Penskoran Kemampuan Berbicara Landasan Teoretis

32 Jika kemampuan berbahasa siswa masih sederhana, tugas berbicara yang diberikan masih bersifat membimbing guided conversation, misalnya dengan dialog sederhana atau berbicara dengan rangsang gambar visual.

2.2.5 Penskoran Kemampuan Berbicara

Kemampuan berbicara merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang bersifat aktif-produktif yang menuntut proses encoding. Proses aktivitas ini untuk menghasilkan bahasa kepada pihak lain secara lisan. Kegiatan berbahasa yang produktif ini pada umumnya merupakan aktivitas untuk menyampaikan gagasan-gagasan kepada mitra pembaca. Dengan demikian penggunaan bahasa merupakan faktor penting dalam kemampuan berbicara. Dalam kegiatan berbicara, kadang pemilihan penggunaan unsur-unsur bahasa tidak semata-mata dipertimbangkan dari segi bahasa itu sendiri, melainkan dari segi gagasan-gagasan yang dituturkan dan situasi penuturan. Akibatnya, kebutuhan kelancaran komunikasi lebih diutamakan dari pada bahasa yang dipergunakan. Bahasa sekedar merupakan sarana untuk menyampaikan gagasan. Dalam situasi tertentu kegiatan berbicara, demi kelancaran dan ketepatan komunikasi, tidak jarang terjadi ketepatan bahasa dengan sengaja dilanggar. Menurut Nurgiyantoro 1995:274 dalam tujuan pembelajaran bahasa, pengutamakan kelancaran komunikasi tanpa memperhatikan penggunaan bahasa yang tepat dalam kegiatan berbicara adalah berat sebelah. Seharusnya, kedua- duanya sama-sama ditekankan. Penggunaan bahasa yang tepat akan terjelma gagasan yang tepat pula. Oleh karena itu, tes kemampuan berbicara dalam 33 penelitian ini memperhatikan kelancaran komunikasi dan pemilihan penggunaan bahasa. Selanjutnya, untuk mengetahui kemampuan berbicara siswa perlu dilakukan penskoran terhadap hasi tes kemampuan berbicara. Tentang penskoran kemampuan berbicara, Munaris 1999:32 berpendapat bahwa penskoran tes kemampuan berbicara merupakan salah satu tes yang sulit penskorannya. Hal ini disebabkan, selain penskorannya yang sering terpengaruh subjektivitas, juga disebabkan sifat berbicara itu sendiri, yaitu pajanan yang cepat hilang begitu siswa selesai berbicara. Untuk mengatasi kesulitan ini, penskoran harus segera dilakukan selama siswa berbicara atau setelah selesai berbicara agar penskor tidak lupa dengan pajanan berbicara siswa. Penskoran kemampuan keterampilan berbicara dapat dilakukan dengan cara global holistik dan dengan cara analitik. Penskoran global adalah penskoran yang dilakukan berdasarkan kesan impression penskor terhadap objek yang diskor. Penskoran analitik adalah penskoran yang menggunakan detai-detail tentang aspek-aspek yang diskor sebagai panduan Hopkin dan Antes dalam Munaris 1999:32. Dalam konteks pembelajaran, penskoran global mengandalkan kesan penskor terhadap pajanan berbicara siswa. Setelah siswa berbicara, penskor dapat memberi skor sesuai dengan kesan yang diterimanya. Kesan tersebut diwujudkan dalam bentuk angka sesuai dengan rentangan skala yang digunakan. Angka tersebut merupakan skor berbicara siswa. Agar skor tersebut mempunyai dasar yang kuat, diperlukan adanya panduan yang berisi tentang deskripsi kemampuan berbicara dan rentangan skor yang digunakan. Panduan yang dibuat tidak berisi 34 tentang deskripsi tiap aspek berbicara, tetapi deskripsi keterampilan berbicara secara utuh. Dalam penskoran analitik, skor diberikan pada setiap aspek kemampuan berbicara yang dijadikan sasaran penilaian. Banyaknya skor yang diberikan bergantung pada banyaknya aspek yang dinilai Latief 1995:48. Aspek-aspek yang menjadi sasaran penskoran perlu dideskripsikan secara mendetail agar dapat mambantu penskor dalam memberikan skor terhadap pajanan berbicara siswa. Besarnya skor utnuk masing-masing aspek sangat bergantung pada pertimbangan penskor Munaris 1999:33. Berkaitan dengan penskoran hasil kemampuan berbicara dalam penelitian ini, peneliti menerapkan penskoran dengan cara analitik. Skala penskoran analitik untuk setiap aspek yang diskor mengacu rumusan yang telah diramu dari Munaris 1993:37 dan Nurgiyantoro 1995:282-285,

2.2.6 Teknik Bercerita yang Memanfaatkan Objek Langsung