12
BAB III PEMBAHASAN
3.1 Permasalahan bangunan saat ini
3.1.1 Konsep perancangan bangunan di Indonesia yang mengadopsi negara
beriklim subtropis Kesalahan mengadopsi konsep rancangan bangunan dari negara beriklim
dingin atau subtropis salah satunya dengan menggunakan atap dari bahan transparan. Bisa kita ambil contoh pada Gedung Pusat Peragaan Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi PP-IPTEK. Bangunan ini tidak mencerminkan keandalan iptek karena sama sekali tidak mempertimbangkan dan
memanfaatkan ilmu pengetahuan sains bangunan dalam rancangan bangunan di kawasan panas tropis lembab. Atap bangunan yang terbuat dari
bahan yang transparan membuat sinar matahari tembus secara langsung mengakibatkan terjadinya efek rumah kaca. Akibatnya adalah akumulasi
dalam ruang. Ruang di dalam bangunan menjadi sangat panas, melampaui ambang batas toleransi kenyamanan termal manusia di dalamnya. Untuk
menurunkan suhu ruangan di perlukan unit pengkodisian pendingin udara AC dengan kapasitas besar, mengakibatkan melambungnya biaya listrik
gedung ini.
Atap bangunan yang 80 terbuat dari bahan transparan
poly carbonat
secara tidak di sadari menmbiarkan radiasi matahari langsung masuk ke dalam bangunan. Gedung tiga lantai dengan tata luas sekitar 23.000m
2
di antaranya digunakan untuk area peraga ilmu pengetahuan dan teknologi
akhirnya tidak dapat berfungsi sebagaimana yang direncanakan semula akibat panasnya udara ruang peraga yang dapat melebihi 36
o
C tanpa AC sementara suhu luar sekitar 32
o
C
Konsep memasukan sinar matahari kedalam bangunan melalui bidang atau atap transparan merupakan solusi desain di negara-negara beriklim subtropis
atau dingin. Bagi daerah beriklim dingin, masuknya sinar matahari kedalam
13
bangunan selain akan membantu memberikan penerangan, juga berfungsi memanaskan ruang sebagai akibat dari efek rumah kaca, dengan kata lain
mengurangi biaya listrik bagi pemanasan ruang
3.1.2 Orientasi bangunan
Tidak sedikit arsitek di Indonesia yang membuat bangunan tanpa memerdulikan arah lintasan matahari. Pertimbangan orientasi bangunan
terhadap arah lintasan matahari cenderung diabaikan atau tidak diketahui sama sekali. Banyak bangunan menghadapkan bidang-bidang kaca lebar ke
arah barat atau timur, arah datangnya radiasi matahari, berkonsekuensi terhadap pemanasan bangunan , mengakibatkan ketidaknyamanan termis
atau pemborosan energi jika bangunan menggunakan mesin pengkondisian udara AC.
Banyak arsitek
mengklaim merancang
bangunan tropis,
namun kenyataannya tidak mengantisipasi apapun terhadap iklim tropis.
Ketergantungan terhadap penggunaan teknologi yang boros energi dan melupakan potensi alam semakin mengkhawatirkan kita semua akhir-akhir
ini.
3.1.3 Penggunaan material kaca yang berlebihan
Penggunaan material kaca sebagai pembalut bangunan atau sebagai atria
atrium di Indonesia menyebabkan ruang
bangunan menjadi
panas. Akumulasi panas terhadap bangunan
mengakibatkan penggunaan AC yang berlebihan, maka energi yang di
konsumsi untuk
pendinginan membengkak karena panas yang harus
dibuang semakin membesar.
Gambar 3.1 Bangunan dengan penggunaan material kaca yang berlebihan
Sumber: http:farianto.files.wordpress.com201003dana
mon-lama31.jpg
14
3.1.4 Kolam air dibawah atap transparan
Dalam gedung PP IPTEK terdapat sebuah kolam air di bawah atap transparan. Hal ini dapat menyebabkan pemanasan efek rumah kaca.
Mungkin dalam merancang bangunan ini, sang arsitek berharap bahwa kolam ikan ini dapat menaikkan nilai estetika namun hal ini jelas keliru.
Nyatanya, akibat tingginya suhu udara di atas kolam, air menguap dengan cepat dan menaikkan tingkat kelembapan udara dalam gedung dan
menambah kerja mesin AC yang berakibat membengkaknya biaya listrik yang harus dibayar.
3.2 Solusi untuk permasalahan