukum atas penderitaankerugian orang yang telah menjadi korban tindak pidana” jadi identik dengan “penyantunan korban ”. Bentuk santunan itu dapat berupa pemulihan nama baik rehabilitasi, pemulihan keseimbangan batin antara lain, dengan pemaafan, pemberian ganti rugi restitusi, kompensasi, jaminansantunan kesejahteraan sosial, dan sebagainya. Dengan kata lain, perlindungan korban dapat dilihat sebagai bentuk perlindungan korban “potensial” untuk tidak menjadi korban tindak pidana, dan perlindungan korban “aktual” atau nyata yang telah menjadi korban. Definisi perlindungan itu sendiri dapat dilihat dalam Pasal 1 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2002 tentang Perlindungan terhadap Korban dan Saksi, ditentukan bahwa : “Perlindungan adalah suatu bentuk pelayanan yang wajib dilaksanakan oleh aparat penegak hukum atau aparat keamanan untuk memberikan rasa aman, baik fisik maupun mental, kepada korban dan saksi, dari ancaman, gangguan, teror, dan kekerasan dari pihak manapun, yang diberikan pada tahap penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan atau pemeriksaan di sidang pengadilan”. 100 Barda Nawawi Arief, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Hukum Pidana dalam Penanggulangan Kejahatan, Kencana, Jakarta, 2007, hal. 61 Lebih lanjut dalam Pasal 4 diatur mengenai tata cara perlindungan terhadap korban dan saksi dalam pelanggaran hak asasi manusia yang berat meliputi : a. perlindungan atas keamanan pribadi korban atau saksi dari ancaman fisik dan mental; b. perahasiaan identitas korban atau saksi; c. pemberian keterangan pada saat pemeriksaan di dalam sidang pengadilan tanpa bertatap muka dengan tersangka. Undang-Undang No. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban juga memberikan definisi perlindungan dalam Pasal 1 angka 6, yang berbunyi : “Perlindungan adalah segala upaya pemenuhan hak dan pemberian bantuan untuk memberikan rasa aman kepada Saksi danatau Korban yang wajib dilaksanakan oleh LPSK atau lembaga lainnya sesuai dengan ketentuan undang- undang ini”. Berdasarkan uraian di atas tampak bahwa perlindungan terhadap korban kejahatan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari penegakan hukum itu sendiri, serta perlindungan terhadap hak asasi manusia. Perlindungan tersebut wajib diberikan oleh pemerintah atau negara, karena perlindungan hukum itu sendiri pada hakikatnya berkaitan dengan kekuasaan pemerintah untuk memberikan perlindungan kepada korban kejahatan.

C. 3. Korban Kejahatan Korporasi