Bentuk Perjanjian Kawin Perubahan Janji - Janji Perkawinan Saat berlakunya Perjanjian Kawin

perjanjian perkawinan tanpa memperhatikan Pasal 38 dan 152 KUH Perdata demikian ditentukan dalam Pasal 458 KUH Perdata.

2.1.6 Bentuk Perjanjian Kawin

Menurut Pasal 147 KUH Perdata, perjanjian kawin harus dibuat dengan akta notaris diadakan sebelum perkawinan dan berlaku sejak saat dilakukan perkawinan tidak boleh pada saat lain. Hal tersebut berbeda dengan Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1974 yang tidak mensyaratkat Perjanjian Perkawinan dibuat akta Notaris.

2.1.7 Perubahan Janji - Janji Perkawinan

Perubahan terhadap janji-janji perkawinan dapat dilakukan sebelum perkawinan dilangsungkan, dilakukan dengan akta dan dalam bentuk yang sama. Perubahan tersebut hanya berlaku sah, jika semua orang yang dulu menjadi pihak, hadir menyadari Pasal 148 KUH Perdata. Menurut Pasal 1873 KUH Perdata, status perjanjian lebih lanjut yang dibuat dengan akta tersendiri dan dalam bentuk yang bertentangan dengan yang asli, hanya memberi bukti kepada yang turut serta dan ahli warisnya serta orang-orang yang menerima hak daripadanya, tidak berlaku terhadap pihak ketiga. Selanjutnya dalam Pasal 149 KUH Perdata ditentukan, selama perkawinan, janji-janji perkawinan tidak boleh diubah dengan cara bagaimanapun juga. Ketentuan ini mempertegas ketentuan dalam Pasal 119 2 KUH Perdata yang menyatakan persatuan harta kekayaan dalam perkawinan tidak boleh ditiadakan atau diubah dengan suatu persetujuan antara suami dan isteri. Undang-undang yang membatasi suami isteri untuk mengubah perjanjian kawin yaitu Pasal 119 KUH Perdata yang berbunyi “ sejak saat dilangsungkan perkawinan, maka menurut hukum terjadi harta bersama menyeluruh antara suami-isteri, sejauh tentang hal itu tidak diadakan ketentuan-ketentuan lain dalam perjanjian perkawinan. Harta bersama itu, selama perkawinan berjalan, tidak boleh ditiadakan atau diubah dengan suatu perjanjian antara suami-isteri”.

2.1.8 Saat berlakunya Perjanjian Kawin

KUH Perdata mengatur saat berlakunya perjanjian kawin secara tegas dalam Pasal 147 ayat 2. Menurut ketentuan ini, perjanjian mulai berlaku pada saat perkawinan dilakukan, tidak boleh pada saat lain. Jelas disini perjanjian kawin tidak dapat berlaku sebelum perkawinan dilangsungkan atau pada beberapa waktu setelah perkawinan diselenggarakan. Bagaimana halnya jika para pihak menghendaki perkawinan dengan persatuan harta, beberapa waktu kemudian diubah janji-janji perkawinan? KUH Perdata melarang hal ini.

2.1.9 Perlindungan Terhadap Pihak Ketiga