Hubungan Tipe Penderita Tuberkulosis Paru dengan Tingkat Depresi di RSUP H.Adam Malik Medan

(1)

Nama : Daniel Erikson Tambunan

Tempat/Tanggal Lahir : Siborongborong/ 25 September 1994

Agama : Kristen Protestan

Alamat : Jl.Harmonika Baru no. 102 Padang Bulan, Medan

No Hp : 081269497530

Alamat Email : danieleriksontambunan@gmail.com Riwayat Pendidikan :

Jenjang Institusi Bidang Ilmu /

Jurusan

Tahun Masuk

Tahun Lulus

TK TK Negeri Pembina - 1999 2000

SD SD N 1 Siborongborong - 2000 2006

SMP SMP N 1 Siborongborong

- 2006 2009

SMA SMA 2 Soposurung IPA 2009 2012

PT USU Fakultas Kedokteran 2012

Riwayat Pelatihan :

Nama Pelatihan Tahun

Pelatihan Olimpiade Astronomi 2009-2011

Manajemen Mahasiswa Baru PEMA FK USU 2012

Balut Bidai TBM FK USU 2013


(2)

Riwayat Organisasi :

Nama Organisasi Jabatan Masa Jabatan

SCORE Staf Muda Pengembangan Potensi Ilmiah 2013-2014

UKM KMK USU Anggota 2013-sekarang

Paduan Suara FK USU

Anggota 2013-2014

Karya Ilmiah yang pernah dibuat

Judul Karya Jenis Tahun

Save Your Heart Poster publik 2013

Rokok Sumber Penyakit Sumber Kematian Poster Publik 2014 Susu Sapi Tingkakan Mood Kurangi Depresi Esai Ilmiah 2015 Potensi Zinc sebagai Penatalaksanaan Pneumonia

pada Anak

Esai Ilmiah 2015

Jangan Sampai Miastenia Gravis Menjadi Krisis Miastenik: Potensi Imunomicelle ALG-CS-OmCI berbasis C5 Inhibitor sebagai Modalitas Terapi Mutakhir Miastenia Gravis


(3)

Lampiran 2

LEMBAR PENJELASAN Bapak/Ibu Yth,

Saya yang bernama Daniel Erikson Tambunan, mahasiswa program S1 Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara akan melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui tingkat depresi pada penderita tuberkulosis paru. Setelah itu, hasil skor yang didapat dari responden akan dianalisis. Bila telah didapatkan hasil, maka dapat diupayakan usaha yang lebih optimal sehubungan dengan hasil yang telah didapat.

Untuk memperoleh keterangan di atas, suatu alat penelitian yang disebut kuesioner akan digunakan. Kuesioner yang diberikan terdiri dari 21 pertanyaan yang berhubungan dengan penelitian. Identitas responden akan dirahasiakan dan data penelitian hanya digunakan untuk keperluan penelitian serta tidak akan dipublikasi dalam bentuk apapun.

Partisipasi responden dalam penelitian ini bersifat sukarela dan tanpa paksaan maupun tekanan dari siapapun. Seandainya Saudara/i menolak untuk berpartisipasi dalam penelitian ini, maka tidak akan terdapat sanksi apapun. Setelah memahami berbagai hal yang menyangkut penelitian ini, diharapkan Bapak/Ibu yang terpilih menjadi sukarelawan pada penelitian ini, dapat mengisi lembar persetujuan ikut dalam penelitian yang telah dipersiapkan.

Medan,____________2015

Hormat Saya,

Peserta Peneliti Peneliti

Responden Daniel E.Tambunan


(4)

LEMBAR PERNYATAAN

PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN (INFORMED CONSENT) Saya yang bertanda tangan di bawah ini,

Nama : Umur : Jenis Kelamin : Alamat :

Setelah mendapat penjelasan dari peneliti secara terperinci dan jelas tentang penelitian “Hubungan Tipe Penderita Tuberkulosis Paru dengan Tingkat Depresi di RSUP Adam Malik Medan”, maka dengan ini saya secara sukarela dan tanpa paksaan menyatakan bersedia diikutkan dalam penelitian tersebut.

Demikianlah surat pernyataan ini untuk dapat dipergunakan seperlunya.

Medan,_______________2015

Peneliti Responden Penelitian

( ) ( )


(5)

- Berilah tanda CENTANG

(√)

pada jawaban yang sesuai dengan yang Bapak/Ibu/Saudara/I. rasakan saat ini.

- Satu jawaban untuk 1(satu) soal dan SEMUA soal harus diisi. A. Data Demografi

1. Jenis kelamin :

Laki-laki Perempuan

3. Tingkat pendidikan :

Tidak sekolah SMP Akademi/PerguruanTinggi SD SMA

4. Pekerjaan :

Pegawai Swasta Wiraswasta Lainnya Pegawai Negeri Sipil Pensiunan

5.Ada riwayat pengobatan ke dokter psikiatri

Ya Tidak


(6)

A. Kuesioner Tingkat Depresi

BECK’S DEPRESSION INVENTORY (BDI)

Pilihlah satu jawaban yang sesuai dengan keadaan Bapak/Ibu 1. Apakah saat ini anda merasa sedih?

a. Saya tidak merasa sedih. b. Saya merasa sedih.

c. Saya sedih sepanjang waktu dan tidak dapat mengubahnya.

d. Saya begitu sedih atau tidak gembira sehingga saya sama sekali tidak suka. 2. Apakah harapan anda untuk masa depan?

a. Saya tidak berkecil hati tentang masa depan. b. Saya merasa berkecil hati tentang masa depan.

c. Saya merasa tidak memiliki apa-apa yang diharapkan.

d. Saya merasa bahwa masa depan tidak ada harapan dan bahwa segalanya tidak dapat membaik.

3. Apakah anda merasa gagal? a. Saya tidak merasa gagal.

b. Saya merasa telah gagal lebih dari rata-rata orang.

c. Saat saya melihat masa lalu, semua yang dapat saya lihat adalah banyak kegagalan.

d. Saya merasa saya adalah orang yang gagal total. 4. Apakah anda merasakan kepuasan dalam hidup ini?

a. Saya mendapatkan banyak kepuasan dari banyak hal, seperti biasanya. b. Saya tidak menikmati hal-hal seperti biasanya.

c. Saya tidak lagi mendapat kepuasan sesungguhnya dari setiap hal. d. Saya tidak puas dan bosan dengan segala sesuatu.


(7)

d. Saya merasa bersalah sepanjang waktu.

6. Apakah kegagalan yang pernah anda alami sebagai hukuman? a. Saya tidak merasa sedang dihukum.

b. Saya merasa mungkin dihukum. c. Saya perkirakan saya dihukum. d. Saya merasa saya sedang dihukum.

7. Apakah anda merasa kecewa dengan diri anda? a. Saya tidak merasa kecewa pada diri saya. b. Saya kecewa pada diri saya.

c. Saya jijik dengan diri saya. d. Saya membenci diri saya.

8. Apakah anda masih mempunyai minat terhadap orang lain? a. Saya tidak kehilangan minat pada orang lain.

b. Saya kurang berminat pada orang lain dibanding biasanya. c. Saya kehilangan sebagian besar minat saya pada orang lain. d. Saya kehilangan semua minat saya pada orang lain.

9. Apakah anda dapat membuat suatu keputusan? a. Saya membuat keputusan sebaik yang saya dapat. b. Saya menunda membuat keputusan lebih dari biasanya. c. Saya sangat sulit membuat keputusan dibanding biasanya. d. Saya tidak dapat membuat keputusan sama sekali.

10. Apakah anda merasa diri anda lebih buruk dari biasanya? a. Saya tidak merasa tampak lebih buruk dari biasanya

b. Saya khawatir bahwa saya tampak tua atau tidak menarik.

c. Saya merasa terdapat perubahan menetap pada penampilan saya yang membuat saya terlihat tidak menarik.


(8)

11. Apakah anda bisa bekerja seperti biasanya? a. Saya dapat bekerja sebaik biasanya.

b. Saya memerlukan usaha extra untuk memulai mengerjakan sesuatu. c. Saya harus sangat memaksa diri untuk melakukan sesuatu.

d. Saya tidak dapat bekerja sama sekali. 12. Apakah anda bisa tidur dengan nyenyak?

a. Saya dapat tidur sebaik biasanya.

b. Saya lebih mudah lelap dibanding biasanya.

c. Saya bangun 1-2 jam lebih awal dari biasanya dan merasa sulit untuk kembali tidur.

d. Saya bangun beberapa jam lebih awal dari biasanya dan tidak bisa kembali tidur.

13. Apakah anda mudah merasa lelah?

a. Saya tidak merasa lelah lebih dari biasanya. b. Saya lebih mudah lelah dibanding biasanya.

c. Saya lelah setelah melakukan sebagian besar pekerjaan. d. Saya terlalu lelah untuk melakukan apapun

14. Apakah nafsu makan anda berkurang?

a. Nafsu makan saya tidak lebih buruk dari biasanya. b. Nafsu makan saya tidak sebaik biasanya.

c. Nafsu makan saya jauh lebih buruk sekarang. d. Saya tidak mempunyai nafsu makan sama sekali. 15. Apakah anda selalu merasa bersalah?

a. Saya tidak merasa lebih buruk dibanding dengan orang lain.

b. Saya kritis terhadap diri saya untuk kelemahan atau kesalahan saya. c. Saya menyalahkan diri saya untuk kesalahan saya sepanjang waktu. d. Saya menyalahkan diri saya untuk setiap hal buruk yang terjadi.


(9)

d. Saya akan bunuh diri jika ada kesempatan.

17. Apakah saat ini merasakan gangguan pada kesehatan?

a. Saya tidak lebih khawatir tentang kesehatan dibanding biasanya.

b. Saya khawatir tentang masalah fisik seperti sakit dan nyeri atau gangguan lambung atau kontipasi (sulit buang air besar)

c. Saya sangat khawatir tentang masalah fisik, dan sulit untuk memikirkan banyak hal lain.

d. Saya begitu khawatir tentang masalah fisik saya sehingga saya tidak dapat melakukan hal-hal lain.

18. Apakah anda selalu menangis?

a. Saya tidak menangis lagi dibanding biasanya.

b. Saya lebih banyak menangis sekarang dibandingkan biasanya. c. Saya menangis sepanjang waktu sekarang.

d. Saya biasanya bisa menangis, tetapi sekarang saya tidak dapat menangis meskipun saya ingin.

19. Apakah anda masih mempunyai minat terhadap seks?

a. Saya tidak memperhatikan adanya perubahan minat terhadap seks belakangan ini.

b. Saya kurang tertarik terhadap seks dibanding biasanya. c. Saya sangat kurang tertarik terhadap seks sekarang. d. Saya benar-benar hilang minat terhadap seks.


(10)

20. Apakah saat ini anda merasa kesal?

a. Sekarang saya tidak lebih kesal dibanding biasanya.

b. Saya lebih mudah terganggu atau kesal dibanding biasanya. c. Sekarang saya merasa kesal sepanjang waktu.

d. Saya tidak dibuat kesal sama sekali oleh hal-hal yang biasanya membuat saya kesal.

21. Apakah anda merasa berat badan anda menurun?

a. Jika ada penurunan berat badan, saya tidak banyak mengalaminya belakangan ini.

b. Berat badan saya berkurang lebih dari 2,5 kg. c. Berat badan saya berkurang lebih dari 5 kg. d. Berat badan saya berkurang lebih dari 7,5 kg.


(11)

(12)

(13)

(14)

Lampiran 7

No Nama Jenis Kelamin

Umur Pekerjaan Tingkat Pendidikan Tipe Pengobatan angka depresi Tingkat Depresi

1 AS laki-laki 50 wiraswasta SMA NON-MDR 8 Normal

2 ZB laki-laki 54 wiraswasta SMP NON-MDR 6 Normal

3 DP laki-laki 27 wiraswasta S1 NON-MDR 8 Normal

4 PS laki-laki 49 lainnya SMA NON-MDR 13 Ringan

5 SB laki-laki 30 lainnya sma NON-MDR 24 sedang

6 RS perempuan 33 wiraswasta sma NON-MDR 10 Ringan

7 MS laki-laki 40 lainnya smp NON-MDR 13 Ringan

8 SF perempuan 24 Pegawai swasta

sma NON-MDR 18 sedang

9 LP laki-laki 37 wiraswasta sma NON-MDR 9 Normal

10 GP perempuan 48 wiraswasta smp NON-MDR 30 berat

11 MM laki-laki 20 lainnya sma NON-MDR 15 Ringan

12 SL perempuan 32 lainnya sma NON-MDR 9 Normal

13 SB laki-laki 58 lainnya smp NON-MDR 19 sedang

14 LS laki-laki 64 lainnya smp NON-MDR 10 Ringan

15 JG laki-laki 56 wiraswasta sma NON-MDR 19 sedang

16 SS laki-laki 46 wiraswasta sma NON-MDR 6 Normal

17 SM laki-laki 54 wiraswasta sma NON-MDR 14 Ringan

18 RP perempuan 49 lainnya smp NON-MDR 33 berat

19 HT laki-laki 59 Pegawai swasta

smp NON-MDR 7 Normal

20 FY laki-laki 36 PNS sma NON-MDR 5 Normal

21 EP laki-laki 40 lainnya S1 NON-MDR 5 Normal

22 RA laki-laki 36 wiraswasta SMA NON-MDR 8 Normal

23 AM laki-laki 50 wiraswasta SMA NON-MDR 16 ringan

24 SP laki-laki 43 wiraswasta SMA NON-MDR 15 sedang

25 RA laki-laki 30 lainnya SMA NON-MDR 11 Ringan

26 JM laki-laki 51 lainnya / petani

SMP NON-MDR 15 Ringan

27 AS laki-laki 64 lainnya / Pensiunan

S1 NON-MDR 27 sedang

28 PP Perempuan 29 wiraswasta SMP NON-MDR 12 Ringan

29 PS laki-laki 43 Pegawai Swasta

S1 NON-MDR 7 Normal

30 SG Perempuan 21 lainnya/ mahasiswi

SMA NON-MDR 7 Normal


(15)

36 SS laki-laki 21 lainnya SMA NON-MDR 6 normal

37 MA laki-laki 18 lainnya SMP NON-MDR 9 Normal

38 ZA laki-laki 44 wiraswasta SMA NON-MDR 30 berat

39 JE laki-laki 25 lainnya SMA NON-MDR 9 Normal

40 HH laki-laki 57 wiraswasta SMP NON-MDR 7 Normal

41 SS laki-laki 42 wiraswasta SMA MDR 9 normal

42 HS laki-laki 52 Pegawai swasta

SMA MDR 46 berat

43 HE laki-laki 38 lainnya SD MDR 35 berat

44 RS perempuan 44 lainnya SMA MDR 9 normal

45 AS perempuan 21 lainnya SMA MDR 17 Sedang

46 US laki-laki 52 petani SMA MDR 35 berat

47 SU perempuan 34 lainnya SMP MDR 16 Ringan

48 KP laki-laki 20 lainnya SMP MDR 31 berat

49 FR perempuan 35 PNS SMA MDR 35 berat

50 TS perempuan 36 wiraswasta SMA MDR 36 berat

51 DY perempuan 24 lainnya SMA MDR 35 berat

52 MS laki-laki 37 PNS SMA MDR 8 normal

53 JS laki-laki 47 wiraswasta SMA MD'R 39 berat

54 AH laki-laki 35 wiraswasta SMP MDR 20 Sedang

55 MS perempuan 22 lainnya SMP MDR 15 Ringan

56 TA laki-laki 43 PNS SMA MDR 32 berat

57 MH laki-laki 32 wiraswasta SMP MDR 25 Sedang

58 NK perempuan 45 lainnya S1 MDR 18 Sedang

59 RS perempuan 43 wiraswasta SMA MDR 17 Sedang

60 RT perempuan 25 Pegawai swasta

SMA MDR 28 Sedang

61 SS laki-laki 40 Nelayan SMA MDR 13 Ringan

62 MT perempuan 50 Petani SMP MDR 8 normal

63 ST perempuan 54 lainnya SMP MDR 9 normal

64 MU laki-laki 44 PNS SMA MDR 9 normal

65 JL laki-laki 53 PNS SMA MDR 12 Ringan

66 SG laki-laki 41 wiraswasta SMA MDR 7 normal

67 EN laki-laki 32 wiraswasta SMA MDR 12 Ringan

68 DT laki-laki 49 PNS SMA MDR 28 Sedang

69 MS laki-laki 48 Petani SMP MDR 21 Sedang

70 WH laki-laki 30 lainnya SMP MDR 24 Sedang

71 DJ laki-laki 36 petani sma MDR 27 sedang


(16)

Data Induk Responden Penelitian Penderita TB Paru non-MDR dan MDR di RSUP H.Adam Malik Medan

73 SS laki-laki 49 wiraswasta sma MDR 7 Normal

74 RS laki-laki 35 wiraswasta sma MDR 7 Normal

75 ED laki-laki 57 lainnya smp MDR 19 Sedang

76 TA laki-laki 63 lainnya sd MDR 9 Normal

77 KG laki-laki 61 lainnya smp MDR 25 Sedang

78 AZ laki-laki 55 petani sma MDR 15 Ringan

79 FS laki-laki 51 wiraswasta sma MDR 25 sedang


(17)

Lampiran 8

Hasil Analisis Univariat dan Bivariat

1. Distribusi Frekuensi Reponden Berdasarkan Jenis kelamin

2. Distribusi Frekuensi Usia Pada Penderita TB paru di non-mdr dan mdr

umur kelompok * tipepengobatan Crosstabulation

Count

tipepengobatan

Total

non-mdr mdr

umur kelompok 1.00(18-35) 14 12 26

2.00(36-60) 24 26 50

3.00(60- ) 2 2 4

Total 40 40 80

jeniskelamin * tipepengobatan Crosstabulation

Count

tipepengobatan

Total

non-mdr mdr

jeniskelamin laki-laki 31 27 58

perempuan 9 13 22


(18)

3. Distribusi Frekuensi Pekerjaan Pada Penderita TB paru di non-mdr dan mdr

pekerjaan * tipepengobatan Crosstabulation

Count

tipepengobatan

Total

non-mdr mdr

pekerjaan pegawai swasta 1 7 8

PNS 4 2 6

wiraswasta 16 12 28

lainnya 19 19 38

Total 40 40 80

4. Distribusi Frekuensi Tingkat Pendidikan Pada Penderita TB paru di non-mdr dan non-mdr

tingkatpendidikan * tipepengobatan Crosstabulation

Count

tipepengobatan

Total

non-mdr mdr

tingkatpendidikan SD 0 2 2

SMP 12 11 23

SMA 23 26 49

PT 5 1 6


(19)

5. Distribusi Frekuensi Tingkat Depresi Pada Penderita TB paru di non-mdr dan mdr

tingkatdepresi * tipepengobatan Crosstabulation

Count

tipepengobatan

Total

non-mdr mdr

tingkatdepresi normal 18 12 30

ringan 12 6 18

sedang 7 13 20

berat 3 9 12

Total 40 40 80

6. Hubungan Tipe Penderita Tuberkulosis Paru dengan Tingkat Depresi

tipepengobatan * tingkatdepresi Crosstabulation

tingkatdepresi

Total normal ringan sedang berat

tipepengobat an

non-mdr Count 18 12 7 3 40

% within tingkatdepresi

60.0% 66.7% 35.0% 25.0% 50.0%

mdr Count 12 6 13 9 40

% within tingkatdepresi

40.0% 33.3% 65.0% 75.0% 50.0%

Total Count 30 18 20 12 80

% within tingkatdepresi

100.0% 100.0 %

100.0 %

100.0 %


(20)

Chi-Square Tests

Monte Carlo Sig. (2-sided) Monte Carlo Sig. (1-sided) 95% Confidence

Interval

95% Confidence Interval

Value df

Asymp. Sig.

(2-sided) Sig.

Lower Bound

Upper

Bound Sig.

Lower Bound

Upper Bound Pearson

Chi-Square

8.000a 3 .046 .038b .000 .079

Likelihood Ratio 8.214 3 .042 .038b .000 .079

Fisher's Exact Test 7.806 .038b .000 .079

Linear-by-Linear Association

5.953c 1 .015 .013b .000 .037 .013b .000 .037

N of Valid Cases 80

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6.00. b. Based on 80 sampled tables with starting seed 299883525.


(21)

DAFTAR PUSTAKA

Aamir,S., dan Aisha. 2010. Co-Morbid Anxiety and Depresion Among Pulmonary Tuberculosis patients. Journal of the College of Physicians and Surgeon Pakistan.20(10): 703-704.

Basu, G., Chatterjee,C., Singh,R., dan Biswas,S. 2012. Prevalence od depression in tuberculosis patients : An experience from a DOTS clinic. IJRRMS 2(4).

Beck, T. Aron. 1996. Beck Depression Inventory. San Antonio: The Psychological Corporation Harcourt Brace & Company. Available from: http://nyulangone.org/files/BDIForm_for_New_Patients.pdf. [Accesed 01 Mei 2015]

Dahlan,M.S. 2013. Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel dalam Penelitian kedokteran dan Kesehatan.Edisi 3. Jakarta: Salemba Medika.

Dahlan,M.S. 2014. Statistik untuk kedokteran dan kesehatan : deskriptif, bivariate, dan multivariate, dilengkapi aplikasi dengan menggunakan SPSS. Edisi 6. Jakarta: Epidemiologi Indonesia.

Das,M.,et al. 2014. HIV, multidrug-resistant TB and depressive symptoms: when three condition collide. Global Health Action 7(24912).

Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara (DINKES). 2013. Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2012. Medan : DINKES SUMUT.

Djojodibroto,D. 2009. Respiriologi. Jakarta : Penerbit Buku kedokteran EGC

Isselbacher,K.J., Braunwald,E., Wilson, J.D., Martin,J.B., Fauci,A.S., dan Kasper, D.L. 1994. Harrison’s principle of internal medicine. 13/E. Singapore. McGraw-Hill Inc. Terjemahan Hartono,A., et al. 2013. Harrison prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam-infeksi. Edisi 13,volume 2. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.


(22)

37

Moussas, G., et al. 2008. A comparative study of anxiety and depression in patients with bronchial asthma, chronic obstructive pulmonary disease and tuberculosis in a general hospital of chest diseases. BioMed Cental : Annals of General Psychiatry 7(7): 1-7.

Mtonga.V. 2008. Guideline for The Programmatic Management of Drug-Resistant Tuberculosis. The National TB programme.

National Institute of Mental Health. 2015. Depression. Available from: http://www.nimh.nih.gov/health/topics/depression/index.shtml. [Accesed 01 May 2015]

Nevid,J.S., Rathus,S.S. dan Greene,N. 2003. Psikologi abnormal. Ed.5.Jilid 1. PT Gelora Aksara Pratama.

Nurkhalesa,S. 2014. Pengaruh Lamanya Menderita Tuberkulosis Paru Terhadap Tingkat Depresi Pada Pasien di Puskesmas Sumbersari Kabupaten Jember. Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas Jember, Jawa Timur.

OM Ige, VO Lasebikan. 2011. Prevalence of Depression in Tuberculosis Patients in Comparison with Non-Tuberculosis Family Contacts Visiting The DOTS Clinic in A Nigerian Tertiary Care Hospital and Its Correlation with Disease Pattern. Mental Health in Familiy Medicine 8: 235-41

Peltzer,K., Naidoo,P., Matseke ,G., louw, J., Mchunu, G., dan Tutshana,B. 2012. Prevalence of psychological distress and associated factors in tuberculosis in public primary care clinics in South Africa. BioMed Central Psychiatry 12(89): 1-9.

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI). 2011. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Tuberkulosis di Indonesia. Revisi pertama. Jakarta: PDPI

Pertiwi R, Wuryanto MA, Sutiningsih D. 2012. Hubungan Antara Karakteristik Individu, Praktik Hygiene dan Sanitasi Lingkungan dengan Kejadian Tuberculosis Di Kecamatan Semarang Utara Tahun 2011. Semarang: Jurnal Kesehatan Masyarakat.


(23)

PPDGJ III.1993. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III: cetakan pertama. Jakarta : Departemen Kesehatan

Reviono, Kusnanto,Vicky,Helena P.,Dyah N. 2014. Multidrug Resistant Tuberculosis (MDR-TB): Tinjauan Epidemiologi dan Faktor Risiko Efek Samping Obat Anti Tuberkulosis. MKB 46(4); 189-196

Riskesdas. 2013. Riset Kesehatan Dasar 2013. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

Sadock,J.B., dan Sadock,A.V. 2004. Kaplan dan Sadock’s Concise Textbook of Clinical Psychiatry.2nd ed. USA: Lippincott Williams & Wilkins. Terjemahan Profitasari dan Nisa,T.M. Kaplan & Sadock Buku Ajar Psikiatri Klinis.Ed 2. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Sastroasrmoro,S. dan Ismael,S. 2013. Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. Edisi 4. Jakarta: Sagung Seto

Sihite,L.C. 2014. Faktor-Faktor yang Berhubungan denganTimbulnya Sindroma Depresif pada Pengasuh Pasien Skizofrenik. Tesis. Program Pendidikan Dokter Spesialis I Departemen Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Medan.

Sweetland,A., Oquendo,M., Wickramaratne P., Weissman,M., dan Wainberg,M. 2014. Depression : a silent driver of the global tuberculosis epidemic. World Psychiatry 13(3).

Syam, Riskiyani, dan Rachman. 2013. Dukungan Sosial Penderita Tuberkulosis Paru di wilayah Kerja Puskesmas Ajangale Kabupatan Bone. FKIP Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin, Makassar .

Ugarte-gil, C., et al. 2013. Association of Major Depressive Episode with Negative Outcomes of Tuberculosis Treatment. PLOS ONE 8(7): 1-7.

Vega,P., et al. 2003. Psychiatric issues in the management of patients with multidrug-resistant tuberculosis. INT J TUBERC LUNG DIS 8(6): 749-759.

Weber, Areerat, Fischer, Thamthitiwat, dan Varma. 2008. Factor Associated With Diagnostic Evaluation for Tuberculosis Among Adults Hospitalized for Clinical


(24)

39

Pneumonia in Thailand. Thailand: Infection Control And Hospital Epidemiology, Vol. 39 (7)

World Health Organization. 2014. Global Tuberculosis Report 2014. Available from: http://www.who.int/tb/publications/global_report/gtbr14_main_text. pdf. [Accesed 07 April 2015]

World Health Organization. 2014. Multi Drug Resistant (MDR TB) 2014 update. Available from: http://www.who.int/tb/challenges/mdr/mdr_tb_factsheet. pdf . [Accesed 25 April 2015]

Yen,Y., et al. 2015. Association of Pulmonary Tuberculosis and Ethambutol With Incident Depressive Disorder : A Nationwide, Population-Based Cohort Study. J Clin Psychiatry 76(4): e505-e511.


(25)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep

Berdasarkan tujuan penelitian dan tinjauan teori maka dapat dirumuskan kerangka konsep penelitian sebagai berikut:

Variabel Independen Variabel Dependen

3.2. Variabel dan Definisi Operasional 3.2.1. Variabel Independen

Dalam penelitian ini yang ditetapkan sebagai variabel independen adalah tipe penderita tuberkulosis paru.

3.2.2. Variabel Dependen

Dalam penelitian ini yang ditetapkan sebagai variabel dependen adalah tingkat depresi pada penderita tuberkulosis paru.

Tipe penderita tuberkulosis paru


(26)

20

3.2.3. Definisi Operasional No Variabel Definisi

Operasional

Cara Ukur

Alat Ukur

Hasil Ukur Skala Ukur 1. Tipe

Penderita Tuberkulo sis Paru

Tipe penderita dikategorikan berdasarkan kelompok tempat pengobatan di RSUP H,Adam Malik

observasi Rekam Medik

Klasifikasi:

Non-MDR

MDR

Ordinal

2. Tingkat Depresi

Depresi adalah suatu gangguan suasana perasaan (mood) yang mempunyai gejala utama afek depresi

kehilangan minat dan kegembiraan, dan kekurangan energi yang menuju

meningkatnya keadaan mudah

lelah dan

menurunnya aktifitas.

kuesioner BDI

(Beck Depress ion Invento ry) Skor Depresi: Skor 0-9 (normal) Skor 10-16 (depresi ringan) Skor 17-29 (depresi sedang) Skor 30-63 (depresi berat) Ordinal


(27)

3.4. Hipotesis

Ada hubungan tipe penderita Tuberkulosis Paru dengan tingkat depresi di RSUP H.Adam Malik Medan.


(28)

22

BAB 4

METODE PENELITIAN 4.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan studi cross sectional untuk menilai apakah terdapat hubungan tipe penderita dengan tingkat depresi.

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan April sampai Desember 2015 yaitu mulai penyusunan proposal sampai seminar hasil penelitian dengan jadwal kegiatan seperti pada tabel 4.1. Penelitian akan dilakukan setelah mendapat ethical clearance dari Komite Etik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Tempat penelitian dilakukan di RSUP H. Adam Malik Medan.

Tabel 4.1 Jadwal Kegiatan Penelitian Alur Kegiatan

Penelitian Bulan

Ap ril M ei Ju ni Ju li Agus tus Septe mber Okto ber Nove mber Dese mber Penyusunan Proposal Seminar Proposal Pelaksanaan Kegiatan Analisis Hasil Menulis Draft Laporan Hasil Seminar Hasil


(29)

4.3. Populasi dan Sampel 4.3.1. Populasi

Populasi penelitian ini adalah pasien tuberkulosis paru yang melakukan pengobatan di poliklinik Tuberkulosis RSUP H. Adam Malik Medan.

4.3.2. Sampel

Sampel penelitian ini adalah pasien tuberkulosis paru di RSUP H. Adam Malik Medan yang ada pada saat penelitian dilaksanakan dan memenuhi kriteria inklusi. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah Consecutive Sampling. Semua subyek yang ada dan memenuhi kriteria pemilihan dimasukkan dalam penelitian hingga jumlah sampel yang diperlukan terpenuhi.

Penelitian ini menggunakan besar sampel untuk penelitian analitik kategorik tidak berpasangan:

Zα = deviat baku alfa = 1,960 Zβ = deviat baku beta = 0,842

P2 = proporsi pada kelompok yang sudah diketahui nilainya 16% (Das et al.,2014)

Q2 = 1- P2 = 1- 0,16 = 0,84

P1-P2 = selisih proporsi pasien tuberkulosis yang mengalami depresi yang dianggap bermakna adalah 0,3

Jadi :

P1 = P2 + 0,3= 0,46 Q1 = 1- P1 =1-0,46= 0,54

P = proporsi total = (P1+P2)/2 = (0,46+0,16)/2= 0,31Q = P = 1-0,31= 0,69


(30)

24

Maka didapat jumlah sampel sebesar:

� = � = ( , √ × , × , + , √ , × , + , × ,

, )

n1 = n2= 36,11 ≈ 37

Dengan demikian, besar sampel masing-masing kelompok adalah minimal 37 pasien. Namun peneliti menetapkan besar sampel TB paru non-MDR sebanyak 40 pasien dan TB-MDR 40 pasien. Sehingga Jumlah total sampel pada penelitian ini adalah sebesar 80 sampel.

4.3.3. Kriteria Inklusi dan Eksklusi

Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah:

a. Pasien dengan tuberkulosis paru yang melakukan rawat jalan di poliklinik Tuberkulosis RSUP H. Adam Malik Medan.

b. Bersedia menjadi responden dan mengikuti prosedur penelitian. c. Usia > 18 tahun dan < 65 tahun.

Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah:

a. Pasien dalam keadaan tidak sadar atau kelemahan kondisi fisik sehingga tidak memungkinkan untuk menjadi responden.

b. Pasien mengkonsumsi obat antidepresan

4.4. Teknik Pengumpulan Data

Data penelitian ini didapatkan melalui data primer dan sekunder. Data primer adalah data yang langsung diperoleh dari responden penelitian dengan menggunakan kuesioner yang dibagikan kepada seluruh responden penelitian. Kuesioner yang digunakan adalah adalah Beck Depression Inventory (kuesioner terlampir). Sedangkan untuk data sekunder adalah data yang diperoleh dari rekam medik untuk melihat kategori pengobatan pasien penderita TB paru.


(31)

4.5. Pengolahan dan Analisa Data 4.5.1. Pengolahan Data

Data yang telah terkumpul diolah dengan menggunakan komputer dengan langkah- langkah sebagai berikut:

a. Cleaning

Memeriksa kembali data yang telah diperoleh mencakup kelengkapan atau kesempurnaan data, kekeliruan pengisian, data sampel yang tidak sesuai atau tidak lengkap.

b. Coding

Data yang diperoleh diberikan kode tertentu untuk mempermudah pembacaan data.

c. Scoring

Dilakukan setelah menetapkan kode jawaban sehingga setiap jawaban responden atau hasil observasi dapat diberikan skor.

d. Entering

Memasukkan data ke dalam komputer. 4.5.2. Analisa Data

Analisis data menggunkan program SPSS. Analisis univariat dilakukan untuk mengetahui deskripsi dari identitas responden, variabel bebas, dan variabel terikat. Deskripsi yang diketahui pada rencana penelitian ini meliputi:

a. Deskripsi mengenai karakteristik responden yang terdiri dari jenis kelamin, umur, pendidikan, dan pekerjaan.

b. Tipe penderita TB paru berdasarkan pengobatan standar: TB non-MDR dan TB-MDR.

c. Tingkat depresi: depresi ringan, depresi sedang, depresi berat.

Analisi bivariat yang digunakan dalam menganalisis data adalah menggunakan uji Chi square. Seperti pada penelitian ini yaitu untuk mengetahui:

“Apakah ada hubungan tipe penderita TB (non-MDR dan MDR) dengan tingkat


(32)

26

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian

5.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

Rumah sakit umum pusat H.Adam Malik Medan merupakan rumah sakit umum tipe A. Hal ini ditetapkan oleh menteri kesehatan dengan SK No.335/Menkes/SK/VII/1990. Rumah sakit ini merupakan pusat rujukan wilayah pembangunan A sesuai dengan SK No. 502/Menkes/SK/IX/1991 yang meliputi Provinsi Sumatera Utara, Aceh, Sumatera Barat, dan Riau. Selain sebagai pusat rujukan, rumah sakit ini juga merupakan pusat pendidikan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (FK USU) Medan sejak tanggal 11 januari 1993, sehingga pusat pendidikan klinik calon dokter dan keahlian calon dokter spesialis Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara ialah rumah sakit tersebut.

Rumah sakit umum pusat H.Adam Malik ini terdapat di kota Medan. Berada di jalan Bunga Lau no.17, Kelurahan Kemenangan, Kecamatan Medan Tuntungan, Medan. Serta berada pada koordinat 3o31’5”LU 98o36’30”LS.

5.1.2 Distribusi Gambaran Demografis Penderita TB paru

Distribusi gambaran demografis penderita TB paru non-MDR dan MDR di RSUP H.Adam Malik Medan berdasarkan jenis kelamin, usia, pekerjaan, tingkat pendidikan adalah sebagai berikut:


(33)

Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi Gambaran Demografis Pada Penderita TB Paru Non-MDR dan MDR

Tipe Penderita

Total Karakteristik non-MDR(n=40) MDR(n=40)

n % n % n %

Jenis Kelamin

Laki-laki 31 77,5 27 67,5 58 72,5

Perempuan 9 22,5 13 32,5 22 27,5

Usia

18-35 14 35 12 30 26 32,5

36-60 24 60 26 65 50 62,5

61-atas 2 5 2 5 4 5

Pekerjaan

Pegawai Swasta 1 2,5 7 17,5 8 10

PNS 4 10 2 5 6 7,5

Wiraswata 16 40 12 30 28 35

lainnya 19 47,5 19 47,5 38 47,5

Tingkat Pendidikan

SD 0 0 2 5 2 2,5

SMP 12 30 11 27,5 23 28,8

SMA 23 57,5 26 65 49 61,3

PT 5 12,5 1 2,5 6 7,5

Berdasarkan tabel 5.1 di atas diketahui bahwa mayoritas jenis kelamin responden adalah laki-laki yaitu sebanyak 58 orang (72,5%), dengan jumlah kelompok responden non-MDR sebanyak 31 orang (77,5%), jumlah ini lebih banyak dibandingkan laki-laki pada kelompok responden MDR sebanyak 27 orang (67,5%). Sedangkan responden yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 22 orang (27,5%), terdiri dari responden non-MDR sebanyak 9 orang (22,5%) dan responden MDR sebanyak 13 orang (32,5 %).

Pada kelompok usia penderita TB paru non-MDR dan MDR, bahwa usia 36-60 tahun merupakan yang paling banyak mengalami tuberkulosis yakni sebanyak 50 orang (62,5%), terdiri dari responden non-MDR sebanyak 24 orang (60%) dan responden MDR sebanyak 26 orang (65%). Sedangkan kelompok usia 18-35 tahun yaitu sebanyak 26 orang (32,5%), responden non-MDR sebanyak 14 orang (35%) dan responden MDR sebanyak 12 orang (30%). Pada kelompok usia


(34)

28

61 ke atas hanya terdapat 4 orang (5%), pada kelompok responden non-MDR sebanyak 2 orang (5%) dan kelompok responden MDR sebanyak 2 orang (5%).

Mayoritas responden adalah pada kelompok pekerjaan tidak tetap atau lainnya sebanyak 38 orang (47,5%) yang sama pada kelompok responden non-MDR dan non-MDR masing-masing sebesar 19 orang (47,5%). Responden yang bekerja sebagai wiraswata yakni sebanyak 28 orang (35%), pada kelompok responden non-MDR sebanyak 16 orang (40%) kelompok responden non-MDR sebanyak 12 orang (30 %). Responden yang bekerja sebagai PNS di kelompok responden non-MDR sebanyak 4 orang (10%) dan kelompok responden MDR sebanyak 2 orang(5%). Responden yang bekerja sebagai pegawai swasta lebih banyak pada kelompok responden MDR sebanyak 7 orang (17,5%) sedangkan pada kelompok responden non-MDR hanya terdapat 1 orang (2,5%).

Berdasarkan tingkat pendidikan, sebanyak 49 orang (61,3 %) dengan pendidikan SMA, terdiri dari kelompok responden non-MDR sebanyak 23 orang (57,5%) sedangkan kelompok responden MDR tidak jauh berbeda yaitu sebanyak 26 orang (65%). Responden berpendidikan SMP pada kedua kelompok tidak juga jauh berbeda, kelompok responden non-MDR sebanyak 12 orang (30%) sedangkan kelompok responden MDR sebanyak 11 orang (27,5%). Respoden yang berpendidikan SD hanya ada pada kelompok responden MDR sebanyak 2 orang (5%). Responden berpendidikan sampai Perguruan Tinggi (PT) pada kelompok responden non-MDR sebanyak 5 orang (12,5%) sedangkan pada kelompok responden MDR hanya sebanyak 1 orang (2,5%).

5.1.3 Distribusi Frekuensi Tingkat Depresi Pada Penderita TB Paru non-MDR dan non-MDR

Distribusi respoden penderita TB paru non-MDR dan MDR di RSUP H.Adam Malik Medan berdasarkan faktor tingkat depresi adalah sebagai berikut:


(35)

Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi Tingkat Depresi Pada Penderita TB paru non-MDR dan non-MDR

Tingkat Depresi

Tipe Penderita

non-MDR(n=40) MDR(n=40)

n % n %

Normal 18 45 12 30

Ringan 12 30 6 15

Sedang 7 17,5 13 32,5

Berat 3 7,5 9 22,5

Berdasarkan tabel 5.2 di atas bahwa dari 80 orang responden penelitian mayoritas tidak sedang mengalami depresi atau normal yaitu sebanyak 30 orang (37,5%), terdiri dari kelompok responden non-MDR sebanyak 18 orang (45%) dan kelompok responden MDR sebanyak 12 orang (30%). Pada kelompok responden yang mengalami depresi ringan lebih banyak pada kelompok responden non-MDR yaitu sebanyak 12 orang (30%) sedangkan kelompok responden MDR sebanyak 6 orang (5%). Pada kelompok depresi sedang dan berat, kelompok responden MDR lebih banyak dengan jumlah 13 orang (32,5%) pada tingkat depresi sedang dan 9 orang pada tingkat depresi berat (22,5%) sedangkan pada kelompok responden non-MDR 7 orang ( 17,5%) mengalami depresi sedang dan 3 orang mengalami depresi berat (7,5%).

Tabel 5.3 Hubungan Tipe Penderita Tuberkulosis Paru dengan Tingkat Depresi

Tabel di atas menunjukkan bahwa terdapat hubungan tipe penderita tuberkulosis paru dengan tingkat depresi dengan p value 0,046 (P<0,05). Tipe non-MDR lebih banyak yang mengalami depresi ringan (66,7%) sedangkan tipe non-MDR lebih banyak yang depresi sedang (65%) dan berat (75%).

No Tipe

Penderita

Tingkat Depresi P

Value Normal Ringan Sedang Berat

n % n % n % n %

0,046

1 Non-MDR 18 60 12 66,7 7 35 3 25


(36)

30

5.2 Pembahasan

Dari 80 responden penderita tuberkulosis, diketahui mayoritas jenis kelamin respondennya adalah laki-laki yaitu sebanyak 58 orang (72,5%) sedangkan perempuan sebanyak 22 orang (27,5%). Penelitian pada 4900 responden yang dilakukan oleh Peltzer et al., (2012) di Afrika Selatan didapati pola yang sama, dengan jumlah responden laki-laki (54,5%) lebih banyak dibandingkan perempuan (45,5%) yang mengalami TB paru.

Pada kelompok masing-masing pengobatan TB paru non-MDR dan MDR tidak terdapat perbedaan, dengan jumlah responden berjenis kelamin laki-laki lebih banyak pada kedua kelompok. Pada kelompok non-MDR, jumlah laki-laki sebanyak 31 orang (77,5%) dan perempuan sebanyak 9 orang (22,5%). Hal ini sama dengan penelitian yang dilakukan Moussas, G., et al (2008) di Yunani, bahwa pasien penderita TB paru yang menjalani pengobatan di non-MDR lebih banyak laki-laki dibandingkan dengan perempuan, dengan jumlah laki-laki 78 orang dan perempuan 54 orang. Sementara pada responden TB-MDR, jumlah laki-laki sebanyak 27 orang (67,5%) dan perempuan 13 orang ( 32,5%). Hal ini memiliki pola yang sama dengan penelitian yang dilakukan Vega,P., et al. (2003) di Peru bahwa terdapat penderita TB-MDR berjenis kelamin laki-laki ( 60,7%) lebih banyak dibandingkan perempuan ( 39,3%). Hal yang sama juga ditemukan pada penelitian sebelumnya dimana laki-laki cenderung lebih banyak menderita tuberkulosis paru dibandingkan perempuan hal ini mungkin dikarenakan oleh status sosial dan pekerjaan laki-laki lebih berpotensi untuk terpajan kuman M. tuberkulosis.

Usia yang paling banyak mengalami TB paru dalam penelitian ini adalah pada usia 36-60 tahun sebanyak 50 orang (62,5%). Disusul dengan usia 18-35 tahun sebanyak 26 orang (32,5%) dan usia diatas 60 tahun sebanyak 4 orang (5%). Pola ini hampir sama yang diteliti oleh oleh Peltzer et al., (2012) di Afrika Selatan, bahwa yang paling banyak mengalami TB paru adalah usia produktif 31-44 tahun sebanyak 41,8 %. Disusul dengan usia 18-30 tahun sebesar 36,6% dan usia 45 ke atas sebesar 21,5%. Dan berdasarkan usia penderita tuberkulosis, tingkat penularan penyakit ini lebih tinggi pada usia produktif karena lebih sering berinteraksi dengan lingkungan sekitar (Pertiwi, 2012).


(37)

Mayoritas responden adalah pada kelompok pekerjaan tidak tetap atau lainnya sebanyak 38 orang (47,5%), disusul dengan pekerjaan wiraswasta sebanyak 28 orang (35%), pegawai swasta 8 orang (10%) dan PNS 6 orang (7,5%). Penelitian yang dilakukan Ige et al.,( 2011) di Nigeria memiliki karakteristik yang sama dengan penelitian ini dalam hal kelompok pekerjaan responden. Kelompok pekerjaan tidak tetap lebih banyak ( 70,8 %) dibandingkan yang bekerja tetap (29,2%). Sementara penelitian yang dilakukan Putri (2013) di Manado, bahwa responden wirswasta lebih banyak menderita TB paru (36,5%), disusul pegawai (23,1%) , tidak bekerja (19,2%). Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa faktor yang berkontribusi penularan TB adalah status gizi masyarakat yang dipengaruhi status ekonomi dan pekerjaan sehingga memberi peluang penularan tuberkulosis (Weber et al., 2008).

Dalam penelitian ini tingkat pendidikan terakhir SMA merupakan yang paling banyak menderita TB paru. Dari 80 respoden penelitian, sebanyak 49 orang (61,3%) disusul dengan SMP 23 orang (28,8%), Perguruan Tinggi 6 orang (7,5%) dan SD 2 orang (2,5%). Pola yang sama terjadi di Manado yang diteliti oleh Putri (2013) bahwa responden penderita TB paru paling banyak adalah dengan tingkat pendidikan SMA (44,2%), disusul SMP (19,2%), SD (19,2 %) dan Sarjana (17,3 %). Kebanyakan responden merupakan dengan tingkat pendidikan SMA, hal ini terjadi bahwa sekarang ini rata-rata seluruh masyarakat sudah sampai menempuh pendidikan SMA sesuai dengan program yang diberikan pemerintah dalam bidang pendidikan.

Sesuai dengan tujuan dalam penelitian ini yaitu untuk melihat apakah terdapat hubungan kelompok pengobatan TB paru non-MDR dan TB-MDR dengan tingkat depresi. Dari 80 responden pada dua kelompok, didapatkan hasil bahwa pada pada kelompok TB-MDR lebih banyak mengalami depresi yaitu sebanyak 28 orang ( 70%) sedangkan pada kelompok non-MDR terdapat 22 orang (55%) yang mengalami depresi.

Pada non-MDR, dari 22 orang yang mengalami depresi paling banyak mengalami depresi ringan yaitu sebanyak 12 orang (30%), yang mengalami depresi sedang sebanyak 7 orang (17,5%) sementara yang mengalami depresi berat sebanyak 3 orang (7,5%). Pola ini sama dengan penelitian yang dilakukan Basu et


(38)

32

al.,( 2012) di India bahwa terdapat 91 orang (82,4%) mengalami depresi pada penderita TB paru non-MDR. Paling banyak mengalami depresi ringan yaitu sebanyak 47 orang (42,7%), diikuti yang mengalami depresi sedang sebanyak 38 orang (34,5%) dan depresi berat sebanyak 6 orang (5,5%). Sementara penelitian yang dilakukan Nurkhalesa (2014) di Jember, dari 30 responden penelitian terdapat 28 orang (93,3%) yang mengalami depresi. Paling banyak mengalami depresi sedang yaitu sebanyak 19 orang (63,3%), diikuti depresi ringan sebanyak 9 orang (30%).

Pada penelitian ini , kelompok responden TB-MDR terdapat 28 orang yang mengalami depresi, dimana paling banyak mengalami depresi sedang dan berat, sedangkan depresi ringan hanya ada 6 orang (15%). Sebanyak 13 orang (32,5%) mengalami depresi sedang dan 9 orang (22,5%) mengalami depresi berat. Pada penelitian yang dilakukan Reviono et al., (2013) di Surakarta pada penderita TB-MDR sebanyak 53,5% mengalami depresi. Sementara penelitian yang dilakukan Vega et al.,(2003) di Peru dari 75 sampel penderita TB-MDR yang diteliti terdapat 36 orang (52,2 %) mengalami depresi. Dibandingkan dengan kelompok non-MDR, depresi sedang dan berat lebih banyak pada kelompok TB-MDR. Efek samping obat pada regimen pengobatan TB-MDR juga sebagai penyebab timbulnya depresi dan keinginan bunuh diri. Obat yang diduga pemicu timbulnya hal tersebut adalah sikloserin (Mtonga, 2008).

Hubungan antara tipe penderita TB paru yang dikelompokkan dengan tipe pengobatan yaitu TB paru non-MDR dan TB-MDR dengan tingkat depresi dari penelitian ini adalah bahwa terdapat hubungan signifikan antara kedua variabel dengan p value <0,05 ( p=0,046). Banyaknya penderita TB yang mengalami depresi selama proses pengobatan disebabkan oleh beberapa hal yaitu ketidaktahuan mereka tentang penyakitnya, penderita mengira bahwa TB adalah suatu penyakit berbahaya dengan angka kesembuhan dan survival yang rendah. Selain itu, proses pengobatan akan berlangsung dan lama serta menganggu rutinitas keseharian penderita TB, sehingga mereka tidak melakukan pengobatan dengan tidak baik (Aamir dan Aisha, 2010).

Pada penelitian ini terdapat beberapa keterbatasan penelitian yaitu bahwa penderita TB paru banyak yang memiliki faktor komorbid lain sehingga


(39)

memungkinkan sebagai penyebab terjadinya depresi pada penderita TB paru selain oleh karena penyakitnya sendiri. Faktor-faktor komorbid tersebut adalah banyaknya penderita TB yang juga mengalami HIV, DM, gagal ginjal, dan kelainan-kelainan oleh karena efek samping obat sehingga memungkinkan untuk terjadinya depresi. Selain itu peneliti hanya menggunakan kuesioner yang dibagikan kepada responden dalam menentukan tingkat depresi, sehingga kesimpulan yang diambil hanya berdasarkan pada data yang dikumpulkan melalui kuesioner tersebut. Sehingga pada penelitian selanjutnya dapat melihat faktor-faktor tersebut dalam menentukan hubungan terjadinya depresi pada penderita TB paru.


(40)

34

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya diambil beberapa kesimpulan untuk penelitan ini yaitu :

1. Terdapat hubungan tipe penderita tuberkulosis paru dengan tingkat depresi di RSUP H. Adam malik Medan, penderita TB-MDR lebih banyak mengalami depresi sedang-berat sedangkan TB non-MDR lebih banyak mengalami depresi ringan dan tidak depresi.

2. Pada penelitian ini, penderita tuberkulosis paru lebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan.

3. Pada penelitian ini, usia 36-60 tahun sebagai usia dewasa produktif lebih banyak mengalami tuberkulosis paru.

4. Pada penelitian ini, pekerjaan respoden penelitian penderita tuberkulosis paru paling banyak tidak bekerja atau sebagai ibu rumah tangga.

5. Pada penelitian ini, riwayat dengan pendidikan SMA yang paling banyak mengalami tuberkulosis paru.

6.2 Saran

Berdasarkan hasil yang didapatkan, maka rekomendasi dari peneliti adalah: 1. Bagi tenaga kesehatan yang menangani pasien penderita tuberkulosis paru,

dianjurkan memperhatikan sisi psikologis dari pasien apakah depresi atau tidak sehingga pasien mendapatkan terapi secara holistik.

2. Bagi penderita tuberkulosis yang mengalami depresi dianjurkan ke dokter psikiatri untuk mendapatkan perawatan.

3. Penelitian berikutnya dapat melakukan penelitian multivariat dengan menilai faktor-faktor lain yang dapat menjadi penyebab depresi pada penderita tuberkulosis paru.


(41)

4. Sebelum pengobatan TB-MDR seharusnya dilakukan penilaian status psikiatri untuk pemilihan pengobatan selanjutnya. Karena terdapat regimen obat TB-MDR yang dapat menimbulkan efek samping berupa depresi.


(42)

5

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tuberkulosis Paru

2.1.1. Definisi

Tuberkulosis paru (TB paru) adalah penyakit radang parenkim paru karena infeksi kuman Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis paru mencakup 80% dari keseluruhan kejadian penyakit tuberkulosis, sedangkan 20% selebihnya merupakan tuberkulosis ekstrapulmonar (Djojodibroto, 2009).

2.1.2. Epidemiologi

Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di dunia ini. Tuberkulosis merupakan penyebab kematian kedua pada penyakit infeksi tunggal setelah Human Immunodeficiency Virus (HIV). Pada tahun 2013 ditemukan kasus sebanyak 6,1 juta kasus dan 5,7 juta diantaranya sebagai kasus baru dan kambuh dan 0,4 juta kasus yang sudah mendapatkan pengobatan. Insidensi kasus TB secara global telah mengalami penurunan selama beberapa tahun. Pada tahun 2000 sampai dengan tahun 2013 telah mengalami penurunan insidensi dengan rata-rata 1,5 % setiap tahunnya. Angka mortalitas TB dan prevalensi rate juga mengalami penurunan antara tahun 1990 dan 2013. Penurunan angka mortalitas yang diperkirakan adalah sebesar 45 % dan prevalensi rate sebesar 41 %. Indonesia merupakan salah satu dari enam negara yang memiliki kasus baru TB BTA positif terbanyak dengan jumlah antara 420.000-520.000 jiwa (WHO, 2014).

Pada tahun 2013 diperkirakan dari 2,6 juta kasus TB paru, 300.000 merupakan kasus MDR TB. Sekarang ini jumlah MDR TB di seluruh dunia adalah sebesar 480.000 kasus ( 350.000- 610.000) dan diperkirakan 210.000 jiwa akan meninggal karena ini. Indonesia merupakan satu dari 10 negara yang memiliki kasus MDR TB terbanyak dengan berada di urutan ke-8. Selain Indonesia negara lain yang mempunyai kasus MDR TB terbanyak adalah China, India, Myanmar, Pakistan, Filipina, Federasi Rusia, Afrika Selatan, Ukraina dan Uzbekistan. Selama tahun 2011 kasus MDR TB di Indonesia dilaporkan terdapat sejumlah 260 kasus dan diperkirakan pada tahun 2013 akan terdeteksi 1.800 kasus (WHO, 2014).


(43)

2.1.3. Patogenesis

Jalan masuk awal bagi basilus tuberkel ke dalam paru atau tempat lainnya pada individu yang sebelumnya sehat menimbulkan respon peradangan akut nonspesifik yang jarang diperhatikan dan biasanya disertai dengan sedikit atau sama sekali tanpa gejala. Basilus kemudian ditelan oleh makrofag dan diangkut ke kelenjar limfe regional. Bila penyebaran organisme tidak terjadi pada tingkat kelenjar limfe regional, lalu basilus mencapai aliran darah dan terjadi diseminata yang luas. Kebanyakan lesi tuberkulosis diseminata menyembuh, sebagaimana lesi paru primer, walaupun tetap ada fokus potensial untuk reaktivasi selanjutnya. Diseminasi dapat mengakibatkan tuberkulosis meningeal atau miliaris yaitu penyakit dengan potensial terjadinya morbiditas dan mortalitas yang utama, terutama pada bayi dan anak kecil (Isselbacher et al., 2013).

Selama 2 hingga 8 minggu setelah infeksi primer, saat basilus terus berkembang biak di lingkungan intraselulernya, timbul hipersensitivitas pada pejamu yang terinfeksi. Limfosit yang cakap secara imunologik memasuki daerah infeksi, di situ limfosit menguraikan faktor kemotaktik, interleukin dan limfokin. Sebagai responsnya, monosit masuk ke daerah tersebut dan mengalami perubahan bentuk menjadi makrofag dan selanjutnya menjadi sel histiosit yang khusus, yang tersusun menjadi granuloma. Mikrobakterium dapat bertahan dalam makrofag selama bertahun-tahun walaupun terjadi peningkatan pembentukan lisozim dalam sel ini, namun multiplikasi dan penyebaran selanjutnya biasanya terbatas. Kemudian terjadi penyembuhan, seringkali dengan kalsifikasi granuloma yang lambat yang kadang meninggalkan lesi sisa yang tampak pada foto rontgen paru. Kombinasi lesi paru perifer terkalsifikasi dan kelenjar limfe hilus yang terkalsifikasi dikenal sebagai kompleks ghon (Isselbacher et al., 2013).

Tuberkulosis sebagai penyakit klinis timbul pada sebagian kecil individu yang tidak mengalami infeksi primer. Pada beberapa individu, tuberkulosis timbul dalam beberapa minggu setelah infeksi primer. Pada kebanyakan orang, organisme tetap dorman selama bertahun-tahun sebelum memasuki fase multiplikasi eksponensial yang menyebabkan penyakit. Di antara banyak keadaan, usia dapat dianggap sebagai faktor bermakna yang menentukan jalannya penyakit tuberkulosis. Pada bayi, infeksi tuberkulosis seringkali cepat berkembang menjadi penyakit, dan berisiko tinggi menderita penyakit diseminata, antara lain meningitis dan tuberkulosis miliaris. Pada


(44)

7

anak di atas usia 1 atau 2 tahun sampai sekitar usia pubertas, lesi tuberkulosis primer hampir selalu menyembuh. Sebagian besar akan menjadi tuberkulosis pada masa akil balig atau dewasa muda. Individu yang terinfeksi pada masa dewasa memiliki risiko terbesar untuk terjadinya tuberkulosis dalam waktu sekitar 3 tahun setelah infeksi penyakit tuberkulosis dan lebih sering pada perempuan dewasa muda, sementara pada laki-laki lebih sering pada usia yang lebih tua (Isselbacher et al.,2013).

2.1.4. Klasifikasi Tuberkulosis

Kasus TB diklasifikasikan berdasarkan : 1. Berdasarkan letak anatomi penyakit

a. Tuberkulosis paru adalah kasus TB yang mengenai parenkim paru. Tuberkulosis milier diklasifikasikan sebagai TB paru karena lesinya yang terletak dalam paru (PDPI,2011).

b. Tuberkulosis ekstraparu adalah kasus TB yang mengenai organ lain selain paru seperti pleura, kelenjar getah bening (termasuk mediastinum dan/atau hilus), abdomen, traktus genitourinarius, kulit, sendi, tulang dan selaput otak (PDPI, 2011).

2. Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak atau bakteriologi a. Tuberkulosis paru BTA positif, apabila:

Minimal satu dari sekurang-kurangnya dua kali pemeriksaan dahak menunjukkan hasil positif pada laboratorium yang memenuhi syarat external quality assurance (EQA). Sebaiknya satu kali pemeriksaan dahak tersebut berasal dari dahak pagi hari (PDPI,2011).

b. Tuberkulosis paru BTA negatif, apabila:

Hasil pemeriksaan dahak negatif tetapi hasil kultur positif. Sedikitnya dua hasil pemeriksaan dahak BTA negatif pada laboratorium yang memenuhi syarat EQA (PDPI,2011).

c. Kasus bekas TB

Hasil pemeriksaan BTA negatif (biakan juga negatif bila ada) dan gambaran radiologi paru menunjukkan lesi TB yang tidak aktif, atau foto serial (dalam 2 bulan) menunjukkan gambaran yang menetap.


(45)

Riwayat pengobatan OAT adekuat akan lebih mendukung (PDPI,2011).

3. Berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya

Riwayat pengobatan sebelumnya sangat penting diketahui untuk melihat risiko resistensi obat atau MDR. Pada kelompok ini perlu dilakukan pemeriksaan kultur dan uji kepekaan OAT. Tipe pasien berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya, yaitu:

a. Pasien baru adalah pasien yang belum pernah mendapatkan pengobatan TB sebelumnya atau sudah pernah mendapat OAT kurang dari satu bulan. Pasien dengan hasil dahak BTA postif atau negatif dengan lokasi anatomi penyakit di manapun (PDPI,2011).

b. Pasien dengan riwayat pengobatan sebelumnya adalah pasien yang sudah pernah mendapatkan pengobatan TB sebelumnya minimal selama satu bulan dengan hasil dahak BTA positif atau negatif dengan lokasi anatomi penyakit di manapun (PDPI, 2011).

4. Status HIV

Status HIV pasien merupakan hal yang penting untuk keputusan pengobatan (PDPI, 2011)

2.1.5. Diagnosis

Diagnosis tuberkulosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinik, pemeriksaan fisik, pemeriksaan bakteriologik, radiologik dan pemeriksaan penunjang lainnya (PDPI, 2011).

Gejala klinis tuberkulosis dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu gejala respiratorik dan gejala sistemik. Gejala respiratorik dapat berupa batuk lebih dari atau sama dengan tiga minggu, batuk darah, sesak napas dan nyeri dada. Sedangkan gejala sistemik yaitu adanya demam, malaise, keringat malam, anoreksia, dan berat badan menurun (PDPI, 2011).

Pada pemeriksaan fisik kelainan yang akan dijumpai tergantung luas kelainan struktur paru. Pada pemeriksaan awal perkembangan penyakit umumnya tidak (atau sulit sekali) menemukan kelainan. Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah lobus superior terutama daerah apex dan segmen posterior, serta daerah apex lobus


(46)

9

inferior. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan antara lain suara napas bronkial, amforik, suara nafas melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma dan mediastinum (PDPI, 2011).

Pemeriksaan bakteriologik untuk menemukan kuman tuberkulosis yang mempunyai arti sangat penting dalam menegakkan diagnosis. Bahan untuk pemeriksaan bakteriologik ini dapat bersasal daru dahak, cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar, dan jaringan biopsi termsauk biopsi jarum halus. Cara pengambilan dahak tiga kali, setiap pagi tiga hari berturut-turut atau dengan cara sewaktu pagi sewaktu yaitu sewaktu saat kunjungan, keesokan harinya dan pada saat mengantarkan dahak pagi (PDPI, 2011).

Selain pemeriksaan dahak, terdapat pemeriksaan radiologik dalam penegakan diagnosa. Pemeriksaan standar adalah foto toraks PA dengan atau tanpa foto lateral. Pada pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis dapat memberi gambaran bermacam-macam bentuk. Gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB aktif adalah bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas paru dan segmen superior lobus bawah, bayangan bercak milier, kaviti, dan efusi pleura unilateral. Sedangkan gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif adalah fibrosis pada segmen apikal dan atau posterior lobus atas, kalsifikasi, kompleks ranke dan fibrosis parenkim paru (PDPI, 2011).

Selain pemeriksaan diatas, terdapat pemeriksaan penunjang lainnya berupa polymerase chain reaction (PCR), pemeriksaan BACTEC,pemeriksaan cairan pleura, pemeriksaan histopatologi jaringan,pemeriksaan darah, uji tuberkulin dan pemeriksaan serologi seperti ELISA, mycodot, uji peroksidase anti peroksidase (PAP), dan immunochromatographic tuberculosis (PDPI, 2011).

2.1.6. Pengobatan Tuberkulosis

Pengobatan TB terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif dan fase lanjutan. Pada umumnya lama pengobatan adalah 6-8 bulan. Obat anti tuberkulosis (OAT) yang dipakai terdiri dari obat lini pertama dan kedua. Obat lini pertama adalah INH, rifampisin, pirazinamid, etambutol, dan streptomisin. Sedangkan obat lini kedua adalah kanamisin, kapreomisin, amikasin, kuinolon, sikloserin, etionamid, dan para-amino salisilat(PAS). Obat lini kedua hanya digunakan untuk kasus resisten obat,


(47)

terutama TB multidrug resistant (MDR). Beberapa obat seperti kapreomisin, sikloserin, etionamid dan PAS belum tersedia di pasaran Indonesia tetapi sudah digunakan pada pusat pengobatan TB-MDR (PDPI, 2011).

Pengobatan TB standar dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu: 1. Pasien baru

Paduan obat yang dianjurkan 2RHZE/4HR dengan pemberian dosis setiap hari. Bila menggunakan OAT program, maka pemberian dosis setiap hari pada fase intensif dilanjutkan dengan pemberian dosis tiga kali seminggu dengan DOT 2RHZE/4R3H3 (PDPI, 2011).

2. Pada pasien dengan riwayat pengobatan TB lini pertama pengobatan sebaiknya berdasarkan hasil uji kepekaan secara individual. Selama menunggu hasil uji kepekaan, diberikan paduan obat 2RHZES/HRZE/5RHE (PDPI, 2011). 3. Pasien multi-drug resistant (MDR).

Tuberkulosis paru kasus gagal pengobatan dirujuk ke dokter spesialis paru sedangkan kasus TB-MDR dirujuk ke pusat rujukan TB-MDR (PDPI, 2011).

2.1.7. Efek Samping Obat Anti Tuberkulosis

Sebagian besar penderita TB dapat menyelesaikan pengobatan tanpa efek samping. Namun sebagian kecil dapat mengalami efek samping, oleh karena itu pemantauan kemungkinan terjadinya efek samping sangat penting dilakukan selama pengobatan (PDPI, 2011).

Pendekatan berdasarkan gejala digunakan untuk penatalaksanaan efek samping umum yaitu mayor dan minor. Pada umumnya, pasien yang mengalami efek samping minor sebaiknya tetap melanjutkan pengobatan TB dan diberikan pengobatan simtomatis. Apabila pasien mengalami efek samping berat (mayor), OAT penyebab dapat dihentikan dan segera pasien dirujuk ke pusat kesehatan yang lebih besar atau dokter paru untuk tatalaksana selanjutnya (PDPI, 2011).


(48)

11

Tabel 2.1. Efek samping Mayor OAT

Efek Samping Mayor Obat Tatalaksana

Hentikan Obat Penyebab dan rujuk secepatnya Kemerahan kulit dengan atau

tanpa gatal Streptomisin, Isoniazid, Rifampisin, Pirazinamid Hentikan OAT

Tuli (bukan disebabkan oleh kotoran)

Streptomisin Hentikan Streptomisin

Pusing (vertigo dan nystagmus) streptomisin Hentikan Streptomisin Kuning (setelah penyebab lain

disingkirkan), hepatitis

Isoniazid, Pirazinamid, Rifampisin

Hentikan pengobatan TB

Sumber: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia,2011.

Tabel 2.2. Efek samping Minor OAT

Efek Samping Minor Obat Teruskan pengobatan / Evaluasi Pengobatan Bingung (diduga gangguan

hepar berat bila bersamaan dengan kuning)

Sebagian besar OAT

Hentikan pengobaatan TB

Gangguan penglihatan (setelah gangguan lain disingkirkan)

Etambutol Hentikan etambutol

Syok, purpura, gagal ginjal akut Rifampisin Hentikan rifampisin Penurunan jumlah urin Streptomisin Hentikan streptomisin Tidak nafsu makan, mual dan

nyeri perut

Pirazinamid, Rifampisin, isoniazid

Berikan obat bersamaan dengan makanan ringan atau sebelum tidur dan anjurkan pasien untuk minum obat dengan air sedikit demi sedikit. Apabila terjadi muntah yang terus menerus, atau ada tanda perdarahan segera pikirkan efek samping mayor dan segera rujuk

Nyeri sendi Pirazinamid Aspirin atau NSAID atau parasetamol

Rasa terbakar, kebas atau kesemutan pada tangan atau kaki

Isoniazid Piridoksin dosis 100-200 mg/hari selama 3 minggu. Sebagai profilaksis 25-100 mg/hari


(49)

Mengantuk Isoniazid Yakinkan kembali, berikan obat sebelum tidur

Urin bewarna kemerahan atau oranye

Rifampisin Yakinkan pasien dan sebaiknya pasien diberi tahu sebelum mulai pengobatan

Sindrom flu (demam, menggigil, malaise, sakit kepala, nyeri tulang)

Dosis rifampisin intermitten

Ubah pemberian dari intermitten ke pemberian harian

Sumber: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia,2011.

2.1.8. Resisten Ganda (Multi Drug Resistance/ MDR)

Resitensi ganda menujukkan M.tuberculosis yang resisten minimal terhadap rifampisin dan INH dengan atau tanpa OAT lainnya. Rifampisin dan INH merupakan 2 obat yang sangat penting pada pengobatan TB yang diterapkan strategi DOTS. Secara umum resistensi terhadap obat anti tuberkulosis dibagi menjadi :

1. Resistensi primer ialah apabila penderita sebelumnya tidak pernah mendapat pengobatan OAT atau telah mendapat pengobatan OAT kurang 1 bulan. 2. Resistensi inisial ialah apabila kita tidak tahun pasti apakah penderitanya sudah

pernah ada riwayat pengobatan sebelumya atau tidak.

3. Resistensi sekunder ialah apabila penderita telah punya riwayat pengobatan sebelumnya (PDPI, 2011).

Diagnosis MDR dipastikan berdasarkan uji kepekaan. Semua suspek TB-MDR diperiksa dahaknya untuk selanjutnya dilakukan pemeriksaan biakan dan uji kepekaan. Jika hasil uji kepekaan terdapat M.tuberculosis yang resisten minimal terhadap rifampisin dan INH, maka dapat ditegakkan diagnosis TB-MDR (PDPI, 2011).

Strategi program pengobatan sebaiknya berdasarkan data uji kepekaan dan frekuensi penggunaan OAT di negara tersebut. Di bawah ini adalah beberapa strategi pengobatan TB-MDR yaitu:

1. Pengobatan standar. Data drugs resistancy survey (DRS) dari populasi pasien yang representative digunakan sebagai dasar regimen pengobatan karena tidak tersedianya hasil uji kepekaan individual.


(50)

13

2. Pengobatan empiris. Setiap regimen pengobatan dibuat berdsarkan riwayat pengobatan TB pasien sebelumnya dan data hasil uji kepekaan populasi representatif.

3. Pengobatan individual. Regimen pengobatan berdasarkan riwayat pengobatan TB sebelumnya dan hasil uji kepekaan (PDPI, 2011). Regimen standar TB MDR di Indonesia adalah: 6 pirazinamid-etambutol - kanamisin - levoflosasin - etionamid- sikloserin atau 18 pirazinamid – etambutol – kanamisin – levoflosasin – etionamid - sikloserin (PDPI, 2011).

Tabel 2.3. Efek Samping Obat TB MDR

Efek Samping Obat Obat Evaluasi Pengobatan

Hepatitis Z,H,R,Of,L,PAS Hentikan pengobatan Renal Failure S, Km, Am, Cm Hentikan pengobatan yang diduga sebagai penyebab

Arthralgia Z, Of, L 1.Berikan Pengobatan dengan NSAID

2.Kurangi dosis obat yang diduga sebagai penyebab. 3.Hentikan pengobatan bila tidak ada

pengurangan gejala Gastritis PAS, H, E, Ctz 1.Berikan pengobatan

antasida

2.kurangi dosis obat yang diduga sebagai penyebab 3.hentikan pengobatan Mual dan muntah PAS, H,E,Ctz, Z 1.Rehidrasi

2.Mulai dengan

memberikan anti-muntah 3. kurangi dosis obat yang diduga sebagai penyebab 4.hentikan pengobatan


(51)

Kejang Cs, H, Of, L, 1.Mulai dengan memberi obat anti kejang

(phenytoin)

2. kurangi dosis obat yang diduga sebagai penyebab 3.hentikan pengobatan Neuropati perifer S, Km, Am, Cm, M,

Cs, E, Of, L

1.Tingkatkan pemberian pyridoxine s.d. 300 mg/hari

2.kurangi dosis obat yang diduga sebagai penyebab 3.hentikan pengobatan

Tuli S, Km, Am, Cm,

Clr

1.kurangi dosis obat yang diduga sebagai penyebab 2..hentikan pengobatan Gejala Psikotik Cs, Of, L, H 1.Berikan obat

anti-psikotik

2.kurangi dosis obat yang diduga sebagai penyebab 3. Hentikan pengobatan Depresi Cs, Of,L, H 1.konseling dengan dokter

psikiatri

2. berikan obat anti-depresan

3.kurangi dosis obat yang diduga sebagai penyebab 4. Hentikan pengobatan Hipotiroid PAS, Tha 1.Berikan terapi thyroxine

2. Hentikan Pengobatan Sumber: Mtonga.V. 2008. Guideline for The Programmatic Management of Drug-Resistant Tuberculosis. The National TB programme.


(52)

15

2.2. Depresi

2.2.1. Definisi Depresi

Depresi merupakan gangguan mental yang ditandai dengan adanya perasaan sedih, kehilangan minat terhadap sesuatu, perasaan bersalah, gangguan tidur, nafsu makan berkurang, perasaan lelah dan penurunan konsentrasi (World Health Organization, 2015).

Depresi adalah suatu gangguan suasana perasaan (mood) yang mempunyai gejala utama afek depresi kehilangan minat dan kegembiraan, dan kekurangan energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah dan menurunnya aktifitas. Disamping itu gejala lainnya yaitu konsentrasi dan perhatian berkurang, pikiran bersalah dan tidak berguna, pandangan masa depan yang suram dan pesimistis, gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri, tidur terganggu dan nafsu makan berkurang (PPDGJ, 1993).

2.2.2. Klasifikasi Depresi

Gangguan depresi teridiri dari berbagai jenis, yaitu: 1. Gangguan depresi mayor

Terjadinya satu atau lebih periode atau episode depresi (disebut episode depresi mayor) tanpa ada riwayat terjadinya episode manik atau hipomanik alami. Seseorang dapat mengalami satu episode depresi mayor, yang diikuti dengan kembalinya mereka pada keadaan fungsional biasa (Nevid et al., 2003). Pada episode ini setidaknya ada 2 minggu dan memiliki setidaknya empat gejala seperti perubahan berat badan dan nafsu makan, perubahan tidur dan aktivitas, tidak ada energy, rasa bersalah, masalah dalam berpikir dan membuat keputusan, serta pikiran berulang mengenai kematian dan bunuh diri (Sadock dan Sadock, 2004).

2. Gangguan distimik

Pola depresi ringan, tetapi mungkin saja menjadi mood yang menyulitkan pada anak-anak atau remaja yang terjadi dalam suatu rentang waktu sedangkan pada orang dewasa, biasanya dalam beberapa tahun (Nevid et al., 2003).

3. Gangguan depresi psikotik

Gangguan depresi berat yang ditandai dengan gejala-gejala, seperti halusinasi dan delusi (National Institute of Mental Health, 2010).


(53)

4. Gangguan depresi persisten

Perasaan depresi yang berlangsung selama minimal 2 tahun. Seseorang didiagnosis dengan gangguan depresi yang terus-menerus mungkin memiliki episode depresi utama bersama dengan periode gejala yang lebih ringan, tetapi gejala harus berlangsung selama 2 tahun (National Institute of Mental Health, 2010).

5. Gangguan depresi postpartum

Perempuan setelah melahirkan mengalami perubahan hormon dan fisik serta tanggung jawab baru dalam merawat bayi yang baru lahir. Diperkirakan bahwa 10 sampai 15 persen wanita mengalami depresi postpartum (National Institute of Mental Health, 2010).

2.2.3. Alat Ukur Depresi

Beck Depression Inventory dibuat oleh dr.Aaron T.Beck BDI merupakan salah satu instrumen paling sering digunakan untuk mengukur tingkat depresi. Para responden akan mengisi 21 pertanyaan, setiap pertanyaan memiliki skor 1 s.d. 3, setelah responden menjawab semua pertanyaan kita dapat menjumlah skor tersebut, skor tertinggi adalah 63 jika responden mengisi 3 poin seluruh pertanyaan. Skor terendah adalah 0 jika responden mengisi poin 0 pada keseluruhan pertanyaan. Total dari keseluruhan akan menjelaskan tingkat depresi yang akan dijelaskan dibawah ini.

Tabel 2.4 Skor BDI

Skor Total Tingkat Depresi

0-9 Minimal/Normal

10-16 Depresi ringan

17-29 Depresi sedang

30-63 Depresi berat

Sumber: Beck, T. Aron. 1996. Beck Depression Inventory. San Antonio: The Psychological Corporation Harcourt Brace & Company.


(54)

17

Depresi adalah suatu keadaan yang sering menyertai penderita TB. Ini terbukti dari studi penelitian dimana tingginya angka prevalensi depresi pada penderita TB. Prevalensinya berkisar dari 11,3 % sampai 80,2%, dengan rata-rata prevalensi 48,9 % (Sweetland et al., 2014). Seperti halnya studi penelitian yang dilakukan di India, angka prevalensi penderita TB yang mengalami depresi juga tinggi. Dari 110 sampel penderita TB, 62 % mengalami depresi, 2/3 mengalami depresi ringan-sedang dan 5,5 % mengalami depresi berat (Basu et al., 2012).

Berdasarkan penelitan yang dilakukan vega et al., (2003) di Peru dari 75 sampel yang diteliti terdapat 36 orang atau 52,2 % penderita MDR TB mengalami depresi. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan di India bahwa penderita TB-MDR yang mengalami depresi lebih rendah yaitu 7 orang dari 45 penderita TB atau sekitar 16 %. Dari 7 penderita TB MDR ini, terdapat 4 penderita yang mengalami depresi sedang-berat (Das et al., 2014). Efek samping obat pada regimen pengobatan TB-MDR juga sebagai penyebab timbulnya depresi dan keinginan bunuh diri. Obat yang diduga pemicu timbulnya hal tersebut adalah sikloserin (Mtonga, 2008).

Banyaknya penderita TB yang mengalami depresi selama proses pengobatan akan berpengaruh kepada ketidakpatuhan berobat oleh penderita TB. Hal-hal yang menyebabkan banyak penderita TB yang mengalami depresi adalah ketidaktahuan mereka tentang penyakitnya, penderita mengira bahwa TB adalah suatu penyakit berbahaya dengan angka kesembuhan dan survival yang rendah.Selain itu, proses pengobatan akan berlangsung dan lama dan menganggu rutinitas keseharian penderita TB. Sehingga mereka melakukan pengobatan dengan tidak baik (Aamir dan Aisha, 2010).

Begitu juga halnya dengan penelitian yang dilakukan di negara Nigeria, dimana penelitian yang dilakukan membandingkan depresi pada penderita TB dengan Non-TB keluarga penderita didapatkan hasil bahwa yang mengalami depresi adalah yang usia yang lebih tua, riwayat pengobatan yang sudah lama, belum menikah dan termasuk pengobatan kategori II ( Ige dan Lasebikan, 2011).

Hal ini juga dipaparkan oleh Rachmawati dan Turniani (2009) bahwa TB paru merupakan penyakit kronis dan memerlukan pengobatan secara teratur selama 6-8 bulan. Karena pengobatan memerlukan waktu yang lama maka penderita TB paru sangat memungkinkan mengalami depresi yang cukup berat sehingga selain


(55)

diperlukan pengobatan secara medis juga diperlukan dukungan sosial dari keluarga maupun orang di sekitarnya.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Riskiyani et al., (2013) di Desa Ajangale, TB paru dapat sembuh bila dilakukan pengobatan secara teratur selama 6-8 bulan. Karena pengobatan memerlukan waktu yang lama maka penderita TB paru berisiko mengalami kebosanan yang cenderung akan mengakibatkan putus obat. Di samping itu setelah mengonsumsi OAT (Obat Anti Tuberkulosis), penderita mengalami efek samping obat yang sangat keras sehingga penderita berhenti minum obat karena kurangnya informasi tentang pengobatan penyakit TB paru yang diterima.

Tingginya tingkat depresi yang dialami penderita TB membuat perlunya peningkatan screening pada seluruh penderita TB, sehingga penderita TB yang mengalami depresi mendapatkan pengobatan yang komprehensif dari bidang psikiatri selain dari dokter yang mengobati Tuberkulosis nya (Peltzer et al.,2012). Menangani depresi yang terjadi pada penderita TB akan mendapatkan hasil pengobatan TB yang lebih baik dan adekuat. Seperti studi secara prospektif yang dilakukan di India ditemukan penderita TB yang mendapatkan psikoterapi individual selama pengobatan TB secara segnifikan akan mendapatkan pengobatan TB yang maksimal dan baik (Sweetland et al., 2014).


(56)

1

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tuberkulosis paru (TB paru) adalah penyakit radang parenkim paru karena infeksi kuman Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis paru mencakup 80% dari keseluruhan kejadian penyakit tuberkulosis, sedangkan 20% selebihnya merupakan tuberkulosis ekstrapulmonar (Djojodibroto, 2009). Tuberkulosis paru adalah penyakit yang dapat menular melalui percikan dahak (droplet) ketika penderita TB paru aktif batuk, bersin, bicara atau tertawa. Kuman TB cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab (Riskiyani et al.,2013).

Menurut data World Health Organization (WHO) dalam laporan Global Tuberculosis Report 2014 menunjukkan bahwa pada tahun 2013 terdapat 6,1 juta penderita tuberkulosis di seluruh dunia dan 5,7 juta diantaranya adalah kasus baru dan kambuh serta 0,4 juta merupakan penderita yang telah mendapatkan pengobatan. Dari 5,7 juta kasus baru, 2,6 juta diantaranya adalah penderita TB paru yang telah terbukti dengan pemeriksaan mikrobiologi pada sputum dan 2 juta penderita TB paru didiagnosa (WHO,2014).

Indonesia merupakan salah satu dari enam negara yang memiliki kasus baru TB BTA positif terbanyak dengan jumlah antara 420.000-520.000 jiwa (WHO, 2014). Menurut hasil Riskesdas (2013), prevalensi tuberkulosis berdasarkan diagnosis sebesar 0,4 % dari jumlah penduduk. Dengan kata lain rata-rata tiap 100.000 penduduk Indonesia terdapat 400 orang yang didiagnosis kasus tuberkulosis oleh tenaga kesehatan.

Prevalensi penderita TB paru yang didiagnosis oleh tenaga kesehatan di Provinsi Sumatera Utara tahun 2013 adalah sebesar 0,2 %. Ini menunjukkan adanya peningkatan bila dibandingkan dengan tahun 2007 hanya sebesar 0,18 % (Riskedas, 2013). Pada tahun 2013, jumlah kasus baru yang ditemukan menderita TB paru BTA positif di Provinsi Sumatera Utara adalah sebanyak 15.424 kasus. Hal ini mengalami


(57)

penurunan dibandingkan tahun 2012 yaitu sebanyak 17.459 kasus (Dinkes Sumut, 2013).

Pengobatan TB standar di RSUP H.Adam Malik pada penderita tuberkulosis dibagi menjadi 2 tempat yaitu TB paru non-MDR dan TB-MDR bagi penderita multi-drug resistant (MDR). Pengertian TB-MDR atau resistensi ganda adalah M.tuberculosis yang resisten minimal terhadap rifampisin dan INH dengan atau tanpa OAT lainnya (PDPI, 2011).

Secara global pada tahun 2013 diperkirakan bahwa 5% dari kasus TB akan menjadi kasus TB-MDR. Berdasarkan data dari WHO, diperkirakan 480.000 orang akan menjadi TB-MDR pada tahun 2013 dan 210.000 diantaranya akan meninggal. Kasus TB-MDR yang diperkirakan sebesar 300.000 orang pada tahun 2013, 126.000 diantaranya telah didiagnosa dan 97.400 telah memulai pengobatan dengan hasil 47%-nya telah menunjukkan perbaikan setelah terapi obat.

Indonesia merupakan satu dari 10 negara yang memiliki kasus TB-MDR terbanyak di dunia dengan berada di urutan ke-8. Selain Indonesia termasuk negara lain seperti China, India, Myanmar, Pakistan, Filipina, Federasi Rusia, Afrika Selatan, Ukraina dan Uzbekistan. Selama tahun 2011 kasus TB-MDR di Indonesia terdapat 260 kasus dan diperkirakan pada tahun 2013 akan terdeteksi sebanyak 1.800 kasus (WHO, 2014). Banyaknya angka kejadian dari penyakit TB paru dan TB-MDR di dunia khususnya Indonesia maka timbul permasalahan seperti terapi yang lama dan kompleks, biaya pengobatan yang mahal, komplikasi penyakit serta banyak kekhwatiran lain yang dapat menimbulkan depresi (Nurkhalesa, 2014).

Depresi adalah suatu gangguan suasana perasaan (mood) yang mempunyai gejala utama afek depresi kehilangan minat dan kegembiraan, dan kekurangan energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah dan menurunnya aktifitas. Disamping itu gejala lainnya yaitu konsentrasi dan perhatian berkurang, pikiran bersalah dan tidak berguna, pandangan masa depan yang suram dan pesimistis, gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri, tidur terganggu dan nafsu makan berkurang (PPDGJ, 1993).

Berdasarkan hasil penelitian di seluruh dunia bahwa 20 % penderita suatu penyakit akan mengalami depresi mayor. Studi yang sama juga dilaporkan di Yunani bahwa 28,1% para penderita yang di rawat di rumah sakit ataupun yang menjalani


(58)

3

pembedahan akan mengalami depresi. Kebanyakan penyakit yang menimbulkan depresi adalah penyakit kronik seperti di dalam ilmu penyakit paru asma bronkial, Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) dan Tuberkulosis (Moussas et al., 2008).

Seperti halnya studi penelitian yang dilakukan di India, angka prevalensi penderita TB yang mengalami depresi juga tinggi. Dari 110 sampel penderita TB, 62 % mengalami depresi, 2/3 mengalami depresi ringan-sedang dan 5,5 % mengalami depresi berat (Basu et al., 2012). Di Afrika Selatan, dari 4900 orang penderita tuberkulosis yang baru memulai pengobatan selama satu bulan terdapat 81 % atau sekitar 3970 orang yang mengalami psychological distress atau perasaan sedih (Peltzer et al., 2012). Sedangkan di Indonesia, dalam studi yang dilakukan di Jember, Jawa Timur didapatkan hasil bahwa dari 30 penderita tuberkulosis paru yang diteliti 19 orang mengalami depresi sedang, 9 orang mengalami depresi ringan dan 2 orang tidak mengalami depresi (Nurkhalesa, 2014).

Menangani depresi yang terjadi pada penderita TB akan mendapatkan hasil pengobatan TB yang lebih baik dan adekuat. Seperti studi secara prospektif yang dilakukan di India ditemukan penderita TB yang mendapatkan psikoterapi individual selama pengobatan TB secara segnifikan akan mendapatkan pengobatan TB yang maksimal dan baik (Sweetland et al., 2014).

Berdasarkan pemaparan tersebut, peneliti tertarik untuk meneliti hubungan tipe penderita TB paru dengan tingkat depresi pada penderita TB paru di RSUP H. Adam Malik Medan.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: “Apakah ada hubungan tipe penderita TB paru dengan tingkat depresi pada penderita TB paru di RSUP H. Adam Malik Medan?”

1.2 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat hubungan tipe penderita TB paru dengan tingkat depresi pada penderita TB paru di RSUP H. Adam Malik Medan.


(59)

1.3.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui gambaran tipe penderita TB paru berdasarkan kategori pengobatan TB standar di RSUP H. Adam Malik Medan.

2. Untuk mengetahui gambaran tingkat depresi pada penderita TB paru di RSUP H. Adam Malik Medan.

3. Untuk mengetahui gambaran faktor demografis pada penderita TB paru seperti jenis kelamin, usia, pekerjaan dan tingkat pendidikan.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah:

1. Bagi penderita dapat dijadikan informasi ilmiah tentang hubungan tipe penderita TB paru dengan tingkat depresi, sehingga membantu penderita untuk mendapatkan perawatan dengan dokter psikiatri.

2. Bagi pelayan kesehatan dapat dijadikan informasi ilmiah tentang hubungan hubungan tipe penderita TB paru dengan tingkat depresi, sehingga membantu pelayan kesehatan untuk men-screening penderita yang mengalami depresi lalu merujuk ke dokter psikiatri untuk mendapatkan perawatan.

3. Bagi masyarakat dapat meningkatkan pengetahuan tentang hubungan tipe penderita TB paru dengan tingkat depresi.

4. Bagi peneliti dapat dijadikan informasi ilmiah tentang hubungan tipe penderita TB paru dengan tingkat depresi.


(60)

ii

ABSTRAK

Tuberkulosis paru (TB paru) adalah penyakit radang parenkim paru karena infeksi kuman Mycobacterium tuberculosis. Banyaknya angka kejadian dari penyakit TB paru dan TB-MDR di dunia khususnya Indonesia maka timbul permasalahan seperti terapi yang lama dan kompleks, biaya pengobatan yang mahal, komplikasi penyakit serta banyak kekhwatiran lain yang dapat menimbulkan depresi.

Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan studi cross sectional untuk menilai apakah terdapat hubungan tipe penderita dengan tingkat depresi di RSUP H.Adam Malik Medan. Penelitian ini dilakukan pada bulan April sampai Desember 2015 pada pasien penderita TB paru dengan TB non-MDR dan TB-MDR.

Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah consecutive sampling. Semua subyek yang ada dan memenuhi kriteria pemilihan dimasukkan dalam penelitian hingga jumlah sampel yang diperlukan terpenuhi. Sebanyak 80 orang sampel dalam penelitian ini, dikelompokkan berdasarkan tipe pengobatan, TB paru non-MDR sebanyak 40 orang dan TB-MDR sebanyak 40 orang. Kemudian diberikan kuesioner Beck Depression Inventory (BDI) untuk mengetahui tingkat depresi pada responden penelitian. Selanjutnya dilakukan analisis data dengan chi-square untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antar variabel. Hasil analisis data didapatkan bahwa p value <0,05 (p=0,046).

Penelitian ini menunjukkan terdapat hubungan tipe penderita tuberkulosis paru dengan tingkat depresi di RSUP H. Adam malik Medan.


(1)

vi

DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR ISTILAH ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 . Latar Belakang ... 1

1.2 . Rumusan Masalah ... 3

1.3 . Tujuan Penelitian ... 3

1.2.1. Tujuan Umum ... 3

1.3.2. Tujuan Khusus ... 4

1.4. Manfaat Penelitian ... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1. Tuberkulosis Paru ... 5

2.1.1. Definisi ... 5

2.1.2. Epidemiologi ... 5

2.1.3. Patogenesis ... 6

2.1.4. Klasifikasi ... 7

2.1.5. Diagnosis ... 8

2.1.6. Pengobatan Tuberkulosis ... 9

2.1.7. Efek Samping Obat Anti Tuberkulosis ... 10


(2)

vii

2.2. Depresi ... 15

2.2.1. Definisi ... 15

2.2.2. Klasifikasi ... 15

2.2.3. Alat Ukur Depresi ... 16

2.3. Hubungan Tuberkulosis Paru dengan Depresi ... 17

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL .. 19

3.1. Kerangka Konsep ... 19

3.2. Variabel Penelitian ... 19

3.3. Definisi Operasional... 20

3.4. Hipotesis ... 21

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN ... 22

4.1. Jenis Penelitian ... 22

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian ... 22

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 23

4.3.1. Populasi ... 23

4.3.2. Sampel ... 23

4.3.3. Kriteria Inklusi dan Ekslusi ... 24

4.4. Teknik Pengumpulan Data ... 24

4.5. Pengolahan dan Analisa Data... 25

4.5.1. Pengolahan Data... 25

4.5.2. Analisa Data ... 25

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 26

5.1. Hasil Penelitian ... 26

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 26

5.1.2. Distribusi Gambaran Demografis ... 26


(3)

viii

5.2. Pembahasan ... 30

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 34

6.1. Kesimpulan ... 34

6.1. Saran ... 34

DAFTAR PUSTAKA ... 36


(4)

ix

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel 2.1 Efek Samping Mayor OAT ... 11

Tabel 2.2 Efek Samping Minor OAT ... 11

Tabel 2.3 Efek Samping Obat TB MDR ... 13

Tabel 2.4 Skor BDI ... 16

Tabel 4.1 Jadwal Kegiatan Penelitian ... 22

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Gambaran Demografis Pada Penderita TB Paru Non-MDR dan MDR...27

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Tingkat Depresi Pada Penderita TB paru non-MDR dan MDR ... ...29

Tabel 5.3 Hubungan Tipe Penderita Tuberkulosis Paru dengan Tingkat Depresi...29


(5)

x

DAFTAR ISTILAH

Am : Amikasin

BDI : Beck Depression Inventory

Clr : Claritromisin Cm : Kapreomisin

DOT : Directly Observed Treatment

DOTS : Directly Observed Treatment Short Course

E : Etambutol

EQA : External Quality Assurance

H : Isoniazid

Km : Kanamisin

L : Levofloksasin MDR : Multi-Drug Resistant OAT : Obat Anti Tuberkulosis Of : Ofloksasin

PAS : P-Amino salisilic acid

R : Rifampisin

S : Streptomisin TB : Tuberkulosis Tha : Tiosetazone


(6)

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Riwayat Hidup Peneliti Lampiran 2 Informed Consent Lampiran 3 Kuesioner

Lampiran 4 Persetujuan Komisi Etik Tentang Pelaksanaan Penelitian Lampiran 5 Surat Izin Penelitian dari Fakultas Kedokteran USU

Lampiran 6 Surat Izin Penelitian dari Instalasi Penelitian dan Pegembangan RSUP H.Adam Malik Medan

Lampiran 7 Data Induk Responden Penelitian Penderita TB Paru non-MDR dan non-MDR di RSUP H.Adam Malik Medan