Studi Pembuatan Dan Karakterisasi Termoplastik Elastromer Dari Polipropilena-Karet Ethylene Propylene Diene Monomer-Abu Ban Bekas Dengan Penambahan Dikumil Peroksida Dan Divinilbenzena

(1)

STUDI PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI TERMOPLASTIK

ELASTROMER DARI POLIPROPILENA-KARET ETHYLENE

PROPYLENE DIENE MONOMER-ABU BAN BEKAS DENGAN

PENAMBAHAN DIKUMIL PEROKSIDA DAN

DIVINILBENZENA

SKRIPSI

ARISTHY WULANDARI

070802005

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011


(2)

STUDI PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI TERMOPLASTIK

ELASTROMER DARI POLIPROPILENA-KARET ETHYLENE

PROPYLENE DIENE MONOMER-ABU BAN BEKAS DENGAN

PENAMBAHAN DIKUMIL PEROKSIDA DAN

DIVINILBENZENA

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

ARISTHY WULANDARI

070802005

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011


(3)

PERSETUJUAN

Judul : STUDI PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI TERMOPLASTIK ELASTROMER DARI CAMPURAN POLIPROPILENA-KARET

ETHYLENE PROPYLENE DIENE MONOMER-

ABU BAN BEKAS DENGAN PENAMBAHAN DIKUMIL PEROKSIDA DAN

DIVINILBENZENA

Kategori : SKRIPSI

Nama : ARISTHY WULANDARI

Nomor Induk Mahasiswa : 070802005

Program Studi : SARJANA (S1) KIMIA

Departemen : KIMIA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Disetujui di Medan, Desember 2011 Komisi Pembimbing:

Pembimbing 2 Pembimbing 1

DR.Yugia Muis,M.Si Drs.Amir Hamzah Siregar,M.Si

NIP.19530271980032003 NIP.196106141991031002

Diketahui/Disetujui

Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,

DR.Rumondang Bulan,MS NIP.195408301985032001


(4)

PERNYATAAN

STUDI PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI TERMOPLASTIK ELASTOMER POLIPROPILENA-KARET ETHYLENE PROPYLENE DIENE MONOMER-ABU

BAN BEKAS DENGAN PENAMBAHAN DIKUMIL PEROKSIDA DAN DIVINILBENZENA

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan-ringkasan masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Desember 2011

ARISTHY WULANDARI 070802005


(5)

PENGHARGAAN

Puji dan syukur saya hadiahkan kepada Allah SWT yang telah memberikan limpahan Ridho dan Rahmat-Nya sehingga saya mampu menyelesaikan penelitian hingga selesainya penulisan skripsi ini. Skripsi ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk mendapat gelar sarjana Sains pada jurusan Kimia pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara. Serta shalawat dan salam saya haturkan kepada baginda Rasulullah Muhammad SAW, sebagai sosok tauladan umat.

Keberhasilan penelitian dan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, baik langsung ataupun tidak langsung. Serta dukungan dan motivasi secara moril dan materil. Dalam kesempatan ini, saya menyampaikan terima kasih kepada Ayahanda tersayang Erwanto AM dan Ibunda tercinta Evi Rozanna Tanjung atas segala doa, semangat, dan pengorbanan yang telah diberikan kepada saya sehingga saya bisa menyelesaikan studi saya sampai sekarang ini. Serta saudara-saudara saya, M. Farrij Abdi, Azmi Ervita Purnama dan M. Elvian Rosyadi.

Dengan segala kerendahan hati, saya juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

Drs. Amir Hamzah Siregar, M.Si selaku dosen pembimbing 1 dan Dr. Yugia Muis, M.Si selaku dosen pembimbing 2 yang banyak meluangkan waktu dan tenaga untuk memberikan bimbingan, masukan serta saran demi terciptanya skripsi ini. Terima kasih kepada DR. Rumondang Bulan Nst, MS dan Drs. Albert Pasaribu, M.Sc selaku Ketua dan Sekretaris Departemen Kimia FMIPA USU, serta seluruh staff pegawai Departemen Kimia. Bapak dan Ibu dosen yang telah memberikan ilmunya selama masa studi saya di FMIPA USU. Ibu Halimatuddahliana yang karyanya banyak memberikan masukan untuk penelitian dan skripsi saya. Teristimewa kepada seluruh rekan-rekan asisten Laboratorium Kimia Fisika FMIPA USU, terkhusus abangda Misbah, terima kasih bantuan luar biasanya, Destia, Fika, Tisna, abangda Mail, abangda Edi, Enka, Unin, Rina, Wimpy, Firman, Deasy, Aidil, Mira, Supran dan Neni yang telah memberikan semangat dan kerjasama yang baik selama ini. Kepada sahabat-sahabat terbaik saya Fika, Anney, Dee dan Destia yang selalu ada suka dan duka,serta teman-teman stambuk 2007. Kakanda Risna dan Dewi yang telah banyak membantu saya demi terselesaikan penelitian dan skripsi ini. Sahabat-sahabat yang saya hormati, Ulfah, Agung, Pramudia, Imam, dan Arif.

Medan, Januari 2012


(6)

ABSTRAK

Studi pembuatan dan karakterisasi termoplastik elastomer dari polipropilena-karet

ethylene propylene diene monomer-abu ban bekas dengan penambahan dikumil

peroksida (DKP) sebagai inisiator dan divinilbenzena (DVB) sebagai crosslinking

agent telah dilakukan. Campuran PP-karet EPDM-abu ban bekas dengan rasio berat

50:25:25 g, variasi berat DKP dan DVB 1 phr, 2 phr dan 3 phr dicampurkan ke dalam Internal Mixer pada suhu 175ºC. Kemudian campuran ditekan pada suhu 175ºC dan spesimen dicetak sesuai ASTM D638. Karakterisasi dilakukan berdasarkan pengujian kekuatan tarik, kandungan gel, morfologi permukaan, dan analisa gugus fungsi campuran. Hasil menunjukkan penambahan DVB terhadap campuran meningkatkan kekuatan tarik dibanding tanpa DVB, dengan nilai 1,79 kgf/mm2 dan 1,52 kgf/mm2. Persentase kandungan gel dengan penambahan DVB lebih tinggi dibanding tanpa DVB yaitu 87,8 % dan 86,3%. Hasil morfologi memperlihatkan permukaan campuran tanpa DVB memiliki lebih banyak dan lebih besar ruang kosong dibanding dengan campuran dengan DVB.


(7)

STUDY OF MAKING AND CHARACTERIZATION OF THERMOPLASTIC ELASTOMER FROM POLYPROPYLENE-ETHYLENE DIENE MONOMER

RUBBER-WASTE TYRE DUST BLENDS WITH ADDITION OF DICUMYL PEROXIDE AND DIVINILBENZENE

ABSTRACT

Study of making and characterization of thermoplastic elastomer from polypropylene-ethylene propylene diene monomer rubber-waste tyre dust blends with addition of dicumyl peroxide (DCP) as iniciator and divinylbenzene (DVB) as crosslinking agent has been done. Polypropilene-EPDM rubber-waste tyre dust blends with ratio of weight 50:25:25 g, variance weight of DCP and DVB are 1 phr, 2 phr and 3 phr mixed into Internal Mixer at temperature 175ºC. Then, the specimens pressed at temperature 175ºC and specimens molded accordingly ASTM D638. The characterization did based on their tensile strength, gel content, morphology surface of blends, and functional group analysis of blend. The results show that addition of DVB to blends enhanced tensile strenghts better than blend without DVB, with tensile strength value 1,79 kgf/mm2 and 1,52 kgf/mm2. Gel content percentage with addition of DVB higher than blend without DVB, they are 87,8% and 86,3%. The result of morphology shows blends surface without DVB contain more and larger voids than blends with DVB.


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

PERSETUJUAN iii

PERNYATAAN iv

PENGHARGAAN v

ABSTRAK vii

ABSTRACT viii

DAFTAR ISI ix

DAFTAR TABEL xi

DAFTAR GAMBAR xii

DAFTAR SINGKATAN xiii

DAFTAR LAMPIRAN xiv

BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Permasalahan 3

1.3. Pembatasan Masalah 3

1.4. Tujuan Penelitian 4

1.5. Manfaat Penelitian 4

1.6. Metodologi Penelitian 4

1.7. Lokasi Penelitian 5

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Polimer 6

2.2. Polipropilena 7

2.3. Karet Alam 8

2.4. Karet Sintetis 9

2.5. Keunggulan Karet Alam dibanding dengan Karet Sintetik 10

2.6. EPDM (Ethylene-Propilene-Diene Monomer) 11

2.7. Karet Ban 12

2.8. Dikumil Peroksida 13

2.9. Divinilbenzena 15

2.10. Xilena 16

2.11. Paduan Polimer (Polymer Blend) 17

2.12. Ikat-Silang (Crosslinking) 19

2.13. Karakterisasi Polimer 20

2.13.1. FT-IR (Fourier Transform Infrared) 20

2.13.2. SEM (Scanning Electron Microscopy) 21

2.13.3. Uji Tarik 22

2.13.4. Uji Derajat Ikat Silang 23


(9)

BAB III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

3.1. Bahan dan Alat-alat Penelitian 24

3.1.1. Bahan-bahan Penelitian 24

3.1.2 Alat- alat Penelitian 24

3.2. Prosedur Kerja 25

3.2.1. Penyiapan Bahan 25

3.2.2. Pembuatan Campuran PP-karet EPDM-Abu ban bekas dan

DKP dengan tanpa Penambahan DVB 26

3.2.3. Pembuatan Campuran PP-karet EPDM-Abu ban bekas dan

DKP dengan Penambahan DVB 26

3.2.4. Pembuatan Spesimen 27

3.2.5. Uji Kekuatan Tarik 27

3.2.6. Uji SEM (Scanning Electron Microscopy) 27

3.2.7. Uji FT-IR (Fourier Transform Infrared) 28

3.2.8. Analisa Derajat ikat Silang 28

3.3. Skema Pengambilan Data 29

3.3.1. Bagan Penyiapan Karet EPDM 29

3.3.2. Bagan Penyiapan Abu Ban Bekas 29

3.3.3. Bagan Pembuatan Campuran PP-karet EPDM-Abu ban bekas dan

DKP dengan tanpa Penambahan DVB 30

3.3.4. Bagan Pembuatan Campuran PP-karet EPDM-Abu ban bekas dan

DKP dengan Penambahan DVB 31

3.3.5. Bagan Pembuatan Spesimen dan Karakterisasinya 32

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil 33

4.1.1. Karakterisasi Sampel dan Pengujian Mekanik 33

4.1.2. Derajat Ikat Silang 35

4.2. Pembahasan 36

4.2.1. Analisa Kekuatan Tarik (σ) dan Kemuluran (ε) Campuran

PP-Karet EPDM-Abu Ban Bekas 36

4.2.2. Analisa Permukaan dengan Scanning Electron

Microscopy (SEM) 39

4.2.3. Analisa Derajat Ikat Silang 39

4.2.4. Analisa Spektrum FT-IR 40

4.3. Rancangan Reaksi Pembentukan Termoplastik Elastromer 44

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan 48

5.2. Saran 48

DAFTAR PUSTAKA 50


(10)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1. Beberapa Contoh Peroksida dan Karakteristik Umumnya 15

Tabel 2.2. Sifat-Sifat dari Divinilbenzena (DVB) 15

Tabel 2.3. Sifat-Sifat Mekanik Beberapa Homopolimer Umum 23

Tabel 4.1. Uji tarik dan Kemuluran Campuran PP-Karet EPDM-Abu ban

bekas + DKP tanpa Penambahan DVB 34 Tabel 4.2. Uji Tarik dan Kemuluran Campuran PP-Karet EPDM-Abu ban

bekas + DKP dengan 1 phr DVB 34

Tabel 4.3. Uji Tarik dan Kemuluran Campuran PP-Karet EPDM-Abu ban

bekas + DKP dengan 2 phr DVB 35

Tabel 4.4. Uji Tarik dan Kemuluran Campuran PP-Karet EPDM-Abu ban

bekas + DKP dengan 3 phr DVB 35

Tabel 4.5. Hasil analisa derajat ikat silang pada campuran PP-karet EPDM-

Abu ban bekas + DKP dengan dan tanpa penambahan DVB 35

Tabel 4.6. Uji Tarik dan Kemuluran Campuran PP-Karet EPDM-Abu ban

bekas + DKP dengan 1 phr DVB 35

Tabel 4.6. Bilangan gelombang polipropilena murni 40

Tabel 4.7. Bilangan gelombang karet etilena-propilena-diena monomer

(EPDM) 40

Tabel 4.8. Bilangan gelombang campuran PP-karet EPDM-Abu ban bekas

+ 3 phr DKP 41

Tabel 4.9. Bilangan gelombang campuran PP-karet EPDM-Abu ban bekas


(11)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1. Struktur Polipropilena 8

Gambar 2.2. Struktur Isoprena 9

Gambar 2.3. Struktur Cis-1,4-Poliisoprena 9

Gambar 2.4. Struktur karet sintetis Ethylene Propylene Diene Monomer 11

Gambar 2.5. Struktur Abu ban 13

Gambar 2.6. Reaksi dekomposisi dikumil peroksida 14

Gambar 2.7. Struktur Divinilbenzena (DVB) 16

Gambar 2.8. Polimerisasi Poli(etilakrilat) dengan DVB sebagai zat pengikat- 16 silang

Gambar 2.9. Struktur o-xilena, m-xilena dan p-xilena 17

Gambar 2.10. Reaksi sintesis xilena dari n-oktana 17

Gambar 3.1. Spesimen uji berdasarkan ASTM D638 27

Gambar 4.1. Grafik kekuatan tarik (σ) dari campuran PP-EPDM-Abu ban bekas

+ DKP tanpa penambahan DVB 36

Gambar 4.2. Grafik kemuluran (ε) dari campuran PP-EPDM-Abu ban bekas

+ DKP tanpa penambahan DVB 36

Gambar 4.3. Grafik kekuatan tarik (σ) dari campuran PP-EPDM-Abu ban bekas

+ DKP dengan penambahan DVB 37

Gambar 4.4. Grafik kemuluran (ε) dari campuran PP-EPDM-Abu ban bekas


(12)

DAFTAR SINGKATAN

PP = Polipropilena

DKP = Dikumil Peroksida

DVB = Divinilbenzena

EPDM = Etilena Propilena Diena Monomer

FTIR = Fourier Transform Infrared

SEM = Scanning Electron Microscopy

TPE = Termoplastik Elastomer

HVA-2 = N,N-m-Fenilbismaleimida

phr = per hundred rubber

ASTM = American Society for Testing and Materials

NR = Natural Rubber

SBR = Styrene Butadiene Rubber

TPV = Termoplastik Vulkanisat

TPO = Termoplastik Olefin

EPR = Etilena-propilena-rubber

NBR = Butadiene-akrilonitril-rubber

CRT = Cathode Ray Tube

LDPE = Low Density Polietilena

TAC = Trialil Sianurat (Trialyl Cianurate)


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Hasil uji SEM PP- EPDM-Abu ban bekas + 3 phr DKP

tanpa penambahan DVB dengan perbesaran 1000 kali 54

Lampiran 2. Hasil uji SEM PP-EPDM-Abu ban bekas + 3 phr DKP

tanpa penambahan DVB dengan perbesaran 40000 kali 54 Lampiran 3. Hasil uji SEM PP-EPDM-Abu ban bekas + 3 phr DKP

dan 3 phr DVB dengan perbesaran 1000 kali 55

Lampiran 4. Hasil uji SEM PP-EPDM-Abu ban bekas + 3 phr DKP

dan 3 phr DVB dengan perbesaran 40000 kali 55

Lampiran 5. Spektrum FT-IR dari polipropilena murni 56

Lampiran 6. Spektrum FT-IR dari karet EPDM 56

Lampiran 7. Spektrum FT-IR campuran PP-EPDM-Abu ban bekas

+ 3 phr DKP tanpa penambahan DVB 57

Lampiran 8. Spektrum FT-IR campuran PP-EPDM-Abu ban bekas


(14)

ABSTRAK

Studi pembuatan dan karakterisasi termoplastik elastomer dari polipropilena-karet

ethylene propylene diene monomer-abu ban bekas dengan penambahan dikumil

peroksida (DKP) sebagai inisiator dan divinilbenzena (DVB) sebagai crosslinking

agent telah dilakukan. Campuran PP-karet EPDM-abu ban bekas dengan rasio berat

50:25:25 g, variasi berat DKP dan DVB 1 phr, 2 phr dan 3 phr dicampurkan ke dalam Internal Mixer pada suhu 175ºC. Kemudian campuran ditekan pada suhu 175ºC dan spesimen dicetak sesuai ASTM D638. Karakterisasi dilakukan berdasarkan pengujian kekuatan tarik, kandungan gel, morfologi permukaan, dan analisa gugus fungsi campuran. Hasil menunjukkan penambahan DVB terhadap campuran meningkatkan kekuatan tarik dibanding tanpa DVB, dengan nilai 1,79 kgf/mm2 dan 1,52 kgf/mm2. Persentase kandungan gel dengan penambahan DVB lebih tinggi dibanding tanpa DVB yaitu 87,8 % dan 86,3%. Hasil morfologi memperlihatkan permukaan campuran tanpa DVB memiliki lebih banyak dan lebih besar ruang kosong dibanding dengan campuran dengan DVB.


(15)

STUDY OF MAKING AND CHARACTERIZATION OF THERMOPLASTIC ELASTOMER FROM POLYPROPYLENE-ETHYLENE DIENE MONOMER

RUBBER-WASTE TYRE DUST BLENDS WITH ADDITION OF DICUMYL PEROXIDE AND DIVINILBENZENE

ABSTRACT

Study of making and characterization of thermoplastic elastomer from polypropylene-ethylene propylene diene monomer rubber-waste tyre dust blends with addition of dicumyl peroxide (DCP) as iniciator and divinylbenzene (DVB) as crosslinking agent has been done. Polypropilene-EPDM rubber-waste tyre dust blends with ratio of weight 50:25:25 g, variance weight of DCP and DVB are 1 phr, 2 phr and 3 phr mixed into Internal Mixer at temperature 175ºC. Then, the specimens pressed at temperature 175ºC and specimens molded accordingly ASTM D638. The characterization did based on their tensile strength, gel content, morphology surface of blends, and functional group analysis of blend. The results show that addition of DVB to blends enhanced tensile strenghts better than blend without DVB, with tensile strength value 1,79 kgf/mm2 and 1,52 kgf/mm2. Gel content percentage with addition of DVB higher than blend without DVB, they are 87,8% and 86,3%. The result of morphology shows blends surface without DVB contain more and larger voids than blends with DVB.


(16)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Polipropilena merupakan material ekonomis yang menawarkan kombinasi yang sangat baik terhadap sifat fisika, kimia, mekanik, termal dan elektrik yang tidak ditemukan pada bahan termoplastik lain. Dibandingkan dengan polietilena dengan densitas tinggi atau rendah, polipropilena memiliki kekuatan tekan (impact) lebih rendah tetapi unggul pada kekuatan tarik.

Kini telah dikembangkan pula berbagai sistem polimer sintetik yang rumit dan kebanyakan berasal dari bahan baku turunan minyak bumi. Karet sintetis EPDM memiliki keunggulan yakni ketahanannya terhadap sinar matahari, ozon, serta pengaruh cuaca lainnya. Sedangkan kelemahannya pada daya lekat yang rendah (TimPenulis, 2001).

Ban tidak hanya berpengaruh terhadap kehidupan sehari-hari kita, tetapi juga digambarkan sebagai tantangan besar untuk mempertahankan kestabilan lingkungan. Sebagai konstituen yang tidak terpakai lagi ban-ban tersebut menjadi sampah karet yang besar dan tidak dapat terdegradasi dengan mudah, mengenai masalah sampah karet ban ini menjadi masalah menarik dan serius bagi dunia karena dampaknya yang negatif terhadap lingkungan. Melihat dari segi ekonomis dan keuntungan lingkungan, -daur ulang (recycling) adalah suatu pilihan yang tepat (Awang, 2007).

Campuran antara termoplastik dengan karet/elastomer dapat menghasilkan suatu material yang disebut termoplastik elastomer (TPE). Termoplastik elastomer memiliki sifat dan fungsi yang sama dengan karet vulkanisasi, namun dapat dilelehkan seperti termoplastik pada suhu tinggi. Pencampuran dari polimer-polimer yang berbeda biasanya memberikan kenaikan sifat material baru yang tidak dapat disamakan lagi dengan material individu penyusunnya. TPE berdasarkan campuran


(17)

karet dan plastik adalah beberapa material penting. Material tersebut dikombinasikan dengan proses yang karakteristik pada suhu tinggi. TPE dapat diproses kembali, kemampuan pemrosesannya baik dan memiliki keuntungan ekonomi.

Kebanyakan TPE poliolefin menggunakan etilena-propilena-diena monomer (EPDM) atau modifikasi yang lainnya. K. Naskar (2004) menggunakan PP-EPDM sebagai bahan penyusun Termoplastik Vulkanisat (TPV) pada penelitiannya. Pada penelitiannya K.Naskar menggunakan beragam zat penstabilisasi (Irganox,Santoflex,TMQ,dan Flektol) dan dikumil peroksida sebagai zat ikat silang campuran dan trialil sianurat (TAC) sebagai co-agent ikat silang. Hasil penelitiannya menunjukkan TPV dengan stabilisasi TMQ menunjukkan kekuatan fisik dari TPV meningkat dibanding dengan stabilisasi yang lain. Penggunaan EPDM pada pembuatan komposit dengan komposisi PP-rumput vetiver-EPDM juga meningkatkan viskositas komposit, kekuatan tarik, impact strength yang lebih tinggi pula dibanding dengan karet alam (Ruksakulpiwat, 2009).

Selain itu, TPE dengan mengkombinasikan karet–plastik-abu ban (waste tyre

dust) juga telah dilakukan. Salah satu investigasi penggunaan termoplastik dengan

menggunakan karet abu ban dalam pencampuran polimer adalah polipropilena (PP) . M. Awang dan H. Ismail (2007) telah meneliti blend polipropilena- lateks yang dimodifikasi dengan abu ban dengan penambahan sulfur sebagai zat pemvulkanisasi. Halimatuddahliana (2007) telah meneliti campuran polipropilena, EPDM dan karet alam dengan penambahan HVA-2 (N,N-m-Fenilbismaleimida) dan dikumil peroksida memberikan hasil ketahanan yang lebih baik terhadap minyak dengan membentuk jembatan koagen sehingga menambah kandungan gel yang meningkatkan efisiensi ikat silang karen adanya HVA-2.

Worawan Pechurai (2008), meneliti campuran karet alam dan polietilena densitas tinggi, dengan menambahkan suatu zat pengkompatibel yakni resin metilol fenolik pada campuran polietilena densitas tinggi dan karet alam dimana hasilnya memiliki sifat mekanik yang lebih baik, seperti modulus, kekuatan tarik dan perpanjangan pada patahan. Penambahan suatu zat pengkompatibel ke campuran polimer mempengaruhi sifat alir dan sifat fisika maupun kimia karena interaksi antara komponen campuran melalui kompatibilasi campuran.


(18)

Berdasarkan penelitian yang dilakukan sebelumnya, peneliti ingin menggabungkan antara polipropilena, karet sintetis EPDM dan abu ban bekas sebagai material penyusun TPE yang diharapkan memiliki sifat yang unggul dibanding dengan termoplastik dan elastromer tunggal dengan menggunakan dikumil peroksida (DKP) sebagai inisiator dan divinilbenzena (DVB) sebagai crosslinking agent. DVB digunakan dalam proses ikat silang polistirena dimana DVB menambah ketahanan pelarut, distorsi panas, kekuatan impact, kekuatan tarik maupun kekerasan polistirena. Pengaruh kedua zat inilah yang melatar belakangi peneliti untuk menghasilkan suatu TPE yang baik dari sifat mekanik, fisik dan kimianya. Peneliti juga menggunakan abu ban bekas hasil penggerusan ban bekas sebagai salah satu komponen penyusun termoplastik elastromer selain pemanfaatan abu ban bekas yang berasal dari ampas daur ulang ban bekas untuk mengurangi sampah karet pada lingkungan. Penggunaan divinilbenzena juga diharapkan mampu meningkatkan ikat silang TPE sehingga meningkatkan sifat fisik dan kimia dari polimer yang dihasilkan.

1.2. Permasalahan

Dari latar belakang permasalahan di atas, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:

- Bagaimana kekuatan tarik, morfologi permukaan dan derajat ikat silang dari campuran PP-karet EPDM-abu ban bekas dan DKP dengan dan tanpa penambahan DVB.

1.3. Pembatasan Masalah

Dalam penelitian ini permasalahan dibatasi pada :

1. Variasi berat dikumil peroksida yang digunakan adalah 1 phr,2 phr dan 3 phr. 2. Variasi berat divinilbenzena yang digunakan adalah 1 phr,2 phr dan 3 phr. 3. Karakterisasi meliputi uji kekuatan tarik, derajat ikat silang, morfologi


(19)

1.4. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui kekuatan tarik, morfologi permukaan, dan derajat ikat silang dari campuran PP-karet EPDM-abu ban bekas dan DKP dengan dan tanpa penambahan DVB.

1.5. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi ilmiah tentang pembuatan termoplastik elastomer antara campuran PP-karet EPDM-abu ban bekas dan pengaruh penambahan divinilbenzena terhadap sifat termoplastik elastromer sehingga diperoleh sifat fisik dan kimia yang lebih baik dari campuran tersebut yang nantinya dapat diaplikasikan ke bidang industri. Serta pemanfaatan abu ban yang berasal dari ban bekas tersebut dapat dioptimalkan untuk pembuatan termoplastik elastromer sehingga mengurangi ampas karet ban pada industri daur ulang ban bekas.

1.6. Metodologi Penelitian

Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorium, dimana pada penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap :

- Tahap I

Pada tahap ini karet sintetis EPDM dilelehkan pada suhu 80oC dengan alat ekstruder, kemudian lelehan karet EPDM tersebut ditimbang sebanyak 25 g. Abu ban bekas yang telah diayak hingga halus ditimbang sebanyak 25 g dan PP ditimbang sebanyak 50 g.

- Tahap II

Pada tahap ini pembuatan campuran termoplastik elastromer dengan mencampurkan PP-karet EPDM-abu ban bekas dengan perbandingan berat masing-masing (50:25:25) g pada suhu 175oC dengan alat internal mixer. Pencampuran ini dengan menambahkan DKP dengan variasi berat 1, 2 dan 3 phr serta DVB dengan variasi 1, 2 dan 3 phr. Selang waktu penambahan masing-masing bahan adalah 20 menit.


(20)

- Tahap III

Campuran yang diperoleh ditekan dengan menggunakan alat press pada suhu 175oC selama 20 menit dengan tekanan 100 kgf/cm2, kemudian dicetak sesuai ASTM D638. Karakterisasinya yaitu dengan uji kekuatan tarik, derajat ikat silang, analisa morfologi permukaan dan analisa gugus fungsi.

Variabel-variabel yang digunakan adalah sebagai berikut : - Tahap I

Variabel tetap :

- Berat PP 50 g, berat karet EPDM 25 g, berat abu ban bekas 25 g dan suhu alat ekstruder 80oC.

- Tahap II

Variabel tetap :

- Berat PP 50 g, berat karet EPDM 25 g dan berat abu ban bekas 25 g - Suhu pencampuran masing-masing bahan adalah 175oC

- Waktu pencampuran masing-masing bahan adalah 20 menit Variabel bebas :

- Variasi berat DKP 1, 2 dan 3 phr - Variasi DVB 1, 2 dan 3 phr - Tahap III

Variabel tetap :

- Waktu pengempresan campuran 20 menit - Suhu alat tekan adalah 175oC

Variabel terikat :

- Uji kekuatan tarik, derajat ikat silang, analisa morfologi permukaan dan analisa gugus fungsi.

1.7. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Polimer, Laboratorium Kimia Fisika dan Laboratorium Penelitian Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara, Laboratorium Geologi Kuarter Institut Teknologi Bandung, dan Laboratorium Beacukai Belawan.


(21)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Polimer

Polimer ialah makromolekul yang terbentuk dari perulangan satuan-satuan sederhana monomernya. Beberapa sistem polimer yang penting secara industri adalah karet, plastik, serat, pelapis sampai adhesif (Hartomo, 1996).

Polimer dapat diklasifikasikan ke dalam dua bagian besar yaitu polimer alami dan polimer sintetis. Polimer alami dapat dibagi lagi meliputi protein, polinukleotida, polisakarida dan gum resin. Sedangkan polimer sintetis dibagi menjadi termoplastik dan elastromer.

Polimer alami umumnya biasanya memiliki struktur yang lebih kompleks dibanding polimer sintetik. Istilah umum elastromer digunakan untuk menggambarkan material seperti karet, karena sekarang telah dikenal sejumlah produk sintetis, dimana strukturnya berbeda sangat mencolok dari produk alam termasuk karet, tetapi sifat elastiknya dapat dibandingkan dan kadang lebih baik dari produk asli polimer alami.

Sejumlah besar polimer sintetik sekarang dikenal menempati barisan luas dari peralatan - peralatan. Polimer sintetik dapat dikelompokkan ke dalam tiga kelas, plastik, serat dan elastromer, tetapi tidak ada pembagian batasan tetap antara kelompok polimer sintetik ini. Plastik kaku dan serat tahan terhadap deformasi dan di karakterisasi oleh modulus tinggi dan elongasi persentase rendah. Elastomer secara cepat mengalami deformasi dan menunjukkan elongasi besar reversible dibawah digunakaannya tekanan ( stress ) yang menunjukkan keelastisitasnya (Cowie, 1973 ).

Adapun contoh dari plastik adalah polipropilena, polietilena, polivinilklorida, dan polistirena ( Oxtoby, 2001 ).


(22)

2.2. Polipropilena

Polipropilena adalah polimer paling serbaguna karena sifat mekaniknya yang baik, densitas rendah dan harga yang terjangkau. Keuntungan utama penggunaan polipropilena ini adalah ketahanan tekannya pada suhu rendah. Untuk meningkatkan ketahanan tekannya, maka campuran dari EPDM dengan polipropilena pun dikembangkan saat ini. Bagaimanapun, jenis termoplastik elastomer olefinik ini memiliki morfologi yang tak stabil karena perpaduan dari dispersi partikel karet dan kompatibilitas yang rendah antara fase karet dan matriks plastik. Ketidakkompatibilitasan PP dengan EPDM disebabkan karena perbedaan kristalinitas kedua polimer (Ezzati, 2008).

Karena keteraturan ruang polimer polipropilena, rantai dapat dikemas lebih terjejal sehingga menghasilkan plastik yang kuat dan tahan panas. Pada suhu ruang, beberapa sifat seperti daya renggang dan kekakuan, sama dengan sifat polietena bermassa jenis tinggi, tetapi sifat itu berubah pada suhu yang lebih tinggi. Sifat kelarutan poli(propena) sama dengan sifat kelarutan polietena, yakni tak larut dalam suhu ruang. Produk polipropena lebih tahan terhadap goresan daripada polietena bersesuaian ( Coed, 1991 ).

Polipropilena merupakan jenis bahan baku karet plastik yang ringan, densitas 0,90-0,92 g/cm3, memiliki kekerasan dan kerapuhan yang paling tinggi dan bersifat kurang stabil terhadap panas dikarenakan adanya hidrogen tersier. Penggunaan bahan pengisi dan penguat memungkinkan polipropilena memiliki mutu kimia yang baik sebagai bahan polimer dan tahan terhadap pemecahan karena tekanan (stress-cracking) walaupun pada temperatur tinggi ( Gachter, 1990 ). Polipropilena memiliki ketahanan yang sangat baik pada pelarut organik, zat pendegradasi dan serangan elektrolit. Polipropilena kuat, tahan panas, bahan semi-kaku, ideal untuk transfer panas cair atau gas. Polipropilena memiliki ketahanan terhadap asam dan alkali, tetapi kurang tahan terhadap pelarut aromatik, alifatik dan klorinasi.

Polipropilena merupakan suatu komoditas yang menarik dari polimer termoplastik. Ketertarikan terhadap polipropilena ini ditimbulkan karena aplikasinya di bidang komposit, bioteknologi, teknologi serbuk, bidang elektronik, dan pendukung katalisasi untuk bioreaktor dan pada pengeringan air (Paik, 2007).


(23)

Struktur polipropilena dapat dilihat pada gambar 2.1 dibawah ini :

Gambar 2.1 Struktur Polipropilena

2.3. Karet Alam

Karet adalah polimer hidrokarbon yang terkandung pada lateks beberapa jenis tumbuhan. Sumber utama produksi dalam perdagangan internasional adalah para atau

Hevea brasiliensis (suku Euphorbiaceae).

Karet alam merupakan suatu senyawa hidrokarbon alam yang memiliki rumus empiris ( C5H8 )n. Hidrokarbon ini membentuk lateks alam yang membentul globula – globula kecil yang memiliki diameter sekitar 0,5 µ (5.10-5 cm) yang tersuspensi di dalam medium air atau serum, dimana konsentrasi hidrokarbon adalah sekitar 35% dari total berat. Partikel hidrokarbon ini tentunya akan bersenyawa dan tidak menutupi konstituen non-karet, yang merupakan protein, dimana protein ini akan diadsorpsi pada permukaannya dan berfungsi untuk melindungi koloid. Dari lateks ini karet padat dapat diperoleh baik dengan pengeringan air maupun dengan pengendapan dengan menggunakan asam. Cara terakhir ini dapat digunakan dengan menghasilkan karet yang lebih murni, karena akan lebih banyak meninggalkan konstituen non-karet di dalam serum ( Treolar, 1958 ).

Isoprena adalah produk dari destilasi destruktif karet, tetapi dapat juga disintetis dari material yang lebih sederhana. Hal tersebut mungkin menyebabkan polimerisasi menjadi senyawa seperti karet, dan tentu karet sintetis bernilai secara komersial saat ini sedang dikembangkan dengan polimerisasi butadiene itu sendiri dengan klorobutadiena ( Flint, 1938 ).

Struktur isoprena dapat dilihat pada gambar 2.2 dibawah ini :

CH3


(24)

CH2 = C - CH = CH2 CH3

Gambar 2.2. Struktur Isoprena

Karet merupakan polimer yang memperlihatkan resilensi (daya pegas), atau kemampuan meregang dan kembali kekeadaan semula dengan cepat. Sebagian besar memiliki struktur jaringan. Karet alam eksis dalam bentuk – bentuk yang berbeda, tetapi sejauh ini yang paling penting adalah yang tersusun hampir seluruhnya dari cis-1,4 poliisoprena.

Bentuk utama dari karet alam yang terdiri dari 97% cis-1,4-poliisoprena, dikenal sebagai Hevea Rubber. Hampir semua karet yang diperoleh sebagai lateks yang terdiri dari sekitar 32-25% karet dan sekitar 5% senyawa lain, termasuk asam lemak, gula, protein, sterol, ester dan garam (Steven, 2001 ).

Struktur cis-1,4-poliisoprena dapat dilihat pada gambar 2.3 dibawah ini :

H3C H

C = C

H2C CH2 n

Gambar 2.3. Struktur Cis-1,4-Poliisoprena

2.4. Karet Sintetis

Ada beberapa alasan yang melatarbelakangi diproduksinya karet sintetik, yaitu :

1. Untuk mencapai kemandirian dalam membuat produk yang sampai sekarang sudah didapat hanya dari produk alam;

2. Untuk mencapai kemampuan yang lebih besar dengan meningkatnya

permintaan

3. Untuk dapat memperoleh karet yang mana sifat yang dimilikinya tidak dimiliki oleh produk alam, seperti ketahanan menggembung dalam minyak, ketahanan


(25)

terhadap temperature ekstrim, dan ketahanan terhadap pengaruh buruk, lebih-lebih ozon; dan

4. Rasa ingin tau yang tinggi ( Blackley, 1983 )

Mengenai alasan yang pertama berkaitan dengan kenyataan bahwa karet sintetik merupakan produk yang patut diciptakan, dimana keberadaan karet sintetis ini dapat meningkatkan keuntungan baik di bidang politik maupun ekonomi. Mengenai alasan yang kedua berkaitan dengan pengembangan industri karet yang sangat dekat dengan industri transportasi dimana diperkuat oleh mesin pembakaran internal yang kemungkinan membutuhkan bantuan karet sintetis. Mengenai alasan ketiga kekurangan dari karet alam dalam aplikasinya dalam keperluan alat-alat yang bersifat elastis yang berasal dari karet alam, mampu ditutupi dengan adanya karet sintetis. Meskipun permintaan karet alam memiliki sifat lebih baik untuk ban, karet sintetis ini menjadi meningkat kepentingannya misalnya untuk industri pesawat terbang. Mengenai alasan keempat yaitu pada scientist (Michael Faraday) yang tertarik dengan karet alam dan sifat mekanis yang dimilikinya ( Blackley, 1983 ).

2.5. Keunggulan Karet Alam Dibandingkan dengan Karet Sintetik

Keunggulan yang dimiliki karet alam sulit ditandingi oleh karet sintetis. Adapun keunggulan – keunggulan yang dimiliki karet alam dibanding karet sintetis adalah :

1. Memiliki daya elastis atau daya lenting yang sempurna,

2. Memiliki plastisitas yang baik sehingga pengolahannya mudah,

3. Mempunyai daya aus yang tinggi,

4. Tidak mudah panas (low heat build up), dan

5. Memiliki daya tahan yang tinggi terhadap keretakan (groove cracking

resistance).

Walaupun demikian, karet sintetis memiliki kelebihan seperti tahan terhadap berbagai zat kimia dan harganya yang cenderung bias dipertahankan supaya tetap stabil. Karet sintetis sebagian besar dibuat dengan mengandalkan bahan baku


(26)

minyak bumi. Biasanya tiap jenis memiliki sifat tersendiri yang khas. Ada yang tahan tehadap panas atau suhu tinggi, minyak, pengaruh udara, dan bahkan ada yang kedap gas ( Tim Penulis PS, 2004 ).

2.6. EPDM (Ethylene-Propylene Diene Monomer)

Karet ethylene-propylene monomer EPM diperkenalkan di United State dalam jumlah yang terbatas pada tahun 1962. Ada dua jenis karet ethylene propylene, EPM dan EPDM. Desain dari EPM meliputi kopolimer sederhana dari ethylene dan propylene (“E” untuk etilena, “P” untuk propilena, dan “P” untuk polimetilena (- (CH2)x -) jenis tulang belakang. Pada kasus EPDM, “D” adalah komonomer ketiga, suatu diena, yaitu molekul tak jenuh dalam molekul EPDM. EPDM adalah struktur tak jenuh EPM. Ketidakjenuhan ini ditandai dengan kopolimerisasi etilena dan propilena dengan komonomer ketiga, yaitu suatu diena nonkonjugasi. Diena terstruktur hanya pada satu ikatan rangkap yang akan terpolimerisasi dan ikatan rangkap tak bereaksi berperan sebagai sisi untuk ikat-silang sulfur ( Morton, 1987 ). EPDM memiliki sifat tidak mudah teroksidasi oleh udara, serta ketahanan terhadap ozon. EPDM juga memiliki tingkat kepolaran yang lebih rendah dibanding dengan karet alam. Tingkat ketahanannya dalam pelarut polar dan minyak sangat rendah (Li, 2008).

Struktur karet sintetis EPDM dapat dilihat pada gambar 2.4 dibawah ini :

Gambar 2.4. Struktur karet sintetis Ethylene Polypropilene Diene Monomer

Polimer EPDM memiliki berat molekul yang tinggi dan merupakan elastromer padat. EPDM memiliki nilai viskositas larutan encer (Dilute Solution Viscosity/DSV) 1,6 – 2,5, yang diukur dengan 0,2 g EPDM per desiliter toluena pada temperatur 25ºC.


(27)

Karet EPDM memiliki nilai kekuatan tarik kira-kira 800-1800 psi (sekitar 5,51-12,40 MPa) dan kemuluran sebesar 600% (Batiuk, et al, 1976).

2.7. Karet Ban

Ban merupakan bagian dari suatu kendaraan yang merupakan produk karet yang paling penting dan diproduksi dalam jumlah yang dalam volume tinggi. Ban juga merupakan suatu bagian dari elemen terpenting dalam suatu kendaraan. Lebih dari setengah karet alam dan karet sintetik di dunia digunakan dalam industri ban (Hoffman, 1989 ).

Beberapa jenis ban seperti ban radial walaupun dalam pembuatannya dicampur dengan karet sintetis, tetapi jumlah karet alam yang digunakan tetap besar, yaitu dua kali lipat komponen karet alam untuk pembuatan ban non-radial. Jenis-jenis ban yang besar kurang baik apabila dibuat dari bahan karet jenis sintetis yang lebih banyak (Tim Penulis PS, 2004).

Proses pembuatan ban radial dimulai dari berbagai macam bahan baku, zat warna, bahan kimia, 30 macam bahan karet, benang kawat, dan sebagainya. Proses dimulai dengan pencampuran dari bahan karet alam, minyak, bahan karbon, zat warna dan antioksidan, akselerator, dan bahan kimia lainnya, yang menghasilkan bahan yang disebut compound. Campuran tersebut dicampur dalam mesin Banbury (blender raksasa) yang dioperasikan pda suhu dan tekanan yang sangat tinggi. Bahan campuran hitam, lembek dan panas tersebut diproses dalam blender raksasa secara berulang kali. Proses pembuatan ban terakhir adalah pemasakan atau vulkanisasi. Ban tersebut dimasak selama selama 8 sampai 25 menit dalam temperatur lebih dari 150ºC tergantung dari ukuran ba

Proses vulkanisasi adalah suatu proses pematangan karet mentah dengan menggunakan panas dan belerang (sulfur), disamping itu daya guna karet mentah akan bertambah sifat-sifat fisisnya akan menjadi lebih baik. Menurut Good Year yang disitasi oleh De Boer (1952) bahwa karet mentah bila dihangatkan dengan belerang akan dapat memperbaiki sifat-sifat fisis karet. Tujuan dari proses vulkanisasi adalah untuk mendapatkan karet jadi yang mempunyai sifat fisis yang baik sehingga menjadi


(28)

barang yang lebih berguna. Barron (1947) mengatakan bahwa penambahan belerang sebagai bahan pemvulkanisasi mempunyai pengaruh karet menjadi matang, tensile

strength bertambah tinggi, sukar larut dalam pelarut, dan karet menjadi elastis

(Anonim,2010).

Struktur abu ban bekas dapat dilihat pada gambar 2.5 di bawah ini :

H S H

C C C

H S C

Sx

Gambar 2.5 Struktur abu ban

Dimana Sx menunjukkan polisulfida (x ≥ 3) dan S menunjukkan monosulfida.

Penggunaan abu ban bekas pada penelitian ini didasarkan atas penelitian yang dilakukan oleh M. Awang dan H. Ismail (2008), dimana membandingkan sifat PP/abu ban bekas termodifikasi dengan PP/abu ban bekas tak termodifikasi. Awang memodifikasi abu ban bekas dengan lateks dan zat pemvulkanisasi sulfur. Hasil yang diperoleh adalah bahwa penggunaan abu ban bekas yang termodifikasi oleh lateks dan sulfur menunjukkan kekuatan tarik dan ketahanan terhadap minyak yang lebih tinggi dibandingkan dengan PP/abu ban bekas yang tak termodifikasi. Oleh karena itu, dapat dilihat bahwa penambahan abu ban bekas mempengaruhi sifat TPE yang dihasilkan. Sehingga peneliti menggunakan abu ban bekas pada pencampuran TPE antara PP/EPDM/abu ban bekas.

2.8. Dikumil Peroksida

Beberapa jenis monomer, khususnya stirena dan metil metakrilat dan beberapa sikloalkana cincin teregang, mengalami polimerisasi oleh pemanasan tanpa adanya suatu inisiator radikal bebas tambahan. Tetapi sebagian monomer memerlukan beberapa jenis inisiator. Inisiator radikal bebas dikelompokkan menjadi empat tipe utama, yaitu : peroksida dan hidroperoksida, senyawa azo, inisiator redoks dan beberapa senyawa yang membentuk radikal bebas dengan adanya cahaya (fotoinisiator).


(29)

Diantara berbagai tipe inisiator, peroksida (ROOR) dan hidroperoksida (ROOH) merupakan jenis yang paling banyak digunakan. Jenis inisiator ini tidak stabil dengan panas dan terurai menjadi radikal – radikal pada suatu suhu dan laju yang tergantung pada strukturnya. Suatu inisiator peroksida mestilah relatif stabil pada suhu pemrosesan polimer untuk menjamin laju reaksi yang layak (Stevens, 2001).

Dekomposisi termal dapat diaplikasikan ke peroksida organik atau senyawaan azo, contohnya benzoil peroksida ketika dipanaskan mungkin membentuk dua fenil radikal dengan melepas CO2 (Cowie, 1973).

Adapun reaksi dekomposisi dari dikumil peroksida adalah sebagai berikut :

pemanasan

C CH3

CH3 O

radikal kumiloksi C

CH3

CH3 O

dikumil peroksida C CH3 CH3

O 2

Gambar 2.6 Reaksi dekomposisi dikumil peroksida

(Loganathan, 1998)

Teknik crosslinking (ikat silang) karet dengan peroksida telah dikenal sejak lama. Keuntungan umum menggunakan peroksida sebagai zat ikat silang adalah ketahanannya baik pada suhu tinggi dalam waktu yang lama, keelastisannya yang baik, dan tidak ada penghilangan warna pada produk akhir.

Dikumil peroksida adalah sumber radikal yang kuat, digunakan sebagai inisiator polimerisasi, katalis, dan zat pemvulkanisasi. Temperatur waktu paruh 61oC (untuk 10 jam), 80oC (untuk 1 jam) dan 179oC (untuk 1 menit). Dikumil peroksida terdekomposisi dengan cepat, menyebabkan kebakaran dan ledakan, pada pemanasan dan dibawah pengaruh cahaya. DKP bereaksi keras dengan senyawa yang bertentangan (asam, basa, zat pereduksi, dan logam berat). Dikumil peroksida sebaiknya di simpan dalam keadaan kering dan dalam pendingin (< 27oC atau maksimum 39oC) dan untuk menjaga dari zat pereduksi dan senyawa yang bertentangan (incompatible).


(30)

Tabel 2.1 Beberapa Contoh Peroksida dan Karakteristik Umumnya

Nama Kimia Nama

Komersial Suhu (ºC) t1/2=1menit Efisiensi Ikat-silang (%) 2,5-dimetil-2,5-di(tert-butilperoksi)heksana-3 (DTBPHY) Trigonox

145-45B 45% 194 30

2,5-dimetil-2,5-di(tert-butlperoksi)heksana (DTBPH)

Trigonox

101-40B 40% 183 41

Di(tert-butilperoksiisopropil)benzena (DTBPIB)

Perkadox

14-40B 40% 185 52

Dikumil peroksida (DKP) Perkadox

BC-40B 40% 179 50

(Thitithammawong, 2007) Dikumil peroksida digunakan karena suhu dekomposisinya mendekati suhu pemprosesan termoplastik elastromer. Dimana suhu yang digunakan dalam proses pembuatan TPE ini adalah 175ºC sedangkan suhu DKP pada waktu paruh 1 menit adalah 179ºC.

2.9. Divinilbenzena

Divinilbenzena (DVB), (C6H4(CH=CH2)2, adalah suatu zat pengikat-silang yang menambah sifat polimer. DVB dibuat dengan cara dehidrogenasi campuran isomer dietilbenzena. Monomer komersial dari DVB adalah meta-DVB dan para-DVB. Berikut adalah sifat-sifat dari divinilbenzena.

Tabel 2.2 Sifat-Sifat dari Divinilbenzena (DVB)

Sifat Nilai

Berat Molekul (g/mol) 130,91

Titik Didih, oC 195

Titik Beku, oC -45

Titik Nyala, oC 65,6

(Kroschwitz, 1990) Divinilbenzena tidak larut dalam air dan larut dalam etanol dan eter. Ketika bereaksi bersama-sama dengan stirena, divinil benzena dapat digunakan sebagai monomer reaktif dalam resin polyester (James, 2005).

Divinilbenzena digunakan dalam berbagai industri. Sebagai contoh, divinilbenzena banyak digunakan pada pabrik adhesif, plastik, elastromer, keramik,


(31)

material biologis, mantel, katalis, membran, peralatan farmasi, khususnya polimer dan

resin penukar i

Adapun struktur dari DVB pada gambar 2.6 dibawah ini adalah:

CH=CH2

CH=CH2

Gambar 2.7 Struktur divinilbenzena (DVB) (Mohamned, 1997).

Poli(etilakrilat) merupakan suatu polimer dimana di proses dengan menggunakan DVB sebagai zat pengikat-silang. Reaksinya dapat dilihat gambar 2.7 dibawah ini :

CH2 - C H

C=O

O - C2H5

H

C=CH2

C=CH2

H

CH2 - C - CH - CH2

C2H5 - O

CH2 - C - CH - CH2 C2H5 - O

O=C

H

H H

+

O=C

Gambar 2.8 Polimerisasi Poli(etilakrilat) dengan DVB sebagai zat pengikat-silang (Sperling, 1986)

2.10. Xilena

Xilena atau dimetilbenzena, memiliki struktur orto-xilena,meta-xilena, dan para-xilena. Adapun struktur ketiganya sebagai berikut :


(32)

Gambar 2.9 Struktur orto-xilena, meta-xilena, dan para-xilena

Xilena diproduksi sama halnya dengan memproduksi benzena, toluena, dan etilbenzena dengan aromatisasi fraksi C6-C8 dari nafta petroleum. Sebagai contoh, n-oktana dapat menghasilkan xilena, reaksi adalah sebagai berikut :

CH3(CH2)6CH3 +

n-oktana Xilena Etilbenzena

Gambar 2.10 Reaksi sintesis xilena dari n-oktana

Xilena merupakan cairan tak berwarna yang memiliki sifat berbau. Titik didih untuk masing-masing xilena adalah o-xylena 144oC, m-xilena 139oC dan p-xilena 138oC. Xilena mengalami subsitusi elektrofilik dalam cincin sama halnya dengan toluena. Xilena teroksidasi oleh KMnO4 dan K2Cr2O7, membentuk asam dikarboksilat (Bahl, 2000).

2.11. Paduan Polimer ( Polymer Blend )

Suatu campuran fisis dari dua atau lebih polimer atau kopolimer berbeda yang tidak terikat melalui ikatan-ikatan kovalen merupakan suatu paduan polimer (polymer

blend) atau polipaduan (poliblend). Konsep perpaduan polimer bukan merupakan hal

baru, industri karet telah menggunakannya selama beberapa dekade. Namun, belakangan muncul kebutuhan dari plastik-plastik tehnik dan elastomer dan serat khusus.

CH3

CH3 CH3

CH3

CH3

CH3

orto-Xilena meta-Xilena para-Xilena

Pt/Al2O3

500oC/10-12 atm

CH3

CH3


(33)

Sejumlah teknologi telah diterapkan untuk membuat polipaduan ini. Sebagian besar polimer tidak kompatibel. Salah satu contoh polipaduan dapat campur mempunyai nilai komersial adalah plastik teknik Noryl (Generic Electric) yang terkomposisi dari polistirena, suatu polimer tidak mahal dan poli(oksi-2,6-dimetil-1,4-fenilena). Dimana sifat Noryl ini memiliki kekuatau tarik yang sangat sinergetik.

Kumpulan-kumpulan blok-blok dua polimer tertentu terbentuk memberikan suatu derajat sifat elastik meskipun demikian kopolimer-kopolimer tersebut masih memperlihatkan sifat-sifat aliran bahan termoplastik. Bahan-bahan tersebut dinamakan dengan elastomer termoplastik (Stevens, 2001).

Termoplastik elastomer (TPE) adalah bahan yang diproses melalui metode yang sama yaitu injeksi molding (molding injection) dan ekstruksi menggunakan termoplastik kaku yang diubah sehingga memiliki sifat dan tampilan yang secara normal seperti karet termoset. TPE merupakan bahan yang cukup penting karena range penggunaannya yang besar untuk berbagai aplikasi di beberapa bidang seperti otomotif, alat rumah tangga, peralatan elektronik, industri-industri, dan peralatan medis. TPE dapat digolongkan menjadi dua kelompok yaitu : kopolimer blok dan campuran karet – plastik (Nakason et al, 2008). Belakang ini TPE dibuat dengan campuran poliolefin termoplastik dan karet berkembang dengan pesat. TPE tersebut dikembangkan dalam dua jenis produk yang berbeda. Jenis yang pertama adalah blend sederhana yang disebut termoplastik elastomer olefin (TPO), didasarkan atas ASTM D5593. Jenis kedua adalah fase karet yang divulkanisasi dinamik, menghasilkan termoplastik vulkanisat (TPV), didasarkan pada ASTM D5046. Umumnya material poliolefin TPE yang sudah dikembangkan terbuat dari karet sintetik seperti EPDM,

etilena-propilena-rubber (EPR) dan butadiene-akrilonitril-rubber (NBR) atau

modifikasinya (Baharudin, 2007).

Salah satu contoh TPE yang sangat populer saat ini adalah TPE polipropilena/EPDM yang mempunyai beberapa keunggulan sifat, seperti tahan terhadap hantaman (impact resistance), stabilitas termal yang baik. Campuran kedua bahan ini menghasilkan produk-produk terutama dalam industri automobil seperti bumper, panel pintu, kibasan lumpur, dan bagian interior mobil (Halimatuddahliana, 2008).


(34)

2.12. Ikat-Silang (Crosslinking)

Reaksi ikat-silang adalah suatu reaksi yang memicu pembentukan polimer tak larut dan terurai (infusible) dimana rantai dihubungkan bersama untuk membentuk suatu struktur jaringan tiga dimensi. Sebagai contoh reaksi dari ikat-silang adalah proses vulkanisasi. Proses vulkanisasi ini mampu membuat karet berguna dalam aplikasinya dengan kekuatan tarik yang sangat baik. Polimer yang melalui proses ikat-silang banyak dijumpai pada industri cat, tinta print, adhesif, serta komponen elektronik.

Ikat-silang dapat dilakukan dengan penambahan zat pengikat-silang, suatu molekul yang memiliki dua atau lebih gugus reaktif yang dapat bereaksi dengan gugus fungsi pada rantai polimer. Polimer terikat-silang dapat disiapkan dengan polimerisasi dari monomer dengan rata-rata gugus fungsi lebih dari dua.

Ikat-silang dapat mempengaruhi sifat fisik dari polimer yang diikat-silangkan. Umumnya, ikat silang ini meningkatkan sifat fisik dari polimer tersebut. Dengan

compression set dan stress relaxation meningkat dengan adanya ikat-silang yang

terjadi. Diantaranya, ekspansi panas dan kapasitas panas menurun,suhu distrosi panas, kekuatan tarik, dan indeks bias meningkat. Suhu transisi gelas meningkat seiring dengan bertambahnya densitas ikat-silang.

Termoplastik polimer vinil (berat molekul 40 x 103-106), seperti polipropilena, polietilena, polistirena, poliakrilat dan beberapa poli(vinil)klorida meningkat sifat fisik dan kimianya dengan pembentukan ikat-silang (Kroschwitz, 1990).

Berbagai usaha telah dilakukan untuk menambah karet stirena-butadiena (SBR) dengan menambahkan sejumlah sedikit komonomer lainnya dalam sistem reaksi polimerisasi. Dalam beberapa penelitian untuk meningkatkan sifat dari bahan polimer, sejumlah divinilbenzena (DVB) telah ditambahkan dalam proses polimerisasi. Pengaruh DVB ini menyebabkan ikat silang permanen untuk membentuk molekul antara polimer dalam partikel individual lateks sebagai kopolimerisasi DVB dengan monomer lain. Molekul dalam SBR mengalami ikat silang dengan DVB dimana ikat silang ini menambah keunggulan sifat karet, karena ikat silang dibatasi dalam partikel lateks (Mohammed, 1997).


(35)

2.13. Karakterisasi Polimer

Mengkarakterisasi polimer jauh lebih rumit daripada mengkarakterisasi senyawa-senyawa dengan berat molekul rendah. Fokus utama yang dilakukan kimiawan untuk mengkarakterisasi senyawa polimer ditempatkan ke metode-metode spektroskopik dan termal karena paling sering dipakai oleh ilmuwan polimer. Disini juga akan menyinggung analisis permukaan maupun pengujian mekanik dan elektrik.

Karakterisasi yang dilakukan untuk mengetahui dan menganalisa campuran polimer. Karakterisasi yang dilakukan pada penelitian ini adalah menggunakan DSC (Differential Scanning Calorimetry), FT-IR (Faurier Transform Infrared

Spectroscopy), SEM (Scanning Electron Microscopy) dan uji tarik.

2.13.1. FT-IR (Faurier Transform Infrared Spectroscopy)

Dua variasi instrumental dari spektroskopi IR yaitu metode dispertif, dimana prisma atau kisi dipakai untuk mendispersikan radiasi IR dan metode Fourier Transform (FT) yang lebih akhir, menggunakan prinsip interferometri.

Spektroskopi inframerah merupakan metode yang sangat luas digunakan untuk karakterisasi struktur molekul polimer, karena memberikan banyak informasi. Perbandingan posisi absorpsi dalam spektrum inframerah suatu sample polimer dengan daerah absorpsi karakteristik, menunjukkan identifikasi pada keberadaan ikatan dan gugus fungsi dalam polimer (Rabek, 1975).

Spektroskopi inframerah dapat digunakan untuk mengkarakterisasi panjang rantai polimer karena gugus aktif inframerah, adanya rantai polimer, mengabsorbsi seperti jika masing-masing gugus ditempatkan dalam molekul sederhana. Identifikasi dari sampel polimer dapat dibuat dengan menggunakan daerah sidik jari, dimana identifikasi sampel pada akhirnya mungkin untuk satu polimer untuk mempertunjukkan spektrum yang sama persis seperti yang lain. Daerah ini terletak dalam jangka 6,67 sampai 12,50 µm (Cowie, 1973).

Skala pada dasar spektra adalah bilangan gelombang, yang berkurang dari 4000 cm-1 ke sekitar 670 cm-1 atau lebih rendah. Panjang-panjang gelombang


(36)

dicantumkan pada bagian atas. Panjang gelombang atau frekuensi titik minimum suatu pita absorpsi, digunakan untuk mengidentifikasi tiap pita. Titik ini lebih dapat diperoleh-ulang (reproduksibel) daripada jarak suatu pita lebar, yang beraneka ragam menurut konsentrasi contoh maupun kepekaan instrument. Banyaknya gugus yang identik. dalam sebuah molekul mengubah kuat relatif pita absorpsinya dalam suatu spektrum (Fessenden, 1986).

Kelebihan-kelebihan FT-IR mencakup persyaratan ukuran sample yang kecil, perkembangan spektrum yang cepat, dan karena instrumen ini memiliki system komputerisasi terdedikasi, kemampuan untuk menyimpan dan memanipulasi spektrum. FT-IR telah membawa tingkat kesebergunaan yang lebih besar ke penelitian-penelitian struktur polimer. Karena spektrum-spektrum bias di-scan, di simpan, dan ditransformasikan dalam hitungan detik, tehnik ini memudahkan penelitian reaksi-reaksi polimer seperti degradasi dan ikat silang (Stevens, 2001).

2.13.2. SEM (Scanning Electron Microscopy)

Skanning Elektron Miskroskopi (SEM) merupakan alat yang dapat membentuk bayangan permukaan. Struktur permukaan suatu benda uji dapat dipelajari dengan mikroskop elektron pancaran karena jauh lebih mudah mempelajari struktur permukaan itu secara langsung (Nur, 1997).

Pada SEM suatu berkas elektron yang sangat halus di-scan menyilangi permukaan sampel dalam sinkronisasi dengan berkas tersebut dalam tabung sinar katoda. Elektron-elektron yang akan terhambur digunakan untuk memproduksi sinyal yang memodulasi berkas dalam tabung sinar katoda, yang memprodukasi suatu citra dengan kedalaman medan yang besar dan penampakan yang hampir tiga dimensi. SEM memberikan informasi yang bermanfaat mengenai topologi permukaan dengan resolusi sekitar 100 Å.

Aplikasi yang khas mencakup penelitian dispersi-dispersi pigmen dalam cat, pelepuhan atau peretakan koting, batas-batas fasa dalam polipaduan yang tak dapat bercampur, struktur sel busa-busa polimer, dan kerusakan bahan perekat (Stevens, 2001).


(37)

2.13.3. Uji Kekuatan Tarik

Sifat mekanik biasanya dipelajari dengan mengamati sifat kekuatan tarik (σt) menggunakan alat pengukur tensometer dan dinamometer, bila terhadap bahan diberikan tegangan. Kekuatan tarik mengacu pada ketahanan terhadap tarikan. Kekuatan tarik diukur dengan menarik sekeping polimer dengan dimensi yang seragam. Kekuatan tarik diartikan diartikan sebagai besarnya beban maksimum (Fmaks) yang dibutuhkan untuk memutuskan spesimen bahan, dibagi dengan luas penampang bahan. Karena selama di bawah pengaruh tegangan, spesimen mengalami perubahan bentuk (deformasi) maka definisi kekuatan tarik dinyatakan dengan luas penampang semula (Ao) (Wirjosentono, 1995).

�� = �����

dalam satuan dyne per sentimeter kuadrat (CGS) atau Newton per meter kuadarat (MKS) (atau pound per inchi kuadrat, psi, dalam satuan Bristish) (Stevens,2001).

Selama deformasi, dapat diasumsikan bahwa volume spesimen tidak berubah sehingga perbandingan luas penampang semula dengan penampang setiap saat. Kemuluran (ε) sebagai nisbah pertambahan panjang terhadap panjang spesimen semula. Tekanan tarik (tensile stress) sebagai rasio dari gaya observasi ke area perpotongan silang dari spesimen yang tidak meregang. Kemuluran dapat dihitung dengan persamaan :

��������� (%) = � − ��

�� � 100%

Dimana L merupakan panjang spesimen setelah diuji kemulurannya dan Lo merupakan panjang mula-mula spesimen sebelum dilakukan uji kemulurannya dengan satuan milimeter (mm). Kecepatan standar untuk uji-tegang dari karet mesin adalah 500 ± 50 mm (20 ± 2 inch) per menit. Kekuatan tarik dari karet alam, turun secara drastis pada suhu kristis antara 40oC dan 130oC. Hal ini dihubungkan ke ukuran dari retakan yang terjadi secara alami (Morton, 1987).

Hasil pengamatan sifat kekuatan tarik ini dinya takan dalam bentuk kurva tegangan, yaitu grafik antara beban dengan luas penampang terhadap perpanjangan bahan (regangan), yang disebut kurva regangan-tegangan. Bentuk kurva regangan


(38)

tegangan ini merupakan karakteristik yang menunjukkan indikasi sifat mekanik bahan yang lunak, keras, kuat, lemah, rapuh atau liat (Wirjosentono, 1995).

Beberapa sifat-sifat mekanik dari homopolimer umum dapat dilihat dari tabel 2.3 dibawah ini :

Tabel 2.3 Sifat-sifat Mekanik Beberapa Homopolimer Umum

Polimer

Sifat-sifat tarik patahan Kekuatan

Tarik (MPa)

Modulus (MPa)

Perpanjangan (%)

LDPE (Low Density Polyethylene) 8,3–31 172-283 100-650

HDPE (High Density Polyethylene) 22–31 1070-1090 10-1200

Polipropilena 31-41 1170-1720 100-600

Polistirena 36-52 2280-3280 1,2-2,5

(Stevens, 2001)

2.13.4. Derajat Ikat Silang

Derajat ikat silang pada karet telah diukur setelah proses ekstraksi dalam sikloheksana selama 8 jam. Dimana sampel dikeringkan pada suhu 80ºC selama 30 menit dan ditimbang beratnya. Persentase kandungan gel dari campuran dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:

% kandungan gel =Wg

Wo x 100 %

Dimana Wg dan Wo adalah berat sampel setelah dan sebelum ekstraksi (Halimatuddahliana, 2007).


(39)

BAB 3

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

3.1. Bahan-Bahan dan Alat-Alat Penelitian 3.1.1. Bahan-bahan Penelitian

Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

Bahan Merek

Polipropilena (PP) Korea Petrochemical, ltd.Co.LTD

Karet Sintetis EPDM PT. Sumber Jaya Jakarta

Abu ban bekas Swallow

Dikumil Peroksida p.a Merck

Divinilbenzena p.a Merck

Xilena p.a Merck

3.1.2. Alat- Alat Penelitian

Nama Alat Merek

Neraca Analitis Tettler Toledo

Tabung Soklet Pyrex

Alat uji tarik Autograph Torsee Electronic System

Hot Plate Salton


(40)

Seperangkat alat SEM JSM-35 C Sumandju, Jepang

Alat Internal Mixer Heles CR-52

Alat Ekstruder Shimadzu

Gelas ukur Pyrex

Labu Alas Pyrex

Lempengan Besi -

Kertas Saring -

Alumunium Foil -

Statif dan Klemp -

Gunting -

Kondensor -

Spatula -

Saringan -

3.2. Prosedur Kerja 3.2.1. Penyiapan Bahan

- PP yang diperoleh dari Laboratorium Kimia Polimer Fakultas matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara ditimbang sebanyak 50 g

- Karet Sintetis EPDM yang diperoleh dari PT. Sumber Jaya Jakarta dipotong kecil-kecil, kemudian karet EPDM diekstruksi dengan melelehkan dalam alat ekstruder pada suhu 80oC. Lelehan EPDM didinginkan dan ditimbang sebanyak 25 g

- Abu ban bekas yang diperoleh dari PT. Persaudaraan Tanjung Morawa diayak hingga halus dan ditimbang sebanyak 25 g


(41)

- Dikumil peroksida ditimbang sebanyak 0,5 g (1 phr), 1,0 g (2 phr) dan 1,2 g (3 phr). Konversi phr menjadi gram :

1 phr = 1001 × berat karet (g) ...persamaan 3.1 - Divinilbenzena diukur sebanyak 0,5 ml (1phr),1,1 ml (2phr) dan 1,6 (3phr).

Konversi phr menjadi mililiter :

V = m

ρ ... persamaan 3.2

Dimana m adalah berat DVB yang dapat ditentukan dari persamaan 3.1 dan ρ adalah massa jenis DVB (0,93 g/cm3).

3.2.2. Pembuatan Campuran PP-Karet EPDM dan Abu ban bekas dan DKP Tanpa Penambahan DVB

Mula – mula 50 g PP dimasukkan ke dalam alat Internal Mixer pada suhu 175oC hingga meleleh, kemudian diikuti 25 g karet sintetis EPDM dan 25 g abu ban bekas dimasukkan ke dalam alat internal mixer sampai semua bercampur. Selanjutnya 1 phr (0,5 g) DKP ditambahkan kedalam campuran. Selang waktu penambahan bahan 20 menit. Dilakukan perlakuan yang sama untuk campuran dengan variasi DKP 2 phr (1 g) dan 3 phr (1,5 g).

3.2.3 Pembuatan Campuran PP-Karet EPDM-Abu Ban dan Penambahan DKP dengan Penambahan Divinil Benzena

Mula – mula 50 g PP dimasukkan ke dalam alat Internal Mixer pada suhu 175oC hingga meleleh, kemudian diikuti dengan penambahan 25 g karet EPDM dan 25 g abu ban bekas. Selanjutnya 1 phr DKP (0,5 g) dan 1 phr (0,5 ml) DVB ditambahkan ke dalam campuran. Selang waktu penambahan bahan 20 menit. Dilakukan perlakuan yang sama untuk campuran dengan variasi DVB 2 phr (1,1 ml) dan 3 phr (1,6 ml) dengan variasi DKP masing-masing 2 phr (1 g) dan 3 phr (1,5 g).


(42)

Mula-mula dilapisi lempengan besi berukuran 15x15 cm dengan alumunium foil. Hasil campuran dari internal mixer diletakkan di antara 2 buah lempengan besi. Kemudian diletakkan ke dalam alat tekan hot kompresor yang diset pada suhu 175oC untuk mencetak sampel. Dibiarkan sampai 5 menit tanpa tekanan. Setelah itu diberi tekanan 100 kgf/cm2 dan dibiarkan selama 20 menit. Sampel diangkat dan didinginkan, setelah dicetak sesuai standart ASTM D638.

Gambar 3.1. Spesimen uji berdasarkan ASTM D638

3.2.5. Uji Kekuatan Tarik

Pengujian kekuatan tarik berdasarkan ASTM D638 dengan beban 100 kgf dan laju 50 mm/menit dengan ketebalan spesimen 2 mm. Mula – mula dihidupkan Torsee’s Electronic System dan dibiarkan selama 1 jam. Spesimen dijepitkan pada alat uji tarik yang telah ditentukan regangan, tegangan dan satuaanya dengan menggunakan griff. Kemudian dihidupkan recorder. Tekan tombol start dan nilai stroke dan load dibuat dalam kondisi nol. Catat nilai load dan stroke bila sampel sudah putus. Dilakukan perlakuan yang sama untuk masing-masing sampel. Nilai load dan stroke yang diperoleh, digunakan untuk menghitung nilai kekuatan tarik dan kemuluran dari spesimen.

3.2.6. Uji SEM ( Scanning Electron Microscopy )

Pengujian dilakukan pada permukaan patahan sampel. Mula – mula sampel dilapisi dengan emas bercampur palladium dalam suatu ruangan (vacum evaporator) bertekanan 0,2 Torr dengan menggunakan mesin Ion Sputter JFC-1100. Selanjutnya sampel disinari dengan pancaran elektron bertenaga 1,2 kV pada ruangan khusus

13 mm

165 mm 50 mm

20mm


(43)

sehingga sample mengeluarkan elektron sekunder dan elektron terpental yang dapat dideteksi oleh detektor Scientor yang diperkuat dengan suatu rangkaian listrik yang menyebabkan timbulnya gambar CRT (Cathode Ray Tube) selama 4 menit. Kemudian coating dengan tebal lapisan 400 amstrong dimasukkan ke dalam specimen Chamber pada mesin SEM (JSM-35C) untuk dilakukan pemotretan. Hasil pemotretan dilakukan setelah memilih bagian tertentu dari objek (sampel) dan perbesaran yang diinginkan sehingga diperoleh foto yang baik dan jelas.

3.2.7. Uji FT - IR ( Fourier Transform – Infra Red )

Mula – mula pengujian dilakukan dengan menjepit film hasil pencampuran pada tempat sampel. Kemudian film diletakkan pada alat ke arah sinar infrared. Hasilnya akan di rekam ke dalam kertas berskala berupa aluran kurva bilangan gelombang terhadap intensitas.

3.2.8. Analisa Derajat Ikat Silang

Mula-mula dirangkai alat sokletasi dan 250 ml pelarut xilena dimasukkan kedalam labu alas, kemudian dimasukkan 10 g spesimen sebagai Wo yang telah dibungkus dalam kertas saring ke dalam tabung soklet. Sampel disokletasi dengan pelarut xilena pada titik didih 135oC-145ºC selama 8 jam. Setelah itu sampel dikeluarkan dalam tabung soklet dan dikeringkan sampai xilena habis menguap dan ditimbang sebagai Wg. Dihitung persentase ikat silang.


(44)

3.3. Skema Pengambilan Data 3.3.1. Bagan Penyiapan Karet EPDM

3.3.2. Bagan Penyiapan Abu Ban Bekas

Karet EPDM

Dipotong kecil-kecil

Diekstruksi dalam alat ekstruder pada suhu 80oC

Didinginkan

Ditimbang sebanyak 25 g

25 g lelehan karet EPDM

Abu ban bekas

Diayak hingga halus

Ditimbang sebanyak 25 g


(45)

3.3.3. Bagan Pembuatan Campuran PP-karet EPDM-Abu Ban Bekas dan DKP Tanpa Penambahan DVB

Dilakukan prosedur yang sama untuk campuran dengan variasi dikumil peroksida 2 phr (1 g) dan 3 phr (1,5 g). Waktu penambahan bahan dilakukan dengan selang waktu 20 menit untuk masing-masing variasi.

50 g PP

Campuran PP-karet EPDM-abu ban bekas

Campuran PP-karet EPDM-abu ban bekas dan DKP

Dimasukkan ke dalam alat internal mixer pada suhu 175oC sampai meleleh

Ditambahkan 25 g karet EPDM

Ditambahkan 25 g abu ban bekas

Digiling hingga homogen

Ditambahkan 1 phr DKP (0,5 g)


(46)

3.3.4. Bagan Pembuatan Campuran PP-karet EPDM-Abu Ban Bekas dan DKP dan Penambahan DVB

Dilakukan prosedur yang sama untuk campuran dengan variasi DVB 2 phr (1,1 ml) dan 3 phr (1,6 ml) serta variasi DKP 2 phr (1 g) dan 3 phr (1,5 g). Waktu penambahan bahan dilakukan dengan selang waktu 20 menit untuk masing-masing variasi.

50 g PP

Campuran PP-karet EPDM-abu ban bekas

Campuran PP-karet EPDM-abu ban bekas dan DKP

Dimasukkan ke dalam alat internal mixer pada suhu 175oC sampai meleleh

Ditambahkan 25 g karet EPDM

Ditambahkan 25 g abu ban bekas

Digiling hingga homogen

Ditambahkan 1 phr DKP (0,5 g)

Digiling hingga homogen

Ditambahkan 1 phr DVB (0,5 ml)

Digiling hingga homogen


(47)

3.3.5. Bagan Pembuatan Spesimen dan Karakterisasinya

Campuran TPE

Dilapisi lempengan besi berukuran 15x15 cm dengan alumunium foil

Diletakkan diantara lempengan besi

Dimasukkan ke dalam alat tekan kompresor pada suhu 175oC dan tekanan 100 kgf/cm2

Dibiarkan selama 20 menit

Diangkat dan didinginkan

Film

Spesimen

Dicetak spesimen sesuai ASTM D638

Kekuatan Tarik

Analisa morfologi permukaan

Analisa derajat ikat

silang

Analisa gugus fungsi Dikarakterisasi


(48)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

4.1.1. Karakterisasi Sampel dan pengujian Sifat Mekanik

Telah dilakukan pengujian sifat mekanik terhadap semua jenis sampel dalam penelitian ini, dan diperoleh hasil rata-rata. Pengujian tarik dilakukan pada Torsces Electronic System (Universal System Machine). Alat penguji ini terdiri dari bagian pencatat yang dapat menunjukkan besarnya tegangan tarik yang telah dilakukan dan diteruskan dalam bentuk grafik. Alat tersebut dikondisikan dengan berat beban yang diberikan = 100 kgf dan kecepatan 20 mm/menit. Hasil pengujian didapatkan pengukuran harga Load dan Stroke. Harga load memiliki satuan dalam kgf dan stroke dalam mm/menit . Hasil penelitian ini diolah kembali untuk mendapatkan regangan dan tegangan.

1. Harga tegangan tarik dihitung dengan rumus

kekuatan tarik = F Ao=

load Ao

Contoh : Sampel spesimen uji memiliki tebal = 2 mm dan lebar = 6 mm, dimana :

Dan bila harga load = 18,48 kgf untuk penambahan 3 phr DKP dan 3 phr DVB pada sampel campuran PP-karet EPDM-abu ban bekas, maka harga kekuatan tarik diperoleh :

kekuatan tarik = 18,48 Kgf

12mm2 = 1,540 kgf/mm

2

Perhitungan yang sama juga dilakukan untuk setiap jenis sampel hasil pengujian tarik yang lain.

2. Harga kemuluran dapat dihitung dengan rumus berikut Ao = tebal x lebar spesimen

= 2mm x 6 mm = 12 mm2


(49)

kemuluran (%) = ∆l

l × 100% =

stroke

l × 100%

Contoh : Sampel spesimen yang diuji memiliki l = 50 mm, dan bila harga stroke = 7,94 mm tiap menit untuk penambahan 2 phr DKP dan 3 phr DVB pada sampel campuran PP-karet EPDM-abu ban bekas, maka harga kemuluran diperoleh :

kemuluran = 8,52 mm

50 mm × 100% = 17,04 %

Perhitungan yang sama juga dilakukan untuk setiap jenis sampel yang lain.

Adapun hasil selengkapnya dari perhitungan harga tegangan tarik dan kemuluran dapat dilihat pada tabel 4.1 berikut :

Tabel 4.1. Uji Tarik dan kemuluran campuran PP-Karet EPDM-Abu Ban Bekas + DKP tanpa Penambahan DVB

Komposisi Campuran DKP (phr) Load (kgf) Stroke (mm/menit) Kekuatan Tarik (Kgf/mm2)

Kemuluran (%) PP (g) EPDM (g) Abu Ban Bekas (g)

50 25 25 1 11,27 2,70 0,94 5,40

50 25 25 2 16,84 5,82 1,40 11,64

50 25 25 3 18,18 5,86 1,52 11,72

Tabel 4.2. Uji Tarik dan kemuluran Campuran PP-Karet EPDM-Abu Ban Bekas + DKP dengan 1 phr DVB

Komposisi Campuran DKP (phr) Load (kgf) Stroke (mm/menit) Kekuatan Tarik (Kgf/mm2)

Kemuluran (%) PP (g) EPDM (g) Abu Ban Bekas (g)

50 25 25 1 11,92 3,45 0,99 6,9

50 25 25 2 18,60 7,58 1,55 15,16

50 25 25 3 17,35 4,38 1,45 8,76

Tabel 4.3. Uji tarik dan kemuluran campuran PP-Karet EPDM-Abu Ban Bekas + DKP dengan 2 phr DVB


(50)

Komposisi Campuran DKP (phr) Load (kgf) Stroke (mm/menit) Kekuatan Tarik (Kgf/mm2)

Kemuluran (%) PP (g) EPDM (g) Abu Ban Bekas (g)

50 25 25 1 19,33 7,52 1,61 15,04

50 25 25 2 18,24 5,05 1,52 10,10

50 25 25 3 15,72 5,14 1,31 10,28

Tabel 4.4. Uji tarik dan kemuluran Campuran PP-Karet EPDM-Abu Ban Bekas + 2 phr DKP dengan 3 phr DVB

Komposisi Campuran DKP (phr) Load (kgf) Stroke (mm/menit) Kekuatan Tarik (Kgf/mm2)

Kemuluran (%) PP (g) EPDM (g) Abu Ban Bekas (g)

50 25 25 1 21,12 8,26 1,76 16,52

50 25 25 2 21,45 8,52 1,79 17,04

50 25 25 3 18,48 7,94 1,54 15,88

4.1.2. Derajat Ikat Silang

Hasil analisa kandungan gel dengan metode sokletasi pada TPE dengan dan tanpa penambahan divinilbenzena dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 4.5 Hasil analisa kandungan gel pada campuran PP-karet EPDM- Abu ban bekas + DKP dengan dan tanpa penambahan DVB

No. Sampel Wo

(g)

W (g)

Persentase Derajat Ikat Silang (%)

1. PP-karet EPDM -Abu ban bekas + 3

phr DKP 10 8,63 86,3

2 PP-karet EPDM-Abu ban bekas + 2

phr DKP + 3 phr DVB 10 8,78 87,8


(51)

4.2.1. Analisa Kekuatan Tarik (σ) dan Kemuluran (ε) Campuran PP-Karet EPDM- Abu Ban Bekas

Hasil pengukuran kekuatan tarik dan kemuluran dari campuran PP-EPDM -Abu Ban Bekas + DKP tanpa penambahan DVB ditunjukkan pada grafik 4.1. Dari grafik tersebut dapat diketahui hasil yang optimal pada campuran TPE adalah dengan variasi 3 phr DKP dengan nilai kekuatan tarik 1,52 kgf/mm2 dan kemuluran 11,72 %.

Gambar 4.1. Grafik kekuatan tarik (σ) dari campuran PP-EPDM -abu ban bekas +

DKP tanpa penambahan DVB

Gambar 4.2. Grafik kemuluran (ε) dari campuran PP-EPDM -abu ban bekas + DKP tanpa penambahan DVB

0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2 1,4 1,6

1 phr DKP 2 phr DKP 3 phr DKP

ke ku a ta n t a ri k (kg f/ m m 2 ) Variasi DKP 0 2 4 6 8 10 12 14

1 phr DKP 2 phr DKP 3 phr DKP

k e m u lu ra n ( %) variasi DKP


(52)

Pada grafik 4.3 dan 4.4 terlihat bahwa kekuatan tarik optimum dari campuran PP-EPDM -Abu ban bekas adalah variasi penambahan 2 phr DKP dan 3 phr DVB dengan nilai kekuatan tarik 1,79 kgf/mm2 dan kemuluran 17,04 %.

Grafik 4.3 Grafik kekuatan tarik (σ) dari campuran PP-EPDM-abu ban bekas + DKP dengan penambahan DVB

Grafik 4.4 Grafik kemuluran (ε) dari campuran PP-EPDM -abu ban bekas + DKP dengan penambahan DVB

Kekuatan tarik yang dihasilkan menunjukkan nilai TPE dengan penambahan DVB lebih besar dibandingkan TPE tanpa DVB. DVB maupun DKP membantu berinteraksinya abu ban, EPDM dengan matriks PP. Ini diketahui bahwa selama

0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2 1,4 1,6 1,8 2

1 phr DKP 2 phr DKP 3 phr DKP

ke ku a ta n t a ri k (kg f/ m m 2 )

1 phr DVB 2 phr DVB 3 phr DVB

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18

1 phr DKP 2 phr DKP 3 phr DKP

k e m u lu ra n ( %)

1 phr DVB 2 phr DVB 3 phr DVB


(53)

pengguntingan pada suhu tinggi (175ºC), dikumil peroksida terdekomposisi. Radikal dari dekomposisi DKP bereaksi dengan molekul PP dalam bentuk rantai terpotong dan terikat silang. Radikal ini juga bereaksi dengan abu ban bekas dan EPDM, yang mana memiliki ikatan rantai dan ikat silang yang terputus untuk berinteraksi dengan polimer jenuh seperti PP. Akibat degradasi molekul PP oleh perpotongan rantai, viskositasnya menjadi menurun,dan oleh karena itu memperbesar dispersi abu ban dan EPDM dalam campuran. Dan juga terbentuknya radikal dari reaksi perpotongan rantai oleh DKP bereaksi baik dengan DVB maupun dengan radikal dari interaksi peroksida-abu ban untuk kopolimer.

Hal tersebut dapat disimpulkan bahwa penambahan DVB membantu memperbesar pembentukan kopolimer dengan polimer radikal selama pencampuran. Perbesaran interaksi jaringan antara PP-EPDM-abu ban dengan penambahan DKP dan DVB menghasilkan adhesi antarmuka yang baik antara PP-EPDM-abu ban bekas dalam campuran daripada tanpa DVB. Hal tersebut memfasilitasi mekanisme distribusi gaya di dalam campuran pada saat penarikan mengakibatkan meningkatnya kekuatan tarik campuran PP-EPDM-Abu ban bekas.

Penambahan EPDM maupun abu ban bekas mempengaruhi nilai kekuatan tarik. Hal tersebut dapat di lihat pada hasil penelitian-penelitian terdahulu, yakni :

Nama Peneliti Polimer Komposisi

berat (g/g)

Kekuatan Tarik (kgf/mm2)

Bahruddin (2007) PP/SIR20 (3 phr Sulfur)

50/50

0,69

M. Awang & H. Ismail (2008)

PP/WTDa(DKP+HVA-2b) PP/WTD

50/50 50/50

1,31 0,81 M. Awang & H. Ismail

(2008)

PP/WTD termodifikasi Sulfur+Lateks

50/50 1,01

Halimatuddahliana (2003)

PP/EPDM/NR 50/20/30 1,17

PP/EPDM/NR25c 50/20/30 1,01

Thitithammawong

(2007) PP/NR ( + DKP) 100/65 1,07

a

WTD : waste tyre dust b

HVA-2 : N,N’-m-phenylenebismaleimide c


(54)

Pada penelitian ini, kekuatan tarik meningkat dengan adanya EPDM maupun abu ban bekas, yaitu 1,79 kgf/mm2.

4.2.2. Analisa Permukaan dengan Scanning Electron Microscopy (SEM)

Analisa dilakukan untuk melihat struktur permukaan dari TPE optimum yaitu dengan variasi 3 phr DKP untuk TPE tanpa penambahan DVB dan variasi 2 phr DKP + 3 phr DVB. Hasil SEM dari campuran PP-karet EPDM-Abu ban bekas dapat dilihat pada gambar 1 dan 2 pada lampiran untuk campuran tanpa DVB dan gambar 3 dan 4 pada lampiran untuk campuran dengan penambahan DVB. Dari hasil analisis permukaan SEM menunjukkan bahwa permukaan tanpa penambahan DVB memiliki lebih banyak lubang dibandingkan permukaan TPE dengan DVB. Hal ini diduga sejumlah besar abu ban bekas dan EPDM yang berkumpul pada campuran tanpa DVB adalah biasa dan tersebar luas. Di sisi lain, ruang kosong pada TPE dengan DVB jumlahnya sedikit dibandingkan tanpa DVB. Hal ini membuktikan bahwa abu ban bekas maupun EPDM terdispersi lebih baik, ukuran partikel lebih kecil dan lebih terdistribusi dalam matriks PP. Abu ban bekas dan EPDM dengan kuat berikatan dengan matriks PP dalam campuran PP-EPDM-abu ban bekas + DKP dengan penambahan DVB.

4.2.3. Analisa Derajat Ikat Silang

Pengaruh penambahan divinilbenzena pada campuran PP-karet EPDM-Abu ban bekas + DKP terhadap derajat ikat silang dari campuran PP-karet EPDM-Abu ban bekas disajikan pada tabel 4.3. Dari data dapat dilihat penambahan DVB meningkatkan derajat ikat silang campuran (87,8 %) dibanding campuran tanpa penambahan DVB (86,3 %). Gel terbentuk ketika interaksi kuat antara penyusun komponen campuran. Dengan adanya DVB sebagai zat ikat silang dan DKP sebagai inisiator, terjadi pembentukan jembatan koagen dan perekatan antarmuka fasa semakin rekat sehingga partikel karet tidak dapat dilarutkan oleh pelarut xilena pada proses ekstraksi.


(55)

4.2.4. Analisa Spektrum FT-IR

Analisa ini dilakukan untuk mengetahui perubahan gugus fungsi yang mengindikasi adanya interaksi kimia antara komponen satu dengan komponen yang lain. Analisa dengan spektrum infra merah ini dilakukan dengan cara mengamati bilangan gelombang yang khas dari gugus fungsi spektra FT-IR dari masing-masing sampel. Analisa spektrum ini meliputi spektrum PP murni, EPDM, dan TPE dengan dan tanpa penambahan DVB.

Hasil analisa spektrum FT-IR dari masing-masing komponen dapat dilihat pada gambar 5, 6, 7 dan 8 pada lampiran.

Bilangan gelombang FT-IR polipropilena murni dapat dilihat pada tabel 4.6

Tabel 4.6 Bilangan gelombang polipropilena murni

Sampel Bilangan Gelombang (cm-1) Gugus fungsi

Polipropilena murni

2862,36 dan 2839,22 Uluran C-H

2924,09 Uluran C-H (CH2)

1373,32 dan 1458,18 Tekukan C-H (CH3)

Bilangan gelombang FT-IR karet sintetis etilena-propilena-diena monomer (EPDM) dapat dilihat pada tabel 4.7

Tabel 4.7 Bilangan gelombang karet sintetis etilena-propilena-diena monomer (EPDM)

Sampel Bilangan gelombang (cm-1) Gugus fungsi

Karet sintetis EPDM

3697,03 dan 3621,02 Uluran C-H alkena (C=C)

2960,49 Uluran C-H (CH3)

2926,50 dan 2855,08 Uluran C-H (CH2) 1375,68 dan 1450,51 Tekukan C-H (CH3)

Bilangan gelombang FT-IR campuran PP-EPDM-Abu ban bekas dengan 3 phr DKP dapat dilihat pada tabel 4.8


(56)

Tabel 4.8 Bilangan gelombang campuran PP-karet EPDM-Abu ban bekas + 3 phr DKP

Sampel Bilangan gelombang (cm-1) Gugus fungsi

Campuran PP-EPDM_Abu ban bekas + 3 phr DKP

3695,10 dan 3620,11 Uluran C-H aromatik (C=C)

2917,3 dan 2839,4 Uluran C-H (CH2)

1375,6 dan 1359,12

1455,6 Tekukan C-H (CH3)

688,13 Uluran C-S

Pada tabel 4.8 menunjukkan spektrum FT-IR PP-EPDM-Abu ban bekas + 3 phr DCP dengan serapan puncak-puncak pada bilangan gelombang : 3695,10 cm-1 dan 3620,11 cm-1 menunjukkan adanya vibrasi uluran aromatik C=C dengan intensitas medium, yang diduga berasal dari benzena; bilangan gelombang 2917,3 cm-1 dan 2839,4 cm-1 menunjukkan adanya uluran C-H dengan intensitas kuat yang didukung vibrasi tekukan C-H simetrik pada 1375,6 cm-1 dan 1359,12 cm-1 serta tekukan C-H asimetris 1455,6 cm-1. Bilangan gelombang 1032,6 cm-1 dan 1008,6 cm-1 menunjukkan tekukan C-H olefin pada bidang luar. Bilangan gelombang 688,13 cm-1 menunjukkan adanya uluran C-S yang menandakan adanya abu ban (karet tervulkanisasi). Benzena disini bukan berasal dari DVB (seperti pada campuran dengan penambahan DVB), tetapi kemungkinan berasal dari hasil samping dari dekomposisi dari DKP yang menghasilkan asetofenon.

Tabel 4.9 Bilangan gelombang campuran PP-karet EPDM-Abu ban bekas + 2 phr DKP dengan 3 phr DVB

Sampel Bilangan gelombang (cm-1) Gugus fungsi

Campuran PP-EPDM_Abu ban bekas + 2 phr DKP +

3 phr DVB

3695,10 dan 3621,11 Uluran C-H aromatik (C=C)

2838,6 dan 2867,5 Uluran C-H (CH2)

1375,8 dan 1359,12

1455,8 Tekukan C-H (CH3)

1032,6 dan 1008,6 Tekukan C-H olefin luar bidang

666,13 Uluran C-S

Pada table 4.9 menunjukkan spektrum FT-IR PP-EPDM-Abu ban bekas + 2 phr DKP + 3 phr DVB dengan serapan puncak-puncak pada bilangan gelombang : 3695,10 cm-1 dan 3621,11 cm-1 menunjukkan adanya vibrasi uluran aromatik C=C


(57)

dengan intensitas medium, yang diduga berasal dari DVB; bilangan gelombang 2838 cm-1 dan 2867,5 cm-1 menunjukkan adanya uluran C-H dengan intensitas kuat yang didukung vibrasi tekukan C-H simetrik pada 1375,8 cm-1 dan 1359,12 cm-1 serta tekukan C-H asimetris 1455,8 cm-1. Bilangan gelombang 1032,6 cm-1 dan 1008,6 cm -1

menunjukkan tekukan C-H olefin pada bidang luar. Bilangan gelombang 666,13 cm-1 menunjukkan adanyan senyawa belerang, yang diduga bilangan gelombang dari abu ban.

Dari hasil analisa kajian FT-IR, diketahui bahwa spektrum yang dihasilkan tidak memiliki perubahan gugus yang mencolok. Spektrum yang dihasilkan memiliki nilai yang tidak begitu jauh dengan material-material penyusun tunggalnya. Karena secara teori, spektrum inframerah bahan polimer akan tergantung pada karakteristik struktur kimia satuan ulangnya. Perubahan orientasi ikatan juga mempengaruhi serapan inframerah oleh ikatan kimia satuan ulangnya. Beberapa vibrasi rantai polimer mempunyai frekuensi yang identik sehingga muncul pada pita serapan yang sama. Karena ikatan kimia dalam rantai polimer banyak yang simetris (gugus pada ujung ikatan identik), sehingga vibrasi ikatan ini tidak merubaha polarisabilitas ikatan dan karena itu tidak menyerap radiasi elektromagnet.

Dari analisa ini juga dapat memberikan informasi,bahwa adanya interaksi intermolekular antara PP, EPDM, abu ban bekas, maupun dengan DVB berdasarkan adanya perubahan bilangan gelombang pada masing-masing material penyusun campuran setelah dilakukan pencampuran. Perubahan gelombang memang tidak terlalu mencolok karena material penyusun merupakan bahan-bahan polimer. Hal ini dapat dilihat munculnya bilangan gelombang senyawa belerang 2581,24 cm-1 (tanpa DVB) dan 2581,16 cm-1 (dengan DVB) pada data FT-IR campuran (lihat halaman 47), yang menandakan bahwa abu ban bekas telah melakukan interaksi dengan PP maupun EPDM. Juga bilangan gelombang 3697,03 dan 3621,02 cm-1 yakni vibrasi uluran C=C pada EPDM tidak ditemui lagi pada data FT-IR campuran, karena ikatan C=C yang ada pada EPDM telah melemah karena adanya penyerangan ikatan oleh DKP (lihat halaman 46) sehingga menyebabkan ikatan rangkap terputus untuk disubsitusi dengan radikal lain (abu ban dan DVB) dan tidak terbaca lagi (lihat pada rancangan reaksi hal.44).


(58)

Maka dari itu, peneliti menyimpulkan bahwa antara material-material penyusun campuran hanya terjadi interaksi intermolekular dan tidak terjadi reaksi kimia.


(59)

1. Dekomposisi dikumil peroksida

2. Abstraksi hidrogen dari polimer oleh radikal kumiloksi a. Polipropilena

b. Abu ban bekas

c. Karet EPDM

C O CH3 O C CH3 CH3 C CH3 CH3 CH3 radikal kumiloksi pemanasan

175oC

2 O C CH3 CH3 O H H CH3 C C H + pemanasan 175o H CH3 C C H C CH3 CH3 OH +

polipropilena radikal kumiloksi polipropilena radikal fenil-2-propanol

H S H C C C H S

C

+

Sx H S

C C C H S C Sx pemanasan 175o + C CH3 CH3 OH

abu ban bekas radikal kumiloksi abu ban bekas radikal fenil-2-propanol

C CH3

CH3 O


(60)

3. Pembentukan Kopolimer dengan adanya DVB C H H C H H C C H H H CH3 C C H HC CH H C

H2C C

H H CH CH3 x y z n + C CH3 CH3 O pemanasan 175o C H H C H H C C H H H CH3 C C H HC CH H C

H2C C

H H C CH3 x y z n + C CH3 CH3 OH

karet EPDM radikal kumiloksi

fenil-2-propanol karet EPDM radikal


(61)

H CH3 C C H CH=CH2 CH=CH2 H CH3 C C H CH=CH2 CH-CH2 C H H C H H C C H H H CH3 C C H HC CH H C

H2C C

H H C CH3 x y z n C H H C H H C C H H H CH3 C C H HC CH H C

H2C C H H C CH-CH2 x y z n H S C C C

H S C Sx CH-CH2 C C H3C

H

CH3 H


(62)

C

H H

C

H H

C C

H

H H

CH3

C C

H

HC CH

H

C

H2C C H H

C

CH-CH2

x y

z n

CH-CH2

C C H3C

H

CH3 H

H Sx H C C C

S C

S

Termoplastik elastromer

(Awang, 2007). Radikal yang masih terbentuk pada TPE memungkinkan masuknya radikal lain seperti PP, abu ban maupun DVB yang terbentuk akibat adanya inisiator DKP.


(63)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari penelitian yang telah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Melalui kajian kekuatan tarik, derajat ikat silang, morfologi permukaan maupun analisa gugus fungsi terhadap campuran PP-EPDM-Abu ban bekas + DKP, penambahan DVB meningkatkan kekuatan tarik yaitu 1,79 kgf/mm2 sedangkan tanpa DVB memiliki kekuatan tarik lebih rendah yaitu 1,52 kgf/mm2, derajat ikat silang dengan penambahan DVB lebih tinggi dibandingkan tanpa DVB yakni 87,8% dan 86,3% dimana mengindikasi adanya peningkatan adhesi antarmuka antara matriks PP dengan EPDM dan abu ban bekas. Morfologi permukaan dengan SEM menunjukkan hasil bahwa campuran dengan penambahan DVB memperlihatkan dispersi EPDM dan abu ban bekas yang lebih baik dibanding tanpa penambahan DVB, ditandai dengan banyaknya rongga pada mikrograf pada campuran tanpa DVB. Melalui kajian gugus fungsi dengan FT-IR dapat diketahui bahwa terjadinya interaksi intermolekul antara PP,EPDM,abu ban bekas dan DVB.

5.2. Saran

1. Berdasarkan penelitian yang dilakukan dan hasil yang diperoleh, maka disarankan agar penelitian selanjutnya menentukan ukuran partikel dari abu ban bekas dengan ukuran tertentu agar memaksimalkan hasil campuran yang diperoleh.


(1)

Thitithamamawong, A. 2007. Effect of Different Types of Peroxide on Rheological, Mechanical, and Morphological Properties of Thermoplastic Vulcanizates based on Natural Rubber/Polypropilene. Polymer Testing 26 : 538-544.

Tim Penulis Penebar Swadaya. 1992. Karet : Strategi Pemasaran Tahun 2000 Budidaya dan Pengolahannya. Jakarta : Penebar Swadaya.

Treolar, L.R.G. 1958. The Physics of Rubber Elasticity. London : Oxford University Press.

Wirjosentono, B, dkk. 1995. Analisis dan Karakterisasi Polimer. Edisi Pertama. Medan : Universitas Sumatera Utara.


(2)

(3)

Lampiran 1. Hasil uji SEM PP-EPDM-Abu ban bekas + 3 phr DKP tanpa penambahan DVB perbesaran 1000 kali

Lampiran 2. Hasil uji SEM PP-EPDM-Abu ban bekas + 3 phr DKP tanpa penambahan DVB perbesaran 40000 kali


(4)

Lampiran 3. Hasil uji SEM PP- EPDM-Abu ban bekas + 2 phr DKP dan 3 phr DVB dengan perbesaran 1000 kali

Lampiran 4. Hasil uji SEM PP- EPDM-Abu ban bekas + 3 phr DKP dan 2 phr DVB dengan perbesaran 40000 kali


(5)

Lampiran 5. Spektrum FT-IR dari polipropilena

Lampiran 6. Spektrum FT-IR dari karet Ethylene Propylene Diene Monomer (EPDM)


(6)

Lampiran 7. Spektrum campuran PP-EPDM-Abu ban bekas + 3 phr DKP tanpa penambahan DVB

Lampiran 8. Spektrum campuran PP-EPDM-Abu ban bekas + 2 phr DKP dan 3 phr DVB


Dokumen yang terkait

Studi Pembuatan Plastik Elastomer Dari HDPE Bekas Dan Ban Bekas Dengan Penambahan Dikumil Peroksida Sebagai Inisiator Dan Divinil Benzen Sebagai Zat Pengikat Silang

3 62 72

Sifat Mekanik dan Indeks Alir Lelehan Termoplastik Elastomer dari Campuran Polipropilena Bekas dan Karet SIR 10 dengan Penambahan Dikumil Peroksida dan Divinilbenzena

0 73 66

Persentase Ikat Silang dan Morfologi Termoplastik Elastomer dari Campuran Polipropilena Bekas dan Karet Sir 10 dengan Penambahan Dikumil Peroksida dan Divinil Benzena

0 60 67

Studi Pembuatan Termoplastik Elastomer Dari Polipropilena-Karet Sir 10 Dengan Penambahan Dikumil Peroksida Sebagai Inisiator Dan Divinil Benzena Sebagai Zat Pengikat Silang

4 46 76

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Plastik - Persentase Ikat Silang dan Morfologi Termoplastik Elastomer dari Campuran Polipropilena Bekas dan Karet Sir 10 dengan Penambahan Dikumil Peroksida dan Divinil Benzena

0 0 12

Persentase Ikat Silang dan Morfologi Termoplastik Elastomer dari Campuran Polipropilena Bekas dan Karet Sir 10 dengan Penambahan Dikumil Peroksida dan Divinil Benzena

0 1 13

Sifat Mekanik dan Indeks Alir Lelehan Termoplastik Elastomer dari Campuran Polipropilena Bekas dan Karet SIR 10 dengan Penambahan Dikumil Peroksida dan Divinilbenzena

1 1 13

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Polimer - Pengaruh Penambahan Pengisi Tandan Kosong Kelapa Sawit Pada Komposit Termoplastik Elastomer Dari Polipropilena- Karet Ethylene Propylene Diene Monomer

0 0 17

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Pengaruh Penambahan Pengisi Tandan Kosong Kelapa Sawit Pada Komposit Termoplastik Elastomer Dari Polipropilena- Karet Ethylene Propylene Diene Monomer

0 0 7

Pengaruh Penambahan Pengisi Tandan Kosong Kelapa Sawit Pada Komposit Termoplastik Elastomer Dari Polipropilena- Karet Ethylene Propylene Diene Monomer

0 0 13