4. Populasi Komunitas Suku Laut dan Persebarannya di Daerah Perbatasan Riau

Tabel 2.4. Populasi Komunitas Suku Laut dan Persebarannya di Daerah Perbatasan Riau

Jumlah Wilayah penyebaran

Jumlah

Belum Bermukim Jiwa KK Kodya Batam

Bermukim

Jiwa KK

Kecamatan Batam Timur a. Pulau Malang

11 3 (masih) di atas perahu

b. Pulau Todak

c. Pulau Kubung

Kecamatan Batam Barat

a. Pulau Padi

21 (masih) di atas perahu

b. Pulau Boyan

Kecamatan Belakang

20 3 (masih) di atas perahu Padang

a. Pulau Tumbar

sekitar:

a. Kel. Belakang Padang

b. Desa Kasu

c. Desa Pemping

d. Desa Pecung

e. Desa Terong

Kabupaten Kepri

Wilayah Kepri Barat

a. Kec. Senayang

b. Kec. Singkep

c. Kec. Lingga

d. Kec. Kundur

e. Kec. Moro

Wilayah Kepri Timur

a. Kec. Bintan

b. Kec. Bintan

Barat

c. Kec. Siantan

d. Kec. Jemaja

Jumlah

523 82 Sumber: DBMT (1988b:4)

Laut di kepulauan sisi barat Pulau Batam, waktu itu pernah dibentuk Tim Survei Suku Laut sebagai tindak lanjut dari Surat Keputusan Wali Kota Madya Batam No. KPH 84/I/1986 yang dikeluarkan pada 12 September 1986, yang ketika itu Kepri masih merupakan kabupaten bagian dari Provinsi Riau. Hasil survei demografi mereka menyebutkan bahwa diperkirakan jumlah Suku Laut di Kabupaten Kepri kurang lebih sebesar 1338 KK dengan populasi 5718 jiwa. Dari kisaran jumlah ini, yang telah diperoleh datanya dengan akurat yaitu sekitar 80% atau 1171 KK atau 4657 jiwa dengan komposisi: 1032 KK berada di wilayah Kabupaten Kepri, sedangkan pada

139 KK lainnya berada di wilayah Kodya Batam (saat ini termasuk ke dalam wilayah administrasi Kecamatan Belakang Padang, dan beberapa dari mereka menetap di Pulau Bertam). Pemerintah menambahkan keterangan bahwa saat itu diperkirakan masih terdapat sekitar 165 KK Suku Laut yang belum terdata di kawasan kepulauan ini (DBMT 1988b:3).

Dalam Masyarakat Terasing Dalam Angka diperkirakan pada awal PELITA VI atau 1993an populasi Suku Laut yang belum mendapat pembinaan di wilayah Kodya Batam sebesar 124 KK atau 814 jiwa (DBMT 1994:28, 45). Dari tabel itu kita melihat bahwa pada masa awal pembangunan permukiman MT di Bertam, di sekitar Pulau Batam terdapat kurang lebih 300 KK penduduk Suku Laut yang hidup mengembara di laut bebas. Menurut Departemen Sosial, mereka hidup berkelompok dengan kom- posisi di tiap kelompoknya antara tiga sampai tujuh sampan (DBMT 1988b:5). Mereka hidup dengan sampan-sampan berukuran sekitar 5 x 1½ m dan berprofesi sebagai nelayan, yang bagi pemerintah penghasilannya semakin menurun karena jumlah anggota keluarga bertambah dan di lain pihak kekayaan laut semakin ber- kurang oleh adanya nelayan lain yang menggunakan teknologi yang lebih baik.

Karakteristik awal Orang Laut sebagai pengembara laut dan dengan mobilitas sebagaimana tertera pada Peta 2.1. dan 2.2. di atas, membuat negara sulit melaku- kan cacah jiwa: baik mendaftar maupun melakukan sensus penduduk (Sembiring 1993:330). Anderson (2002:250) berpendapat bahwa sensus penduduk atau cacah jiwa merupakan salah satu ciri dari hadirnya nation-state. Sensus mutlak diperlukan dalam sistem administrasi negara untuk merekam tingkat populasi, status perkawin- an, jumlah anggota keluarga, nama, tempat lahir, hari lahir, alamat, sampai agama. Oleh sebab itu, pemerintah mengatakan bahwa keberadaan Suku Laut dengan cara- cara hidup di atas perahu tidak layak bagi kemanusiaan serta tidak sesuai dengan falsafah hidup Pancasila. Selain itu, mereka dianggap hidup di lingkungan yang Karakteristik awal Orang Laut sebagai pengembara laut dan dengan mobilitas sebagaimana tertera pada Peta 2.1. dan 2.2. di atas, membuat negara sulit melaku- kan cacah jiwa: baik mendaftar maupun melakukan sensus penduduk (Sembiring 1993:330). Anderson (2002:250) berpendapat bahwa sensus penduduk atau cacah jiwa merupakan salah satu ciri dari hadirnya nation-state. Sensus mutlak diperlukan dalam sistem administrasi negara untuk merekam tingkat populasi, status perkawin- an, jumlah anggota keluarga, nama, tempat lahir, hari lahir, alamat, sampai agama. Oleh sebab itu, pemerintah mengatakan bahwa keberadaan Suku Laut dengan cara- cara hidup di atas perahu tidak layak bagi kemanusiaan serta tidak sesuai dengan falsafah hidup Pancasila. Selain itu, mereka dianggap hidup di lingkungan yang