NS5 memiliki berat molekul 105.000 dan merupakan petanda protein Flavivirus.
16,18
Virus Den termasuk dalam kelompok virus yang relatif labil terhadap suhu dan factor kimiawi lain serta masa viremia yang pendek,
sehingga keberhasilan isolasi dan identifikasi virus sangat tergantung kepada kecepatan dan ketepatan pengambilan.
18
Virus dengue juga sensitif terhadap inaktivasi oleh natrium dioksikolat dan dietil eter pada
suhu 70°C dan mempunyai kemampuan untuk mengaglutinasi butir darah merah angsa.
13,19
2.2.2. Patogenesis
Virus merupakan organisme yang hanya dapat hidup di dalam sel hidup, maka demi kelangsungan hidupnya virus harus bersaing dengan
sel manusia sebagai pejamu host terutama dalam kebutuhan protein. Persaingan tersebut sangat tergantung pada daya tahan pejamu,
penyakit akan sembuh sempurna dan timbul antibody atau perjalanan penyakit makin berat dan bahkan dapat menyebabkan kematian.
20
Patogenesis DBD dan SSD sindrom syok Dengue masih merupakan masalah yang kontroversi. Ada beberapa teori yang umum
dipakai dalam menjelaskan perubahan patogenesis pada DBD dan SSD.
2.2.2.1. Teori Virulensi Virus
Dari percobaan yang pernah dilakukan sebelumnya diketahui bahwa dari beberapa orang yang digigit nyamuk yang infeksius, ada
orang yang tidak sakit dan ada yang sakit. Masa inkubasi dan tipe
Ramona Chaterine Pangaribuan: Troemolastografi Pada Penderita Dengue Hemorrhagic Fever, 2008. USU e-Repository © 2008
demamnya juga berlainan. Belum ada keterangan yang jelas mengapa hal ini bisa terjadi. Fakta yang ada bahwa semua jenis virus dapat ditemukan
pada kasus fatal, artinya bahwa semua virus dapat membuat kematian. Dari penelitian di bidang molekuler biologi didapatkan bahwa di antara
serotype dan di antara strain sendiri mempunyai susunan protein yang berbeda pula. Hal inilah kemungkinan yang membuat virulensi virus
dengue berbeda-beda.
21,22
2.2.2.2. Teori Imunopatologi
Menurut teori ini bahwa setelah mendapat infeksi virus dengan satu serotype maka akan terjadi kekebalan terhadap virus ini dalam jangka
lama dan tidak mampu memberi pertahanan terhadap jenis virus lainnya. Kalau seseorang mendapat infeksi primer dengan satu jenis tertentu dan
kemudian lain kali mendapat infeksi sekunder dengan serotype virus yang lain maka resiko besar akan terjadi infeksi yang berat.
16,21
2.2.2.3.Teori Antigen Antibody
Virus dengue yang masuk ke dalam tubuh akan dianggap sebagai antigen yang akan bereaksi dengan antibody dan membentuk virus-
antibodi kompleks kompleks imun, yang akan mengaktivasi komplemen. Aktivasi ini akan menghasilkan anafilatoksin C3a dan C5a yang
merupakan mediator yang mempunyai efek farmakologis cepat dan pendek serta mempunyai kemampuan menstimulasi sel mast untuk
melepaskan histamine yang merupakan mediator yang dapat menimbulkan peningkatan permeabilitas kapiler dengan akibat kebocoran
Ramona Chaterine Pangaribuan: Troemolastografi Pada Penderita Dengue Hemorrhagic Fever, 2008. USU e-Repository © 2008
plasma ke ruang vaskuler yang akan mengakibatkan turunnya volume darah yang akan berakibat terjadinya hipotensi, hemokonsentrasi, efusi
pleura, efusi perikard, asites dan syok.
20,21,23-30
2.2.2.4. Teori Enhancing Antibody
Teori ini berdasarkan peran sel fagosit mononuclear merangsang terbentuknya antibody non netralisasi,yaitu antibody yang tidak dapat
menetralisir virus dengue bahkan dapat memacu replikasi virus dengue tersebut.
20,21
Menurut penelitian, antigen dengue lebih banyak didapat pada sel makrofag yang beredar di banding dengan sel makrofag yang tinggal
menetap di jaringan. Antibodi non netralisir tersebut melingkupi sel makrofag yang beredar dan tidak melingkupi sel makrofag yang menetap
di jaringan. Pada makrofag yang dilingkupi oleh antibody non netralisir, antibody tersebut akan bersifat opsonisasi, internalisasi dan akhirnya sel
mudah terinfeksi. Lebih banyak sel makrofag terinfeksi lebih berat penyakitnya. Diduga makrofag yang terinfeksi akan menjadi aktif dan
mengeluarkan pelbagai substansi inflamasi, sitokin dan tromboplastin yang mempengaruhi permeabilitas kapiler dan akan mengaktivasi factor
koagulasi.
18,21,23
2.2.3. Patogenesis Koagulopati pada DBD