tetap saja sepuluh, sedangkan dalam tahun 1975, dengan lahirnya Undang-undang kepartaian jumlah partai menjadi dua dari sembilan partai dan satu Golkar.
Dalam Sidang Umum MPR yang diselenggarakan tahun 1983, akhirnya secara bulat ditetapkan azas bagi partai politik dan Golongan karya tidak memakai
azas ciri lagi. Ketetapan tersebut kemudian dicantumkan dalam GBHN hasil Sidang Umum MPR tahun 1983, dan berdasarkan ketetapan inilah DPR kemudian membuat
Undang-undang yang meninjau Undang-undang kepartaian yang telah ada. Akhirnya lahir sebuah Undang-undang No. III tahun 1985 tentang partai
politik dan golongan karya yang secara tuntas menyelesaikan satu masalah bangsa yang krusial yang sudah bertahun-tahun, bersamaan dengan tahun itupun disusun
tentang Undang-undang organisasi sosial kemasyarakatan yang juga menegaskan keharusan Pancasila sebagai azas tunggal yang harus dicantumkan dalam anggaran
dasar organisasi yang bersangkutan.
34
C. Eksistensi Pancasila di Era Reformasi
Pengunduran diri Soeharto sebagai penguasa Orde Baru pada 21 Mei 1998 menjadi momentum lahirnya reformasi yang digelorakan oleh berbagai elemen
masyarakat khususnya mahasiswa. Soeharto yang berkuasa selama 32 tahun lebih menjadi salah satu kunci bergulirnya reformasi.
34
Hananto, Bermuka Dua, h. 84.
Jatuhnya tampuk kekuasaan orang nomor satu di era Orde Baru tersebut menjadi awal digugatnya Pancasila sebagai asas tunggal. Tidak sedikit kalangan yang
mencemooh dan mencibir Pancasila yang dihasilkan oleh para pendiri Republik ini. Ia layaknya kekuatan yang memiliki kepentingan bagi hegemoni kekuasaan. Gugatan
terhadap Pancasila muncul karena selama Orde Baru, ia dijadikan sumber kekuasaan yang mengekang kebebasan dan mengancam setiap sikap kritis dan protes yang
dilakukan oleh masyarakat. Dengan berlindung di balik asas tunggal Pancasila, pemerintahan Orde Baru memonopoli seluruh kekuasaan seperti DPR, MPR, MA,
dan seluruh peraturan perundangan. Lengsernya Soeharto dari kursi kepresidenannya tidak terlepas dari adanya
ketidakadilan atau ketidaksempurnaan dalam memegang tampuk kekuasaan. Akibatnya krisis ekonomi dan moneter yang melanda bangsa Indonesia begitu mudah
menghancurkan fundamental ekonomi dan politik negara. Lahirnya krisis moneter di Indonesia ketika itu, menunjukkan bahwa fundamental ekonomi Indonesia sangat
rapuh, karena perekonomian Indonesia tidak dibangun pada landasan ekonomi kerakyatan, melainkan lebih ditopang oleh kekuatan ekonomi yang dikendalikan oleh
sekelompok orang penguasa yang dikenal dengan sebutan para”konglomerat”. Ketidakberdayaan pemerintah untuk segera bangkit memulihkan Indonesia
seperti semula dari krisis ekonomi dan moneter, termasuk dalam mengatasi berbagai gejolak dan permasalahan-permasahan di tanah air yang telah terpendam lama, telah
mendorong masyarakat bergerak melawan kekuasaan Orde Baru yang begitu hegemonik karena ditopang oleh tentara. Perlawanan ini memuncak dalam bentuk
kerusuhan-kerusuhan baik di pusat maupun di daerah. Peristiwa inilah yang mendorong lahirnya gerakan reformasi yang di pelopori oleh mahasiswa dan para
kaum cendekiawan kampus. Gerakan reformasi lahir sebagai reaksi atas penyelenggaraan negara yang
menyimpang dari ideologi Pancasila dalam mekanisme UUD 1945 yang sejati. Selama Orde Baru, Pancasila yang sejatinya terbuka terhadap segala perbedaan
kebhinnekaan dimonopoli oleh penguasa rezim Orde Baru, sehingga Pancasila menjadi ideologi yang menakutkan dan mengancam.
Semenjak jatuhnya rezim Orde Baru, gelombang “ketidakpercayaan” rakyat terhadap dasar negara Pancasila semakin menguat. Hal ini akibat dari penggunaan
Pancasila sebagai salah satu instrumen politik bagi kekuasaan oleh penguasa Orde Baru. Implikasi ini, berlanjut tatkala Pancasila sudah dianggap final untuk dikaji dan
ditafsirkan pemaknaannya bagi kepentingan masyarakat. Padahal, dengan menggunakan pendekatan hermeneutis seharusnya Pancasila harus terus dikaji dan
direlevansikan dengan semangat zamannya. Sebagai sebuah ideologi dan falsafah negara, Pancasila harus mampu dijadikan spirit dan orientasi bangsa.
35
Era reformasi, tidak lagi menjadikan Pancasila sebagai asas tunggal bagi organisasi masyarakat ormas maupun partai politik parpol. Itulah sebabnya
beberapa ormas dan parpol memilih asas masing-masing sesuai cita-cita ideal yang hendak dicapainya. Namun demikian Pancasila tetap menjadi ideologi negara yang
35
Abdul Karim, Menggali Muatan Pancasila dalam Perspektif Islam, Yogyakarta: Surya Raya, 2004, h. 35.
mengayomi pluralitas asas ormas dan parpol. Dalam kondisi demikian, Partai Kebangkitan Bangsa PKB sebagai anak kandung ormas, Nahdlatul Ulama NU
tetap konsisten untuk menjadikan Pancasila sebagai asas partainya di tengah Pancasila dihujat dan dicemooh.
BAB IV SIKAP PARTAI KEBANGKITAN BANGSA TERHADAP PANCASILA