Kerangka Pemikiran TINJAUAN PUSTAKA

2 Mengenai harta bawaan masing-masing suami dan isteri mempunyai hak sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hukum mengenai harta bendanya. Pasal 37 : Bila perkawinan putus karena perceraian, harta bersama diatur menurut hukumnya masing-masing. Terdapat perbedaan yang sangat mendasar mengenai harta kekayaan atau kewenangan mengurus harta antara yang diatur dalam KUH Perdata dengan apa yang diatur dalam UU No. 1 Th 1974

2.3. Kerangka Pemikiran

Seorang laki-laki dan wanita yang dulunya merupakan pribadi yang bebas tanpa adanya ikatan hukum, setelah perkawinan menjadi terikat lahir dan batin sebagai suami istri. Ikatan yang ada diantara mereka adalah ikatan lahiriah, rohaniah-sprirtual dan kemanusiaan. Ikatan perkawinan ini menimbulkan akibat hukum terhadap diri masing-masing suami-isteri, maupun akibat berupa hubungan hukum diantara suami dan istri yang berupa hak dan kewajiban. Apabila dalam perkawinan tersebut dilahirkan seorang anak, maka anak tersebut mempunyai kedudukan sebagai anak yang sah. Selain itu juga berakibat hukum pada harta kekayaan yang masing- masing dimiliki oleh suami dan isteri. Pengaturan tentang harta kekayaan perkawinan berbeda antara satu sistem hukum dengan sistem hukum yang lainnya. Menurut hukum islam harta benda suami isteri terpisah. Masing-masing suami isteri mempunyai harta benda sendiri-sendiri. Ketentuan Adat masyarakat Tionghoa sebelum bagi mereka diberlakukan KUH Perdata tangggal 1 Mei 1919 pada prinsipnya sama dengan ketentuan hukum menurut islam, yaitu masing-masing suami isteri memiliki harta kekayaan sendiri. Hukum harta kekayaan perkawinan adat Jawa Tengah dan Jawa Timur menentukan, harta bawaan barang gawan suami atau isteri menjadi milik masing-masing suami atau isteri yang membawa, sedangkan harta yang diperoleh secara bersama selama perkawinan harta gono gini menjadi harta bersama milik bersama. Dalam pasal 35 UUP ditentukan bahwa 1. Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama 2. Harta bawaan masing-masing suami isteri dan harta yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah warisan, adalah dibawah penguasan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain. Tiga sistem hukum harta kekayaan perkawinan di atas Hukum Islam, Adat Tionghoa, Adat Jawa Tengah dan Jawa Timur pada umumnya tidak memberikan kemungkinan pada suami isteri untuk mengatur harta kekayaan perkawinan mereka secara menyimpang dari ketentuan-ketentuan hukum. Hal demikian berbeda dengan ketentuan dalam KUH Perdata dan UPP. Bagian kalimat terakhir dari Pasal 35 ayat 2 UUP yang berbunyi “….sepanjang para pihak tidak menentukan lain” mengandug makna para pihak suami isteri dapat membuat perjanjian kawin yang isinya menentukan menyimpang dari ketentuan tentang harta kekayaan perkawinan menurut UUP. Sama halnya dengan UUP, ketentuan KUH Perdata tentang kekayaan perkawianan memberi kebebasan yang seluas-luasnya kepada calon suami isteri untuk menentukan pengaturan tentang harta kekayaan mereka.

BAB III METODE PENELITIAN

3.1. Metode Pendekatan

Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis empiris, yaitu suatu pendekatan masalah dengan cara meninjau peraturan-peraturan yang telah diberlakukan dalam masyarakat sebagai hukum positif dengan peraturan pelaksanaannya termasuk implementasinya di lapangan. Dalam hal ini Undang- undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974.

3.2. Spesifikasi Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian yag menguraikan pokok permasalahan secara Deskriftif Analisis, karena dari penelitian ini diharapkan dapat menggambarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dikaitkan dengan teori-teori hukum dan praktek pelaksanaan hukum positif yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974, serta Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang- undang Nomor 1 Tahun 1974, sehingga dengan penelitian ini diharafkan diperoleh gambaran yang menyeluruh dan sistematis mengenai faktor-faktor yang berhubngan dengan Perjanjian Perkawinan setelah berlakunya Undang- undang Nomor 1 Tahun 1974.