Pelaksanaan Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil Berdasarkan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 (Studi Kantor Kejaksaan Negeri Medan)
PELAKSANAAN PERATURAN DISIPLIN PEGAWAI NEGERI
SIPIL BERDASARKAN UNDANG-UNDANG
NOMOR 43 TAHUN 1999
(Studi Kantor Kejaksaan Negeri Medan)Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara
Oleh :
NIM : 070200393
DENNY KARTIKA
DEPARTEMEN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
M E D A N
(2)
PELAKSANAAN PERATURAN DISIPLIN PEGAWAI NEGERI
SIPIL BERDASARKAN UNDANG-UNDANG
NOMOR 43 TAHUN 1999
(Studi Kantor Kejaksaan Negeri Medan)Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara
Oleh :
NIM : 070 200 393
DENNY KARTIKA
DEPARTEMEN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA
Disetujui Oleh:
Ketua Departemen Hukum Administrasi Negara
SURIA NINGSIH, SH.M.Hum NIP.196002141987032002
PEMBIMBING I PEMBIMBING II
Dr. PENDASTAREN TARIGAN,SH.MS SURIA NINGSIH, SH.M.Hum NIP.1954205370121000 NIP.196002141987032002
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
M E D A N
(3)
PELAKSANAAN PERATURAN DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 43 TAHUN 1999
(Studi Kantor Kejaksaan Negeri Medan) ABSTRAK
Denny Kartika*)
Dr. Pendastaren Tarigan,SH.MS**) Suria Ningsih,SH.M.Hum***)
Meningkatkan kualitas aparatur negara dengan memperbaiki kesejahteraan dan keprofesionalan serta memberlakukan sistem karir berdasarkan prestasi kerja dengan prinsip memberikan penghargaan dan sanksi, maka aparatur negara hendaknya dapat bersikap disiplin dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa. Kaitannya dengan hal tersebut di atas, maka pendayagunaan aparatur negara terus ditingkatkan terutama yang berkaitan dengan kualitas, efisiensi pelayanan dan pengayoman pada masyarakat serta kemampuan professional dan kesejahteraan aparat sangat di perhatikan dalam menunjang pelaksanaan tugas. Dalam rangka usaha untuk mencapai tujuan pembangunan nasional, di perlukan adanya Pegawai Negeri Sipil sebagai unsur aparatur negara, abdi negara dan abdi masyarakat yang penuh rasa tanggung jawab dalam melaksanakan tugas pemerintahan yang berdasarkan Pancasila dan Undang – Undang Dasar 1945. Untuk menciptakan pemerintahan yang baik, bersih dan bebas dari unsur KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme), kedisiplinan Pegawai Negeri Sipil merupakan hal yang penting dan perlu mendapatkan perhatian yang cukup dalam pelaksanaannya. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan bahwa hambatan – hambatan yang ada dalam pelaksanaan kedisiplinan Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Kejaksaan Negeri Medan antara lain adalah kurangnya fasilitas serta sarana dan prasarana dalam pelaksanaan tugas, kurangnya sistem pengawasan dalam bekerja, sehingga dapat membuka peluang adanya penyimpangan atau pelanggaran disiplin kerja. Selain itu juga belum adanya perangkat hukum yang jelas dan tegas dalam pelanggaran kedisiplinan pegawai. Untuk meningkatkan pelaksanaan kedisiplinan Pegawai Negeri Sipil dilingkungan Kejaksaan Negeri Medan telah dilakukan beberapa pendekatan antara lain : pembinaan pegawai pada segi operasional, pengawasan secara langsung maupun secara fungsional dan hal ini dimaksudkan untuk mencegah timbulnya berbagai penyimpangan yang dilakukan oleh para pegawai.
* Mahasiswa Fakultas Hukum USU Nim 070200393
** Dosen/Staf Pengajar Fakultas Hukum USU, Dosen Pembimbing I. *** Dosen/Staf Pengajar Fakultas Hukum USU, Dosen Pembimbing II.
(4)
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang dengan rahmat dan karunia-Nya telah memberikan kesehatan, kekuatan dan ketekunan pada penulis sehingga mampu dan berhasil menyelesaikan skripsi ini.
Skripsi ini adalah sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Dalam penulisan skripsi ini penulis menyadari terdapatnya kekurangan, namun demikian dengan berlapang dada penulis menerima kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak yang menaruh perhatian terhadap skripsi ini.
Demi terwujudnya penyelesaian dan penyusunan skripsi ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah dengan ikhlas dalam memberikan bantuan untuk memperoleh bahan-bahan yang diperlukan dalam penulisan skripsi ini.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH.M.Hum, sebagai Dekan Fakultas Hukum USU Medan
2. Bapak M. Husni, SH, MH, sebagai Pembantu Dekan III FH. USU Medan 3. Ibu Suria Ningsih, SH.M.Hum, sebagai Ketua Departemen Hukum
Administrasi Negara sekaligus sebagai Pembimbing II yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk membimbing dan mengarahkan pembuatan skripsi
4. Bapak Dr. Pendastaren Tarigan, SH.MS sebagai Pembimbing I yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk membimbing dan mengarahkan pembuatan skripsi.
5. Seluruh staf pengajar Fakultas Hukum USU yang dengan penuh dedikasi menuntun dan membimbing penulis selama mengikuti perkuliahan sampai dengan menyelesaikan skripsi ini.
(5)
6. Terima kasih yang sebesar-besarnya dari penulis kepada orang tua tercinta ayahanda Eddy, SH.M.Hum dan Ibunda Adelina serta abangnda M. Heriyadi, SE yang telah memberikan sangat banyak dukungan moril, materil, dan kasih sayang mereka yang tak pernah putus sampai sekarang dan selamanya.
Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang tidak mungkin disebutkan satu persatu dalam kesempatan ini, hanya Allah SWT yang dapat membalas budi baik semuanya.
Semoga ilmu yang penulis telah peroleh selama ini dapat bermakna dan berkah bagi penulis dalam hal penulis ingin menggapai cita-cita.
Medan, Desember 2011 Penulis
(6)
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... iv
BAB I : P E N D A H U L U A N ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Perumusan Masalah ... 7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7
D. Keaslian Penelitian ... 8
E. Tinjauan Pustaka ... 8
F. Metode Penelitian ... 11
G. Sistematika Penulisan ... 13
BAB II : TINJAUAN UMUM TENTANG DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL ... 15
A. Pengertian Disiplin Kerja ... 15
B. Dasar Hukum Pelaksananan Disiplin Pegawai Negeri Sipil 18 C. Tanggung Jawab Pegawai Negeri Sipil ... 21
BAB III : TINJAUAN TENTANG SANKSI DALAM PELANGGARAN DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL . 25 A. Tinjauan Terhadap Bagian Kepegawaian Kejaksaan Negeri Medan ... 25
1. Tugas dan Fungsi Kejaksaan ... 25
2. Susunan Organisasi Kejaksaan Negeri Medan ... 31
B. Tingkat dan Jenis Hukuman Disiplin ... 35
C. Pejabat Yang Berwenang Menjatuhkan Hukuman ... 52
D. Berlakunya Putusan Hukuman Disiplin Oleh Pejabat Yang Berwenang ... 56
(7)
BAB IV : PELAKSANAAN PERATURAN DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL DI KANTOR KEJAKSAAN NEGERI
MEDAN ... 59
A. Faktor Penghambat Dalam Pelaksanaan Disiplin Pegawai Negeri Sipil di Kantor Kejaksaan Negeri Medan ... 59
B. Upaya-Upaya Yang Dilakukan Dalam Pelaksanaan Disiplin Pegawai Negeri Sipil di Kantor Kejaksaan Negeri Medan ... 61
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN ... 82
A. Kesimpulan ... 82
B. Saran ... 83
(8)
PELAKSANAAN PERATURAN DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 43 TAHUN 1999
(Studi Kantor Kejaksaan Negeri Medan) ABSTRAK
Denny Kartika*)
Dr. Pendastaren Tarigan,SH.MS**) Suria Ningsih,SH.M.Hum***)
Meningkatkan kualitas aparatur negara dengan memperbaiki kesejahteraan dan keprofesionalan serta memberlakukan sistem karir berdasarkan prestasi kerja dengan prinsip memberikan penghargaan dan sanksi, maka aparatur negara hendaknya dapat bersikap disiplin dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa. Kaitannya dengan hal tersebut di atas, maka pendayagunaan aparatur negara terus ditingkatkan terutama yang berkaitan dengan kualitas, efisiensi pelayanan dan pengayoman pada masyarakat serta kemampuan professional dan kesejahteraan aparat sangat di perhatikan dalam menunjang pelaksanaan tugas. Dalam rangka usaha untuk mencapai tujuan pembangunan nasional, di perlukan adanya Pegawai Negeri Sipil sebagai unsur aparatur negara, abdi negara dan abdi masyarakat yang penuh rasa tanggung jawab dalam melaksanakan tugas pemerintahan yang berdasarkan Pancasila dan Undang – Undang Dasar 1945. Untuk menciptakan pemerintahan yang baik, bersih dan bebas dari unsur KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme), kedisiplinan Pegawai Negeri Sipil merupakan hal yang penting dan perlu mendapatkan perhatian yang cukup dalam pelaksanaannya. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan bahwa hambatan – hambatan yang ada dalam pelaksanaan kedisiplinan Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Kejaksaan Negeri Medan antara lain adalah kurangnya fasilitas serta sarana dan prasarana dalam pelaksanaan tugas, kurangnya sistem pengawasan dalam bekerja, sehingga dapat membuka peluang adanya penyimpangan atau pelanggaran disiplin kerja. Selain itu juga belum adanya perangkat hukum yang jelas dan tegas dalam pelanggaran kedisiplinan pegawai. Untuk meningkatkan pelaksanaan kedisiplinan Pegawai Negeri Sipil dilingkungan Kejaksaan Negeri Medan telah dilakukan beberapa pendekatan antara lain : pembinaan pegawai pada segi operasional, pengawasan secara langsung maupun secara fungsional dan hal ini dimaksudkan untuk mencegah timbulnya berbagai penyimpangan yang dilakukan oleh para pegawai.
* Mahasiswa Fakultas Hukum USU Nim 070200393
** Dosen/Staf Pengajar Fakultas Hukum USU, Dosen Pembimbing I. *** Dosen/Staf Pengajar Fakultas Hukum USU, Dosen Pembimbing II.
(9)
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam meningkatkan kualitas aparatur negara dengan memperbaiki kesejahteraan dan keprofesionalan serta memberlakukan sistem karir berdasarkan prestasi kerja dengan prinsip memberikan penghargaan dan sanksi, maka aparatur negara hendaknya dapat bersikap disiplin dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa.
Kaitannya dengan hal tersebut di atas, maka pendayagunaan aparatur negara terus ditingkatkan terutama yang berkaitan dengan kualitas, efisiensi pelayanan dan pengayoman pada masyarakat serta kemampuan professional dan kesejahteraan aparat sangat di perhatikan dalam menunjang pelaksanaan tugas.
Undang-Undang Pokok Kepegawaian yaitu Undang-Undang No. 8 Tahun 1974 telah dirubah melalui Undang-Undang No.43 Tahun 1999 tentang Pegawai Negeri Sipil adalah suatu landasan hukum untuk menjamin pegawai negeri dan dapat di jadikan dasar untuk mengatur penyusunan aparatur negara yang baik dan benar. Penyusunan aparatur negara menuju kepada administrasi yang baik sangat bergantung kepada kualitas pegawai negeri dan mutu kerapian organisasi aparatur itu sendiri.
Dapat di ketahui bahwa kedudukan Pegawai Negeri Sipil adalah sangat penting dan menentukan. Berhasil tidaknya misi dari pemerintah tergantung dari aparatur negara karena pegawai negeri merupakan aparatur negara untuk
(10)
menyelenggarakan pemerintahan dalam mewujudkan cita-cita pembangunann nasional.
Tujuan pembangunan nasional sebagaimana telah termaktub didalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 ialah melindungi segenap bangsa Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan , perdamaian abadi dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Tujuan pembangunan tersebut dapat di capai dengan melalui pembangunan nasional yang direncanakan dengan terarah dan realitas serta dilaksanakan secara bertahap, bersungguh-sungguh.
Tujuan pembangunan nasional adalah untuk mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur, merata dan berkesinambungan yang berdasarkan pada Pancasila di dalam wadah negara Kesatuan Republik Indonesia.
Kelancaran penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan nasional terutama tergantung pada kesempurnaan pegawai negeri. Dalam rangka usaha mencapai tujuan nasional tersebut di atas diperlukan adanya pegawai negeri yang penuh kesetiaan dan ketaatan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, negara dan pemerintah bersatu padu, bermental baik, berwibawa, berdaya guna dan berhasil guna, berkualitas tinggi, mempunyai kesadaran tinggi akan akan tanggung jawabnya sebagai aparatur negara, abdi negara, serta abdi masyarakat. Untuk mewujudkan pegawai negeri sebagaimana tersebut di atas maka perlu adanya pembinaan dengan sebaik–baiknya atas dasar system karier dan system prestasi kerja.
(11)
Sistem karir adalah suatu sistem kepegawaian di mana suatu pengangkatan pertama di dasrkan atas kecakapan yang bersangkutan, sedangkan di dalam pengembangannya selanjutnya yang dapat menjadi pertimbangan adalah masa kerja, kesetiaan , pengabdian serta syarat–syarat objektif lainnya.
Adapun sistem prestasi kerja adalah sistem kepegawaian, dimana pengangkatan seseorang untuk menduduki suatu jabatan atau untuk kenaikan pangkat di dasrkan atas kecakapan dan prestasi kerja yang di capai oleh pegawai. Kecakapan tersebut harus dibuktikan dengan lulus dalam ujian dinas dan prestasidi buktikan secara nyata dan sistem prestasi kerja ini tidak memberikan penghargaan terhadap masa kerja.
Pegawai negeri bukan saja unsur aparat negara tetapi juga merupakan abdi negara dan abdi masyarakat yang selalu hidup ditengah masyarakat dan bekerja untuk kepentingan masyarakat, oleh karena itu dalam pelaksanaan pembinaan pegawai negeri bukan saja di lihat dan diperlakukan sebagai Aparatur Negara, tetapi juga di lihat dan diperlakukan sebagai warga negara. Hal ini mengandung pengertian, bahwa dalam melaksanakan pembinaan hendaknya sejauh mungkin diusahakan adanya keserasian antara kepentingan dinas dan kepentingan pegawai negeri sebagai perorangan, dengan ketentuan bahwa apabila ada perbedaan antara kepentingan dinas dan kepentingan pegawai negeri sebagai perorangan, maka kepentingan dinaslah yang harus diutamakan.
Pengertian negara yang bersih, kuat dan berwibawa yaitu aparatur yang seluruh tindakannya dapat di petanggung jawabkan, baik dilihat dari segi moral dan nilai–nilai luhur bangsa maupun dari segi peraturan perundang – undangan
(12)
serta tidak mengutamakan orientasi kekuasaan yang ada dalam dirinya untuk melayani kepentingan umum dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan nasional.
Tetapi kadang kenyataannnya, berdasarkan pada observasi mengenai pembangunan menunjukan bahwa hambatan pelaksanaan pembangunan terkadang justru muncul dari kalangan aparatur negara sendiri. Hal ini sebagaimana di ungkapkan oleh The Liang Gie adalah sebagai berikut :
Dalam praktek, Pegawai Negeri Indonesia pada umumnya masih banyak kekurangan yaitu kurang mematuhi peraturan kedisiplinan pegawai, sehingga dapat menghambat kelancaran pemerintahan dan pembangunan nasional, antara lain adalah masih adanya jiwa kepegawaian dengan berfikir mengikuti kebiasaan bagian, bukan terletak pada kesatuan yang harmonis melainkan kesatuan pada bagian–bagian tersendiri, mempunyai bentuk dan corak yang berbeda serta kurang menghargai ketepatan waktu.1
1
The Liang Gie, Cara Bekerja Efisien, Karya Kencana, Yogyakarta, 2001, hal.17
Jiwa kepegawaian yang mempunyai sifat seperti tersebut di atas akan berakibat negatif terhadap prestasi kerja pegawai negeri yang bersangkutan karena tidak adanya pengembangan pola pikir kerja sama dan pemakaian kelengkapan peralatan dalam mendukung kelancaran tugas.
Berdasarkan pada hal tersebut, Pegawai Negeri Indonesia dipandang masih banyak kekurangan yaitu kurang adanya menghargai waktu, mengefisienkan tenaga dan kedisiplinan kerja.
Kaitannya dengan pembinaan pegawai antara lain pembangunan aparatur pemerintahan diarahkan pada peningkatan kualitas, efisien, dan efektif dalam seluruh jajaran administrasi pemerintahan.
(13)
Sedangkan pembinaan Pegawai Negeri Sipil diatur dalam pasal 12 ayat (2) UU No. 43 tahun 1999 sebagai berikut :
Agar Pegawai Negeri Sipil dapat melaksanakan tugasnya secara berdaya guna dan berhasil guna, maka perlu diatur pembinaan Pegawai Negeri Sipil secara menyeluruh yaitu suatu pengaturan pembinaan yang berlaku baik Pegawai Negeri Sipil pusat maupun Pegawai Negeri Sipil yang ada ditingkat daerah. Dengan demikian peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi Pegawai Negeri Sipil pusat dengan sendirinya berlaku pula pada Pegawai Negeri yang ada ditingkat daerah, kecuali ditentukan lain oleh Undang Undang. Selain dari pada itu perlu dilaksanakan usaha penertiban dan pembinaan Aparatur Negara yang meliputi baik struktur, prosedur kerja, kepegawaian maupun sarana dan fasilitas kerja, sehingga keseluruhan Aparatur Negara baik ditingkat pusat maupun di tingkat daerah benar benar merupakan Aparatur yang ampuh, berwibawa, kuat, berdayaguna, penuh kesetiaan dan ketaatan kepada Pancasila dan Undang Undang 1945, Negara dan Pemerintah
Terkait dengan pembinaan Pegawai Negeri Sipil sebagaimana telah diamanatkan dalam Undang-Undang No.43 tahun 1999 tersebut, maka salah satu faktor yang dipandang sangat penting dan prinsipil dalam mewujudkan Aparatur Negara yang bersih dan berwibawa adalah masalah kedisiplinan para Pegawai Negeri Sipil dalam melaksanakan tugas pemerintahan sebagai abdi negara dan abdi masyarakat.
Dalam meningkatkan kedisiplinan Pegawai Negeri Sipil tersebut, sebenarnya pemerintah telah memberikan suatu kebijaksanaan dengan di keluarkannya Peraturan Pemerintah No. 53 Tahun 2010 yaitu tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
Pegawai Negeri Sipil sebagai Aparat pemerintah dan abdi masyarakat diharapkan selalu siap sedia menjalankan tugas yang telah menjadi tanggung jawabnya dengan baik, akan tetapi sering terjadi di dalam suatu instansi pemerintah pegawainya melakukan pelanggaran disiplin seperti datang terlambat, pulang sebelum waktunya, bekerja sambil ngobrol dan penyimpangan–
(14)
penyimpangan lainnya yang menimbulkan kurang efektifnya pegawai yang bersangkutan.
Dengan adanya pelanggaran disiplin sebagaimana tersebut di atas, yang kesemuanya menunjukkan adanya pelanggaran terhadap disiplin kerja pegawai yang menimbulkan suatu pertanyaan yaitu apakah pelanggaran pelanggaran tersebut sudah sdemikian membudaya sehingga sulit untuk di adakan pembinaaan atau penertiban sebagaimana telah di atur dalam Undang-Undang No. 43 Tahun 1999.
Kaitannya dengan kedisiplinan, Kejaksaan Negeri sebagai lembaga penegak hukum, maka kedisiplinan pegawai sangat penting untuk menciptakan pemerintah yang bersih dan berwibawa.
Bertitik tolak dari uraian tersebut di atas, maka untuk mewujudkan aparatur Pemerintahan yang bersih dan berwibawa, kedisiplinan Pegawai Negeri Sipil merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan, Pegawai Negeri Sipil sebagai Aparat Pemerintah, abdi negara dan abdi masyarakat harus bisa menjadi suri tauladan terhadap masyarakat secara keseluruhan, sehingga masyarakat dapat percaya terhadap peran Pegawai Negeri Sipil.
Berdasarkan uraian tersebut itulah penulis tertarik untuk mengadakan penelitian tentang “Pelaksanaan Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil Berdasarkan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 (Studi Kantor Kejaksaan Negeri Medan)”
(15)
B. Perumusan Masalah
Adapun beberapa permasalahan yang akan diteliti, yaitu:
1. Bagaimana penerapan Undang-Undang No.43 Tahun 1999 kaitannya dengan kedisiplinan Pegawai Negeri Sipil dilingkungan Kejaksaan Negeri Medan
2. Bagaimana penerapan sanksi dalam pelanggaran disiplin pegawai negeri sipil
3. Bagaimana pelaksanaan kedisiplinan Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Kejaksaan Negeri Medan.
C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian
Tujuan penelitian ini, yaitu :
1. Untuk mengetahui penerapan Undang-Undang No.43 Tahun 1999 kaitannya dengan kedisiplinan Pegawai Negeri Sipil dilingkungan Kejaksaan Negeri Medan.
2. Untuk mengetahui penerapan sanksi dalam pelanggaran disiplin pegawai negeri sipil.
3. Untuk mengetahui pelaksanaan kedisiplinan Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Kejaksaan Negeri Medan
Adapun manfaat dari hasil penelitian ini, adalah :
1. Secara teoritis, bahwa Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi dalam bidang ilmu pengetahuan hukum, khususnya ilmu Hukum Tata Negara.
(16)
2. Secara praktis, dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam memecahkan permasalahan meningkatkan kedisiplinan Pegawai Negeri Sipil.
D. Keaslian Penelitian
Penulisan dilakukan atas inisiatif penulis sendiri dengan berbagai masukan dari pihak yang membantu dalam penulisan skripsi ini. Penulisan ini belum pernah dibuat oleh mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara sebelumnya. Kalaupun skripsi ini pernah ada, maka perbedaan terletak pada pokok permasalahan serta lokasi penelitian yang berbeda pula.
E. Tinjauan Pustaka
Selamat Saksono mengemukakan bahwa :
Manajemen kepegawaian adalah seni dan ilmu perencanaan, pelaksanaan dan pengontrolan tenaga kerja untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan terlebih dahulu atu dengan kata lain manajemen kepegawaian adalah suatu ilmu yang mempelajari cara bagaimana memberikan fasilitas untuk mempelajari cara bagaimana memberikan fasilitas untuk mengembangkan kemampuan dan rasa partisipasi pekerja dalam suatu kesatuan aktivitas demi tercapainya tujuan.2
Manajemen Pegawai Negeri Sipil adalah keseluruhan upaya untuk meningkatkan efisiensi, efektifitas dan derajat profesionalisme penyelenggaraan tugas, fungsi dan kewajiban kepegawaian yang meliputi perencanaan, pengadaan, pengembangan kualitas, penempatan promosi, penggajian dan pemberhentian.3
Manajemen Pegawai Negeri Sipil diatur dalam UU Nomor. 43 Tahun 1999. Pengertian tentang Pegawai Negeri Sipil adalah setiap warga negara
2
Slamet Saksono, Administrasi Kepegawaian, Kanisius, Yogyakarta, 1995, hal.14
3
SH. Sarundajang, Birokrasi Dalam Otonomi Daerah, PT. Surya Multi Grafika, Jakarta, 2003, hal.36
(17)
Republik Indonesia yang telah memenuhi syarat seperti telah ditentukan, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Kebijakan manajemen Pegawai Negeri Sipil dibentuk Badan Kepegawaian Negara (BKN) di Daerah dibentuk Badan Kepegawaian Daerah (BKD) sebagai perangkat daerah. Presiden sebagai kepala pemerintahan adalah pembina seluruh PNS Baik pusat maupun daerah.4
a. Memenuhi syarat-syarat yang ditentukan.
Di dalam Pasal 1 huruf (a) UU No.43 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, yang dimaksud dengan Pegawai Negeri Sipil adalah mereka atau seseorang yang telah memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam jabatannegeri atau disertahi tugas-tugas negeri lainnya yang ditetapkan berdasarkan suatu peraturan perundang-undangan serta digaji menurut peraturan yang berlaku.
Berdasarkan pada ketentuan tersebut di atas, maka unsur-unsur yang harus dipenuhi agar seseorang dapat disebut sebagai pegawai negeri adalah :
b. Diangkat oleh pejabat yang berwenang. c. Diserahi tugas dalam jabatan negeri.
d. Digaji menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Sedangkan menurut Pasal 2 ayat (2) UU No.43 Tahun 1999, maka Pegawai Negeri berdasar pada difinisi dalam pasal 1 huruf (a) terdiri dari :
4
Mulyadi S., Ekonomi Sumber Daya Manusia Dalam Perspektif Pembangunan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta., 2003, hal.14
(18)
a. Pegawai Negeri Sipil
b. Anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.
Kemudian di dalam Pasal 2 ayat (2) dinyatakan pula bahwa Pegawai Negeri Sipil terdiri dari :
a.Pegawai Negeri Sipil Pusat b. Pegawai Negeri Sipil Daerah
c.Pegawai Negeri Sipil lain yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Selanjutnya di dalam Penjelasan Pasal 2 ayat (2) dari UU No. 43 Tahun 1999 ditegaskan bahwa :
a. Yang dimaksud dengan Pegawai Negeri Sipil Pusat adalah :
1) Pegawai Negeri Sipil Pusat yang dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan bekerja pada Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen, Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, Instansi Vertikal di Daerah-daerah, dan Kepanitiaan Pengadilan.
2) Pegawai Negeri Sipil Pusat yang bekerja pada Perusahaan Bawahan. 3) Pegawai Negeri Sipil Pusat yang diperbantukan atau dipekerjakan pada
Daerah Otonom.
4) Pegawai Negeri Sipil Pusat yang berdasarkan suatu peraturan perundang-undangan yang diperbantukan atau dipekerjakan pada badan lain, seperti Perusahaan Umum, Yayasan dan lain-lain.
b. Yang dimaksud dengan Pegawai Negeri Sipil Daerah adalah Pegawai Negeri Sipil Daerah Otonom.
(19)
c. Organisasi adalah suatu alat untuk mencapai tujuan, oleh sebab itu organisasi harus selalu disesuaikan dengan perkembangan tugas pokok dalam mencapai tujuan. Berkaitan dengan itu ada kemungkinan bahwa arti Pegawai Negeri Sipil akan berkembang di kemudian hari. Kemungkinan perkembangan ini harus diletakkan landasannya dalam undang-undang.
Di dalam Penjelasan Pasal 2 dari UU No.43 Tahun 1999 dijelaskan bahwa, Pegawai Negeri adalah pelaksana peraturan perundang-undangan, oleh sebab itu Pegawai Negeri yang terdiri dari Pegawai Negeri Sipil Pusat dan Pegawai Negeri Sipil Daerah wajib berusaha agar setiap peraturan perundang-undangan ditaati oleh mayarakat.
Berdasarkan pada pengertian tersebut, Pegawai Negeri mempunyai kewajiban untuk memberikan contoh yang baik dalam mentaati dan melaksanakan segala peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam melaksanakan peraturan perundang-undangan pada umumnya kepada Pegawai Negeri diberikan tugas kedinasan untuk dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
Pada prinsipnya pemberian tugas kedinasan itu adalah merupakan kepercayaan dari atasan yang berwenang dengan harapan bahwa tugas itu akan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, dengan demikian maka, setiap Pegawai Negeri wajib melaksanakan tugas kedinasan yang telah dipercayakan kepadanya dengan penuh pengabdian, kesadaran, dan tanggung jawab.
F. Metode Penelitian
Metode adalah proses, prinsip-prinsip dan tata cara memecahkan suatu masalah, sedang penelitian adalah pemeriksaan secara hati-hati, tekun dan tuntas
(20)
terhadap suatu gejala untuk menambah pengetahuan manusia, maka metode penelitian dapat diartikan sebagai proses prinsip-prinsip dan tata cara untuk memecahkan masalah yang dihadapi dalam melakukan penelitian. Dengan demikian metode penelitian adalah cara ilmiah untuk mengumpulkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu.
1. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian terletak di Kejaksaan Negeri Medan Jalan Adinegoro No. 1 Medan.
2. Sumber Data
Sumber data dalam penulisan skripsi ini, dikaji dari beberapa sumber, antara lain:
a. Data primer yaitu data yang langsung dikumpulkan oleh peneliti sendiri. yang diperoleh langsung dari masyarakat dengan jalan pengamatan interview/wawancara.
b. Data Skunder yaitu data yang diperoleh melalui kepustakaan, dengan menelaah buku literature, undang-undang, brosur/tulisan yang ada kaitannya dengan masalah yang diteliti.
3. Metode Pengumpulan Data
a. Studi Kepustakaan
Metode pengumpulan data yang diperoleh dengan cara membaca bahan-bahan kepustakaan atau buku-buku yang berkaitan dengan topik yang diteliti. Dalam hal ini bahan-bahan hukum yang berkaitan dengan masalah yang sesuai dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 dan Peraturan Pelaksanaan lainnya yang berlaku.
(21)
b. Studi lapangan
Metode pengumpulan data dengan cara studi lapangan dimaksudkan agar memperoleh data yang dilakukan dengan cara wawancara atau interview dengan pihak yang berkompeten dalam menangani disiplin Pegawai Negeri di lingkungan Kejaksaan Negeri Medan. Wawancara dilakukan untuk mengungkap data mengenai hambatan-hambatan yang terjadi dalam pelaksanaan peraturan disiplin Pegawai Negeri di lingkungan Kejaksaan Negeri Medan.
G. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan skripsi ini terdiri dari 5 bab yang dibagi dalam sub-bab sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini terdiri dari Latar Belakang, Rumusan Masalah, Manfaat dan Tujuan Penelitian, Keaslian Penulisan, Tinjauan Pustaka, Metode Penelitian dan Sistematika penulisan.
BAB II : TINJAUAN UMUM TENTANG DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL.
Bab ini terdiri dari sub bab : Pengertian Disiplin Kerja, Dasar Hukum Pelaksanaan Disiplin Pegawai Negeri Sipil, Tanggung Jawab Pegawai Negeri Sipil.
BAB III : TINJAUAN TENTANG SANKSI DALAM PELANGGARAN DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL.
(22)
Bab ini terdiri dari sub bab : Tingkat dan Jenis Hukuman Disiplin, Pejabat Yang Mempunyai Wewenang Menghukum, Berlakunya Putusan Hukuman Disiplin.
BAB IV : PELAKSANAAN PERATURAN DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL DI KANTOR KEJAKSAAN NEGERI MEDAN.
Bab ini terdiri dari sub bab : Tinjauan terhadap Bagian Kepegawaian Kejaksaan Negeri Medan, Tugas dan Fungsi Kejaksaan, Susunan Organisasi Kejaksaan Negeri Medan, Faktor Penghambat dalam Pelaksanaan Disiplin Pegawai Negeri Sipil di Kantor Kejaksaan Negeri Medan, Upaya-Upaya yang Dilakukan Dalam Pelaksanaan Disiplin Pegawai Negeri Sipil di Kantor Kejaksaan Negeri Medan BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN
(23)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Disiplin Kerja
Pengertian disiplin dapat dikonotasikan sebagai suatu hukuman, meskipun arti yang sesungguhnya tidaklah demikian. Disiplin berasal dari bahasa latin
“Disciplina” yang berarti latihan atau pendidikan kesopanan dan kerohanian serta pengembangan tabiat. jadi sifat disiplin berkaitan dengan pengembangan sikap yang layak terhadap pekerjaan.5
Di dalam buku Wawasan Kerja Aparatur Negara disebutkan bahwa yang dimaksud dengan disiplin adalah “sikap mental yang tercermin dalam perbuatan, tingkah laku perorangan, kelompok atau masyarakat berupa kepatuhan atau ketaatan terhadap peraturan-peraturan yang ditetapkan Pemerintah atau etik, norma serta kaidah yang berlaku dalam masyarakat”.6
Sedangkan menurut Sutopo Yuwono di dalam bukunya yang berjudul Dasar-Dasar Produksi, diungkapkan bahwa disiplin adalah sikap kejiwaan seseorang atau kelompok orang yang senantiasa berkehendak untuk mengikuti atau mematuhi keputusan yang telah ditetapkan.7
Selanjutnya Alfred R. Lateiner dan I.S. Levine telah memberikan definisi antara lain, disiplin merupakan suatu kekuatan yang selalu berkembang di tubuh para pekerja yang membuat mereka dapat mematuhi keputusan dan peraturan-peraturan yang telah ditetapkan.8
5
I.G. Wursanto, Managemen Kepegawaian. Kenisisus, Yogyakarta, 1989, hal. 108
6
Wirjo Surachmad, Wawasan Kerja Aparatur Negara, Pustaka Jaya, Jakarta, 1993, hal. 24
7
Nurlita Witarsa, Dasar-Dasar Produksi, Karunika, Jakarta, 1988, hal. 102
8
I.S. Livine Teknik Memimpin Pegawai dan Pekerja. Terjemahan oleh Iral Soedjono, Cemerlang, Jakarta, 1980, hal 71
(24)
Di samping beberapa pengertian mengenai disiplin pegawai tersebut di atas, A.S. Moenir mengemukakan bahwa “Disiplin adalah ketaatan yang sikapnya impersonal, tidak memakai perasan dan tidak memakai perhitungan pamrih atau kepentingan pribadi.9
1. Disiplin yang bersifat positif.
Kaitannya dengan kedisiplinan, Astrid S. Susanto juga mengemukakan sesuai dengan keadaan di dalam setiap organisasi, maka disiplin dapat dibedakan menjadi 2 (dua) macam yaitu :
2. Disiplin yang bersifat negatif. 10
Merupakan tugas seorang pemimpin untuk mengusahakan terwujudnya suatu disiplin yang mempunyai sifat positif, dengan demikian dapat menghindarkan adanya disiplin yang bersifat negatif.
Disiplin positif merupakan suatu hasil pendidikan, kebiasaan atau tradisi dimana seseorang dapat menyesuaikan dirinya dengan keadaan, adapun disiplin negatif sebagai unsur di dalam sikap patuh yang disebabkan oleh adanya perasaan takut akan hukuman.
Adapun ukuran tingkat disiplin pegawai menurut I.S. Levine, adalah sebagai berikut :
Apabila pegawai datang dengan teratur dan tepat waktu, apabila mereka berpakaian serba baik dan tepat pada pekerjaannya, apabila mereka mempergunakan bahan-bahan dan perlengkapan dengan hati-hati, apabila menghasilkan jumlah dan cara kerja yang ditentukan oleh kantor atau perusahaan, dan selesai pada waktunya.11
9
A.S. Moenir, Pendekatan Manusia dan Organisasi Terhadap Pembinaan Kepegawaian,
Gunung Agung, Jakarta, 1983, hal. 152.
10
Astrid S. Susanto, Komunikasi Dalam Teori dan Praktek, Bina Aksara, Jakarta, 1974, hal 305.
11
(25)
Berdasarkan pada pengertian tersebut di atas, maka tolok ukur pengertian kedisiplinan kerja pegawai adalah sebagai berikut :
1. Kepatuhan terhadap jam-jam kerja.
2. Kepatuhan terhadap instruksi dari atasan, serta pada peraturan dan tata tertib yang berlaku.
3. Berpakaian yang baik pada tempat kerja dan menggunakan tanda pengenal instansi.
4. Menggunakan dan memelihara bahan-bahan dan alat-alat perlengkapan kantor dengan penuh hati-hati.
5. Bekerja dengan mengikuti cara-cara bekerja yang telah ditentukan.
Selanjutnya untuk lebih memperjelas arti dan makna displin kerja, Alex S. Nitisemito antara lain mengemukakan, bahwa kedisiplinan lebih dapat diartikan suatu sikap atau perilaku dan perbuatan yang sesuai dengan peraturan-peraturan yang telah ditetapkan oleh perusahaan atau instansi yang bersangkutan baik secara tertulis maupun tidak tertulis. 12
1. Mentaati segala peraturan perundang-undangan dan peraturan kedinasan yang berlaku, serta melaksanakan perintah-perintah kedinasan yang diberikan oleh atasan yang berhak.
Adapun menurut peraturan disiplin Pegawai Negeri Sipil sebagimana telah dimuat di dalam Bab II Pasal (2) UU No.43 Tahun 1999, ada beberapa keharusan yang harus dilaksanakan yaitu :
2. Melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya serta memberikan pelayanan yang
12
Alex S. Nitisemito, Menegemen Sumber Saya Manusia, Sasmito Bross, Jakarta, 1980, hal. 260.
(26)
baik terhadap masyarakat sesuai dengan bidang tugasnya.
3. Menggunakan dan memelihara barang-barang dinas dengan sebaik-baiknya. 4. Bersikap dan bertingkah laku sopan santun terhadap masyarakat, sesama
Pegawai Negeri Sipil dan atasannya.
Dengan demikian, maka disiplin kerja merupakan praktek secara nyata dari para pegawai terhadap perangkat peraturan yang tedapat dalam suatu organisasi. Dalam hal ini disiplin tidak hanya dalam bentuk ketaatan saja melainkan juga tanggung jawab yang diberikan oleh organisasi, berdasarkan pada hal tersebut diharapkan efektifitas pegawai akan meningkat dan bersikap serta bertingkah laku disiplin.
Kedisiplinan pegawai dapat ditegakkan apabila peraturan-peraturan yang telah ditetapkan itu dapat diatasi oleh sebagian besar pegawainya dalam kenyataan, bahwa dalam suatu instansi apabila sebagian besar pegawainya mentaati segala peraturan yang telah ditetapkan, maka disiplin pegawai sudah dapat ditegakan.
B. Dasar Hukum Pelaksananan Disiplin Pegawai Negeri Sipil
Dalam rangka usaha memelihara kewibawaan Pegawai Negeri Sipil, serta untuk mewujudkan Pegawai Negeri sebagai Aparatur Pemerintah yang bersih dan berwibawa diperlukan adanya suatu perangkat Peraturan Disiplin yang memuat pokok-pokok kewajiban, larangan dan sanksi apabila suatu kewajiban tersebut tidak ditaati atau adanya suatu pelanggaran-pelanggaran dalam menjalankan tugas.
(27)
Adapun yang menjadi dasar-dasar hukum pelaksanaan disiplin Pegawai Negeri Sipil adalah sebagi berikut :
1. Undang-Undang No. 43 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian (Lembaga Negara Tahun 1974 No 8, Tambahan Lembaran Negara No 3041). 2. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1974, tentang Pembatasan Kegiatan
Pegawai Negeri dalam Usaha Swasta (Lembaran Negara Nomor 8 Tahun 1974, tambahan Lembaran Negara Nomor 3201).
3. Peraturan Pemerintah No. 53 Tahun 2010 yaitu tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipi
4. Keputusan Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara Nomor 02 Tahun 1999 tentang Ketentuan Pelaksanaan Pegawai Negeri Sipil yang menjadi Anggota Partai Politik.
5. Keputusan Presiden Nomor 67 Tahun 1980 tentang Badan Pertimbangan Kepegawaian.
6. Surat Edaran Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Nomor 23/SE/1980, tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
Selain beberapa peraturan atau perangkat kebijaksanaan tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil tersebut di atas, masih ada peraturan perundang-undangan lain yang mengatur tentang kedisiplinan Pegawai Negeri Sipil, peraturan tersebut adalah :
1. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1979 tentang Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan Pegawai Negeri Sipil.
(28)
Negeri Sipil.
3. Keputusan Presiden Nomor 10 Tahun 1974 tentang beberapa Pembatasan Kegiatan Pegawai Negeri Sipil dalam Rangka Pendayagunaan Aparatur Negara dan Kesederhanaan Hidup.
4. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 jo. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 tentang Ijin Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil.
Dasar hukum pelaksanaan disiplin Pegawai Negeri tersebut di atas, diharapkan memberikan dukungan atau dorongan agar supaya Pegawai Negeri Sipil bisa melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya.
Namun dasar hukum ini dirasa masih kurang tanpa didukung oleh sikap dan mental dari para pegawai itu sendiri, oleh karena itu diperlukan adanya pembinaan para Pegawai Negeri Sipil, sebagaimana telah dijelaskan di dalam Penjelasan pasal 12 dari UU No. 43 tahun 1999 yaitu bahwa, agar Pegawai Negeri Sipil dapat melaksanakan tugasnya secara berdaya guna dan berhasil guna, maka perlu diatur pembinaan Pegawai Negeri Sipil secara menyeluruh, yaitu suatu peraturan pembinaan yang berlaku baik bagi Pegawai Negeri Sipil Pusat maupun Pegawai Negeri Sipil yang ada di Daerah. Dengan demikian peraturan perundang-undangan yang berlaku di tingkat pusat akan berlaku di tingkat daerah, kecuali ditentukan lain.
Selain itu perlu dilaksanakan usaha penerbitan dan pembinaan Aparatur Negara yang meliputi baik struktur, prosedur kerja, fasilitas dan sarana untuk menunjang Aparatur Negara yang bersih dan berwibawa.
(29)
C. Tanggung Jawab Pegawai Negeri Sipil
Berdasarkan pada sifat kedisiplinan Pegawai Negeri Sipil tersebut, maka dapat diartikan bahwa sikap dan tindakan Pegawai Negeri Sipil di dalam dinas harus sesuai dengan sumpah dan jabatan, yaitu untuk memelihara penghargaan dan kepercayaan masyarakat kepada korps pegawai. Dengan melalaikan tugas dan kewajiban berarti mereka harus memberikan pertanggungan jawab atas tugas yang diberikan kepadanya.
Adapun pertanggungan jawab pegawai dapat dibedakan ke dalam 3 (tiga) bagian, yaitu :
1. Pertanggungjawaban Kepidanaan
Mengenai pertanggungan jawab pidana bagi pegawai, sebagian beaar diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yaitu dalam buku II titel XXVIII – Pasal 413 - 437 mengenai kejahatan jabatan dan buku ke III Titel VIII – Pasal 2 552-559 mengenai pelanggaran jabatan.
Pelanggaran jabatan tidak berarti pelanggaran dari peraturan jabatan, melainkan merupakan perbuatan pidana seperti yang disebut di dalam kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Hanya suatu perbuatan pidana yang termasuk dalam salah satu pasal tersebut adalah suatu pelanggaran jabatan. Suatu perbuatan lain, meskipun ada hubungannya dengan jabatan, tetapi tidak termasuk dalam salah satu pasal tersebut, tidak merupakan suatu pelanggaran jabatan.13
13
Siti Soetami, Hukum Administrasi Negara II, Fak. hukum UNDIP, Semarang, 1980, hal. 44.
(30)
Selain hal tersebut di atas, didalam buku ke I Title 1 – Pasal 7 KUH Pidana juga disinggung mengenai kejahatan jabatan yang antara lain, bahwa aturan pidana dalam perundang-undangan Indonesia berlaku bagi setiap pejabat yang diluar Indonesia yang melakukan perbuatan pidana.
Kejahatan jabatan yang dimaksudkan di atas hanya dapat dilakukan oleh seorang yang mempunyai kedudukan (status) Pegawai Negeri. Unsur Pegawai Negeri di sini adalah mutlak, hal ini juga sama dengan pelanggaran jabatan yang dimaksudkan.
2. Pertanggungan Jawab Keuangan / Keperdataan
Pertanggungan jawab keuangan atau keperdataan yang dimaksud di sini adalah tanggung jawab pegawai untuk kerugian yang dinilai dengan uang, yang ditimbulkan oleh pegawai tersebut dalam melakukan tugas baik kerugian itu ada pada pemerintah sendiri maupun ada pada pihak ketiga.14
14
Ibid, hal. 45
Pertanggungjawaban keuangan dapat diperinci yaitu, semua Pegawai Negeri (bukan bendaharawan) yang dalma tugasnya selalu demikian, melakukan perbuatan melawan hukum atau mengabaikan tugas yang mereka harus lakukan, baik secara langsung maupun tidak langsung merugikan negara, diharuskan mengganti kerugian itu.
Tuntutan ganti rugi tersebut, terhadap pegawai negeri yang terjadi karena perbuatan itu dalam sangkut pautnya dengan jabatan sebagai Pegawai Negeri atau hubungannya dengan negara, sehingga negara menderita kerugian.
(31)
Adapun tindakan-tindakan yang menyebabkan kerugian bagi Negara antara lain dapat dikelompokkan menjadi 5 (lima) kelompok, yaitu :
a. Tindakan Perseorangan
Tindakan ini dilakukan oleh Pegawai Negeri (ada sangkut pautnya dengan jabatan), yang menyebabkan negara menderita kerugian.
b. Tindakan yang Menguntungkan Pihak Lain
Tindakan ini pada umumnya tidak sengaja, sebab terjadi karena kelalaian / kekhilafan Pegawai Negeri yang bersangkutan di dalam melakukan tugas.
c. Tindakan yang Membebani Negara secara Berlebihan
Pengertian berlebihan di sini adalah apabila adanya dua / lebih pilihan untuk melakukan tindakan yang berakibat membebani anggaran belanja negara lebih mahal dari yang semetinya.
d. Tindakan yang Merugikan Pihak Lain
Yaitu suatu tindakan seorang Pegawai Negeri, sehingga pihak lain menderita kerugian dan menuntut ganti rugi kepada Negara.
e. Tindakan yang Mempermudah Kemungkinan Timbulnya Tindakan Pegawai Lain
Suatu tindakan yang misalnya adalah pegawai negeri yang bertugas melakukan pengawasan / pemeriksaan, di mana karena kurang teliti, sehingga berakibat pegawai lain dapat melakukan kecurangan, korupsi, penggelapan dan lain sebagainya, sehingga dapat merugikan negara.15
15
(32)
3. Pertanggungan Jawab Disiplin Administrasi
Tanggung jawab disipliner atau administratif adalah tanggung jawab Pegawai Negeri yang tidak memenuhi kewajiban di dalam dinasnya. Pejabat ditempatkan di bawah disiplin jabatan, pelanggaran jabatan dapat mengakibatkan hukuman jabatan, bahkan pemberhentian (dengan catatan “tidak terhormat”) dari jabatan.
Di dalam UU No.43 Tahun 1999, hal ini telah diatur di dalam Pasal 23 ayat (3) a, yaitu : Pegawai Negeri Sipil dapat diberhentikan tidak dengan hormat, karena melanggar sumpah atau janji Pegawai Negeri Sipil atau Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
Peraturan disiplin adalah suatu peraturan yang memuat keharusan, larangan dan sanksi, apabila keharusan tidak dilaksanakan atau larangan tersebut dilanggar, maka akan mendapat sanksi atau hukuman.16
16
(33)
BAB III
TINJAUAN TENTANG SANKSI DALAM PELANGGARAN DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL
A. Tinjauan Terhadap Bagian Kepegawaian Kejaksaan Negeri Medan 1. Tugas dan Fungsi Kejaksaan
Menurut Pasal 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia bahwa :
a. Kejaksaan Republik Indonesia yang selanjutnya dalam Undang-Undang ini disebut kejaksaan adalah lembaga pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan serta kewenangan lain berdasarkan undang-undang.
b. Kekuasaan negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan secara merdeka.
c. Kejaksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah satu dan tidak terpisahkan
Menurut Pasal 8 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia bahwa :
a. Jaksa diangkat dan diberhentikan oleh Jaksa Agung.
b. Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, jaksa bertindak untuk dan atas nama negara serta bertanggung jawab menurut saluran hierarki.
c. Demi keadilan dan kebenaran berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, jaksa melakukan penuntutan dengan keyakinan berdasarkan alat bukti yang sah.
(34)
d. Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, jaksa senantiasa bertindak berdasarkan hukum dengan mengindahkan norma-norma keagamaan, kesopanan, kesusilaan, serta wajib menggali dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan yang hidup dalam masyarakat, serta senantiasa menjaga kehormatan dan martabat profesinya.
e. Dalam hal melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (4), jaksa diduga melakukan tindak pidana maka pemanggilan, pemeriksaan, penggeledahan, penangkapan, dan penahanan terhadap jaksa yang bersangkutan hanya dapat dilakukan atas izin Jaksa Agung.
Pasal 30 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia bahwa :
a. Di bidang pidana, kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang: 1) Melakukan penuntutan
2) Melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap
3) Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana bersyarat, putusan pidana pengawasan, dan keputusan lepas bersyarat
4) Melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan undang-undang
5) Melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan ke pengadilan yang dalam pelaksanaannya dikoordinasikan dengan penyidik
(35)
b. Di bidang perdata dan tata usaha negara, kejaksaan dengan kuasa khusus dapat bertindak baik di dalam maupun di luar pengadilan untuk dan atas nama negara atau pemerintah.
c. Dalam bidang ketertiban dan ketenteraman umum, kejaksaan turut menyelenggarakan kegiatan :
1) Peningkatan kesadaran hukum masyarakat 2) Pengamanan kebijakan penegakan hukum 3) Pengawasan peredaran barang cetakan
4) Pengawasan aliran kepercayaan yang dapat membahayakan masyarakat dan negara
5) Pencegahan penyalahgunaan dan/atau penodaan agama 6) Penelitian dan pengembangan hukum serta statistik kriminal
Berdasarkan Surat Keputusan Jaksa Agung Republik Indonesia No. KEP-035/J.A/3/1992, tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan Republik Indonesia, di dalam Pasal 1 dinyatakan bahwa, Kejaksaan adalah lembaga pemerintah yang melaksanakan kekuasaan negara terutama di bidang penuntutan dalam tata susunan kekuasaan badan-badan hukum dan keadilan.
Kemudian dalam Pasal 2 disebutkan bahwa, tugas pokok Kejaksaan adalah melaksanakan kekuasaan negara di bidang dan tugas-tugas lain berdasarkan pada peraturan perundang-undangan serta turut menyelenggarakan sebagian tugas umum pemerintahan dan pembangunan di bidang hukum.
Adapun untuk melaksanakan tugas pokok tersebut, Kejaksaan mempunyai fungsi :
(36)
a. Merumuskan kebijaksanaan pelaksanaan dan kebijaksanaan teknis, pemberian bimbingan dan pembinaan serta pemberian perizinan berdasarkan peraturan perundang-undangan dan kebijaksanaan umum yang telah ditetapkan oleh Presiden.
b. Menyelenggarakan dan melaksanakan pembangunan sarana dan prasarana, pembinaan manajemen, administrasi, organisasi dan ketatalaksanaan serta pengelolaan atas milik negara yang menjadi tanggung jawabnya.
c. Melakukan kegiatan pelaksanaan penegakkan hukum baik secara preventif maupun represif yang berintikan keadilan di bidang pidana, melakukan dan atau turut menyelenggarakan intelijen yustisial di bidang ketertiban dan ketentraman umum, memberikan bantuan, pertimbangan, pelayanan, dan penegakkan hukum di bidang perdata dan tata usaha negara serta tindakan hukum dan tugas lain, untuk menjamin kepastian hukum kewibawaan pemerintah dan menyelamatkan kekayaan negara, berdasarkan peraturan perundang-undangan dan kebijaksanaan umum yang telah ditetapkan oleh Presiden.
d. Menempatkan seorang tersangka atau terdakwa di rumah sakit atau tempat perawatan jiwa atau tempat lain yang layak berdasarkan penetapan hakim karena tidak mampu berdiri sendiri atau disebabkan hal-hal yang dapat membahayakan orang lain, lingkungan atau dirinya sendiri.
e. Memberikan pertimbangan hukum kepada instansi pemerintah di pusat dan daerah dan turut menyusun peraturan perundang-undangan serta meningkatkan kesadaran hukum masyarakat.
(37)
f. Menyelenggarakan koordinasi, bimbingan dan atau petunjuk teknis serta pengawasan baik atas pelaksanaan tugas pokoknya berdasarkan peraturan perundang-undangan dan kebijaksanaan umum yang ditetapkan oleh Presiden (Pasal 3).
Dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi tersebut di atas, Kejaksaan dituntut mampu mewujudkan kepastian hukum, ketertiban hukum, keadilan dan kebenaran huku, mengindahkan norma-norma keagamaan, kesopanan dan kesusilaan serta wajib menggali nilai-nilai kemanusiaan, hukum dan keadilan yang hidup dalam masyarakat.
Untuk kepentingan pelaksanaan tugas-tugas umum pemerintahan dalam pembangunan, Jaksa Agung dapat menugaskan petugas Kejaksaan pada lembaga negara, atau lembaga-lembaga lainnya yang ada di daerah. Kejaksaan di daerah terdiri dari :
a. Kejaksaan Tinggi
Kejaksaan Tinggi adalah kejaksaan yang berkedudukan di Ibukota Propinsi dan daerah hukumnya meliputi wilayah Propinsi yang bersangkutan, dipimpin oleh Kepala Kejaksaan Tinggi yang bertanggung jawab langsung kepada Jaksa Agung.
b. KejaksaanNegeri
Kejaksaan Negeri adalah kejaksaan yang ada di daerah berkedudukan di Ibukota Kabupaten atau Kotamadia atau di Kota Administratif, dan daerah hukumnya meliputi wilayah Kabupaten, Kotamadia atau Kota Administratif (Pasal 689, Surat Keputusan Jaksa Agung RI No. 075 Tahun 1992).
(38)
Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud di dalam Pasal 689, Surat Keputusan Jaksa Agung No. 035/J.A/3/1992 tersebut di atas, Kejaksaan Negeri mempunyai fungsi :
a. Merumuskan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis, berupa pemberian bimbingan dan pembinaan serta pemberian perijinan sesuai dengan tugasnya. b. Menyelenggarakan dan melaksanakan pembangunan sarana dan prasarana ,
pembinaan manajemen administrasi , organisasi, ketata laksanaan dan pengelolaan atas milik negara yang menjadi tanggung jawabnya.
c. Melaksanakan dan mengendalikan pelaksanaan penegakan hukum baik preventif dan represif yang berintikan keadilan di bidang pidana, melakukan dan turut menyelenggarakan intelejen yustisial di bidang ketertiban dan ketentraman umum, memberikan bantuan, pertimbangan, pelayanan dan penegakan hukum di bidang perdata dan tata usaha negara serta tindakan hukum dan tugas- tugas lain untuk menjamin kepastian hukum, kewibawaan pemerintah dan menyelamatkan kekayaan negara berdasarkan peraturan perundang – undangan dan kebijaksanaan jaksa agung.
d. Menempatkan seorang tersangka atau terdakwa di rumah sakit atau tempat perawatan jiwa atau tempat lain yang layak berdasarkan penetapan hakim karena tidak mampu berdiri sendiri atau disebabkan hal-hal yang dapat membahayakan orang lain, lingkungan atau dirinya sendiri.
e. Memberikan pertimbangan hukum kepada instasi pemerintah di aderah dan turut menyusun peraturan perundang – undangan serta meningkatkan kesadaran hukum masyarakat.
(39)
f. Menyelenggarakan koordinasi, bimbingan dan atau petunjuk teknis serta pengawasan baik ke dalam maupun instasi terkait atas pelaksanaan tugas. g. Memberikan saran dan pertimbangan kepada Kepala Kejaksaan Tinggi dan
melaksanakan tugas – tugas sesuai petunjukKepala Kejaksaan Negeri.
2. Susunan Organisasi Kejaksaan Negeri Medan
Di dalam Pasal 691 dari Surat Keputusan Jaksa Agung No. 034 / J.A / 3 / 1992 di sebutkan bahwa pola organisasi dari Kejaksaan Negeri terdiri dari : a. Kejaksaan Negeri tipe A
b. Kejaksaan Negeri tipe B
Hal tesebut di dasrkan pada kedudukan, beban tugas atau kekhususan suatu daerah.
Adapun Kejaksaan Negeri tipe A tersebut terdiri dari : a. Kepala Kejaksaan Negeri
b. Sub Bagian Pembinaan c. Seksi Intelejen
d. Seksi Tindak Pidana Umum e. Seksi Tindak Pidana Khusus
f. Seksi Perdata dan Tata Usaha Negara g. Pemeriksa
Kemudian dari sub bagian, seksi dan pemeriksa masing –masing di pimpin oleh seorang Kepala Sub Bagian, Kepala Seksi dan Pemeriksa yang bertanggung jawab langsung kepada Kepala Kejaksaan Negeri.
(40)
Berdasarkan susunan organisasi tersebut, Kepala Kejaksaan Negeri mempunyai tugas :
a. Memimpin dan mengendalikan Kejaksaan Negeri dalam melaksanakan tugas, wewenang dan fungsi kejaksaan di daerah hukumnya serta membina aparatur Kejaksaan di lingkungan Kejaksaan Negeri yang bersangkutan agar berdaya guna dan berhasil guna.
b. Melakukan dan atau mengendalikan kebijaksanaan pelaksanaan penegakan hukum dan keadilan baik preventif dan represif yang menjadi tanggung jawabnya di daerah hukum Kejaksaan Negeri yang bersangkutan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Jaksa Agung.
c. Melakukan penyelidikan, penyidikan, pra penuntutan, eksekusi dan tindakan hukum lain berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Jaksa Agung.
d. Melakukan dan mengkoordinasikan penanganan perkara pidana tertentu dengan instasi terkait meliputi penyelidikan, penyidikan dan melaksanakan tugas-tugas yustisial lain berdasarkan peraturan perundang – undangan yang berlaku dan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Jaksa Agung.
e. Melakukan pencegahan dan pelarangan terhadap orang yang terlibat dalam suatu perkara pidana untuk masuk di dalam atau di luar, meninggalkan wilayah kekuasaan negara Republik Indonesia, peredaran barang cetakan yang dapat mengganggu ketertiban umum, penyalahgunaan dan atau penodaan agama serta pengawasan lairan kepercayaan yang dapat membahayakan
(41)
ketertiban masyarakat dan negara berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Jaksa Agung.
f. Melakukan tindakan hukum di bidang perdata dan tata usaha negara, mewakili pemerintah dan negara di dalam dan di luar pegadilan sebagai usaha menelamatkan kekayaan negara baik di dalam maupun di luar negeri berdasarkan peraturan perundang – undangan yang berlaku dan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Jaksa Agung.
g. Membina dan melakukan kerjasama dengan instasi pemerintah dan organisasi lain di daerah hukumnya untuk memecahkan permasalahan yang timbul terutama yang menjadi tanggung jawabnya.
h. Memberikan perijinan sesuai dengan bidang tugasnya dan melaksanakan tugas-tugas lain berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Jaksa Agung.
i. Memberikan saran dan pertimbangan kepada Kepala Kejaksaan Tinggi serta melaksanakan tugas-tugas lain sesuai dengan petunjuk Kepala Kejaksaan Tinggi.
Untuk melaksanakan pembinaan manajemen dan pengelolaan ketata usahaan kepegawaian, bagian pembinaan mempunyai fungsi :
a. Melakukan organisasi, integrasi dan sinkronisasi serta membina kerja sama seluruh satuan kerja di lingkungan Kejaksaan Negeri di bidang administrasi. b. Melakukan pembinaan organisasi dan tata laksana urusan ketatausahaan dan
mengelola keuangan, kepegawaian, perlengkapan, milik negara yang menjadi tanggung jawabnya.
(42)
c. Melakukan pembinaan dan peningkatan kemampuan, ketrampilan dan integritas kepribadian aparat Kejaksaan di daerah hukumnya.
d. Memberikan saran dan pertimbangan kepada kepala Kejaksaan Negeri serta melaksanakan tugas-tugas lain sesuai petunjuk Kepala Kejaksaan Negeri.
Berkaitan dengan peningkatan kedisiplinan Pegawai Negeri Sipil, maka dalam melaksanakan kegiatan suatu organisasi administrasi pemerintah pada umumnya, atasan mempunyai beban berat untuk melakukan pengawasan terhadap bawahannya, hal ini sebagaimana telah dirumuskan didalam pasal 411 Keputusan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor 035 hal.46 Tahun 1997 tentang susunan Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan Republik Indonesia yang menyatakan bahwa, Jaksa Agung Muda Pengawasan mempunyai tugas dan wewenang melakukan pengawasan atas pelaksanaan tugas rutin dan pembangunan semua unsur Kejaksaan agar berjalan sesuai dengan peraturan perundang –undangan, rencana kerja, program kerja Kejaksaan serta kebijaksanaan yang ditetapkan oleh jaksa Agung.
Untuk melaksanakan tugas dan wewenang, sebagai mana telah di maksud didalam pasal 412 dari Surat Keputusan tersebut, maka Jaksa Agung Muda pengawasan mempunyai fungsi :
a. Merumuskan kebijaksanaan teknis pengawasan di lingkungan Kejaksaan. b. Merencanakan, melaksanakan dan mengendalikan pengamatan, penelitian,
pengujian, penilaian, pemberian bimbingan, penertiban atas pelaksanaan tugas rutin dan pembangunan semua unsur Kejaksaan.
(43)
penyalah gunaan jabatan dan mengusulkan penindakan terhadap pegawai Kejaksaan yang terbukti melakukan tindakan pidana.
Berdasarkan susunan organisasi di Lembaga Kejaksaan Negeri serta berfungsinya Jaksa Agung Muda Pengawasan diharapkan dapat terwujud suatu kedisiplinan.
B. Tingkat dan Jenis Hukuman Disiplin
Pelanggaran terhadap kewajiban dan larangan adalah merupakan pelanggaran disiplin. Pelanggaran yang dilakukan bisa berupa ucapan, tulisan maupun perbuatan. Sebagai bentuk pelanggaran ucapan itu adalah setiap kata-kata yang diucapkan dihadapan atau dapat didengar oleh orang lain seperti rapat, ceramah, diskusi, telepon, radio, televisi, rekaman atau alat komunikasi lainnya. Sedangkan tulisan adalah pernyataan pikiran atau perasaan secara baik dalam bentuk huruf-huruf (tulisan) maupun dalam bentuk gambar, karikatur, coretan dan lain-lain yang serupa dengan itu. Adapun yang dimaksud dengan perbuatan adalah setiap tingkah laku, sikap atau tindakan.
Dikatakan sebagai pelanggaran disiplin menurut Pasal 1 angka 3 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 53 Tahun 2010 Tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil adalah setiap ucapan, tulisan, atau perbuatan PNS yang tidak menaati kewajiban dan/atau melanggar larangan ketentuan disiplin PNS, baik yang dilakukan di dalam maupun di luar jam kerja..17
17
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 53 Tahun 2010 Tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
(44)
Pegawai Negeri Sipil yang melakukan pelanggaran disiplin dapat dijatuhi hukum disiplin oleh pejabat yang berwenang. Penjatuhan hukuman disiplin tidak mengurangi ketentuan yang berlaku dalam hukum pidana, artinya jika yang bersangkutan dalam pelanggarannya itu mengandung juga perbuatan pidana, maka di samping hukuman disiplin juga dapat dikenakan hukuman pidana sesuai dengan Pasal 10 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Jadi ada perbedaan antara hukuman disiplin Pegawai Negeri Sipil dengan hukuman pidana bagi Pegawai Negeri Sipil, yakni hukuman disiplin dijatuhkan oleh pejabat yang berwenang (atasan dari Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan) yang jenis-jenisnya tersebut di dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 53 Tahun 2010 Tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil sedangkan hukuman pidananya hanya dapat dijatuhkan oleh hakim yang jenis-jenisnya terdapat dalam Pasal 10 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Hukuman pidana bagi Pegawai Negeri Sipil dapat dikenakan jika yang bersangkutan melakukan kejahatan jabatan, pelanggaran jabatan atau korupsi.
Dalam rangka memelihara kewibawaan Pegawai Negeri Sipil, maka tindakan kepolisian sebagai penyidik terhadap Pegawai Negeri Sipil hendaknya dilakukan dengan tertib dan berdasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, dalamkaitan ini apabila seorang Pegawai Negeri Sipil diperiksa, ditangkap dan atau ditahan sementara oleh pejabat yang berwajib karena disangka melakukan tindak pidana, maka pejabat yang berwajib tersebut secepat mungkin memberitahukan kepada atasan Pegawai Negeri yang bersangkutan.
(45)
Kemudian menurut Pasal 1 angka 4 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 53 Tahun 2010 Tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil, disebutkan bahwa yang dimaksud dengan hukuman disiplin adalah hukuman yang dijatuhkan kepada Pegawai Negeri Sipil karena melanggar Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
Selanjutnya dalam Pasal 7 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 53 Tahun 2010 Tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil disebutkan pula mengenai tingkat dan jenis hukuman disiplin Pegawai Negeri Sipil, adapun tingkat dan jenis hukuman disiplin tersebut adalah :
1. Hukuman disiplin ringan, yaitu hukuman yang dapat berupa : a. Teguran lisan
b. Teguran tertulis
c. Pernyataan tidak puas secara tertulis
2. Hukuman disiplin sedang, yang jenis-jenisnya terdiri dari :
a. Penundaan kenaikan gaji berkala untuk paling lama satu tahun
b. Penurunan gaji yang besarnya satu kali kenaikan gaji berkala untuk paling lama satu tahun
c. Penundaan kenaikan pangkat untuk paling lama satu tahun 3. Hukuman disiplin berat, yang jenis-jenisnya terdiri dari :
a. Penurunan pangkat pada pegawai yang setingkat lebih rendah untuk paling lama satu tahun
(46)
c. Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai Pegawai Negeri Sipil
d. Pemberhentian tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil
Peraturan Pemerintah No. 53 Tahun 2010 Tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil menentukan kriteria yang dapat dijadikan dasar untuk menentukan tingkat-tingkat pelanggaran, artinya apakah sesuatu yang dianggap sebagai pelanggaran dengan ancaman hukuman disiplin ringan, sedang atau berat ditentukan kriterianya.
Tingkat dan jenis hukuman disiplin menurut Peraturan Pemerintah No. 53 Tahun 2010 Tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil adalah :
1. Hukuman disiplin ringan apabila:
a. Setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Pemerintah, apabila pelanggaran berdampak negatif pada unit kerja.
b. Menaati segala peraturan perundang-undangan, apabila pelanggaran berdampak negatif pada unit kerja
c. Melaksanakan tugas kedinasan yang dipercayakan kepada PNS dengan penuh pengabdian, kesadaran, dan tanggung jawab, apabila pelanggaran berdampak negatif pada unit kerja.
d. Menjunjung tinggi kehormatan negara, Pemerintah, dan martabat PNS, apabila pelanggaran berdampak negatif pada unit kerja
(47)
e. Mengutamakan kepentingan negara daripada kepentingan sendiri, seseorang, dan/atau golongan, apabila pelanggaran berdampak negatif pada unit kerja.
f. Memegang rahasia jabatan yang menurut sifatnya atau menurut perintah harus dirahasiakan, apabila pelanggaran berdampak negatif pada unit kerja.
g. Bekerja dengan jujur, tertib, cermat, dan bersemangat untuk kepentingan Negara, apabila pelanggaran berdampak negatif pada unit kerja.
h. Melaporkan dengan segera kepada atasannya apabila mengetahui ada hal yang dapat membahayakan atau merugikan negara atau pemerintah terutama di bidang keamanan, keuangan, dan materiil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 10, apabila pelanggaran berdampak negatif pada unit kerja
i. Masuk kerja dan menaati ketentuan jam kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 11 berupa:
1) Teguran lisan bagi PNS yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah selama 5 (lima) hari kerja
2) Teguran tertulis bagi PNS yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah selama 6 (enam) sampai dengan 10 (sepuluh) hari kerja.
3) Pernyataan tidak puas secara tertulis bagi PNS yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah selama 11 (sebelas) sampai dengan 15 (lima belas) hari kerja.
(48)
j. menggunakan dan memelihara barang-barang milik negara dengan sebaik-baiknya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 13, apabila pelanggaran berdampak negatif pada unit kerja.
k. Memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 14, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
l. Membimbing bawahan dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 15, apabila pelanggaran dilakukan dengan tidak sengaja.
m. Memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengembangkan karier sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 16, apabila pelanggaran dilakukan dengan tidak sengaja.
n. Menaati peraturan kedinasan yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 17, apabila pelanggaran berdampak negatif pada unit kerja.
2. Hukuman sedang dijatuhkan bagi pelanggaran terhadap kewajiban:
a. Mengucapkan sumpah/janji PNS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 1, apabila pelanggaran dilakukan tanpa alasan yang sah.
b. Mengucapkan sumpah/janji jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 2, apabila pelanggaran dilakukan tanpa alasan yang sah
(49)
c. Setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 3, apabila pelanggaran berdampak negative bagi instansi yang bersangkutan
d. Menaati segala peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 4, apabila pelanggaran berdampak negatif bagi instansi yang bersangkutan
e. Melaksanakan tugas kedinasan yang dipercayakan kepada PNS dengan penuh pengabdian, kesadaran, dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 5, apabila pelanggaran berdampak negatif bagi instansi yang bersangkutan.
f. Menjunjung tinggi kehormatan negara, pemerintah, dan martabat PNS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 6, apabila pelanggaran berdampak negatif bagi instansi yang bersangkutan. g. Mengutamakan kepentingan negara daripada kepentingan sendiri,
seseorang, dan/atau golongan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 7, apabila pelanggaran berdampak negatif pada instansi yang bersangkutan.
h. Memegang rahasia jabatan yang menurut sifatnya atau menurut perintah harus dirahasiakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 8, apabila pelanggaran berdampak negatif pada instansi yang bersangkutan.
(50)
i. Bekerja dengan jujur, tertib, cermat, dan bersemangat untuk kepentingan Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 9, apabila pelanggaran berdampak negatif bagi instansi yang bersangkutan.
j. Melaporkan dengan segera kepada atasannya apabila mengetahui ada hal yang dapat membahayakan atau merugikan negara atau Pemerintah terutama di bidang keamanan, keuangan, dan materiil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 10, apabila pelanggaran berdampak negatif pada instansi yang bersangkutan. k. Masuk kerja dan menaati ketentuan jam kerja sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 angka 11 berupa:
1) Penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun bagi PNS yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah selama 16 (enam belas) sampai dengan 20 (dua puluh) hari kerja.
2) Penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun bagi PNS yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah selama 21 (dua puluh satu) sampai dengan 25 (dua puluh lima) hari kerja.
3) Penurunan pangkat setingkat lebih rendah elama 1 (satu) tahun bagi PNS yang tidak asuk kerja tanpa alasan yang sah selama 26 (dua puluh enam) sampai dengan 30 (tiga puluh) hari kerja.
l. Mencapai sasaran kerja pegawai yang ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 12, apabila pencapaian sasaran
(51)
kerja pada akhir tahun hanya mencapai 25% (dua puluh lima persen) sampai dengan 50% (lima puluh persen).
m. Menggunakan dan memelihara barang-barang milik negara dengan sebaik-baiknya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 13, apabila pelanggaran berdampak negatif pada instansi yang bersangkutan.
n. Memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 14, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
o. Membimbing bawahan dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 15, apabila pelanggaran dilakukan dengan sengaja.
p. Memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengembangkan karier sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 16, apabila pelanggaran dilakukan dengan sengaja.
q. Menaati peraturan kedinasan yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 17, apabila pelanggaran berdampak negatif pada instansi yang bersangkutan. 3. Hukuman berat dijatuhkan bagi pelanggaran terhadap kewajiban:
a. setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam
(52)
Pasal 3 angka 3, apabila pelanggaran berdampak negatif pada pemerintah dan/atau Negara.
b. menaati segala ketentuan peraturan perundangundangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 4, apabila pelanggaran berdampak negative pada pemerintah dan/atau Negara
c. melaksanakan tugas kedinasan yang dipercayakan kepada PNS dengan penuh pengabdian, kesadaran, dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 5, apabila pelanggaran berdampak negatif pada pemerintah dan/atau Negara.
d. menjunjung tinggi kehormatan negara, pemerintah, dan martabat PNS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 6, apabila pelanggaran berdampak negatif pada pemerintah dan/atau Negara. e. mengutamakan kepentingan negara daripada kepentingan sendiri,
seseorang, dan/atau golongan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 7, apabila pelanggaran berdampak negatif pada pemerintah dan/atau Negara.
f. memegang rahasia jabatan yang menurut sifatnya atau menurut perintah harus dirahasiakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 8, apabila pelanggaran berdampak negatif pada pemerintah dan/atau Negara.
g. bekerja dengan jujur, tertib, cermat, dan bersemangat untuk kepentingan Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 9,
(53)
apabila pelanggaran berdampak negatif pada pemerintah dan/atau Negara.
h. melaporkan dengan segera kepada atasannya apabila mengetahui ada hal yang dapat membahayakan atau merugikan negara atau Pemerintah terutama di bidang keamanan, keuangan, dan materiil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 10, apabila pelanggaran berdampak negatif pada pemerintah dan/atau Negara. i. Masuk kerja dan menaati ketentuan jam kerja sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 angka 11 berupa:
1) Penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3 (tiga) tahun bagi PNS yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah selama 31 (tiga puluh satu) sampai dengan 35 (tiga puluh lima) hari kerja
2) Pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih rendah bagi PNS yang menduduk i jabatan struktural atau fungsional tertentu yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah selama 36 (tiga puluh enam) sampai dengan 40 (empat puluh) hari kerja.
3) Pembebasan dari jabatan bagi PNS yang menduduki jabatan struktural atau fungsional tertentu yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah selama 41 (empat puluh satu) sampai dengan 45 (empat puluh lima) hari kerja.
4) Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri atau pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS bagi PNS yang tidak
(54)
masuk kerja tanpa alasan yang sah selama 46 (empat puluh enam) hari kerja atau lebih;
j. Mencapai sasaran kerja pegawai yang ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 12, apabila pencapaian sasaran kerja pegawai pada akhir tahun kurang dari 25% (dua puluh lima persen).
k. Masuk kerja dan menaati ketentuan jam kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 11 berupa:
1) Penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3 (tiga) tahun bagi PNS yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah selama 31 (tiga puluh satu) sampai dengan 35 (tiga puluh lima) hari kerja.
2) Pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih rendah bagi PNS yang menduduk i jabatan struktural atau fungsional tertentu yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah selama 36 (tiga puluh enam) sampai dengan 40 (empat puluh) hari kerja.
3) Pembebasan dari jabatan bagi PNS yang menduduki jabatan struktural atau fungsional tertentu yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah selama 41 (empat puluh satu) sampai dengan 45 (empat puluh lima) hari kerja.
4) Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri atau pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS bagi PNS yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah selama 46 (empat puluh enam) hari kerja atau lebih.
(55)
5) Mencapai sasaran kerja pegawai yang ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 12, apabila pencapaian sasaran kerja pegawai pada akhir tahun kurang dari 25% (dua puluh lima persen) Adapun taha-tahap penjatuhan hukuman terhadap Pegawai Negeri Sipil yang melakukan pelanggaran adalah sebagai berikut :.
1. Teguran Lisan
Teguran lisan sebagai hukuman disiplin harus disampaikan oleh pejabat yang berwenang kepada yang bersangkutan secara lisan dan disampaikan secara tegas bahwa tegurannya itu merupakan hukuman disiplin. Jika tidak disertai dengan penegasan bahwa teguran itu merupakan hukuman disiplin maka hukuman disiplin dianggap tidak ada. Selanjutnya pejabat yang menghukum harus memberitahukan secara tertulis tentang penjatuhan hukuman ringan berupa teguran secara lisan kepada pejabat yang mengurus kepegawaian. Setiap Pegawai Negeri Sipil yang dijatuhi hukuman berupa teguran lisan tidak dapat mengajukan keberatan.
2. Teguran tertulis
Hukuman disiplin yang berupa teguran tertulis ditetapkan dengan surat keputusan dan disampaikan kepada Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan. Dalam surat hukuman yang berupa teguran lisan maka hukuman yang berupa teguran tertulis pun tidak dapat dimintakan/diajukan keberatan.
(56)
Pernyataan tidak puas secara tertulis sebagai satu jenis hukuman disiplin juga harus dituangkan dalam surat keputusan yang di dalamnya harus memuat juga tentang jenis pelanggaran yang dilakukannya. Pernyataan tidak puas secara tertulis inipun tidak dapat dimintakan banding atau keberatan.
4. Penundaan kenaikan gaji berkala
Penundaan kenaikan gaji berkala sebagai hukuman bertingkat sedang, dalam pelanggaran disiplin Pegawai Negeri Sipil ditetapkan untuk masa sekurang-kurangnya tiga bulan dan paling lama satu tahun. Penjatuhan hukuman ini harus ditetapkan dengan surat keputusan pejabat yang berwenang yang didalamnya harus dimuat juga jenis pelanggaran yang telah dilakukan oleh Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan. Masa penundaan kenaikan gaji berlaka dihitung penuh dengan kenaikan gaji berlaka berikutnya. Pegawai Negeri Sipil yang meninggal dunia atau mencapai batas usia pensiun pada waktu menjalani hukuman disiplin berupa penundaan kenaikan gaji berkala, penurunan gaji dan penurunan pangkat dianggap telah selesai menjalani hukuman disiplin. Pegawai Negeri Sipil yang dijatuhi hukuman disiplin berupa penundaan kenaikan gaji berkala dapat mengajukan pernyataan keberatan dengan menyebutkan alasan-alasan keberatan itu yang disampaikan secara tertulis kepada atasan pejabat yang berwenang menghukum pelaku. Pengajuan pernyataan keberatan harus sudah disampaikan dalam jangka waktu empat belas hari terhitung mulai ia menerima surat keputusan hukuman disiplin itu.
(57)
Penurunan gaji dapat dijatuhkan sebagai hukuman disiplin sebesar satu kali kenaikan gaji berkala dan penjatuhkan hukuman itu harus ditetapkan dengan surat keputusan oleh pejabat yang berwenang menghukum. Hukuman berupa penurunan gaji ini ditetapkan untuk sekurang-kurangnya tiga bulan dan paling lama satu tahun. Surat keputusan tentang hukuman disiplin berupa penurunan gaji harus menyebutkan juga jenis pelanggaran disiplin yang telah dilakukan oleh Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan. Setelah masa menjalani hukuman disiplin tersebut selesai maka gaji pokok Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan langsung kembali pada gaji pokok semula. Di samping itu masa penurunan gaji tersebut tetap dihitung penuh untuk kenaikan gaji berkala berikutnya. Apabila dalam menjalani hukuman disiplin Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan memenuhi syarat untuk kenaikan gaji berkala, maka kenaikan gaji berkala tersebut baru diberikan terhitung satu bulan setelah berakhirnya masa menjalani hukuman disiplin. Pegawai Negeri Sipil yang dijatuhi hukuman disiplin berupa penurunan gaji dapat mengajukan keberatan yang disampaikan secara tertulis kepada atasan pejabat yang berwenang menghukum secara hirarkis dalam waktu empat belas hari terhitung ia menerima keputusan hukuman disiplin tersebut.
6. Penundaan kenaikan pangkat
Penundaan kenaikan pangkat dapat dijatuhkan kepada Pegawai Negeri Sipil yang melakukan pelanggaran disiplin. Penundaan kenaikan pangkat ini termasuk jenis hukuman sedang. Penjatuhan hukuman penundaan kenaikan
(58)
pangkat ditetapkan dengan surat keputusan. Penundaan kenaikan pangkat ditetapkan dengan surat keputusan. Penundaan kenaikan pangkat dijatuhkan untuk waktu sekurang-kurangnya enam bulan dan selama-lamanya satu tahun terhitung tanggal kenaikan pangkat yang bersangkutan. Surat keputusan penjatuhan hukuman disiplin berupa penundaan kenaikan pangkat itu harus memuat jenis pelanggaran yang telah dilakukan oleh yang bersangkutan. Pegawai Negeri Sipil yang dijatuhi hukuman penundaan kenaikan pangkat dapat mengajukan keberatan secara tertulis yang disampaikan dalam jangka waktu empat belas hari terhitung mulai tanggal yang bersangkutan menerima keputusan hukuman disiplin tersebut. Dalam surat keberatan itu harus disampaikan kepada atas pejabat yang berwenang menghukum secara hirarki. 7. Penurunan Pangkat
Penurunan pangkat adalah hukuman disiplin yang bertingkat berat. Penurunan pangkat ini adalah penurunan pada pangkat yang setingkat lebih rendah dari pangkat yang sedang dipangku. Hukuman ini harus ditetapkan dengan surat keputusan pejabat yang berwenang menghukum dengan ketentuan bahwa pangkat yang diturunkan itu berlangsung untuk sekurang-kurangnya enam bulan dan paling lama satu tahun. Pegawai Negeri Sipil yang dijatuhi hukuman penurunan pangkat ini dapat mengajukan keberatan dengan menyebutkan alasan-alasan yang disampaikan secara tertulis kepada atasan pejabat yang berwenang menghukum secara hirarki. Pengajuan keberatan harus sudah dilakukan dalam jangka waktu empat belas hari terhitung mulai menerima keputusan tentang hukuman disiplin itu.
(59)
8. Pembebasan dari jabatan
Pegawai Negeri Sipil yang melanggar peraturan disiplin dapat dijatuhi hukuman disiplin berat berupa pembebasan dari jabatan. Pembebasan dari jabatan sebagai hukuman harus ditetapkan dengan surat keputusan pejabat yang berwenang menghukuman. Pembebasan dari jabatan berarti pula sebagai pencabutan segala wewenang yang melekat pada jabatan itu, sedangkan gajinya masih diterima secara penuh kecuali tunjangan jabatannya, yang bersangkutan baru dapat diangkat lagi dalam sesuatu jabatan setelah sekurang-kurangnya satu tahun menjalani hukuman berupa pembebasan dari jabatan itu, dengan dasar pemikiran bahwa dalam waktu satu tahun kiranya sudah cukup waktu untuk menilai apakah kepada yang bersangkutan sudah dapat diberi kepercayaan untuk memangku jabatan lain. Yang bersangkutan dapat mengajukan keberatan atas hukuman pembebasan dari jabatan itu dalam waktu empat belas hari setelah diterimanya surat keputusan tentang hukuman itu dengan menyebutkan alasan-alasannya dan disampaikan secara tertulis kepada atasan pejabat yang berwenang menghukum itu secara hirarkis.
9. Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri.
Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sebagai jenis hukuman berat atas pelanggaran disiplin Pegawai Negeri Sipil harus ditetapkan juga dengan surat keputusan pejabat yang berwenang menghukum. Pegawai Negeri Sipil yang dijatuhi hukuman pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri diberikan hak-hak kepegawaian sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam surat keputusan pejabat tentang
(60)
hukuman itu harus disebutkan dengan jelas tentang pelanggaran yang dilakukan oleh Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan. Pegawai Negeri Sipil yang dijatuhi hukuman pemberhentian tidak atas permintaan sendiri itu jika memenuhi syarat-syarat masa kerja dan usia pensiun menurut peraturan yang berlaku, diberikan hak pensiun. Selanjutnya penjatuhan hukuman berupa pemberhentian tidak atas permintaan sendiri dapat dibanding dengan surat keberatan dari Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan yang disampaikan kepada atasan pejabat yang berwenang menghukum secara hirarkis dalam jangka waktu empat belas hari dengan memberikan alasan-alasan keberatan tersebut.
10.Pemberhentian tidak dengan hormat
Hukuman disiplin yang terberat adalah pemberhentian tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil. Penjatuhan hukuman menerima surat keberatan dengan surat keputusan pejabat yang berwenang menghukum. Pegawai Negeri Sipil yang dijatuhi hukuman pemberhentian dengan tidak hormat tidak diberikan hak-hak kepegawaian sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam surat keputusan pejabat tentang hukuman itu harus disebutkan dengan jelas tentang pelanggaran yang dilakukan oleh Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan. Pegawai Negeri Sipil yang dijatuhi hukuman pemberhentian tidak dengan hormat dapat dibanding dengan surat keberatan dari Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan yang disampaikan kepada atasan pejabat yang berwenang menghukum secara hirarkis dalam jangka waktu empat belas hari dengan memberikan alasan-alasan keberatan tersebut.
(61)
C. Pejabat Yang Berwenang Menjatuhkan Hukuman
Pegawai Negeri diangkat oleh Pejabat yang berwenang. Yang dimaksud dengan pejabat yang berwenang baik mengangkat maupun memberhentikan yang bersifat hukuman, menurut ketentuan dalam Pasal 7 ayat (1) huruf (a – e) Peraturan UU No.43 Tahun 1999 adalah sebagai berikut :
1. Presiden
2. Menteri dan Jaksa Agung
3. Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi atau Tinggi dan Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen.
4. Gubernur Kepala Daerah Tingkat I
5. Kepala Perwakilan Republik Indonesia di Luar Negeri.
Kemudian yang disebut dengan Jabatan Negeri adalah jabatan dalam bidang eksekutif yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan termasuk di dalamnya, kesekretariatan Lembaga Tertinggi / Tinggi Negara dan kepentingan Pengadilan.18
18
Siti Soetami, Op. cit, hal. 39
Berdasarkan Pasal 23 ayat (02) UU No.43 Tahun 1999, disebutkan bahwa Badan Pertimbangan Kepegawaian yang dibentuk dengan Surat Keputusan Presiden Nomor 67 Tahun 1980, tertanggal 11 Desember 1980 adalah suatu Badan yang berkedudukan langsung di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden.
(1)
a. Meningkatkan kedisiplinan pegawai serta prestasi kerja serta pencapaian pelaksanaan tugas.
b. Menekan sekecil mungkin penyalah gunaan wewenang
c. Mengurangi kebocoran serta pemborosan keuangan negara dan segala bentuk penyimpangan lainnya.
d. Mempercepat penyelesaian permasalahan dan meningkatkan pelayanan masyarakat.
e. Mempercepat pengurusan kepegawaian sesuai dengan peraturan yang berlaku. Selain daripada itu, pemeriksaan adalah salah satu cara atau bentuk pengawasan dengan jalan mengamati, mencatat, menyelidiki, dan menelaah secara cermat serta mengkaji segala informasi yang berkaitan dengan kedisiplinan pegawai negeri.
Sedangkan yang di maksud dengan pemeriksaan yang meliputi 3 ( tiga ) jenis kegiatan pemeriksaan yaitu :
1. Pemeriksaan finansial adalah pemeriksaan yang ditujukan pada masalah keuangan yaitu antara lain untuk memperoleh kepastian bahwa semua bentuk transaksi keuangan sudah dilaksanakan sesuai dengan peraturan yang berlaku, sehingga didapat suatu laporan yang wajar.
2. Pemeriksaan Operasional adalah pemeriksaan yang ditujukan kepada evaluasi terhadap semua bentuk program, dari pemeriksaan ini diharapkan adanya masukan demi tercapainya sasaran dari program tersebut.
3. Pemeriksaan Program yaitu pemeriksaan yang ditujukan untuk menilai suatu program secara keseluruhan, dalam hal ini dilihat dari segi efektivitasnya aturan yang sudah ada.
(2)
Untuk lebih meningkatkan kedisiplinan pegawai di lingkunagn Kejaksaan Negeri, absensi juga merupakan hal yang penting, oleh karena itu dalam pelaksanaan absensi Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Kejaksaan Negeri Medan di adakan dua kali yaitu pagi hari yang diadakan jam 07.00 WIB dan pada waktu siang hari yang dilakukan pada jam 15.00 WIB.27
Dengan diadakan absensi satu hari 2 ( dua ) kali ini diharapkan para pegawai dapat melaksanakan tugas dengan baik dan selalu siap ditempat, dengan itu pula kedisiplinan pegawai akan terwujud.
27
Hasil Wawancara Dengan J. Sipayung Kepala Bagian Umum Kejaksaan Negeri Medan Tanggal 13 November 2011
(3)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Penerapan Undang-Undang No.43 Tahun 1999 kaitannya dengan kedisiplinan Pegawai Negeri Sipil dilingkungan Kejaksaan Negeri Medan adalah dalam rangka usaha untuk mencapai tujuan pembangunan nasional, sehingga diperlukan adanya Pegawai Negeri Sipil sebagai unsur Aparatur Negara, Abdi Negara dan Abdi Masyarakat yang penuh rasa tanggung jawab dalam melaksanakan tugas pemerintahan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Untuk menciptakan pemerintahan yang baik, bersih dan bebas dari unsur KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme), kedisiplinan Pegawai Negeri Sipil merupakan hal yang penting dan perlu mendapatkan perhatian yang cukup dalam pelaksanaannya.
2. Penerapan sanksi dalam pelanggaran disiplin pegawai negeri sipil adalah dengan menjatuhkan hukuman terhadap Pegawai Negeri Sipil yang melakukan pelanggaran. Untuk meningkatkan pelaksanaan kedisiplinan Pegawai Negeri Sipil dilingkungan Kejaksaan Negeri Medan dilakukan beberapa pendekatan antara lain : pembinaan pegawai pada segi operasional, pengawasan secara langsung maupun secara fungsional dan hal ini dimaksudkan untuk mencegah timbulnya berbagai penyimpangan yang dilakukan oleh para pegawai.
(4)
3. Pelaksanaan kedisiplinan Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Kejaksaan Negeri Medan dalam pelaksanaan kedisiplinan mengalami hambatan antara lain adalah kurangnya fasilitas serta sarana dan prasarana dalam pelaksanaan tugas, kurangnya sistem pengawasan dalam bekerja, sehingga dapat membuka peluang adanya penyimpangan atau pelanggaran disiplin kerja. Selain itu juga belum adanya perangkat hukum yang jelas dan tegas dalam pelanggaran kedisiplinan pegawai.
B. Saran
1. Pembangunan aparatur pemerintahan diarahkan untuk menciptakan aparatur yang lebih efisien, bersih dan berwibawa serta mampu melaksanakan seluruh tugas umum dan pembangunan dengan sebaik – baiknya. Dalam hubungan ini kemampuan aparatur pemerintah serta sikap disiplin perlu ditingkatkan.
2. Agar ada pembinaan Pegawai Negeri Sipil dalam upaya peningkatan kedisiplinan sebab dengan melakukan pembinaan di harapkan dapat berpengaruh terhadap sikap dan perilaku pegawai.
3. Agar ada sanksi yang tegas terhadap setiap pelanggar disiplin Pegawai Negeri Sipil sehingga membuat efek jera terhadap pegawai lainnya untuk melanggar disiplin.
(5)
DAFTAR PUSTSKA
A. Buku
Astrid S. Susanto, Komunikasi Dalam Teori dan Praktek, Bina Aksara, Jakarta, 1974
Alex S. Nitisemito, Menegemen Sumber Saya Manusia, Sasmito Bross, Jakarta, 1980
A.S. Moenir, Pendekatan Manusia dan Organisasi Terhadap Pembinaan
Kepegawaian, Gunung Agung, Jakarta, 1983
I.G. Wursanto, Managemen Kepegawaian. Kenisisus, Yogyakarta, 1989
I.S. Livine Teknik Memimpin Pegawai dan Pekerja. Terjemahan oleh Iral Soedjono, Cemerlang, Jakarta, 1980
Moh.Mahfud MD., Hukum Kepegawaian Indonesia, Liberty, Yogyakarta, 1992 M. Solly Lubis., Asas-Asas Hukum Tata Negara, Alumni, Bandung, 1998
Mulyadi S., Ekonomi Sumber Daya Manusia Dalam Perspektif Pembangunan,
PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta., 2003
Nurlita Witarsa, Dasar-Dasar Produksi, Karunika, Jakarta, 1988
Prayudi Atmosudirdjo, Hukum Administrasi Negara, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1991
Saiful Anwar, Marzuki Lubis, Sendi-Sendi Hukum Administrasi Negara, Medan, Glora Madani Press, 2004
Slamet Saksono., Administrasi Kepegawaian, Kanisius, Yogyakarta, 1995
SH. Sarundajang., Birokrasi Dalam Otonomi Daerah, PT. Surya Multi Grafika, Jakarta, 2003
Slamet Saksono., Administrasi Kepegawaian, Kanisius, Yogyakarta, 1995
Siti Soetami, Hukum Administrasi Negara II, Fak. Hukum UNDIP, Semarang, 1990
The Liang Gie, Cara Bekerja Efisien, Karya Kencana, Yogyakarta, 2001
(6)
B. Undang-Undang
Undang-Undang No.43 Tahun 1999 tentang Pegawai Negeri Sipil
Peraturan Pemerintah No 100 Tahun 2000 tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam Jabatan Struktural.
Peraturan Pemerintah No. 53 Tahun 2010 yaitu tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil