Jumlah Penularan Tuberkulosis Paru Dalam Satu Keluarga Dengan Melakukan Penelusuran Kontak Di Kecamatan Medan Tembung 2013

(1)

DI KECAMATAN MEDAN TEMBUNG 2013

Oleh :

DINA MAULIDA LUBIS 100100329

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2013


(2)

DI K

U

KECAMAT KAR

DINA

FAKUL UNIVERSI

TAN MEDA RYA TULI

Oleh A MAULID

1001003

LTAS KED ITAS SUM

MEDA 2013

AN TEMB S ILMIAH

:

DA LUBIS 329

DOKTERA MATERA U

AN 3

UNG 2013 H

S

AN UTARA


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Jumlah Penularan Tuberkulosis Paru dalam Satu Keluarga dengan Melakukan Penelusuran Kontak di Kecamatan Medan Tembung pada Tahun 2013

Nama : Dina Maulida Lubis NIM : 100100329

Pembimbing

(dr. Delyuzar, M.Ked (PA), Sp. PA (K)) NIP. 19630219 199003 1 001

Penguji I

( dr. Aldi S. Rambe, Sp. S) NIP. 19660524 199203 1 002

Penguji II

( Sri Lestari, S.P., M.Kes ) NIP. 19710426 200501 2 002

Medan, Januari 2014 Dekan

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

(Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp. PD – KGEH) NIP: 19540220 198011 1 001


(4)

ABSTRAK

Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit yang disebabkan oleh Bakteri Tahan Asam (BTA) Mycobacterium tuberculosa. Daerah di mana banyak kasus TB yang berhasil disembuhkan dan tersedia sumber daya yang cukup, penelusuran kontak penting untuk dilakukan. Penelusuran kontak merupakan suatu cara yang dikembangkan dengan baik untuk mengontrol suatu penyakit yang bertujuan menemukan kasus-kasus dengan mengikuti rantai infeksi penyakit tersebut Peneliti melihat pentingnya deteksi awal terhadap anggota keluarga yang tinggal satu rumah dengan penderita TB paru BTA positif yang berpotensi terinfeksi TB.

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif untuk mengetahui jumlah penularan TB paru dalam satu keluarga. Penelitian dilakukan di Kecamatan Medan Tembung bekerja sama dengan Program TB Cepat JKM Indonesia pada bulan Juli sampai Oktober 2013 dengan menggunakan teknik total sampling. Sampel yang digunakan sebanyak 117 orang yang memenuhi kriteria inklusi. Data dikumpulkan dengan wawancara melalui kunjungan rumah untuk menemukan pasien suspek dengan gejala-gejala TB Paru, kemudian dilakukan pengolahan pada tiap-tiap jawaban dan diinterpretasikan dalam bentuk presentase.

Setelah dilakukan penelitian, diketahui bahwa suspek TB paru dari seluruh anggota keluarga yang diteliti melalui penelusuran kontak adalah sebanyak 16 orang (13,7%). Dengan dilakukan penelusuran kontak akan diketahui lebih banyak kasus TB yang terdapat di antara orang- orang yang berkontak dengan penderita TB. Untuk itu, pada penelitian ini masih perlu dilakukan penelusuran lebih lanjut untuk penegakan diagnosis pasti dari suspek TB paru yaitu dengan pemeriksaan sputum, foto rontgen dada, maupun kultur sputum.


(5)

ABSTRACT

Tuberculosis ( TB ) is a disease caused by bacteria resistant acid (BTA ) Mycobacterium tuberculosa. The area where many TB cases were successfully treated and provided sufficient resources, it is important to do contact tracing. Contact tracing is a well-developed way to control a disease which aims to find the cases to follow the chain of infection Researchers looked at the importance of early detection to the family members who live with smear positive pulmonary tuberculosis patients potentially infected with TB.

This study used a descriptive method to determine the number of pulmonary TB transmission within a family. Field research was conducted in District Tembung working with the “Program Cepat TB” JKM Indonesia from July to October 2013 using the total sampling technique. The samples used were 117 people who met the inclusion criteria. Data were collected by interviews through home visits to find patients with suspected pulmonary TB symptoms, then do the processing on each answer and interpreted in the form of a percentage.

After doing research, it is known that pulmonary tuberculosis suspects from all family members studied through contact tracing are as many as 16 people ( 13.7 % ). With contact tracing will be known to do a lot more TB cases are among the people who come into contact with people with TB. Therefore, in this study still needs further investigation for definitive diagnosis of suspected pulmonary tuberculosis such as sputum examination, chest X-ray , and sputum cultures.


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya yang begitu besar sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan laporan hasil penelitian ini. Sebagai salah satu area kompetensi dasar yang harus dimiliki oleh seorang dokter umum, laporan hasil penelitian ini disusun sebagai rangkaian tugas akhir dalam menyelesaikan pendidikan di program studi Sarjana Kedokteran, Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah turut serta membantu penulis dalam menyelesaikan laporan hasil penelitian ini, diantaranya:

1. Kepada dosen pembimbing dalam penulisan penelitian ini, dr. Delyuzar, M. Ked (PA) Sp. PA (K) , yang dengan sepenuh hati telah meluangkan segenap waktu untuk membimbing dan mengarahkan penulis, mulai dari awal penyusunan penelitian, pelaksanaan di lapangan, hingga selesainya laporan hasil penelitian ini.

2. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada dr. Evita Mayasari, M.Kes., yang telah menjadi dosen penasehat akademik penulis selama menjalani pendidikan di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

3. Kepada orangtua penulis, Hasrul Hasan, Mukhaira, Saufinhar, Mahrani, abang, kakak dan adik penulis Aidilsyah Lubis, Rizki Syahputri, Riri Sofira, Qarina Hasyala dan Nurul Qorina yang senantiasa mendukung dan memberikan bantuan dalam menyelesaikan laporan penelitian ini.

4. Senior di Fakultas Kedokteran USU Herwindo Ahmad dan Muhammad Irfan yang senantiasa memberikan bantuan dalam menyelesaikan laporan penelitian ini.

5. Teman- teman yang telah memberikan semangat dan waktu untuk berbagi suka- duka dan bertukar pikiran Retno Nurul, Dian Primadia, Binartha Utami, Adja Nazlia, Siti Hajar, Anggie Imaniah, Jessica Panjaitan, dan Dewi Melinda.


(7)

Cakupan belajar sepanjang hayat dan mengembangkan pengetahuan baru, dalam area kompetensi KIPDI-3, telah memotivasi penulis untuk melaksanakan penelitian yang berjudul ”Jumlah Penularan TB Paru dalam Satu Keluarga dengan Melakukan Penelusuran Kontak” ini. Semoga penelitian ini dapat memberikan sumbangsih bagi perkembangan ilmu pengetahuan khusunya di bidang ilmu kedokteran.

Penulis menyadari bahwa penulisan laporan hasil penelitian ini masih belum sempurna, baik dari segi materi maupun tata cara penulisannya. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan laporan hasil penelitian ini di kemudian hari.

Medan, 5 Juni 2013

Penulis

   


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PERSETUJUAN... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR SINGKATAN ... xii

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 4

1.3. Tujuan Penelitian ... 4

1.3.1. Tujuan Umum ... 4

1.3.2. Tujuan Khusus ... 4

1.4. Manfaat Penelitian ... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tuberkulosis ... 5

2.1.1. Sejarah Tuberkulosis ... 5

2.1.2. Definisi Tuberkulosis ... 5

2.1.3. Etiologi dan Faktor Risiko TB ... 6

2.1.4. Patogenesis TB paru ... 7

2.1.5. Klasifikasi TB paru ... 9

2.1.6. Gejala Klinis TB paru ... 9

2.1.7. Diagnosis TB paru ... 10

2.1.8. Pengobatan TB paru ... 15


(9)

2.1.10. Pengendalian, Pengobatan dan Penyuluhan

yang dilaksanakan pada penderita Tuberkulosis ... 18

2.1.11. Komplikasi dan Prognosis Tuberkulosis ... 19

2.2. Penelusuran Kontak pada TB ... 21

2.2.1. Penelusuran Kontak ... 21

2.2.2. Tujuan dan Manfaat ... 22

2.2.3. Waktu dan Luasnya Investigasi Kontak ... 22

2.2.4. Metode Penelusuran Kontak ... 23

2.2.5. Kategori Kasus Berdasarkan Infeksinya ... 23

2.2.6. Menentukan Periode Manular ... 24

2.2.7. Menetapkan Prioritas dalam Skrining ... 25

2.2.8. Faktor- faktor yang perlu dipertimbangkan ketika melakukan penilaian kontak TB dan skrining ... 26

2.2.9. Waktu dan Luasnya Skrining Kontak……….. 26

2.2.10. Prosedur Skrining ... 27

2.2.11. Follow Up Kelompok Kontak Tertentu ... 28

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1. Kerangka Konsep ... 30

3.2. Definisi Operasional ... 30

3.2.1. Penelusuran Suspek Tidak TB Paru ... 30

3.2.2. Jumlah Suspek TB paru ... 30

3.2.3. Umur ... 31

3.2.4. Jenis Kelamin ... 31

3.2.5. Pendidikan ... 31

3.2.6. Hubungan dalam keluarga ... 32

3.2.7. Pekerjaaan ... 32

3.2.8. Status Gizi Dewasa ... 32

3.2.9. Status Gizi Anak ... 32

3.2.10. Status Imunisasi ... 33


(10)

BAB 4 METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian ... 37

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian ... 37

4.3. Populasi dan Sampel ... 37

4.3.1. Populasi ... 37

4.3.2. Sampel ... 37

4.4. Metode Pengumpulan Data ... 38

4.5. Ethical Clearence ... 38

4.6. Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 39

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil Penelitian ... 40

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 40

5.1.2. Deskripsi Karakteristik Penderita TB Medan di Kecamatan Medan Tembung ... 41

5.1.3. Deskripsi Karakteristik Responden ... 42

5.1.4. Distribusi Suspek TB Paru pada Keluarga Melalui Penelusuran Kontak ... 43

5.2. Pembahasan ... 52

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan ... 57

6.2. Saran ... 58

DAFTAR PUSTAKA ... 59 LAMPIRAN

       


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Interpretasi Ukuran Diameter Reaksi Uji Tuberkulin ... 14

Tabel 2.2. Skoring untuk Menegakkan Diagnosis TB pada Anak ... 15

Tabel 3.1. Klasifikasi IMT Asia ... 32

Tabel 3.2. Status Gizi Berdasarkan Antropometri ... 33

Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi Penderita TB di Kecamatan Medan Tembung Berdasarkan Jenis Kelamin... 41

Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi Penderita TB di Kecamatan Medan Tembung Berdasarkan Kelompok Umur ... 41

Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 42

Tabel 5.4. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Kelompok Umur ... 42

Tabel 5.5. Distribusi Suspek TB Paru pada Setiap Keluarga yang Diteliti Melalui Penelusuran Kontak ... 43

Tabel 5.6. Distribusi Frekuensi Suspek TB Paru dari Seluruh Responden ... 44

Tabel 5.7. Distribusi Frekuensi Karakteristik Suspek TB Paru Berdasarkan Kelompok Umur... 45

Tabel 5.8. Distribusi Frekuensi Karakteristik Suspek TB Paru Berdasarkan Jenis Kelamin ... 46

Tabel 5.9. Distribusi Frekuensi Karakteristik Suspek TB Paru Berdasarkan Pendidikan ... 46

Tabel 5.10. Distribusi Frekuensi Karakteristik Suspek TB Paru Berdasarkan Hubungan Keluarga ... 47

Tabel 5.11. Distribusi Frekuensi Karakteristik Suspek TB Paru pada Dewasa Berdasarkan Pekerjaan ... 48

Tabel 5.12.Distribusi Frekuensi Karakteristik Suspek TB Paru pada Dewasa Berdasarkan Status Gizi ... 49


(12)

Tabel 5.13.Distribusi Frekuensi Karakteristik Suspek TB Paru pada

Anak-Anak Berdasarkan Status Gizi ... 49 Tabel 5.14.Distribusi Frekuensi Karakteristik Suspek TB Paru

Berdasarkan Status Imunisasi BCG ... 50 Tabel 5.15.Distribusi Frekuensi Karakteristik Suspek TB Paru pada Dewasa

Berdasarkan Manifestasi Klinis ... 50 Tabel 5.16.Distribusi Frekuensi Karakteristik Suspek TB Paru pada


(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Alur Diagnosis Tuberkulosis Paru pada Orang Dewasa ... 12 Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian ... 30


(14)

DAFTAR ISTILAH / SINGKATAN

AAP : American Academy of Pediatrics Balita : Bayi Lima Tahun

BB : Berat Badan

BCG : Bacillus Calmette- Guerin BMI : Body Mass Index

BTA : Bakteri Tahan Asam Depkes : Departemen Kesehatan

DOTS : Directly Observed Treatment Short-course HIV : Human Immunodeficiency Virus

IMT : Index Massa Tubuh INH : Isoniazid

ISTC : International Standars for TB Care

IUATLD : International Union Against Tuberculosis and Lung Disease JKM : Jaringan Kesejahteraan/ Kesehatan Masyarakat

Kemenkes : Kementerian Kesehatan KGB : Kelenjar Getah Bening Lansia : Lanjut Usia

Manula : Manusia Usia Lanjut MDR : Multi Drug Resistant


(15)

NAA : Nucleic Acid Amplification OAT : Obat Anti Tuberkulosis PB : Panjang Badan

PCR : Polymerase Chain Reaction

PDPI : Perhimpunan Dokter Paru Indonesia Pemko : Pemerintahan Kota

PNS : Pegawai Negri Sipil

PPD : Purified Protein Derivative RI : Republik Indonesia

RPJMN : Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional RS : Rumah Sakit

SD : Sekolah Dasar

SMA : Sekolah Menengah Atas SMP : Sekolah Menengah Pertama SPS : Sewaktu Pagi Sewaktu

SPSS : Statistical Package for the Social Sciences TB : Tuberkulosis

TNF : Tumor Necrosis Factor TPI : Terapi Pencegahan Nasional WHO : World Health Organization XDR : Extensively Drug Resistant


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Daftar Riwayat Hidup

Lampiran 2 Lembar Penjelasan Kepada responden

Lampiran 3 Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan (Informed Consent) Lampiran 4 Kuesioner Penelitian

Lampiran 5 Data Induk Penelitian

Lampiran 6 Hasil Output Data Penelitian Lampiran 7 Surat Persetujuan Komisi Etik Lampiran 8 Surat Izin Penelitian


(17)

ABSTRAK

Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit yang disebabkan oleh Bakteri Tahan Asam (BTA) Mycobacterium tuberculosa. Daerah di mana banyak kasus TB yang berhasil disembuhkan dan tersedia sumber daya yang cukup, penelusuran kontak penting untuk dilakukan. Penelusuran kontak merupakan suatu cara yang dikembangkan dengan baik untuk mengontrol suatu penyakit yang bertujuan menemukan kasus-kasus dengan mengikuti rantai infeksi penyakit tersebut Peneliti melihat pentingnya deteksi awal terhadap anggota keluarga yang tinggal satu rumah dengan penderita TB paru BTA positif yang berpotensi terinfeksi TB.

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif untuk mengetahui jumlah penularan TB paru dalam satu keluarga. Penelitian dilakukan di Kecamatan Medan Tembung bekerja sama dengan Program TB Cepat JKM Indonesia pada bulan Juli sampai Oktober 2013 dengan menggunakan teknik total sampling. Sampel yang digunakan sebanyak 117 orang yang memenuhi kriteria inklusi. Data dikumpulkan dengan wawancara melalui kunjungan rumah untuk menemukan pasien suspek dengan gejala-gejala TB Paru, kemudian dilakukan pengolahan pada tiap-tiap jawaban dan diinterpretasikan dalam bentuk presentase.

Setelah dilakukan penelitian, diketahui bahwa suspek TB paru dari seluruh anggota keluarga yang diteliti melalui penelusuran kontak adalah sebanyak 16 orang (13,7%). Dengan dilakukan penelusuran kontak akan diketahui lebih banyak kasus TB yang terdapat di antara orang- orang yang berkontak dengan penderita TB. Untuk itu, pada penelitian ini masih perlu dilakukan penelusuran lebih lanjut untuk penegakan diagnosis pasti dari suspek TB paru yaitu dengan pemeriksaan sputum, foto rontgen dada, maupun kultur sputum.


(18)

ABSTRACT

Tuberculosis ( TB ) is a disease caused by bacteria resistant acid (BTA ) Mycobacterium tuberculosa. The area where many TB cases were successfully treated and provided sufficient resources, it is important to do contact tracing. Contact tracing is a well-developed way to control a disease which aims to find the cases to follow the chain of infection Researchers looked at the importance of early detection to the family members who live with smear positive pulmonary tuberculosis patients potentially infected with TB.

This study used a descriptive method to determine the number of pulmonary TB transmission within a family. Field research was conducted in District Tembung working with the “Program Cepat TB” JKM Indonesia from July to October 2013 using the total sampling technique. The samples used were 117 people who met the inclusion criteria. Data were collected by interviews through home visits to find patients with suspected pulmonary TB symptoms, then do the processing on each answer and interpreted in the form of a percentage.

After doing research, it is known that pulmonary tuberculosis suspects from all family members studied through contact tracing are as many as 16 people ( 13.7 % ). With contact tracing will be known to do a lot more TB cases are among the people who come into contact with people with TB. Therefore, in this study still needs further investigation for definitive diagnosis of suspected pulmonary tuberculosis such as sputum examination, chest X-ray , and sputum cultures.


(19)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit yang disebabkan oleh Bakteri Tahan Asam (BTA) Mycobacterium tuberculosa. Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan global utama dengan tingkat kejadian 9 juta kasus per tahun di seluruh dunia dan kasus kematian hampir mencapai 2 juta manusia (Atif et al., 2012). Menurut Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), pada tahun 2011 kasus TB baru terbanyak terjadi di Asia sekitar 60% dari kasus baru yang terjadi di seluruh dunia. Akan tetapi, Afrika Sub Sahara memiliki jumlah terbanyak kasus baru per populasi dengan lebih dari 260 kasus per 100.000 populasi pada tahun 2011 (WHO, 2013). Berdasarkan data WHO pada tahun 2011, lima negara dengan insiden kasus TB terbanyak yaitu, India (2,0-2,5 juta), China (0,9-1,0 juta), Afrika Selatan (0,4-0,6 juta), Indonesia (0,4-0,5 juta), dan Pakistan (0,3-0,5 juta). India dan Cina masing-masing menyumbangkan 26% dan 12% dari seluruh jumlah kasus di dunia (WHO, 2012).

Negara Indonesia, diperkirakan prevalensi TB untuk semua tipe TB adalah 505.614 kasus per tahun, 244 per 10.000 penduduk dan 1.550 per hari. Insidensi penyakit TB 528.063 kasus per tahun, 228 kasus per 10.000 penduduk dan 1.447 per hari. Insidensi kasus baru 236.029 per tahun, 102 kasus per 10.000 penduduk, dan 647 per hari. Insidensi kasus TB yang mengakibatkan kematian 91.369 per tahun, 30 kasus per 10.000 penduduk, dan 250 per hari (DepKes, 2010).

Provinsi Sumatera Utara, penemuan kasus baru terdapat 14.158 per tahun (Profil Kesehatan Indonesia, 2008). Sementara, Case Detection Rate TB paru Sumatera Utara 41,44 per Juni 2012 dengan Success rate 89 % dengan target keberhasilan 87% (Kemenkes RI, 2013).

Penyebab paling penting peningkatan jumlah penderita TB di seluruh dunia adalah ketidakpatuhan terhadap program, diagnosis dan pengobatan yang


(20)

tidak adekuat, migrasi, Human Immunodeficiency Virus (HIV). Penyakit ini mengenai sebagian besar kelompok kerja usia produktif dan kebanyakan dengan status sosioekonomi rendah, sehingga memberikan dampak ekonomi yang cukup bermakna. TB menular melalui udara dari pasien yang terinfeksi ke orang-orang di dekatnya. Setelah paparan terhadap TB, sekitar 1-2% orang yang mengalami kontak akan berkembang menjadi penyakit TB. Sepertiganya akan terinfeksi TB (memiliki TB laten, tapi tidak akan memiliki penyakit TBC) dan dua per tiga lainnya akan tetap tidak terinfeksi. Dari sepertiga yang terinfeksi, terdapat 5-10% risiko seumur hidup untuk berkembang menjadi penyakit TB, dengan risiko tertinggi dalam dua tahun pertama setelah terpapar (Viney, 2011).

Risiko untuk berkembang menjadi TB aktif secara signifikan lebih tinggi untuk anak di bawah usia lima tahun dan bagi orang yang memiliki HIV atau kondisi lain yang menekan kekebalan. Fokus utama dari semua program TB nasional adalah untuk mendeteksi kasus infeksi awal dan dengan pengobatan yang diawasi, menyembuhkan pasien dan meminimalkan penularan penyakit ini. Program TB berskala nasional yang berfungsi secara efektif yang menggunakan standar yang direkomendasikan secara internasional yang bernama Directly

Observed Treatment (DOTS) yang sangat penting untuk mendukung tujuan ini.

Prioritas berikutnya adalah investigasi kontak terdekat dari seseorang dengan TB menular, karena dapat mengidentifikasi sejumlah besar kasus baru TB pada kelompok yang dipekirakan memiliki banyak kasus TB (Viney, 2011).

Pelaksanaan dalam menjalankan tanggung jawabnya, pemerintah membuat Rencana Strategis Kementerian Kesehatan 2010-2014 yang mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), Menteri kesehatan menetapkan empat misi dalam rencana strategi 2010-2014 sebagai berikut: (1) Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui pemberdayaan masyarakat, termasuk swasta dan masyarakat madani; (2) Melindungi kesehatan masyarakat dengan menjamin tersedianya upaya kesehatan yang paripurna, merata, bermutu dan berkeadilan; (3) Menjamin ketersediaan dan pemerataan sumber daya kesehatan; (4) Menciptakan tata kelola pemerintah yang baik.


(21)

Berdasarkan KemenKes RI (2011), visi Stop TB Partnership adalah dunia bebas TB, yang akan dicapai melalui empat misi sebagai berikut: (1) Menjamin akses terhadap diagnosis, pengobatan yang efektif dan kesembuhan bagi setiap pasien TB; (2) Menghentikan penularan TB; (3) Mengurangi ketidakadilan dalam beban sosial dan ekonomi akibat TB; (4) Mengembangkan dan menerapkan berbagai strategi preventif, upaya diagnosis dan pengobatan baru lainnya untuk menghentikan TB.

Tujuan tersebut akan dicapai dengan strategi ganda yang akan dikembangkan dalam waktu 10 tahun ke depan, yaitu akselerasi pengembangan dan penggunaan metode yang lebih baik untuk implementasi rekomendasi Stop TB yang baru berdasarkan strategi DOTS dengan standar pelayanan mengacu pada International Standard for TB Care (ISTC) (KemenKes RI, 2011).

Daerah di mana banyak kasus TB yang berhasil disembuhkan dan tersedia sumber daya yang cukup, penelusuran kontak penting untuk dilakukan. Penelusuran kontak merupakan suatu cara yang dikembangkan dengan baik untuk mengontrol suatu penyakit yang bertujuan menemukan kasus-kasus dengan mengikuti rantai infeksi penyakit tersebut (Eames, 2006).

Kegiatan ini dapat mengidentifikasi dan mengobati kasus TB baru awal dan mencegah tambahan kasus dengan menawarkan terapi pencegahan kepada orang-orang yang mungkin telah baru terinfeksi (Viney et al., 2011). WHO,

International Union Against Tuberculosis and Lung Disease (IUATLD) dan

International Standards for Tuberculosis Care (ISTC) merekomendasikan sebagai minimum: skrining rumah tangga dan kontak dekat kasus BTA TB paru positif untuk mendeteksi kasus TB baru, dan untuk anak di bawah usia lima tahun dan semua orang dengan HIV tanpa gejala sugestif TB diberikan Terapi Pencegahan Isoniazid (TPI) (Viney et al, 2011).

Untuk mengatasi ini maka kasus TB harus segera dideteksi secara dini terutama terhadap kontak anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah, dengan demikian diharapkan diagnosa dan pengobatannya dapat segera dilaksanakan sehingga rantai penularan dapat dihentikan. Peneliti melihat


(22)

pentingnya deteksi awal terhadap anggota keluarga yang tinggal satu rumah dengan penderita TB paru BTA positif yang berpotensi terinfeksi TB.

1.2. Rumusan Masalah

Berapa besar jumlah penularan TB dalam satu keluarga dengan melakukan penelusuran kontak di Kecamatan Medan Tembung

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui penularan TB pada satu keluarga melalui penelusuran kontak

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui angka kejadian TB di Kecamatan Medan Tembung 2. Untuk mengetahui jumlah suspek TB yang tertular dalam satu keluarga 3. Untuk mengetahui sumber penularan TB di keluarga

1.4. Manfaat Penelitian

a) Bagi pemerintah: Membantu mengevaluasi apakah program penelusuran kontakdapat berjalan dengan efektif

b) Bagi petugas kesehatan: Menjadi bahan penyuluhan kepada masyarakat umum, terutama masyarakat yang memiliki risiko tinggi terkena infeksi TB c) Bagi masyarakat: Membantu mengurangi angka kejadian dan penularan TB

di masyarakat


(23)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tuberkulosis

2.1.1. Sejarah Tuberkulosis

Tuberkulosis adalah penyakit yang diderita manusia sama tuanya dengan sejarah manusia. Penemuan lesi pada tulang-tulang belakang mummi yang sesuai dengan TB ditemukan di Heidelberg, diduga berasal dari tahun 5000 SM. Demikian juga halnya di Italia diduga berasal dari tahun 4000 SM. Keadaan ini juga dijumpai di Denmark dan lembah Jordan. Di Mesir juga ditemukan lukisan-lukisan pada dinding berupa bentuk kelainan tulang belakang yang sesuai dengan penemuan TB spinal pada mummi. Di Indonesia catatan paling tua dari penyakit ini adalah seperti didapatkan pada salah satu relief di candi Borobudur yang tampaknya menggambarkan kasus tuberkulosis (Putra, 2010).

Hipokrates juga mendeskripsikan tentang penyakit ini dan menyebutnya Pthisis. Akhirnya pada tahun 1882 Robert Koch menemukan basil tuberkulosis sebagai penyebabnya dan hasil penemuannya dipresentasikan pada tanggal 24 Maret 1882 di Berlin. Hal ini di peringati sebagai hari TB sedunia (TB Day) (Putra, 2010).

2.1.2. Definisi Tuberkulosis

Tuberkulosis merupakan salah satu penyakit yang banyak menginfeksi manusia yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini banyak menginfeksi paru dan jika di obati dengan baik penyakit ini dapat sembuh. Transmisi penyakit biasanya melalaui saluran nafas yaitu melalui droplet yang dihasilkan oleh pasien yang terinfeksi TB (Mario dan Richard, 2011).


(24)

2.1.3. Etiologi dan Faktor Risiko TB paru

Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh infeksi kuman (basil) Mycobacterium tuberculosis. Organisme ini termasuk ordo Actinomycetalis, familia Mycobacteriaceae dan genus

Mycobacterium. Genus Mycobacterium memiliki beberapa spesies

diantaranya Mycobacterium tuberculosis yang menyebabkan infeksi pada manusia. Basil tuberkulosis berbentuk batang ramping lurus, tapi kadang-kadang agak melengkung, dengan ukuran panjang 2μm-4μm dan lebar 0,2μm–0,5μm. Organisme ini tidak bergerak, tidak membentuk spora, dan tidak berkapsul, bila diwarnai akan terlihat berbentuk manik-manik atau granular. Sebagian besar basil tuberkulosis menyerang paru, tetapi dapat juga menyerang organ tubuh lain. Mycobacterium tuberculosis merupakan mikobakteria tahan asam dan merupakan mikobakteria aerob obligat dan mendapat energi dari oksidasi berbagai senyawa karbon sederhana. Dibutuhkan waktu 18 jam untuk mengganda dan pertumbuhan pada media kultur biasa dapat dilihat dalam waktu 6-8 minggu (Putra, 2010). Suhu optimal untuk tumbuh pada 37ºC dan pH 6,4 – 7,0. Jika dipanaskan pada suhu 60ºC akan mati dalam waktu 15-20 menit. Kuman ini sangat rentan terhadap sinar matahari dan radiasi sinar ultraviolet. Sel nya terdiri dari rantai panjang glikolipid dan phospoglican yang kaya akan mikolat (Mycosida) yang melindungi sel mikobakteria dari lisosom serta menahan pewarna fuschin setelah disiram dengan asam (basil tahan asam) (Herchline, 2013).

Faktor- faktor yang meningkatkan risiko terinfeksi TB adalah (Hiswani, 2002):

1. Faktor Sosial Ekonomi

Disini sangat erat dengan keadaan rumah, kepadatan hunian, lingkungan perumahan, lingkungan dan sanitasi tempat bekerja yang buruk dapat memudahkan penularan TB. Pendapatan keluarga sangat erat juga dengan penularan TB, karena pendapatan yang kecil


(25)

membuat orang tidak dapat hidup layak dengan memenuhi syarat-syarat kesehatan.

2. Status Gizi

Keadaan malnutrisi atau kekurangan kalori, protein, vitamin, zat besi dan lain-lain, akan mempengaruhi daya tahan tubuh seseorang sehingga rentan terhadap penyakit termasuk TB paru. Keadaan ini merupakan faktor penting yang berpengaruh di negara miskin, baik pada orang dewasa maupun anak-anak. Infeksi Non-TB seperti: campak, cacar air dan batuk rejan dikatakan juga menjadi salah satu faktor yang meningkatkan risiko terinfeksi TB (Batra, 2012).

3. Umur

Penyakit TB paru paling sering ditemukan pada usia muda atau usia produktif (15 – 50) tahun. Dewasa ini dengan terjadinya transisi demografi menyebabkan usia harapan hidup lansia menjadi lebih tinggi. Pada usia lanjut lebih dari 55 tahun sistem imunologis seseorang menurun, sehingga sangat rentan terhadap berbagai penyakit, termasuk penyakit TB-Paru.

4. Jenis Kelamin

Penyakit TB paru cenderung lebih tinggi pada jenis kelamin laki-laki dibandingkan perempuan. Menurut WHO, sedikitnya dalam periode setahun ada sekitar 1 juta perempuan yang meninggal akibat TB paru, dapat disimpulkan bahwa pada kaum perempuan lebih banyak terjadi kematian yang disebabkan oleh TB paru dibandingkan dengan akibat proses kehamilan dan persalinan. Pada jenis kelamin laki-laki penyakit ini lebih tinggi karena merokok tembakau dan minum alkohol sehingga dapat menurunkan sistem pertahanan tubuh, sehingga lebih mudah terpapar dengan agen penyebab TB paru.


(26)

2.1.4. Patogenesis TB paru

Infeksi TB berasal dari udara yaitu melalui inhalasi droplet saluran nafas yang mengandung kuman – kuman basil tuberkel yang berasal dari orang yang terinfeksi. Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya diinhalasi sebagai suatu unit yang terdiri dari satu sampai tiga basil. Setelah berada dalam ruang alveolus, biasanya dibagian bawah lobus atas paru atau dibagian atas lobus bawah, basil tuberkel mengakibatkan reaksi radang. Leukosit polimorfonuklear memfagosit bakteri tersebut namun tidak membunuhnya. Sesudah hari pertama, leukosit akan diganti oleh makrofag. Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi. Bakteri terus difagosit dan berkembang di didalam sel (Price and Standridge, 2006).

Kuman yang bersarang di jaringan paru akan berbentuk sarang tuberkulosis pneumoni kecil dan disebut sarang primer atau focus ghon. Dari sarang primer akan timbul peradangan saluran getah bening menuju hilus dan juga diikuti pembesaran kelenjar getah bening hilus. Semua proses ini memakan waktu 3-8 minggu. Kompleks primer ini selanjutnya dapat menjadi: (Amin dan Bahar 2007)

a. Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat

b. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis-garis fibrotik, klasifikasi di hilus, dan dapat terjadi reaktivasi lagi karena kumannya dorman

c. Berkomplikasi dan menyebar.

Kuman yang dorman akan muncul bertahun-tahun kemudian sebagai infeksi endogen menjadi tuberkulosis dewasa. TB sekunder ini dimulai dengan sarang dini yang berlokasi di bagian atas paru. Sarang dini ini mula-mula juga berbentuk tuberkel yakni suatu granuloma yang dikelilingi oleh sel-sel limfosit dan berbagai jaringan ikat. Sarang dini yang meluas sebagai granuloma berkembang menghancurkan jaringat ikat


(27)

sekitar dan bagian tengahnya mengalami nekrosis menjadi lembek membentuk keju. Bila jaringan keju dibatukkan akan menimbulkan kavitas (Amin dan Bahar, 2007).

2.1.5. Klasifikasi TB Paru

Berdasarkan hasil pemeriksaan sputum TB paru di kategorikan menjadi: (Amin dan Bahar, 2007)

1. TB paru BTA positif

a. Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan BTA positif

b. Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan kelainan radiologi menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif c. Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif

dan biakkan positif 2. TB Paru BTA Negatif

a. Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran klinis dan kelainan radiologi menunjukkan tuberkulosis aktif

b. Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan biakan menunjukkan tuberkulosis positif

2.1.6. Gejala Klinis TB paru

Gejala klinis TB dapat dibagi menjadi 2 golongan yaitu gejala lokal dan gejala sistemik. Bila organ yang terkena adalah paru maka gejala lokal berupa gejala respiratorik (PDPI, 2011).

1. Gejala respiratorik

Gejala respiratorik sangat bervariasi dari mulai tidak bergejala sampai gejala yang cukup berat bergantung dari luas lesi. Gejala respiratorik terdiri dari: (PDPI, 2011)

a. Batuk > 2 minggu b. Batuk darah


(28)

c. Sesak nafas d. Nyeri dada. 2. Gejala sistemik

Gejala sistemik yang dapat timbul berupa: a. Demam

b. Keringat malam c. Anoreksia

d. Berat badan menurun. 2.1.7. Diagnosis TB paru

Penemuan penderita TB dilakukan secara pasif artinya penjaringan tersangka penderita dilaksanakan pada mereka yang datang berkunjung ke unit pelayanan kesehatan. Penemuan secara pasif tersebut didukung dengan penyuluhan secara aktif baik oleh petugas kesehatan maupun masyarakat untuk meningkatkan cakupan penemuan tersangka penderita cara ini biasa dikenal dengan sebutan passive promotive case finding (penemuan penderita secara pasif dengan promosi yang aktif). (DepKes RI, 2002)

Selain itu semua yang memiliki kontak dengan penderita TB paru BTA positif dengan gejala sama harus diperiksa dahaknya. Seorang petugas kesehatan diharapkan menemukan tersangka penderita sedini mungkin, mengingat tuberkulosis adalah penyakit menular yang dapat mengakibatkan kematian. Semua tersangka penderita harus diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari berturut-turut yaitu sewaktu pagi sewaktu (SPS) (DepKes RI, 2002).

Diagnosis TB dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan bakteriologis, radiologis dan pemeriksaan penunjang lainnya. Pada pemeriksaan fisik kelainan pada umumnya terletak di apeks paru pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan suara nafas bronchial, dapat di jumpai suara amforik jika didapati kavitas (PDPI,


(29)

2011). Pada TB paru lanjut dengan fibrosis yang luas dapat dijumpai atrofi dan retraksi otot-otot interkostal paru-paru yang terinfeksi menjadi lebih menciut dan menarik mediastinum (Amin dan Bahar, 2007).

Pada pemrikasaan foto toraks gambaran TB yang mencurigai TB aktif adalah: (PDPI, 2011)

1. Bayangan berawan atau nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas paru dan segmen superior lobus bawah

2. Kavitas, terutama lebih dari satu dan dikelilingi bayangan opak berawan atau nodular

3. Bayangan bercak miliar 4. Efusi pleura.

Ada beberapa cara pemeriksaan untuk menegakkan diagnosis TB yaitu dengan cara konvensional dan tidak konvensional. Cara konvensional terdiri dari pemeriksaan mikroskopik, biakan kuman, uji kepekaan terhadap obat, dan identifikasi keberadaan kuman isolat serta pemeriksaan histopatologis (Kusuma, 2007).

Pemeriksaan sputum merupakan hal yang penting karena dengan ditemukannya kuman BTA, diagnosis TB sudah bisa ditegakkan. Dikatakan BTA + jika ditemukan dua atau lebih dahak BTA + atau 1 BTA + disertai dengan hasil radiologi yang menunjukkan TB aktif (PDPI, 2011).

Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari, yaitu sewaktu pagi sewaktu (SPS). Diagnosis TB paru pada orang dewasa ditegakkan dengan ditemukannya kuman TB (BTA). Pada program TB nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakkan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya. Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto toraks saja. Foto toraks tidak selalu


(30)

me ove me dia

G

emberikan g erdiagnosis enunjukkan agnostik unt

Gambar 2.1

gambaran y s. Gambar aktifitas p tuk suspek T

1. Alur Diag (D

yang khas p ran kelain

enyakit. Un TB paru (D

gnosis Tub DepKes RI

pada TB pa nan radiol

ntuk lebih j DepKes RI, 2

erkulosis P I, 2007) aru, sehingg logik paru jelasnya lih 2007).

Paru pada O

ga sering te u tidak s hat alur pro

Orang Dew erjadi selalu osedur


(31)

Berdasarkan American Academy of Pediatrics (AAP), tes kulit diindikasikan untuk segera dilakukan pada anak-anak berikut:

1. Anak yang sudah berkontak dengan orang yang disangka menderita TB atau penderita TB aktif

2. Imigran yang berasal dari daerah endemik TB (seperti Asia, Timur Tengah, Afrika, Amerika Latin)

3. Anak yang hasil pemeriksaan radiografi dan gejala klinis yang mengarah kepada TB.

Tes kulit tuberkulin tahunan diindikasikan pada anak yang terinfeksi dengan HIV atau anak yang tinggal satu rumah dengan penderita HIV. Tes secara berkala 2 sampai 3 tahun diindikasikan pada anak yang terpapar dengan individu yang berisiko tinggi, termasuk tunawisma, orang yang terinfeksi HIV, penggunaan obat-obatan, dan orang yang tinggal di panti.

Tes yang dilakukan pada anak yang berusia 4-6 tahun dan 11-16 tahun diindikasikan pada anak yang:

1. Anak tanpa faktor risiko namun tinggal pada daerah dengan prevalensi TB yang tinggi

2. Anak yang orangtuanya beremigrasi dari wilayah dunia dengan prevalensi TB yang tinggi atau anak yang mengalami paparan potensial secara terus menerus dengan melakukan perjalanan ke daerah endemik.

Tes kulit tuberkulin dilakukan dengan melakukan injeksi tuberkulin yang berasal dari purified protein derivative (PPD) dengan dosis 0,1 ml secara intrakutan kemudian dipantau indurasi lokal yang muncul (bukan kemerahan) dengan palpasi, diameter transversal dan dicatat dalam millimeter setelah 48-72 jam setelah injeksi. Interpretasi hasil pemeriksaan ini dapat dilihat pada tabel 2.2.


(32)

Tabel 2.1. Interpretasi Ukuran Diameter Reaksi Uji Tuberkulin (Kenyorini, 2006)

INDURASI KETERANGAN Indurasi ≥ 5 mm  Close Contact dengan individu

yang diketahui suspek TB dalam 2 tahun terakhir

 Suspek TB aktif dengan bukti dari klinis dan radiologis.

 Terinfeksi HIV.

 Individu dengan perubahan radiologis berupa fibrotik, tanda TB.

Close contact dengan individu

yang diketahui/suspek TB dalam waktu 2 tahun.

 Suspek TB aktif dengan bukti dari klinis dan radiologis.

 Individu dengan perubahan radiologis berupa fibrotik, tanda TB

 Individu yang transplantasi organ dan imuncompromised

Indurasi ³ 10 mm  Datang dari daerah dengan

prevalensi tinggi TB


(33)

tetapi pengguna napza.

 Konversi uji tuberkulin menjadi 10 mm dalam 2 tahun

 Individu dengan kondisi klinis yang merupakan resiko tinggi TB :

 DM

 Malabsorbsi

 CRF

 Tumor di leher dan kepala  Leukemia, lymphoma  Penurunan BB > 10%  Silikosis

Indurasi ³15 mm  Bukan risiko tinggi tertular TB  Konversi uji tuberkulin menjadi

> 15 mm  setelah 2 tahun

Penegakkan diagnosis TB pada anak dapat menggunakan sistem skoring seperti terlihat pada tabel 2.1. Berdasarkan tabel tersebut dapat kita tentukan skor seorang anak, dengan keterangan, jika skornya ≥ 6 maka dikatakan positif menderita TB.


(34)

Tabel 2.2 2.1 a. b. c. d. e. fas (O dan ku

2. Skoring U

1.8. Pengo Pengo Menyemb produktivi Mencegah Mencegah Menguran Mencegah Pengo se lanjutan OAT) lini pe n Streptom uinolon, sikl

Pandu

Untuk Men In

obatan TB P batan TB b buhkan pas itas h kematian h kekambuh ngi penulara h terjadinya

batan TB t dan lama ertama terd micin. OAT oserin, setin uan pengoba negakkan D ndonesiana Paru ertujuan un sien dan han an resistensi o terbagi men pengobatan diri dari; IN T lini kedua

namid (PDP atan TB yait

Diagnosis T a, 2012)

ntuk: (PDPI, mengembal

obat

njadi dua f n 6-8 bulan NH, rifampic

a; kanamis PI, 2011).

tu: (Amin d

TB pada An

, 2011) likan kuali

fase yaitu f n. Obat An cin, Pirazin

in, kapreom

dan Bahar, 2

nak (Pediat itas hidup fase intensi nti Tuberku namid, etam misin, amik 2007) trica dan f dan ulosis mbutol kasin,


(35)

1. Kategori I yaitu TB paru BTA +, TB paru BTA - dengan lesi luas dan TB ekstra paru yang berat dapat diberikan 2RHZE/4RH atau 2RHZE/6HE

2. Kategori II yaitu kasus gagal, kambuh, dan putus berobat dapat diberikan 2RHZES/1RHZ/5RHE

3. Kategori III TB paru BTA- lesi minimal atau TB ekstra paru lesi minimal dapat diberikan; 2RHZ/4RH

4. Kategori IV TB kronis sesuai uji resistensi + OAT lini 2 atau INH seumur hidup

2.1.9. Pencegahan TB Paru

Tindakan pencegahan dapat dikerjakan oleh penderita, masyarakat dan petugas kesehatan (Hiswani, 2002).

A. Pengawasan Penderita, Kontak dan Lingkungan.

1. Oleh penderita, dapat dilakukan dengan menutup mulut sewaktu batuk dan membuang dahak tidak disembarangan tempat

2. Oleh masyarakat dapat dilakukan dengan meningkatkan daya tahan tubuh terhadap bayi harus diberikan vaksinasi BCG

3. Oleh petugas kesehatan dengan memberikan penyuluhan tentang penyakit TB yang antara lain meliputi gejala bahaya dan akibat yang ditimbulkannya

4. Isolasi, pemeriksaan kepada orang-orang yang terinfeksi, pengobatan khusus TB paru. Pengobatan mondok dirumah sakit hanya bagi penderita yang kategori berat yang memerlukan pengembangan program pengobatannya yang karena alasan-alasan sosial ekonomi dan medis untuk tidak dikehendaki pengobatan jalan

5. Desinfeksi, cuci tangan dan tata rumah tangga kebersihan yang ketat, perlu perhatian khusus terhadap muntahan dan ludah (piring, tempat


(36)

tidur dan pakaian), ventilasi rumah dan sinar matahari yang cukup. Tindakan pencegahan bagi orang-orang sangat dekat (keluarga, perawat, dokter, petugas kesehatan lain) dan lainnya yang terindikasi dengan vaksin BCG dan tindak lanjut bagi yang positif tertular

6. Penyelidikan orang-orang kontak. Uji kulit tuberkulin bagi seluruh anggota keluarga dengan foto rontgen yang bereaksi positif, apabila cara-cara ini negatif, perlu diulang pemeriksaan tiap bulan selama 3 bulan, perlu penyelidikan intensif

7. Pengobatan khusus. Penderita dengan TB paru aktif perlu pengobatan yang tepat. Obat-obat kombinasi yang telah ditetapkan oleh dokter diminum dengan tekun dan teratur, waktu yang lama ( 6 atau 12 bulan). Diwaspadai adanya kebal terhadap obat-obat, dengan pemeriksaan penyelidikan oleh dokter.

8.

B. Tindakan Pencegahan.

1. Status sosial ekonomi rendah yang merupakan salah satu faktor terinfeksi TB, seperti kepadatan hunian, dengan meningkatkan pendidikan kesehatan

2. Tersedia sarana-sarana kedokteran, pemeriksaan penderita, kontak, sering dilaporkan, pemeriksaan dan pengobatan dini bagi penderita, kontak, suspek,dan perawatan

3. Pengobatan preventif, diartikan sebagai tindakan keperawatan terhadap penyakit inaktif dengan pemberian pengobatan INH sebagai pencegahan

4. BCG, vaksinasi, diberikan pertama-tama kepada bayi dengan perlindungan bagi ibunya dan keluarganya. Diulang 5 tahun kemudian pada 12 tahun ditingkat tersebut berupa tempat pencegahan

5. Memberantas penyakit TB pada pemerah air susu dan tukang potong sapi, dan pasteurisasi air susu sapi


(37)

6. Tindakan mencegah bahaya penyakit paru kronis karena menghirup udara yang tercemar debu para pekerja tambang, pekerja semen dan sebagainya

7. Pemeriksaan bakteriologis dahak pada orang dengan gejala TB paru 8. Pemeriksaan screening dengan uji kulit tuberkulin pada kelompok

berisiko tinggi, seperti para emigran, orang-orang yang melakukan kontak dengan penderita, petugas dirumah sakit, petugas/guru disekolah, petugas foto rontgen

9. Pemeriksaan foto rontgen pada orang-orang yang positif dari hasil pemeriksaan uji kulit tuberkulin.

2.1.10. Pengendalian, Pengobatan dan penyuluhan yang dilaksanakan pada penderita Tuberkulosis

A. Pengendalian Penderita Tuberkulosis

1. Petugas dari puskesmas harus mengetahui alamat rumah dan tempat kerja penderita

2. Petugas turut mengawasi pelaksanaan pengobatan agar penderita tetap teratur menjalankan pengobatan dengan jalan mengingatkan penderita yang lupa. Disamping itu agar menunjuk seorang pengawas pengobatan dikalangan keluarga.

3. Petugas harus mengadakan kunjungan berkala kerumah-rumah penderita dan menunjukkan perhatian atas kemajuan pengobatan serta mengamati kemungkinan terjadinya gejala sampingan akibat pemberian obat.

B. Pengobatan Penderita Tuberkulosis

1. Penderita yang dalam dahaknya mengandung kuman dianjurkan untuk menjalani pengobatan di puskesmas


(38)

2. Petugas dapat memberikan pengobatan jangka pendek di rumah bagi penderita secara darurat atau karena jarak tempat tinggal penderita dengan puskesmas cukup jauh untuk bisa berobat secara teratur

3. Melaporkan adanya gejala sampingan yang terjadi, bila perlu penderita dibawa ke puskesmas

C. Penyuluhan Penderita Tuberkulosis

1. Petugas baik dalam masa persiapan maupun dalam waktu berikutnya secara berkala memberikan penyuluhan kepada masyarakat luas melalui tatap muka, ceramah dan media massa yang tersedia diwilayahnya, tentang cara pencegahan TB paru

2. Memberikan penyuluhan kepada penderita dan keluarganya pada waktu kunjungan rumah dan memberi saran untuk terciptanya rumah sehat, sebagai upaya mengurangi penyebaran penyakit

3. Memberikan penyuluhan perorangan secara khusus kepada penderita agar penderita mau berobat rajin teratur untuk mencegah penyebaran penyakit kepada orang lain

4. Menganjurkan perubahan sikap hidup masyarakat dan perbaikan lingkungan demi tercapainya masyarakat yang sehat

5. Menganjurkan masyarakat untuk melapor apabila diantara warganya ada yang mempunyai gejala-gejala penyakit TB paru

6. Berusaha menghilangkan rasa malu pada penderita oleh karena penyakit TB paru bukan penyakit yang memalukan, dapat dicegah dan disembuhkan seperti halnya penyakit lain

7. Petugas harus mencatat dan melaporkan hasil kegiatannya kepada koordinatornya sesuai formulir pencatatan dan pelaporan kegiatan kader.


(39)

2.1.11. Komplikasi dan Prognosis TB

Terdapat berbagai macam komplikasi TB paru pada toraks, dimana komplikasi dapat terjadi di paru-paru, saluran nafas, pembuluh darah, mediastinum, pleura ataupun dinding dada. Komplikasi ini akan menimbulkan sindroma gawat nafas akut yang dapat dinilai dari radiologis berupa gambaran ground glass opacity atau konsolidasi paru. (Jeoung and Lee, 2008)

Komplikasi TB ini dapat terjadi baik pada pasien yang diobati ataupun tidak. Secara garis besar, komplikasi TB dikategorikan menjadi: (Kim, et al. 2001)

1. Lesi Parenkim

‐ Tuberkuloma dan Kavitas ‐ Sikatriks

‐ Kerusakan paru tahap akhir ‐ Aspergiloma

‐ Bronkogenik karsinoma 2. Lesi saluran nafas

‐ Bronkiektasis

‐ Stenosis trakeobronkial ‐ Bronkolitiasis

3. Lesi vaskular

‐ Trombosis dan arteritis arteri pulmonal ‐ Dilatasi arteri bronkhial

‐ Aneurisma rassmussen 4. Lesi mediastinum

‐ Klasifikasi limfe node

‐ Oesofagomediastinal atau esofagobronchial fistula ‐ Pericarditis constrictive


(40)

5. Lesi Pleura ‐ Fibrothorax

‐ Fistula bronkopleura ‐ Pneumothorax 6. Lesi dinding dada

‐ TB kosta ‐ Spondylitis TB ‐ Keganasan

Prognosis dapat menjadi buruk bila dijumpai keterlibatan ekstraparu, keadaan imunodefisiensi, usia tua, dan riwayat pengobatan TB sebelumnya. Pada suatu penelitian TB di Malawi, 12 dari 199 orang meninggal, dimana faktor risiko terjadinya kematian diduga akibat BMI yang rendah, kurangnya respon terhadap terapi dan keterlambatan diagnosa. (Herchline, 2013)

Kesembuhan sempurna biasanya dijumpai pada kasus non-MDR dan non-XDR TB, ketika regimen pengobatan selesai. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa terapi dengan sistem DOTS memiliki tingkat kekambuhan 0-14 %. Pada negara dengan prevalensi rendah TB, kekambuhan biasanya timbul 12 bulan setelah pengobatan selesai dan biasanya diakibatkan oleh relaps. Hal ini berbeda pada negara dengan prevalensi TB yang tinggi, dimana kekambuhan diakibatkan oleh reinfeksi. (Herchline, 2013)

2.2. Penelusuran Kontak pada TB 2.2.1. Penelusuran Kontak

Penelusuran kontak merupakan komponen penting dari penanggulangan TB dan bergantung pada pemberitahuan cepat dari penyakit. Keputusan tentang sejauh mana penelusuran kontak adalah untuk menjadi panduan oleh klinis dan indikasi epidemiologis. (Christensen, 2008)


(41)

Penelusuran kontak adalah suatu cara yang dikembangkan dengan baik untuk mengontrol suatu penyakit yang bertujuan menemukan kasus-kasus dengan mengikuti rantai infeksi penyakit tersebut (Eames, 2006). Untuk kasus infeksi menular seksual yang dikatakan kontak yang relevan adalah dengan siapa pasien melakukan hubungan seksual selama masa infeksius dan bayi yang berasal dari ibu yang terinfeksi. Untuk infeksi yang menular melalui darah, seperti Human Immunodeficiency Virus (HIV), hepatitis B dan C, penggunaan jarum suntik bersama, penerima transfusi darah, dan yang tidak sengaja terpapar dengan darah yang terinfeksi juga seharusnya dipantau (Australian Contact Tracing, 2010).

Penelusuran kontak merupakan salah satu cara untuk memutuskan rantai penularan TB.

2.2.2. Tujuan dan Manfaat

Tujuan dan Manfaat dilakukan penelusuran kontak adalah (Christensen, 2013):

a) Mengidentifikasi orang lainnya yang mungkin terinfeksi yang sudah mengalami kontak dengan seorang yang penderita TB

b) Memberikan pengarahan bagi orang yang menderita TB laten dan menawarkan mereka penggobatan TB laten

c) Mengidentifikasi lebih banyak kasus TB yang terdapat di antara orang- orang yang berkontak dengan penderita TB.

2.2.3. Waktu dan Luasnya Investigasi dari Penelusuran Kontak

Perkiraan risiko penularan hendaknya dapat menjadi panduan dalam menentukan prioritas dan kecepatan dari penyelidikkan penelusuran kontak. Individu memiliki hak untuk diberitahu tentang risiko besar bagi kesehatan mereka dan merekomendasikan tindakan untuk mengelola risiko tersebut. Namun, menasihati orang yang berpotensi terpapar TB dapat menyebabkan terjadinya kecemasan individual, organisasional dan komunitas. Oleh karena itu, perlu


(42)

dilakukan penilaian risiko yang komprehensif dengan waktu yang tepat pada sumber kasus dan pengembangan strategi skrining kontak. Di mana setelah seseorang ditentukan memerlukan skrining, petugas pelayanan TB harus memberi tahu orang yang berpotensi terpapar, risikonya, dan merekomendasikan skrining tanpa penundaan

2.2.4. Metode Penelusuran Kontak

Langkah- langkah yang perlu dilakukan bagi petugas yang akan melakukan penelusuran kontak adalah (Christensen, 2013) :

1. Mengkategorikan kasus sesuai dengan derajat infeksiusnya

2. Mengumpulkan data orang- orang yang mengalami kontak dan membaginya sesuai dengan risiko paparannya terhadap TB, yaitu tingkat paparan tinggi, sedang, dan rendah

3. Menilai orang- orang yang mengalami kontak dan dicurigai serta menetapkan apakah terdapat infeksi TB pada paru dan laring

4. Jika ada bukti terjadinya penularan pada orang yang berkontak dengan risiko tinggi, lakukanlah penilaian dan skrining terhadap orang- orang yang mengalami kontak dengan risiko sedang.

Dalam kebanyakan kasus skrining kontak yang berkaitan dengan kasus BTA positif akan dimulai sebelum diagnosis TB dikonfirmasi. Penyelidikan kontak TB dapat ditunda sambil menunggu hasil kultur, jika Nucleic Acid Amplification (NAA) yaitu hasil test asam nukleat untuk TB adalah negatif dan kemungkinan klinis TB pada kasus indeks dinilai sebagai TB rendah.

2.2.5. Kategori Kasus Berdasarkan Infeksinya

Tingkat penularan kasus, yang ditentukan dari klinis, radiologis, temuan tes asam nukleat, dan bakteriologis dapat dikategorikan sebagai berikut:


(43)

a. Penularan Tinggi

BTA positif, atau keterlibatan laring, foto sinar X dada menunjukkan kavitasi, bukti penularan ke kontak lain

b. Penularan Sedang

BTA negatif, tapi pembiakan sputum positif atau tes asam nukleat positif, penyakit pleura (tanpa keterlibatan paru) atau pewarnaan bilasan bronkial positif

c. Penularan Rendah

BTA negatif dan kultur negatif 2.2.6. Menentukan Periode Menular

Menentukan periode menular penting untuk menentukan kelompok prioritas untuk dilakukan penelusuran kontak. Secara umum, periode menular dianggap 3 bulan sebelum diagnosis TB ditegakkan, kecuali tanggal munculnya gejala diketahui dengan pasti dan jelas. Dalam beberapa keadaan, waktu untuk memulai penelusuran kontak harus dilakukan lebih awal (seperti pada kasus di mana penyakitnya simptomatik dan berlarut-larut atau kasus di mana terbentuk kavitas besar yang menunjukkan penyakit yang sudah berlarut-larut dan infeksius)

Pasien dapat dipertimbangkan tidak lagi infeksius untuk dilakukan penelusuran kontak jika:

a. pengobatan yang efektif telah diberikan dua minggu atau lebih (yang dikonfirmasi dengan tes kerentanan terhadap obat anti tuberkulosis) b. gejala telah berkurang

c. ada bukti dari respon mycobacteriologic (yaitu penurunan jumlah BTA positif yang terdeteksi pada pewarnaan sputum).

Keberadaan organisme yang resisten terhadap obat-obatan dapat memperpanjang masa infeksiusnya. Setiap pasien dengan tanda infeksius yang memanjang (terlepas dari hasil kepekaan biakan), harus dinilai ulang untuk mencari kontak yang belum teridentifikasi. Kriteria yang


(44)

lebih ketat untuk menentukan akhir periode menular harus diterapkan untuk pasien yang tinggal bersama di suatu tempat yang ramai (seperti di panti, tempat penampungan tunawisma, dan lembaga permasyarakatan). Orang-orang ini harus memiliki hasil BTA negatif tiga kali berturut-turut pada sputum yang diambil dalam rentang waktu 8-24 jam. Setidaknya satu dari spesimen ini harus diambil pada pagi hari.

2.2.7. Menetapkan Prioritas dalam Skrining

Kontak harus dikategorikan ke dalam kelompok risiko berikut: 1. Kelompok risiko tinggi :

a. Kontak sering, lama dan dekat dalam lingkungan tertutup selama masa penularan

Yang termasuk kelompok ini adalah:

1) Semua orang yang tinggal di rumah atau tempat tinggal yang sama

2) Kerabat dekat dan teman-teman, dan

3) Rekan kerja dekat yang berbagi wilayah kerja kecil dalam ruangan yang sama pada setiap hari.

2. Kelompok risiko menengah

a. Kontak yang sering tetapi kurang intens dengan kasus indeks b. Kelompok ini mungkin termasuk: kerabat dekat lainnya,

teman-teman, kelas teman sekolah, rekan kerja dan tetangga yang tidak termasuk dalam kelompok risiko tinggi.

Mendapatkan rincian kontak risiko menengah tidak diperlukan pada awalnya, dan hanya perlu dikejar jika ada bukti penularan pada kelompok berisiko tinggi


(45)

3. Kelompok risiko rendah

Kelompok ini mencakup kontak lain di sekolah atau di tempat kerja atau sosial lingkungan tidak termasuk dalam kelompok risiko tinggi atau menengah.

Mendapatkan rincian kontak risiko rendah tidak diperlukan pada awalnya, hanya perlu menjadi dilakukan jika ada bukti penularan pada risiko tinggi dan risiko menengah kelompok. Pengelompokan ini sulit dilakukan karena sering terjadi tumpang-tindih dalam prosesnya. Kegiatan skrining perlu dievaluasi dan dikembangkan secara individual. Setelah penelusuran kontak telah dilakukan pada setiap kelompok risiko, evaluasi hasil harus dilakukan untuk menentukan apakah transmisi sudah terjadi.

2.2.8. Faktor-faktor Yang Perlu Dipertimbangkan Ketika Melakukan Penilaian Kontak TB dan Skrining

Risiko berkembangnya infeksi TB laten menjadi TB aktif meningkat pada:

a. Anak berusia kurang dari lima tahun, b. Orang yang terinfeksi HIV,

c. Orang yang mengkonsumsi sama dengan atau lebih besar dari 15mg prednison atau yang setara untuk lebih dari empat minggu,

d. Orang yang mendapat terapi imunosupresif lainnya seperti kemoterapi kanker dengan agen multipel, obat anti penolakan untuk transplantasi organ dan antagonis Tumor Necrosis Factor (anti-TNF α),

e. Orang dengan kondisi medis tertentu lainnya seperti kanker, silikosis, diabetes mellitus, dan gagal ginjal,

f. Orang yang telah menjalani gastrektomi atau operasi jejunoileal. Di mana kontak diketahui memiliki faktor risiko untuk perkembangan dari laten menjadi TB aktif (seperti yang dijelaskan di atas), mereka


(46)

harus ditawarkan skrining terlepas dari tingkat paparan kasus menular,

Volume udara, laju pembuangan dan sirkulasi dapat digunakan untuk memprediksi kemungkinan penularan pada ruang tertutup. Dilusi partikel TB infeksius dipengaruhi oleh volume udara, sirkulasi lokal dan ventilasi kamar. Kemungkinan terjadinya infeksi tergantung pada intensitas, frekuensi dan durasi terpapar.

2.2.9. Waktu dan Luasnya Skrining Kontak

a. Skrining orang yang terkena risiko tinggi terlebih dahulu

Kontak risiko tinggi pada kasus yang sangat menular harus diskrining dalam waktu tujuh hari setelah diagnosis. Kontak risiko tinggi pada kasus penularan menengah dan rendah harus diskrining dalam waktu dua minggu setelah diagnosis. Skrining kontak pada kontak berisiko tinggi kasus TB ekstra paru dapat dilakukan untuk mengidentifikasi sumber kasus. Pada kasus di mana infeksi TB dapat diperoleh di masa lalu, skrining kontak mungkin tidak diperlukan.

b. Skrining pada kontak yang memiliki risiko menengah dan rendah Skrining dilakukan pada kontak kelompok risiko menengah hanya jika ada bukti penularan, yaitu, jika diduga adanya konversi tes kulit tuberkulin, pada kelompok berisiko tinggi. Skrining dilakukan pada kelompok risiko rendah hanya jika ada bukti penularan pada kelompok risiko sedang.

Sebagai panduan, jika sepuluh atau lebih kontak berisiko tinggi telah diuji menggunakan tes kulit tuberkulin dan tidak terbukti mengalami infeksi TB, lebih lanjut biasanya tidak perlu. Jika kurang dari sepuluh kontak yang diuji, dan hasilnya negatif, pertimbangan yang cermat harus sebelum menghentikan penyelidikan kontak.


(47)

2.2.10. Prosedur Skrining

Prosedur skrining diuraikan di bawah ini. Pengelolaan kontak tergantung pada temuan pada kunjungan pertama dan berikutnya.

a. Penilaian pertama:

Pada kunjungan pertama kontak, riwayat klinis singkat harus diambil untuk:

1. Mengklarifikasi risiko paparan dan menentukan masa risiko paparan dengan penderita TB infeksius untuk menentukan waktu yang tepat menjalani skrining tes kulit tuberkulin

2. Catat riwayat pemberian vaksin Bacillus Calmette Guerin (BCG), riwayat infeksi TB laten sebelumnya, dan berat badan

3. Periksa tanda dan gejala tuberkulosis

Periksa juga kondisi medis yang dapat meningkatkan risiko progresi TB laten menjadi TB aktif

4. Periksa keadaan-keadaan yang dapat mengganggu hasil tes kulit tuberkulin

Pada kontak yang memiliki riwayat TB atau riwayat infeksi TB laten, tes kulit tuberkulin tidak berguna jika dilakukan untuk mengetahui infeksi yang baru terjadi dan pemeriksaan menggunakan sinar harus dilakukan untuk menemukan adanya bukti infeksi yang aktif. Semua kontak yang memiliki riwayat infeksi TB laten baik yang sudah terdokumentasi maupun yang belum terdokumentasi harus menjalani pemeriksaan uji tuberkulin yang dibaca setelah 48 sampai 72 jam kemudian. Jika hasilnya positif, maka lakukan pemeriksaan foto sinar X dan diperiksa ulang oleh dokter. Jika hasilnya negatif, maka diperiksa ulang 8 sampai 10 minggu setelah paparan terakhir terhadap kasus TB infeksius.

b. Tes kulit tuberkulin kedua

Tes kulit tuberkulin kedua harus dilakukan delapan sampai sepuluh minggu setelah paparan terakhir ke kasus menular TB. Hal ini tidak


(48)

diperlukan untuk kontak kasus ekstraparu atau jika tes kulit tuberkulin pertama dilakukan sepuluh minggu atau lebih setelah kontak terakhir dengan kasus infeksi.

Reaksi tes dibaca 48 sampai 72 jam kemudian. Jika positif, maka lakukan pemeriksaan sinar X dan dokter hendaknya melakukan pemeriksaan ulang. Jika hasilnya negatif, tidak perlu penelusuran yang lebih lanjut. Orang yang mengalami gangguan imun, atau sedang dalam pengobatan yang menekan sistem imunitas, harus menjalani pemeriksaan sinar X dan dinilai kembali oleh dokter.

2.2.11. Follow Up Kelompok Kontak Tertentu a. Orang yang tes kulit tuberkulin positif

Manajemen yang direkomendasikan pada orang yang teridentifikasi sebagai penderita dengan tes kulit tuberkulin positif, baik pengobatan infeksi laten TB atau pun pemeriksaan menggunakan sinar X dilakukan sesuai dengan kebijakan terapi preventif. Pada keadaan di mana tidak terdapat resistensi obat multipel, penatalaksanaan infeksi TB laten umumnya direkomendasikan jika orang tersebut diduga baru terinfeksi dan faktor risiko mengalami reaksi obat rendah.

Jika pengobat infeksi TB laten tidak diberikan, maka orang tersebut harus menjalani konseling untuk diberikan pemahaman mengenai risiko TB dan dianjurkan untuk mencari pertolongan medis jika muncul gejala dan tanda pada masa yang akan datang. Bagi mereka yang tidak mendapatkan pengobatan di mana tidak terdapat resistensi obat multipel, maka pemeriksaan menggunakan sinar X dibutuhkan saat itu dan setiap 6 bulan sampai 2 tahun.

b. Anak-anak

Seluruh kontak anak-anak yang berusia kurang dari 5 tahun harus dinilai secara medis dan menjalani tes kulit tuberkulin pada awalnya. Anak dengan risiko tinggi dan berumur di bawah 5 tahun dengan hasil


(49)

uji tuberkulin negatif harus dirujuk kepada dokter untuk mendapatkan pengobatan TB laten. Anak yang berusia 5 tahun ke atas dengan hasil uji tuberkulin negatif biasanya tidak membutuhkan pemeriksaan sinar X. Anak dengan hasil uji tuberkulin positif harus segera dirujuk ke dokter.

c. Wanita Hamil

Wanita hamil yang merupakan kontak TB aktif harus menjalani pemeriksaan tes kulit tuberkulin. Jika hasilnya positif, maka harus dirujuk untuk mendapatkan penatalaksanaan. Jika tidak terdapat tanda dan gejala, pemeriksaan menggunakan sinar X dan pengobatan TB laten dapat ditunda sampai setelah melahirkan dengan pengawasan yang ketat dan diberikan konseling. Jika wanita tersebut mengalami tanda dan gejala infeksi TB, maka wanita tersebut harus segera dirujuk ke ahli paru.


(50)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep

Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah :

Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian

3.2. Definisi Operasional

3.2.1. Penelusuran Kontak Bukan Suspek TB paru

Seseorang yang tinggal satu rumah dengan penderita TB paru tetapi tidak mempunyai tanda dan gejala TB paru.

3.2.2. Jumlah suspek TB paru

Banyaknya jumlah seseorang dengan gejala atau tanda-tanda TB paru, dengan gejala utama batuk berdahak 2 minggu atau lebih. Batuk dapat TB Paru

Penelusuran Kontak Bukan Suspek TB paru :

Penelusuran Kontak Suspek TB paru:

1. Jumlah suspek TB paru

2. Umur

3. Jenis Kelamin 4. Pendidikan 5. Hubungan dalam

keluarga 6. Pekerjaan

7. Status Gizi Dewasa 8. Status Gizi Anak 9. Status imunisasi BCG


(51)

diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah (haemoptysis), sesak nafas, nyeri dada, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan (PDPI, 2011). Sedangkan pada anak ditandai dengan gejala berat badan/ keadaan gizi dibawah garis merah pada KMS atau sangat kurus, demam selama 2 minggu tanpa sebab yang jelas, batuk selama 3 minggu, pembesaran kelenjar getah bening pada leher, ketiak, atau pada lipatan paha., pembengkakan pada tulang/ sendi panggul atau lutut (Kemenkes RI, 2011).

3.2.3. Umur

Lama waktu hidup atau ada (sejak dilahirkan atau diadakan) yang terbagi atas (Depkes RI, 2009) :

1. Balita (0-5 tahun)

2. Anak- anak (5-11 tahun) 3. Remaja Awal (12-16 tahun) 4. Remaja Akhir (17-25 tahun) 5. Dewasa Awal (26-35 tahun) 6. Dewasa Akhir (36-45 tahun) 7. Lansia Awal (46-55 tahun) 8. Lansia Akhir (56-65 tahun) 9. Manula (> 65 tahun)

3.2.4. Jenis Kelamin

Ciri khas (organ reproduksi) yang dimiliki penderita yang terdiri atas laki-laki dan perempuan

3.2.5. Pendidikan

Sekolah formal yang pernah diikuti oleh penderita yang terbagi atas tidak sekolah, SD, SMP, SLTA, Akademi/Sarjana


(52)

3.2.6. Hubungan dalam keluarga

Hubungan dalam keluarga pada penelitian ini dibedakan menjadi ayah kandung, ibu kandung, kakek kandung, nenek kandung, kakak kandung, abang kandung, suami, istri, anak kandung, menantu, cucu, keponakan, paman, bibi, kakak ipar, abang ipar, adik ipar, dan sepupu. 3.2.7. Pekerjaan

Kegiatan yang dilakukan oleh penderita TB dan keluarga untuk memenuhi kebutuhan keluarga yang terbagi atas tidak bekerja, wiraswasta, pegawai swasta, PNS, dan ibu rumah tangga.

3.2.8. Status Gizi Dewasa

Keadaan status gizi penderita TB paru yang dewasa dan keluarganya Tabel 3.1. Tabel Klasifikasi IMT Asia (WHO, 2004).

KLASIFIKASI IMT

Berat badan kurang < 18.5

Normal 18.5-22.9

Berat badan lebih ≥ 23

Pra-Obesitas 23 -24.9

Obesitas Tipe I 25-29.9

Obesitas Tipe II ≥ 30

3.2.9. Status Gizi Anak


(53)

Tabel 3.2. Tabel Status Gizi Berdasarkan Antropometri (BB/PB atau BB/TB) (Kemenkes RI, 2010)

Status Gizi Antopometri

Gizi Buruk < -3 SD atau 70%

Gizi Kurang ≥ -3 SD sampai < -2 SD atau 80%

Gizi Baik -2 SD sampai +2 SD

Gizi Lebih > +2 SD

3.2.10. Status Imunisasi

Status imunisasi adalah riwayat imunisasi BCG yang dilakukan penderita TB dan keluargnya

3.3. Variabel dan Alat Ukur VARIABE

L

ALAT UKUR CARA UKUR HASIL UKUR SKALA

UKUR Suspek TB Kuesioner Wawancara 1. Dijumpai gejala

utama dan atau disertai beberapa gejala tambahan 2. Tidak Dijumpai

gejala utama dan atau disertai beberapa gejala tambahan

Ordinal

Umur Kuesioner Wawancara 1. Balita

2. Anak- anak 3. Remaja Awal


(54)

4. Remaja Akhir 5. Dewasa Awal 6. Dewasa Akhir 7. Lansia Awal 8. Lansia Akhir 9. Manula

Jenis

Kelamin

Kuesioner Wawancara 1. Laki-laki 2.Perempuan

Nominal

Pendidikan Kuesioner Wawancara 1. Tidak sekolah 2. SD

3. SMP 4. SLTA

5. Akademi/Sarjana

Ordinal

Hubungan Keluarga

Kuesioner Wawancara 1. Ayah

2. Ibu 3. Kakek 4. Nenek 5. Kakak 6. Abang 7. Adik 8. Suami 9. Istri 10.Anak 11.Menantu 12.Cucu 13.Keponakan 14.Paman


(55)

15.Bibi 16.Abang Ipar 17.Kakak Ipar 18.Adik Ipar 19.Sepupu Pekerjaan Kuesioner Wawancara 1. Tidak bekerja

2. Wiraswasta 3. Pegawai swasta 4. PNS

5. Ibu Rumah

Tangga Interval Status Gizi Dewasa Mengukur berat badan dengan menggunakan timbangan dan tinggi badan menggunakan meteran Akan diukur berat badan dan tinggi badannya dengan

menggunakan

alat yang tersedia

1. Berat badan

kurang 2. Normal

3. Berat badan

lebih

4. Pra-Obesitas 5. Obesitas tipe I 6. Obesitas tipe II

Ordinal Status Gizi Anak-anak Mengukur berat badan dengan menggunakan timbangan dan tinggi badan menggunakan meteran Akan diukur berat badan dan tinggi badannya dengan menggunakan alat yang tersedia dan membandingkan dengan KMS (Kartu Menuju

1. Gizi Buruk 2. Gizi Kurang 3. Gizi Baik 4. Gizi Lebih


(56)

Sehat)

Status Imunisasi

Kuesioner Wawancara 1. Sudah pernah 2. Belum pernah


(57)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan suatu studi deskriptif untuk mengetahui jumlah penularan TB paru dalam satu keluarga

4.2. Waktu dan Tempat Pengumpulan Data

Penelitian ini akan dilakukan di Kecamatan Medan Tembung bekerja sama dengan Program TB Cepat JKM Indonesia

Pengumpulan data akan dilakukan pada bulan Juli sampai Oktober 2013, dilanjutkan dengan analisis data.

4.3. Populasi Dan Sampel 4.3.1. Populasi

Seluruh penderita TB paru yang ada di Kecamatan Medan Tembung dan anggota keluarga atau serumah dari penderita TB paru periode Januari sampai Oktober 2013, yaitu sebanyak 41 orang.

4.3.2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh populasi, yaitu anggota keluarga dari penderita TB paru yang menjadi suspek tertular yang sesuai dengan kriteria dan gejala setelah dilakukan penelusuran kontak pada bulan Juli sampai Oktober 2013 serta memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi, yaitu sebanyak 21 keluarga. Adapun kriteria inklusi dan eksklusi pada penelitian ini adalah :

1. Kriteria Inklusi

a. Anggota keluarga atau orang yang tinggal serumah dengan penderita TB positif


(58)

b. Bersedia menjadi sampel penelitian dengan menandatangani lembar pesetujuan setelah penjelasan (informed consent)

2. Kriteria Eksklusi

a. Anggota keluarga atau orang yang tinggal serumah dengan penderita TB positif yang tidak bersedia untuk diwawancarai

b. Alamat rumah penderita TB paru yang tidak lengkap

c. Penderita TB paru dan keluarga yang pindah rumah dan alamatnya tidak diketahui

4.4. Metode Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer diperoleh langsung dari kunjungan rumah dengan penelusuran kontakuntuk menemukan pasien suspek dengan gejala-gejala (batuk produktif lebih dari 2 minggu, batuk darah, penurunan berat badan, demam, keringat malam, penurunan nafsu makan, nyeri dada) yang ditentukan dari anggota keluarga atau serumah dengan penderita dan dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan di puskesmas untuk melakukan diagnosa TB (+) atau tidak.

Data sekunder diperoleh dari puskesmas Kecamatan Medan Tembung yang meliputi jumlah penderita TB paru di kecamatan tersebut.

4.5. Ethical Clearence

Dalam pelaksanaan penelitian ini, peneliti mendapat surat izin dari Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Setelah mendapat izin dalam pengumpulan data, selanjutnya dilakukan pendekatan kepada responden dan menjelaskan tujuan dan prosedur penelitian yang akan dilakukan kepada responden. Peneliti mengakui hak-hak responden dalam menyatakan kesediaan atau ketidaksediaan untuk mejadi subjek penelitian. Jika bersedia, responden diminta untuk menandatangani lembar persetujuan penelitian.


(59)

Peneliti melindungi subjek dari kerugian material, nama baik, bebas dari tekanan fisik dan psikologis yang mungkin timbul akibat penelitian ini. Untuk menjaga kerahasiaan identitas responden, peneliti tidak mencantumkan nama responden pada lembar kuesioner, tetapi dengan memberi kode pada masing-masing lembar tersebut. Kerahasiaan informasi responden dijamin oleh peneliti. 4.6. Metode Pengolahan dan Analisis Data

Data yang telah dikumpulkan akan diolah dengan menggunakan bantuan SPSS (Statistical Package for the Social Science), dan kemudian di analisa secara deskriptif dengan menggunakan tabel distribusi dan dilakukan pembahasan sesuai dengan pustaka yang tersedia.


(60)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Medan Tembung yang terletak di wilayah Timur kota Medan dengan batas wilayah:

Sebelah barat : Berbatasan dengan Kecamatan Medan Perjuangan Sebelah timur : Berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang Sebelah selatan : Berbatasan dengan Kecamatan Medan Denai Sebelah utara : Berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang

Kecamatan Medan Tembung memiliki luas wilayah 7,78 km². Kecamatan Medan Tembung adalah daerah pintu gerbang Kota Medan di sebelah Timur yang merupakan pintu masuk dari Kabupaten Deli Serdang atau daerah lainnya melalui transportasi darat, dengan penduduknya berjumlah : 133.579 jiwa.

Kecamatan Medan Tembung memiliki 7 kelurahan yaitu Kelurahan Indara Kasih yang beralamat di Jl. Bayangkara, Kelurahan Sidorejo Hilir yang beralamat di Jl. Dahlia, Kelurahan Sidorejo yang beralamat di Jl. Suluh, Kelurahan Bantan Timur yang beralamat di Jl. Pukat III, Kelurahan Bandar Selamat yang beralamat di Jl. Kapt. M. Jamil Lubis, Kelurahan Bantan yang beralamat di Jl. Pertiwi, Kelurahan Tembung yang beralamat di Jl. Bantan. (Pemko Medan, 2013)


(61)

5.1.2. Deskripsi Karakteristik Penderita TB di Kecamatan Medan Tembung Dalam penelitian ini, terdapat penderita TB di Kecamatan Medan Tembung sebanyak 41 orang. Pada tabel 5.1. dapat dilihat bahwa mayoritas penderita TB di Kecamatan Medan Tembung adalah laki-laki yaitu sebanyak 33 orang (80,5%).

Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Penderita TB di Kecamatan Medan Tembung Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Frekuensi %

Laki-laki 33 80,5

Perempuan 8 19,5

Total 41 100,0

Pada tabel 5.2. dapat dilihat bahwa mayoritas penderita TB di Kecamatan Medan Tembung adalah kelompok umur dewasa akhir yaitu sebanyak 10 orang (24,4%). Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi Karakteristik Penderita TB di Kecamatan

Medan Tembung Berdasarkan Kelompok Umur

Kelompok umur Frekuensi %

Anak – anak Remaja Akhir

1 9

2,4 22,0


(62)

Dewasa Akhir Lansia Awal Lansia Akhir Manula

10 6 6 1

24,4 14,6 14,6 2,4

Total 41 100

 

5.1.3. Deskripsi Karakteristik Responden

Dalam penelitian ini, responden yang diteliti sebanyak 117 orang yang tersebar dalam 21 keluarga. Pada tabel 5.3. dapat dilihat bahwa mayoritas responden adalah perempuan yaitu sebanyak 59 orang (50,4%).

Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Frekuensi %

Laki-laki 58 49,6

Perempuan 59 50,4

Total 117 100,0

Pada tabel 5.4. dapat dilihat bahwa mayoritas responden yang terpilih adalah kelompok umur remaja akhir yaitu sebanyak 22 orang (18,8%).


(63)

Tabel 5.4. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Kelompok Umur

Kelompok umur Frekuensi %

Balita Anak - anak Remaja Awal

20 13 10

17,1 11,1 8,5 Remaja Akhir

Dewasa Awal Dewasa Akhir Lansia Awal Lansia Akhir Manula

22 19 7 11 12 3

18,8 16,2 6,0 9,4 10,3

2,6

Total 117 100

5.1.4. Distribusi Suspek TB Paru pada Keluarga Melalui Penelusuran Kontak

Setelah dilakukan penelitian dengan metode cross-sectional menggunakan instrumen kuesioner, didapatkan distribusi suspek TB paru pada keluarga melalui penelusuran kontak pada tabel 5.5.


(64)

Tabel 5.5. Distribusi Suspek TB Paru pada Setiap Keluarga yang Diteliti Melalui Penelusuran Kontak

No. Keluarga Frekuensi Suspek TB Paru (Orang)

Total (Orang)

Presentase TB Paru (%) (+) (-)

1 Keluarga 1 0 4 4 0,0

2 Keluarga 2 1 4 5 20,0

3 Keluarga 3 0 8 8 0,0

4 Keluarga 4 0 5 5 0,0

5 Keluarga 5 1 4 5 20,0

6 Keluarga 6 4 5 9 44,4

7 Keluarga 7 3 6 9 33,3

8 Keluarga 8 0 6 6 0,0

9 Keluarga 9 0 3 3 0,0

10 Keluarga 10 2 10 12 16,7

11 Keluarga 11 2 2 4 50,0

12 Keluarga 12 1 3 4 25,0

13 Keluarga 13 1 2 3 33,3

14 Keluarga 14 1 3 4 25,0

15 Keluarga 15 0 8 8 0,0


(65)

17 Keluarga 17 0 6 6 0,0

18 Keluarga 18 0 4 4 0,0

19 Keluarga 19 0 5 5 0,0

20 Keluarga 20 0 3 3 0,0

21 Keluarga 21 0 6 6 0,0

Dari tabel 5.5. dapat dilihat bahwa frekuensi suspek TB paru pada keluarga 2 melalui penelusuran kontak yaitu sebanyak 1 dari 5 orang anggota keluarga (20,0 %). Frekuensi suspek TB paru pada keluarga 5 melalui penelusuran kontak yaitu sebanyak 1 dari 5 orang anggota keluarga (20,0 %). Frekuensi suspek TB paru pada keluarga 6 melalui penelusuran kontak yaitu sebanyak 4 dari 9 orang anggota keluarga (44,4 %). Frekuensi suspek TB paru pada keluarga 7 melalui penelusuran kontak yaitu sebanyak 3 dari 9 orang anggota keluarga (33,3%). Frekuensi suspek TB paru pada keluarga 10 melalui penelusuran kontak yaitu sebanyak 2 dari 12 orang anggota keluarga (16,7 %). Frekuensi suspek TB paru pada keluarga 11 melalui penelusuran kontak yaitu sebanyak 2 dari 4 orang anggota keluarga (50,0 %). Frekuensi suspek TB paru pada keluarga 12 melalui penelusuran kontak yaitu sebanyak 1 dari 4 orang anggota keluarga (25,0 %). Frekuensi suspek TB paru pada keluarga 13 melalui penelusuran kontak yaitu sebanyak 1 dari 3 orang anggota keluarga (33,3 %). Frekuensi suspek TB paru pada keluarga 14 melalui penelusuran kontak yaitu sebanyak 1 dari 4 orang anggota keluarga (25,0 %). Tidak dijumpai suspek TB paru pada keluarga 1, 3, 4, 8, 9, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21.

Sedangkan distribusi frekuensi suspek TB paru dari seluruh responden adalah sebagai berikut :


(66)

Tabel 5.6. Distribusi Frekuensi Suspek TB Paru dari Seluruh Responden

Frekuensi %

Suspek TB paru 16 13,7

Bukan Suspek TB paru 101 86,3

Total 117 100,0

Dari tabel 5.6. dapat dilihat bahwa distribusi frekuensi suspek TB paru dari seluruh responden adalah sebanyak 16 orang (13,7%), sedangkan frekuensi bukan suspek TB paru adalah sebanyak 101 orang (86,3%).

Tabel 5.7. Distribusi Frekuensi Karakteristik Suspek TB Paru Berdasarkan Kelompok Umur

Kelompok Umur Frekuensi %

Balita Anak - Anak Remaja Awal Remaja Akhir

1 2 1 3

6,3 12,5

6,3 18,8 Dewasa Awal

Dewasa Akhir Lansia Awal Lansia Akhir

Manula

2 2 3 2 0

12,5 12,5 18,8 12,5 0,0


(67)

Total 16 100,0

Dari tabel 5.7. dapat dilihat bahwa mayoritas responden suspek TB paru adalah kelompok umur remaja akhir dan lansia awal, yaitu masing-masing sebanyak 3 orang (18,8%). Responden suspek TB paru kelompok umur balita adalah sebanyak 1 orang (6,3%). Responden suspek TB paru kelompok umur anak-anak adalah sebanyak 2 orang (12,5%). Responden suspek TB paru kelompok umur remaja awal adalah sebanyak 1 orang (6,3%). Responden suspek TB paru kelompok umur dewasa awal adalah sebanyak 2 orang (12,5%). Responden suspek TB paru kelompok umur dewasa akhir adalah sebanyak 2 orang (12,5%). Responden suspek TB paru kelompok umur lansia akhir adalah sebanyak 2 orang (12,5%). Tidak dijumpai responden suspek TB paru pada kelompok umur manula.

Tabel 5.8. Distribusi Frekuensi Karakteristik Suspek TB Paru Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Frekuensi %

Laki – laki 9 56,3

Perempuan 7 43,7

Total 16 100,0

Dari tabel 5.8. dapat dilihat bahwa mayoritas responden suspek TB paru adalah laki – laki, yaitu sebanyak 9 orang (56,3%). Sedangkan responden suspek TB paru berjenis kelamin perempuan adalah sebanyak 7 orang (43,7%).


(68)

Tabel 5.9. Distribusi Frekuensi Karakteristik Suspek TB Paru Berdasarkan Pendidikan

Pendidikan Frekuensi %

Tidak sekolah atau tidak lulus SD

Tamat SD atau Sederajat Tamat SMP atau

Sederajat Tamat SMA atau

Sederajat Perguruan Tinggi

2

4

5

5

12,5

25,0

31,3

31,3

Total 16 100,0

Dari tabel 5.9. dapat dilihat bahwa mayoritas responden suspek TB paru adalah berpendidikan tamat SMP atau sederajat dan tamat SMA atau sederajat, yaitu masing-masing sebanyak 5 orang (31,3%). Responden suspek TB paru yang tidak sekolah atau tidak lulus SD adalah sebanyak 2 orang (12,5%). Responden suspek TB paru yang berpendidikan tamat SD atau sederajat adalah sebanyak 4 orang (25,0%). Tidak dijumpai responden suspek TB paru pada kelompok pendidikan perguruan tinggi.


(69)

Tabel 5.10. Distribusi Frekuensi Karakteristik Suspek TB Paru Berdasarkan Hubungan Keluarga

Hubungan Keluarga Frekuensi %

Ayah Ibu 0 2 0,0 12,5 Kakek Nenek Kakak Abang Adik Suami Istri Anak Menantu Cucu Keponakan Paman Bibi Kakak Ipar Abang Ipar 0 0 0 0 1 1 3 2 0 0 5 0 0 1 0 0,0 0,0 0,0 0,0 6,3 6,3 18,8 12,5 0,0 0,0 31,3 0,0 0,0 6,3 0,0


(70)

Adik Ipar Sepupu

1 0

6,3 0,0

Total 16 100,0

Dari tabel 5.10. dapat dilihat bahwa mayoritas responden suspek TB paru memiliki hubungan keluarga dengan pasien TB paru adalah keponakan, yaitu sebanyak 5 orang (31,3%). Responden suspek TB paru yang memiliki hubungan keluarga dengan pasien TB paru adalah ibu yaitu sebanyak 2 orang (12,5%). Responden suspek TB paru yang memiliki hubungan keluarga dengan pasien TB paru adalah adik yaitu sebanyak 1 orang (6,3%). Responden suspek TB paru yang memiliki hubungan keluarga dengan pasien TB paru adalah suami yaitu sebanyak 1 orang (6,3%). Responden suspek TB yang memiliki hubungan keluarga dengan pasien TB paru adalah istri yaitu sebanyak 3 orang (18,8%). Responden suspek TB paru yang memiliki hubungan keluarga dengan pasien TB paru adalah anak yaitu sebanyak 2 orang (12,5%). Responden suspek TB paru yang memiliki hubungan keluarga dengan pasien TB paru adalah kakak ipar yaitu sebanyak 1 orang (6,3%). Responden suspek TB paru yang memiliki hubungan keluarga dengan pasien TB paru adalah adik ipar yaitu sebanyak 1 orang (6,3%). Tidak dijumpai responden suspek TB paru yang memiliki hubungan keluarga dengan pasien TB paru adalah ayah, kakek, nenek, kakak, abang, menantu, cucu, paman, bibi, abang ipar, dan sepupu.


(71)

Tabel 5.11. Distribusi Frekuensi Karakteristik Suspek TB Paru pada Dewasa Berdasarkan Pekerjaan

Pekerjaan Frekuensi %

Tidak Bekerja 6 46,2

Wiraswasta Pegawai Swasta

PNS

Ibu Rumah Tangga

6 0 0 1

46,2 0,0 0,0 7,7

Total 13 100,0

Dari tabel 5.11. dapat dilihat bahwa dari 13 orang suspek TB paru pada dewasa, mayoritas responden memiliki pekerjaan wiraswasta dan tidak bekerja, yaitu masing-masing sebanyak 6 orang (46,2%). Responden suspek TB paru pada dewasa berdasarkan pekerjaan ibu rumah tangga adalah sebanyak 1 orang (7,7%). Tidak dijumpai responden suspek TB paru pada dewasa yang memiliki pekerjaan pegawai swasta dan PNS.


(72)

Tabel 5.12. Distribusi Frekuensi Karakteristik Suspek TB Paru pada Dewasa Berdasarkan Status Gizi

Status Gizi Frekuensi %

Berat Badan Kurang 4 30,8

Normal Berat Badan Lebih

Pra-Obesitas Obesitas Tipe-I Obesitas Tipe-II

8 1 0 0 0

61,5 7,7 0,0 0,0 0,0

Total 13 100,0 Dari tabel 5.12. dapat dilihat bahwa dari 13 orang suspek TB paru pada

dewasa, mayoritas responden memiliki status gizi normal, yaitu sebanyak 8 orang (61,5%). Responden suspek TB paru pada dewasa berdasarkan status gizi berat badan kurang adalah sebanyak 4 orang (30,8%). Responden suspek TB paru pada dewasa berdasarkan status gizi berat badan lebih adalah sebanyak 1 orang (7,7%). Tidak dijumpai responden suspek TB paru dewasa dengan status gizi pra-obesitas, obesitas tipe I, dan obesitas tipe II.


(1)

12. StatusGizi SuspekTB Anak

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid gizi kurang 3 100.0 100.0 100.0

13. BCG

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Ya 8 50.0 50.0 50.0

tidak 8 50.0 50.0 100.0

Total 16 100.0 100.0

14. Batuk 2 mggu Suspek TB dewasa

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid ya 13 100.0 100.0 100.0

15. Batuk Berdarah Suspek TB dewasa

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid ya 4 30.8 30.8 30.8

tidak 9 69.2 69.2 100.0

Total 13 100.0 100.0

16. Sesak Nafas Suspek TB dewasa

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent


(2)

17. Badan Lemah Suspek TB dewasa

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Ya 10 76.9 76.9 76.9

tidak 3 23.1 23.1 100.0

Total 13 100.0 100.0

18. Nafsu Makan Kurang Suspek TB dewasa

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Ya 10 76.9 76.9 76.9

tidak 3 23.1 23.1 100.0

Total 13 100.0 100.0

19. BB Turun Suspek TB dewasa

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid ya 11 84.6 84.6 84.6

tidak 2 15.4 15.4 100.0

Total 13 100.0 100.0

20. Lemas Suspek TB dewasa

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid ya 12 92.3 92.3 92.3

tidak 1 7.7 7.7 100.0


(3)

21. Meriang Suspek TB dewasa

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid ya 11 84.6 84.6 84.6

tidak 2 15.4 15.4 100.0

Total 13 100.0 100.0

22. Berkeringat Malam Suspek TB dewasa

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid ya 12 92.3 92.3 92.3

tidak 1 7.7 7.7 100.0

Total 13 100.0 100.0

23. Demam 2 minggu Suspek TB Anak-anak

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Ya 1 33.3 33.3 33.3

Tidak 2 66.7 66.7 100.0

Total 3 100.0 100.0

24. Batuk 3 minggu Suspek TB Anak- anak

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Ya 3 100.0 100.0 100.0


(4)

26. Pembengkakan Tulang Suspek TB Anak- anak

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Tidak 3 100.0 100.0 100.0

27. Penurunan BB Suspek TB Anak-anak

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid ya 3 100.0 100.0 100.0


(5)

 

 


(6)

Lampiran 8