Pada dasarnya proses penagihan pajak melibatkan unsur-unsur yang mempunyai arti penting, yaitu
1.1 Utang pajak, yaitu besarnya utang pajak yang belum dilunasi oleh Wajib Pajak ditambah dengan biaya penagihan sebagai dasar untuk melakukan penagihan
pajak. 1.2 Serangkaian tindakan sesuai jadwal waktu yang benar, yaitu penerbitan Surat
Teguran, pemberitahuan Surat Paksa, pelaksanaan penyitaan berdasarkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, sampai dengan pelaksanaan lelang.
1.3 Aparat Direktorat Jenderal Pajak, yaitu jurusita pajak yang telah memenuhi syarat untuk melakukan penagihan pajak.
1.4 Penanggung Pajak yang mempunyai kewajiban melunasi utang pajak. 1.5 Undang-Undang Perpajakan yang berlaku, yaitu UU KUP 1984 dan UU PPSP
serta peraturan pelaksana.
2. Jurusita Pajak
Berdasarkan Pasal 1 ayat 6 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah dengan Undang
Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa, disebutkan bahwa Jurusita
Pajak adalah pelaksana tindakan penagihan pajak yang meliputi penagihan seketika dan sekaligus, pemberitahuan Surat Paksa, penyitaan dan penyanderaan. Jurusita
Pajak diangkat dan diberhentikan oleh Menteri Keuangan untuk penagihan pajak pusat, dan oleh Gubernur atau BupatiWalikota untuk penagihan pajak daerah.
Sebagaimana
tercantum dalam Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia
Nomor: 562KMK.042000 tentang Syarat-syarat Pengangkatan dan Pemberhentian
Jurusita Pajak syarat-syarat untuk menjadi Jurusita Pajak adalah sebagai berikut:
a. Berijazah serendah-rendahnya Sekolah Menengah Umum atau sederajat. b. Berpangkat serendah-rendahnya Pengatur MudaGolongan IIa.
c. Berbadan sehat. d. Lulus pendidikan dan latihan jurusita pajak.
e. Jujur bertanggung jawab dan penuh pengabdian. 2.1 Adapun wewenang jurusita pajak adalah
Jurusita pajak menjalankan tugas di wilayah kerja Pejabat yang mengangkatnya, kecuali ditetapkan lain dengan Keputusan Menteri atau Keputusan Kepala
Daerah sesuai dengan pasal 5 ayat 5 UU PPSP. 2.2 Sebagaimana dijelaskan pada pasal 5 ayat 4 UU PPSP, dalam melaksanakan
tugas, Jurusita Pajak dapat meminta bantuan Kepolisian, Kejaksaan, Departemen yang membidangi hukum dan perundang-undangan, Pemerintah Daerah
Setempat, Badan Pertahanan Nasional, Direktorat Perhubungan Laut, Pengadilan Negeri, Bank atau pihak lain.
2.3 Jurusita Pajak berwenang untuk memasuki dan memeriksa semua ruangan untuk menemukan objek sita di tempat usaha dan melakukan penyitaan di tempat
kedudukan, di tempat tinggal penanggung pajak atau di tempat lain yang dapat diduga sebagai tempat penyimpanan objek sita dalam melaksanakan penyitaan.
Tugas jurusita pajak sesuai dengan Pasal 5 ayat 1 dan 2 UU PPSP adalah: a. Melaksanakan surat perintah penagihan seketika dan sekaligus.
b. Memberitahukan surat paksa. c.Melaksanakan penyitaan atas barang penanggung pajak berdasarkan surat perintah
Melaksanakan Penyitaan. d. Melaksanakan penyanderaan berdasarkan surat perintah Penyanderaan.
2.4 Sebagaimana Surat Pengangkatan Tugas diterbitkan ketika jurusita pajak diangkat, maka Surat Keputusan Pencabutan atau Pemberhentian juga diterbitkan
ketika Jurusita Pajak diberhentikan. Adapun Jurusita Pajak dapat diberhentikan apabila:
a. meninggal dunia, b. pensiun,
c. karena alih tugas atau kepentingan dinas lainnya, d. ternyata lalai atau tidak cakap dalam menjalankan tugas,
e. melakukan perbuatan tercela, f. melanggar sumpah atau janji jurusita pajak, atau
g. sakit jasmani atau rohani terus menerus. Dari uraian di atas bahwa jurusita pajak adalah pelaksana penagihan pajak
yang bertanggung jawab dalam melaksanakan kebijakan penagihan sesuai dengan surat perintah yang diterbitkan oleh pejabat.
3. Dasar Hukum Penagihan Pajak