BAHASA INDONESIA: Karya Tulis Ilmiah yang Berjudul BANGUNAN MASA DEPAN INDONESIA YANG BERSINERGI DENGAN LINGKUNGAN

(1)

BANGUNAN MASA DEPAN INDONESIA YANG

BERSINERGI DENGAN LINGKUNGAN

KARYA TULIS ILMIAH

Untuk Memenuhi Persyaratan Perkuliahan Bahasa Indonesia Semester II Tahun Ajaran 2013/2014

Dea Yunita Sari 131111002

Deasy Monica Parhastuti 131111003

PROGRAM STUDI KONSTRUKSI GEDUNG

JURUSAN TEKNIK SIPIL

POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

2014


(2)

i

ABSTRAK

Bangunan Masa Depan Indonesia Yang Bersinergi Dengan Lingkungan

Saat ini masalah lingkungan cukup sering diperbincangkan. Konstruksi bangunan memiliki pengaruh yang besar terhadap permasalahan lingkungan. Konstruksi bangunan di Indonesia seharusnya berorientasi untuk tidak menyumbang pada kerusakan lingkungan sehingga Indonesia memiliki Agenda Konstruksi Indonesia 2030 sebagai upaya dalam mencapai kontruksi masa depan yang diinginkan.

Berbagai permasalahan mengenai bangunan saat ini yang memiliki dampak negatif terhadap lingkungan disebabkan oleh orientasi bangunan yang salah, penggunaan kaca yang berlebihan, penggunaan lahan tanpa adanya penghjijauan dan penggunaan energi yang berlebihan. Namun permasalahan dapat diselesaikan dengan penghematan energi bangunan, orientasi bangunan selatan-utara, penggunaan material bangunan secara benar, agar tercipta bangunan masa depan indonesia yang bersinergi dengan lingkungan.

Dalam karya tulis ilmiah ini metode penulisan yang penulis gunakan adalah studi literatur atau kajian pustaka. Berdasarkan hasil yang di peroleh dari literature, penulis dapat menyimpulkan bahwa Bangunan ramah lingkungan merupakan suatu rancangan kawasan dan bangunan yang mempertimbangkan kondisi fisik lingkungan setempat. Rancangan arsitektur kawasan dan bangunan harus mempertimbangkan faktor lokasi, iklim, konservasi air hujan dan air tanah, meminimalkan limbah, penghijauan kawasan, dan lainnya yang sesuai dengan kaidah-kaidah perancangan arsitektur ramah lingkungan.


(3)

ii

ABSTRACT

Building Future Synergize With Indonesia The Environment

Nowadays environmental issues are discussed often enough. Construction of the building has a considerable influence on environmental issues. Building construction in Indonesia should not be oriented to contribute to the environmental damage that Indonesia has the Indonesian Construction Agenda 2030 as an effort to achieve the desired future construction.

Various issues regarding the current building which has a negative impact on the environment caused by the wrong building orientation, excessive use of glass, the use of land without penghjijauan and excessive energy use. However, the problems can be solved by building energy saving, north-south orientation of the building, use of building materials correctly, in order to create a future building synergy with environmental Indonesia.

In this scientific paper writing method that I use is the study of literature or literature review. Based on the results obtained from the literature, the authors conclude that an environmentally friendly building design and building area considering the physical condition of the local environment. The design and building of regional architecture must consider the location, climate, conservation of rain water and ground water, minimize waste, greening the region, and the other corresponding to the design principles of eco-friendly architecture.


(4)

iii

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah yang berjudul bangunan masa depan indonesia yang bersinergi dengan lingkungan.

Karya tulis ilmiah ini bertujuan agar mahasiswa dapat mengetahui dan memahami tentang bangunan yang seharusnya bersinergi dengan lingkungan.

Kami mengucapkan rasa terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu kami dalam pembuatan laporan praktikum ini, terutama kepada :

1. Ibu Yani Suryani selaku dosen Bahasa Indonesia yang telah membimbing dan mengarahkan kami dalam membuat karya tulis ilmiah ini;

2. Orang tua yang telah memberikan dorongan dan do’a sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini;

Kami menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna, kami berharap pembaca memberikan kritik dan saran yang membangun, agar laporan ini dapat lebih baik lagi. Semoga karya tulis ilmiah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Bandung. Juni 2014


(5)

iv

DAFTAR ISI

Hal

ABSTRAK . ………...... i

KATA PENGANTAR ……… iii

DAFTAR ISI ………... iv

DAFTAR GAMBAR ……….. v

1. BAB I. PENDAHULUAN ………. 1

1.1 Latar Belakang ……….... 1

1.2 Identifikasi Masalah……...………. 1

1.3 Tujuan ...………... 1

1.4 Metoda dan Teknik Pengumpulan Data…….……… 2

1.5 Lokasi dan Waktu Pengumpulan Data …..……… 2

1.6 Sistematika Penulisan ………..………. 2

2. BAB II. LANDASAN TEORI ...……… 3

2.1 Definisi Lingkungan ……...………. 3

2.2 Definisi Bangunan……….. 4

2.3 Klasifikasi Bangunan...………. 4

2.4 Korelasi antara Bangunan dan Lingkungan....……… 7

2.5 Konstruksi Indonesia Ramah Lingkungan ………... 8

3. BAB III. PEMBAHASAN ...……. 12

3.1 Permasalahan Bangunan Saat Ini………. 12

3.2 Solusi Untuk Permasalahan Bangunan Saat Ini...………. 14

3.3 Gambaran bangunan ramah lingkungan yang bersinergi dengan lingkungan……… 21

4. BAB IV. PENUTUP ...……….. 24

4.1 Kesimpulan ………. 24


(6)

v

5. DAFTAR PUSTAKA ……… 25

6. LAMPIRAN... 26 Lembar Asistensi ... 26


(7)

vi

DAFTAR GAMBAR

Hal

Gambar 3.1 Bangunan dengan penggunaan material kaca yang

berlebihan ……... 13 Gambar 3.2 Adanya ruang yang terbuka langsung menuju kolam pada ruang

tamu semakin menambah kenyamanan penghuni rumah ……... 14 Gambar 3.3 Pemasangan drainase vertical ……….... 15 Gambar 3.4 Penggunaan paving block pada lahan parker bertujuan untuk

menghindari pemanasan udara ……….... 19 Gambar 3.5 Penggunaan cat eksterior rumah berwarna terang bertujuan agar

radiasi matahari tidak memberikan tambahan panas

kepada bangunan ……….... 20

Gambar 3.6 Salah satu contoh dari rumah ramah lingkungan …..…………..…. 21 Gambar 3.7 Bangunan ramah lingkungan ……….…………..…….... 22


(8)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar belakang

Saat ini masalah lingkungan cukup sering diperbincangkan. Sebagaimana telah diketahui bersama bahwa lapisan ozon kini semakin menipis. Dengan terus menipisnya lapisan itu, sangat dikhawatirkan bila lapisan ini tidak ada atau menghilang sama sekali dari alam semesta ini. Tanpa lapisan ozon sangat banyak akibat negatif yang akan menimpa makhluk hidup di muka bumi ini. Penebangan hutan pun terjadi di mana-mana, sehingga merusak ekosistem. Selain itu, meningkatnya pertumbuhan penduduk dari tahun ke tahun mengakibatkan pembangunan infrastuktur dimana-mana.

Proses konstruksi pada tahap pelaksanaan pembangunan maupun pada saat bangunan dimanfaatkan diyakini dapat berdampak negatif pada lingkungan hidup di tempat dan sekitar bangunan tersebut. Produk bangunan ini memberi konstribusi pada pemanasan global melalui emisi gas rumah kaca dalam bentuk gas karbon, metana maupun jenis gas lain yang dihasilkan baik pada tahap konstruksi maupun tahap operasional bangunan.

1.2Identifikasi masalah

1. Apa definisi lingkungan dan bangunan.

2. Bagaimana hubungan antara bangunan dan lingkungan.

3. Apa saja permasalahan dalam bangunan terhadap lingkungan saat ini. 4. Bagaimana cara menyelesaikan permasalahan yang ada saat ini. 5. Bagaimana bangunan yang ramah lingkungan.

1.3Tujuan

1. Mengetahui definisi lingkungan dan bangunan.

2. Mengetahui hubungan antara bangunan dan lingkungan.

3. Dapat menjelaskan berbagai permasalahan dalam hal bangunan terhadap lingkungan yang terjadi saat ini.

4. Mengetahui cara menyelesaikan permasalahan tentang bangunan yang tidak ramah lingkungan.


(9)

2

5. Dapat menjelaskan mengenai bangunan yang ramah lingkungan untuk masa depan

Indonesia.

1.4Metoda & teknik pengumpulan data

Untuk memperoleh informasi teraktual mengenai bangunan ramah lingkungan, maka pengumpulan data yang kami lakukan dengan cara studi pustaka ataupun mengambil informasi dari media internet.

1.5Lokasi & waktu pegumpulan data

Waktu pencarian data dilakukan sejak tanggal 28 April 2014 dan pengolahan dilakukan sejak tanggal 1 Mei 2014. Lokasi pengumpulan data di Kota Bandung.

1.6Sistematika penulisan

Laporan ini disajikan dalam empat bab. BAB I yaitu Pendahuluan yang meliputi Latar Belakang, Identifikasi Masalah, Tujuan, Metoda dan Teknik Pengumpulan Data, Lokasi dan Waktu Pengumpulan, dan Sistematika Penulisan. BAB II yaitu Landasan Teori meliputi Definisi Lingkungan, Defini Bangunan, Jenis-jenis Bangunan, dan Korelasi Antara Bangunan dan Lingkungan. BAB III yaitu Permasalahan Bangunan Saat Ini, Solusi Untuk Permasalahan, dan Rancangan Bangunan Masa Depan Yang Bersinergi Dengan Lingkungan. Terakhir BAB IV yaitu Penutup meliputi Kesimpulan dan Saran.


(10)

3

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1Definisi Lingkungan

Definisi lingkungan hidup dalam Undang-Undang No.23 Tahun 1997 adalah:

Kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang memengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.

Dalam definisi diatas disebutkan bahwa manusia memiliki peran aktif dalam menjadikan lingkungan hidupnya seperti apa yang diinginkan. Manusia harus menyadari bahwa semua sumber daya alam yang ada mempunyai keterbatasan ketersediaan dalam aspek kuantitas maupun kualitas. Oleh karena itu perlu harmonisasi antara manusia dengan lingkungan hidup harus tercapai.

2.1.1 Permasalahan lingkungan

Masalah yang berpontensi terhadap pencemaran dan kerusakan lingkungan antara lain:

1. Populasi Manusia

Overpopulasi adalah suatu kondisi dimana besarnya populasi manusia lebih besar dari kapasitas lingkungan. Overpopulasi tidak hanya mengenai jumlah manusia, tetapi merupakan perbandingan antara jumlah manusia dan sumber daya yang dibutuhkan untuk hidup.

Meningkatnya jumlah penduduk dunia dengan sendirinya menyebabkan meningkatnya pula kebutuhan pangan, sandang serta papan. Kebutuhan papan atau tempat tinggal mengakibatkan semakin banyak lahan yang dialhifungsikan, yang semula hutan dan tanah pertanian diubah menjadi hunian tempat tinggal. Perubahan fungsi lahan dapat menimbulkan masalah.

2. Sumberdaya Alam

Sumberdaya alam yang tersedia merupakan salah satu modal pembangunan. Oleh sebab itu pemanfaatannya harus diperhatikan


(11)

4

keberlanjutannya dan tidak merusaknya. Tetapi dalam kenyataannya

sering terjadi eksploitasi sumberdaya alam oleh manusia. 3. Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan

Pencemaran udara bukanlah hal yang baru. Sejak awal masa industrialisasi, pencemaran lingkungan udaha oleh manusia meningkat sangat tajam, sehingga sistem pembersihan udara secara alami tidak berfungsi lagi dengan baik. Di samping itu pencemaran udara juga menimbulkan efek samping seperti lubang ozon dan pemanasan global.

2.2Definisi bangunan

Suatu benda dapat dikatakan sebagai bangunan bila benda tersebut merupakan hasil karya orang dengan tujuan untuk kepentingan tertentu dari seseorang atau lebih dan benda tersebut tidak dapat dipindahkan kecuali dengan cara membongkar.

Bangunan adalah struktur buatan manusia yang terdiri atas dinding dan atap yang didirikan secara permanen di suatu tempat. Bangunan juga biasa disebut dengan rumah dan gedung, yaitu segala sarana, prasarana atau infrastruktur dalam kebudayaan atau kehidupan manusia dalam membangun peradabannya. Bangunan memiliki beragam bentuk, ukuran, dan fungsi, serta telah mengalami penyesuaian sepanjang sejarah yang disebabkan oleh beberapa faktor, seperti bahan bangunan, kondisi cuaca, harga, kondisi tanah, dan alasan estetika.

Bangunan mempunyai beberapa fungsi bagi kehidupan manusia, terutama sebagai tempat berlindung dari cuaca, keamanan, tempat tinggal, privasi, tempat menyimpan barang, dan tempat bekerja. Suatu bangunan tidak bisa lepas dari kehidupan manusia khususnya sebagai sarana pemberi rasa aman dan nyaman.

2.3Klasifikasi bangunan

Bangunan gedung adalah bangunan yang didirikan dan atau diletakkan dalam suatu lingkungan sebagian atau seluruhnya pada, di atas, atau di dalam tanah dan atau perairan secara tetap yang berfungsi sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya (kepmen no.10/KPTS/2000).


(12)

5

Berdasarkan definisi bangunan diatas, maka bangunan dibagi menjadi beberapa kelas

sebagai berikut :

1) Kelas 1 : Bangunan Hunian Biasa, adalah satu atau lebih bangunan yang merupakan:

 Kelas 1A : bangunan hunian tunggal yang berupa: o Satu rumah tunggal.

o Satu atau lebih bangunan hunian gandeng, yang masing-masing bangunannya dipisahkan dengan suatu dinding tahan api, termasuk rumah deret, rumah taman, unit town house, villa.

 Kelas 1B : Rumah asrama/kost, rumah tamu, hotel, atau sejenis-nya dengan luas total lantai kurang dari 300 m2 dan tidak ditinggali lebih dari 12 orang secara tetap, dan tidak terletak di atas atau di bawah bangunan hunian lain atau bangunan kelas lain selain tempat garasi pribadi.

2) Kelas 2 : Bangunan hunian yang terdiri atas 2 atau lebih unit hunian yang masing-masing merupakan tempat tinggal terpisah.

3) Kelas 3 : Bangunan hunian di luar bangunan kelas 1 atau 2, yang umum digunakan sebagai tempat tinggal lama atau sementara oleh sejumlah orang yang tidak

berhubungan, termasuk:

 Rumah asrama, rumah tamu, losmen; atau

 Bagian untuk tempat tinggal dari suatu hotel atau motel; atau  Bagian untuk tempat tinggal dari suatu sekolah; atau

 Panti untuk orang berumur, cacat, atau anak-anak; atau

 Bagian untuk tempat tinggal dari suatu bangunan perawatan kesehatan yang menampung karyawan-karyawannya.

4) Kelas 4 : Bangunan Hunian Campuran, adalah tempat tinggal yang berada di dalam suatu bangunan kelas 5, 6, 7, 8, atau 9 dan merupakan tempat tinggal yang ada dalam bangunan tersebut.


(13)

6

5) Kelas 5 : Bangunan kantor, adalah bangunan gedung yang dipergunakan untuk

tujuan-tujuan usaha profesional, pengurusan administrasi, atau usaha komersial, di luar bangunan kelas 6, 7, 8, atau 9.

6) Kelas 6 : Bangunan Perdagangan, adalah bangunan toko atau bangunan lain yang dipergunakan untuk tempat penjualan barang-barang secara eceran atau pelayanan kebutuhan langsung kepada masyarakat, termasuk:

 ruang makan, kafe, restoran

 ruang makan malam, bar, toko atau kios sebagai bagian dari suatu hotel atau motel  tempat potong rambut/salon, tempat cuci umum

 pasar, ruang penjualan, ruang pamer, atau bengkel

7) Kelas 7 : Bangunan Penyimpanan/Gudang, adalah bangunan gedung yang dipergunakan penyimpanan, termasuk:

 Tempat parkir umum

 Gudang, atau tempat pamer barang-barang produksi untuk dijual atau cuci gudang 8) Kelas 8 : Bangunan Laboratorium/Industri/Pabrik, adalah bangunan gedung

laboratorium dan bangunan yang dipergunakan untuk tempat pemrosesan suatu produksi, perakitan, perubahan, perbaikan, pengepakan, finishing, atau pembersihan barang-barang produksi dalam rangka perdagangan atau penjualan.

9) Kelas 9 : Bangunan Umum, adalah bangunan gedung yang dipergunakan untuk melayani kebutuhan masyarakat umum, yaitu:

 Kelas 9A : bangunan perawatan kesehatan, termasuk bagian-bagian dari bangunan tersebut yang berupa laboratorium

 Kelas 9B : bangunan pertemuan, termasuk bengkel kerja, laboratorium atau sejenisnya di sekolah dasar atau sekolah lanjutan, hall, bangunan peribadatan, bangunan budaya atau sejenis, tetapi tidak termasuk setiap bagian dari bangunan yang merupakan kelas lain


(14)

7

10)Kelas 10 : adalah bangunan atau struktur yang bukan hunian :

 Kelas 10A : bangunan bukan hunian yang merupakan garasi pribadi, carport, atau sejenisnya

 Kelas 10B : struktur yang berupa pagar, tonggak, antena, dinding penyangga atau dinding yang berdiri bebas, kolam renang, atau sejenisnya.

11)Bangunan-bangunan yang tidak diklasifikasikan secara khusus, bangunan atau bagian dari bangunan yang tidak termasuk dalam klasifikasi bangunan 1 s.d. 10 tersebut, dalam Pedoman Teknis ini dimaksudkan dengan klasifikasi yang mendekati sesuai peruntukannya.

12)Bangunan yang penggunaannya insidentil, bagian bangunan yang penggunaannya insidentil dan sepanjang tidak mengakibatkan gangguan pada bagian bangunan lainnya, dianggap memiliki klasifikasi yang sama dengan bangunan utamanya.

13)Klasifikasi jamak, bangunan dengan klasifikasi jamak adalah bila beberapa bagian dari bangunan harus diklasifikasikan secara terpisah, dan:

 Bila bagian bangunan yang memiliki fungsi berbeda tidak melebihi 10 % dari luas lantai dari suatu tingkat bangunan, dan bukan laboratorium, klasifikasinya disamakan dengan klasifikasi bangunan utamanya

 Kelas-kelas 1a, 1b, 9a, 9b, 10a dan 10b adalah klasifikasi yang terpisah

 Ruang-ruang pengolah, ruang mesin, ruang mesin lif, ruang boiler atau sejenisnya diklasifikasikan sama dengan bagian bangunan di mana ruang tersebut terletak

2.4 Korelasi antara Bangunan dan Lingkungan

Dalam penelitiian yang dilakukan Hendrickson dan Horvath pada tahun 2000 dikatakan bahwa konstruksi berpengaruh secara signifikan terhadap lingkungan. Hal yang sama juga dinyatakan oleh Abidin dan Jaapar, bahwa sektor konstruksi merupakan penyumbang pertumbuhan ekonomi suatu negara, namun dampak yang ditimbulkan akibat kegiatan konstruksi terhadap lingkungan sangat besar.


(15)

8

1. Pengambilan material

2. Proses pengolahan material

3. Distribusi material dari sumber ke pemakai 4. Proses konstruksi

5. Pengambilan lahan untuk bangunan

6. Konsumsi energi saat bangunan dioperasikan

Menurunnya kualitas lingkungan serta kerusakan lingkungan sedikit banyak disebabkan oleh limbah pembangunan. Poon (1997) melaporkan bahwa sebagian limbah padat berasal dari limbah konstruksi, serta menyatakan bahwa puing kontruksi dari pembongkaran merupakan porsi terbesar dari seluruh limbah padat di hongkong. Faktor kunci untuk meraih keberhasilan bagi perusahaan konstruksi dalam hal mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan adalah manajemen lingkungan yang di dasarkan pada komitmen dan tujuan yang jelas (Christini dkk.,2004).

2.5 Konstruksi indonesia ramah lingkungan 2.5.1 Agenda konstruksi Indonesia 2030

Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang dan sedang membangun telah memiliki cetak biru bagi sektor konstruksi sebagai grand design dan grand strategy yang disebut dengan konstruksi Indonesia 2030. Dalam dokumen tersebut dinyatakan bahwa konstruksi Indonesia mesti berorientasi untuk tidak menyumbang pada kerusakan lingkungan namun justru menjadi pelopor perbaikan dan peningkatan kualitas lingkungan di seluruh habitat persada Indonesia, yang dialami oleh manusia dan seluruh makluk lainnya secara bersimbiosis mutualisme (LPJKN, 2007, h-37).

Salah satu agenda yang diusulkan adalah melakukan promosi konstruksi berkelanjutan (sustainable construction) untuk penghematan bahan dan pengurangan limbah (bahan sisa) serta kemudahan pemeliharaan bangunan pascakonstruksi (LPJKN 2007, h.142). Dalam beberapa sumber dikatakan bahwa pembangunan berkelanjutan di Indonesia sudah berjalan, meskipun hingga saat ini konstruksi berkelanjutan di Indonesia sudah berjalan, meskipun hingga saat ini konstruksi berkelanjutan belum terlihat secara


(16)

9

signifikan. Dalam draft agenda 21 konstruksi berkelanjutan Indonesia

sebagai rujukan pengembangan agenda konstruksi Indonesia 2030, terdapat tiga pengelompokon agenda berdasarkan kurun waktunya yaitu:

1. Dalam kurun waktu tahun 2011 s/d 2017, disebut dengan agenda jangka pendek, berisi agenda yang harus segera dilakukan untuk penciptaan kondisi lingkungan

2. Dalam kurun waktu tahun 2011 s/d 2024 disebut dengan agenda jangka menengah, berisi agenda yang bertujuan untuk melaksanakan implementasi konstruksi berkelanjutan termasuk dampaknya.

3. Dalam kurun waktu tahun 2011 s/d 2030 disebut dengan agenda jangka panjang berisi agenda yang bertujuan menciptakan paradigma baru dalam impelementasi kontruksi berkelanjutan.

Sebagai upaya dalam mencapai kontruksi berkelanjutan, di Indonesia perlu di lakukan tindakan tindakan seperti yang di muat dalam agenda konstruksi Indonesia 2030, yaitu:

1. Penggunaan atau pemanfaatan kembali bangunan bangunan yang telah ada

2. Perancangan kontruksi yang bertujuan untuk mengurangi limbah yang ditimbulkannya

3. Penerapan kontruksi ramping (lean construction)

4. Pelaksanaan kontruksi dengan meminimalkan konsumsi energy 5. Penggunaan bangunan dengan meminimalkan konsumsi energy 6. Pengurangan polusi

7. Mempertimbangkan aspek lingkungan pada tahap pengadaan material sampai dengan tahap konstruksi

8. Penggunaan air secara bijaksana

9. Mempertimbangkan dampak proses konstruksi terhadap masyarakat sekitar proyek

10. Menetapkan target pencapaian konstruksi berkelanjutan sebagai salah satu aspek dalam pengingkatan kinerja


(17)

10

2.5.2 Bangunan Ramah Lingkungan Berdasarkan Peraturan Menteri Negara

Lingkungan Hidup no.8 tahun 2010

Bangunan dapat di katergorikan sebagai bangunan ramah lingkungan apabila memenuhi kriteria antara lain (peraturan menteri negara lingkungan hidup no.8 tahun 2010 BAB II Pasal 4.

Bangunan dapat dikategorikan sebagai bangunan ramah lingkungan apabila memenuhi kriteria antara lain:

 Menggunakan material bangunan yang ramah lingkungan yang antara lain meliputi: (1) material bangunan yang bersertifikat eco-label; (2) material bangunan lokal.

 Terdapat fasilitas, sarana, dan prasarana untuk konservasi sumber daya air dalam bangunan gedung antara lain: (1) mempunyai sistem pemanfaatan air yang dapat dikuantifikasi; (2). Menggunakan sumber air yang memperhatikan konservasi sumber daya air;

 Mempunyai sistem pemanfaatan air hujan.

 Terdapat fasilitas, sarana, dan prasarana konservasi dan diversifikasi energi antara lain: (1) menggunakan sumber energi alternatif terbarukan yang rendah emisi gas rumah kaca; (2) menggunakan sistem pencahayaan dan pengkondisian udara buatan yang hemat energi.

 Menggunakan bahan yang bukan bahan perusak ozon dalam bangunan gedung antara lain: (1) refrigeran untuk pendingin udara yang bukan bahan perusak ozon; (2) melengkapi bangunan gedung dengan peralatan pemadam kebakaran yang bukan bahan perusak ozon.

 Terdapat fasilitas,sarana, dan prasarana pengelolaan air limbah domestik pada bangunan gedung antara lain: (1) melengkapi bangunan gedung dengansistem pengolahan air limbah domestik pada bangunan gedung fungsi usaha dan fungsi khusus; (2) melengkapi bangunan gedung dengansistem pemanfaatan kembali air limbah domestik hasil pengolahan pada bangunan gedung fungsi usaha dan fungsi khusus.

 Terdapat fasilitas pemilahan sampah;

 Memperhatikan aspek kesehatan bagi penghuni bangunan antara lain: (1) melakukan pengelolaan sistem sirkulasi udara bersih; (2) memaksimalkan penggunaan sinar matahari.


(18)

11

 Terdapat fasilitas, sarana, dan prasarana pengelolaan tapak berkelanjutan

antara lain: (1) melengkapi bangunan gedung dengan ruang terbuka hijau sebagai taman dan konservasi hayati, resapan air hujan dan lahan parkir; (2) mempertimbangkan variabilitas iklim mikro dan perubahan iklim; (3) mempunyai perencanaan pengelolaan bangunan gedung sesuai dengan tata ruang; (4) menjalankan pengelolaan bangunan gedung sesuai dengan perencanaan; dan/atau

 Terdapat fasilitas, sarana, dan prasarana untuk mengantisipasi bencana antara lain: (1) mempunyai sistem peringatan diniterhadap bencana dan bencana yang terkait dengan perubahan iklim seperti: banjir, topan, badai, longsor dan kenaikan muka air laut; (2) menggunakan material bangunan yang tahan terhadap iklim atau cuaca ekstrim intensitas hujan yang tinggi, kekeringan dan temperatur yang meningkat.


(19)

12

BAB III

PEMBAHASAN

3.1Permasalahan bangunan saat ini

3.1.1 Konsep perancangan bangunan di Indonesia yang mengadopsi negara beriklim subtropis

Kesalahan mengadopsi konsep rancangan bangunan dari negara beriklim dingin atau subtropis salah satunya dengan menggunakan atap dari bahan transparan. Bisa kita ambil contoh pada Gedung Pusat Peragaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (PP-IPTEK). Bangunan ini tidak mencerminkan keandalan iptek karena sama sekali tidak mempertimbangkan dan memanfaatkan ilmu pengetahuan (sains) bangunan dalam rancangan bangunan di kawasan panas tropis lembab. Atap bangunan yang terbuat dari bahan yang transparan membuat sinar matahari tembus secara langsung mengakibatkan terjadinya efek rumah kaca. Akibatnya adalah akumulasi dalam ruang. Ruang di dalam bangunan menjadi sangat panas, melampaui ambang batas toleransi kenyamanan termal manusia di dalamnya. Untuk menurunkan suhu ruangan di perlukan unit pengkodisian (pendingin) udara (AC) dengan kapasitas besar, mengakibatkan melambungnya biaya listrik gedung ini.

Atap bangunan yang 80% terbuat dari bahan transparan (poly carbonat)

secara tidak di sadari menmbiarkan radiasi matahari langsung masuk ke dalam bangunan. Gedung tiga lantai dengan tata luas sekitar 23.000m2 di antaranya digunakan untuk area peraga ilmu pengetahuan dan teknologi akhirnya tidak dapat berfungsi sebagaimana yang direncanakan semula akibat panasnya udara ruang peraga yang dapat melebihi 36o C (tanpa AC) sementara suhu luar sekitar 32o C

Konsep memasukan sinar matahari kedalam bangunan melalui bidang atau atap transparan merupakan solusi desain di negara-negara beriklim subtropis atau dingin. Bagi daerah beriklim dingin, masuknya sinar matahari kedalam


(20)

13

bangunan selain akan membantu memberikan penerangan, juga berfungsi

memanaskan ruang sebagai akibat dari efek rumah kaca, dengan kata lain mengurangi biaya listrik bagi pemanasan ruang

3.1.2 Orientasi bangunan

Tidak sedikit arsitek di Indonesia yang membuat bangunan tanpa memerdulikan arah lintasan matahari. Pertimbangan orientasi bangunan terhadap arah lintasan matahari cenderung diabaikan atau tidak diketahui sama sekali. Banyak bangunan menghadapkan bidang-bidang kaca lebar ke arah barat atau timur, arah datangnya radiasi matahari, berkonsekuensi terhadap pemanasan bangunan , mengakibatkan ketidaknyamanan termis atau pemborosan energi jika bangunan menggunakan mesin pengkondisian udara (AC).

Banyak arsitek mengklaim merancang bangunan tropis, namun kenyataannya tidak mengantisipasi apapun terhadap iklim tropis. Ketergantungan terhadap penggunaan teknologi yang boros energi dan melupakan potensi alam semakin mengkhawatirkan kita semua akhir-akhir ini.

3.1.3 Penggunaan material kaca yang berlebihan

Penggunaan material kaca sebagai pembalut bangunan atau sebagai atria (atrium) di Indonesia menyebabkan ruang bangunan menjadi panas. Akumulasi panas terhadap bangunan mengakibatkan penggunaan AC yang berlebihan, maka energi yang di konsumsi untuk pendinginan membengkak karena panas yang harus dibuang semakin membesar.

Gambar 3.1 Bangunan dengan penggunaan material kaca yang berlebihan

Sumber:

http://farianto.files.wordpress.com/2010/03/dana mon-lama31.jpg


(21)

14

3.1.4 Kolam air dibawah atap transparan

Dalam gedung PP IPTEK terdapat sebuah kolam air di bawah atap transparan. Hal ini dapat menyebabkan pemanasan efek rumah kaca. Mungkin dalam merancang bangunan ini, sang arsitek berharap bahwa kolam ikan ini dapat menaikkan nilai estetika namun hal ini jelas keliru. Nyatanya, akibat tingginya suhu udara di atas kolam, air menguap dengan cepat dan menaikkan tingkat kelembapan udara dalam gedung dan menambah kerja mesin AC yang berakibat membengkaknya biaya listrik yang harus dibayar.

3.2 Solusi untuk permasalahan

3.2.1 Konsep perancangan bangunan di Indonesia yang semestinya a) Kenyamanan Sirkulasi Penghuni

Dalam perencanaan bangunan di Indonesia, kita harus menganalisa apa saja aktivitas yang akan di lakukan di dalam bangunan tersebut. Selain itu, apakah fungsi dari bangunan tersebut untuk ruang publik atau digunakan secara pribadi. Penyesuaian pada tapak juga dapat menentukan orientasi penempatan ruang – ruang. Hal ini nantinya akan menentukan hubungan antar ruang agar tercipta jalur sirkulasi yang tepat

b) Kenyamanan Sirkulasi Udara, Cahaya dan Visual

Mengenai sirkulasi udara dan cahaya, kita dapat memanfaatkan kondisi iklim di Indonesia yang sangat mendukung untuk penggunaan energi alami, sehingga kita dapat menekan penggunaan energi listrik. Sebagai gambarannya kita tidak perlu menyalakan lampu ataupun AC di siang hari, karena kebutuhan pencahayaan dan penghawaan telah dipenuhi

Gambar 3.2 Adanya ruang yang terbuka langsung menuju kolam pada ruang tamu semakin menambah

kenyamanan penghuni rumah

Sumber: http://architectaria.com/wp-content/uploads/2009/07/living-area.jpg


(22)

15

oleh energi alam. Hal ini didukung oleh penempatan pintu dan jendela

maupun lubang angin yang ditentukan melalui analisa tapak, supaya rumah tersebut mendapat sumber pencahayaan dan penghawaan alami yang optimal

c) Pemilihan, Penggunaan dan Pengolahan Tapak

Dalam membangun bangunan tempat tinggal baru lokasi sebaiknya dekat dengan pusat transportasi masal. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan warga berpergian ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan umum sehingga mengurangi penggunaan kendaraan pribadi.

Dalam aspek penggunaan dan pengolahan tapak sebaiknya bangunan dibangun tanpa banyak harus memodifikasi tapak atau permukaan tanah. Perkerasan permukaan tanah harus mempertimbangkan penyerapan air hujan. Material berpori, coneblock, grassblock merupakan material yang direkomendasikan.

d) Konservasi Air

 Perumahan/permukiman

Kawasan permukiman atau perumahan perlu dirancang untuk mampu mengonservasi air, baik air tanah maupun air hujan kawasan permukiman atau perumahan dapat dilengkapi dengan danau-danau kecil sebagai tempat penampungan air. Penempatan kolam sedemikian rupa di tempat yang paling rendah di kawasan perumahan dapat digunakan sebagai penampungan air hujan dan mencegah genangan atau banjir

 Bangunan yang memiliki lahan sempit

Pembangunan sarana perumahan dan infrastruktur adalah suatu

kebutuhan, namun dewasa ini lahan di Gambar 3.3 Pemasangan drainase vertical

Sumber:

http://4.bp.blogspot.com/LFuUQyPDoIQ/T1Yc5oBJ0WI/AAAAAAAAAbA/58Ht -KwuVnY/s1600/project+8.jpg


(23)

16

negara ini semakin sempit. Untuk itu dibuatlah bangunan yang

dibangun secara vertikal. Contohnya apartemen. Namun, dengan minimnya lahan, kita tidak mungkin membuat danau kecil untuk penampungan air hujan dan mencegah terjadinya banjir. Untuk meresapkan air hujan sedekat mungkin dari lokasi turunnya pada berbagai kondisi lahan secara ekonomis, efektif, dan aman, hadirlah drainase vertikal KONATA. Suatu inovasi sistem resapan air hujan yang mampu mencegah banjir sekaligus mengisi kembali air tanah. Keistimewaan dari drainase vertical KONATA adalah menambah cadangan air tanah secara cepat, mencegah intrusi air laut, mencegah terjadinya erosi dan kerusakan infrastruktur dan berdaya guna sangat lama.

e) Penggunaan Material

Bahan bangunan lebih disarankan agar menggunakan material local seperti halnya kayu, bamboo karena ditinjau dari sisi keberlanjutannya dapat di tanam kembali namun maraknya kasus penebangan liar dan pengerusakan hutan, penggunaan kayu untuk bahan bangunan menjadi

hal yang “sensitif’ di Indonesia. Material yang bersifat reusable, dapat digunakan atau dipasang kembali jika bangunan diruntuhkan lebih di sarankan untuk digunakan.

3.2.2 Penghematan energi bangunan

1. Menimalkan perolehan dari panas matahari

Untuk meminimalkan panas yang diterima bangunan dari matahari perlu dilakukan sejumlah langkah.

Pertama, menghalangi jatuhnya radiasi matahari langsung pada dinding transparan bangunan yang dapat mengakibatkan terjadinya efek rumah kaca. Efek rumah kaca akan menaikkan suhu udara secara signifikan. Kedua, menguragi transimisi panas dari dinding dinding massive yang terkena radiasi matahari. Dengan melakukan penyelesaian rancangan sebagai berikut:

 Membuat dinding lapis (berongga) yang diberi ventilasi pada rongganya


(24)

17

 Menempatkan ruang-ruang servis (tangga, toilet, gudang, dsb) pada

sisi sisi jatuhnya radiasi matahari langsung (sisi timur dan barat)  Memberi ventilasi pada ruang antara atap dan langit langit (pada bangunan rendah) agar tidak terjadi akumulasi panas pada ruang tersebut

2. Orientasi bangunan utara selatan (Memanjang timur barat)

Di kawasan sekitar equator sisi barat-timur mendapatkan panas yang lebih tinggi dibandingkan sisi utara-selatan. Untuk itu di daerah selatan equator sisi selatan bangunan tidak akan mendapatkan cahaya langsung matahari antara bulan april hingga September. Sementara sisi utara bangunan tidak akan mendapatkan cahaya langsung antara bulan oktober hingga maret. Hal ini perlu di pertimbangkan arsitek dalam merancang bangunan.

3. Organisasi ruang

Dalam pengorganisasian ruang di bangunan rumah, ruang ruang yang digunakan untuk aktivitas penting atau utama di letakkan di tengah, kemudian di apit oleh ruang ruang yang berfungsi sebagai penunjang atau servis di sisi timur atau barat. Hindarkan penempatan ruang ruang utama, seperti ruang tidur, ruang keluarga, dan lainnya pada sisi barat, kecuali jika ada pembayangan dari bangunan lain atau pohon besar pada sisi tersebut. Dinding ruang di bagian barat akan mendapatkan radiasi matahari siang dan sore yang sangat tinggi, dan membuat ruang di dalamnya panas. Sebaiknya sisi barat rumah digunakan untuk ruang ruang servis. Seperti kamar mandi, wc, gudang, tangga, terutama jika sisi ini tidak mendapat pembayangan.

4. Memaksimalkan pelepasan panas bangunan

Untuk mengurangi pemanasan bangunan, panas matahari yang masuk kedalam bangunan harus dibuang. Hal ini dapat di lakukan dengan pemecahan rancangan arsitektur yang memungkinkan terjdinya aliran udara silang secara maksium di dalam bangunan. Aliran udara sangat


(25)

18

berpengaruh dalam menciptakan “efek dingin” pada tubuh manusia

sehingga sangat mrmbsntu prncapaian kenyamanan suhu

5. Meminimalkan radiasi panas dari plafon (untuk lantai teratas)

Usahakan agar ruang di bawah atap di berikan jalusi semaksimal mungkin. Hal ini dimaksudkan agar udara panas yang terperangkap di bawah penutup atap (karena radiasi matahari) dapat dibuang atau dialirkan keluar sehingga panas tersebut tidak merambatkan memanaskan ruang di bawahnya. Diusahakan ketinggian plafon dari lantai tidak kurang dari 3 m. plafon lantai atas menerima panas dari atap dan udara dalam ruang atap. Plafon merupakan benda dengan suhu lebih tinggi dari suhu ruang di bawahnya. Untuk itu plafon perlu dijauhkan dari kepala manusia. Agar kenyamanan termal leebih mungkin di capai

6. Hindari radiasi matahari memasuki bangunan atau bidang kaca

Ketika sinar matahari secara langsung menembus bidang kaca, radiasi (dalam bentuk gelombang pendek) yang di pancarkan akan memanaskan (menaikkan suhu) benda benda seperti halnya lantai, meja, kursi, manusia dalam bangunan tersebut, selain memanaskan kaca itu sendiri. Akibat pemanasan tersebut, benda-benda memancarkan kembali panasnya udara ke sekelilingnya, dalam bentuk radiasi gelombang panjang

Karena secara umum bahan kaca tidak dapat meneruskan gelombang panjang, panas yang di pancarkan benda benda tersebut akhirnya terperangkap dalam bangunan. Hal ini mengakibatkan kenaikan suhu ruang bangunan. Pemanasan ruang akibat hal ini seringkali diatasi dengan memasang mesin pendingin (AC) yang memerlukan energi besar, yang seharusnya tidak di perlukan.

7. Manfaat radiasi matahari tidak langsung untuk penerangan ruang

Untuk penerangan ruang, perlu diusahakan mengambil cahaya langit, bukan cahaya langsung matahari. Cahaya langit adalah cahaya yang


(26)

19

dihasilkan dari cahaya difuse matahari. Cahaya ini tidak memberikan

efek pemanasan terhadap ruang yang diterangi.

8. Optimalkan ventilasi silang (untuk bangunan non ac)

Jika ruang tidak menggunakan ac, usahakan agar terjadi aliran udara yang menerus (ventilasi silang) di dalam rumah atau bangunan, terutama bagi ruang ruang yang dirasa panas. Hindari menutup seluruh lahan dengan bangunan, atau dengan kata lain tidak ada ruang terbuka di dua sisi bangunan yang berlawanan. Jika hal ini terjadi aliran udara menerus tidak dimungkinkan. Aliran udara penting untuk menciptakan efek dingin bagi tubuh manusia. Ciptakan ruang-ruang terbuka di sekitar bangunan jika lahan memungkinkan agar terjadi aliran udara silang dengan baik.

9. Hindari pemanasan permukaan sekitar bangunan

Untuk menghindari pemanasan udara di sekitar bangunan, penggunaan material keras (beton, aspal) sebagai penutup permukaan halaman, taman, atau parker yang tidak terlindung, perlu di minimalkan. Material keras yang terkena radiasi secara langsung akan menaikkan suhu udara di sekitar rumah atau bangunan dan akhirnya membuat ruangan di dalam panas.

Tri Harso dalam Lippsmeier (2013:228) “suhu diatas permukaan rumput

pendek dapat mencapai 4o C lebih rendah dari suhu diatas permukaan beton dan 5o C lebih rendah seandainya rumput tersebut terlindung dari

sinar matahari”

Gambar 3.4 Penggunaan paving block pada lahan parker bertujuan untuk menghindari pemanasan udara

Sumber:

http://akuinginhijau.files.wordpress.com/2008/03/pav ing_berumput.jpg


(27)

20

10.Penghijauan atap

Penghijauan atap (green roof) merupakan salah satu cara untuk mengurangi pemanasan bangunan dan pemanasan kawasan. Penghijauan atap atau sering di sebut atap bervegetasi atau atap-ekologis merupakan penghijauan diatas permukaan atap datar yang sudah di beri lapisan water-profing. Penghijauan atap dapat berupa taman atap yang digunakan sebagai aktivitas manusia atau sekedar penghijauan yang diisi oleh tanaman-tanaman jenis tertentu yang umumnya tahan terhadap lingkungan kering sehingga tidak banyak memerlukan air.

11.Warna dan tekstur dinding luar bangunan

Warna terang cenderung

memantulkan panas

sementara warna gelap menyerap lebih banyak panas. Agar radiasi matahari tidak memberikan tambahan panas kepada bangunan, dinding luar dan atap bangunan di daerah beriklim panas atau tropis perlu berwarna terang. Sementara untuk wilayah beriklim dingin dengan suhu rata-rata rendah, warna dinding dan atap bangunan sebaiknya gelap. Hal ini dimaksudkan agar lebih banyak radiasi matahari yang dapat diserap bangunan sehingga bangunan menjadi lebih hangat.

Tekstur material permukaan luar bangunan juga berpengaruh terhadap penyerapan radiasi matahari. Tekstur kasar menyerap lebih banyak panas dibanding tekstur halus. Fenomena ini perlu dipahami untuk mengantisipasi iklim setempat secara benar

Gambar 3.5 Penggunaan cat eksterior rumah berwarna terang bertujuan agar radiasi matahari tidak memberikan tambahan panas kepada bangunan

Sumber:

http://www.gmtproperty.com/img/1086_gambar_Tips_Men ahan_Debu_untuk_Rumah_di_Pinggir_Jalan_1.jpg


(28)

21

3.3 Gambaran bangunan ramah lingkungan yang bersinergi dengan lingkungan

3.3.1 Rumah

Pada gambar 3.4 merupakan salah satu gambaran rumah ramah lingkungan. Ada beberapa konsep rumah ramah lingkungan yang di terapkan pada gambar tersebut. Yaitu:

1. Ventilasi silang

Pada gambar di atas, seluruh lahan tidak hanya digunakan untuk bangunan saja, tetapi sebagian lahan tersebut digunakan untuk tanaman agar terciptanya pemanasan di permukaan sekitar bangunan

2. Sel surya pada atap rumah

Sinar matahari dapat dimanfaatkan sebagai penghasil energi listrik dengan menggunakan sel surya pada atap rumah. Selain berfungsi sebagai penghasil energi listri, sel surya tersebut dapat menekan biaya tagihan listrik yang harus dibayar tiap bulannya

3. Warna cat eksterior yang terang

Dengan menggunakan cat berwarna terang untuk eksterior rumah akan mengakibatkan rumah tersebut tidak terasa panas. Karena warna terang pada eksterior rumah tersebut tidak menyerap radiasi dari sinar matahari

Gambar 3.6 Salah satu contoh dari rumah ramah lingkungan

Sumber: http://3.bp.blogspot.com/-N4M4p-qORho/UntVnVFV5wI/AAAAAAAAADg/0XP3oD7Phl4/s1600/anatomy-of-green-building.gif


(29)

22

4. Tempat penampungan air

Dengan adanya penampungan air hujan tersebut dapat mencegah terjadinya genangan air dan air tersebut dapat kita gunakan contohnya untuk menyiram tanaman

5. Orientasi bangunan

Orientasi bangunan tersebut memanjang dari barat ke timur yang berarti bangunan tersebut mendapatkan cahaya matahari yang maksimal

3.3.2 Gedung

1. Penghijauan atap

Dengan adanya penghijauan atap, hal ini dapat mengurangi pemanasan bangunan dan pemanasan kawasan. Selain itu, penghijauan atap ini pun dapat digunakan sebagai aktivitas manusia dan dapat ditumbuhi

tanaman-tanaman lainnya yang membuat bangunan tersebut nampak asri

2. Tidak menggunakan beton atau aspal sebagai penutup permukaan halaman dan taman

Dalam bangunan tersebut, tidak digunakannya beton atau aspal sebagai penutup permukaan halaman dan taman. Sehingga pemanasan udara di sekitar bangunan dapat dihindari

Gambar 3.7 Bangunan ramah lingkungan


(30)

23

3. Ventilasi silang

Pada gambar di atas, seluruh lahan tidak hanya digunakan untuk bangunan saja, tetapi sebagian lahan tersebut digunakan untuk tanaman agar terciptanya pemanasan di permukaan sekitar bangunan

4. Warna cat eksterior yang terang

Dengan menggunakan cat berwarna terang untuk eksterior rumah akan mengakibatkan rumah tersebut tidak terasa panas. Karena warna terang pada eksterior rumah tersebut tidak menyerap radiasi dari sinar matahari


(31)

24

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Bangunan ramah lingkungan merupakan suatu rancangan kawasan dan bangunan yang mempertimbangkan kondisi fisik lingkungan setempat, dan menjawab permasalahan iklim tropis. Rancangan arsitektur kawasan dan bangunan harus mempertimbangkan faktor lokasi, iklim, konservasi air hujan dan air tanah, meminimalkan limbah, penghijauan kawasan, dan lainnya yang sesuai dengan kaidah-kaidah perancangan arsitektur ramah lingkungan.

Kemudian, penghematan energi merupakan bagian penting dalam konsep perancangan bangunan ramah lingkungan. Penghematan energi dapat menyisakan sumber energi bagi generasi mendatang serta meminimalkan emisi CO2 sebagai penyebab utama pemanasan bumi dan perubahan iklim global.

Apabila kedua hal ini dapat bersinergi dengan baik, tidak dapat dipungkiri lagi jika pembangunan di Indonesia mengikuti peraturan menteri negara lingkungan hidup no.8 tahun 2010 maka agenda konstruksi 2030 dapat terlaksana

4.2 Saran

Dalam menciptakan bangunan ramah lingkungan yang bersinergi dengan lingkungan yang terdapat pada agenda konstruksi 2030 dan dalam hal pembangunannya mengikuti peraturan menteri negara lingkungan hidup no.8 tahun diharapkan semua pihak dapat saling berkerja sama. Mulai dari pemilik bangunan, perencana dan pelaksana.


(32)

25

DAFTAR PUSTAKA

Harso, Tri (2013), Arsitektur dan Kota Tropis Dunia Ketiga suatu bahasan tentang indonesia. Depok: Penerbit PT. Rajagrafindo Persada

Ervianto, Wulfram (2012), Selamatkan Bumi Melalui Konstruksi Hijau. Yogyakarta: ANDI OFFSET

Frick, Heinz., Suskiyatno, Bambang (1998), Dasar-dasar Eko-arsitektur. Yogyakarta: Penerbit Kanisius


(33)

26

LAMPIRAN


(34)

27

RIWAYAT HIDUP

Dea Yunita Sari, Lahir di Bandung, 8 Juni 1995. Lulus Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Bandung pada tahun 2013. Tahun 2007 lulus dari sekolah dasar Karang Pawulang IV dan melanjutkan sekolah ke SMPN 2 Bandung dan lulus tahun 2010.

Saat ini penulis sedang melakukan studi di Politeknik Negeri Bandung Jurusan Teknik Sipil Program Studi D3 Konstruksi Gedung.

Deasy Monica Parhastuti, Lahir di Bandung, 15 Mei 1996. Lulus Sekolah Menengah Atas Negeri 6 Cimahi pada tahun 2013. Tahun 2007 lulus dari sekolah dasar Cijerah 1 dan melanjutkan sekolah ke SMPN 4 Cimahi dan lulus tahun 2010.

Saat ini penulis sedang melakukan studi di Politeknik Negeri Bandung Jurusan Teknik Sipil Program Studi D3 Konstruksi Gedung.


(1)

22

4. Tempat penampungan air

Dengan adanya penampungan air hujan tersebut dapat mencegah terjadinya genangan air dan air tersebut dapat kita gunakan contohnya untuk menyiram tanaman

5. Orientasi bangunan

Orientasi bangunan tersebut memanjang dari barat ke timur yang berarti bangunan tersebut mendapatkan cahaya matahari yang maksimal

3.3.2 Gedung

1. Penghijauan atap

Dengan adanya penghijauan atap, hal ini dapat mengurangi pemanasan bangunan dan pemanasan kawasan. Selain itu, penghijauan atap ini pun dapat digunakan sebagai aktivitas manusia dan dapat ditumbuhi

tanaman-tanaman lainnya yang membuat bangunan tersebut nampak asri

2. Tidak menggunakan beton atau aspal sebagai penutup permukaan halaman dan taman

Dalam bangunan tersebut, tidak digunakannya beton atau aspal sebagai penutup permukaan halaman dan taman. Sehingga pemanasan udara di sekitar bangunan dapat dihindari

Gambar 3.7 Bangunan ramah lingkungan


(2)

23

3. Ventilasi silang

Pada gambar di atas, seluruh lahan tidak hanya digunakan untuk bangunan saja, tetapi sebagian lahan tersebut digunakan untuk tanaman agar terciptanya pemanasan di permukaan sekitar bangunan

4. Warna cat eksterior yang terang

Dengan menggunakan cat berwarna terang untuk eksterior rumah akan mengakibatkan rumah tersebut tidak terasa panas. Karena warna terang pada eksterior rumah tersebut tidak menyerap radiasi dari sinar matahari


(3)

24

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Bangunan ramah lingkungan merupakan suatu rancangan kawasan dan bangunan yang mempertimbangkan kondisi fisik lingkungan setempat, dan menjawab permasalahan iklim tropis. Rancangan arsitektur kawasan dan bangunan harus mempertimbangkan faktor lokasi, iklim, konservasi air hujan dan air tanah, meminimalkan limbah, penghijauan kawasan, dan lainnya yang sesuai dengan kaidah-kaidah perancangan arsitektur ramah lingkungan.

Kemudian, penghematan energi merupakan bagian penting dalam konsep perancangan bangunan ramah lingkungan. Penghematan energi dapat menyisakan sumber energi bagi generasi mendatang serta meminimalkan emisi CO2 sebagai penyebab utama pemanasan bumi dan perubahan iklim global.

Apabila kedua hal ini dapat bersinergi dengan baik, tidak dapat dipungkiri lagi jika pembangunan di Indonesia mengikuti peraturan menteri negara lingkungan hidup no.8 tahun 2010 maka agenda konstruksi 2030 dapat terlaksana

4.2 Saran

Dalam menciptakan bangunan ramah lingkungan yang bersinergi dengan lingkungan yang terdapat pada agenda konstruksi 2030 dan dalam hal pembangunannya mengikuti peraturan menteri negara lingkungan hidup no.8 tahun diharapkan semua pihak dapat saling berkerja sama. Mulai dari pemilik bangunan, perencana dan pelaksana.


(4)

25

DAFTAR PUSTAKA

Harso, Tri (2013), Arsitektur dan Kota Tropis Dunia Ketiga suatu bahasan tentang indonesia. Depok: Penerbit PT. Rajagrafindo Persada

Ervianto, Wulfram (2012), Selamatkan Bumi Melalui Konstruksi Hijau. Yogyakarta: ANDI OFFSET

Frick, Heinz., Suskiyatno, Bambang (1998), Dasar-dasar Eko-arsitektur. Yogyakarta: Penerbit Kanisius


(5)

26


(6)

27

RIWAYAT HIDUP

Dea Yunita Sari, Lahir di Bandung, 8 Juni 1995. Lulus Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Bandung pada tahun 2013. Tahun 2007 lulus dari sekolah dasar Karang Pawulang IV dan melanjutkan sekolah ke SMPN 2 Bandung dan lulus tahun 2010.

Saat ini penulis sedang melakukan studi di Politeknik Negeri Bandung Jurusan Teknik Sipil Program Studi D3 Konstruksi Gedung.

Deasy Monica Parhastuti, Lahir di Bandung, 15 Mei 1996. Lulus Sekolah Menengah Atas Negeri 6 Cimahi pada tahun 2013. Tahun 2007 lulus dari sekolah dasar Cijerah 1 dan melanjutkan sekolah ke SMPN 4 Cimahi dan lulus tahun 2010.

Saat ini penulis sedang melakukan studi di Politeknik Negeri Bandung Jurusan Teknik Sipil Program Studi D3 Konstruksi Gedung.