Computer Vision Image Processing

31 | P a g e 2.4.3. Segmentasi Citra Segmentasi citra merupakan proses yang ditujukan untuk mendapatkan objek-objek yang terkandung di dalam citra atau membagi citra ke dalam beberapa daerah dengan setiap objek atau daerah memiliki kemiripan atribut. Pada citra yang mengandung hanya satu objek, objek dibedakan dari latar belakangnya. Segmentasi juga biasa dilakukan sebagai langkah awal untuk melaksanakan klasifikasi objek. Teknik segmentasi citra didasarkan pada dua properti dasar nilai aras keabuan: ketidaksinambungan dan kesamaan antarpiksel. Pada bentuk yang pertama, pemisahan citra didasarkan pada perubahan mendadak pada aras keabuan. Contoh yang menggunakan pendekatan seperti itu adalah detektor garis dan detektor tepi pada citra. Segmentasi Citra Ekstraksi Fitur Pengklasifikasi Citra masukan Objek daun Fitur-fitur pada daun Jenis tanaman Gambar 2.6 Segmentasi sebagai langkah awal sistem klasifikasi 32 | P a g e 2.4.4. Konversi Citra Berskala Keabuan Dalam praktik, seringkali diperlukan utuk mengonversi citra berwarna ke dalam bentuk citra berskala keabuan mengingat banyak pemrosesan citra yang bekerja pada skala keabuan. Namun, terkadang citra berskala keabuan pun perlu dikonversikan ke citra biner, mengingat beberapa operasi dalam pemrosesan citra berjalan pada citra biner. Secara umum citra berwarna dapat dikonversikan ke citra berskala keabuan melalui rumus: I=a x R+b x G+c x B, a+b+c=1 2.1 dengan R menyatakan nilai komponen merah, G menyatakan nilai komponen hijau, dan B menyatakan nilai komponen biru. Misalnya, sebuah piksel mempunyai komponen R, G, B sebagai berikut: R = 50 G = 70 B = 61 Jika a, b, dan c pada Persamaan 2.1 dibuat sama, akan diperoleh hasil seperti berikut: I = 50 + 70 + 60 3 = 60 Salah satu contoh rumus yang biasa dipakai untuk mengubah ke skala keabuan yaitu: I=0,2989 x R+0,5870 x G+0,1141 x B 33 | P a g e 2.4.5. Ekstraksi Fitur Sebelum membahas fitur-fitur tersebut, dua pengertian dasar akan dibahas, yaitu bentuk, deskriptor dan fitur. Definisi bentuk menurut D.G. Kendall Stegmann dan Gomez, 2002 adalah infomasi geometris yang tetap ketika efek lokasi, skala, pemutaran dilakukan terhadap sebuah objek. Deskriptor adalah seperangkat parameter yang mewakili karakteristik tertentu objek, yang dapat digunakan untuk menyatakan fitur objek. Adapun fitur dinyatakan dengan susunan bilangan yang dapat dipakai untuk mengidentifikasi objek. Fitur-fitur suatu objek mempunyai peran yang penting untuk berbagai aplikasi berikut.  Pencarian citra: Fitur dipakai untuk mencari objek-objek tertentu yang berada di dalam database.  Penyederhanaan dan hampiran bentuk: Bentuk objek dapat dinyatakan dengan representasi yang lebih ringkas.  Pengenalan dan klasifikasi: Sejumlah fitur dipakai untuk menentukan jenis objek. Sebagai contoh, fitur citra daun digunakan untuk menentukan nama tanaman. Untuk kepentingan aplikasi yang telah disebutkan, fitur hendaknya efisien. Fitur yang efisien perlu memenuhi sifat-sifat penting berikut Mingqiang, dkk., 2008. 34 | P a g e  Teridentifikasi: Fitur berupa nilai yang dapat digunakan untuk membedakan antara suatu objek dengan objek lain. Jika kedua fitur tersebut didampingkan, dapat ditemukan perbedaan yang hakiki. Hal ini sama seperti kalau dilakukan oleh manusia secara visual.  Tidak dipengaruhi oleh translasi, rotasi, dan penyekalaan: Dua objek yang sama tetapi berbeda dalam lokasi, arah pemutaran, dan ukuran tetap dideteksi sama.  Tidak bergantung pada affine: Idealnya, efek affine tidak mempengaruhi fitur.  Tahan terhadap derau: Fitur mempunyai sifat yang andal terhadap derau atau cacat data. Sebagai contoh, daun yang sama tetapi salah satu sedikit robek tetap dikenali sebagai objek yang sama.  Tidak bergantung pada tumpang-tindih: Apabila objek sedikit tertutupi oleh objek lain, fitur bernilai sama dengan kalau objek itu terpisah.  Tidak bergantung secara statistis: Dua fitur harus tidak bergantung satu dengan yang lain secara statistik. Salah satu bentuk ekstraksi fitur adalah ekstraksi tepi objek deteksi tepi. Deteksi tepi berfungsi untuk memperoleh tepi objek. Deteksi tepi memanfaatkan perubahan nilai intensitas yang drastis pada batas dua area. Definisi tepi di sini adalah “himpunan piksel yang terhubung yang 35 | P a g e terletak pada batas dua area” Gonzalez Woods, 2002. Perlu diketahui, tepi sesungguhnya mengandung informasi yang sangat penting. Informasi yang diperoleh dapat berupa bentuk maupun ukuran objek. Umumnya, deteksi tepi menggunakan dua macam detektor, yaitu detektor baris Hy dan detektor kolom Hx. Beberapa contoh yang tergolong jenis ini adalaah operator Roberts, Prewitt, Sobel, dan Frei- Chen. Deteksi tepi dapat dibagi menjadi dua golongan. Golongan pertama disebut deteksi tepi orde pertama, yang bekerja dengan menggunakan turunan atau diferensial orde pertama. Termasuk kelompok ini adalah operator Roberts, Prewitt, dan Sobel. Golongan kedua dinamakan deteksi tepi orde kedua, yang menggunakan turunan orde kedua. Contoh yang termasuk kelompok ini adalah Laplacian of Gaussian LoG. 2.4.6. Deteksi Tepi Canny Operator Canny, yang dikemukakan oleh John Canny pada tahun 1986, terkenal sebagai operator deteksi tepi yang optimal. Algoritma ini memberikan tingkat kesalahan yang rendah, melokalisasi titik-titik tepi jarak piksel-piksel tepi yang ditemukan deteksi dan tepi yang sesungguhnya sangat pendek, dan hanya memberikan satu tanggapan untuk satu tepi. 36 | P a g e Terdapat enam langkah yang dilakukan untuk mengimplementasikan deteksi tepi Canny Green, 2002. Keenam langkah tersebut dijabarkan berikut ini. Langkah 1: Pertama-tama dilakukan penapisan terhadap citra dengan tujuan untuk menghilangkan derau. Langkah 2: Setelah penghalusan gambar terhadap derau dilakukan, dilakukan proses untuk mendapatkan kekuatan tepi edge strength. Hal ini dilakukan dengan menggunakan operator Gaussian. Selanjutnya, gradien citra dapat dihitung melalui rumus: y x G G G   2.2 Langkah 3: Langkah ketiga berupa penghitungan arah tepi. Rumus yang digunakan untuk keperluan ini: theta = tan-1Gy, Gx 2.3 Langkah 4: Setelah arah tepi diperoleh, perlu menghubungkan antara arah tepi dengan sebuah arah yang dapat dilacak dari citra. Sebagai contoh, terdapat susunan piksel berukuran 5 x 5 seperti terlihat pada Gambar 2.7. Dengan melihat piksel “a” tampak bahwa a hanya memiliki 4 arah berupa 0 o , 45 o , 90 o , dan 135 o . 37 | P a g e X X X X X X X X X X X X a X X X X X X X X X X X X Gambar 2.7 Matriks piksel berukuran 5x5 Selanjutnya, arah tepi yang diperoleh akan dimasukkan ke dalam salah satu kategori dari keempat arah tadi berdasarkan area yang tertera pada Gambar 2.8. Berikut adalah aturan konversi yang berlaku:         135 90 45 arah                 j H j TH ij T i j j HI ij H H i y w f y x w f y 2.4 45 o 135 o 90 o Gambar 2.8 Area untuk mengonversi arah tepi ke dalam kategori salah satu dari arah 0 o , 45 o , 90 o , dan 135 o 38 | P a g e Semua arah tepi yang berkisar antara 0 dan 22,5 serta 157,5 dan 180 derajat warna biru diubah menjadi 0 derajat. Semua arah tepi yang berkisar antara 22,5 dan 67,5 derajat warna kuning diubah menjadi 45 derajat. Semua arah tepi yang berkisar antara 67,5 dan 112,5 derajat warna merah diubah menjadi 90 derajat. Semua arah tepi yang berkisar antara 112,5 dan 157,5 derajat warna hijau diubah menjadi 135 derajat. Langkah 5: Setelah arah tepi diperoleh, penghilangan non-maksimum dilaksanakan. Penghilangan non-maksimum dilakukan di sepanjang tepi pada arah tepi dan menghilangkan piksel-piksel piksel diatur menjadi 0 yang tidak dianggap sebagai tepi. Dengan cara seperti itu, diperoleh tepi yang tipis. Langkah 6: Langkah keenam berupa proses yang disebut hysteresis. Proses ini menghilangkan garis-garis yang seperti terputus-putus pada tepi objek. Caranya adalah dengan menggunakan dua ambang T 1 dan T 2 . Lalu, semua piksel citra yang bernilai lebih besar daripada T 1 dianggap sebagai piksel tepi. Selanjutnya, semua piksel yang terhubung dengan piksel tersebut dan memiliki nilai lebih besar dari T 2 juga dianggap sebagai piksel tepi. Bagian penting yang perlu dijelaskan adalah penghilangan non- maksimum dan peng-ambangan histeresis. Penghilangan non- maksimum dilakukan dengan mula-mula menyalin isi larik Grad yang berisi besaran gradien ke Non_max. Selanjutnya, penghilangan non-maksimum dilaksanakan dengan memperhatikan dua titik tetangga yang terletak pada arah tepi yang tersimpan dalam Theta. Misalnya, arah tepi adalah 0. Apabila titik yang menjadi perhatian mempunyai koordinat r, c, dua titik tetangga berupa r, c-1 dan r, c+1. Apabila gradien titik perhatian lebih besar daripada gradien kedua tetangga, nilainya akan dipertahankan. Sebaliknya, jika nilai titik perhatian lebih 39 | P a g e kecil daripada nilai salah satu atau kedua gradien tetangga, nilainya akan diabaikan diubah menjadi nol. Seluruh kemungkinan proses seperti itu dijabarkan dalam Gambar 2.9. Arah tepi 135 o : if Gradi,j = Gradi+1,j+1 || ... Gradi,j = Gradi-1,j-1 Non_maxi,j = 0; end Arah tepi 45 o : if Gradi,j = Gradi-1,j+1 || ... Gradi,j = Gradi+1,j-1 Non_maxi,j = 0; end i+1, j-1 i, j i-1, j+1 i, j i-1, j-1 i, j+1 Arah tepi 90 o : if Gradi,j = Gradi+1,j || ... Gradi,j = Gradi-1,j Non_maxi,j = 0; end i, j i-1, j i, j+1 Arah tepi 0 o : if Gradi,j = Gradi,j+1 || ... Gradi,j= Gradi,j-1 Non_maxi,j = 0; end i, j-1 i, j i, j+1 Gambar 2.9 Penghilangan non-maksimum Peng-ambangan histeresis dilakukan dengan melibatkan dua ambang T 1 ambang bawah dan ambang T 2 ambang atas. Nilai yang kurang dari T 1 akan diubah menjadi hitam nilai 0 dan nilai yang lebih dari T 2 diubah menjadi putih nilai 255. Lalu, bagaimana nilai yang lebih dari atau sama dengan T 1 tetapi kurang dari T 2 ? Oleh karena itu, untuk sementara nilai pada posisi seperti itu diberi nilai 128, yang menyatakan nilai abu-abu atau belum jelas, akan dijadikan 0 atau 255. Selanjutnya, dilakukan pengujian untuk mendapatkan kondisi seperti tercantum pada Gambar 2.10. Apabila kondisi seperti itu terpenuhi, angka 128 diubah menjadi 255. Proses pengujian seperti itu dilakukan sampai tidak ada lagi perubahan dari nilai 128 menjadi 255. Tahap selanjutnya, semua piksel yang bernilai 128 yang tersisa diubah menjadi nol. 40 | P a g e 255 255 255 128 255 255 255 255 255 255 255 255 255 255 255 255 255 255 j-1 j j+1 i-1 i i+1 Gambar 2.10 Pengujian untuk mengubah nilai 128 menjadi 255 2.4.7. Mengetahui Ukuran Citra Citra digital dibentuk oleh kumpulan titik yang dinamakan piksel pixel atau “picture element”. Setiap piksel digambarkan sebagai satu kotak kecil. Setiap piksel mempunyai koordinat posisi. Sistem koordinat yang dipakai untuk menyatakan citra digital ditunjukkan pada Gambar 2.11. N-1 M-1 x y Posisi sebuah piksel Gambar 2.11 Sistem koordinat citra berukuran M x N M baris dan N kolom 41 | P a g e Dengan sistem koordinat yang mengikuti asas pemindaian pada layar TV standar itu, sebuah piksel mempunyai koordinat berupa x, y Dalam hal ini,  x menyatakan posisi kolom;  y menyatakan posisi baris;  piksel pojok kiri-atas mempunyai koordinat 0, 0 dan piksel pada pojok kanan-bawah mempunyai koordinat N-1, M-1. 2.4.8. Konversi Citra Biner Strategi yang dipakai yaitu dengan menerapkan suatu nilai yang dikenal sebagai nilai ambang threshold. Nilai tersebut dipakai untuk menentukan suatu intensitas akan dikonversikan menjadi 0 atau menjadi 1. Secara matematis, konversi dinyatakan dengan rumus: � = { , � ≥ , � 2.5

2.5 Pengenalan Pola

Pengenalan pola adalah suatu proses atau rangkaian pekerjaan yang bertujuan mengklasifikasikan data numeric dan symbol. Banyak teknik statistic dan sintaksis yang telah dikembangkan untuk keperluan klasifikasi pola dan teknik-teknik ini dapat memainkan peran penting dalam sistem visual untuk pengenalan obyek yang biasanya memerlukan banyak teknik. Bentuk-bentuk obyek tertentu dalam dunia nyata yang sangat kompleks dapat dibandingkan dengan pola-pola dasar di dalam citra 42 | P a g e sehingga penggolongan obyek yang bersangkutan dapat dilakukan dengan lebih mudah. Pola sendiri adalah suatu entitas yang terdefinisi dan dapat diidentifikasikan serta diberi nama. Pola bisa merupakan kumpulan hasil pengukuran atau pemantauan dan bisa dinyatakan dalam notasi vector atau matriks.

2.5.1 Struktur dari Sistem Pengenalan Pola

Sistem terdiri atas sensor misalnya kamera, suatu algoritma atau mekanisme pencari fitur, dan algoritma untuk klasifikasi atau pengenalan bergantung pada pendekatan yang dilakukan. Sebagai tambahan, biasanya beberapa data yang sudah diklasifikasikan diasumsikan telah tersedia untuk melatih sistem. Gambar 2.12 Struktur Sistem Pengenalan Pola Sensor berfungsi untuk menangkap objek dari dunia nyata dan selanjutnya diubah menjadi sinyal digital sinyal yang terdiri atas sekumpulan bilangan melalu proses digitalisasi. Pra-pengolahan berfungsi mempersiapkan citra atau sinyal agar dapat menghasilkan ciri yang lebih baik pada tahap berikutnya. Pada tahap ini sinyal informasi ditonjolkan dari sinyal pengganggu derau diminimalisasi. 43 | P a g e Pencari dan seleksi fitur berfungsi menemukan karakteristik pembeda yang mewakili sifat utama sinyal dan sekaligus mengurangi dimensi sinyal menjadi sekumpulan bilangan yang lebih sedikit tetapi represantif. Algoritma klasifikasi berfungsi untuk mengelompokan fitur ke dalan kelas yang sesuai. Algoritma deskripsi berfungsi memberikan deskripsi pada sinyal.

2.5.2 ANN Artificial Neural Network

Jaringan Saraf Tiruan atau Artificial Neural Network yang disingkat dengan ANN merupakan model jaringan neural yang meniru prinsip kerja dari neuron otak manusia neuron biologis. ANN pertama kali muncul setelah model sederhana dari neuron buatan diperkenalkan oleh McCulloch dan Pitts pada tahun 1943. Model sederhana tersebut dibuat berdasarkan fungsi neuron biologis yang merupakan dasar unit pensinyalan dari sistem saraf. Jaringan saraf tiruan memiliki beberapa kemampuan seperti yang dimiliki otak manusia, yaitu : 1. Kemampuan untuk belajar dari pengalaman 2. Kemampuan melakukan perumpamaan generalization terhadap input baru dari pengalaman yang dimilikinya 3. Kemampuan memisahkan abstraction karakteristik penting dari input yang mengandung data yang tidak penting