Evaluasi Penyelenggaraan Car Free Day Dago Untuk Mendukung Transportasi Berkelanjutan Di Kota Bandung

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN

Bab ini merupakan bab pendahuluan yang berisikan mengenai hal-hal yang mendasar dalam proses penelitian ini serta sebagai gambaran laporan secara keseluruhan mengenai penelitian yang dilakukan. Bab ini meliputi latar belakang, perumusan masalah, tujuan, sasaran, ruang lingkup penelitian, metodologi penelitian, kerangka pemikiran dan sistematika pembahasan.

1.1. LATAR BELAKANG

1.1.1. Permasalahan Transportasi Perkotaan “Khususnya Kota Bandung” Sebagian besar kota-kota di Indnesia telah mengalami kemacetan lalu lintas yang sangat tajam, luas pengembangan dan jaringan transportasi yang tidak efesien telah menjadi salah satu perhatian utama bagi kalangan pembuat kebijakan. Tanpa perubahan kebijakan dan investasi dibidang transportasi mendorong semakin meningkatnya penggunaan kendaraan bermotor dan ketergantungan pada bahan bakar fosil, sambil meningkatnya polusi udara, kemacetan telah menghabiskan waktu produktif warga perkotaan diperjalanan.

Masalah ini biasanya timbul pada kota yang penduduknya lebih dari 2 juta jiwa seperti kota Jakarta, Bandung, Surabaya, Medan dan Jogyakarta dan Makasar. Salah satu penyebab utama kemacetan diperkotaan adalah urbanisasi dan pola penggunaan alat transportasi, lalu lintas yang sangat cepat memburuk dan kondisi lingkungan yaang terdegradasi. Sebagai langkah awal, diperlukan komitmen politis yang kontinue untuk memberikan prioritas terhadap moda transportasi yang efisien (berkendara, berjalan kaki, bersepeda) sehingga mampu mengadaptasi pola penggunaan lahan yang sudah ada (Cervero, 1998).

Namun demikian, dibanyak kota-kota berkembang sepertinya pengaruh keputusan berlokasi yang baik bagi individu atau suatu lembaga disertai dukungan finansial yang mumpuni akan membentuk citra atau identitas dan pola tata guna lahan pada kota tersebut. Dengan demikan, peningkatan aktivitas penduduk akan mempengaruhi besarnya perjalanan yang dibutuhkan sehingga kota-kota seperti itu seringkali menjalankan ekspansi ruang dengan pesat dan kecenderungannya, seringkali menyukai bentuk kota yang tergantung pada mobil yang disertai pembangunan/pembukaan ruas-ruas jalan dipusat kota dengan maksud


(2)

2 meningkatkan atau mempertahankan pertumbuhan disepanjang koridor utama dan dipusat-pusat kota tersebut.

Sebagai kota yang sedang berkembang, Kota Bandung telah mengalami peralihan menjadi kota perdagangan barang dan jasa, dan banyak industri. Hal ini menjadi salah satu daya tarik untuk tinggal diperkotaan yang lebih menjanjikan peluang pekerjaan.

Tabel I-1

Persentase penduduk Indonesia yang tinggal di perkotaan

Tahun % (Persen)

1920 5,8

1980 17

1990 25,4

1925 59,5

(Sumber : Sensus Penduduk Indonesia)

Dari Tabel I-1 di atas, terlihat bahwa pada tahun 2025 sekitar 60% orang akan tinggal diperkotaan, selain tingginya jumlah penduduk diperkotaan semakin mempercepat ekspansi ruang kosong menjadi kawasan terbangun seperti kawasan industri, perumahan, perkantoran dan lain-lain. Faktor lain penyebab kemacetan di Kota Bandung adalah meningkatnya kecenderungan para pemakai jasa transportasi menggunakan kendaraan pribadi (mobil dan motor) dibandingkan dengan kendaraan umum. (Menurut Tamin, 2000) jumlah pergerakan yang tertarik ke suatu tata guna lahan atau zona tarikan pergerakan adalah tarikan lalu lintas yang mencakup lalu lintas yang menuju atau tiba kesuatu lokasi yang dipengaruhi oleh pergerakan lalu lintas zona eksternal dan zona internal dalam suatu daerah/kota.

Permasalahan transportasi perkotaan umumnya meliputi kemacetan lalulintas, parkir, angkutan umum, polusi dan masalah ketertiban lalu lintas (Munawar, 2004). Kemacetan lalulintas akan selalu menimbulkan dampak negatif, baik terhadap pengemudinya sendiri maupun ditinjau dari segi ekonomi dan lingkungan. Namun, meningkatnya kesadaran warga mendorong lahirnya penyelenggaraan Car Free Day Dago sebagai sikap parsipatif masyarakat dalam inisiatif global mengurangi penggunaan kendaraan bermotor.


(3)

3 Sebagai kampanye praktis yang rutin dilaksanakan, manfaat pelaksanaan Car Free Day Dago awalnya adalah untuk mepublikasikan manfaat penggunaan angkutan umum, sepeda, sepatu roda dan moda alternatif lainnya bagi warga kota. Seiring dengan perkembangan dan penyelenggaraan Car Free Day sampai saat ini, adalah sebuah langkah awal untuk mendapatkan momentum katalisator dalam proses yang jauh lebih besar dan berkesinambungan dalam meningkatkan kesadaran penduduk perkotaan untuk menciptakan ruang publik. Tujuan dari proyek ini adalah untuk :

 Mendorong penggunaan alat transportasi alternatif selain kendaraan pribadi seperti angkutan umum, sepeda dan fasilitas pejalan kaki

 Meningkatkan kesadaran dan menginformasikan kepada warga kota bahwa apabila penggunaan kendaraan pribadi tidak bisa dikendalikan baik dari sisi kelancaran pergerakan masyarakat maupun dari segi kualitas udara kota maka akan sangat merugikan masyarakat secara keseluruhan baik dari segi ekonomi, lingkungan dan kesehatan masyarakat sehingga mendorong menurunnya kemampuan suatu kota.

 Dapat mensimulasikan suasana dan kondisi kota yang humanis, dimana masyarakat memiliki kesetaraan akses dan kesamaan guna terhadap ruang terbuka publik sehingga diharapkan meningkatkan rasa memiliki kota  Menambah simpul-simpul ruang sebagai bentuk peran pemerintah dalam

upaya mengatasi minimnya tempat dan fasilitas kegiatan olahraga dan rekreasi bagi masyarakat dalam rangka meningkatkan gaya hidup sehat di masyarakat

1.1.2. Munculnya Ide Car Free Day di Kawasan Dago

Sebagai kota metropolitan terbesar ke empat setelah Jakarta, Surabaya, Medan, Bandung merupakan salah satu tujuan wisatawan, mulai dari wisata belanja, pendidikan, fesyen, kuliner dan menjadi salah satu kota paling modern di Indonesia. Car Free Day merupakan isu perkotaan yang diadaptasi sebagai isu global, Penyelenggaraan Car Free Day Dago pertama kali digagas oleh Republic of Entertainment melalui kegiatan Dago Walking Day pada tanggal 20 April 2008


(4)

4 yang bertempat di sepanjang Jalan Ir. H. Juanda (Dago) hingga Taman Ganesha dalam rangka memperingati Hari Bumi tanggal 22 April.

Kegiatan yang sama dilakukan tahun berikutnya, yaitu pada hari Minggu, 19 April 2009 kali ini mengambil lokasi dari Simpang Dago hingga Taman Cikapayang. Barulah pada Tahun 2010, yaitu pada Tanggal 9 Mei 2010, Dago Walking Day diadakan bersamaan dengan peresmian areal Dago Car Free Day oleh Pemerintah Kota Bandung dan didukung beberapa komunitas kreatif Bandung lainnya.

Inisiatif pelaksanaan awal Car Free Day saat itu, merupakan bagian dari pendekatan yang bertujuan untuk mengurangi polusi udara dari kendaraan berbahan bakar fosil (bermotor) sebagai dampak modernisasi penggunaan alat transportasi. Ide dibalik Car Free Day adalah untuk mempertimbangkan kembali transportasi perkotaan dengan prospek berbagi jalan yang lebih efisien.

Sebagai isu perkotaan yang diadaptasi oleh fenomena pembangunan berkelanjutan dengan memberikan kesempatan bagi warga kota atau masyarakat luas khususnya masyarakat perkotaan yang ada dicekungan Bandung untuk ikut mengambil tindakan pribadi dan konstruktif yang didasarkan inisiatif global untuk mengurangi efek rumah kaca. Pelaksanaan Car Free Day Dago diharapkan akan memberikan demonstrasi praktis tentang bagaimana kualitas udara dapat ditingkatkan di pusat kota atau lokasi lain.

Seiring berjalannya waktu, kegiatan Car Free Day di Kota Bandung memiliki fungsi baru sebagai ruang publik yang keberadaannya mulai langka akibat pertumbuhan kota yang diimbangi akan pembangunan gedung dan bangunan sehingga perlahan mengikis kebaradaan ruang terbuka hijau. Sebagai dampak tingginya kebutuhan lahan dan nilai lahan dalam satuan harga mengakibatkan fenomena pelebaran kota, dimana jarak tempat tinggal penduduk dengan lokasi bekerja menjadi sangat jauh sehingga memaksa masyarakat untuk memiliki kendaraan.

Adapun dampak sebagai akumulasi penggunaan kendaraan pribadi adalah kemacetan dan polusi udara sehingga masyarakat merasa tidak nyaman dengan kota yang mereka tinggali dan kurangnya ruang privasi bagi warga yang disikapi dengan kesadaran beberapa elemen masyarakat sebagai bentuk gerakan sosial


(5)

5 untuk mendorong perubahan gaya hidup sehat di masyarakat yaitu dengan mendorong pemerintah untuk pentingnya menyediakan/memberikan simpul-simpul ruang bagi masyarakat dalam berolahraga maupun rekreasi.

Dalam rangka mengatasi minimnya ruang terbuka bagi masyarakat, bertepatan dengan aksi inisiatif global dalam mengurangi efek rumah kaca membuat penyelenggaraan Car Free Day Dago sebagai kampanye praktis untuk mengimplementasikan kampanye penyadaran masyarakat agar lebih efisien dalam penggunaan alat transportasi (penggunaan sarana transportasi alternatif) dan mendorong gaya hidup sehat melalui penyediaan simpul-simpul ruang terbuka publik baik untuk olahraga maupun rekreasi yang dapat menjangkau semua lapisan warga. Sehingga keberadaan pelaksanaan Car Free Day Dago menjadi sangat penting dalam menekankan perubahan pola perilaku masyarakat terhadap lingkungan yang berkelanjutan yaitu mempromosikan penggunaan sarana transportasi alternatif dalam rangka mengurangi pencemaran udara.

1.1.3. Perkembangan Pelaksanaan Car Free Day Dago

Menurut (Prasetyo & Argo, 2013) Car Free Day merupakan isu perkotaan yang diadaptasi sebagai isu global, tapi prakteknya bergantung pada identitas lokalnya dimana Car Free Day tersebut berlangsung, termasuk yang terjadi di Kota Bandung. Tarik menarik global–lokal, serta pengaruh budaya, peristiwa sosial, ekonomi dan lingkungan akan sangat mempengaruhi citra dan identitas produksi ruang tersebut.

Keseluruhan situasi sosial yang meliputi aspek tempat (places), pelaku (actor), dan aktivitas (activity) yang berinteraksi secara sinergis dan bersamaan akan berpengaruh terhadap pola aktivitas masyarakat dalam kaitan mengemas pelaksanaan Car Free Day tersebut terhadap tujuan yang ingin dicapai. Kegiatan Car Free Day di Kota Bandung saat ini belum diatur dalam suatu aturan secara khusus, keberadaanya masih berada dalam ruang lingkup Peraturan Daerah Kota Bandung Tentang Penyelenggaraan Ketertiban, Kebersihan, dan keindahan.

Pemberlakuan Peraturan Daerah Kota Bandung tersebut seyogianya dapat membatasi perilaku manusia di Kota Bandung khususnya dalam program Car Free Day saat ini. Selain itu, kegiatan Car Free Day di Kota Bandung dibatasi


(6)

6 juga oleh Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 9 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Sampah yang bertujuan untuk menghadapi permasalahan sampah yang ada di Kota Bandung yang memberikan dampak negatif bagi estetika, kebersihan, kenyamanan, dan kesehatan masyarakat.

Kondisi kegiatan Car Free Day Dago saat ini lebih cenderung kepada suatu ajang hiburan dan ruang rekreasi bagi masyarakat Kota Bandung, dengan berbagai aktivitas yang dilakukan didalamnya. Para pengunjung menikmati hiburan-hiburan dan berbelanja di sepanjang area Car Free Day. Dengan semakin padatnya masyarakat yang berdatangan ke area Car Free Day, berdampak pada

- Meningkatnya kondisi lalu lintas mulai dari titik awal pengunjung sampai ke daerah sekitar Kawasan Dago.

- Menurunnya jumlah dan kualitas akses yang tersedia, akibat peningkatan jumlah kendaraan pengunjung yang parkir dan bergerak dipinggiran area tersebut.

- Hilangnya fungsi pejalan kaki akibat parking on street dan pedagang kaki lima (PKL)

- Meningkatnya produksi sampah yang dihasilkan akibat kurangnya sikap kooperatif yang ditunjukan antara pelaksana dan masyarakat untuk mengemas muatan pesan dan sistem aktivitas yang disajikan kepada pengunjung


(7)

7 Gambar 1.1


(8)

8 Menurut (Prasetyo & Argo,2012) Car Free Day Dago merupakan manipulasi citra kota melalui aktivitas tertentu agar kota tersebut dapat dipandang sebagai lingkungan hidup perkotaan yang berkelanjutan. Sebagai fenomena aksi global dalam mengurangi efek rumah kaca, melalui Car Free Day Dago yang dibungkus sebagai ruang terbuka publik. Pelaksanaan Car Free Day Dago saat ini, dimaksudkan untuk mendukung transportasi berkelanjutan yaitu, upaya untuk mendukung penggunaan angkutan umum/massal dan tidak bermotor.

1.2. RUMUSAN MASALAH

Pelaksanaan Car Free Day di Kota Bandung saat ini belum diatur dalam suatu aturan secara khusus, keberadaanya masih berada dalam ruang lingkup Peraturan Daerah Kota Bandung Tentang Penyelenggaraan Ketertiban, Kebersihan, dan keindahan. Sebagai salah satu upaya mempromosikan penggunaan sarana transportasi alternatif, dengan maksud penyadaran masyarakat untuk mendukung pengembangan transportasi berkelanjutan yaitu penggunaan angkutan umum/massal dan tidak bermotor di Kota Bandung.

Permasalahan–permasalahan diatas menimbulkan pertanyaan yang harus dijawab dalam penelitian init yaitu :

 Bagaimana karakteristik pengunjung yaitu titik awal pergerakan pengunjung dan bentuk kepemilikan masing-masing kendaraan/moda yang dimiliki pengunjung.

 Bagaimana pemilihan penggunaan moda oleh pengunjung a. Moda yang digunakan pengunjung ke Car Free Day Dago? b. Moda andalan responden dalam berkativitas?

 Bagaimana tingkat ketahuan pengunjung tentang tujuan penyelenggaraan Car Free Day Dago, dalam rangka mendukung pengembangan

transportasi berkelanjutan?

 Bagaimana manfaat yang dirasakan pengunjung terkait penyelenggaraan Car Free Day Dago saat ini, untuk mendukung transportasi berkelanjutan di Kota Bandung?


(9)

9 1.3. TUJUAN

Tujuan dari penelitian ini berjudul “Evaluasi Penyelenggaraan Car Free Day Dago, untuk mendukung pengembangan transportasi berkelanjutan di Kota Bandung” yaitu

 Mengidentifikasi karakteristik pengunjung yaitu titik awal pergerakan pengunjung dan bentuk kepemilikan masing-masing kendaraan/moda yang dimiliki pengunjung

 Mengevaluasi penyelenggaraan Car Free Day Dago dilihat dari kategori kepemilikan kendaraan dan pemilihan pengunaan kendaraan/moda, baik moda yang digunakan ke Car Free Day Dago maupun moda andalan dalam beraktivitas dalam rangka mendukung pengembangan transportasi berkelanjutan di Kota Bandung.

 Mengetahui tingkat ketahuan pengunjung pengunjung tentang tujuan penyelenggaraan Car Free Day Dago, dalam rangka mendukung pengembangan transportasi berkelanjutan

 Mengetahui bobot manfaat yang dirasakan pengunjung terkait penyelenggaraan Car Free Day Dago saat ini, untuk mendukung pengembangan transportasi berkelanjutan di Kota Bandung

1.4. SASARAN

Melihat dan mengefektifkan pesan kampanye yang disampaikan dalam pelaksanaan Car Free Day Dago, untuk mendukung pengembangan transportasi berkelanjutan di Kota Bandung.

1.5. RUANG LINGKUP PENELITIAN 1.5.1.Ruang Lingkup Wilayah

Penelitian ini merupakan studi kasus yang lokasinya berada di Jl IR, H Djuanda yaitu sepanjang jalan Simpang Dago hingga Cikapayang. Dengan panjang area 1200 meter (1,2 Km) yang meliputi Kawasan Dago dengan segmen sebagai tempat pelaksanaan Car Free Day Dago setiap minggunya.


(10)

10

Gambar 1.2


(11)

1.5.2 Ruang Lingkup Materi

Ruang lingkup materi mencakup pembahasan tentang dampak dan aktivitas pengunjung terkait maksud dan tujuan pelaksanaan Car Free Day diadakan, yang didasarkan pada beberapa elemen : karakteristik penggunaan moda, kepemilikan kendaraan, manfaat Car Free Day terhadap pengunjung. Dimana untuk melaksanakan program hari bebas berkendaraan, memerlukan kemauan politik yang sangat kuat, diamana harus ada hubungan yang sangat kompatibel antara pemerintah dan masyarakat lokal setempat, yang secara langsung akan mempengaruhi program tersebut.

Hari bebas kendaraan bermotor (Car Free Day) merupakan salah satu upaya menyeluruh kampanye praktis dalam pengembangan dan implementasi untuk meningkatkan penggunaan moda transportasi berkelanjutan. Berdasarkan Strategi Inovasi Lingkungan Asia – Pasifik (APEIS), penyelenggaraan Car Free Day bukanlah untuk menghapus semua kendaraan bermotor dari jalan-jalan, melainkan untuk membujuk warga menggunakan moda transportasi yang efektif dan, dimana perilaku transportasi sangat berdampak terhadap kualitas hidup masyarakat, seperti tersedianya ruang terbuka publik yang aman, mempromosikan masyarakat yang aktif dan sehat, dan menyediakan ruang rekreasi sebagai interaksi sosial. Pembahasan dalam penelitian ini berawal dari:

1. Bangkitan kendaraan yang masih tinggi didaerah sekitar pelaksanaan Car Free Day Dago yang disebabkan banyaknya pengunjung yang membawa kendaraan roda empat dan roda dua yang parkir di sekitar kawasan atau ruas-ruas jalan yang terdapat di sekitar area pelaksanaan Car Free Day Dago

2. Kurangnya efektifnya manfaat penyelenggaraan Car Free Day Dago terhadap pengunjung maupun masyarakat luas apabila diintegrasikan dengan penggunaan transportasi berkelanjutan (angkutan massal dan kendaraan tidak bermotor), hal ini tercermin dari pemilihan moda yang digunakan pengunjung dan bangkitan kendaraan secara keseluruhan dijalan-jalan Kota Bandung sendiri yang masih tinggi khususnya pada saat pelaksanaan Car Free Day Dago.


(12)

3. Tidak adanya penataan aktivitas pengunjung yang mendorong kurang efektifnya publisitas muatan pesan yang disampaikan terhadap pengunjung dan masyarakat luas. Dalam mendukung pengembangan transportasi berkelanjutan di Kota Bandung.


(13)

13

Gambar 1.3 Kerangka pemikiran

Sebagai bagian dari inisisitiaf global dalam pembangunan transportasi berkelanjutan menjadi suatu tantangan untuk mencapai kualitas hidup yang lebih baik bagi semua, untuk saat ini, esok dan generasi mendatang. Sebagai implementasi melalui pendekatan patisipatif pelaksanaan Car Free Day dengan pelibatan aktif seluruh pemangku kepentingan yaitu Masyarakat, Komunitas dan Pemerintah

Munculnya pemanfaatan ruang terbuka kawasan dan jalan sebagai ruang aktivitas publik yang melibatkan banyak fungsi dan interaksi sosial didalamnya, sebagai bagian dari mendukung pengembangan transportasi berkelanjutan

Perkembangan penyelenggaraan Car Free Day di eropa dan belahan bumi

lainnya

1. Pertumbuhan jumlah penduduk dan proses urbanisasi yang cepat

2. Meningkatnya daya beli masyarakat terhadap kendaraan

Karakteristik penggunaan moda dan tingkat ketahuan pengunjung terkait tujuan penyelenggaraan Car Free Day

Dago, untuk mendukung pengembangan transportasi berkelanjutan

Evaluasi penyelenggaraan Car Free Day Dago untuk mendukung pengembangan

transportasi berkelanjutan di Kota Bandung

1. Karakteristik kepemilikan kendaraan

2. Pemilihan penggunaan kendaraan / moda

Fenomena pelebaran kota mendorong masyarakat untuk memiliki kendaraan dalam memenuhi kebutuhan mobilitas sesuai dengan kebutuhan dan dirinya


(14)

1.6. Metodologi Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini mencakup metode pengumpulan data, tehnik pengambilan sampel dan metode analisis data. Berikut akan dijelaskan mengenai metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini. 1.6.1. Metode Pengumpulan Data

Dalam pembuatan laporan penelitian ini dilakukan beberapa cara untuk mengumpulkan informasi-informasi yang terkait dengan pelaksanaan Car Free Day Dago. Data/informasi itu terdiri dari data primer dan data sekunder. Untuk lebih jelasnya diuraikan di bawah ini:

1.6.1.1 Data Primer

Data primer adalah data yang dapat dicari melalui observasi (pengamatan) dan kuesioner. Observasi adalah cara untuk mendapatkan suatu data dengan melakukan kegiatan langsung ke lapangan. Kuesioner adalah cara untuk mendapatkan data dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan yang secara tertutup dalam beberapa lembar kertas. Dalam studi ini menggunakan data primer yaitu menyebar kuesioner kesetiap pengunjung yang ditemui di wilayah studi. Penyebaran kuesioner ini dilakukan untuk mengetahui atau mencari informasi terkait karekteristik penggunaan moda, tingkat ketahuan pengunjung, bentuk kepemilikan kendaraan, asal pengunjung sebagai titik awal pergerakan pengunjung dan persepsi manfat pengunjung dan muatan pesan yang muncul dan disampaikan kepada pengunjung sebagai kemasan (citra) dari hasil Car Free Day tersebut.

1.6.1.2 Data Sekunder

Data sekunder diperoleh tidak dari pengamatan langsung di lapangan melainkan dari instansi – instansi terkait, seperti: Dinas Perhubungan Kota Bandung, Satuan Pamong Praja (satpol PP), PD Kebersihan Kota Bandung dan Kepolisian sebagai instansi yang memiliki kewenangan dan bertanggung jawab dalam pelaksanaan Car Free Day di Kota Bandung. Pengumpulan data dengan menggunakan data sekunder, yaitu dengan meminta data/dokumen berupa softcopy maupun hardcopy dan wawancara berkaitan dengan uraian tugas masing-masing instansi dan teknis operasional serta kebijakan terkait pelaksanaan Car Free Day di Kota Bandung khususnya di wilayah studi.


(15)

1.6.2. Teknik Pengambilan Sampel

Sampel adalah sebagian dari populasi yang dipergunakan sebagai sumber data. Didalam penelitian ini, penarikan sampel yang digunakan adalah Sampling Incidental/kebetulan. Sampling Incidental yaitu penentuan sampel berdasarkan kebetulan yaitu siapa saja yang secara kebetulan/incidental bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel bila dipandang orang yang kebetulan ditemui cocok sebagai sumber data (Sugiyono, 2005). Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode penelitian survey, yaitu penelitian yang mengambil sample dari suatu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data yang utama. Populasi merupakan keseluruhan obyek penelitian sebagai sumber data yang memiliki karakteristik tertentu di dalam suatu penelitian, dan sample merupakan himpunan bagian dari populasi yang menjadi obyek sesungguhnya.

Menurut Pamela L.Alreck dan Robert B. Seetle dalam bukunya The Survey Research Hanbook untuk populasi yang besar, sampel minimum kira-kira 100 responden dan sampel maksimumnya adalah 1000 responden, secara lebih rinci Jack E. Fraenkel dan Norman E. Wallen menyatakan bahwa minimum sampel adalah 100 untuk studi deskriptif. Maka jumlah pengunjung yang ditemui di area Car Free Day Dago yang dijadikan sampel adalah sebanyak 100 orang.

1.6.3. Teknik Analisis Data

Berikut metode yang digunakan dalam analisis penelitian ini: 1. Metode Analisis Deskriptif Kualitatif

Metode analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif kualitatif yang bertujuan untuk mempelajari dan menganalisis : terkait karekteristik penggunaan moda, tingkat ketahuan pengunjung, bentuk kepemilikan kendaraan, asal pengunjung sebagai titik awal pergerakan dan persepsi manfaat yang disampaikan kepada pengunjung sebagai kemasan (citra) dari hasil penyelenggaraan Car Free Day.

2. Analisis tabulasi silang (nilai chi-square), untuk mengetahui hubungan antara bentuk kepemilikan kendaraan dengan karakteristik pemilihan penggunaan moda, (moda yang digunakan ke Car Free Day Dago dan moda andalan dalam beraktivitas) dan tujuan penyelenggaraaan Car Free


(16)

Day Dago berdasarkan pengetahuan responden maka dilakukan analisis menggunakan analisis tabulasi silang (nilai chi-square). Ada tidaknya hubungan antara bentuk kepemilikan kendaraan dengan karakteristik pemilihan penggunaan moda, (moda yang digunakan ke Car Free Day Dago dan moda andalan dalam beraktivitas) dan tujuan penyelenggaraaan Car Free Day Dago berdasarkan pengetahuan responden dapat diketahui dengan nilai chi-square. Output yang dihasilkan adalah hubungan antara bentuk kepemilikan kendaraan dengan karakteristik pemilihan penggunaan moda, (moda yang digunakan ke Car Free Day Dago dan moda andalan dalam beraktivitas) dan tingkat ketahuan pengunjung tentang tujuan penyelenggaraaan Car Free Day Dago, untuk mendukung pengembangan transportasi berkelanjutan di Kota Bandung.

3. Metode Pembobotan Skoring

Menurut Malczewski (1999), terdapat beberapa cara pembobotan, pembobotan bisa dilakukan dengan metode ranking, rating, pairwise, comparison, dan trade-off analysis. Pada penelitian ini metode yang digunakan adalah metode ranking menggunakan scoring dengan metode pemberian bobot yang sederhana, dimana dalam penyusunannya bobot dibuat dalam tingkatan tertentu. Kriteria dan bobot dibuat berdasarkan persepsi responden. Penelitian ini dibagi kedalam 5 variabel yang memiliki skor dari 5 untuk penilaian manfaat Car Free Day dari sangat besar manfaatnya, dan sampai 1 untuk penilaian manfaat Car Free Day dari sangat kecil manfaatnya

Tabel I-2

Pembobotan manfaat Car Free Day Dago berdasarkan persepsi pengunjung dengan metode ranking

No Persepsi Bobot

1 Sangat Besar manfaatnya (SBM) 5

2 Besar Manfaatnya (BM) 4

3 Cukup Manfaatnya (CM) 3

4 Kecil Manfaatnya (KM) 2


(17)

Output yang dihasilkan adalah untuk mengetahui manfaat yang paling dirasakan masing-masing pengunjung dalam setiap penyelenggaraan Car Free Day diadakan/dilaksanakan

1.7. Sistematika Penulisan

Secara sistematis penulisan penelitian ini dijabarkan sebagai berikut :

Bab I Pendahuluan, yang berisikan tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan sasaran studi, ruang lingkup wilayah dan materi, kebutuhan data, kerangka pemikiran studi, teknik pengumpulan data, metodologi penelitian studi, analisis data dan sistematika penulisan.

Bab II Tinjauan Pustaka, Fenomena kota tanpa mobil diranah perkotaan, transportasi berkelanjutan, Best Practice penyelenggaraan Car Free Day Bogota sebagai kota berkelanjutan dan partisipasi masyarakat.

Bab III Gambaran Umum Wilayah Penelitian, yang berisikan gambaran umum wilayah studi yaitu Profil wilayah penelitian “Jl, Ir, H Djhuanda, aturan dan ketentuan dalam pelaksanaan Car Free Day Dago, pembanding penyelenggaraan Car Free Day berdasarkan lokasi pelaksanaan, Peranan partisipasi masyarakat/LSM dalam pelaksanaan Car Free Day Dago, dampak positif pelaksanaan Car Free Day di Kota Bandung dan permasalahan & standar operasional prosedur (SOP) pelaksanaan Car Free Day di Kota Bandung

Bab IV Hasil dan Pembahasan, Dalam bab ini menjelaskan mengenai analisis yang berkaitan dengan hasil penyebaran kuesioner, dimana analisis yang digunakan adalah anilisis tabulasi silang dan pembobotan berdasarkan rangking.

Bab V Kesimpulan dan Saran, yang berisikan kesimpulan dari penelitian ini dan saran bagi pemerintah daerah dan penelitian lanjutan.


(18)

19 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisikan penjelasan mengenai teori dan

kebijakan-kebijakan/peraturan yang berhubungan dengan tema penelitian yang bersumber dari studi literatur (pustaka), dimana di dalamnya terdiri dari penjelasan mengenai Fenomena kota tanpa mobil di ranah perkotaan, transportasi berkelanjutan, keterlibatan Stakeholder, partisipasi masyarakat.

2.1. Fenomena Kota tanpa Mobil di Ranah Perkotaan

Kegiatan bebas mobil dimulai setengah abad yang lalu dikota-kota tua eropa seperti, Denmark, Swedia, Germany dan Belanda yang dirancang untuk mengekplorasi pusat kota dan lingkungan perkotaan menjadi zona pejalan kaki yang lebih menarik dengan mengubah menjadi festival dan pasar. Sehingga masyarakat dapat menvisualisasikan dan terlibat pergesaran kebijakan untuk menemukan alternatif moda angkutan yang lebih efisien dan biaya yang efektif, upaya zona pejalan kaki tersebut ditindak lanjuti dengan pembangunan sistem angkutan dengan menghubungkan angkutan langsung ke kawasan pejalan kaki. (Sheurer,2008) menunjukkan bahwa sekitar bahwa 75% dari penduduk seperti di Dortmund, 41% dari penduduk dikota-kota Jerman Barat hidup tanpa mobil, dan 50% dikota-kota Jerman Timur atau kota-kota besar Eropa dari Amsterdam, Copenhagen, Edinburgh, dan Wina.

Penolakan penerapan transportasi berkelanjutan diranah perkotaan seringkali muncul dari tingkah laku para pembuat kebijakan dengan mencerminkan :

1. Sepeda dianggap sebagai bentuk sarana transportasi tradisional,

samasekali tidak modern dan tidak cocok dengan citra sebuah kota maju 2. Pembuatan jalan baru yang bertingkat, jalan layang, pelebaran jalan atau

peningkatan arus lalu lintas sering dianggap sebagai jalan keluar akibat kemacetan yang sudah ada

3. Pejalan kaki, pengguna sepeda dan supir angkutan umum dianggap


(19)

20 Gambar 2.1

Kepemilikan kendaraan di kota-kota besar dunia

(Sumber : Kemajuan bebas mobil di ranah urban, Andy Likuski, 2009) Seiring dengan manfaat dan semakin populernya, momentum gerakan tanpa mobil banyak terjadi diluar Eropa seperti kota-kota Amerika maupun amerika latin yang berorientasi pada penggunaan sepeda (ciclovia) dan dikaitkan dengan hari bebas tanpa mobil sebagai inisiatif pembatasan penggunaan kendaraan bermotor yang berkembang menjadi pemanfaatn ruang jalan sebagai wadah aktivitas publik. Berdasarkan adaptasi dari buku yang ditulis Michael Dobbins (2009, p.p134-137) dan organisasi “Project of Public Spaces”, sebuah Pusat Kegiatan Warga sebagai ruang publik dapat memiliki aktivitas sebagai berikut di dalamnya:

1. Pendidikan (institusional) 2. Kesehatan (institusional) 3. Layanan Publik (institusional) 4. Komunitas (Institusional) 5. Berjalan-jalan (rekreasi) 6. Berolahraga (rekreasi) 7. Bersantai (rekreasi) 8. Budaya (rekreasi)


(20)

21 9. Belanja (rekreasi)

Perubahan daya tarik Kota Bandung saat ini tentunya mempengaruhi perkembangan ruang‐ruang rekreasi yang muncul dan memiliki segmen pasar tersendiri, fasilitas rekreasi yang berkembang di Bandung memang tidak hanya untuk warga Bandung sendiri, tetapi lebih banyak digunakan untuk menarik pengunjung dari luar kota. Itulah yang disebut dengan komersialisasi kota, dimana konsep citra kota dijadikan penarik nilai komersialisasi untuk pendapatan kota.

Keberadaan taman hiburan ini semakin menciptakan kesenjangan sosial di Kota Bandung dengan adanya pembatasan harga dimana elemen masyarakat tidak memiliki kesempatan dan akses yang sama). Harga yang ditawarkan hanya mampu dijangkau oleh masyarakat kelas menengah ke atas. Fenomena tersebut mengukuhkan Bandung menjadi kota modern yang terkesan hanya untuk kalangan menengah ke atas sehingga sangat bertentangan dengan aspirasi publik dimana perencanaan/pembanguanan suatu kota itu disesuaikan dengan kebutuhan, kondisi dan keinginan dimasyarakat.

Meskipun juga terdapat tempat‐tempat hiburan yang terjangkau, namun tidak semenarik tempat‐tempat rekreasi di atas. Beberapa lokasi tempat rekreasi yang hanya bisa dinikmati oleh kalangan menengah ke atas seperti : mall‐mall yang ada di Bandung terutama mall‐mall ekslusif PVJ Mall, BSM, BCW, Ciwalk, dll, kemudian Trans Studio, FO dan Distro, serta kafe‐kafe dan restoran mahal. Sedangkan untuk masyarakat menengah kebawah biasanya menghabiskan waktu di taman‐taman kota, pusat perbelanjaan yang terjangkau ataupun diarea pelaksanaan Car Free Day. Berikut tipologi ruang‐ruang rekreasi berdasarkan kelas sosial masyarakat (Wardhani,2012).

2.2 Transportasi Berkelanjutan

Tujuan utama dari Transportasi Berkelanjutan berbasis Lingkungan (EST) adalah untuk membangun pemahaman bersamatentang kebijakan dan implementasi/praktik teknologi transportasi yang ramah lingkungan seperti

 Merangsang teknologi kendaraan yang hemat bahan bakar

 Nol kematian, yang didasarkan pada infrastruktur transportasi yang ramah bagi pejalan kaki dan pengguna sepeda


(21)

22  Standar kebisingan dan pengendalian emisi

 Peningkatan pelayanan angkutan umum dan penerapan manajemen permintaan transportasi yang mengadopsi keadilan sosial (aman, handal, terjangkau, dan efisien)

Konsep transportasi berkelanjutan ini telah diterapkan hampir diseluruh dunia termasuk di Indonesia karena dampak positif yang ditimbulkan untuk lingkungan, masyarakat dan ekonomi.

2.2.1 Definisi Transportasi Berkelanjutan

Indikator transportasi berkelanjutan merupakan sebuah perlengkapan yang digunakan untuk menganalisa pengaruh dari objek transportasi terhadap lingkungan serta untuk memeriksa berbagai kemungkinan dan kondisi yang akan terjadi dari penerapan konsep transportasi berkelanjutan tersebut. Berbagai ahli transportasi telah mencoba membuat daftar perlengkapan dari indikator tersebut sehingga daftar tersebut semakin bervariasi dan bermacam-macam. Indikator ini diperlukan dalam penerapan suatu sistem trasnportasi agar berkelanjutan. Sistem transportasi tersebut harus memperhatikan berbagai indikator yang ada agar bisa bermanfaat bagi lingkungan dan masyarakat. (Litman, 2003) menyebutkan beberapa indikator penerapan konsep transportasi berkelanjutan

Tabel II-1

Idikator proyek transportasi berkelanjutan

Indikator Meliputi

Ekonomi

Dinaikkan Diturunkan

1. Aksesibilitas ke tempat komersial.

2. Implementasi kebijakan dan perencanaan pelatihan

3. Moda split: perjalanan dengan, jalan kaki,bersepeda,dan kendaraan umum.

4. Kecepatan dan kemampuan angkutan

5. Hubungan antara institusi yang menangani transportasi dengan para investasi.

1. Waktu perjalanan rata-rata 2. Bagian pengeluaran rumah tangga untuk transportasi pribadi sebesar 20% 3. Biaya untuk pengeluaran

fasilitas jalan, pelayanan kendaraan dan fasilitas parkir


(22)

23

Indikator Meliputi

Sosial

1. Keamanan

2. Tingkat keamanan

3. Kesehatan:berjalanteratur dan bersepeda

4. Aktivitas transportasi dapat meningkatkan kualitas

masyarakat local untuk bergerak tanpa kendaraan

5. Kualitas aksesibilitas pelayanan transportasi tidak bermotor 6. Kualitas fasilitas transportasi dan

meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat cacat

7. Tingkat pengaruh transportasi tergantung kepada modeling dan perencanaan transportasi

8. keputusan perencanaan keterlibatan masyarakat dalam penentuan transportasi.

-

Lingkung an

1. Mengurangi dampak terhadap tata guna lahan

2. Perlindungan habitat 3. Efisiensi sumber daya

1. Konumsi bahan bakar fosil perkapita dan emisi dari CO2 dan emisi dari perubahan iklim lainnya. 2. Emisi udara percapita 3. Polusi udara

Sumber : Comprehensive sustainable transportation indicators(Litman, 2003)

Proyek transportasi berkelanjutan mengacu pada pengurangan emisi karbon yang menyebabkan meningkatnya efek rumah kaca. Berikut proyek Transportasi berkelanjutan berdasarkan pengurangan emisi karbon (CO2) yaitu angkutan massal dan kendaraan tidak bermotor. Penyelenggaraan Car Free Day di Kota Bandung dilaksanakan berdasarkan ketentuan Pasal 93 Peraturan Daerah Kota Bandung nomor 2 Tahun 2008 tentang penyelenggaraan perhubungan di Kota Bandung yang telah diamanatkan dalam manajemen lalu lintas yaitu dilakukan dengan pemberian prioritas keselamatan dan kenyamanan Pejalan Kaki.”

Pelaksanaan Car Free Day juga merupakan salah satu pelaksanaan 7 agenda prioritas pembangunan di bidang lingkungan hidup melalui gerakan langit biru yang bertujuan pada dasarnya, program langit biru ini bertujuan untuk:

 Terciptanya mekanisme kerja dalam pengendalian pencemaran udara yang

berdaya guna dan berhasil guna


(23)

24  Tercapainya kualiatas udara ambien yang diperlukan untuk kesehatan

manusia dan mahluk hidup lainnya

 Terwujudnya perilaku manusia sadar lingkungan

Gambar 2.2

Interaksi mengenai tingkat kesadaran dengan tingkat aksinya dalam penerapan transportasi berkelanjutan

(Sumber : GTZ, meningkatkan kesadaran masyarakat akan transportasi perkotaan berkelanjutan p, 18)

2.2.1.1 Angkutan Massal

Sistem transportasi massal merupakan prioritas utama dalam transportasi berkelanjutan, hal ini menciptakan alternatif untuk mengurangi kendaraan bermotor, secara bersamaan mengurangi kemacetan lalu lintas, meningkatkan kualitas udara, dan memfasilitasi akses masyarakat miskin terhadap pekerjaan, pendidikan, pasar, dan jasa. Angkutan massal adalah satu-satunya pilihan selain kendaraan tidak bermotor untuk memberikan kesempatan warga untuk berjalan kaki dan menggunakan sepeda.

Sebuah sistem angkutan massal adalah aspek yang sangat diperlukan dari sistem transportasi yang berkelanjutan untuk sebuah kota besar, dan dapat memainkan peran penting di negara-negara berkembang dalam membentuk


(24)

25 pembangunan masa depan kota, menuju ke bentuk kota yang ramah angkutan. Namun demikian, mungkin tidak realistis untuk mengharapkan berkurangnya kemacetan di kota-kota berkembang.

Dibeberapa kota besar masyarakat miskin kota mengeluarkan hingga 30% dari pendapatannya untuk transportasi. Orang-orang miskin biasanya menetap di wilayah denganharga sewa rendah yaitu pada pinggiran kota dan memakan waktu hingga 2 sampai 4 jam diperjalanan setiap harinya. Yang sangat penting, dalam jangka panjang dana publik dialirkan ke pembangunan jalan, subsidi bahan bakar dan fasilitas mobilitas pendukung lainnya yang tidak digunakan untuk perbaikan kesehatan, pendidikan, lahan umum “ruang publik” dan kualitas hidup masyarakat miskin kota. Kepemilikan mobil secara umum lebih dipengaruhi oleh ketersediaan lahan parkir dan biaya kepemilikan dibandingkan dengan ketersediaan angkutan massal.

Tabel II-2 :

Kecenderungan dalam penggunaan transportasi publik di kota-kota internasional sebagai contoh, 1970 - pertengahan 1990-an

Persentase seluruh perjalanan bermotor dengan transportasi umum Negara 1970 1980 1990 “93-96" Kesimpulan

Tokyo 65 51 48 ?

Trend perkembangan alat penggerak mobilitas perkotaan dikota-kota besar asia, cenderung

menggunakan pada penggunaan kendaran bermotor

Hongkong ?

Seoul 81 74 63 ?

Singapura 42 ? ? 51

Manila ? 70 67 70

Bangkok 53 ? 39 ?

Kuala lumpur 37 33 32 24

Jakarta 61 58 52 53

Surabaya ? 36 35 33

Sumber : Barter, 1999, GTZ SUTP

Mass Rapid Transit adalah layanan transportasi penumpang, biasanya dengan jangkauan lokal, yang tersedia bagi siapapun dengan membayar ongkos yang telah ditentukan. Angkutan ini biasanya beroperasi pada jalur khusus tetap atau jalur umum potensial yang terpisah dan digunakan secara eksklusif, sesuai jadwal yang ditetapkan dengan rute atau lini yang didesain dengan perhentian-perhentian tertentu, walaupun Mass Rapid Transit dan trem terkadang juga beroperasi dalam lalu lintas yang beragam. Inidirancang untuk memindahkan


(25)

26 sejumlah besar orang dalam waktu yang bersamaan. Contohnya antara lain Bus Rapid Transit, Heavy Rail Transit, Metro, Kereta Komuter dan Light Rail Transit.

Jenis Mass

Rapid Transit Definisi

Bus Rapid Transit

Satu bentuk angkutan berorientasi pelanggan dan mengkombinasikan stasiun, kendaraan, perencanaan dan elemen-elemen sistem

transportasi yang terpadu dan memiliki satu identitas unik.

Metro

Sebuah jalur rel penumpang listrik di wilayah dalam kota dengan kapasitas dan frekuensi yang tinggi, dan pemisahan jalur dari sistem transportasi lainnya.[Sistem angkutan cepat ini biasa ditempatkan di terowongan bawah tanah atau rel melayang yang berada di atas tanah.

Kereta komuter

Kereta komuter atau kereta pinggiran merupakan porsi operasional jalur kereta penumpang yang membawa penumpang di dalam wilayah perkotaan, atau antara wilayah perkotaan dengan wilayah pinggiran, secara umum lebih berat, jauhnya jarak rata-rata lebih panjang, dan pengoperasiannya dilakukan di luar jalur-jalur yang merupakan bagian dari sistem jalan kereta dalam sebuah wilayah.

Light Rail Transit

sistem jalur kereta listrik metropolitan yang dikarakteristikkan atas kemampuannya menjalankan gerbong atau kereta pendek satu per satu sepanjang jalur-jalur khusus eksklusifpada lahan bertingkat, struktur menggantung, subway, atau biasanya di jalan, serta menaikkan dan menurunkan penumpang pada lintasan atau tempat parkir mobil (TCRP, 1998).

Heavy Rail Transit

“sistem angkutan menggunakan kereta berkinerja tinggi, mobil rel

bertenaga listrik yang beroperasi di jalur-jalur khusus eksklusif,

biasanya tanpa persimpangan, dengan bangunan stasiun besar”

(TCRP, 1988).

Sumber : Barter, 1999, GTZ SUTP

Tabel II-3

Beberapa kota penting memajukan BRT (Angkutan Massal)

No Kota Sistem Angkutan

1 Curitiba, Brasil Sistem BRT pertama di dunia, diresmikan pada tahun 1970 dan digunakan oleh lebih dari 75% dari populasi. 2 Guadalajara, Meksiko

Garis Macrobus awal berjalan 16 km. Ketika selesai, itu akan mengambil 55.000 kendaraan pribadi dari jalan


(26)

27

No Kota Sistem Angkutan

yang dibuka pada tahun 2010 membawa lebih dari 750.000 penumpang setiap hari

4 Guatemala City, Guatemala

Ini pertama Amerika Tengah BRT dibuka pada tahun 2007. awal 11 km termasuk didedikasikan busway median dengan on-tingkat asrama stasiun. Sistem ini mengurangi waktu perjalanan sebesar 20%

5 Istanbul, Turki

Metrobus BRT membawa 450.000 penumpang per hari lebih dari 43 km dari busway terpisah, sehingga kecepatan perjalanan mencapai 40 km per jam - mengurangi waktu perjalanan sebesar 75%. 6

Djakarta, Indonesia

TransJakarta menggunakan sebagian besar CNG bus di 10 koridor, membawa lebih 300.000 pengendara harian

7 Mexico City, Meksiko

Sistem Metrobus membawa 320.000 penumpang per hari. Kecelakaan turun 30%, dan koridor melihat pergeseran moda 5% dari kendaraan pribadi ke angkutan umum.

8 Bogota, Kolombia

"TransMilenio" mulai beroperasi pada tahun 2000, Terdiri darikendaraan dan juga memiliki

layanan"pengumpan" ke pinggiran kota maupun pusatkota, dan menjadisistem angkutan bus cepatterbesardi dunia, denganperkiraan rata-rata 1.700.000orang menggunakansetiap hari

Sumber : Land Transport Authority singapore, 2010

2.2.1.2 Kendaraan Tidak Bermotor

Kebijakan transportasi perkotaan (Berdasarkan KM 41 Tahun 2005 tentang

Rencana Strategis Departemen Perhubungan, Tahun 2005–2009) bersasaran pada

peningkatan tata cara dan konsep pembinaan, serta inovasi pengembangan dan teknologi transportasi perkotaan. Pembangunan transportasi perkotaan terutama di kota-kota besar dan metropolitan diprioritaskan pada pengembangan dan pemaduan jaringan pelayanan dikawasan perkotaan sesuai dengan hirarki pengguna jalan yaitu mengutamakan pengguna tidak bermotor.


(27)

28 Gambar 2.3

Hirarki pengguna jalan

Didalam penerapan dan publikasi bahwa inisiatif masyarakat memainkan peran penting dalam pengujian pendekatan baru, meningkatkan kesadaran ide-ide baru, piloting strategi inovatif, dan menginformasikan dan merangsang dialog kebijakan dengan cara yang hemat biaya. Misalnya, inisiatif masyarakat dan dengan organisasi masyarakat/komunitas/LSM di Bogota, meminta pergeseran kebijakan kota menuju kota yang bisa menjadi alat untuk membangkitkan kesetaraan dan kesatuan sosial dengan mendukung pengembangan angkutan umum/massal, pengembangan pejalan kaki, sepeda, bahkan pembatasan penggunaan kendaraan bermotor. Berikut transformasi sistem transportasi di Bogota sebagai kota berkelanjutan. Sistem transportasi Bogota terdiri dari:

 Sistem bus transit  Pedestrian

 Meningkatkan penggunaan sepeda


(28)

29 Gambar 2.4

Proyek transportasi berkelanjutan mengacu pada Pengurangan emisi gas karbon

Dari gambar diatas menunjukkan bahwa transportasi tidak bermotor yang meliputiberjalan, bersepeda, dan bentuk lain dari transportasi manusia yang bertenaga hewan, merupakan penyumbang atau berkontribusi paling besar dalam pengurangan emisi gas karbon dari sektor transportasi. Namun, bersepeda dan berjalan dibuat sulit oleh infrastruktur tidak ramah. Kurangnya trotoar, kurangnya rute sepeda yang memadai, kurangnya bahu jalan, dan perkembangan pola lalu lintas yang berbahaya, sehingga menjadi faktor utama mencegah banyak masyarakat bersepeda dan berjalan.

Bentuk kepemilikan kendaraan yang mengarah pada kendaraan bermotor serta pertumbuhan kendaraan yang cukup tinggi di kota-kota besar ini tidak saja menimbulkan masalah kemacetan lalu lintas tetapi juga menimbulkan masalah lain seperti kecelakaan lalu lintas, polusi udara, dan kebisingan. Sekitar 87 % kontribusi pencemaran udara berasal dari sektor transportasi. Saat ini jumlah dan penggunaan kendaraan bermotor bertambah dengan tingkat pertumbuhan ratarata 12% per tahun. Komposisi terbesar adalah sepeda motor (73% dari jumlah kendaraan pada tahun 2002-2003 dan pertumbuhannya mencapai 30% dalam 5 tahun terakhir). Rasio jumlah sepeda motor dan penduduk diperkirakan 1:8 pada akhir tahun 2005;

Sebagai dampak perkembangan pola lalu lintas yang berorientasi pada penggunaan kendaraan bermotor, bersepeda atau berjalan sering orang miskin, kaum marjinal, dan anak-anak dan orang tua yang menanggung beban paling besar. Peningkatan bersepeda dan infrastruktur berjalan juga dapat merevitalisasi daerah perkotaan inti, penyediaan ruang terbuka yang lebih, meningkatkan


(29)

30 ekonomi lokal, tidak menghasilkan suara dan polusi, dan merupakan bentuk mobilitas yang sehat.

Beberapa model kebijakan yang dapat dikembangkan untuk pengendalian pencemaran udara, yaitu:

 Kebijakan emisi kenderaan, yaitu pengendalian emisi atau gas buang dari sumber kendaraan bermotor

 Kebijakan bahan bakar, yaitu dengan penyediaan bahan bakar yangramah

lingkungan

 Kebijakan pembatasan populasi kendaraan, yaitu melalui:

a. Pembatasan usia kenderaan, umur efisien dari kenderaan mobil diperkirakan 10 tahun, sementara umur efisien dari motor adalah 5 tahun

b. pembatasan terbatas, yaitu denan menetapkan setiap hari jenis plat nomor mobil apa yang boleh jalan (plat mobil ganjil/genap)

c. Jalur terbatas melalui program pemberlakuan hari tanpa berkenderaan, jalan satu arah, jalur bus terpisah, tarif jalur padat, dsb

d. Larangan masuk, seperti kebijakan ”Three in one

e. Larangan parkir, yaitu pembatasan jumlah mobil yag boleh parkir di suatu daerah

f. Daerah bebas mobil

g. Hari tanpa mengemudi

h. Bersepeda

i. Pengaturan jam operasi

j. Pelarangan kendaraan luar kota

2.3. Best Practice Penyelenggaraan Car Free Day Bogota sebagai Kota Berkelanjutan

Kamis 24 Februari 2000, pelaksanaan Car Free Day pertama diadakan dibogota, di mana seluruh kota dari 7 juta orang ditutup untuk semua mobil pribadi, dan warga diwajibkan menggunakan sepeda, bus dan taksi untuk pergi bekerja dan sekolah, dan menarik semua kendaraan pribadi dari jalanan dan membuka ruang publik untuk akses yang lebih besar untuk moda atau angkutan umum dan transportasi alternatif (tidak bermotor).


(30)

31 Pada penyelenggaraan Car Free Day tersebut, daerah perkotaan dibatasi untuk pengendara sepeda, pejalan kaki, dan pengguna angkutan umum yang memicu dialog dinamis yang mempertanyakan jalur pembangunan infrastruktur transportasi dan pola transportasi kota pada jangka panjang. Sejak itu, Bogotá terus bergerak menuju akses yang lebih besar dan keberlanjutan dengan

menggunakan mandat Car Free Day untuk memperluas dan mempromosikan


(31)

32 Tabel II -4

Pembanding penyelenggaraan Car Free Day berdasarkan lokasi pelaksanaan NO Lingkup Car Free Day

Internasional Car Free Day Bogota Car Free Day Dago

1 Latar Belakang

Inisiatif Global

Mengurangi efek rumah kaca

Bagian dari inisiatif Global dalam mengurangi efek rumah kaca

Bagian dari inisiatif global dalam mengurangi efek rumah kaca

2 Permasalah an Utama

Meningkatnya kebutuhan bahan bakar minyak didunia sebagai isu yang cukup penting bagi pemimpin negara-negara Eropa dan Amerika serikat, dimana kegiatan ekonomi negara tersebut berada pada sektor industri.

Sebagai episentrum proses urbanisasi dinegara-negara amerika latin yang menimbulkan serangkaian tantangan sehubungan dengan kurang memadainya ketentuan infrastruktur, pelayanan publik, perumahan, lapangan kerja, transportasi, pelayanan kesehatan, pendidikan, dan populasi yang terus meningkat.

Permasalahan sampah dan peliknya permasalahan lalu lintas sebagai dampak meningkatnya modernisasi masyarakat dalam penggunaan kendaraan mendorong timbulnya berbagai permasalahan perkotaan di Indonesia, tidak terkecuali di Kota Bandung.

3 Faktor Pendorong

Krisis Suez yiatu terganggunya pasokan minyak dunia, yaitu perang saudara masing-masing pemilik jalur pelayaran global tersebut, sebagai jalur pengiriman minyak dari negara-negara penghasil

1. Meningkatnya kenakalan dan

ketidaknyaamanan / privasi, 2. peningkatan penyalahgunaan zat 3. kerusakan ruang fisik

4. Kesenjangan/kesetaraan sosial dan

5. ruang rekreasi yang lebih sedikit daripada ruang untuk mobil.

1. Gejala-gejala fisik seperti sanitasi yang buruk dan banjir

2. Sosial dan prilaku masyarakat itu sendiri yang mengganggu ketenangan kota seperti polusi udara, kemacetan dan kebisingan

4 Gerakan tentang Car

Sebagai proyek

percontohan kampanye

Uni Eropa ”Kota tanpa Mobil” (”In Town

Reformasi lahan kota dengan meletakkan dasar pembangunan untuk sistem angkutan umum dan moda transportasi tidak bermotor seperti pembangunan jalur khusus sepeda dan

Merupakan gerakan langit biru yang bertujuan mengurangi emisi gas buang dan meningkatkan kesehatan masyarakat dengan memberikan


(32)

33 NO Lingkup Car Free Day

Internasional Car Free Day Bogota Car Free Day Dago

Free Day Without My Car”)

dalam Bentuk Minggu Mobilitas Eropa (European Mobility Week). sehingga melalui demonstrasi praktis tentang bagaimana kualitas

udara dapat

ditingkatkan dipusat kota atau lokasi lain dengan

mempertimbangkan kembali transportasi perkotaan dengan prospek berbagi jalan yang lebih efisien.

pejalan kaki yaitu dengan maksud melihat hubungan kendaraan bermotor dengan pejalan kaki sebagai bentuk kesetaraan sosial.

1. Mengurangi penggunaan kendaraan pribadi, dan

2. Membujuk warga untuk menggunakan alat transportasi alternatif.

Kebijakan yang dihasilkan:

1. Pembangunan Jaringan / rute sepeda khusus sepanjang 344 km untuk komuter sehari-hari

2. Pembangunan Jaringan / rute pejalan kaki sepanjang 17 km untuk komuter sehari-hari 3. Menciptakan pembatasan jalan berbasis

pada nomor plat yaitu Program "pico y placa". lisensi pelat berakhir pada 1, 2, 3, dan 4 dilarang beredar pada hari Senin; 5, 6, 7, dan 8 pada hari Selasa; 9, 0, 1, dan 2 pada hari Rabu; 3, 4, 5, dan 6 pada hari Kamis; dan 7, 8, 9, dan 0 pada Jumat.

4. Melalui refrendum, pada tahun 2015 warga bogota sepakat untuk tidak menggunakan mobil dari jam 06.00 – 09.00 dan jam 16.30

– 20.30 setiap hari.

simpul-simpul ruang untuk berolahraga dan menambah ruang terbuka hijau. Agenda tersebut disertai dengan aksi yang didasarkan dengan semangat partisipasi dari masyarakat dan komunitas kreatif bandung seperti :

1. Gerakan Penghijauan 2. Hemat dan Menabung Air, 3. Gerakan Cikapundung Bersih, 4. Gerakan sejuta Bunga Untuk

Bandung,

5. Gerakan Udara Bersih,

6. Program K3 (Ketertiban, Kebersihan, Keindahan) dan 7. Program P4LH (Penanaman,

Pembibitan, Pemeliharaan, dan Pengawasan Lingkungan Hidup)

Dasar Pembangun an

 Angkutan massal “transmilenio” ,

 Jalur pejalan kaki,

 Rute sepeda

 Perluasan ruang terbuka publik dan hijau

 Penataan Pedagang Kaki Lima

 Transportasi “TMB”

 Taman dan hutan kota,


(33)

34 NO Lingkup Car Free Day

Internasional Car Free Day Bogota Car Free Day Dago

 Reformasi lahan melalui pembangunan rusun bagi warga miskin

Penyelengga raan/Pelaks anaan

22 september “hari bebas

kendaraan bermotor” Setiap hari minggu, pukul 07.00 hari libur (selama 7 jam) skala kota bogota – 14.00 dan

yaitu dengan penutupan jalan sepanjang “ 121 km jalan arteri utama ”, jalur sepeda dan jalur

pejalan kaki permanen yang dibangun pemerintah

Setiap hari minggu, pukul 06.00 – 10.00 (selama 4 jam) penutupan beberapa jalan seperti

1. Jalan IR.H. DJUANDA

(Simpang Dayang sumbi-Simpang Cikapayang)

2. Jalan MERDEKA (Simpang RE. Martadinata-Simpang Wastu Kencana)

3. Jalan BUAH BATU (Simpang Pelajar Pejuang- Simpang KH Ahmad Dahlan)

Kondisi Pergerakan lalu lintas

1. Transmilenio (BRT) 2. Sepeda

3. Mobil Pribadi

1. Mobil Pribadi 2. Sepeda Motor 3. Angkutan Kota


(34)

35 NO Lingkup Car Free Day

Internasional Car Free Day Bogota Car Free Day Dago

Bentuk Perayaan Car Free Day


(35)

36 2.4. Partisipasi Masyarakat

Smith (2008) menjelaskan, menumbuhkan keinginan dan kebutuhan merupakan bagian dari kegiatan pengembangan masyarakat dan menjadi cara terbaik untuk menyediakan struktur bagi warga untuk terlibat dalam kegiatan perbaikan masyarakat (budaya, ekonomi, sosial dan lingkungan) secara luas. Beberapa upaya untuk melibatkan masyarakat dalam pembuatan keputusan yang berdampak kepada lingkungan hidup mereka :

 Peran penting dari partisipasi

 Suatu kondisi dimana partisipasi masyarakat akan muncul

 Pendekatan pelibatan masyarakat dalam program bina sosial-masyarakat dan program peningkatan kualitas lingkungan

Parwoto (1994) keuntungan yang bisa diperoleh dari partisipasi aktif masyarakat antara lain:

 Masyarakat dapat membawa perubahan yang diinginkan dengan

mengeksperesikan keinginan, baik secara individu atau melalui

kelompok masyarakat secara bersama-sama.

 Masyarakat sadar akan persoalan yang mereka hadapi dan potensi yang mereka miliki dan saling belajar dalam proses pembangunan dengan rekan-rekan seperjuangan/senasib.

 Tumbuhnya masyarakat mandiri, yang mampu mengambil

keputusan-keputusan untuk menentukan masa depan mereka.

 Masing-masing individu atau kelompok masyarakat akan belajar aktif bagaimana membuat perubahan yang diinginkan.

 Masyarakat akan belajar untuk memahami dan menghargai kebutuhan

individu dan kepentingan semua kelompok masyarakat

 Masyarakat akan belajar cara mengatasi dan menghindari konflik

kepentingan untuk kesejahteraan masyarakat.

Pembangunan berbasis peran masyarakat adalah pembangunan dengan orientasi yang optimal pada pendayagunaan masyarakat, baik secara langsung maupun tidak langsung, masyarakat di berikan kesempatan aktif untuk beraspirasi


(36)

37 dan berkontribusi untuk merumuskan program-program pembangunan kota dan lingkungan yang sesuai dengan tingkat kebutuhannya.

Manfaat peran aktif masyarakat dalam tahap pembangunan :

1. Adanya pemahaman dan kesadaran masyarakat akan hak, kewajiban, dan peranannya didalam proses pembangunan, sehingga tumbuh rasa memiliki dan tanggung jawab yang kuat terhadap hasil-hasilnya.

2. Dapat meminimalkan konflik, sehingga mempercepat proses kegiatan secara keseluruhan, serta terbangunnnya suatu ikatan dimasyarakat.

3. Keputusan yangdiambil akan bersifat efesien dan efektif jika sesuai dengan kondisi yang ada, kebutuhan yang ada, keinginan, maupun sumber daya di masyarakat.

4. Dapat membentuk dan membangun kepercayaan diri setempat, dalam hal kemampuan bermasyarakat dan bekerja sama.

Sedangkan prinsip utama yang digunakan pembangunan berbasis masyarakat antara lain :

 Berdasarkan kesepakatan dan hasil kerjasama (kesepakatan yang dicapai adalah hasil dialog dan negosiasi berbagai pihak yang terlibat ataupun pihak yang terkena dampak perencanaan/pembangunan).

 Sesuai dengan aspirasi publik (perencanaan disesuaikan dengan

kebutuhan, kondisi dan keinginan dimasyarakat).

 Kejelasan tanggung jawab (adanya sistem monitoring, evaluasi dan

pelaporan yang transparan dan terbuka bagi publik sehingga terbuka kemungkinan adanya gugatan keberatan, saran dan solusi dan masyarakat tersebut).

 Kesempatan yang sama (setiap anggota masyarakat atau pemangku

kepentingan, terutama yang akan terkena dampak langsung dari suatu kegiatan pembangunan, memiliki kesempatan dan akses yang sama untuk berkiprah/berkontribusi dalam proses pembangunan.


(37)

41 BAB III

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

Bab ini membahas mengenai gambaran umum tentang Profil Wilayah Penelitian, aturan dan ketentuan dalam pelaksanaan Car Free Day Dago, pembanding pelaksanaan Car Free Day Bogota dengan Car Free Day Dago, peranan partisipasi masyarakat/LSM dalam pelaksanaan Car Free Day Dago, dampak positif dalam pelaksanaan Car Free Day Dago dan permasalahan & standar operasional prosedur (SOP) Pelaksanaan Car Free Day Dago

3.1. Profil Wilayah Penelitian “Jl, Ir, H Djhuanda”

Sebagai pusat kegiatan ekonomi, pendidikan dan perdagangan dan jasayang berkembang menjadi pusat tujuan wisata dan bisnis. Mobilitas warga Bandung dan derasnya arus wisata dari luar kota, seperti yang dapat dilihat tiap akhir pekan atau saat liburan, kawasan Dago khusunya Jl, Ir, H Djhuanda masih menjadi pilihan bagi para pelancong dan anak-anak muda di Kota Bandung dalam menunjukan eksistensi mereka. Para anak muda menghadirkan kegiatan-kegiatan kreatif untuk meramaikan kawasan tersebut menjadi sebuah ruang berkumpul yang menjadi bagian dari gaya hidup anak muda kota Bandung. Seperti pertunjukan musik yang meriah, komunitas-komunitas anak muda seperti klub motor, klub sepeda, komunitas-komunitas skateboard dan komunitas lain yang sering berkumpul disepanjang Jl, Ir, H Djhuanda.

Dapat dikatakan bahwa Jl, Ir, H Djhuanda masih menjadi tempat yang menarik dan memiliki nilai tersendiri bagi para anak muda dan para wisatawan kota Bandung untuk menghabiskan waktu mereka berbelanja, seiring dengan banyaknya pengunjung mengukuhkan citra Jl, Ir, H Djhuanda sebagai wadahpariwisata, yang tidak dapat dipisahkan dari aktivitas belanja dan kuliner yang menyebabkan perkembangan dan pengembangan pusat perbelanjaan yang menjanjikan memotivasi untuk mengembangkan inovasi baru para pengusaha.

Inovasi tersebut adalah pengembangan Distro dan Factory Outlet sebagai bagian aktivitas yang berkembang yang sulit dikendalikan mengingat lokasi yang strategis yang mendorong perkembangan linier di sepanjang jalan tersebut, sehingga


(38)

42

cenderung memicu terjadinya kemacetan sebagai kondisi lalu lintas hariansepanjang jalan Jl, H, Ir Djhuanda (Sumber: RTRW KOTA BANDUNG 2011-2031). Setiap akhir pekan tepatnya pada hari minggu pagi, Jl. Ir, H Dhjuanda “Simpang Cikapayang-Dayang Sumbi” dijadikan sebagai wadah aktivitas publik yaitu tempat pelaksanaankegiatan Car Free Day Dago dan menjadi tempat bagi semua kalangan termasuk para anak-anak muda Kota Bandung untuk berkumpul, berbelanja dan berjalan bersama-sama menikmati sepanjang kawasan Dago.

Pelaksanaan Car Free Day Dago saat ini lebih mengarah menjadi tempat berkumpulnya warga Kota Bandung. hal ini dapat dilihat di lokasi ini cukup banyak kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat termasuk jalan santai, bersepeda, menikmati udara pagi, layanan publik, aksi sosial, menikmati hiburan-hiburan baik secara spontan maupun yang dikelola oleh berbagai event organizer serta perusahaan radio maupun lembaga lainnya. Yang dipermasalahkan adalah orang-orang datang ke Car Free Day Dago justru dengan membawa kendaraan dan parkir di persimpangan jalan sekitar Car Free Day Dago yang menyebabkan tingginya hambatan samping bagi pejalan kaki maupun kendaraan yang melintas yang sangat mempengaruhi pergerakan moda.

Tempat-tempat parkir di Car Free Day Dago yaitu berlokasi di Taman Cikapayang, depan tugu Bandung Creative Emerging City, Jalan Hasanudin (dekat Rumah Sakit Borromeus), Jalan Ganesha, Jalan Teuku Umar,depan Circle K dekat Jl. Dayang Sumbi, dan Jl. Dayang Sumbi. Dalam setiap pelaksanaan Car Free Day Dago, Satpol PP turun melakukan pemantauan, penertiban dan penindakan di Car Free Day di Jl. H, Ir Juanda (Dago), sebagai bentuk untuk mengarahkan maksud dan mengevalusai pelaksanaan Car Free Day sebagai ruang publik.

3.2. Aturan dan Ketentuan dalam Pelaksanaan Car Free Day Dago, Kota Bandung

3.2.1.Aturan dalam Pelaksanaan Car Free Day Dago

Kegiatan Car Free Day di Kota Bandung saat ini belum diatur dalam suatu aturan secara khusus, keberadaanya masih berada dalam ruang lingkup Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 11 Tahun 2005 Tentang Penyelenggaraan Ketertiban,


(39)

43

Kebersihan, dan keindahan. Selain itu, kegiatan Car Free Day di Kota Bandung dibatasi oleh Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 9 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Sampah yang bertujuan untuk menghadapi permasalahan sampah yang ada di Kota Bandung yang memberikan dampak negatif bagi estetika, kebersihan, kenyamanan, dan kesehatan masyarakat Kota Bandung.

Kegiatan Car Free Day sebagai sumber sampah yang tergolong ke dalam sumber sampah yang berasal dari kegiatan lainnya. Pengelolaan sampah merupakan tanggung jawab pemerintah, masyarakat, dan pelaku usaha yang berada di Kota Bandung. Pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 9 Tahun 2011 ini harus dijalankan secara optimal karena tujuan Car Free Day adalah untuk menumbuhkembangkan kesadaran pengguna, pedagang, dan berbagai elemen lainnya pada kegiatan Car Free Day untuk membuang sampah pada tempatnya. (radio Chevy 103.5 FM, narasumber: Feby Ivalerina K, S.H., LL.M.

Gambar 3.1

Sosialisasi Perda Kota Bandung terkait sampah atau kebersihan di Car Free Day Dago Bandung


(40)

44 3.2.2. Ketentuan dalam Pelaksanaan Car Free Day Dago

Berdasarkan salinan surat keputusan Walikota No : 551/Kep.449-Dishub 2011 ketentuan dalam pelaksanaan Car Free Day Dago adalah sebagai berikut :

1. Car Free Day dilaksanakan setiap hari minggu mulai pukul 06.00 WIB s/d 10.00 WIB

2. Kendaraan bermotor baik roda dua, roda empat, atau lebih dilarang memasuki kawasan Car Free Day

3. Pedagang tidak diperbolehkan mealakukan aktivitas perdagangan dibadan jalan dan trotoar pada kawasan Car Free Day.

4. Masyarakat dilarang membawa hewan kekawasan Car Free Day

5. Becak dan delman tidak diperbolehkan memasuki kawasan Car Free Day

6. Masyarakat dilarang membuang sampah semabarangan dikawasan Car Free Day

7. Masyarakat dilarang keras membawa senjata tajam dan minuman keras kekawasan Car Free Day

8. Masyarakat harus menjaga kebersihan dan ketertiban dikawasan Car Free Day 9. Tingkat kebisingan dari suara musik dan radio tidak melebihi ambang batas

suara yang sudah ditetapkan.

Gambar 3.2

Ketentuan aktivitas pengunjung dalam pelaksanaan Car Free Day Dago


(41)

45 3.3. Studi Banding Pelaksanaan Car Free Day

3.3.1. Pelaksanaan Car Free Day Dago

Percepatan proses transit posisi spasial penduduk dari desa ke kota, yang tercermin dalam tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi di kota-kota besar di Indonesia, terutama di Kota Bandung, sebagai ibukota provinsi Jawa Barat, berdampak pada lokasi spasial penduduk yang didasarkan terhadap karakteristik sosial-ekonomi penduduk dan sistem transportasi yang berkembang didalamnya. Dampak migrasi ini biasa ditemuin. Seperti disebagian besar ibukota Provinsi di Indonesia bahkan diseluruh dunia. ibu kota menjadi padat karena memiliki daya tarik tersendiri bagi penduduk lokal secara umum, dimana didalamnya sebagian besar entitas pemerintah pusat maupun daerah, perdagangan, industri dan jasa.

Peluang pekerjaan dan kesejahteraan yang ditawarkan oleh mereka menambah arus migrasi yang kuat dan menghasilkan pendatang dari kota-kota lain, daerah pedesaan, dan bahkan negara lain. bahwa salah satu fenomena demografis yang paling menarik ini terjadi karena pertumbuhan ekonomi, peluang kerja, dan peluang hidup yang layak dibandingkan didaerah asal para pendatang atau disebut transisi spasial dari populasibesar di daerah pedesaan, kota kecil menjadi kota besar yang meliputi seluruh kegiatan utama dalam suatu kota dan pinggirannya, penduduknya mengusahakan kegiatan ekonomi (Kanafi, 1983).

Perilaku penduduk, kualitas sumber daya manusia dan menajemen transportasi yang diterapkan sangat berpengaruh terhadap variasi besaran lalu lintas dari jam ke jam dalam satu hari, dari minggu ke minggu dalam satu bulan, dari bulan kebulan dalam satu tahun dan seterusnya. Munculnya ide Car Free Day di Kota Bandung, tidak terlepas dari dampak perubahan sosial–ekonomi yang berkembang didalamnya yang membentuk dan menimbulkan kompleksitas permasalahan yang ditanggung dan menjadi beban masyarakatnya sendiri dalam beraktivitas sehari-hari baik waktu, tenaga maupun biaya.

Peliknya permasalahan lalu lintas dan meningkatnya modernisasi masyarakat dalam penggunaan kendaraan mendorong timbulnya berbagai permasalahan perkotaan di Indonesia, tidak terkecuali di Kota Bandung sendiri. Dengan demikian


(42)

46

nampak gejala-gejala fisik, sosial dan prilaku masyarakat itu sendiri yang mengganggu ketenangan kota seperti polusi udara, kemacetan dan kebisingan. Seperti pada umumnya masyarakat perkotaan masih disibukkan dengan urusan pekerjaannya yang lupa dengan permasalahan lingkungan yang yang timbul di kota itu sendiri. Dengan semakin kompleksnya permasalahan yang terjadi dan meluasnya dampak yang dirasakan masyarakat mendorong berbagai aktivis dan komunitas membuat sebuah kekuatan lokal yang mampu mengajak masyarakat untuk peduli terhadap permasalahan tersebut

Gambar 3.3

Orasi atau aksi penggiat lingkungan di kawasan Car Free Day Dago

(Sumber : Dokumen Pribadi)

Menurut teori Berger dan Neuhaus (1977) Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) lingkungan tersebut dijadikan sebagai institusi mediasi yang berfungsi menyalurkan kepentingan warga yang memiliki kesamaan dalam prinsip (pemikiran) atas dampak yang timbul dan resolusi terhadap kualitas udara dengan tujuan utama kampanye mengurangi penggunaan kendaraan pribadi. Kegiatan ini juga menjadi ajang promosi sarana transportasi alternatif selain kendaraan pribadi dan promosi uapaya-upaya perbaikan dan peningkatan kualitas sarana –sarana alternatif tersebut. Sehingga melalui pelaksanaan Car Free Day Dago akan dapat mengurangi


(43)

47

pencemaran udara dilokasi pelaksanaan dan meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya membatasi penggunaan kendaraan pribadi.

Hal ini terjadi karena tingginya ketergantungan masyarakat Kota Bandung terhadap penggunaan kendaraan pribadi. Bahkan untuk perjalanan jarak dekat seperti ke ruko depan komplek rumah, mengambil uang ke atm dan lain-lain warga Kota Bandung terbiasa menggunakan mobil pribadi. Melalui pelaksanaan Car Free Day Dago diharapkan meningkatkan pemahaman masyarakat bahwa penggunaan kendaraan pribadi harus dibatasi.

Aktivitas Car-Free Day Dago yang berlangsung saat ini lebih banyak menyajikan acara-acara yang kurang memiliki hubungan dengan dengan sejarah lahirnya pelaksanaan Car Free Day Dago, banyak acara-acara tersebut berorientasi pada promosi pada bidang bisnis, pengumpulan dana, sebagai wadah ulang tahun lembaga atau perusahaan dan pengenalan program lembaga atau dinas (sumber: hasil pengamatan), Seyogianya acara Car Free Day Dago dikemas dengan kampanye yang bertemakan lingkungan hidup seperti kampanye penurunan kebiasaaan penggunaan kendaraan pribadi atau kampanye mengubah gaya hidup masyarakat kepada penggunaan angkutan umum/massal maupun kendaraan tidak bermotor seperti yang diterapkan di kota Bogota Colombia yang didasarkan pada sifat partisipatif dan kontruktif antara kebijakan pemerintah dan perilaku warganya dalam mewujudkan tranportasi yang berkelanjutan.

3.3.2. Pelaksanaan Car Free Day Bogota

Amerika Latin dan Karibia telah menjadi episentrum proses urbanisasi yang cepat. Hal ini telah menimbulkan serangkaian tantangan sehubungan dengan ketentuan infrastruktur, pelayanan publik, perumahan, lapangan kerja, transportasi, pelayanan kesehatan, pendidikan, dan populasi yang terus meningkat. Meskipun pertumbuhan kota telah memberikan kontribusi untuk meningkatkan standar hidup bagi banyak orang, tetapi tidak semua perubahan telah menguntungkan. Kehidupan perkotaan juga memiliki dampak negatif pada kualitas hidup masyarakat, terutama yang paling miskin.


(44)

48

Perubahan perkotaan yang termasuk merugikan adalah kontaminasi lingkungan, tidak memadainya pelayanan publik dan transportasi, meningkatnya kenakalan dan ketidaknyaamanan/privasi, peningkatan penyalahgunaan zat, kerusakan ruang fisik, sosial dan ruang rekreasi yang lebih sedikit daripada ruang untuk mobil. Hal ini disebabkan penggunaan kendaraan bermotor menjadi sistem mobilitas perkotaan yang paling disukai masyarakat.

Ciclovia pertama yang terdaftar muncul ditahun 1960-an. Sejak 1970-an, inisiatif ini secara bertahap menyebar ke banyak sudut benua Amerika, khususnya kota-kota Amerika Latin hasil yang baik dan respon positif terhadap Ciclovías telah membantu menyebarkan berita tentang pengalaman ini. The Ciclovia recreativa Bogotá, yang dimulai pada tahun 1974 atau dikenal sebagai "Ciclovia," dianggap sebagai pelopor dalam Amerika dan telah menginspirasi orang banyak di kota-kota lain. Amerika Latin dan Karibia telah menjadi episentrum proses urbanisasi yang cepat. Hal ini telah menimbulkan serangkaian tantangan sehubungan dengan ketentuan infrastruktur, pelayanan publik, perumahan, lapangan kerja, transportasi, pelayanan kesehatan, pendidikan, dan populasi yang terus meningkat.

Pertumbuhan terbesar gerakan ini dimulai pada milenium baru yaitu Pada awal 1990-an, Walikota Bogota Antanas Mockus Memulai Budaya Citizen dengan niat kampanye perubahan perilaku masyarakat menuju masyarakat yang sopan. Mockus meletakkan dasar pembangunan untuk investasi perintis di sistem angkutan umum yaitu dengan melihat hubungan kendaraan bermotor dengan pejalan kaki. Pemerintahan selanjutnya, yang dipimpin oleh Walikota Enrique Peñalosa, dengan jawaban Strategi Mobilitas yang diprioritaskan angkutan umum dan moda transportasi tidak bermotor, mengurangi penggunaan kendaraan pribadi, dan membujuk warga untuk menggunakan alat transportasi alternatif.

Sebagai implementasi proyek mobilitas tidak bermotor pemerintah kota bogota membangun jaringan/rute sepeda sepanjang 344 km untuk komuter sehari-hari. setiap hari Minggu dan hari libur, pemerintah juga menutup 121 Km dari jalan arteri utama untuk membuat jalur sepeda sementara dengan penggunaan rekreasi atau ruang terbuka publik, hal ini berlaku setiap hari minggu dari jam 07.00 – 14.00.


(45)

49

Melalui suara warga, pembatasan penggunaan kendaraan mengarah pada pembentukan Car Free Day tahunan yaitu Kamis pertama setiap bulan Februari, selama perayaan tersebut seluruh kota dilarang menggunakan kendaraan pribadi. Berjalan adalah transportasi penting bagi banyak orang terutama orang miskin sehingga pemerintah kota menciptakan 17 Km koridor pejalan kaki dengan menghubungkan daerah berpenghasilan rendah ke komersial dan distrik bisnis. Untuk mengurangi penggunaan kendaraan pribadi, Bogotá menciptakan pembatasan jalan berbasis pada nomor plat yaitu Program "pico y placa" bertujuan mengurangi kemacetan saat puncak dengan penurunan 40% dalam penggunaan mobil pribadi. Dua kali seminggu, mobil pribadi dilarang beredar: lisensi pelat berakhir pada 1, 2, 3, dan 4 dilarang beredar pada hari Senin; 5, 6, 7, dan 8 pada hari Selasa; 9, 0, 1, dan 2 pada hari Rabu; 3, 4, 5, dan 6 pada hari Kamis; dan 7, 8, 9, dan 0 pada Jumat.

Pada tanggal 29 Februari 2000, pemerintahan Penalosa diundang warga Bogota untuk membayangkan bagaimana kota akan tanpa mobil. Bogota menyelenggarakan pertama (dan terbesar didunia) Car Free Day. Hal ini terbukti menjadi sangat populer sehingga warga memilih dalam referendum diseluruh kota untuk membuat acara tahunan. Dari hasil pemilihan umum tersebut, warga bogota menyepakati (64 %) setiap hari sabtu pertama bulan februari merupakan hari tanpa kendaraan (Car Free Day). Pada tahun 2015 warga bogota sepakat untuk tidak menggunakan mobil dari jam 06.00 – 09.00 dan jam 16.30 – 20.30 setiap hari.

3.4. Peranan Partisipasi Masyarakat/LSM dalam Pelaksanaan Car Free Day Dago

Terbangunnya partisipasi dan kerjasama multi-stakeholder yang awalnya diinisiasi oleh sekelompok orang (LSM), yang kemudian diakomodasikan dalam sebuah aturan walikota, merupakan upaya untuk mendukung atau mencanangkan pelaksanaan Car Free Day Dago sebagai aktivitas publik yang ramah dan berwawasan lingkungan. Sebagai upaya menuju kota yang berkelanjutan dan bervisi sosial, prasyarat yang harus diterapkan adalah menngembangkan infrastruktur dan sarana angkutan massal, jalur sepeda dan fasilitas pejalan kaki.


(46)

50

Seiring dengan tumbuhnya green life-style yang digaungkan melalui pembangunan yang diterapkan/digagas pemerintahan saat ini. Adapun penerapan pembangunan tersebut berdasarkan elemen lingkungan yang terkandung didalamnya yang dapat memberikan atau menghadirkan batasan-batasan bagi pembuat keputusan yang beroperasi didalamnya. Elemen pembatas ini dapat berupa :

1. Sosial, merupakan hasil hubungan dengan sistem-sistem lain didalam lingkungan;termasuk didalamnya komitmen, panduan, hukum, kebijakan dan faktor lainnya yang muncul karna ada interksi yang muncul didalam pelaksanaan Car Free Day tersebut

2. Teknologi, menyangkut faktor ekonomi, fisik, manusia dan organisasi atau LSM, yang muncul karna adanya kebutuhan fasilitas, sarana-prasarna yang dibutuhkan stakeholder untuk mendukung tercapainya pelaksananaan Car Free Day tersebut

3. Alamiah, terdiri atas kejadian-kejadian yang tidak melibatkan unsur manusia 4. Kuasi-alamiah, terjadi karena efek yang tidak dimaksudkan dari aksi individu

dan organisai dalam mencapai tujuan. Termasuk terbuka kemungkinan adanya gugatan keberatan, saran dan solusidari masyarakat tersebutterutama yang akan terkena dampak langsung dari suatu kegiatan pelaksanaan Car Free Day Dago tersebut,memiliki kesempatan dan akses yang sama untuk berkiprah/berkontribusi dalam proses pembangunan.

3.5. Dampak Positif Pelaksanaan Car Free Day Dago

Dampak positif lain yang hadir dari penerapan Car Free Day Dago ini adalah animo masyarakat untuk berolahraga yang meningkat. Ruas-ruas jalan yang ditetapkan sebagai kawasan Car Free Day hampir selalu dipenuhi masyarakat yang berolahraga. Mulai dari sekedar berjalan kaki, bersepeda, skateboard, musik bahkan aksi sosial. Kondisi ini berdampak langsung kepada peningkatan kualitas kesehatan masyarakat dan mendorong tumbuhnya nilai–nilai kebersamaan masyarakat sebagai bentuk persatuan dan kesatuan untuk memberikan kontribusi dalam perubahan yang diinginkan dengan mengekspresikan keinginan baik secara individu atau melalui


(47)

51

kelompok masyarakat secara bersama-sama yang disertai kejelasan tanggung jawab (sistem monitoring, evaluasi, transparansi, sosialisasi sehingga terbuka kemungkinan adanya gugatan, saran, dan solusi) sehingga adanya pemahaman dan kesadaran yang kuat akan muatan pesan–pesan yang disampaikan terhadap hasil-hasil yang diterima pengunjung dalam setiap pelaksanaan Car Free Day tersebut diadakan.

Gambar 3.4

Aktivitas pengunjung Car Free Day Dago, Bandung

(Sumber : Dokumen Pribadi)

Dari Gambar 3.4 diatas, ruang pelaksanaan Car Free Day Dago ditujukan untuk sebagai ruang terbuka publik yang berfungsi sebagai tempat rekreasi, olahraga, aktivitas ekonomi yang direkomendasikan (makanan/minuman), menampung kebutuhan beberapa aktivitas sosial dan kreativitas yang semestinya merupakan hak dari warga sebagai bentuk implikasi pembukaan ruang-ruang publik di tempat lain di Kota Bandung, baik untuk saat ini maupun di masa mendatang.


(48)

52 3.6. Permasalahan dan Standar Operasional Prosedur (SOP) Pelaksanaan Car

Free Day

Sebagai aktivitas publik yang melibatkan banyak fungsi, pelaksanaan Car Free Day merupakan penutupan ruas jalan dengan aktivasi sebagai ruang publik untuk sarana berolahraga maupun rekreasi bagi masyarakat Kota Bandung. Sebagai dampak tingginya animo masyarakat dan keberlangsungan akan pelaksanaan Car Free Day Dago tersebut sebagai ruang publik yang menjangkau semua kalangan, mendorong timbulnya beberapa permasalahan dan masukan dari masayakat.

Tabel III-1

Pendapat dan saran responden tentang penataan sistem aktivitas yang berlangsung dalam pelaksanaan Car Free Day Dago

Responden

Masalah yang ditemui Saran

1. Kurangnya kesadaran beberapa pengunjung terkait kebersihan dan keindahan yang berkaitan dengan sampah, berupa brosur dan bungkus makanan / minuman yang dibuang pengunjung

disembarang tempat

2. Penataan Pedagang kaki lima, adanya pedagang yang berjuaan diluar rekomendasi yang

diberikan pengelola (pemerintah), tata letak pedagang yang tidak teratur seperti persimpangan menuju ke Car Free Day Dago 3. Sosial, adanya anak jalanan dan

pemulung diarea pelaksanaan Car Free Day Dago sehingga

mengganggu kenyamanan pengunjung

4. Adanya hewan peliharaan yang dibawa pengunjung

5. Masih adanya kendaraan sepeda motor yang melintas

6. Adanya pengunjung yang merokok di Car Free Day Dago

1. Penegakan hukum dan penataan kaki lima sesuai aturan yang ada

2. Area pelaksanaan Car Free Day Dago lebih di perluas sehingga memungkinkan pengunjung untuk

berolahraga bersepeda atau berjalan santai

3. Pengawasan kepada pengunjung yang membawa hewan peliharaan dan merokok 4. Memperbanyak tempat

sampah yang ada di area

Car Free Day Dago 5. Adanya sosialisasi dan

peran dari pihak terkait tentang tujuan dan penataan aktivitas pengunjung dalam setiap pelaksanaan Car Free Day

Dago

Berdasarkan Tabel III-1 dibawah ini, masing-masing stakeholder memerlukan adanya sosialisasi peranan dan fungsi dalam mengubah situasi, kondisi dan keberlanjutan pelaksanaan Car Free Day Dago tersebut, yang dilindungi dalam


(1)

120

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Evers, Hans D. (1986). Sosiologi Perkotaan Urbanisasi dan sengketa Tanah di Indonesia & malaysia, Jakarta: LP3ES.

Santoso, Singgih. (2015). SPSS20 Pengolah Data Statistik di Era Informasi. Jakarta: Elek Media Komputindo.

Sugiarto. (2003). Teknik Sampling. Jakarta: PT. Gramedia Pusta Utama.

Tamin, Ofyar Z. (2000). Perencanaan dan Permodelan Transportasi Edisi Kedua. Bandung: ITB.

JURNAL/PAPER

Montezuma, Ricardo. (2005). The Transformation of Bogota, Investing in Citizenship and Urban Mobility, Global Urban Development Volume 1 Issue 1 May 2005

Droesch, Andrew Crane. (2006). Environmentally Sustainable Transport and Climate Change, Working Paper Series no. 17, February 2014.

Prasetyo, Fran Ari &Argo, Teti A, (2013) Car Free Day :Kontestasi Ruang Ketiga Sebagai Produksi Ruang Publik Perkotaan di Kota Bandung. 2014.

Nair, p. Kumar Deepak. (2005). Transformation in Road Transport System in Bogota, The ICFAI Journal of Infrastructure 2015

Wardhani, Apriliana Dyah (2012). Evolusi Aktual Aktivitas Urban Tourism di Kota Bandung dan Dampaknya Terhadap Pembentukan Tempat-Tempat Rekreasi, Volume 8 (4):

PERATURAN/PRODUK HUKUM

Rencana Tata Ruang dan Wilayah Kota Bandung (RTRW 2011-2031).

Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 2 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Perhubungan di Kota Bandung. Manajemen Lalu Lintas.

KEPUTUSAN WALIKOTA BANDUNG NO : 551/Kep449-Dishub/2011 tentang penyelenggaraan Car Free Day Dago Bandung.


(2)

121

121 Website

Http:// Land Transport New Zealand. Cycle counting in New Zealand.com 2008. Http://www.itdp.org, institute for transportation and development policy. Diakses tanggal 19 desembar 2013

Http://www.pps. Project for public space : place marking for comunities. Diakses tanggal 19 juni 2014


(3)

ii

KATA PENGANTAR

Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan kenikmatan dan kesehatan kepada penulis, sehingga tugas akhir yang berjudul: “Evaluasi Penyelenggaraan Car Free Day Dago untuk Mendukung Transportasi Berkelanjutan di Kota Bandung” ini dapat selesai. Penulisan tugas akhir ini adalah rangkaian kewajiban dalam menempuh tugas belajar pada Program Studi Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota, Bandung.

Tuntasnya pengerjaan dan penyusunan Tugas Akhir ini tidak terlepas dari dukungan moril dan bimbingan berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Untuk itu, penulis menghaturkan banyak terima kasih kepada pihak - pihak yang disebutkan di bawah ini:

1. Tuhan Yang Maha Esa, hanya karena-Nya penulis bisa menyelesaikan Tugas Akhir ini;

2. Ibu dan Ayah tercinta, yang selalu memberikan do’a, nasehat, dukungan moril, fasilitas dan banyak hal yang telah diberikan selama ini, dan akhirnya penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini. Semoga dengan izin Allah SWT, penulis dapat membalas semuanya dan dapat membanggakan keluarga, Amin;

3. Bapak Dr. Ir. Eddy Soeryanto Soegoto, M.Sc., selaku Rektor Universitas Komputer Indonesia;

4. Bapak Prof. Dr. H. Denny Kurniadie, Ir., M.Sc., selaku Dekan Fakultas Teknik dan Ilmu Komputer UNIKOM;

5. Ibu Rifiati Safariah, S.T, M.T., selaku ketua program studi Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota;

6. Ibu selaku dosen pembimbing Ibu Romeiza Syafriharti, Ir., MT; yang dengan ketulusan, kesabaran serta pengorbanan waktu, tenaga dan pikiran dalam membimbing penyusunan Tugas Akhir ini;

7. Bapak Tatang Suheri, ST., MT. selaku dosen pembina mahasiswa dan dosen penguji;


(4)

iii

8. Ibu Dr. Lia Warlina, Ir., M.Si., selaku dosen pembina mahasiswa dan dosen penguji;

9. Dosen-dosen PWK UNIKOM, Bapak Harry Wibowo, ST., MT, dan dosen-dosen lainnya yang telah memberikan ilmunya yang sanga berharga kepada kami;

10.Pemerintah Kota Bandung yang telah memberikan data-data yang diperlukan. 11.Siska Siboro dan Irawati Grace Andriana Hutagalung, atas dukungan dan doa

kepada penulis untuk kelancaran dalam penyusunan Tugas Akhir ini;

12. Temen-temen seperjuangan yang mengerjakan Tugas Akhir, Ricky Wildansyah HSB, Yuda Islami, Goldie Melinda Wijayanti, Tasa Andrean, Barnes Chrisma Nuniary, Selfa Septiani Aulia, Alfredo Septian yang selalu memberikan motivasi agar penulis menyelesaikan Tugas Akhir ini;

13. Sahabat PWK UNIKOM Angkatan 2011 dan PWK UNIKOM 2013 sekaligus keluarga bagi penulis, Ilham Dirgayusa, Christi Maria, dan Ismaturrachman; 14. Teh Vitri makasih atas kemudahan dalam mengurus surat-surat;

15. Pak Muis terima kasih atas jasanya yang telah mengamankan ruangan dan lingkungan sekitar jurusan menjadi bersih;

16. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu penyelesaian Tugas Akhir ini.

Tak ada gading yang tak retak. Penulis menyadari sepenuh hati bahwa karya ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu, segala masukan saran dan kritik akan penulis terima dengan terbuka. Semoga penyusunan Tugas Akhir ini berguna dan bermanfaat bagi semua pihak.

Bandung, Agustus 2014

Edison Siboro 1.06.10.013


(5)

(6)