Berat Rata-rata Contoh Uji Kayu Sebelum dan

DAFTAR LAMPIRAN No. Teks Halaman 1. Pengukuran Kadar Air Contoh Uji Kayu Sebelum Pengumpanan ...................................................................... 57 2. Pengukuran Kerapatan Contoh Uji Kayu ............................................ 57

3. Berat Rata-rata Contoh Uji Kayu Sebelum dan

Sesudah Pengumpanan ....................................................................... 58 4. Data Temperatur, Salinitas dan Arus pada Pelabuhan Gunung Sitoli .. 59 5. Surat Keterangan Penelitian ............................................................... 60 Okki Setiawan Zebua Natural durability of five specieses of wood widely traded commercially in Nias on Marine borer. Under tuition of Ridwanti Batubara, S.Hut, M.P and Mayang Sari Yeanny S.Si, M.Si ABSTRACT The objective of this research to known the natural durability of five specieses of wood widely traded commercially in Nias on Marine borer and to known the species of Marine borer. In each species of wood, method of experiment 2.5 cm x 5 cm x 25 cm is made, with three replication, tied with rope. Wood feed in seashore harbour at the ocean of Gunung sitoli Nias for three months in detth 0 metre, 1 metre and 2 metre underneath at the ocean moment low decrease with distance between of connection ten centimetre The result of research indicates that all of sample attack by Marine borers. The smallest intensity organism attack of Marine borer is found on damar and meranti putih, and the largest one is found in durian. Factors effecting the intensity of organism attack of Marine borer are density, silica concentration, cellulose content of wood and enviroment. The Marine borer , found at Gunung sitoli seashore Nias consist of family Littorinidae species of Littorina obtusata, family Porcellanidae species of Senobita klipeatus, family Portunidae species of Cardisoma carnifex, family Terediniae species of Teredo sp, family Euphausicea species of Meganyctiphanes norvegica, family Lymnaeidae species of Trochus niloticus, family Ophiuroidea species of Ophiothrix fragilis. Key word : Natural durability, traded wood, attack intensity, Marine borer. Okki Setiawan Zebua Keawetan Alami Lima Jenis Kayu yang Banyak Dipedagangkan di Kabupaten Nias Terhadap Marine Borer Penggerek Kayu di Laut. Di bawah bimbingan Ridwanti Batubara, S.Hut, M.P dan Mayang Sari Yeanny S.Si, M.Si ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Keawetan Alami Lima Jenis Kayu yang Banyak Diperdagangkan di Kabupaten Nias Terhadap Marine borer Penggerek Kayu di laut, dan mengetahui jenis-jenis penggerek kayu di laut. Masing-masing kayu dibuat contoh uji berukuran 2,5 cm x 5 cm x 25 cm, dengan tiga kali ulangan dan dirakit dengan tali. Kayu diumpankan di perairan pelabuhan laut Gunung sitoli Nias selama lima bulan di kedalaman 0 meter, 1 meter dan 2 meter dibawah permukaan laut pada surut terendah dengan jarak antar rangkaian sepuluh sentimeter. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua contoh uji mendapat serangan ringan. Nilai intensitas penggerek kayu di laut paling kecil terdapat pada kayu damar dan kayu meranti putih, sedangkan nilai intensitas serangan paling besar terdapat pada kayu durian. Faktor yang mempengaruhi intensitas serangan organisme penggerek kayu di laut adalah kerapatan, kadar silika, kandungan selulosa kayu dan lingkungan. Jenis organisme penggerek di laut yang ditemukan di perairan pelabuhan Gunung sitoli Nias terdiri atas famili Littorinidae jenis Littorina obtusata, famili Porcellanidae jenis Senobita klipeatus, famili Portunidae jenis Cardisoma carnifex, famili Terediniae jenis Teredo sp, famili Euphausicea jenis Meganyctiphanes norvegica, famili Lymnaeidae jenis Trochus niloticus, famili Ophiuroidea jenis Ophiothrix fragilis. Kata kunci : Keawetan alami kayu, Kayu Perdagangan, Intensitas serangan, Penggerek kayu di laut. PENDAHULUAN Latar Belakang Kayu berasal dari berbagai jenis pohon memiliki sifat yang berbeda-beda. Bahkan kayu yang berasal dari satu pohon memiliki sifat yang berbeda juga, jika dibandingkan bagian ujung dan pangkalnya. Dalam hubungan itu maka ada baiknya jika sifat-sifat kayu tersebut diketahui terlebih dahulu, sebelum kayu dipergunakan sebagai bahan bangunan, industri kayu maupun untuk pembuatan perabot. Sifat yang dimaksud antara lain bersangkutan dengan sifat-sifat anatomi kayu, sifat fisik, sifat mekanik dan sifat-sifat kimianya. Sifat-sifat fisik kayu tersebut antara lain : berat jenis, keawetan alami kayu, warna kayu, higroskopis, tekstur, serat, berat kayu, kekerasan, kesan raba, bau, rasa dan nilai dekoratifnya. Sementara sifat-sifat mekaniknya antara lain keteguhan tarik, keteguhan kompresi, keteguhan geser, keteguhan lentur, kekakuan, keuletan kekerasan dan keteguhan belah. Sedangkan sifat-sifat kimianya didasarkan atas selulosa, lignin, hemiselulosa, zat ekstraktif dan abu Dumanauw, 1990. Sebagaimana diketahui bahwa ketersediaan kayu semakin menurun baik dari sisi kuantitas maupun kualitas. Pada tahun 1980-an kayu bangunan didominasi jenis-jenis kayu tertentu seperti kapur, kempas, jati, merbau dan ulin didominasi jenis-jenis kayu kelas kuat dan kelas awet cukup tinggi. Pada saat sekarang ini dengan meningkatnya permintaan akan kayu untuk perumahan dan gedung, penyediaan kayu yang kualitas tinggi menurun. Kualitas kayu terutama kelas awet makin langka didapatkan, maka pada era sekarang dalam penggunaan kayu untuk pembangunan perumahan dan gedung mulai didominasi jenis-jenis kayu yang kurang awet. Beberapa sifat kayu yang menguntungkan adalah tersedia hampir diseluruh bagian dunia, mudah diperoleh dalam berbagai bentuk dan ukuran, relatif mudah pekerjaannya, serta sangat dekoratif penampilannya. Akan tetapi disamping memiliki kelemahan yaitu dapat dirusak oleh berbagai faktor baik biologis, fisik, mekanis maupun kimia. Kenyataan menunjukkan dari keempat faktor tersebut ternyata yang paling banyak menimbulkan kerusakan terhadap kayu adalah jamur, bakteri serangga dan binatang laut marine borer. Jasad hidup tersebut merusak karena mereka menjadikan kayu sebagai tempat tinggal shelter atau sebagai makanannya. Keawetan kayu merupakan faktor penting dalam penggunaanya, sebab bagaimanapun kuatnya kayu tidak akan berumur panjang apabila keawetannya rendah. Menurut Martawijaya, dkk 1995 dari 3.132 jenis kayu yang sudah dikelompokkan, hanya sebagian kecil yang mempunyai keawetan tinggi yaitu sebanyak 14,3 termasuk kelas awet I dan II. Sisanya terdiri dari jenis kayu yang kurang atau tidak awet yaitu 85,7 termasuk kelas awet III, IV dan V, sehingga untuk dapat digunakan dengan memuaskan harus diberikan perlakuan terlebih dahulu. Keawetan suatu jenis kayu ditentukan oleh berbagai hal antara lain lokasi dimana kayu tersebut dipergunakan. Sebagai contoh, jenis kayu yang sama apabila dipakai di dataran rendah dan di dataran tinggi maka keawetannya berbeda. Keawetan yang digunakan di bawah atap dan di luar sangat berbeda, begitu pula yang dipakai di darat dan di laut. Kabupaten Nias yang memiliki pelabuhan laut di daerah Kecamatan Gunung Sitoli otomatis banyak juga menggunakan kayu-kayu yang digunakan di pelabuhan untuk konstruksi pelabuhan dan kapal. Kayu-kayu yang digunakan juga kayu-kayu yang diperdagangkan, sehingga dirasa perlu untuk melakukan penelitian tentang keawetan alami lima jenis kayu yang banyak diperdagangkan di Kabupaten Nias terhadap marine borer penggerek kayu di laut Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui keawetan alami lima jenis kayu yang banyak diperdagangkan di Kabupaten Nias terhadap marine borer penggerek kayu di laut dan mengetahui jenis-jenis penggerek kayu di laut. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Tersedianya data keawetan alami lima jenis kayu yang banyak diperdagangkan di Kabupaten Nias terhadap marine borer penggerek kayu di laut. 2. Untuk mengetahui jenis-jenis perusak kayu atau penggerek kayu di laut, khususnya di pelabuhan Gunung sitoli. 3. Sebagai informasi bagi pihak-pihak yang membutuhkan atau bagi para pengguna kayu, terutama dalam memilih jenis kayu yang akan dipakai untuk bangunan kelautan. Hipotesis Penelitian Keawetan alami tiap jenis kayu terhadap marine borer berbeda-beda. TINJAUAN PUSTAKA Faktor Perusak Kayu Tanda-tanda kerusakan yang terjadi pada kayu oleh faktor-faktor perusak dapat terlihat dari adanya cacat-cacat berupa lobang gerek bore holes, pewarnaan staining, pelapukan decay, rekahan brittles, pelembekan softing, dan lain-lain perubahan yang semuanya merupakan penurunan kualitas dan bahkan kuantitas karena ada juga yang benar-benar memakan habis kayu. Setiap tanda-tanda kerusakan yang terlihat merupakan gejala spesifik dari salah satu faktor penyebab. Sedangkan adanya tanda serangan itu sendiri sekaligus merupakan kriteria bahwa kayu atau hasil hutan yang bersangkutan telah terserang hama, penyakit atau penyebab lainnya Basri, 1972. Dalam praktek kita sering mengabaikan adanya cacat-cacat dan kerusakan- kerusakan lain ditimbulkan oleh faktor-faktor perusak ini. Hanya bila secara ekonomis nilai kerugian telah mencapai ambang tertentu economic threshold barulah mulai dicari upaya untuk melakukan tindakan pengendalian tertentu agar kerugian dapat dikurangi sampai minimum dan tidak berlanjut kepada bahan- bahan lain yang belum terserang. Sebagaimana telah diutarakan di muka, deteriorasi hasil hutan disebabkan oleh berbagai faktor. Salah satu penyebab utama adalah hama. Hama merupakan istilah umum yang diberikan bagi berbagai hewan penyebab kerusakan dalam bidang pertanian termasuk kehutanan. Hewan-hewan ini adalah serangga, binatang pengerat, mollusca, crustacea dan lain lain. Di antara berbagai penyebab biologis hewani, serangga atau insekta atau Hexapoda merupakan yang paling banyak jenis-jenis perusaknya. Di samping serangga, terdapat juga beberapa jenis mollusca dan crustaceae yang merupakan penggerek kayu di laut marine borers. Penyebab dari faktor biologis nabati fungi dan bakteria yang juga disebut penyebab mikrobial merupakan faktor perusak penting di samping serangga . Sebagaimana diketahui bahwa kelas keawetan kayu adalah tingkat ketahanan keawetan dari suatu jenis kayu terhadap organisme perusak kayu seperti jamur, serangga dan binatang penggerek dilaut. Suatu jenis kayu yang awet terhadap serangan jamur belum tentu akan tahan terhadap serangan rayap atau penggerek kayu di laut, begitupun sebaliknya. Dan ada anggapan mengatakan bahwa semakin besar berat jenis yang dipunyai suatu jenis kayu tersebut, maka mempunyai ketahanan alami akan tinggi juga Da Costa, Rudman dan Gay, 1985; Backer, 1975 dalam Tarumingkeng, 2007. Tetapi dari beberapa hasil penelitian yang telah dilaksanakan, menunjukkan bahwa faktor utama yang menentukan ketahanan alami kayu yaitu adanya zat ekstraktif yang bersifat sebagai fungisida dalam kayu, insektisida atau zat lain yang sifatnya racun. Zat ekstraktif yang sifatnya racun terhadap salah satu organisme perusak belum tentu bersifat racun terhadap organisme perusak lainnya. Maka ketahanan alami kayu cenderung bersifat relatif, tergantung kepada organisme yang menyerangnya, biasanya tergantung dimana kayu tersebut akan dipergunakan. Keawetan Alami Kayu Keawetan kayu berhubungan erat dengan pemakaian. Kayu dikatakan awet apabila mempunyai umur pakai lama dan mampu menahan berbagai faktor perusak kayu. Dengan kata lain keawetan kayu adalah daya tahan suatu jenis kayu terhadap faktor-faktor perusak dari luar kayu itu Dumanauw, 1990. Nilai suatu jenis kayu sangat ditentukan oleh keawetannya, karena bagaimana pun kuatnya suatu jenis kayu tersebut, penggunaan sebagai bahan bangunan tidak akan berarti jika keawetannya rendah. Pengetahuan tentang keawetan kayu serta faktor-faktor yang mempengaruhinya merupakan hal yang sangat penting diketahui, mengingat kaitannya dengan pengawetan. Keawetan kayu dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu faktor karakteristik kayu dan lingkungan. Faktor karakteristik kayu yaitu kandungan zat ekstraktif, umur pohon, bagian kayu dalam batang gubal dan teras, dan kecepatan tempat tumbuh. Sedangkan faktor lingkungan yaitu tempat dimana kayu tersebut dipakai, jenis organisme penyerang, keadaan suhu, kelembaban udara dan lain-lainnya. Ketahanan kayu terhadap serangga dan perusak kayu khususnya yang bersentuhan dengan laut disebabkan oleh kandungan zat ekstraktifnya. Zat ekstraktif dalam kayu berfungsi sebagai racun bagi perusak-perusak kayu, sehingga perusak tersebut tidak bisa masuk dan tinggal dalam kayu tersebut Panshin dan de Zeeuw, 1980 dalam Tarumingkeng, 2007. Keawetan alami ialah ketahanan kayu terhadap serangan dari unsur-unsur perusak kayu dari luar: jamur, rayap, bubuk, cacing laut dan mahkluk lainnya yang diukur dengan jangka waktu tahunan. Keawetan kayu tersebut disebabkan oleh adanya suatu zat di dalam kayu zat ekstraktif yang merupakan sebagai unsur racun bagi perusak-perusak kayu, sehingga perusak tersebut tidak sampai masuk dan tinggal di dalamnya serta merusak kayu. Ada lima penggolongan kelas awet kayu yaitu sebagai berikut: 1. Kelas awet I Lama pemakaian kelas awet I dapat mencapai 25 tahun. Jenis-jenis kayu yang termasuk dalam kelas ini adalah jati, ulin, sawo kecik, merbau, tanjung, sonokeling, johar, bangkirai, behan, resak, dan ipil. 2. Kelas awet II Jenis-jenis kayu yang termasuk kelas awet II yaitu waru, kapur, bungur, cemara gunung, rengas, rasamala, merawan, lesi, walikukun, dan sonokembang. Umur pemakaian dari kelas ini yaitu antara 15-25 tahun. 3. Kelas awet III Jenis-jenis kayu yang termasuk kelas awet III yaitu ampupu, bakau, kempas, kruing, mahoni, matoa, merbau, meranti merah, meranti putih, pinang, dan pulai. Umur pakai jenis kayu kelas ini mencapai 10-15 tahun. 4. Kelas awet IV Jenis kayu ini termasuk kurang awet, umur pakainya antara 5 – 10 tahun. Kayu yang termasuk kelas awet ini yaitu agates, bayur, durian, sengon, kemenyan, kenari, ketapang, perupuk, ramin, surian, dan benuang laki. 5. Kelas awet V Kayu–kayu yang termasuk kelas awet V tergolong kayu yang tidak awet karena umur pakainya hanya kurang dari 5 tahun. Contoh kayu yang masuk dalam kelas ini adalah jabon, jelutung, kapuk hutan, kemiri, kenanga, mangga hutan, dan marabung Duljapar, 1996. Fakta menunjukkan lingkungan Indonesia merupakan daerah tropis. Negeri ini mempunyai kehangatan, kelembaban dan bahan organik dalam tanah yang tinggi, di bawah kondisi tersebut perkembangan organisme khususnya organisme perusak kayu sangat baik. Hal tersebut tercermin dari apa yang disebut sebagai negara mega biodeversity, dimana Indonesia mempunyai 1.000.000 jenis serangga, 250.000 jenis jamur dan 200 jenis rayap. Kenyataan lain menunjukan bahwa 80 - 85 kayu-kayu Indonesia mempunyai keawetan yang rendah, atau dengan perkayaan kayu-kayu Indonesia mudah diserang oleh organisme perusak kayu. Bahkan, di DKI Jakarta hampir 90 kayu yang beredar adalah kayu yang tidak awet. Indonesia mempunyai banyak jenis kayu, tetapi umumnya adalah kayu yang tidak awet. Pada sisi lain, Indonesia juga mempunyai banyak organisme perusak kayu, seperti rayap, kumbang kayu beetles, jamur pelapuk, jamur pewarna dan marine borer. Sebagai Gambaran, Indonesia mempunyai tidak kurang dari 200 jenis rayap, yang diantaranya 5 jenis tergolong rayap yang potensial dalam merusak kayu, seperti Coptotermes curvignathus, Coptotermes traviani , Macrotermes gilvus, Microtermes insperatus dan Cryptotermes cynocephalus . Marine borer atau Penggerek Kayu di Laut Organisme perusak kayu dilaut sering disebut dengan Marine Borer. Organisme ini dapat menyebabkan kerusakan yang luas pada bagian-bagian tiang-tiang dan kayu-kayu dermaga yang bersentuhan dengan air asin atau setengah asing dan perahu-perahu yang terbuat dari kayu. Binatang ini tersebar luas di sebagian besar perairan asin di dunia dan lebih banyak merusak di daerah- daerah tropis daripada di daerah sub tropis Hunt dan Garrat, 1986. Di daerah tropis organisme ini dapat berkembang dengan subur dan dijumpai sepanjang tahun. Pada umumnya organisme ini hidup pada perairan yang mempunyai salinitas sekitar 10 – 40 pro mil. Aktifitas perkembangan penggerek kayu di laut dipengaruhi oleh temperatur, salinitas, arus, pasang surut, gerakan ombak dan lain sebagainya Muslich dan Sumarni, 1987. Adapun penggerek kayu di laut yang sering dijumpai dan banyak menimbulkan kerusakan pada kayu terdiri dari dua golongan yaitu Crustaceae dan Mollusca . Kedua golongan ini masing-masing mempunyai karakteristik yang berbeda, demikian pula cara menyerangnya. Dua tipe serangan yang dikenal adalah Shipworn dan Gribble. Tipe shipworn merupakan tipe penyerangan pada crustacea dengan menempel pada bagian kayu dengan pengeboran yang cenderung lebih pendek sedangkan tipe gribble merupakan tipe penyerangan pada mollusca dengan merusak kayu dengan cara mengebor dan membuat serambi kecil untuk tempat tinggalnya Muslich dan Sumarni, 1998. Molusca Mollusca tidak bersegmen-segmen. Tetapi, Mollusca mempunyai sistem saraf jantung yang memompa darah dan sistem pencernaan berbentuk tabung, yang dinamakan saluran pencernaan. Di samping itu, Mollusca mempunyai alat yang pada kebanyakan spesiesnya mengeluarkan zat pembentuk dinding yang keras. Mollusca memperlihatkan keanekaragaman yang luas dalam pola strukturnya. Beberapa Mollusca mempunyai dinding yang terbagi menjadi dua. Ada lagi yang dindingnya terbagi-bagi menjadi banyak bagian. Tetapi ada pula anggota-anggotanya yang tidak mempunyai dinding. Beberapa jenis merayap pada permukaan yang keras. Jenis lainnya bergerak sangat perlahan-lahan dengan susah payah melalui pasir dan lumpur, sedangkan ada lagi yang menggunakan pancaran air untuk maju, seperti ikan gurita dan cumi-cumi. Beberapa genera terpenting dari kelas Mollusca yaitu Bankia, Teredo, Martesia dan Xylophage. Bankia dan Teredo termasuk dalam famili Teredinidae sedangkan Martesia dan Xylophege termasuk dalam famili Pholadidae. Teredo dan Bankia sering disebut teredine borer atau shipworn. Binatang ini dapat hidup dan berkembang normal di air yang mempunyai salinitas 10 – 30 pro mil. Jenis lain dari Mollusca adalah Martesia dan Xylophage. Martesia striata Linne merupakan salah satu species yang dijumpai di perairan pantai yang mempunyai bentuk seperti buah pear. Kerusakan yang ditimbulkan dapat mudah diketahui, berupa pengikisan bagian luar kayu dengan lubang-lubang yang dangkal. Sedangkan xylophage dorsalis selain merusak kayu juga merusak kabel kawat yang ada di laut. Jenis ini mempunyai panjang tidak lebih dari 40 mm Muslich dan Sumarni, 1998. Larva dari organisme ini, bebas bergerak dalam air dan menempel pada tiang-tiang dan kayu lain yang terendam, kemudian melubangi kayu dan masuk ke dalam kayu. Sekali berada dalam kayu, binatang ini melanjutkan pengeboran dan menerobos kayu yang cukup untuk pertumbuhan tubuhnya Hunt dan Garratt, 1986. Lubang yang terbentuk dari kegiatan pengeboran binatang ini biasanya tegak lurus dari permukaan, panjang dan diameternya sesuai dengan ukuran cangkangnya. Kerusakan yang disebabkannya dapat dengan mudah dikenal berupa lubang kayu yang dangkal pada permukaan kayu yang diserang dan kadang-kadang hewan tersebut juga terlihat. Larva cacing kapal menempel pada permukaan kayu dan hanya membuat lubang masuk yang kecil disitu. Sekali ada didalam, cacing-cacing tersebut membuat lubang-lubang yang tidak teratur sepanjang serat. Jika organisme ini tumbuh, lubang-lubang tersebut menjadi bertambah besar hingga kayu menyarang lebah seluruhnya. Lobang-lobang rongga-rongga dilapisi dengan bahan yang terbentuk seperti kerang. Cacing kapal sering terpusat dekat garis Lumpur pada tonggak atau pancang dan meninggalkan bukti luar yang kecil tentang kehadirannya hingga kerusakan menjadi berat. Kulit dan kepala cacing kapal mengikis habis kayu untuk membentuk lubang-lubang. Bagian belakang tubuhnya tetap berada dekat lubang masuk untuk dapat memperoleh air dan mengeluarkan sisa-sisa. Jika cacing kapal memanjang dan bersembunyi lebih dalam dari lubang masuknya, panjangnya dapat mencapai beberapa kaki. Kerusakan oleh folad serupa dengan kerusakan oleh cacing kapal kecuali bahwa pengeborannya cenderung lebih pendek. Folad mencapai panjang sampai 2,5 inchi. Folad tetap tampak seperti kerang berkatup dua ketika tumbuh, sedangkan cacing kapal hanya mempunyai satu kulit pada kepalanya, dengan tubuh yang panjang berbentuk seperti cacing di belakangnya. Folad menyerang pangkal-pangkal kayu dengan kerusakan yang lebih besar daripada cacing kapal atau Limnoria karena lebih mudah dikenal dan terdapat pada lapisan permukaan. Daerah penyerangan utama adalah kayu yang terkena pasang naik dan pasang surut. Crustaceae Kira-kira ada lebih dari 25.000 spesies Crustaceae, kebanyakan kecil dan hampir mikroskopik. Di dalam ekosistem kolam atau danau dan terutama dalam ekosistem laut, konsumen tingkat pertama terutama terdiri dari sejumlah besar hewan Crustaceae. Hewan-hewan ini menjadi makanan utama hewan-hewan lain, dari ikan yang sangat kecil sampai ikan paus raksasa. Teritip Lepas sp wujudnya sangat berbeda dengan hewan-hewan Crustacea yang lain. Oleh karena itu teritip dahulu digolongkan dalam phylum Mollusca. Walaupun larvanya hidup dengan berenang-renang bebas, tetapi larva ini akan segera beristirahat dan untuk selanjutnya hidup melekat pada suatu permukaan yang keras di laut, misalnya lunas kapal, malahan dapat melekat pada punggung hewan lain, misalnya penyu. Kelas Crustaceae memiliki tiga genera yang penting yaitu Limnoria, Chelura dan Shpaeroma. Ketiga genera ini memperbanyak diri dengan bertelur. Limnoria disebut juga gribble merusak kayu dengan cara mengebor dan membuat serambi kecil untuk tempat tinggalnya. Serangan Limnoria terlihat seperti bunga karang. Besar kecilnya gerakan air laut dapat mempengaruhi aktifitas dari Limnoria, semakin besar gerakan air laut akan semakin besar dorongan Limnoria membuat lubang untuk tempat berlindungnya, sehingga akan memperluas kerusakan kayu. Jenis lain dari kelas Crustaceae adalah Chelura dan Sphaeroma. Chelura mempunyai ukura sedikit lebih besar dari Limnoria. Biasanya hidup bersama-sama dalam satu sarang dengan Limnoria dan hidup bersimbiosis. Sedangkan Sphaeroma mempunyai ukuran lebih panjang dan lebih gemuk. Sphaeroma ini terdapat diberbagai perairan dan berkembang dengan baik di perairan tropis dan dapat membuat lubang kurang lebih dengan diameter 10 mm dan kedalaman 7 – 10 mm Muslich dan Sumarni, 1987. Sphaeroma lebih destruktif disebanding dengan Limnoria, umumnya terdapat di perairan tropic dan sub tropic. Struktur badannya hampir sama dengan Limnoria , tetapi ukurannya jauh lebih besar dan kuat. Saluran-saluran serangan pada kayu lebih lebar dan dapat mencapai kedalaman tiga sampai empat inchi. Tinjauan Jenis Kayu Penelitian Damar Agathis borneensis Damar atau agathis borneensis, adalah termasuk dalam famili Araucariaceae, nama lain dari damar yang di jumpai diberbagai daerah adalah kayu damar, damar putih, damar daging, damara, kayu cina, kayu raya, kayu solo. Daerah penyebarannya adalah Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jawa, Kalimantan Tengah, Sulawesi, Maluku, dan Irian. Ciri umum kayu damar, yang meliputi : a. Warna Warna kayu teras putih kekuning-kuningan sampai kuning jerami, kadang- kadang agak merah jambu, lambat laun berubah menjadi coklat emas, sedangkan kayu gubal berwarna putih juga dan tidak jelas warnanya dengan kayu teras. b. Corak Umumnya polos, tetapi kadang-kadang dijumpai jalur-jalur berwarna gelap dan terang bergantian pada bidang longitudinal. Bintik-bintik berwarna coklat yang ditimbulkan oleh jari-jari lebih tegas tampak pada bidang radial. c. Tekstur Tekstur kayu sangat halus dan rata. d. Arah serat Arah serat kayu ini lurus. e. Kilap Permukaan kayu kebanyakan mengkilap f. Kekerasan Kekerasan kayu damar agak lunak sampai kepada yang agak keras, agak ringan dan sampai agak berat. g. Kesan raba Permukaan kayu umumnya licin h. Riap tumbuh Agak jelas terutama pada pohon-pohon yang berumur tua, pada penampang lintang agak kelihatan seperti lingkaran-lingkaran memusat. Struktur atau pori kayu damar tidak mempunyai pori, tetapi mempunyai salauran damar aksial yang menyerupai pori dan tidak mempunyai dinding sel yang jelas. Saluran damar aksial menyebar sangat jarang. Jari-jari sangat halus dan sempit terdiri dari 1 seri, kadang-kadang ada yang fusiform jumlahnya sekitar 4 -7 per mm arah tangensial, tingginya terdiri dari 4 – 15 sel. Kayu damar secara umum termasuk kelas awet IV. Kayu damar termasuk kayu yang mempunyai kekerasan sedang, daya kembang susut dan retak kecil. Keterawatan kayu damar termasuk kelas sedang. Kayu damar termasuk dalam kelas kuat III. Berdasarkan berat jenisnya kayu damar mempunyai berat jenis rata- rata 0.47 0,36-0,64. Kayu damar termasuk kayu yang mudah digergaji dan dikerjakan, apabila diserut menimbulkan permukaan yang licin dan mengkilap. Kayu damar dapat divernis dan setelah didempul dapat dipelitur sampai mengkilap. Kayu damar banyak digunakan sebagai bahan bangunan dibawah atap, perabot rumah tangga, bangunan kapal tiang layar, panel, barang bubutan, kayu bentukan, pembungkus, cetak mesin; lebih khusus untuk papan dan mistar Gambar, kotak dan batang korek api, pensil, seprator baterai komponen kas piano, kaki palsu, peti the, kotak mentega, vinir untuk kayu lapis dekoratif, kertas bungkus, kertas tulis, kertas cetak dan pulp rayon. Tajuk mencapai tinggi 45 meter, diameter lebih kurang 200 cm tetapi biasanya kurang, batas bebas cabang. Tidak ada akar papan, batang lurus bulat, tidak melilitberputar, biasanya tidak bercabang, tajuk bentuk kerucut sempit, kulit 1-1,5 cm tebalnya, mengandung banyak damar, tanpa alur memanjang, sedikit mengelupas, kelupasan-kelupasan berbentuk kepingan-kepingan bulat tebal. Durian Durio zibethinus Durian atau Durio zibethinus adalah tumbuhan yang termasuk dalam famili Bombacaceae, nama lain dari durian yang dijumpai diberbagai daerah adalah duren, andurian, duriat, duriang, derian, kadu, duria. Durian dapat tumbuh pada tanah daratan kering atau tanah berbatu-batu yang beriklim tropis basah dengan tipe curah hujan A dan B pada ketinggian sampai 1000 m dari permukaan laut. Ciri umum kayu durian, yang meliputi : a. Corak Corak kayu umumnya polos. b. Warna Warna kayu teras coklat muda kemerah-merahan, merah atau coklat merah tua, gubal agak putih, coklat kuning pucat atau merah pucat, batas antara kayu gubal dan teras itu sering tidak tegas. c. Tekstur Tekstur kayu kasar sampai sangat kasar dan merata. d. Arah serat Arah serat kayu ini lurus dan berpadu. e. Kilap Permukaan kayu agak kusam sampai mengkilap f. Kesan raba Permukaan kayu agak licin sampai licin. g. Kekerasan Kekerasan kayu durian agak lunak sampai agak keras. Struktur atau pori kayu durian yaitu baur, soliter dan berganda radial yang terdiri atas 2-3 pori, umumnya berukuran agak besar, frekuensinya sangat jarang, kadang-kadang ada endapan berwarna putih, bidang perforasi sederhana. Tipe parenkima kayu durian apotrakea baur berupa garis-garis tangensial pendek di antara jari-jari, atau ada juga yang bentuk jala. Jari-jari kayu ini sangat sempit sanpai sangat lebar, letaknya jarang sampai agak jarang, ukurannya sampai agak pendek. Kayu durian termasuk kelas kuat II-III, dengan berat jenis rata-rata terendah 0,54 dan tertinggi 0,79 dari 13 jenis. Kayu durian termasuk kelas awet IVV. Kayu durian banyak digunakan sebagai bangunan dibawah atap, rangka pintu dan jendela, perabot rumah tangga sederhana termasuk lemari, lantai, dinding, sekat ruangan, kayu lapis, peti, sandal kayu dan peti jenazah, bangunan kapal. Tinggi pohon 40 m atau lebih, panjang batang bebas cabang sampai 25 m, diameter 100-200 cm, berbanir rendah. Kulit luar berwarna coklat sampai merah tua, kasar dan mengelupas tidak teratur. Meranti Putih Shorea spp Meranti Putih atau Shorea spp adalah ternasuk dalam famili Dipterocarpaceae, nama lain meranti yang terdapat di berbagai daerah yaitu damar putih, damar kaca, kedontang putih, pelepak, malapi, tengkuyang, simalambuo. Daerah penyebaran adalah seluruh Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Maluku. Meranti putih tumbuh dalam daratan tropis dengan curah hujan tropis dengan tipe curah hujan A dan B pada ketinggian 0-700 m dari permukaan laut, pada tanah kering, tanah yang kadang-kadang atau selamanya tergenang air dalam hutan rawa, tanah liat, tanah berpasir maupun berbatu-batu, pada tanah datar sampai miring. Ciri umum kayu meranti putih, yang meliputi yaitu a. Warna Warna kayu teras berwarna hampir putih bila segar, lambat laun berubah menjadi kuning kecoklatan atau kuning muda, gubal berwarna putih kekuningan. b. Corak Corak kayu pada bidang radial tampak seperti pita. c. Tekstur Tekstur kayu agak kasar dan merata, tetapi lebih halus bila dibandingkan dengan meranti merah d. Arah serat Arah serat kayu jarang lurus, biasanya berpadu sampai sangat berpadu, kadang-kadang bergelombang. e. Kesan raba Permukaan kayu agak licin. f. Kilap Permukaan kayu agak mengkilap sampai mengkilap. g. Kekerasan Kekerasan kayu dari agak lunak sampai keras. Struktur atau pori kayu meranti putih hampir semuanya soliter, sebagian besar bergabung 2-3 dalam arah radial, kadang-kadang berkelompok miring atau hampir tangensial. Diameter umumnya 200-300 µ, kadang-kadang 300-400 µ atau lebih dengan frekuensi 2-8 per mm 2 , bidang perforasi sederhana. Parenkim termasuk tipe paratrakeal berbentuk selubung tidak lengkap, aliform sampai konfluen terdapat pula parenkim apotrakeal yang berupa pita-pita pendek. Jari-jari hampir seluruhnya multiseriat dan heteroselular, lebar 50-100 µ, tingginya sampai 400 µ dan ferkuensi 4-8 per mm. Saluran interseluler aksial membentuk deretan pendek dalam arah tangensial, berisi damar berwarna putih atau kuning. Kayu meranti putih termasuk kelas kuat II-III dengan berat jenis rata-rata 0,63 0,42-0,91. Kayu ini juga termasuk kelas awet III-IV. Kayu meranti putih banyak digunakan untuk vinir dan kayu lapis, papan partikel, lantai, bahan bangunan perkapalan, perabot rumah tangga. Tinggi pohon 12-55 m, panjang batang bebas cabang 8-37 m, diameter dapat mencapai 180 cm. Bentuk batang lurus dan silindris dengan banir yang dapat mencapai tinggi 3,5 m. Mersawa Anisoptera spp Mersawa atau Anisoptera spp adalah termasuk dalam famili Dipterocarpaceae, nama lain diberbagai daerah yaitu Entenam, sitairak, tenam, berua, kakan, damar kelasi, berua, merayo, merbani asomban, doka, gawi, ansiopi. Daerah penyebarannya seluruh Sumatera kecuali Bengkulu, seluruh Kalimantan, Sulawesi Selatan, Maluku dan Irian Jaya. Mersawa tumbuh terpencar-pencar di hutan hujan tropis dalam hutan primer, kadang-kadang tumbuh juga dalam hutan sekunder. Jenis ini tumbuh didaerah dengan tipe curah hujan A, pada tanah datar sampai miring, di kaki bukit, pada tanah berpasir, tanah liat dan tanah berbatu- batu yang kering atau kadang-kadang tergenang air atau pada tanah gambut, pada ketinggian sampai 150 m dari permukaan laut. Ciri umum dari kayu mersawa yaitu : a. Warna Kayu teras berwarna berwarna kuning sampai kuning keabu-abuan, bila segar berwarna coklat kemerahan, dapat dibedakan dari gubal yang berwarna putih kekuningan sampai coklat muda.Bila segar berbau banir. b.Corak Corak kayu ini seperti pita pada bidang radialnya. c. Tekstur Tekstur kayu agak kasar sampai kasar dan merata. d. Arah serat Arah serat kayu ini lurus atau kadang-kadang agak berpadu. e. Kesan raba Permukaan kayu agak kesat. f. Kilap Permukaan kayu sedikit mengkilap. g. Kekerasan Kekerasan kayu dari sedang sampai agak keras. Pori kebanyakan kebanyakan soliter, sebagian kecil berpasangan dalam arah radial, tangensial atau miring, cenderung nampak berkelompok dalam arah tangensial, bentuk pori biasanya lonjong dengan diameter 100-300 µ, frekuensi 4- 8 per mm 2 , jarang berisi tilosis, bidang perforasi sederhana. Parenkim termasuk tipe paratrakeal berbentuk selubung lengkap atau aliform. Selain daripada itu terdapat pula parenkim tersebar berbentuk garis pendek yang menghubungkan 2 jari-jari. Jari-jari kebanyakan multiseriat, hereroselular, lebar sampai 100 µ, tinggi sampai 2 mm, frekuensi 4-7 per mm, berwarna kuning pada bidang tranversal. Saluran interselular hanya terdapat arah aksial, kebanyakan tersebar, kadang- kadang merupakan deretan panjang dalam arah tangensial . Diameter lebih kecil atau sama dengan pori berisi zat berwarna putih Kayu mersawa termasuk kelas kuat II-III dengan berat jenis rata-rata 0,68 0,49-0,85. Kayu ini termasuk kelas awet IV. Kayu mersawa biasanya digunakan untuk bahan bangunan ringan di bawah atap, vinir, rangka pintu dan jendela, perabot rumah tangga, perahu, karoseri truk dan dulang alat pencuci logam. Tinggi pohon sampai 45 m, panjang batang bebas cabang 15-35 m, diameter sampai 150 cm, bentuk batang silindris. Kulit luar berwarna kelabu, kelabu kuning, kelabu coklat sampai coklat, beralur dangkal dan mengelupas kecil-kecil. Tinggi banir 1,5-3 m, batang pohon mersawa mengeluarkan damar berwarna keputihan-putihann hijau muda, hijau kekuning-kuningan atau kuning. Medang Cinnamomum parthenoxylon Medang atau Cinnamomum parthenoxylon adalah termasuk dalam famili Lauraceae, nama lain di berbagai daerah yaitu kayu gadis, kayu lada, madang loso, medang lesa, medang sahang, kipedas, kisereh, selasihan, marawali, merang, parari, pelarah, peluwari dan palio. Daerah penyebarannya seluruh Indonesia. Tinggi pohon dapat mencapai 35 m, panajng batang bebas cabang 10 - 25 m, diameter samapi 90 cm. Batang pada umumnya berdiri tegak, berbentuk silindris, kulit luar berwarna kelabu, kelabu-coklat, coklat merah sampai merah tua kadang–kadang beralur dangkal atau mengelupas kecil-kecil. Ciri umum dari kayu medang yaitu : a. Warna Kayu teras berwarna berwarna bervariasi dari kuning sampai hijau zaitu, coklat merah muda, merah coklat, coklat kuning, coklat tua, bahkan sampai coklat kehitam-hitaman tergantung kepada jenis botanisnya. Kayu gubal pada umumnya berwarna putih atau kuning muda dan mempunyai batas yang jelas dengan kayu teras, tebal 2 – 9 cm. b. Tekstur Tekstur kayu agak halus atau agak kasar dan merata. c. Corak Corak kayu pada bidang radial tampak seperti pita. d. Arah serat Arah serat lurus, agak bergelombang atau berpadu. e. Kesan raba Permukaan kayu agak licin sampai licin, tidak jarang terasa berlemak f. Kilap Permukaan kayu sedikit mengkilap nyata dan indah. g. Noda empelur Noda empelur merupakan ciri khas untuk kayu medang. Pori soliter dan berganung 2 – 4 dalam arah radial, tersusun dalam kelompok mengarah radial atau tangensial, kadang–kadang bergerombol, diameter 50 – 200 µ ,kadang-kadang sampai 300 µ, seringkali berisi tilosis. Parenkim jarang sampai agak banyak, termasuk tipe paratrakeal berbentuk selubung lengkap, cenderung untuk bersambungan, kadang-kadang terdapat parenkim terminal. Jari-jari sangat halus atau agak halus, sangat pendek atau pendek, kadang-kadang nampak susunan jari-jari tak teratur pada bidang transversal. Kayu mersawa termasuk kelas kuat II-IV. Kayu teras medang umumnya sukar ditembusi bahan pengawet, sedangkan kayu gubalnya mudah diawetkan. Kayu medang umumnya mudah dikeringkan tanpa cacat yang berarti dengan cara pengeringan alami. Kayu medang yang kurang awet biasanya dipakai untuk membuat papan dan kano, sedangkan jenis yang lebih awet dapat dipakai untuk tiang, balok dan rusuk. Kayu medang mempunyai banyak jenis yang cocok untuk barang kerajinan. Litsea spp, Cinnamomum spp dan Dehaasia spp tumbuh pada daratan kering di daerah yang banyak hujan pada ketinggian 100 – 1200 mdpl Martawijaya dan Iding, 1990. Tabel 1. Kelas Awet Kayu Keadaan Kelas awet I II III IV V 1. Selalu berhubungan dengan tanah lembab. 2. Hanya dipengaruhi cuaca, tetapi dijaga supaya tidak terendam air dan kekurangan udara. 3. Di bawah atap, tidak berhubungan dengan tanah lembab dan tidak kekurangan udara. 4. Seperti diatas tetapi dipelihara dengan baik dan di cat dengan teratur. 5. Serangan rayap tanah. 6. Serangan bubuk kayu kering. 8 tahun 20 tahun Tidak terbatas Tidak terbatas Tidak Tidak 5 tahun 15 tahun Tidak terbatas Tidak terbatas Jarang Tidak 3 tahun 10 tahun Sangat lama Tidak terbatas Cepat Hampir tidak Sangat Pendek Beberapa tahun Beberapa tahun 20 tahun Sangat cepat Tidak berarti Sangat pendek Sangat pendek Pendek 20 tahun Sangat cepat Sangat cepat Sumber : OEY DJOEN SENG 1964 METODOLOGI PENELITIAN Lokasi dan Waktu Lokasi penelitian terhadap penggerek kayu di laut, dilakukan di perairan atau areal PT Persero Pelabuhan Indonesia I Cabang Gunung Sitoli, Nias Sumatera Utara. Penelitian ini dilaksanakan bulan Desember 2007 sampai bulan Maret 2008. Alat dan Bahan Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi : tali, timbangan, oven, pipa paralon, kalkulator, alat tulis, kamera, kipas angin, paku, perahu, dan pemberat botol aqua dan pasir. Bahan Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah lima jenis kayu yaitu Meranti Putih Shorea spp, Damar Agathis borneensis, Durian Durio zibethinus , Mersawa Anisoptera spp, dan Medang Cinnamomum parthenoxylon dengan ukuran tebal, lebar dan panjang 2,5 cm x 5 cm x 25 cm untuk contoh uji di lapangan. Sedangkan untuk pengukuran kerapatan contoh uji dipakai ukuran 2 cm x 2 cm x 2 cm. Alkohol 70 untuk mengawetkan organisme perusak kayu. Prosedur Penelitian 1. Pembuatan Contoh Uji Ukuran kayu yang digunakan dalam pembuatan contoh uji adalah kayu dengan ukuran tebal, lebar dan panjang adalah 2,5 cm x 5 cm x 25 cm dengan tiga kali ulangan pada setiap kedalaman 0 meter, 1 meter dan 2 meter di bawah permukaan laut. Contoh uji yang digunakan dikeringkan dengan kipas angin sampai dalam kondisi kering udara, dan diukur Kadar Air nya. KA = Berat awal – BKT x 100 BKT Keterangan : KA = Kadar Air BKT = Berat Kering Tanur 2. Penimbangan Kayu percobaan sebelum di umpankan ditimbang terlebih dahulu dalam kondisi kering udara untuk mendapatkan berat awal. 3. Pengukuran Kerapatan Contoh Uji Kayu yang digunakan dalam pengujian kerapatan berukuran 2 cm x 2 cm x 2 cm untuk masing-masing contoh uji, setelah ditimbang beratnya kemudian dilakukan pengukuran volume sehingga diperoleh kerapatannya. Kerapatan ρ = massa volume Keterangan : ρ = kerapatan grcm 3 m = massa contoh uji gr v = volume contoh uji cm 3 4. Pengumpanan Contoh Uji Kayu diumpankan di Perairan Pelabuhan Laut Gunung Sitoli Nias selama tiga bulan di kedalaman 0 meter, 1 meter dan 2 meter di bawah permukaan laut pada saat surut terendah dengan jarak antar rangkaian sepuluh centimeter. Posisi kayu diletakkan vertical serta diberi pemberat. Dimana pemberat yang di berikan terbuat dari botol aqua yang diisi pasir. a b c d e Keterangan : a. Pelabuhan b. Tali c. Pipa Paralon d. Contoh Uji e. Pemberat Gambar 1. Skema Rangkaian Contoh Uji dalam Proses Pengumpanan 5. Pengamatan dan Pengumpulan Data Setelah pengumpanan selama tiga bulan dilakukan pengangkatan contoh uji, lalu contoh uji dibersihkan sedangkan organisme yang menyerang telur atau organisme yang tinggal dalam kayu dimasukan ke dalam wadah yang berisi alkohol 70 dan diamati kerusakannya. Contoh uji ditimbang pada kondisi kering udara untuk mendapatkan berat akhir. Setelah contoh uji ditimbang dan didapatkan berat akhirnya, selanjutnya diidentifikasi organisme marine borer yang menyerang contoh uji. Pengukuran intensitas serangan dilakukan dengan melihat kehilangan berat kayu sebelum pengumpanan dan sesudah pengumpanan. Kehilangan berat = W1 - W2 W1 Dimana : W1 = berat awal kayu kondisi kering udara W2 = berat akhir kayu kondisi kering udara Analisis Data Data intesitas serangan penggerek kayu di laut di analisis dengan menggunakan standar N.W.P.C Nordic Wood Preserves Council No.1.4.2.273 sebagai berikut : Tabel 2. Intensitas Serangan Organisme Penggerek Kayu di Laut Kondisi Contoh Uji Nilai Intesitas Serangan Tidak ada serangan Serangan ringan 0,001 – 0,333 Serangan sedang 0,334 – 0,667 Serangan berat 0,668 – 1,000 HASIL DAN PEMBAHASAN Intensitas Serangan Contoh uji yang direndam selama tiga bulan di perairan PT. Persero Pelabuhan Indonesia I Cabang Gunung Sitoli, Nias Sumatera Utara cenderung di serang oleh famili Littorinidae, Terediniae, Euphausicea, Portunidae, Porcellanidae, Ophiuroidea dan Lymnaeidae. Tingkat serangan organisme penggerak kayu di laut masing-masing contoh uji pada kedalaman 0 meter, 1 meter dan 2 meter dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Nilai Rata-Rata Intensitas Serangan Penggerek Kayu di Laut pada Kedalaman yang Berbeda . Contoh uji Nilai Intensitas Serangan Pada Kedalaman Keterangan 0 meter 1 meter 2 meter Damar 0.0713 0.0602 0.0415 Serangan ringan Durian 0.2163 0.2215 0.2399 Serangan ringan Medang 0.1023 0.0869 0.0319 Serangan ringan Meranti Putih 0.0616 0.0359 0.0300 Serangan ringan Mersawa 0.1146 0.0642 0.0423 Serangan ringan Keterangan : : Makin tinggi kedalaman air, makin rendah intensitas serangan organismenya. : Makin tinggi kedalaman air, makin tinggi intensitas serangan organismenya. 0,05 0,1 0,15 0,2 0,25 0,3 0 M 1 M 2 M Kedalaman meter Intensitas Serangan Damar Durian Medang Meranti Putih Mersawa Gambar 3. Lokasi Pengumpanan Contoh Uji di Perairan Pelabuhan Nias Gambar 4. Histogram Intensitas Serangan Penggerek Kayu di Laut Pada Kedalaman Yang Berberda Tabel 4. Organisme Penyerang Yang Ditemukan Pada Kayu Contoh uji Organisme Penyerang yang ditemukan 0 meter 1 meter 2 meter Damar Littorina obtusata Senobita klipeatus Littorina obtusata Cardisoma carnifex Trochus niloticus Cardisoma carnifex Durian Teredo sp Cardisoma carnifex Teredo sp Senobita klipeatus Teredo sp Meganyctiphanes norvegica Medang Senobita klipeatus Cardisoma carnifex Littorina obtusata Cardisoma carnifex Ophiothrix fragilis Meganyctiphanes norvegica Meranti Putih Senobita klipeatus Trochus niloticus Senobita klipeatus Trochus niloticus Senobita klipeatus Meganyctiphanes norvegica Mersawa Senobita klipeatus Trochus niloticus Teredo sp Cardisoma carnifex Teredo sp Ophiothrix fragilis Contoh uji kayu damar, medang, meranti putih, dan mersawa di kedalaman 0 meter menunjukkan bahwa nilai intensitas serangannya lebih tinggi dibandingkan di kedalaman 1 meter dan 2 meter. Dengan kata lain nilai intensitas serangan pada keempat kayu tersebut cenderung makin tinggi kedalaman air maka makin rendah nilai intensitas serangan organismenya. Hal ini karena organisme yang menyerang keempat kayu tersebut Littorina obtusata, Senobita klipeatus, Trochus niloticus, Cardisoma carnifex adalah organisme yang suka terhadap cahaya, sehingga intensitas serangan keempat kayu tersebut lebih tinggi di kedalaman 0 meter daripada pada kedalaman 1 meter dan 2 meter. Hal ini disebabkan karena intensitas cahaya di kedalaman 0 meter lebih tinggi dibandingkan pada kedalaman 1 meter dan 2 meter. Nilai intensitas serangan kayu durian di kedalaman 2 meter lebih tinggi dibandingkan dikedalaman 0 meter dan 1 meter. Dapat dilihat dari histogram intensitas serangan pada kayu ini cenderung makin tinggi kedalaman air maka makin tinggi pula nilai intensitas serangan organismenya. Hal ini terjadi karena organisme yang menyerang kayu durian Teredo sp, Meganyctiphanes norvegica adalah yang tidak suka atau tidak tahan terhadap cahaya matahari sehingga intensitas serangan lebih dominan di kedalaman 2 meter dari pada di kedalaman 0 meter dan 1 meter. Semakin tinggi kedalam air maka intensitas cahaya matahari akan semakin berkurang, organisme yang menyerang pun kan menjadi berbeda. Nilai intensitas serangan penggerek kayu di laut dari kelima contoh uji yang di umpankan yang paling kecil mendapat mendapat serangan adalah pada kayu meranti putih. Dengan demikian, kayu ini sangat baik untuk konstruksi bangunan di laut. Sedangkan nilai intensitas serangan penggerek kayu di laut yang paling tinggi adalah pada kayu durian, berarti jenis kayu ini tidak baik untuk konstruksi bangunan laut. Hubungan Intensitas Serangan dengan Kerapatan Menurut Muslich dan Sumarni 2004, hubungan antara berat jenis kayu dengan keawetan alami kayu kurang tepat. Hal ini dibuktikan dengan melakukan pengujian 62 jenis kayu Indonesia menunjukkan bahwa kayu yang mempunyai berat jenis relatif tinggi ternyata mempunyai kelas awet yang lebih rendah bila dibandingkan dengan kayu yang mempunyai berat jenis lebih rendah. Hubungan kerapatan dengan intensitas serangan di kedalaman 2 meter dapat ditunjukkan dengan persamaan regresi Y = 0.177 – 0.1671x dengan R 2 = 0.0589 dan koefisien korelasi r bernilai – 0.2427 yang berarti bahwa 5.89 peubah berat jenis kayu dapat menjelaskan peubah tidak bebas intensitas serangan organisme penggerek kayu di laut dengan korelasi diantara keduanya bersifat negatif yaitu semakin tinggi berat jenis kayu maka intensitas serangan penggerek di laut juga akan semakin berkurang. Oey Djoen Seng 1964 menyatakan bahwa hubungan berat jenis dengan keawetan alami kayu kurang berlaku untuk umum. Tabel 5. Kerapatan Lima Jenis Kayu yang di Uji No Jenis Kayu Kerapatan 1. 2. 3. 4. 5. Mersawa Damar Durian Meranti putih Medang 0.80 0.67 0.53 0.51 0.49 Berdasarkan hasil pengujian kerapatan Tabel 5 dan nilai intensitas serangan organisme penggerek kayu di laut Tabel 3 dapat diambil kesimpulan bahwa intensitas serangan pengerek kayu dilaut pada lima jenis kayu yang diujikan umumnya lebih tinggi terhadap jenis kayu yang memiliki kerapatan yang rendah bila dibandingkan dengan jenis kayu yang memiliki kerapatan yang lebih tinggi selama waktu perendaman lima bulan. Dari data kerapatan kayu didapat paling tinggi adalah kayu mersawa 0.80 dan intensitas serangannya relatif lebih ringan dari pada kayu durian 0.53 baik dilihat pada kedalaman 0 meter, 1 meter dan 2 meter. Hal yang sama juga dapat terlihat pada kerapatan kayu damar 0.67 dan kayu meranti putih 0.51 yang memiliki nilai intensitas lebih ringan dari pada kayu yang memiliki kerapatan kayu yang lebih rendah yaitu kayu medang 0.49 dapat dilihat dari kedalaman 0 meter sampai 2 meter. Becker 1975 menyatakan bahwa yang lebih berpengaruh terhadap keawetan kayu adalah karena kandungan zak ekstraktifnya yang beracun bukan karena berat jenis kayunya. Kerapatan kayu yang tinggi mersawa, damar, meranti putih menunjukkan bahwa molekul-molekul dalam kayu cukup tinggi dan sangat rapat, 0,05 0,1 0,15 0,2 0,25 0,3 0,2 0,4 0,6 0,8 1 Berat Jenis In ten si tas S er an g an 2 m sehingga dimungkinkan akan sangat menyulitkan larva organisme penggerek kayu di laut untuk menempel dan melakukan pengeboran pada jenis kayu tersebut. Menurut Muslich Sumarni 2005, ada kecenderungan bahwa semakin besar kerapatan kayu makin tinggi ketahanan alaminya meskipun tidak berarti akan terbebas sama sekali dari serangan organisme penggerek kayu di lain, hanya mungkin memakan waktu yang relatif lama jika dibandingkan dengan kayu yang memiliki kerapatan yang rendah. Gambar 5. Hubungan Berat Jenis dengan Intensitas Serangan Y = 0.1774 – 0.1617 X R 2 = 0.0589 Hubungan Intensitas Serangan Penggerek Kayu di Laut dengan Kadar Silika dan Kadar Selulosa Besar kecilnya intensitas serangan pada contoh uji, tergantung pada komponen terdapat dalam jenis kayunya. Kadar silika, kekerasan atau kerapatan dan kandungan zat ekstraktifnya yang bersifat racun dapat menekan serangan penggerek kayu di laut Southwell and Bultman, 1971. Tabel 6. Kadar Silika dan Kadar Selulosa Lima Jenis kayu yang di Uji Jenis Kayu Komponen Kimia Silika Selulosa Damar 0,1 52,4 Durian 0,1 54,6 Medang 0,05 50,7 Meranti Putih 1,1 53,9 Mersawa 2,4 52,5 Sumber : Martawijaya 1992 Hasil penelitian kerapatan kayu yang dapat dilihat pada Tabel 5 dan di bandingkan dengan data yang disajikan pada Tabel 6 di atas diperoleh bahwa rendahnya intensitas serangan organisme penggerek kayu di laut terhadap kayu yang memiliki kadar silika tinggi seperti mersawa 2,4 dan meranti putih 1,1 di duga karena silika merupakan zat yang beracun atau tidak di sukai oleh organisme penggerek kayu di laut, sedangkan pada kayu durian 0,05 dan medang 0,1 dengan kadar silika rendah mempunyai nilai intensitas serangan organisme penggerek kayu yang relatif tinggi. Walupun demikian, tidak berarti bahwa kayu yang memiliki kadar silika tinggi akan terbebas dari serangan organisme penggerek kayu di laut, tetapi hanya akan membutuhkan waktu yang relatif lama hingga kadar silika dalam kayu akan semakin berkurang. 0,05 0,1 0,15 0,2 0,25 0,5 1 1,5 2 2,5 3 Silika In ten si tas S er an g an 1 m Hubungan intensitas serangan penggerek kayu di laut dengan kadar silika pada kedalaman 1 meter yang di tunjukkan dengan persamaan regresi Y = 0.1163 – 0.03x dengan R 2 = 0.1194 dan koefisien korelasi r = - 0.3455, ini berarti 11.94 dari peubah bebas silika kayu dapat menjelaskan peubah tak bebas intensitas serangan penggerek kayu di laut dan korelasi antara keduanya bersifat negatif, yaitu semakin tinggi kadar silika kayu makin rendah intensitas serangan organisme penggerek kayu di laut. Gambar 6. Hubungan Kadar Silika dengan Intensitas Serangan Menurut Turner 1966, kayu yang mengandung banyak selulosa lebih di sukai famili Teredinidae karena organisme ini merusak kayu sebagai sumber makanannya, sehingga kerusakan pada contoh uji sampai ke bagian dalamnya. Pada penelitian ini didapatkan bahwa kayu yang memiliki kadar selulosa tinggi seperti kayu durian 54,6 mendapat serangan organisme penggerek kayu di laut yang paling tinggi dalam waktu lima bulan, dan sebaliknya kayu yang memiliki kadar selulosa rendah seperti damar 52,4 dan medang 50,7 mendapat Y = 0.1163 – 0.03 X R 2 = 0.1194 52,4 54,6 50,7 53,9 52,5 0,05 0,1 0,15 0,2 0,25 50 51 52 53 54 55 Selulosa In ten si tas S er an g an 0 m serangan organisme penggerek kayu yang relatif lebih ringan atau paling rendah. Dengan demikian, dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi kadar selulosa pada kayu maka intensitas serangan penggerek kayu di laut akan semakin tinggi pula dan begitu juga sebaliknya. Hubungan kadar selulosa dengan intensitas serangan penggerek kayu di laut pada kedalaman 0 meter di tunjukkan dengan persamaan regresi Y = 0.0014 + 0.0484 x dengan R 2 = 0.5618, dan koefesien korelasi r = 0.7495 yang berarti 56.18 dari peubah bebas selulosa kayu dapat menjelaskan peubah tidak bebas intensitas serangan penggerek kayu di laut dan korelasi antara keduanya positif yaitu semakin tinggi kadar selulosa maka intensitas serangan penggerek kayu tersebut juga akan semakin tinggi. Gambar 7. Hubungan Kadar Selulosa dengan Intensitas Serangan Y = 0.0014 + 0.0484x R 2 = 0.5618 Gambar 8. Kondisi Contoh Uji Sebelum Pengumpanan M 12 kayu meranti putih yang akan diumpankan di kedalaman 2 meter, G 11 kayu medang di kedalaman 1 meter, S 21 kayu damar di kedalaman 1 meter, B 31 kayu mersawa pada kedalaman 1 meter, D 22 kayu durian pada kedalaman 2 meter. Gambar 9. Kondisi Contoh Uji Setelah Lima Bulan di Rendam Pada Kedalaman 0 meter. G Medang, S damar, B mersawa, D Durian, M Meranti Putih. Pada kedalaman 0 meter contoh uji di serang oleh Littorina obtusata, Senobita klipeatus, Trochus niloticus, hal ini karena ketiga organisme ini adalah jenis organisme yang suka terhadap cahaya matahari karena tubuhnya terletak di dalam cangkok yang besar. Sehingga hewan ini lebih suka hidup pada permukaan air atau pada kedalaman 0 meter, karena cahaya matahari paling bagus di kedalaman tersebut daripada kedalaman 1 atau 2 meter. Gambar 10. Kerusakan Oleh Littorina obtusata, Senobita klipeatus, Trochus niloticus Pada kedalaman 1 dan 2 meter contoh uji yang di umpankan cenderung diserang oleh Teredo sp, hal ini disebabkan kedua organisme ini adalah organisme yang tidak suka atau tidak tahan terhadap cahaya matahari karena tubuhnya yang lunak seperti cacing. Sehingga organisme ini lebih suka menyerang kayu pada kedalaman 1 meter dan 2 meter di banding kedalaman 0 meter yang mana intensitas cahaya matahari relatif berkurang. Gambar 11. Kerusakan Oleh Teredo sp Gambar 12. Kondisi Contoh Uji Setelah Lima Bulan di Rendam Pada Kedalaman 1 Meter. G Medang, S damar, B mersawa, D Durian, M Meranti Putih. Gambar 13. Kondisi Contoh Uji Setelah Lima Bulan di Rendam Pada Kedalaman 2 Meter. G Medang, S damar, B mersawa, D Durian, M Meranti Putih. Jenis Penggerek Kayu di Laut Beberapa jenis organisme penggerek di laut yang ditemukan di perairan pelabuhan Gunung sitoli Nias yang berhasil diidentifikasi adalah Littorina obtusata, Senobita klipeatus, Cardisoma carnifex, Teredo sp, Meganyctiphanes norvegica, Trochus niloticus, Ophiothrix fragilis. Littorina obtusata Tubuh Littorina obtusata terletak di dalam cangkok, cangkoknya membentuk bulat telur, licin, keras, sisi luar cangkoknya agak tebal dan warna cangkoknya hitam kecoklatan. Hewan ini dilokasi di lokasi penelitian dikenal juga dengan nama siput laut. Panjang cangkoknya adalah 4 cm sedangkan diameternya mencapai 2,5 cm. Littorina obtusata menbuat lubang kecil pada permukaan kayu. Dinding lubang gerek tidak dilapisi oleh bahan kapur seperti yang didapatkan pada spesies Teredo sp. Tipe penyerangannya adalah tipe gribble, kerusakan yang disebabkan Littorina obtusata dapat dengan mudah diketahui dimana terdapat goresan-goresan memanjang pada kayu Kasijan Juwana, 2007 Klasifikasi spesies Littorina obtusata Phylum : Mollusca Kelas : Gastropoda Ordo : Mesogastropoda Famili : Littorinidae Genus : Littorina Spesies : Littorina obtusata Gambar 14. Littorina obtusata Senobita klipeatus Tubuh Senobita klipeatus ini terletak di dalam cangkok, bentuknya menggulung, keras, permukaan cangkoknya ada yang licin dan kasar, abdomennya tidak terlindungi dan warnanya beraneka ragam. Panjang cangkoknya dari 3 cm, sedangkan diameternya bisa mencapai 2 cm. Hewan ini dilokasi penelitian dikenal juga dengan nama umang-umang. Senobita klipeatus yang masih muda berenang bebas dan masuk pada kayu dengan membut lubang kecil pada permukaan. Lubang yang terbentuk dari kegiatan pengeboran binatang ini tegak lurus dari permukaan. Senobita klipeatus salah satu spesies yan dijumpai diperairan pantai yang merupakan transisi antara udang dan kepiting. Hewan ini mencari cangkang keong kosong untuk melindungi dirinya dan memakan apa saja seperti daging dan alga. Tipe penyerangannya adalah tipe shipworn, kerusakan yang disebabkan Senobita klipeatus dapat dengan mudah diketahui dimana terdapat beberapa pengikisan bagian luar kayu dengan lubang-lubang yang dangkal Bayard, 1983. Klasifikasi spesies Senobita klipeatus Phylum : Arthropoda Kelas : Crustacea Ordo : Anomura Famili : Porcellanidae Genus : Senobita Spesies : Senobita klipeatus Gambar 15. Senobita klipeatus Cardisoma carnifex Tubuh Cardisoma carnifex yang masih muda memiliki panjang sekitar 1cm, dengan 6 kaki dengan panjang 1 cm, memiliki 2 buah capit yang besar dengan panjang 1,5 cm dan berwarna merah. Cardisoma carnifex hidup di daerah pantai, bakau dan tinggal didalam lubang yang digalinya sendiri. Lubangnya ditutupi dengan onggokan tanah yang cukup tinggi. Biasanya di sebut dengan nama kepiting merah, yang sering juga membuat lubang pada bangunan disekitar pantai dan perahu. Tipe penyeranganya adalah tipe shipworn, kerusakan yang di sebabkan Cardisoma carnifex pada kayu mudah terlihat dengan adanya lubang dan bekas gigitan pada permukaan kayu. Klasifikasi spesies Cardisoma carnifex Phylum : Arthropoda Kelas : Crustacea Sub Kelas : Malacostraca Ordo : Brachyura Famili : Portunidae Genus : Cardisoma Spesies : Cardisoma carnifex Gambar 16. Cardisoma carnifex Teredo sp Teredo sp berwarna kuning kemerahan dan hitam, lunak seperti cacing, memiliki banyak kaki halus dan memiliki panjang tubuh 2,5 cm dan lebar 3 mm. Hewan ini tubuhnya berlendir, pada bagian kepala terdapat cangkang yang digunakan untuk membuat lubang pada kayu. Lubang bekas pengebiran terdapat bekas kapur. Hewan ini biasa di kenal dengan nama cacing kapal, tapi di lokasi penelitian disebut cacing laut. Hewan ini hidupnya didalam kayu dan merusak bangunan yang terbuat dari kayu, hidup berjejal-jejal dalam kayu. Tipe penyerangannya adalah tipe gribble, caranya merusak kayu atau mengebor kayu adalah dengan mengeluarkan semacam enzim sehingga menyebabkan kayu menjadi lapuk dan lunak. Klasifikasi spesies Teredo sp Phylum : Mollusca Kelas : Bivalvia Ordo : Eulamellibranchia Famili : Teredinidae Genus : Teredo Spesies : Teredo sp Gambar 17. Teredo sp Meganyctiphanes norvegica Tubuh Meganyctiphanes norvegica memiliki panjang 2 cm dan lebar 7 mm, dengan mata majemuk terletak pada tangkai, alat cahaya yang biasanya terdapat pada dasar mata dan di tubuh. Insang pada kaki-kakinya tidak ditutupi karapas yang menutupi delapan rusa pertama Crustacea, kakinya bercabang 2 biramous dan beberapa jenis berwarna merah dan hitam. Dimana dalam jumlah besar menjadi makanan jenis ikan paus tertentu. Pada lokasi penelitian hewan ini di sebut udang tupai atau udang loncat. Tipe penyerangannya adalah tipe shipworn, biasanya hewan ini menempel pada bagian kayu sehingga mengikis permukaan kayu menjadi cekung kedalam. Klasifikasi spesies Meganyctiphanes norvegica Phylum : Arthropoda Kelas : Crustacea Sub Kelas : Malacostraca Ordo : Eucarida Famili : Euphausiacea Genus : Meganyctiphanes Spesies : Meganyctiphanes norvegica Gambar 18. Meganyctiphanes norvegica Trochus niloticus Tubuh Trochus niloticus terletak di dalam cangkok, cangkoknya membentuk kerucut, kasar, keras, sisi luar cangkoknya agak tebal dan warna cangkoknya hijau lumut. Hewan ini di lokasi di lokasi penelitian dikenal juga dengan nama keong. Panjang cangkoknya adalah 4 cm sedangkan diameternya mencapai 4 cm. Tipe penyerangannya adalah tipe gribble, Trochus niloticus membuat lubang kecil pada permukaan kayu. Kerusakan yang disebabkan Trochus niloticus hampir sama dengan yang disebabkan oleh Littorina obtusata dimana terdapat goresan-goresan memanjang pada kayu sehingga permukaan kayu menjadi tidak rata. Klasifikasi spesies Trochus niloticus Phylum : Mollusca Kelas : Gastropoda Ordo : Mesogastropoda Famili : Lymnaeidae Genus : Trochus Spesies : Trochus niloticus Gambar 19. Trochus niloticus Ophiothrix fragilis Tubuh Ophiothrix fragilis berbentuk budar, pipih dengan diemeter 2 cm, terdapat lima tentakel yang menjulur dengan panjang 6 cm. Dalam penjuluran terdapat selom, batang saraf, ruang berisi darah dan cabang vaskular air. Lengan ramping dan mudah bergerak-gerak cepat memungkinkan hewan ini berjalan cepat dan bahkan berenang dalam air. Makanannya terdiri dari jasad renik dan zat organik yang sedang membusuk, cara makan dengan mengangkat lengan ke atas ke dalam air untuk menangkap plankton dan mengeluarkan lendir pada lengan. Hewan ini sering disebut dengan nama bintang ular, tapi di lokasi penelitian disebut lipan laut. Kerusakan yang disebabkan Ophiothrix fragilis berupa pengikisan permukaan kayu oleh tentakel berduri yang menempel pada kayu. Klasifikasi spesies Ophiothrix fragilis Phylum : Echinodermata Kelas : Ophiuroidea Ordo : Ophiura Famili : Ophiuroidae Genus : Ophiothrix Spesies : Ophiothrix fragilis Gambar 20. Ophiothrix fragilis Banyak faktor-faktor yang mempengaruhi keawetan suatu kayu yang saling berkaitan seperti berat jenis, kadar silika dan kandungan selulosa. Pada penelitian ini dapat dibuktikan dengan mengetahui nilai intensitas penggerek kayu terhadap kelima jenis kayu yang berbeda. Kayu mersawa yang memiliki kerapatan tinggi dan kadar silika tinggi memiliki nilai intensitas serangan yang lebih tinggi dibandingkan kayu meranti putih dan damar. Hal ini disebabkan karena kayu mersawa memilki kandungan selulosa yang tinggi dari pada kedua kayu tersebut. Penggerek kayu yang paling berbahaya adalah Teredo sp, organisme ini merusak kayu sebagai sumber makanannya. Pada kayu mersawa ditemukan Teredo sp pada kedalaman 1 meter dan 2 meter sehingga kehilangan berat kayu mersawa lebih besar dari pada kayu meranti putih dan damar. Pada Pelabuhan Nias terdapat organisme penggerek kayu yang beraneka ragam, berbeda dengan yang ditemukan pada Pelabuhan Belawan dan Pulau Rambut. Muslich 2004 yang melakukan penelitian di Pulau Rambut menemukan organisme penggerek kayu seperti Matersia striata, Bankia cieba, Teredo bartchi , Dicyathifer manri Wright hampir sama dengan yang ditemukan pada Pelabuahan Belawan oleh Saputra 2007 yaitu Matersia striata, Bankia syriaca, Teredo sp, Lymnnaea stagnicola. Perbedaan yang dimiliki antara Pelabuhan Nias dengan Pelabuhan Belawan dan Pulau Rambut disebabkan oleh faktor lingkungan dan aktifitas pelayaran pada masing-masing daerah. Pelabuhan Belawan dan Pulau rambut memiliki organisme penggerek kayu yang sedikit karena aktifitas pelayaran yang padat dan terkontaminasi oleh minyak yang dapat menyebabkan pencemaran air dan menekan perkembangan biota laut di sekitarnya. Faktor yang mempengaruhi Aktifitas Penggerek Kayu di Laut Menurut Muslich Sumarni 1988 menyatakan bahwa lingkungan laut selalu berubah-ubah, kadang-kadang perubahan lingkungan lambat seperti mencair zaman es tetapi adakala perubahan cepat hujan yang mengalirkan endapan lumpur dari darat ke laut. Cepat atau lambatnya perubahan itu sama-sama mempunyai pengaruh, yakni kedua sifat perubahan tersebut akan mengubah intensitas faktor-faktor lingkungan. Perubahan apa pun yang terjadi akan baik bagi suatu kehidupan dan buruk bagi kehidupan lain. Faktor-faktor lingkungan yang banyak mempengaruhi kehidupan di laut adalah gerakan air, suhu, salinitas dan cahaya.

1. Gerakan Air