perusahaan besar yang telah berdiri sebelum undang-undang ini diundangkan, selama perusahaan-perusahaan tersebut tidak
melakukan praktik-praktik yang dilarang oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999.
2.3 Sistematika dan Isi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999
Hal-hal yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dapat dikelompokkan ke dalam 11 Bab dan dituangkan ke dalam 53 Pasal dan 26
Bagian, yang cakupan materi dan sistematikanya sebagai berikut.
NO. BAB
PERIHALISITENTANGMATERI PASAL
JUMLAH
1 I
Ketentuan dan Umum 1
1 pasal 2
II Asas dan Tujuan
2 s.d. 3 2 pasal
3 III
Perjanjian yang Dilarang 4 s.d. 16
13 pasal 4
IV Kegiatan yang Dilarang
17 s.d. 24 8 pasal
5 V
Posisi Dominan 25 s.d. 29
5 pasal 6
VI Komisi Pengawas Persaingan Usaha
30 s.d. 37 8 pasal
7 VII
Tata Cara Penanganan Perkara 38 s.d. 46
9 pasal 8
VIII Sanksi 47 s.d. 49
3 pasal 9
1X Ketentuan Lain
50 s.d. 51 2 pasal
10 X
Ketentuan Peralihan 52
1 pasal 11
XI Ketentuan Penutup
53 1 pasal
Jumlah 53
53 pasal Di samping itu, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999
diperlengkapi pula dengan: 1. Penjelasan Umum; dan
2. Penjelasan Pasal Demi Pasal. Dalam Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1999 dinyatakan bahwa secara umum, materi Undang-Undang
8
Nomor 5 Tahun 1999 mengandung 6 bagian pengaturan yang terdiri atas:
1. Perjanjian yang Dilarang; 2. Kegiatan yang Dilarang;
3. Posisi Dominan; 4. Komisi Pengawas Persaingan Usaha;
5. Penegakan Hukum;
2.4 Perjanjian, Kegiatan dan Posisi Dominan yang Dilarang Dalam Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia
1. Jenis-Jenis Perjanjian yang Dilarang Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999
mengartikan perjanjian adalah suatu perbuatan satu atau lebih pelaku usaha untuk mengikatkan diri terhadap satu atau lebih
pelaku usaha lain dengan nama apapun, baik tertulis maupun tidak tertulis. Adapun jenis-jenis perjanjian yang dilarang oleh
Undang-Undang Antimonopoli diatur dalam pasal 4 sampai dengan pasal 16 sebagai berikut:
a. Oligopoli pasal 4; b. Penetapan harga pasal 5;
c. Diskriminasi harga dan diskon pasal 6 sampai dengan pasal 8;
d. Pembagian wilayah pasal 9; e. Pemboikotan pasal 10;
f. Kartel pasal 11; g. Trust pasal 12;
9
h. Oligopsoni pasal 13; i. Integrasi vertikal pasal14;
j. Perjanjian tertutup pasal 15; dan k. Perjanjian dengan luar negeri pasal 16.
2. Jenis-Jenis Kegiatan yang Dilarang Kegiatan adalah suatu aktivitas yang dilakukan oleh satu
atau lebih pelaku usaha yang berkaitan dengan proses dalam menjalankan kegiatan usahanya. Adapun jenis-jenis kegiatan
yang dilarang menurut Undang-Undang Antimonopoli adalah sebagai berikut:
a. monopoli Pasal 17; b. monopsoni Pasal 18;
c. penguasaan pasar Pasal 19; d. dumping Pasal 20;
e. manipulasi biaya produksi Pasal 21; dan f. persekongkolan Pasal 22.
3. Posisi Dominan Pengertian posisi dominan dikemukakan Pasal 1 angka
4 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 yang menyatakan bahwa posisi dominan adalah keadaan di mana pelaku usaha
tidak mempunyai pesaing yang berarti di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa pasar yang dikuasai, atau pelaku
usaha mempunyai posisi tertinggi di antara pesaingnya di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan keuangan,
kemampuan akses pada pasokan atau penjualan, serta
10
kemampuan untuk menyesuaikan pasokan atau permintaan barang atau jasa tertentu.
Lebih lanjut, dalam Pasal 25 ayat 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dinyatakan bahwa suatu pelaku usaha atau
sekelompok pelaku usaha dianggap memiliki posisi dominan apabila:
a. Satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai 50 lima puluh persen atau lebih pangsa
pasar atau jenis barang atau jasa tertentu; atau b. Dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok pelaku
usaha menguasai 75 tujuh puluh lima persen atau lebih pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.
Berdasarkan ketentuan Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 dapat diketahui bahwa posisi dominan yang dilarang dalam
dunia usaha karena dapat menimbulkan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat dapat dibedakan menjadi 4
macam yakni: a. Kegiatan posisi dominan yang bersifat umum Pasal
25; b. Jabatan rangkap atau kepengurusan terafiliasi Pasal
26; c. Kepemilikan saham mayoritas atau terafiliasi Pasal 27;
d. Penggabungan, peleburan, dan pengambil-alihan perusahaan Pasal 28 dan Pasal 29.
11
2.5 Penegakan Hukum Persaingan Usaha Oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha KPPU