16 Untuk sebuah jaringan distribusi yang memiliki beban dan terhubung
dengan DG yang mengasilkan daya reaktif seperti yang ditunjukkan Gambar 2.6 diatas, jatuh tegangan pada penyulang dapat dihitung oleh:
| |
R S
V V
V
2.11
R DG
DG
V Q
Q X
P P
R V
2.12
dimana: P
DG
= Daya aktif yang dihasilkan oleh DG Watt Q
DG
= Daya reaktif yang dihasilkan oleh DG VAR Persamaan 2.12 menunjukkan bahwa jika DG menghasilkan daya reaktif
atau DG tidak bertukar daya reaktif dengan jaringan grid, DG selalu menurunkan jatuh tegangan sepanjang penyulang. Jika daya yang dibangkitkan
lebih besar dari beban penyulang, daya akan mengalir dari DG menuju gardu induk dan menyebabkan kenaikan tegangan pada sisi primer transformator. Lebih
lanjut, Persamaan 2.12 juga menunjukkan bahwa jika DG menyerap daya reaktif, DG bisa meningkatkan jatuh tegangan -Q
DG
dan jika DG menghasilkan daya reaktif, DG dapat menurunkan jatuh tegangan +Q
DG
. Hal ini bergantung dari daya aktif dan daya reaktif dari DG.
2.5 Studi Aliran Daya
Studi aliran daya merupakan suatu bagian yang penting dalam analisis sistem tenaga. Studi aliran daya diperlukan untuk tahap perencanaan, pengaturan
biaya, dan dapat menjadi peramalan untuk perencanaan pengembangan jaringan di masa depan. Beberapa parameter yang perlu diperhatikan dalam aliran daya
Universitas Sumatera Utara
17 adalah menentukan besar dan sudut fasa dari tegangan pada masing
– masing bus, serta daya aktif dan reaktif yang mengalir pada setiap line.
Dalam penyelesaian sebuah aliran daya, sistem dioperasikan dalam keadaan seimbang. Besaran
– besaran yang menjadi parameter dalam studi aliran 2.5.1
Konsep Perhitungan Aliran Daya Perhitungan aliran daya pada dasarnya adalah menghitung besar tegangan,
sudut fasa dan rugi – rugi pada jaringan dalam kondisi tunak dan dengan beban
seimbang. Pada setiap bus ada 4 variabel operasi yang terkait, yaitu daya aktif, daya
reaktif, besar tegangan, dan sudut fasa tegangan. Supaya Persamaan aliran daya dapat dihitung, dua dari empat variabel diatas harus diketahui untuk setiap bus,
sedangkan variabel yang lainnya dihitung. Setiap bus dalam sistem tenaga listrik dikelompokkan menjadi 3 tipe bus, yaitu [10] :
a. Bus beban
Bus beban adalah bus yang tidak memiliki unsur pembangkitan tenaga listrik generator, dan terhubung secara langsung dengan beban konsumen. Bus
beban biasa disebut dengan P-Q bus, karena pada bus ini, yang dapat diatur adalah kapasitas daya yang terpasang. P merupakan daya aktif terpasang dalam
satuan Watt W, sedangkan Q merupakan daya reaktif terpasang dalam satuan Volt Ampere Reaktif VAR. Hubungan antara daya aktif dan daya reaktif
terhubung dengan nilai cos phi cos φ.
b. Bus generator
Bus generator atau biasa disebut bus voltage controlled. Disebut demikian, karena tegangan pada bus ini biasanya dijaga konstan. Pada bus ini terhubung
dengan generator yang dapat dikontrol daya aktif dan tegangannya. Pengaturan daya aktif pada bus ini diatur dengan mengontrol penggerak mula prime mover,
sedangkan pengaturan tegangan pada bus ini diatur dengan mengontrol arus
Universitas Sumatera Utara
18 eksitasi pada generator. Oleh karena daya aktif P dan tegangan V yang dapat
dikontrol, maka bus ini sering disebut sebagai P-V bus. c.
Bus referensi Pada bus referensi atau biasa disebut slack bus, adalah sebuah bus
generator yang dianggap sebagai bus utama karena merupakan bus yang memiliki kapasitas daya yang paling besar. Oleh karena daya yang dapat disalurkan oleh
bus ini besar, maka dari itu, pada bus ini hanya nilai tegangan dan sudut fasa yang bisa diatur, sedangakan besar daya aktif dan reaktifnya akan dicari dalam
perhitungan. Dalam sistem pemrograman, tipe bus identik dengan kode angka. Dimana
kode untuk bus referensi adalah angka 1, kode untuk bus generator adalah angka 2, dan kode untuk bus beban adalah angka 3. Untuk lebih jelasnya dari pembagian
tipe dan kode bus, dapat dilihat dari Tabel 2.1 berikut ini :
Tabel 2.1 Tipe Bus Dalam Sistem Tenaga Listrik.
Tipe bus Kode Bus
Nilai yang diketahui
Nilai yang dihitung
Bus beban 3
P, Q V, δ
Bus generator 2
P, V Q, δ
Bus referensi 1
V, δ P, Q
2.5.2 Persamaan Aliran Daya
Sistem tenaga listrik tidak hanya terdiri dari 2 bus, melainkan terdiri dari beberapa bus yang akan diinterkoneksikan satu sama lain. Daya listrik yang
diinjeksikan oleh generator kepada salah satu bus, bukan hanya dapat diserap oleh beban bus tersebut, melainkan juga dapat diserap oleh beban di bus yang lain.
Kelebihan daya pada bus akan dikirimkan melalui saluran transmisi ke bus-bus lain yang kekurangan daya.
Universitas Sumatera Utara
19 Diagram satu garis beberapa bus dari suatu sistem tenaga diperlihatkan
pada Gambar 2.7:
Gambar 2.7 Diagram Satu Garis dari N-Bus dalam Suatu Sistem Tenaga
Arus pada bus I dapat ditulis:
2.13 Kemudian, didefinisikan:
Dalam bentuk matriks admitansi dapat dinyatakan menjadi:
2.14
Universitas Sumatera Utara
20 Sehingga I
i
pada Persamaan 2.13 dapat ditulis menjadi: 2.15
Atau dapat ditulis: 2.16
Persamaan daya pada bus I adalah: ; dimana
adalah conjugate pada bus i 2.17
Dengan melakukan substitusi Persamaan 2.17 ke Persamaan 2.16 maka diperoleh:
2.18 Dari Persamaan 2.18 terlihat bahwa persamaan aliran daya bersifat tidak
linier dan harus diselesaikan dengan metode numerik. 2.5.3
Metode Newton-Raphson Kecepatan relatif dari bermacam-macam metode analisis aliran beban
sukar dipastikan. Salah satu metoda untuk menghitung aliran daya adalah metode Newton-Raphson. Metode ini memiliki perhitungan lebih baik untuk sistem tenaga
yang lebih besar dan tidak linier. Metode ini juga memiliki keuntungan dalam hal konvergensi yang jauh lebih cepat dan persamaan aluran daya yang dirumuskan
dalam bentuk polar. Dimana penurunan rumus nya dapat dilihat sebagai berikut [2] :
Pada suatu bus dimana besarnya tegangan dan daya reaktif yang tidak diketahui, nilai real dan imajiner tegangan untuk setiap iterasi didapatkan dengan
menghitung nilai daya reaktif terlebih dahulu. Dari Persamaan 2.17 diperoleh:
Universitas Sumatera Utara
21 2.19
Dimana i = n, sehingga diperoleh: 2.20
2.21 Untuk menerapkan metode Newton-Raphson pada penyelesaian persamaan
aliran maka dinyatakan tegangan bus dan admitansi saluran dalam bentuk polar. Jika dipilih bentuk polar dan diuraikan Persamaan 2.19 ke dalam unsur real dan
imajiner maka didapatkan:
Sehingga didapatkan: 2.22
2.23 2.24
Persamaan 2.23 dan Persamaan 2.24 merupakan langkah awal perhitungan aliran daya dengan metode Newton-Raphson. Penyelesaian aliran
menggunakan proses iterasi k+1. Untuk iterasi pertama menggunakan nilai k = 0 merupakan nilai perkiraan awal yang diterapkan sebelum dimulai perhitungan
aliran daya. Hasil perhitungan daya menggunakan Persamaan 2.23 dan Persamaan
2.24 akan diperoleh nilai dan
. Hasil ini digunakan untuk menghitung nilai
dan menggunakan persamaan berikut:
Universitas Sumatera Utara
22 2.25
2.26 Hasil perhitungan Persamaan 2.25 dan Persamaan 2.26 digunakan
untuk membentuk matriks Jacobian. Persamaan matriks Jacobian disusun sebagai berikut:
2.27
Secara umum Persamaan 2.27 dapat disederhanakan ke dalam bentuk: 2.28
Unsur Jacobian diperoleh dengan membuat turunan parsial dari Persamaan 2.23 dan Persamaan 2.24 dan memasukkan nilai tegangan
perkiraan pada iterasi pertama. Dimana dalam menentukan matriks Jacobian adalah sebagai berikut:
Jumlah baris dan kolom matriks dibuat berdasarkan dengan [2n-2-m x 2n-2-m] dan jumlah baris dan kolom J1 dibuat berdasarkan [n-1 x n-1],
jumlah baris dan kolom J2 dibuat berdasarkan [n-1 x n-1-m], jumlah baris dan kolom J3 dibuat berdasarkan [n-1-m x n-1], lalu jumlah baris dan kolom J4
dibuat berdasarkan [n-1-m x n-1-m]. Komponen diagonal dan off diagonal dari J1 adalah :
2.29
Universitas Sumatera Utara
23 j 1
2.30 Komponen diagonal dan off diagonal dari J2 adalah :
2.31 j 1
2.32 Komponen diagonal dan off diagonal dari J3 adalah :
2.33 j 1
2.34 Komponen diagonal dan off diagonal dari J4 adalah :
2.35 j 1
2.36 Setelah mendapatkan nilai matriks Jacobian selanjutnya dilakukan
perhitungan pada nilai dan
dengan cara melakukan inverse matriks Jacobian, sehingga diperoleh bentuk sebagai berikut:
2.37
Setelah nilai dan
didapat, maka dapat dihitung nilai tersebut untuk iterasi berikutnya, yaitu dengan menambahkan nilai
dan ,
sehingga diperoleh persamaan berikut: 2.38
Universitas Sumatera Utara
24 2.39
Hasil perhitungan Persamaan 2.38 dan Persamaan 2.39 digunakan lagi dalam proses iterasi selanjutnya, yaitu dengan memasukkan nilai hasil ke dalam
Matriks 2.27 sebagai langkah awal perhitungan aliran daya. Proses ini dilakukan secara terus menerus sampai diperoleh nilai yang konvergen.
Secara ringkas, metode penyelesaian aliran daya menggunakan metode Newton-Raphson dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Tentukan nilai-nilai
dan yang mengalir ke dalam sistem pada
setiap bus untuk nilai yang diperkirakan dari besar tegangan V dan sudut fasanya δ untuk iterasi pertama atau nilai tegangan yang ditentukan
paling akhir untuk iterasi berikutnya b.
Hitung pada setiap rel
c. Hitung nilai-nilai untuk Jacobian dengan menggunakan nilai-nilai
perkiraan atau yang ditentukan dari besar dan sudut fasa tegangan dalam persamaan untuk turunan parsial yang ditentukan dengan persamaan
diferensial Persamaan 2.23 dan Persamaan 2.24 d.
Inverse matriks Jacobian dan hitung koreksi-koreksi tegangan dan
pada setiap rel e.
Hitung nilai yang baru dari dan
dengan menambahkan nilai dan
pada setiap rel f.
Kembali ke langkah 1 dan ulangi proses tersebut dengan menggunakan nilai besar dan sudut fasa tegangan yang ditentukan oleh nilai hasil
terakhir sehingga semua nilai yang diperoleh lebih kecil dari indeks ketepatan yang dipilih.
Universitas Sumatera Utara
25 2.5.4
Contoh Perhitungan Aliran Daya dengan Menggunakan Metode Newton Raphson
Dilakukan perhitungan aliran daya menggunakan metode Newton-Raphson seperti yang dijelaskan sebelumnya. Dimisalkan sebuah jaringan distribusi seperti
digambarkan pada Gambar 2.3 mempunyai satu slack bus, satu bus generator dan satu bus beban.
Gambar 2.8 Single Line Diagram Sistem Distribusi dengan Tiga Bus
Didapatkan nilai matriks Y dari jaringan distribusi tersebut sebagai berikut:
Dengan menggunakan Persamaan 2.21, didapatkan:
Universitas Sumatera Utara
26 |
22 | 222|cos 22
| 22 | 222|sin 22
| 32 | 332|cos 33
Setelah didapatkan nilai P
2
dan nilai Q
2
, dilakukan perhitungan untuk mendapatkan nilai
dan sesuai Persamaan 2.25 dan Persamaan
2.26 sebagai berikut:
Dimana matriks jacobian dibentuk dengan persamaan :
2| 2 22cos 22
Universitas Sumatera Utara
27 2|
2 | 22|sin 22 = -
pu
= 2 pu
= -4 - -1,14 = -2,86 = -2,5--2,28 = -0,22
= 2 – 0,5616 = 1,4384 Lalu masukan semua nilai pada element matriks Jacobian.
Dimana, hasil perhitungan dari atas akan didapatkan :
Lalu hasil selisih di atas ditambahkan dengan nilai awal = 0 + -0,045263 = 0,045263
Universitas Sumatera Utara
28 Lalu nilai yang didapatkan di atas, dimasukan lagi ke dalam matriks
jacobian untuk dilakukan perhitungan pada interasi ke 2, lalu dilanjutkan sampai nilai menjadi konvergen. Lalu nilai ahkir yang akan didapatkan adalah sebagai
berikut : = 0,047058 + -0,0000038 = 0,04706
Lalu nilai di atas dimasukan ke dalam Persamaan 2.9 untuk mencari besar daya aktif dan daya reaktif pada bus 3 dan bus 1
Maka hasil yang didapatkan adalah sebagai berikut: = 1,4085 pu
= 2,1842 pu = 1,4617 pu
Hasil perhitungan tersebut masih belum akurat sepenuhnya dan dibutuhkan iterasi lanjutan untuk menghasilkan data yang konvergen. Perhitungan
Universitas Sumatera Utara
29 iterasi yang terlalu banyak menjadi alasan digunakan simulasi menggunakan
program komputer dalam melihat aliran daya pada suatu sistem kelistrikan.
2.6 Fuzzy Logic