1. Kategori Masyarakat Terasing dan Ciri-cirinya Menurut Pemerintah

Tabel 2.1. Kategori Masyarakat Terasing dan Ciri-cirinya Menurut Pemerintah

CIRI-CIRI MASYARAKAT TERASING

KATEGORI Organisasi

Kepercayaan

Ekonomi

Teknologi Komunikasi

• Tempat tinggal

• komunikasi berpindah-pindah

berpakaian dengan bersama seluruh

kepercayaan

pencaharian

sama sekali masyarakat di keluarga

animisme dan

berpakaian kelompoknya • hidup dalam

ikan dan

belum ada kesatuan kelompok

meramu

secara

terbatas sama sekali yang kecil yang

hasil hutan

dengan atau masih bersendikan

menggunakan terbatas genealogis

bahan dari

Kelana

tumbuh- tumbuhan

• kondisi rumah

sangat sederhana hanya berfungsi sebagai tempat berteduh

• Kehidupannya

• sudah mulai • komunikasi mulai menetap

• kepercayan

• di samping

mengenal dengan untuk jangka waktu

animisme dan

berburu,

pakaian masyarakat tertentu, tetapi

dinamisme,

menangkap

meskipun luar sudah masih melakukan

tetapi sudah

ikan, dan

ada, tetapi perpindahan

oleh suatu

sudah mulai

sederhana masih terbatas

Setengah

berkaitan dengan

mata pencaharian

• kondisi rumah serta kesuburan

tetapi telah

beternak

berfungsi sebagai tempat tinggal

• Tempat tinggalnya

• kondisi rumah • sudah biasa menetap

• sudah mulai

• mulai

berkomunikasi sementara,

sederana, dengan dunia kadang-kadang

ajaran agama

bercocok

sudah lebih luar melaksanakan

secara

tanam,

baik dari mata pencaharian

di tempat lain tetapi

kembali ke tempat

kelana

tinggalnya

• hidup dalam kesatuan masyarakat yang lebih besar

Menetap

Berciri sebagaimana umumnya warga negara Indonesia

Sumber: DBMT (1986, 1993) suatu yang tidak teratur juga. Hampir serupa dengan kasus pada Orang Suku Laut

yang akan saya terangkan pada Bab IV dalam tesis ini bahwa transformasi pola yang akan saya terangkan pada Bab IV dalam tesis ini bahwa transformasi pola

Selain definisi negara mengenai tipe MT, dalam melaksanakan pembangunan nasional pemerintah memilah wilayah-wilayah di Indonesia berdasarkan kondisinya. Utamanya daerah sasaran yang sebagian besar merupakan wilayah pedesaan. Area pedesaan sebagai sasaran pembangunan nasional dapat dijelaskan ke dalam empat rumusan, yaitu (1) desa-desa swadaya (tradisional), (2) desa-desa swakarya (transi- sional), (3) desa-desa swasembada (developed), dan (4) pra-desa (pre-villages). Kategori-kategori ini, sebagaimana dikatakan Colchester, merupakan, “the expected stages of development through which rural communities are to progress uniformly as they move toward true integration into an advanced and modern Indonesian nation (Colchester 1986:89; dikutip juga dalam Chou 1997:608).

Seperti telah diungkap di atas, Indonesia menghendaki modernisasi dengan jalan “penyerasian / penyeragaman rupa” kehidupan masyarakatnya. Dari sini, kebijakan pembangunan di berbagai wilayah di Indonesia memberi dampak berarti terhadap mereka yang hidup di area yang termasuk ke dalam salah satu dari empat kategori desa di atas. Rumusan tersebut sebetulnya sekaligus berfungsi sebagai bagian dari peneguhan kerangka pikir tentang siapa itu “masyarakat terasing.”

Dalam kasus OSL di Kepri, selain mereka dilabeli sebagai suku terasing (isolated and alien peoples) atau suku terbelakang (backward peoples) dan setengah kelana (DBMT 1988b:1), secara komunal karakteristik mereka dianggap termasuk ke dalam kategori pre-villages. “Their characteristics are that the population is composed of a group under a single head or clan and are outside government administration,” demi- kian sebut pemerintah sebagaimana diparafrase oleh Colchester (1986:89). Pada kasus Orang Laut, di samping mereka dianggap tidak memiliki wilayah di daratan, Dalam kasus OSL di Kepri, selain mereka dilabeli sebagai suku terasing (isolated and alien peoples) atau suku terbelakang (backward peoples) dan setengah kelana (DBMT 1988b:1), secara komunal karakteristik mereka dianggap termasuk ke dalam kategori pre-villages. “Their characteristics are that the population is composed of a group under a single head or clan and are outside government administration,” demi- kian sebut pemerintah sebagaimana diparafrase oleh Colchester (1986:89). Pada kasus Orang Laut, di samping mereka dianggap tidak memiliki wilayah di daratan,