Mekanisme Penagihan Tunggakan Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak Medan Belawan

(1)

LAPORAN

PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI TENTANG

MEKANISME PENAGIHAN TUNGGAKAN PAJAK PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK MEDAN BELAWAN

O L E H

NAMA : NOVITA MEILANI NIM : 052600049

Untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan studi program diploma III

Administrasi Perpajakan

PROGRAM DIPLOMA III ADMINISTRASI PERPAJAKAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

PROGRAM DIPLOMA III ADMINISTRASI PERPAJAKAN

HALAMAN PERSETUJUAN

LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI

DILAKSANAKAN

OLEH

Nama : Novita Meilani Nim : 052600049

Prog. Studi : DIII Administrasi Perpajakan

Ketua Prodip III Pembimbing Supervisor Adm. Perpajakan

(Drs.H.M.H.Thamrin Nst,Msi) (Ir.Moh.Rifki Rachman,MM) (Farid Hidayat) NIP. 131 930 631 NIP. 060 087 444 NIP. 060 086 884

Dekan

(Prof.Dr.M.Arif Nasution, MA) NIP. 131 757 010


(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada ALLAH SWT yang telah memberi rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan perkuliahan dan menyelesaikan penulisan Laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) dengan judul “MEKANISME PENAGIHAN TUNGGAKAN PAJAK PADA KANTOR

PELAYANAN PAJAK MEDAN BELAWAN”.

Laporan PKLM ini diajukan guna memenuhi salah satu persyaratan untuk dapat menyelesaikan pendidikan Program Diploma III Administrasi Perpajakan pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara..

Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna baik dalam susunan kata, kalimat maupun pembahasannya. Oleh karena itu penulis mengharapkan adanya kritik dan saran dari para pembaca yang sifatnya membangun laporan ini kearah yang lebih baik.

Penulisan laporan ini tidak terlepas dari bantuan dan perhatian dari berbagai pihak. Oleh sebab itu penulis mengucapkan terima kasih setulus-tulusnya kepada :

1. Bapak Prof.Dr.M.Arif Nst, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.


(4)

2. Bapak Drs.H.M.H.Thamrin Nst,Msi selaku Ketua Program D-III Administrasi Perpajakan FISIP USU.

3. Bapak Ir.Rifki R,MM selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak membantu dan memberikan pengarahan dalam proses penulisan laporan ini.

4. Seluruh Dosen pengajar Prodip D-III Administrasi Perpajakan FISIP USU yang telah memberi ilmu dan wawasannya selama penulis mengikuti perkuliahan. 5. Seluruh staf dan pegawai di D-III Administrasi Perpajakan FISIP USU.

6. Bapak Kepala KPP Medan Belawan beserta staf pegawai yang telah memberikan bantuan, bimbingan, informasi dan arahan kepada penulis.

7. Kedua orang tua Alm.Matlana dan Alm.Hasriani serta keluarga yang memberikan dorongan materil dan do’a restunya.

8. Bang Jul Bahri Hrp yang telah banyak memberikan semangat dan dukungan kepada penulis hingga tidak malas.

9. Sahabatku : Ardila, Hendri, Ika, Yanti, Munthe dan seluruh teman-teman mahasiswa/i Administrsi Perpajakan FISIP USU stambuk 2005 yang telah banyak memberi sumbangan pikiran dalam penyelesaian laporan ini.

Pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu lagi, penulis mengucapkan terima kasih atas bantuan dan dukungan hingga terselenggaranya laporan ini. Akhir kata penulis harap semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kita maupun pihak lain yang memerlukannya.


(5)

Medan, 12 Juni 2008 Penulis,

(Novita Meilani) NIM. 052600049


(6)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) ... 1

B. Tujuan dan Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri ... 4

C. Ruang Lingkup Praktik Kerja Lapangan Mandiri ... 5

D. Metode Praktik Kerja lapangan Mandiri ... 5

E. Metode Pengumpulan Data Praktik Kerja Lapangan mandiri ... 6

F. Sistematika Penulisan Laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri ... 7

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PKLM ... 9

A. Sejarah Singkat Kantor Pelayanan Pajak Medan Belawan ... 9

B. Struktur Organisasi KPP Medan Belawan ... 10

C. . Fungsi Organisasi KPP Medan Belawan ... 12

BAB III GAMBARAN DATA PRAKTIK ... 23

A. Pengertian Pajak ... 23

B. Dasar Hukum Penagihan ... 26

C. Syarat Pemungutan Pajak ... 26


(7)

E. Pengelompokkan Pajak ... 29

F. Pengertian Utang pajak ... 31

G. Timbul dan Hapusnya Utang Pajak ... 31

H. Pengertian Penagihan ... 33

I. Bentuk Penagihan ... 33

J. Daluarsa penagihan ... 34

K. Pengertian Jurusita ... 35

BAB IV ANALISA DAN EVALUASI DATA ... 37

A. Tata Cara Penagihan ... 37

B. Kendala yang Terjadi dalam penagihan tunggakan Pajak ... 42

C. Peran Jurusita Pajak dalam Usaha Penagihan Tunggakan Pajak pada KPP Medan Belawan ... 42

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 48

A. Kesimpulan ... 48

B. Saran ... 49

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(8)

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Praktek Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)

Pajak merupakan salah satu bentuk peran serta warga negara dalam pembangunan, sesuai dengan tujuan pemungutan pajak yaitu sebagai sumber dana bagi pembangunan dan penyelenggaraan Pemerintahan Indonesia. Sistem pemungutan pajak di Indonesia adalah berdasarkan Sistem Self Assesment. Dalam sistem ini masyarakat diberi kepercayaan dan tanggung jawab untuk menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri pajak yang terhutang.

Pajak sebagai salah satu sumber pendapatan negara diharapkan dapat memberikan sumbangsih yang besar bagi pembangunan pemerintahan, oleh karena itu maka peningkatan penerimaan pajak diperlukan untuk memaksimalkan pendapatan tersebut. Pajak adalah sumber terpenting dari segi penerimaan negara. Hal ini dapat kita lihat didalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara memperlihatkan bahwa sumber penerimaan terdiri dari berbagai penerimaan Pajak, Bea Masuk, Bea Cukai. Penagihan pajak dilakukan agar penanggung pajak melunasi utang pajak dan bunga yang tertunggak.

Dari rangkuman kegiatan pemungutan pajak, penagihan merupakan rangkai kegiatan terakhir. Oleh karena itu, keberhasilan dalam melakukan penagihan tunggakan pajak merupakan cermin dari tingkat kinerja dari proses pemungutan pajak. Tunggakan


(9)

pajak dipengaruhi oleh jumlah penetapan pajak dan jumlah pelunasan pajak. Jumlah penetapan pajak ditentukan oleh aparatur pajak sedangkan jumlah pajak yang dilunasi oleh tingkat kesadaran dan kemampuan Wajib Pajak, hal ini diperkuat dengan penegasan Undang-undang Perpajakan bahwa Surat Ketetapan Pajak merupakan Dasar Penagihan pajak.

Undang-undang Perpajakan No.28 tahun 2007 Tentang Ketentuan umum dan Tata cara Perpajakan yang mengatur tentang proses kegiatan penagihan pajak terbatas pada tindakan melakukan atau menyampaikan Surat Teguran pada Wajib Pajak yang tidak memenuhi jatuh tempo pembayarannya. Sedangkan tindakan yang harus dilakukan terhadap Wajib Pajak yang tidak melunasi utang pajaknya walaupun telah ditegur, diatur dalam Undang-undang tersendiri, yaitu Undang-undang Tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa, yaitu UU No. 19 Tahun 2000 dengan Undang-undang Penagihan Pajak, maka Surat Paksa itulah proses Penagihan Pajak dilakukan yang diawali dengan penyampaian Surat Teguran, kemudian dilanjutkan dengan Surat Paksa, Pemerintah Sita, Lelang, Dan Terakhir Dapat Dikenakan Hukum Penjara.

Penagihan pajak sendiri diatur dalam undang-undang No. 16 tahun 2000 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No.28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan pada pasal 18 sampai dengan pasal 23. Pada pasal 18 disebutkan bahwa yang menjadi dasar Penagihan Pajak Adalah Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan,


(10)

dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar ditambah.

Dalam pembangunan pemerintah Indonesia peran pajak sangat penting untuk membiayai pembangunan selain dari faktor migas dan pinjaman luar negeri. Pemerintah tentu saja tidak dapat hanya mengharapkan pinjaman luar negeri untuk membiayai kebutuhan Rumah Tangga negara ini. Oleh karena itu memaksimalkan penagihan pajak perlu dilakukan untuk membiayai Anggaran Belanja Negara yang terus meningkat dari tahun ke tahun.

Berdasarkan pemikiran tersebut maka pada Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) ini penulis akan membahas mengenai masalah Penagihan Pajak yang dilakukan oleh fiskus terhadap Wajib Pajak. Bagaimana pemeriksaan yang dilakukan oleh fiskus sehingga pajak yang terutang tersebut diketahui dan bagaimana upaya yang dilakukan oleh petugas pajak untuk memaksimalkan usaha penagihan tersebut.

Hal-hal inilah yang akan penulis kemukakan pada laporan yang akan ditulis sebagai syarat untuk menyelesaikan Studi Program Diploma III Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara yang diberi judul

“MEKANISME TUNGGAKAN PAJAK PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK MEDAN BELAWAN”


(11)

B. Tujuan dan Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) 1.Tujuan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)

a. Untuk mengetahui Tata Cara Pelaksanaan Penagihan

b. Untuk mengetahui masalah dan kendala-kendala yang dihadapi dalam penagihan pajak

c. Untuk memperdalam pengetahuan mengenai perpajakan, khususnya penerapan penagihan pada Kantor Pelayanan Pajak Medan Balawan.

2. Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)

a. Bagi Penulis sendiri praktik kerja lapangan mandiri ini diharapkan dapat memperdalam pengetahuan penulis dalam hal kegiatan penagihan dan menambah pengetahuan baik secara teori maupun praktik mengenai perpajakan

b. Bagi Karyawan KPP Medan Belawan diharapkan dapat memperoleh ide-ide baik berupa efisiensi, peningkatan dan perbaikan sistem yang telah ada

c. Bagi Universitas sendiri PKLM ini dapat meningkat hubungan kerja sama dengan Kantor Pelayanan Pajak Medan Belawan dan memberi uji nyata atas Disiplin Ilmu yang telah diberikan diperkuliahan kepada mahasiswa.

d. Bagi Masyarakat diharapkan agar dapat memperoleh informasi mengenai pajak dan pengaihan pajak sihingga diharapkan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat dalam membayar pajak.


(12)

C. Ruang Lingkup Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)

Praktik Kerja Lapangan Mandiri ini dilaksanakan pada Kantor Pajak Medan Belawan khususnya pada bagian Seksi Penagihan. Disini penulis akan melakukan PKLM mengenai penagihan pajak yang dilakukan Fiskus terhadap Wajib Pajak.

Adapun ruang Lingkup Praktik Kerja Lapangan Mandiri : 1. Prosedur pelaksanaan penagihan

2. Mekanisme pelaksanaan penagihan

3. Kendala yang dihadapi dan penyampaian surat paksa.

D. Metode Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)

1. Persiapan

Pada tahap ini penulis akan mempersiapkan hal-hal yang berhubungan dengan kegiatan PKLM misalnya menyiapkan buku-buku, literatur, pertanyaan-pertanyaan yang timbul dan sebagainya

2. Studi literatur

Penulis akan mencari berbagai sumber literatur dari buku-buku yang penulis kumpulkan dan tinjauan keperpustakaan yang berhubungan dengan penagihan dan dipergunakan sebagai perbandingan atas data yang diperoleh dilapangan


(13)

Penulis akan mencari data yang berhubungan dengan penagihan dan mempelajari kerugian yang dilakukan fiskus yang berhubungan dengan hal-hal tersebut

4. Pengumpulan data

Penulis akan mengumpulkan data yang berhubungan dengan penagihan dan literatur yang diperlukan

5. Analisa dan evaluasi

Data yang diperoleh dianalisis dan dievaluasi secara deskriptif dan memberi interprestasi dari hasil wawancara dan dokumentasi yang diperoleh. Kegiatan menganalisa dan evaluasi tersebut meliputi :

• Mengumpulkan data.

• Mengklasifikasi data yang diperoleh.

• Menganalisis data yang telah dikumpulkan.

E. Metode Pengumpulan Data Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) a. Wawancara (interview)

Melakukan pernyataan jawab langsung dengan pihak yang berkomentar dalam mekanisme penagihan pajak untuk mendapatkan data yang diperlukan dan mendokumentasikannya


(14)

Meninjau langsung kelapangan untuk memeproleh informasi dan data yang diperlukan

c. Penelitian pustaka (studi literatur)

Mengumpulkan data mengenai penagihan pajak melalui bahan-bahan bacaan seperti buku-buku, majalah, surat kabar, internet, undang-undang, peraturan pemerintah dan lain-lain.

F. Sistematika Penulisan laporan Praktik Kerja Lapangan

Adapun sistematika dalam penyusunan laporan tugas akhir ini adalah : BAB I : PENDAHULUAN

 Latar belakang praktik kerja lapangan

 Tinjauan dan manfaat PKLM

 Ruang lingkup PKLM

 Metode PKLM

 Metode Pengumpulan data

 Sstematika penulisan laporan PKLM

BAB II : GAMBARAN UMUM OBJEK LOKASI PKLM

 Sejarah tingkat KPP Medan Belawan

 Struktur organisasi


(15)

BAB III : GAMBARAN DATA

Pengertian pajak dan wajib pajak, dasar hukum, pengertian penagihan dan juru sita pajak dan hal-hal berkaitan dengan penagihan pada umumnya

BAB IV : ANALISA DAN EVALUASI

Analisa dan evaluasi terhadap data yang diperoleh selama pelaksanaan PKLM

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan dari PKLM mengenai penagihan dibidang perpajakan dan saran yang dikemukakan untuk menambah masukan bagi KPP Medan Belawan

BAB II

GAMBARAN UMUM LOKASI PKLM

A. Sejarah Singkat Kantor Pelayanan Pajak Medan Belawan

Kantor Pelayanan Pajak Medan Belawan berganti nama dari Kantor Pelayanan Pajak Medan Utara berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia NO. 443/KMK.01/2001 tanggal 23 juli 2001 tentang Organisasi dan Tata Cara Kerja


(16)

BAB III : GAMBARAN DATA

Pengertian pajak dan wajib pajak, dasar hukum, pengertian penagihan dan juru sita pajak dan hal-hal berkaitan dengan penagihan pada umumnya

BAB IV : ANALISA DAN EVALUASI

Analisa dan evaluasi terhadap data yang diperoleh selama pelaksanaan PKLM

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan dari PKLM mengenai penagihan dibidang perpajakan dan saran yang dikemukakan untuk menambah masukan bagi KPP Medan Belawan

BAB II

GAMBARAN UMUM LOKASI PKLM

A. Sejarah Singkat Kantor Pelayanan Pajak Medan Belawan

Kantor Pelayanan Pajak Medan Belawan berganti nama dari Kantor Pelayanan Pajak Medan Utara berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia NO. 443/KMK.01/2001 tanggal 23 juli 2001 tentang Organisasi dan Tata Cara Kerja


(17)

Direktorat Jenderal Pajak Kantor Pelayanan Pajak (KPP) yang berada dilingkungan Kantor Wilayah I Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Bagian Utara yang berkedudukan dijalan Asrama No. 7-A Medan. Wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Medan Belawan meliputi beberapa kecamatan, antara lain :

1. Kecamatan Medan Marelan. 2. Kecamatan Medan Belawan. 3. Kecamatan Medan Deli 4. Kecamatan Medan Labuhan.

Luas Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Medan Belawan sekitar 107,58 Km2 (10.758 Ha) yang meliputi empat kecamatan dan meliputi dua puluh tiga kelurahan. Visi KPP Medan Belawan adalah menjadi model pelayanan masyarakat yang menyelenggarakan sistem dan manajemen perpajakan kelas dunia, yang dipercaya dan dibanggakan masyarakat. Sedangkan misinya adalah :

• Fiskal

Menghimpun penerimaan dalam negeri dari sektor pajak yang mampu menunjang kemandirian pembiayaan pemerintahan berdasarkan UU Perpajakan dengan tingkat efektivitas dan efisiensi yang tinggi.

• Ekonomi

Mendukung kebijaksanaan Pemerintah dalam mengatasi permasalahan ekonomi bangsa dengan kebijaksanaan yang minimizing distortion.


(18)

Mendukung proses demokratisasi bangsa.

• Kelembagaan

Senantiasa memperbaharui diri, selaras dengan aspirasi masyarakat dan teknokrasi perpajakan serta administrasi perpajakan mutakhir.

B. Struktur Organisasi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Medan Belawan

Dalam menambah pengetahuan mengenai Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Medan Belawan ada baiknya mengetahui struktur organisasi yang merupakan wadah atau tempat bagi sekelompok orang yang bekerja sama dalam melakukan usaha untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Struktur organisasi diharapkan dapat memberikan gambaran tentang pembagian tugas, wewenang dan tanggung jawab serta hubungan antara bagian berdasarkan susunan tingkat hirarki. Struktur organisasi diharapkan akan dapat menetapkan system hubungan dalam organisasi yang menghasilkan tercapainya komunikasi, koordinasi dan integrasi secara efisien dan efektif dari segenap kegiatan organisasi baik horizontal maupun secara vertical.

KPP Medan Belawan menerapkan struktur organisasi lini dan staff. KPP Medan Belawan dipimpin oleh seorang Kepala Kantor yang secara operasional bertanggung jawab kepada Kepala Kantor Wilayah Dirjen Pajak.

KPP Medan Belawan terdiri dari sembilan seksi yang masing-masing seksi mempunyai koordinator pelaksana dan satu Kantor Penyuluhan dan Penggalian Potensi Pajak (KP4). Masing-masing seksi dipimpin oleh Kepala Seksi.


(19)

Struktur organisasi yang ada di KPP Medan Belawan dapat digambarkan sebagai berikut :

1. Sub Bagian Umum

2. Seksi Pengolahan Data dan Informasi (PDI) 3. Seksi Tata Usaha Perpajakan (TUP)

4. Seksi Pajak Penghasilan Orang Pribadi (PPh OP) 5. Seksi Pajak Penghasilan Badan (PPh Badan)

6. Seksi Pemotongan dan Pemungutan Pajak Penghasilan (Pot-Put PPh)

7. Seksi Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Tidak Langsung lainnya (PPN dan PTLL)

8. Seksi Penerimaan dan Keberatan (Pen-Keb) 9. Seksi Penagihan

10.Kantor Penyuluhan dan Pengamatan Potensi Pajak (KP4).

C. Fungsi Organisasi KPP Medan Belawan

Tugas dan fungsi masing-masing akan diuraikan dalam setiap seksi, dimana Kantor Pelayanan Pajak Medan Belawan mempunyai tugas pokok melaksanakan kegiatan operasional pelayanan perpajakan di bidang Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Pertambahan Nilai Atas Barang Mewah (PPnBM), dan Pajak Tidak Langsung Lainnya (PTLL) dalam daerah wewenangnya, berdasarkan kebijaksanaan teknis yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak.


(20)

KPP Medan Belawan mempunyai fungsi sebagai berikut :

a. Pengumpulan dan pengolahan data, penggalian potensi pajak serta ekstensifikasi Wajib Pajak.

b. Penatausahaan dan pengecekan data Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan serta berkas Wajib Pajak.

c. Penatausahaan dan pengecekan Surat Pemberitahuan (SPT) masa serta pemantauan dan penyusunan masa PPh, PPN, PPnBM dan PTLL.

d. Penatausahaan penerimaan, penagihan, penyelesaian keberatan dan restitusi PPh, PPN, PPnBM dan PTLL.

e. Verifikasi dan penerapan sanksi perpajakan.

f. Pengurusan penerbitan Surat Ketetapan Pajak (SKP) g. Penyuluhan dan pelayanan perpajakan.

h. Pengurusan tata usaha dan rumah tangga KPP

Untuk dapat melaksanakan tugas pokok dan fungsi sesuai Keputusan Menteri Keuangan No. 94/KMK.01/1994 tanggal 29 Maret 1994, maka pembagian tugas dan wewenang masing-masing seksi dalam struktur organisasi KPP Medan Belawan adalah :

1. Sub Bagian Umum

Kepala Subag Umum : Farid Hidayat

Korlak Rumah Tangga : Listen Nainggolan (Korlak)

Korlak : Rosniati


(21)

Staf Pelaksana : Fenty Rahmadhona Aidil Fajar

Dodi Irawan

Wisnu Marhadika Praja Kusuma Sub Bagian Umum terdiri dari :

a. Koordinator Tata Usaha dan Kepegawaian dengan tugas melakukan urusan tata usaha kepegawaian.

b. Koordinator Keuangan dengan tugas melakukan urusan keuangan

c. Koordinator Rumah Tangga dengan tugas melakukan urusan dan perlengkapan rumah tangga.

2. Seksi Pengolahan Data dan Isnformasi (PDI)

Kepala PDI : Margono

Korlak PDI I : Eliebet Pandiangan (Korlak) Korlak PDI II : Bambang

Staf Pelaksana : Nazif Rahmad Akhmad Khumeni Andri Istanto Seksi Pengolahan Data dan Informasi terdiri dari :


(22)

a. Koordinator Pelaksana Pengolahan Data dan Informasi I dengan tugas melakukan urusan pengolahan data dan penyajian informasi serta pembuatan monografi.

b. Koordinator Pelaksana Pengolahan Data dan Informasi II dengan tugas melakukan penggalian potensi pajak serta melakukan tugas ekstensifikasi Wajib Pajak

c. Koordinator Pelaksana Pengolahan Data dan Informasi III dengan tugas melakukan pemberian dukungan teknis computer.

3. Seksi Tata Usaha Perpajakan (TUP)

Kepala TUP : Mangatas, SE., AK., MM Kasubsi TUP : Bulha Mahulae, SE. (Korlak) Efriyanti Simamora

Staf Pelaksana : Legimin Lely Elviah Didi Irwanto Seksi Pengolahan Data dan Informasi terdiri dari :

a. Koordinator Pelaksana Pelayanan Terpadu dengan tugas melakukan urusan penerimaan Surat Pemberitahuan, surat Wajib Pajak lainnya, melakukan penatausahaan pendaftaran, pemindahan dan pencabutan identitas Wajib Pajak.


(23)

b. Koordinator Pelaksana Surat Pemberitahuan (SPT) dengan tugas melakukan penelitian SPT Tahunan PPh dan penyelesaian permohonan penundaan penyampaian SPT Tahunan PPh.

c. Koordinator Pelaksana Ketetapan dan Arsip Wajib Pajak dengan tugas melakukan urusan tata usaha penerbitan Surat Ketetapan Pajak serta melakukan urusan kearsipan Wajib Pajak.

4. Seksi PPh Orang Pribadi (PPh OP)

Kepala Seksi PPh OP : Ricart Sianipar

Kasubsi PPh OP : Poniman Ridianto (Korlak) Staf Pelaksana : Hamdan

Suparti

Dana Syahputra Ady Sulaiman Nyoman Arjana Achmad Rizal Putra Seksi PPh Orang Pribadi terdiri dari :

a. Koordinator Pelaksana PPh Orang Pribadi I dengan tugas melakukan urusan penerimaan, pengecekan dan perekaman Surat Pemberitahuan Masa dan Tahunan Orang Pribadi, serta melakukan urusan Fiskal Luar Negeri.


(24)

b. Koordinator Pelaksana PPh Orang Pribadi II dengan tugas melakukan pemantauan dan penatausahaan pembayaran masa PPh Orang Pribadi, serta melakukan urusan penatausahaan dan pelaksanakan pemeriksaaan sederhana Wajib Pajak Orang Pribadi.

5. Seksi PPh Badan

Kepala Seksi PPh Badan : Budiman Napitupulu, SE.AK Korlak

Staf Pelaksana : Rudolf Hutauruk Winnan Kinala Tarigan Tengku Zulaini Awila Harian Jaya Habeahan Catur Ajie Purnomo Purwo Priyono Seksi PPh Badan terdiri dari :

a. Koordinator Pelaksana PPh Badan I dengan tugas melakukan urusan penerimaan, pengecekan dan perekaman Surat Pemberitahuan Masa dan Tahunan PPh Badan.

b. Koordinator Pelaksana PPh Badan II dengan tugas melakukan pemantauan dan penatausahaan pembayaran masa PPh Badan, serta melakukan urusan penatausahaan dan pelaksanakan pemeriksaaan sederhana Wajib Pajak Badan.


(25)

6. Seksi Pemotongan dan Pemungutan PPh (PotPut) Kepala Seksi P2PPH : IR. Rospita Marpaung, MM

Korlak P2PPH : Syamsul Bahri Hasibuan, S.H. (Korlak) Togar Pasaribu

Staf Pelaksana : Dohar Hendra Sianturi Ismail Fahmi Naution Agus Indrayana

Cici Nurul Rochimi, S.E., Ak Tofani Eko Prehantoro

Seksi Pemotongan dan Pemungutan PPh terdiri dari :

a. Koordinator Pelaksana Pemotongan dan Pemungutan PPh I dengan tugas melakukan urusan penerimaan, pengecekan dan perekaman Surat Pemberitahuan Masa dan Tahunan Pemotongan dan Pemungutan PPh.

b. Koordinator Pelaksana Pemotongan dan Pemungutan PPh II dengan tugas melakukan pemantauan dan penatausahaan pembayaran masa Pemotongan dan Pemungutan PPh, serta melakukan urusan penatausahaan dan pelaksanakan pemeriksaaan sederhana atas kewajiban pemotongan dan pemungutan PPh.


(26)

7. Seksi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan (PTLL) Kepala Subag PPN : Oloan Naek Siregar

Kasubsi PPN : Suratin (Korlak)

Sulaiman Yusuf,SE.AK Amir Fauzi, SE.AK. Staf Pelaksana : Djalaluddin

Mhd. Isnaeni Harahap Jhony Fernando Barus Iskandar.M.Hutajulu Ikhsan Amri Parinduri Mhd. Ikhsan Nasution Herman Asyura Seksi Pajak Pertambahan Nilai terdiri dari :

a. Koordinator Pelaksana PPN Industri dengan tugas melakukan urusan penerimaan, pengecekan dan perekaman Surat Pemberitahuan Masa PPN. b. Koordinator Pelaksana PPN Perdagangan dengan tugas melakukan

pengawasan pembayaran masa PPN, serta melakukan urusan konfirmasi Faktur Pajak

c. Koordinator Pelaksana PPN Jasa dan PTLL dengan tugas melakukan penatausahaan dan pelaksanaan pemeriksaan sederhana PPN.


(27)

8. Seksi Penerimaan dan Keberatan (PenKeb) Kepala Seksi PenKeb : Bangsawan

Korlak : Syamsul Nahar (Korlak) Staf Pelaksana : Rika Maya Sari

Nurfitriani Suhariadi Dany Santoso Seksi Penerimaan dan Keberatan terdiri dari :

a. Koordinator Pelaksana Keberatan PPN dan PTLL dengan tugas melakukan urusan penatausahaan penerimaan pajak, pembukuan restitusi, dan pembuatan pemindahbukuan, serta melakukan pengolahan dan penatausahaan macam-macam penerimaan pajak

b. Koordinator Pelaksana Keberatan PPh dengan tugas melakukan urusan penerbitan SKPKPP dan SPMKP, serta melakukan urusan penyelesaian keberatan, penyusunan uraian banding, peninjauan kembali, dan sengketa PPh dan PPN.

c. Koordinator Pelaksana Tata Usaha Penerimaan Pajak dan Restitusi dan Rekonsiliasi dengan tugas melakukan rekonsiliasi penerimaan pajak, pengolahan dan penyaluran SSP serta Surat Penghitungan Pajak.


(28)

Kepala Seksi Penagihan : Ari Suyatno, SE Korlak TUPP : M. Taufik Korlak Penagihan Aktif : Edy

Staf Pelaksana : Parlindungan

Ahmad Fadri Kurnia Mubarok Mukmin

Seksi Penagihan terdiri dari :

a. Koordinator Pelaksana Tata Usaha Piutang Pajak dengan tugas melakukan urusan penatausahaan piutang pajak, penagihan, penundaan dan angsuran piutang pajak, serta melakukan penyitaan, usulan lelang dan penagihan lainnya.

b. Koordinator Pelaksana Penagihan Aktif dengan tugas melakukan penerbitan Surat Tagihan, Surat Paksa, Surat Perintah Melakukan Penyitaan.

10. Kantor Penyuluhan dan Pengamatan Potensi Pajak Kepala KP4 : Abdul Ghoni BSc

Korlak : Amhar

Staf Pelaksana : Rama Chandra Zulkarnain


(29)

a. Koordinator Pelaksana Tata Usaha dengan tugas melakukan urusan kepegawaian, tata usaha, keuangan dan rumah tangga KP4.

b. Koordinator Pelaksana Ekstensifikasi dan Monografi dengan tugas melakukan urusan ekstensifikasi Wajib Pajak dan monografi perpajakan. c. Koordinator Pelaksana Penyuluhan Perpajakan dengan tugas melakukan

urusan penyuluhan perpajakan dan pemberian pelayanan NPWP / PKP, Surat Pemberitahuan, Surat Pemberitahuan Objek Pajak dan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang PBB.


(30)

BAB III

GAMBARAN DATA PRAKTIK

A. Pengertian

Dalam Undang-undang Perpajakan No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang dimaksud dengan Pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh Wajib Pajak atau Badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang, dengan tidak mendapat imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Ada beberapa pendapat para ahli mengenai pengertian pajak diantaranya : 1. Menurut Prof.Dr.Rochmad Soemitro,SH mengemukakan bahwa pajak adalah iuran

rakyat kepada Negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal (kontra prestasi) yang langsung dapat ditunjukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum (Mardiasmo, 2003 : 1).

2. Menurut Prof.Dr.PJA.Adriani,SH bahwa pajak adalah iuran kepada Negara (yang dapat dipaksakan) yang terhutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan dengan tidak mendapat pretasi kembali yang langsung dapat ditunjuk, dan yang digunakan adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran


(31)

umum berhubungan dengan tugas Negara dalam menyelenggarakan pemerintahan (Waluyo dan Wirawan B Ilyas, 2002 : 4).

3. Menurut Dr. Soeparman Soemahamidjaja bahwa pajak adalah iuran wajib, berupa uang atau barang, yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa kolektif dalam mencapai kesejahtaraan umum (Y. Sri Pudyatmoko, 2004 : 2).

4. Menurut Prof.Dr.Smeets bahwa pajak adalah prestasi kepada pemerintah yang terutang melalui norma-norma umum, dan yang dapat dipaksakan, tanpa adanya kontraprestasi yang dapat ditunjukan dalam hal yang individual,maksudnya adalah untuk membiayai pengeluaran pemerintah (Y. Sri Pudyatmoko, 2004 : 2).

Dari berbagai pengertian pajak yang dikemukakan berbagai ahli dapat ditarik adanya beberapa ciri atau karakteristik dari pajak sebagai berikut:

a. Pajak dipungut berdasarkan Undang-undang atau peraturan pelaksanaannya. b. Terhadap pembayaran pajak, Tidak ada kontra prestasi yang dapat ditunjuk

secara langsung.

c. Pemungutan dapat dilakukan baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, karena itu ada istilah pajak pusat dan pajak daerah.

d. Hasil dari uang pajak dipergunakan untuk membiayai pengeluaran pemerintah baik pengeluaran rutin maupun pengeluaran pembangunan,dan apabila terdapat kelebihan maka sisanya dipergunakan untuk public investment.


(32)

e. Disamping mempunyai fungsi sebagai alat untuk memasukkan dana dari rakyat ke kas Negara (fungsi budgetair) pajak juga mempunyai fungsi mengatur (fungsi regular).

Pemungutan pajak merupakan peralihan kekayaan dari rakyat kepada Negara yang hasilnya akan dikembalikan kepada masyarakat, maka pemungutan pajak harus mendapat persetujuan dari rakyat itu sendiri mengenai jenis pajak apa saja yang akan dipungut serta berapa besarnya pemunguta pajak. Proses persetujuan rakyat ini dilakukan dengan Undang-undang. Hal ini mengacu pada pasal 23A UUD 1945 yang menyatakan bahwa Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan Negara diatur dengan Undang-undang.

Wajib Pajak (WP) adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan, termasuk pemungutan pajak atau memotong pajak.

Badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan suatu kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas , perseroan komanditer, perseroan lainya, badan usaha milik negara atau daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi masa , organisasi sosial politik,atau organisasi yang sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap, dan bentuk badan lainnya.


(33)

B. Dasar Hukum Penagihan

Dasar Hukum Penagihan ialah :

1. Undang-undang No.19 Tahun 2000 Tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.

2. Undang-undang No. 16 Tahun 2000 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No.28 tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

3. Peraturan Pemerintah No.135 tahun 2000 Tentang Tata Cara Penyitaan dalam rangka penagihan pajak degan Surat Paksa.

4. Peraturan Pemerintah No.136 tahun 2000 Tentang Tata Cara Penjualan Barang Sitaan yang dikecualikan dari penjualan secara lelang dalam rangka Penagihan Pajak.

5. Peraturan Pemerintah No.137 tahun 2000 Tentang Tempat dan Tata Cara Penyanderaan, Rehabilitasi nama baik Penanggung Pajak dan pemberian ganti rugi dalam rangka penagihan pajak dengan Surat paksa

C. Syarat Pemungutan Pajak

Karena pajak merupakan kontribusi wajib maka dalam melaksanakan pemungutan pajak terdapat beberapa syarat yang ditetapkan oleh pemerintah yaitu:


(34)

Sesuai dengan tujuan hukum, yakni mencapai keadilan maka pelaksanaan pemungutan harus adil, diantaranya mengenakan pajak secara umum dan merata, serta disesuaikan dengan kemampuan masing-masing.

2. Pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang (syarat yuridis)

Di Indonesia, pajak diatur dalam UUD 1945 pasal 23A yang memberi jaminan hukum untuk menyatakan keadilan, baik bagi Negara maupun warganya. 3. Tidak mengganggu perekonomian (syarat ekonomis)

Pemunggutan tidak boleh mengganggu kelancaran kegitan produksi maupun perdagangan, sehingga tidak menimbulkan kelesuan perekonomian masyarakat.

4. Pemungutan pajak harus efisien (syarat finansial)

Sesuai dengan fungsi budgetair, biaya pemungutan pajak harus dapat ditekan sehingga lebih rendah dari hasil pemungutannya.

5. Sistem pemungutan pajak harus sederhana

Sistem pemungutan yang sederhana akan memudahkan dan mendorong masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Syarat ini telah dipenuhi oleh Undang-undang perpajakan.

D. Fungsi Pajak

Ada dua fungsi pajak yaitu:


(35)

Pajak mempunyai fungsi sebagai alat atau instrumen yang digunakan untuk memasukkan dana yang sebesar-besarnya ke dalam kas negara. Dalam hal ini fungsi pajak lebih diarahkan sebagai instrumen untuk menarik dana dari masyarakat untuk dimasukkan ke dalam kas Negara,dari pajak itulah yang kemudian digunakan sebagai penopang bagi penyelenggaraan dan aktivitas pemerintah.

b. Fungsi Mengatur (Reguler)

Dalam hal ini pajak digunakan untuk mengatur dan mengarahkan masyarakat kearah yang dikehendaki pemerintah. Oleh karenanya, fungsi mengatur ini akan mendorong dan mengendalikan kegiatan masyarakat agar sejalan rencana dan keinginan pemerintah. Dengan adanya fungsi mengatur, kadang kala dari sisi penerimaan (fungsi budgeteir ) justru tidak menguntungkan . terhadap kegiatan masyarakat yang dipandang bersifat negatif, bila fungsi reguler yang dimaksud untuk menekan kegiatan itu kegiatan itu dikedepankan, maka pemerintah justru dipandang berhasil meskipun pemasukan pajaknya kecil. Sebagai contoh cukai minuman keras. Bila pemasukan dari cukai minuman keras sangat sedikit, dan diindikasikan bahwa masyarakat tidak lagi banyak mengkonsumsi minuman keras, maka justru itu suatu keberhasilan , sekalipun dari sisi budgetair tidak menguntungkan. Apabila dikaitkan dengan salah satu dimensi hubungan antara pemerintah dengan rakyat, maka kiranya fungsi ini tidak lepas dari fungsi pengendalian. (sturen).


(36)

Untuk melaksanakan fungsi mengatur ini, umumnya oleh fiskus dapat digunakan dengan dua cara :

a. Cara umum

Cara ini biasanya dilakukan dengan menggunakan tarif-tarif pajak yang dimaksud untuk mengadakan perubahan-perubahan terhadap tarif yang bersifat umum. Tarif yang merupakan persentase atau jumlah yang dikenakan terhadap basis pajak (tax bases), yang berlaku secara umum dijadikan instrumen perwujudan fungsi pajak ini.

b. Cara Khusus

Pelaksanaan fungsi ini mengatur dari pajak yang bersifat khusus ini dapat dibedakan menjadi dua, yakni yang bersifat positif dan yang negatif

E. Pengelompokan Pajak

Pajak dapat dikelompokkan sebagai berikut: 1. Menurut Golongan

a. Pajak langsung, yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh Wajib Pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain.

Contoh : Pajak penghasilan

b. pajak tidak langsung, yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain.


(37)

2. Menurut sifatnya

a. Pajak subjektif, yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya, dalam arti memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak.

Contoh: Pajak penghasilan.

b. Pajak Objektif, yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak.

Contoh: Pajak Pertambahan Nilai Dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

3. Menurut Lembaga Pemungutannya

a. Pajak Pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan yang digunakan untuk membiayai rumah tangga negara.

Contoh: Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan, dan Bea Materai.

b. Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah.

Pajak daerah Terdiri atas:

1) Pajak Propinsi, Contoh: Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air, Pajak Bahan Bakar Kendaraan bermotor.

2) Pajak kabupaten/kota, Contoh: Pajak hotel, Pajak Restoran, Pajak hiburan, Pajak reklame, dan pajak penerangan jalan


(38)

F. Pengertian Utang Pajak

Utang Pajak adalah pajak yang masih harus dibayar termasuk sanksi administrasi berupa bunga, denda atau kenaikan yang tercantum dalam surat ketetapan pajak atau surat sejenisnya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan

G. Timbul dan Hapusnya Utang Pajak 1.Timbulnya utang pajak

Seperti yang telah kita ketahui bila ditinjau dari segi hukum, pajak merupakan sebuah perikatan . akan tetapi, perikatan pajak berbeda dengan perikatan perdata. Dalam perikatan perdata timbulnya perikatan dapat terjadi karena perjanjian dan dapat pula terjadi karena Undang-undang, sedangkan perikatan pajak adalah perikatan yang timbul karena undang-undang. Perikatan perdata dilingkupi oleh suasana hukum privat yang mengatur hubungan-hubungan hukum dari subyek-subyek yang sederajat, sedangkan perikatan pajak dilingkupi oleh hukum publik dimana salah satu pihaknya adalah Negara yang mempunyai kewenangan untuk memaksa.Hal yang terpenting untuk diperhatikan dalam kaitan ini antara lain mengenai saat timbulnya utang pajak itu sendiri.

Menurut Rochmat Sumitro, utang pajak adalah utang yang timbul secara khusus karena Negara (kreditur) terikat dan dan tidak dapat memilih secara bebas siapa yang akan dijadikan debiturnya , seperti dalam hukum perdata.


(39)

Mengenai cara dan saat lahirnya utang pajak dikenal Ada dua ajaran yang mengatur timbulnya utang pajak:

1. Ajaran formil

Utang pajak timbul karena diterbitkan Surat ketetapan pajak oleh fiskus. Ajaran ini diterapkan pada official assessment system.

2. Ajaran Materiill

Utang pajak timbul karena berlakunya Undang-undang. Seseorang dikenakan pajak karena suatu keadaan dan perbuatan. Ajaran ini diterapkan pada self assessment system.

2. Hapusnya Utang Pajak

Hal-hal yang dapat mengakibatkan hapusnya utang pajak adalah sebagai berikut : 1. Pembayaran

2. Kompensasi 3. Daluwarsa

4. Pembebasan dan Penghapusan

H. Pengertian Penagihan

Di dalam Ketentuan umum Pasal 1 angka 9 UU No. 19 tahun 2000 Tentang Undang-undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa disana dikatakan Bahwa yang dimaksud dengan penagihan adalah “ Serangkaian tindakan agar penanggung pajak


(40)

melunasi utang pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan Surat Paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, menjual barang yang telah disita”.

I. Bentuk Penagihan

Dalam bidang administrasi perpajakan dikenal beberapa bentuk penagihan yaitu penagihan pasif, penagihan aktif (dengan diterbitkan STP / SKP / SKPT ) dan Penagihan Paksa.

1. Penagihan Pasif

Penagihan Pasif ialah tindakan yang dilakukan oleh kantor pelayanan pajak dengan cara melakukan pencatatan, pengawasan atas kepatuhan pembayaran masa dan pembayaran lainnya yang dilakukan oleh Wajib Pajak.

2 Penagihan Aktif

Penagihan Aktif ialah Penagihan Yang didasarkan pada STP / SKP / SKPT dimana Undang-undang telah menentukan tanggal jatuh tempo yaitu 1 (satu) bulan terhitung dari saat STP / SKP / SKPT diterbitkan. Sebelum tanggal jatuh tempo, fiskus dapat melakukan penagihan aktif dimana KPP menghimbau kepada Wajib Pajak agar melakukan pembayaran sebelum tanggal jatuh tempo.


(41)

Penagihan dengan Surat Paksa dilakukan oleh fiskus melalui jurusita pajak Negara yang menyampaikan / memberitahukan Surat Paksa, melakukan penyitaan dan melakukan pelelangan melalui Kantor Lelang Negara terhadap barang-barang Wajib Pajak.

J. Daluwarsa Penagihan Pajak

Pengertian daluwarsa adalah lewat waktu, artinya keadaan yang telah ditentukan lewat waktu sehingga segala tindakan atau perbuatan sebagaimana disebutkan telah tidak memiliki kekuatan hukum lagi.

Menurut pasal 22 ayat 1 KUP “ Hak untuk melakukan penagihan Pajak, termasuk bunga, denda, kenaikan dan biaya penagihan pajak, daluwarsa setelah lampaui waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak penerbitan Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan Surat keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, serta Putusan Penilaian Kembali.

Daluwarsa penagihan pajak tertangguh apabila: 1. Diterbitkan Surat Teguran dan surat paksa

2. Adanya pengakuan utang pajak dari Wajib Pajak baik langsung maupun tidak langsung.

3. Diterbitkannya SKPKB atau SKPKBT

4. Dilakukan penyidikan tindak pidana dibidang perpajakan.


(42)

Adapun Pengertian Jurusita Pajak menurut UU. No. 19 Tahun 2000 adalah pelaksana tindakan penagihan pajak yang meliputi penagihan seketika dan sekaligus, pemberitahuan Surat Paksa, penyitaan dan Penyanderaan.

Karyawan Direktorat Jendral Pajak yang diangkat sebagai Jurusita Pajak haruslah memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a. Berpendidikan dan memiliki ijazah serendah-rendahnya Sekolah Menengah Umum atau yang setingkat dengan itu.

b. Pangkat serendah-rendahnya Pengatur muda golongan II/ a.. c. Berbadan sehat dan tidak cacat phisik.

d. Lulus pendidikan jurusita pajak.

e. Sebelum melaksanakan tugasnya diangkat dan disumpah oleh pejabat. f. Jujur, bertanggung jawab dan penuh pengabdian.

Kemudian Jurusita Pajak dapat diberhentikan dalam hal: a. Meninggal dunia atau Pensiun.

b. Sakit jasmani atau rohani terus menerus.

c. Lalai atau tidak cakap dalam menjalankan tugas. d. Melakukan perbuatan tercela.

e. Melanggar sumpah atau janji Jurusita pajak. f. Karena alih tugas.

Dari uraian tentang jurusita sebagaimana tersebut diatas maka kita ketahui bahwa tugas jurusita pajak adalah sebagai berikut.


(43)

1. Melaksanakan Surat Perintah Penagihan dan sekaligus. 2. Memberitahukan Surat Paksa.

3. Melaksanakn Penyitaan atas barang penanggung pajak berdasarkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, dan

4. Melaksanakan Penyanderaan berdasarkan Surat Perintah Penyanderaan.

Menurut pasal 18 (1), UU No. 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yang menjadi dasar penagihan adalah : Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak kurang Bayar Tambahan, dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan dan Putusan Banding serta Keputusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah.


(44)

BAB IV

ANALISA DAN EVALUASI DATA

A.Tata Cara Penagihan

Dasar tindakan penagihan pajak adalah apabila pajak yang terutang sebagaimana tercantum dalam Surat Tagihan Pajak (STP), Surat ketetapan pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, yang menyebabkan pajak yang harus dibayar bertambah, tidak atau kurang dibayar, setelah lewat jatuh tempo pembayaran pajak yang bersangkutan.

Tindakan pertama yang dilakukan adalah dengan melakukan atau mengeluarkan Surat Teguran kepada Wajib Pajak atau Penanggung Pajak. Namun bagi Wajib Pajak yang mengajukan permohonan untuk mengangsur atau menunda pembayaran utang pajaknya, dan telah disetujui oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak tidak perlu dikeluarkan Surat Teguran.

Untuk memudahkan memahami tata cara tindakan penagihan pajak, maka ada tahapan-tahapan yang dapat dilakukan, yaitu :

a. Tahapan pembuatan Surat Teguran

Utang pajak yang tidak dilunasi setelah lewat 7 (tujuh) hari setelah tanggal jatuh tempo pembayaran, akan diterbitkan Surat Teguran


(45)

Utang pajak setelah lewat 21 (dua puluh satu) hari dari tanggal Surat Teguran tidak dilunasi, diterbitkan Surat Paksa yang diberitahukan oleh Jurusita Pajak dengan dibebani biaya penagihan pajak dengan Surat Paksa sebesar Rp 50.000 (lima puluh ribu rupiah). Utang pajak harus dilunasi dalam jangka waktu 2 x 24 jam. Setelah Surat Paksa diberitahukan oleh Jurusita Pajak.

c. Tahapan pelaksanaan penyitaan

Utang pajak dalam jangka waktu 2 x 24 jam setelah Surat Paksa diberitahukan oleh Jurusita Pajak tidak dilunasi, jurusita pajak dapat melakukan tindakan penyitaan, dengan dibebani biaya pelaksanaan surat perintah melakukan penyitaan sebesar Rp 100.000 (seratus ribu rupiah).

d. Tahapan pelaksanaan lelang

Dalam jangka waktu paling singkat 14 (empat belas) hari setelah tindakan penyitaan , utang pajak belum dilunasi akan dilanjutkan dengan pengumuman lelang melalui media masa. Penjualan secara lelang melalui KPKNL (Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang) terhadap barang yang disita, dilaksanakan paling singkat 14 (empat belas) hari setelah pengumuman lelang.

Dalam hal biaya penagihan paksa dan biaya pelaksanaan sita belum dibayar maka akan dibebankan bersama-sama dengan biaya iklan untuk pengumuman lelang dalam surat kabar dan biaya lelang pada saat pelelangan.


(46)

Pemblokiran adalah tindakan pengamanan harta kekayaan milik Penanggung Pajak yang tersimpan pada bank dengan tujuan agar terhadap harta kekayaan dimaksud tidak terdapat perubahan apapun, selain penambahan jumlah atau nilai.

Apabila dalam jangka waktu (empat belas) hari sejak penyitaan, Penanggung Pajak tidak melunasi utng pajak dan biaya penagihan pajak, pejabat segera meminta kepada pimpinan bank untuk memindahbukukan harta kekayaan Penanggung Pajak yang tersimpan pada bank ke kas negara atau kas daerah sejumlah yang tercantum dalam Berita Acara Pelaksanaan Sita.pencabutan pemblokiran dapat dilakukan apabila penanggung pajak telah melunasi utang pajak dan biaya penagiahn pajak. f. Tahapan pencegahan

pencegahan mengandung maksud bahwa penanggung pajak yang dicegah dilarang untuk bepergian keluar wilayah Indonesia (keluar negeri) dalam waktu tertentu atau sementara waktu, sebagai akibat dari:

1. Jumlah hutang pajak yang, menurut undang-undang (pasal 29 ayat PPSP) ditentukan sekurang-kurangnya R.p100.000.000 dan

2. Penanggung pajak diragukan etikad baiknya didalam melunasi utang pajak Jangka waktu tertentu adalah selama paling lama 6 (enam) bulan dan dapat diperpanjang selama enam bulan berikutnya.


(47)

a. Pejabat mengajukan permohonan kepada menteri untuk diterbitkan Surat Keputusan pencegahan, dengan disertai alasan-alasan yang dapat menjadi dasr diterbitkannya keputusan Pencegahan.

b. Menteri keuangan RI berdasarkan surat dari pejabat setelah dikaji dan dipertimbangkan, menerbitkan Surat Keputusan pencegahan , yang sekurang-kurangnya memuat :

• Identitas penanggung pajak yang dikenakan pencegahan .

• Alasan melakukan pencegahan.

• Jangka waktu pencegahan yakni, paling lama 6 (enam) tahundan dapat diperpanjang lagi selama 6 (enam) tahun.

c. Surat keputusan Pencegahan disampaikan kepada :

• penanngung pajak.

• Menteri Kehakiman.

• Pejabat yang melakukan permohonan pencegahan.

• Atasan pejabat yang mengajukan permohonan pencegahan.

• Kepala daerah setempat. g. Tahapan pelaksanaan penyanderaan

Sebagaimana pencegahan, demikian pula penyanderaan adalah merupakan salah satu upaya penagihan , hanya pencegahan adalah berupa pelarangan bepergian keluar wilayah Indonesia, akan tetapi apabila penyanderaan berupa membatasi


(48)

kebebasan Penanggung Pajak dengan cara menempatkan dirinya ditempat tertentu. Pengertian “ditempat tertentu” adalah :

• Tempat tertutup dan terasing dari masyarakat.

• Mempunyai fasilitas yang terbatas.

• Mempunyai system pengamanan dan pengawasanyang memadai.

Sebelum tempat penyanderaan sebagaiman dimaksud dimuka belum tersedia dikantor Direktorat Jenderal Pajak/ Kantor Pendapatan Daerah, maka penanggung pajak yang disandera dapat dititipkan kerumah tahanan dan terpisah dari tahanan lain .

Adapun syarat penanggung pajak dapat disandera adalah sebagai berikut :

• Memiliki utang pajak sekurang-kurangnya Rp. 100.000.000

• Diragukan itikad baiknya dalam melunasi utang pajak Tata cara pelaksaan penyanderaan dilakukan sebagai berikut :

a. Ada usulan dari Jurusita Pajak atau atas inisiatif Pejabat untuk melakukan Penyanderaan.

b. Pejabat atau atasan pejabat mengajukan permohonan izin tertulis kepada Menteri Keuangan untuk penagihan pajak pusat atau Gubernur Kepala Daerah untuk pajak-pajak daerah .

c. Setelah menerima surat permohonan izin penyandraan dari Pejabat atau atasan Pejabat Menteri Keuangan atau Gubernur memberikan izin penyanderaan setelah terlebih dahulu dipelajari dan diberikan pertimbangan dengan baik.


(49)

d. Pejabat menerbitkan Surat Perintah Penyanderaan setelah menerima izin dari Menteri Keuangan atau Gubernur.

e. Jurusita melaksanakan Surat Perintah Penyanderaan dengan disaksikan oleh 2 (dua) orang saksi penduduk Indonesia yang telah dewasa, dikenal oleh Jurusita Pajak dan dapat dipercaya yaitu dengan cara menyerahkan langsung Surat Perintah Penyanderaan kepada Penanggung Pajak dan menyerahkan salinannya kepada Kepala Tempat Penyanderaan.

f. Dalam kasus-kasus tertentu, misalnya :

• Penanggung Pajak yang akan disandera tidak diketemukan, maka Jurusita pajak melalui Pejabat atau atasan pejabat meminta bantuan Kepolisian atau Kejaksaan untuk menghadirkan Penanggung Pajak yang tidak diketemukan tadi

• Dapat meminta bantuan Kepolisian dan Kejaksaan dalam kasus-kasus yang lain.

g. Penyanderaan dimulai saat Surat Perintah Penyanderaan diterima oleh Penanggung Pajak yang bersangkutan.

h. Jurusita Pajak membuat Berita Acara Penyanderaan pada saat Penanggung pajak dtempatkan ditempat penyanderaan yang ditanda tanganioleh Jurusita Pajak, Kepala tempat penyanderaan, penanggung Pajak yang disandera dan Bupati atau Walikota.


(50)

B. Kendala yang Terjadi dalam Penagihan Tunggakan Pajak

Pada dasarnya besarnya utang pajak dihitung sendiri oleh Wajib Pajak, pabila ternyata terdapat kekeliruan atau kesalahan Wajib Pajak dalam melakukan perhitungan pajak yang terutang atau Wajib pajak melanggar ketentuan yang diatur dalam perundang-undangan perpajakan, Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Tagihan pajak, Surat Ketetapan Pajak atau Surat Ketetapan Pajak Tambahan. Ketiga surat ini merupakan sarana administrasi bagi Direktur Jenderal Pajak untuk melakukan penagihan pajak. Apabila tagihan pajak tidak dibayar pada tanggal jatuh tempo yang telah ditetapkan, penagihan dapat dilakukan dengan Surat paksa.

Pada KPP Medan Belawan kendala-kendala yang dihadapi dalam penagihan pajak adalah sebagai berikut :

1. Alamat Wajib Pajak atau penanggung pajak yang tidak jelas maupun fiktif (kempos) sehingga menyulitkan dalam pelaksanaan tindakan penagihan, seperti pengiriman Surat Teguran dan penyampaian Surat Paksa.

2. Keberadaan Wajib Pajak atau penaggung pajak tidak ditemukan baik karena pindah domoisili maupun dengan sengaja menghindar.

3. Data dan informasi tentang Wajib Pajak atau penaggung pajak yaitu identitas lengkap, pengurus, serta daftar harta / asset yang tidak selalu mutakhir sehingga menyulitkan tindakan penagihan aktif.


(51)

4. Kurangnya kesadaran dan pengetahuan sebagian Wajib pajak (baru dalam bidang perpajakan, sehingga tunggakan yang timbul adalah sanksi administrasi yang tidak bisa diterima Wajib Pajak.

5. Kemampuan likuiditas Wajib Pajak atau penangguna pajak yang rendah untuk melunasi tunggakan pajaknya, dikarenakan kondisi perusahaan yang sedang buruk, serta penetapan ketetapan pajak yang bermasalah yang terlalu membebani Wajib pajak atau penaggung pajak.

6. Wajib Pajak atau penaggung pajak tidak kooporatif dalam melunasi tunggakan pajak seperti memperlambat pelunasan tunggakan pajak, maupun wanprestasi atas ksepakatan pelunasan pajak.

C. Peran Jurusita Pajak dalam Usaha Penagihan Tunggakan Pajak pada KPP Medan Belawan.

Peran jurusita pajak dalam penagihan tunggakan pajak adalah sebagai petugas yang mempunyai tugas menyampaikan / memberitahukan dengan pernyataan Surat Paksa kepada Wajib Pajak atau penaggung Pajak . Melaksankan penyitaan (penyanderaan) terhadap barang-barang Wajib Pajak atau Penaggung Pajak yang tidak atau kurang membayar pajak sesuai dengan Undang-undang Pajak yang berlaku.

Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak. Surat paksa dikeluarkan setelah terlebih dahulu ,melakukan atau menyampaikan Surat Teguran terhadap Wajib Pajak atau Penaggung Pajak yang bersangkutan, yang


(52)

didahului dengan penerbitan Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak (SKP), dan Surat Ketetapan Pajak Tambahan (SKPT). Dalam melaksanakan penagihan pajak dengan Surat Paksa, maka jurusita pajak akan mendatangi langsung tempat tinggal / tempat kedudukan Wajib Pajak atau penagging Pajak dengan memperlihatkan tanda pengenal diri dan menyatakan maksudnya kepada Wajib Pajak atau penanggung pajak.

Adakalanya penaggung pajak menolak Surat Paksa dengan berbagai alasan. Maka jurusita harus bisa melakukan kegiatan yang diperlukan sesuai dengan prosedur yang telah ditentukan.

Kegiatan terakhir yang dilakukan oleh jurusita pajak setelah penyampaian Surat Paksa adalah membuat laporan pelaksanaan Surat Paksa. Apabila jurusita tidak dapat melaksanakan Surat Paksa secara langsung maka jurusita membuat laporan tertulis mengenai sebab-sebab dan usaha yang telah dilakukan dalam upaya melaksanakan Surat Paksa.

Dalam penyampaian Surat Paksa Jurusita Pajak Negara sering menghadapi berbagai kendala. Menurut Moeljo Hadi,SH dalam bukunya “Dasar-dasar penagihan pajak Negara” halaman 41 kendala-kendala yang dihadapi jurusita adalah :

1. Jurusita tidak diperbolehkan masuk rumah.

Pada waktu pelaksanaan penyirtaan ada kemungkinan jurusita tersebut tidak dapat masuk atau tidak diperbolejkan masuk kedalam rumah WP / PP yang barang-barangnya yang akan disita. Dalam hal ini jurusita tidak diperkenankan memasuki rumah dengan


(53)

paksa tetapi dapat meminta bantuan pihak kepolisian untuk dapat melaksanakan tugas penyitaan tersebut.

2. Jurusita tidak diperbolehkan menyita barang WP / PP

Kemungkinan lain ialah jurusita diizinkan masuk kedalam rumah tetapi tidak diperkenankan menyita barang-barang milik WP / PP. dalam hal ini jurusita harus memberi pengertian mengenai maksud penyitaan. Apabila jurusita mendapat ancaman adari WP / PP maka jurusita dapat melaporkan kepada kepolisian dan selamjutnya dilakukan bersama-sama pihak kepolisian.

3. Wajib Pajak atau Penaggung Pajak atau wakilnya tidak mau menandatangani berita acara pelaksanaan sita

Apabila WP atau PP atau wakilnya menolak untuk ikut menandatangani berita acara pelaksanaan sita tersebut maka jurusita dapat mengambil tindakan sebagai berikut :

a. Memberitahukan kepada kepolisian dan meminta bantuan agar membantu menjaga supaya tidak ada barang-barang sitaan yang hilang.

b. Berita acara pelaksanaan sita tetap dianggap sah (Undang-undang No.19 Tahun 2000, Pasal 12 ayat 6).

4. Pembuktian barang-barang yang bukan milik WP / PP

Apabila WP / PP menyatakan bahwa sebagian barang-barang yang sita bukan miliknya maka WP / PP atau wakilnya harus dapat menunjukkan bukti-bukti yang jelas bahwa barang-barang tersebut memang benar bukan milik WP / PP.


(54)

Pada KPP Medan Belawan Tenaga Jurusita hanya berjumlah 1 (satu) orang.sehingga penagihan tidak dapat dilakukan secara maksimal. Meskipun tenaga jurusita pada KPP Medan Belawan kurang tetapi realisasi penagihan pajak Pada tahun 2007 cukup baik, terbukti dengan perealisasian selama tahun 2004 Yaitu: Surat teguran yang terbit sebanyak 4999 dengan jumlah tunggakan Rp 10.932.265.000 setelah Surat Teguran dikeluarkan maka diterima Pembayaran Sebesar Rp 4.550.508.000 (Surat Teguran kembali kepos sebanyak 426), Surat Paksa yang terbit sebanyak 350 dengan jumlah tunggakan sebesar Rp. 5.727.193.000 setelah surat paksa diterbitkan maka diterima pembayaran sebesar Rp 3.294.262.000 (Surat Paksa kembali kepos sebanyak 47) , SPMP (Surat Perintah Melaksanakan penyitaan) yang terbit sebanyak 3 dengan jumlah tunggakan sebesar Rp92.308.000 setelah SPMP terbit diterima pembayaran sebesar Rp 20.971.000 (SPMP yang kembali kepos 1), Surat Pemblokiran diterbitkan sebanyak 7 dengan jumlah tunggakan sebesar Rp. 8.406.633.462 setelah surat pemblokiran terbit diterima pembayaran sebesar Rp.133.606.591 (Surat pemblokiran kembali kepos 2), Surat Pencegahan diterbitkan sebanyak 4 dengan jumlah tunggakan sebesar Rp 9.370.656.759 setelah Surat Pencegahan terbit diterima pembayaran sebesar Rp. 1.429.003.836.untuk saat ini penyanderaan belum dilakukan pada Kantor Pelayanan Pajak Medan Belawan.


(55)

BAB V

KESIMPULAN

A. Kesimpulan

Dari uraian diatas maka penulis akan memberikan kesimpulan dan saran. Adapun kesimpulan yang penulis ambil adalah sebagai berikut :

1. Ternyata ada enam tahap dalam yang dilakukan oleh KPP Medan Belawan dalam usaha penagihan pajak: Yaitu pembuatan surat teguran, penyerahan surat paksa, pelaksanaan penyitaan dan pelaksanaan lelang,pemblokiran,dan

pencegahan

2. Data dan informasi tentang WP / PP yang tidak akurat merupakan salah satu kendala dalam usaha penagihan tunggakan pada KPP Medan Belawan. 3. Kurangnya tenaga jurusita yang ada pada KPP medan belawan yang hanya

berjumlah satu orang membuat penagihan sulit dilaksanakan.

4. Kurangnya kesadaran dan pengetahuan Wajib Pajak dalam bidang perpajakan, sehingga masih banyak Wajib Pajak yang menuggak pembayaran pajaknya.


(56)

B. Saran

Berdasarkan Analisa dan evaluasi serta kesimpulan yang dikemukakan diatas maka penulis mengemukakan beberapa saran yaitu:

1. Agar usaha realisasi penagihan pajak mencapai target maka penulis menyarankan agar para WP / PP diberikan kesempatan untuk menambah pengetahuan dan wawasannya dengan mengadakan seminar dan lokakarya dibidang perpajakan, sehingga tunggakan yang timbul adalah sanksi administrasi dapat diterima oleh WP/ PP.

2. Segera menindaklanjuti kasus penanggung pajak yang merupakan penanggung pajak yang terbesar agar biaya, watu dan tenaga yang dikeluarkan selama penagihan selama penagihan dapat ditekan, atau dengan kata lain dapat meningkatkan pelaksanaan penagihan aktif bagi terutama bagi WP / PP yang menunggak pajak terbesar.

3. Perlunnya peningkatan kinerja diseksi penagihan khususnya jurusita pajak dengan menambah sarana dan prasarana serta sumber daya pada seksi penagihan.

4. Penambahan jurusita pajak sehingga dapat memaksimalkan penagihan pajak.karena saat ini KPP Medan Belawan hanya memiliki 1 (satu) orang Jurusita Pajak.


(57)

5. Diharapkan Agar pemerintah memberikan denda bunga yang besar kepada Wajib Pajak yang menunggak Pajaknya sehingga mereka takut melakukan tunggakan dikarenakan bunga yang besar


(58)

DAFTAR PUSTAKA

Boediono B. 2000. Perpajakan Indonesia, Jakarta: Diadit Media.

Gunadi, Djoned. 2003, Materi Pokok Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa, Jakarta : Depkeu RI.

Hadi, H. Moeljo. 1995, Dasar-dasar Penagihan Pajak Negara, Jakarta : Raja Grafindo Persada.

Ilyas Wirawan B, Richard Burton. 2001. Hukum Pajak. Jakarta: Salemba Empat Mardiasmo. 2002. Perpajakan, Edisi Revisi. Jogjakarta: Andi

Pudyatmoko, Y. Sri. 2004. Pengantar Hukum Pajak, Jogjakarta : Andy. Sihaloho, Cyrus. 2002. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Jakarta:

Rajawali Pers

Undang-undang Republik Indonesia No.19 Tahun 2000 Tentang Undang-undang Penagihan Dengan Surat Paksa.

Undang-undang Republik Indonesia No.28 Tahun 2007 Tentang Perubahan Ketiga atas Undang-undang No.26 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.


(1)

paksa tetapi dapat meminta bantuan pihak kepolisian untuk dapat melaksanakan tugas penyitaan tersebut.

2. Jurusita tidak diperbolehkan menyita barang WP / PP

Kemungkinan lain ialah jurusita diizinkan masuk kedalam rumah tetapi tidak diperkenankan menyita barang-barang milik WP / PP. dalam hal ini jurusita harus memberi pengertian mengenai maksud penyitaan. Apabila jurusita mendapat ancaman adari WP / PP maka jurusita dapat melaporkan kepada kepolisian dan selamjutnya dilakukan bersama-sama pihak kepolisian.

3. Wajib Pajak atau Penaggung Pajak atau wakilnya tidak mau menandatangani berita acara pelaksanaan sita

Apabila WP atau PP atau wakilnya menolak untuk ikut menandatangani berita acara pelaksanaan sita tersebut maka jurusita dapat mengambil tindakan sebagai berikut :

a. Memberitahukan kepada kepolisian dan meminta bantuan agar membantu menjaga supaya tidak ada barang-barang sitaan yang hilang.

b. Berita acara pelaksanaan sita tetap dianggap sah (Undang-undang No.19 Tahun 2000, Pasal 12 ayat 6).

4. Pembuktian barang-barang yang bukan milik WP / PP

Apabila WP / PP menyatakan bahwa sebagian barang-barang yang sita bukan miliknya maka WP / PP atau wakilnya harus dapat menunjukkan bukti-bukti yang jelas bahwa


(2)

Pada KPP Medan Belawan Tenaga Jurusita hanya berjumlah 1 (satu) orang.sehingga penagihan tidak dapat dilakukan secara maksimal. Meskipun tenaga jurusita pada KPP Medan Belawan kurang tetapi realisasi penagihan pajak Pada tahun 2007 cukup baik, terbukti dengan perealisasian selama tahun 2004 Yaitu: Surat teguran yang terbit sebanyak 4999 dengan jumlah tunggakan Rp 10.932.265.000 setelah Surat Teguran dikeluarkan maka diterima Pembayaran Sebesar Rp 4.550.508.000 (Surat Teguran kembali kepos sebanyak 426), Surat Paksa yang terbit sebanyak 350 dengan jumlah tunggakan sebesar Rp. 5.727.193.000 setelah surat paksa diterbitkan maka diterima pembayaran sebesar Rp 3.294.262.000 (Surat Paksa kembali kepos sebanyak 47) , SPMP (Surat Perintah Melaksanakan penyitaan) yang terbit sebanyak 3 dengan jumlah tunggakan sebesar Rp92.308.000 setelah SPMP terbit diterima pembayaran sebesar Rp 20.971.000 (SPMP yang kembali kepos 1), Surat Pemblokiran diterbitkan sebanyak 7 dengan jumlah tunggakan sebesar Rp. 8.406.633.462 setelah surat pemblokiran terbit diterima pembayaran sebesar Rp.133.606.591 (Surat pemblokiran kembali kepos 2), Surat Pencegahan diterbitkan sebanyak 4 dengan jumlah tunggakan sebesar Rp 9.370.656.759 setelah Surat Pencegahan terbit diterima pembayaran sebesar Rp. 1.429.003.836.untuk saat ini penyanderaan belum dilakukan pada Kantor Pelayanan Pajak Medan Belawan.

Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara


(3)

BAB V KESIMPULAN

A. Kesimpulan

Dari uraian diatas maka penulis akan memberikan kesimpulan dan saran. Adapun kesimpulan yang penulis ambil adalah sebagai berikut :

1. Ternyata ada enam tahap dalam yang dilakukan oleh KPP Medan Belawan dalam usaha penagihan pajak: Yaitu pembuatan surat teguran, penyerahan surat paksa, pelaksanaan penyitaan dan pelaksanaan lelang,pemblokiran,dan

pencegahan

2. Data dan informasi tentang WP / PP yang tidak akurat merupakan salah satu kendala dalam usaha penagihan tunggakan pada KPP Medan Belawan. 3. Kurangnya tenaga jurusita yang ada pada KPP medan belawan yang hanya

berjumlah satu orang membuat penagihan sulit dilaksanakan.

4. Kurangnya kesadaran dan pengetahuan Wajib Pajak dalam bidang perpajakan, sehingga masih banyak Wajib Pajak yang menuggak pembayaran pajaknya.


(4)

B. Saran

Berdasarkan Analisa dan evaluasi serta kesimpulan yang dikemukakan diatas maka penulis mengemukakan beberapa saran yaitu:

1. Agar usaha realisasi penagihan pajak mencapai target maka penulis menyarankan agar para WP / PP diberikan kesempatan untuk menambah pengetahuan dan wawasannya dengan mengadakan seminar dan lokakarya dibidang perpajakan, sehingga tunggakan yang timbul adalah sanksi administrasi dapat diterima oleh WP/ PP.

2. Segera menindaklanjuti kasus penanggung pajak yang merupakan penanggung pajak yang terbesar agar biaya, watu dan tenaga yang dikeluarkan selama penagihan selama penagihan dapat ditekan, atau dengan kata lain dapat meningkatkan pelaksanaan penagihan aktif bagi terutama bagi WP / PP yang menunggak pajak terbesar.

3. Perlunnya peningkatan kinerja diseksi penagihan khususnya jurusita pajak dengan menambah sarana dan prasarana serta sumber daya pada seksi penagihan.

4. Penambahan jurusita pajak sehingga dapat memaksimalkan penagihan pajak.karena saat ini KPP Medan Belawan hanya memiliki 1 (satu) orang Jurusita Pajak.

Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara


(5)

5. Diharapkan Agar pemerintah memberikan denda bunga yang besar kepada Wajib Pajak yang menunggak Pajaknya sehingga mereka takut melakukan tunggakan dikarenakan bunga yang besar


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Boediono B. 2000. Perpajakan Indonesia, Jakarta: Diadit Media.

Gunadi, Djoned. 2003, Materi Pokok Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa, Jakarta : Depkeu RI.

Hadi, H. Moeljo. 1995, Dasar-dasar Penagihan Pajak Negara, Jakarta : Raja Grafindo Persada.

Ilyas Wirawan B, Richard Burton. 2001. Hukum Pajak. Jakarta: Salemba Empat Mardiasmo. 2002. Perpajakan, Edisi Revisi. Jogjakarta: Andi

Pudyatmoko, Y. Sri. 2004. Pengantar Hukum Pajak, Jogjakarta : Andy. Sihaloho, Cyrus. 2002. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Jakarta:

Rajawali Pers

Undang-undang Republik Indonesia No.19 Tahun 2000 Tentang Undang-undang Penagihan Dengan Surat Paksa.

Undang-undang Republik Indonesia No.28 Tahun 2007 Tentang Perubahan Ketiga atas Undang-undang No.26 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara