diberikan secara statis yang diaplikasikan dipertengahan oklusal atau sejajar dengan aksial gigi premolar mandibula hingga terjadi fraktur pada gigi.
2.7 Pola fraktur dan kegagalan perlekatan
Pola fraktur yang terbentuk setelah terjadi fraktur pada gigi dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu repairable dan irrepairable fracture. Pola fraktur
repairable merupakan fraktur yang masih dapat diperbaiki dan dapat terjadi pada fraktur inti atau fraktur pasak-inti. Sedangkan pola fraktur irrepairable merupakan
pola fraktur yang tidak dapat diperbaiki lagi karena terjadi fraktur pada servikal akar, fraktur pada bagian pertengahan akar, fraktur pada apikal akar serta retak vertikal
pada akar.
26
2.8 Faktor penting dalam restorasi pasak adhesif
Dalam restorasi pasak adhesif ada beberapa faktor yang harus diperhatikan untuk meningkatkan keberhasilan perawatan. Faktor yang mempengaruhi adalah
semen luting resin dan sistem adhesif yang digunakan.
2.8.1 Semen luting resin
Kehilangan retensi merupakan penyebab kegagalan yang umumnya terjadi pada restorasi pasak. Salah satu faktor yang mempengaruhi perlekatan pasak adalah
interaksi antara permukaan pasak-inti, pasak-semen dan semen-dentin. Semen resin direkomendasikan sebagai luting pada pasak FRC karena modulus elastisitas
mendekati dentin dan mampu memperkuat dinding saluran akar yang tipis. Modulus elastisitas yang mendekati dentin membantu untuk mengurangi fraktur pada gigi
setelah perawatan endodonti. Monomer yang tergabung di dalam semen resin digunakan untuk meningkatkan perlekatan terhadap dentin. Perlekatan semen resin
terhadap struktur gigi diperoleh dengan bantuan sistem adhesif.
20
Berdasarkan sistem adhesif yang digunakan, semen resin dikelompokkan menjadi semen resin konvensional dan self-adhesive cements. Semen resin
Universitas Sumatera Utara
konvensional menggunakan sistem adhesif total etsa dan self etch. Sementra self- adhesive cements merupakan jenis semen resin yang baru dikenalkan pada tahun
2002. Self-adhesive cements tidak memerlukan pretreatment karena setelah pencampuran maka semen dapat langsung diaplikasikan ke gigi. Akan tetapi karena
self-adhesive cements masih relatif baru maka informasi yang mendalam mengenai komposisi dan efektifitasnya masih terbatas.
27
Berdasarkan polimerisasi semen resin maka dibedakan melalui tiga metode aktifasi yaitu chemically cured self-polimerization, light-cured dan dual-cured resin
cements. Semen resin dual cured menggabungkan keuntungan sistem light cured dan chemically cured. Kandungan berupa photoinisiators, tertiary amine dan self-curing
component ditambahkan kedalam semen resin dual cure untuk dapat menginisiasi polimerisasi ketika intensitas sinar untuk curing tidak mencukupi atau bahkan tidak
ada.
12
Polimerisasi semen resin dual cure aktifasi secara kimia chemically cured membutuhkan interaksi antara inisiator seperti benzoyl peroxide dengan tertiary
amine. Interaksi kedua komponen menghasilkan radikal bebas yang akan menyerang ikatan rangkap dua pada molekul oligomer, sehingga menginisiasi polimerisasi semen
resin. Sementara aktifasi dengan penyinaran tergantung kepada radikal bebas yang dihasilkan oleh champorquinone dengan aliphatic amine ketika penyinaran
menggunakan sinar blue light.
28
Aplikasi semen resin tidak dapat dikombinasikan dengan sealer yang berbasis eugenol. Kandungan phenolic seperti eugenol dapat menghalangi polimerisasi semen
resin sehingga restorasi yang dihasilkan menjadi tidak efektif. Semen resin juga memiliki waktu kerja yang singkat dan juga membutuhkan kelembapan dentin yang
tidak terlalu basah untuk adhesi dan polimerisasi yang optimal. Hal ini dapat menimbulkan masalah pada saat prosedur sementasi pasak, karena pada bagian apikal
saluran akar kelembapannya sulit dikontrol. Oleh sebab itu kelembapan dentin saluran akar perlu dijaga untuk menghindari kegagalan restorasi.
3,20
Universitas Sumatera Utara
2.8.2 Sistem adhesif