Makna dan Fungsi Simbol Keberuntungan bagi Masyarakat Tionghoa di Desa Lincun Binjai

(1)

MAKNA DAN FUNGSI SIMBOL KEBERUNTUNGAN BAGI

MASYARAKAT TIONGHOA DI DESA LINCUN BINJAI

印尼

LINCUN

华人家中常见吉样物分析

(Yìnní LINCUN huáren

jiāzhōng ch

ángjiàn jíxiàngwù f

ēnx

ī )

SKRIPSI

Oleh:

Paska Aprilia Bb

110710035

PROGRAM STUDI SASTRA CINA

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

ABSTRAK

Judul dari tulisan ini adalah “Makna dan Fungsi Simbol Keberuntungan Bagi Masyarakat Tionghoa di Desa Lincun Binjai”. Alasan penulis meneliti makna dan fungsi dari simbol keberuntungan bagi masyarakat Tionghoa desa Lincun Binjai dikarenakan pada umumnya masyarakat desa Lincun Binjai mengetahui banyak jenis benda-benda yangs sering dijadikan sebagai simbol keberuntungan bagi masyarakat Tionghoa desa Lincun Binjai, namun mereka tidak mengetahui makna dan fungsi apakah yang terkandung dalam benda-benda tersebut sehingga dijadikan sebagai simbol keberuntungan dalam hidup. Tujuan utama dari penelitian ini ialah untuk mencari tahu makna dan fungsi apakah yang terkandung dalam 15 jenis simbol keberuntungan yang paling sering dijumpai dalam kehidupan masyarakat Tionghoa di desa Lincun Binjai. Metode penelitian yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini ialah deskriptif kualitatif. Data diperoleh melalui teknik observasi, wawancara dengan beberapa informan, dan dokumentasi.Teori yang digunakan dalam penelitian ini ialah Teori Semiotik Peirce dan Teori Fungsionalisme Malinowski.


(3)

ABSTRACT

The title of this article is "Meaning and Function of Chinese Society For Luck Symbols in the village Lincun Binjai". The reason the author examines the meaning and function of a symbol of good luck for the Chinese community village Lincun Binjai in general because the villagers Lincun Binjai know many types of objects which often used as a symbol of good luck for the Chinese community village Lincun Binjai, but they do not know the meaning and function of whether the contained in these objects that serve as a symbol of good luck in life. The main objective of this study was to find out the meaning and function are contained in 15 different kinds of auspicious symbols are most often encountered in the life of the Chinese community in the village Lincun Binjai. The method used by the authors in this research is descriptive qualitative. Data obtained through observation, interviews with informants, and dokumentasi.Teori used in this study is Peirce's Theory of Semiotics and Theory of functionalism Malinowski.


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa atas berkatNya yang telah memberikan kesehatan dan kekuatan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Makna dan Fungsi Simbol Keberuntungan bagi Masyarakat Tionghoa di Desa Lincun Binjai” sebagai salah satu syarat kelulusan dalam menyelesaikan studi di Program Studi Sastra Cina, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara untuk memperoleh gelar Sarjana Sastra.

Dalam penyelesaian skripsi ini, penulis telah banyak mendapat bantuan dan bimbingan, baik secara moril maupun materil dari berbagai pihak. Atas bantuan dan dukungan yang penulis terima, pada kesempatan ini penulis terlebih dahulu mengucapkan banyak terima kasih kepada orang tua penulis Jainul Butar Butar dan Dra. Rukun Ginting, serta kedua saudara penulis Benedicktus Butar Butar dan Natra Vilova Butar Butar yang selama ini telah mendukung dan memeberikan doa, motivasi, perhatian, dan kasih sayang tanpa batas kepada penulis.

Dengan segala kerendahan hati, penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dr. H. Syahron Lubis, M.A., selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara, beserta Para wakil Dekan I, II dan III atas bantuan dan fasilitas yang penulis peroleh semasa kuliah di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Dr. T. Thyrhaya Zein, M.A., selaku ketua Program Studi Sastra Cina, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara yang selalu bersedia meluangkan waktu untuk memberikan masukan dan saran dalam penyelesaian skripsi ini.

3. Ibu Dra. Nur Cahaya Bangun, M.Si., selaku Sekretaris Program Studi Sastra Cina Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara yang


(5)

selalu bersedia meluangkan waktu untuk memberikan masukan dan saran dalam penyelesaian skripsi ini.

4. Ibu Lila Pelita Hati M.si, selaku Dosen pembimbing I yang dengan sabar telah membimbing dan memberikan arahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini dalam bahasa Indonesia.

5. Ibu Niza Ayuningtias, MTSCOL atau 温 霓 莎 老 师, selaku Dosen

Pembimbing II yang dengan sabar telah membimbing dan memberikan arahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini dalam bahasa Mandarin.

6. Bapak Poeleng, Ibu Lian Hua, Bapak Lie Kok Hwa dan juga Bapak Lo Tzupin, sebagai informan yang telah banyak memberikan bantuan berupa penjelasan mengenai data yang dikaji dalam skripsi ini.

7. Bapak/Ibu Staf pengajar dan para dosen Program Studi Sastra Cina Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara, serta dosen tamu Jinan University, Guangzhou, RRT yang telah banyak memberikan bimbingan dan pengajaran selama penulis mengikuti perkuliahan selama 4 tahun terakhir.

8. Sahabat seperjuangan penulis Betty Marshaulina S, Buruti R Harefa, Yuli Esterina Ginting, Alek Saputra Pinem, Marco Simamora, Sanni Tung, Hotmaria J Purba, Jernita Limbong, Emanuella Laudia dan Camelia Novella S yang telah bersedia meringankan hati untuk saling mendukung dan memberi bantuan selama ini, baik dalam suka maupun duka, serta memberikan inspirasi. Terima kasih untuk cinta yang tak terbatas kepada penulis.

9. Seluruh teman-teman Program Studi Sastra Cina angkatan 2011, serta Alumni dan Mahasiswa Sastra Cina Univeritas Sumatera Utara yang telah membantu, memberi semangat, serta meluangkan waktu untuk saling bertukar pikiran kepada penulis.


(6)

Penulis menyadari bahwasanya skripsi ini belum sempurna. Untuk itu dengan segala kerendahan hati, penulis memohon maaf sebesar-besarnya dan berharap adanya kritik dan saran yang membangun dalam penyelesaian skripsi ini. Akhir kata penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan peneliti berikutnya.

Medan, Agustus 2015


(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAK... i

ABSTRACT... ii

KATA PENGANTAR... iii

DAFTAR ISI... vi

DAFTAR GAMBAR... ix

BAB I PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Pembatasan Masalah... 9

1.3 Rumusan masalah... 12

1.4 Tujuan Penelitian... 12

1.5 Manfaat Penelitian... 12

1.5.1 Manfaat Teoritis... 12

1.5.2 Manfaat Praktis... 13

BAB II KONSEP, TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI... 14

2.1 Konsep... 14

2.1.1 Makna... 15

2.1.2 Fungsi... 16

2.1.3 Simbol Keberuntungan... 16

2.1.4 Masyarakat Tionghoa di desa Lincun Binjai... 18

2.2 Tinjauan Pustaka... 22

2.3 Landasan Teori... 25

BAB III METODE PENELITIAN... 30

3.1 Jenis Penelitian... 30

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian... 30

3.3 Data dan Sumber Data... 32

3.3.1 Data... ... 32

3.3.2 Sumber Data... 32

3.4 Teknik Pengumpulan Data... 33

3.4.1 Studi Kepustakaan (Library Research)... 33

3.4.2 Studi Lapangan (Field Reasearch)... 33

3.5 Teknik Analisis Data... 35

BAB IV PEMBAHASAN... 37

4.1 Makna 15 Simbol Keberuntungan bagi Masyarakat Tionghoa Desa Lincun Binjai...37

1. Makna Buah Nanas Sebagai Simbol Keberuntungan bagi Masyarakat Tionghoa Desa Lincun Binjai...39

2. Makna Bunga Teratai Sebagai Simbol Keberuntungan bagi Masyarakat Tionghoa Desa Lincun Binjai... 41


(8)

3. Makna Buah Jeruk Mandarin Sebagai Simbol Keberuntungan bagi Masyarakat Tionghoa Desa Lincun Binjai... 45 4. Makna Bunga Meihua Sebagai Simbol Keberuntungan bagi Masyarakat

Tionghoa Desa Lincun Binjai... 47 5. Makna Buah Delima Sebagai Simbol Keberuntungan bagi Masyarakat

Tionghoa Desa Lincun Binjai... 51 6. Makna Labu Botol Sebagai Simbol Keberuntungan bagi Masyarakat

Tionghoa Desa Lincun Binjai... 53 7. Makna Harimau Sebagai Simbol Keberuntungan bagi Masyarakat

Tionghoa Desa Lincun Binjai... 56 8. Makna Kuda Sebagai Simbol Keberuntungan bagi Masyarakat Tionghoa

Desa Lincun Binjai...59 9. Makna Naga Sebagai Simbol Keberuntungan bagi Masyarakat Tionghoa

Desa Lincun Binjai...61 10.Makna Ikan Mas Sebagai Simbol Keberuntungan bagi Masyarakat

Tionghoa Desa Lincun Binjai... 65 11.Makna Koin Tembaga Sebagai Simbol Keberuntungan bagi Masyarakat

Tionghoa Desa Lincun Binjai... 67 12.Makna Pohon Uang Sebagai Simbol Keberuntungan bagi Masyarakat

Tionghoa Desa Lincun Binjai... 68 13.Makna Mangkuk Harta Sebagai Simbol Keberuntungan bagi Masyarakat

Tionghoa Desa Lincun Binjai... 70 14.Makna Simpul China Sebagai Simbol Keberuntungan bagi Masyarakat

Tionghoa Desa Lincun Binjai... 73 15.Makna Sumpit Sebagai Simbol Keberuntungan bagi Masyarakat

Tionghoa Desa Lincun Binjai... 77 4.2 Fungsi 15 Simbol Keberuntungan bagi Masyarakat Tionghoa Desa Lincun

Binjai...80 1. Fungsi Buah Nanas Sebagai Simbol Keberuntungan bagi Masyarakat

Tionghoa Desa Lincun Binjai... 82 2. Fungsi Bunga Teratai Sebagai Simbol Keberuntungan bagi Masyarakat

Tionghoa Desa Lincun Binjai... 84 3. Fungsi Buah Jeruk Mandarin Sebagai Simbol Keberuntungan bagi

Masyarakat Tionghoa Desa Lincun Binjai... 87 4. Fungsi Bunga Meihua Sebagai Simbol Keberuntungan bagi Masyarakat

Tionghoa Desa Lincun Binjai... 90 5. Fungsi Buah Delima Sebagai Simbol Keberuntungan bagi Masyarakat

Tionghoa Desa Lincun Binjai... 92 6. Fungsi Labu Botol Sebagai Simbol Keberuntungan bagi Masyarakat

Tionghoa Desa Lincun Binjai... 94 7. Fungsi Harimau Sebagai Simbol Keberuntungan bagi Masyarakat

Tionghoa Desa Lincun Binjai... 96 8. Fungsi Kuda Sebagai Simbol Keberuntungan bagi Masyarakat Tionghoa

Desa Lincun Binjai...97 9. Fungsi Naga Sebagai Simbol Keberuntungan bagi Masyarakat Tionghoa


(9)

10. Fungsi Ikan Mas Sebagai Simbol Keberuntungan bagi Masyarakat

Tionghoa Desa Lincun Binjai... 102

11. Fungsi Koin Tembaga Sebagai Simbol Keberuntungan bagi Masyarakat Tionghoa Desa Lincun Binjai... 105

12. Fungsi Mangkuk Harta Sebagai Simbol Keberuntungan bagi Masyarakat Tionghoa Desa Lincun Binjai... 106

13. Fungsi Pohon Uang Sebagai Simbol Keberuntungan bagi Masyarakat Tionghoa Desa Lincun Binjai... 108

14. Fungsi Simpul China Sebagai Simbol Keberuntungan bagi Masyarakat Tionghoa Desa Lincun Binjai... 110

15. Fungsi Sumpit Sebagai Simbol Keberuntungan bagi Masyarakat Tionghoa Desa Lincun Binjai... 113

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 116

5.1Kesimpulan... 116

5.2 Saran... 120

DAFTAR PUSTAKA... 122


(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Jumlah Vihara Menurut Kelurahan... 10

Gambar 2.1 Kediaman Masyarakat Tionghoa di Desa Lincun Binjai... 20

Gambar 4.1 Simbol Buah Nanas Sebagai Perlengkapan Sembahyang... 40

Gambar 4.2 Simbol Bunga Teratai Bersama Dewi Kuan Im... 44

Gambar 4.3 Kam Cheng Sebagai Sesajen Sembahyang... 46

Gambar 4.4 Bunga Meihua Pada Kediaman Masyarakat... 47

Gambar 4.5 Replika Bunga Meihua... 50

Gambar 4.6 Simbol Buah Delima... 52

Gambar 4.7 Replika Labu Botol... 54

Gambar 4.8 Labu Botol di Atas Pintu... 55

Gambar 4.9 Simbol Harimau Dalam Bentuk Lukisan... 58

Gambar 4.10 Lukisan Keberuntungan 8 Kuda... 60

Gambar 4.11 Naga Chao Feng dan Suan Ni………... 64

Gambar 4.12 Ikan Mas Pada Kediaman Masyarakat Tionghoa... 66

Gambar 4.13 Lukisan Ikan Mas Koki... 66

Gambar 4.14 Koin Tembaga Sebagai Bandul Gelang dan Kalung... 67

Gambar 4.15 Tumbuhan Pohon Uang dan Hiasan Pohon Uang... 69

Gambar 4.16 Ukiran Mangkuk Harta... 72

Gambar 4.17 Lima Bentuk Simpul China... 75

Gambar 4.18 Simpul Pan Chang Sebagai Gantungan... 76

Gambar 4.19 Sumpit Sebagai Alat Bantu Makan... 79

Gambar 4.20 Buah dan Simbol Nanas Sebagai Persembahan... 82

Gambar 4.21 Ukiran Buah Nanas Pada Tempat... 83

Gambar 4.22 Sembahyang Lukisan Bunga Teratai dan Dewi Kuan Im... 85

Gambar 4.23 Bunga Teratai dan Ikan Mas Koki Pada Dinding Pagar... 86

Gambar 4.24 Kam Cheng Sebagai Sajian Sembahyang... 87

Gambar 4.25 Kam Cheng Sebagai Hiasan... 88

Gambar 4.26 Meihua Sebagai Hiasan Ruang Tamu... 90

Gambar 4.27 Meihua Pada Dinding Bangunan Vihara... 91

Gambar 4.28 Lukisan Delima Sebagai Hiasan Ruang Tamu... 92

Gambar 4.29 Buah Delima Pada Dinding Vihara... 93

Gambar 4.30 Labu Botol Pada Ruang Tamu... 94

Gambar 4.31 Lukisan Labu Botol Pada Dinding Vihara... 95

Gambar 4.32 Labu Botol Sebagai Jimat... 95

Gambar 4.33 Simbol Harimau Sebagai Jimat... 96

Gambar 4.34 Lukisan Keberuntungan 8 Kuda... 97

Gambar 4.35 Lukisan Keberuntungan 8 Kuda Lambang Kekuatan dan Ketangkasan... 98

Gambar 4.36 Simbol Kuda Pada Bagian Depan Sekolah... 99

Gambar 4.37 Naga Chao Feng Pada Atap Bangunan... 101

Gambar 4.38 Naga Suan Ni Pada Tempat Abu Leluhur... 101


(11)

Gambar 4.40 Lukisan Ikan Mas Pada Tempat Sembahyang... 106

Gambar 4.41 Lukisan Ikan Mas Pada Pagar Kediaman Masyarakat... 104

Gambar 4.42 Koin Tembaga Sebagai Bandul Aksesoris... 105

Gambar 4.43 Mangkuk Harta Sebagai Hiasan Pada Ruang Tamu... 106

Gambar 4.44 Lukisan Mangkuk Harta Pada Dinding Vihara... 107

Gambar 4.45 Pohon Uang Sebagai Hiasan... 109

Gambar 4.46 Simpul Pan Chang Sebagai Gantungan... 111

Gambar 4.47 Simpul China Sebagai jimat... 112

Gambar 4.48 JimaSumpit Sebagai Alat Makan Tradisional... 114


(12)

ABSTRAK

Judul dari tulisan ini adalah “Makna dan Fungsi Simbol Keberuntungan Bagi Masyarakat Tionghoa di Desa Lincun Binjai”. Alasan penulis meneliti makna dan fungsi dari simbol keberuntungan bagi masyarakat Tionghoa desa Lincun Binjai dikarenakan pada umumnya masyarakat desa Lincun Binjai mengetahui banyak jenis benda-benda yangs sering dijadikan sebagai simbol keberuntungan bagi masyarakat Tionghoa desa Lincun Binjai, namun mereka tidak mengetahui makna dan fungsi apakah yang terkandung dalam benda-benda tersebut sehingga dijadikan sebagai simbol keberuntungan dalam hidup. Tujuan utama dari penelitian ini ialah untuk mencari tahu makna dan fungsi apakah yang terkandung dalam 15 jenis simbol keberuntungan yang paling sering dijumpai dalam kehidupan masyarakat Tionghoa di desa Lincun Binjai. Metode penelitian yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini ialah deskriptif kualitatif. Data diperoleh melalui teknik observasi, wawancara dengan beberapa informan, dan dokumentasi.Teori yang digunakan dalam penelitian ini ialah Teori Semiotik Peirce dan Teori Fungsionalisme Malinowski.


(13)

ABSTRACT

The title of this article is "Meaning and Function of Chinese Society For Luck Symbols in the village Lincun Binjai". The reason the author examines the meaning and function of a symbol of good luck for the Chinese community village Lincun Binjai in general because the villagers Lincun Binjai know many types of objects which often used as a symbol of good luck for the Chinese community village Lincun Binjai, but they do not know the meaning and function of whether the contained in these objects that serve as a symbol of good luck in life. The main objective of this study was to find out the meaning and function are contained in 15 different kinds of auspicious symbols are most often encountered in the life of the Chinese community in the village Lincun Binjai. The method used by the authors in this research is descriptive qualitative. Data obtained through observation, interviews with informants, and dokumentasi.Teori used in this study is Peirce's Theory of Semiotics and Theory of functionalism Malinowski.


(14)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Hubungan manusia dengan hewan, tumbuhan, dan beberapa benda alam lainnya memiliki nilai spiritual. Anggapan ini membuat hewan, tumbuhan, dan beberapa benda alam memiliki nilai yang sangat tinggi dan sakral. Alasan yang menjadikan benda-benda ini dipercaya memiliki nilai spiritual dan dianggap sakral, dikarenakan berbagai jenis jasa hewan, tumbuhan, dan benda alam lainnya yang dapat menunjang dan membantu kehidupan manusia sehari-hari dari zaman dahulu hingga pada saat ini.

Hewan, tumbuhan, dan beberapa benda alam turut membantu kehidupan manusia baik sebagai bahan makanan, bahan sandang, obat-obatan, hingga bahan pewarnaan. Hewan dan tumbuhan juga digunakan sebagai pelengkap dari upacara adat istiadat, yang merupakan elemen penunjang dasar kehidupan kebudayaan manusia mulai awal sejarah. Karena begitu banyak manfaaat yang didapatkan manusia dari hasil interaksi dengan benda-benda yang ada di alam, membuat manusia memberikan penghargaan lebih terhadap benda-benda tersebut sebagai suatu hal yang dipercaya dapat membawa hal baik, hingga pada akhirnya manusia menjadikan benda-benda tersebut sebagai simbol pembawa keberuntungan bagi kehidupan (Wong, dkk 2014 : 4).


(15)

Hingga saat ini, berbagai etnis menaruh kepercayaan kepada hewan dan tumbuhan tertentu sebagai simbol pembawa keberuntungan bagi keberlangsungan hidup. Selain itu, beberapa benda alam lainnya juga dianggap sebagai simbol pembawa keberuntungan karena fungsinya yang dapat membantu kelangsungan hidup manusia. Pada umumnya, sebagian besar benda hidup maupun benda mati diyakini sebagai simbol pembawa keberuntungan dikarenakan nama, bentuk, dan sifatnya yang kedengaran atau kelihatan sama dengan benda tertentu yang menggambarkan keberuntungan.

Secara umum, simbol adalah lambang (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2003:1198) Pengertian lain dari simbol adalah sesuatu yang digunakan untuk menunjuk sesuatu yang lain berdasarkan kesepakatan sekelompok orang. Simbol meliputi kata-kata (pesan verbal), perilaku nonverbal, dan objek yang maknanya disepakati bersama (Sobur, 2004:157). Secara etimologis, simbol berasal dari bahasa Yunani, yaitu symballo yang berarti melemparkan bersama suatu (benda, perbuatan) dikaitkan dengan suatu ide (Hartoko dan B. Rahmanto, 1998:133).

Pendapat Saussure (dalam Hoed, 2014:17) tentang simbol adalah jenis tanda yang mempunyai hubungan antara penanda dan petanda seakan-akan bersifat arbitrer (sewenang-wenang). Misalnya bunga teratai sebagai penanda yang merupakan aspek material, yaitu benda hidup bermakna. Sedangkan petanda adalah aspek mental yaitu gambaran mental, pikiran atau konsep dari identitas simbol bunga teratai itu sendiri. Penanda dan petanda merupakan satu kesatuan seperti dua sisi dari sehelai kertas. Suatu penanda tanpa petanda tidak berarti


(16)

apa-apa, dan sebaliknya suatu petanda tidak mungkin disampaikan atau ditangkap lepas dari penanda.

Simbol dapat dinyatakan dalam segala bentuk. Poerwadarminta (1989:490) mengatakan bahwa simbol atau lambang adalah sejenis tanda, lukisan, patung, perkataan, lencana dan sebagainya yang menyatakan sesuatu hal, atau mengandung maksud tertentu. Misalnya, warna putih merupakan simbol kesucian, dan tumbuhan bambu bagi masyarakat Tionghoa dianggap sebagai simbol yang melambangkan umur panjang.

Menurut filsuf Ernst Cassirer, dalam kehidupan sehari- hari manusia disebut sebagai animal symbolicum, yaitu mahluk yang menggunakan media berupa simbol kebahasaan dalam memberi arti dan mengisi kehidupan. Keberadaan manusia sebagai makhluk berpikir, tanpa adanya simbol manusia tidak akan mampu melangsungkan kegiatan berpikirnya. Simbol juga memungkinkan manusia bukan hanya untuk sekedar berpikir, melainkan juga mengadakan kontak dengan realitas kehidupan di luar diri serta mengabdikan hasil berpikir dan kontak itu kepada dunia. Simbol sangat penting bagi kehidupan manusia. Hanya dengan menggunakan simbol-simbol, manusia dapat mencapai potensi dan tujuan hidupnya yang tertinggi. Dalam setiap bidang hidup manusia, ungkapan simbolis merupakan jalan menuju kebebasan yang berdaya cipta (Cassirer 1987:10).

Disisi lain, konsep keberuntungan sendiri diartikan sebagai suatu keadaan dimana seseorang mendapatkan berbagai hal baik sesuai dengan harapan, maupun hal yang tak terduga sebelumnya. Dalam arti lain, keberuntungan diperoleh tanpa


(17)

melakukan upaya apapun, bahkan berbagai jenis kebaikan dapat diperoleh dengan cuma-cuma. Simbol diciptakan dalam konteks yang sangat beragam. Salah satunya adalah simbol sebagai pembawa keberuntungan. Dalam hal ini, yang dimaksudkan dengan simbol pembawa keberuntungan ialah segala benda yang menurut masyarakat tertentu, dipercaya sebagai suatu hal yang dapat mendatangkan kebaikan, sehingga dijadikan sebagai suatu simbol atau lambang untuk menandakan suatu hal baik atau keberuntungan tertentu.

Sejarah tentang simbol pembawa keberuntungan terentang selama ribuan tahun. Hal ini merupakan ilmu pengetahuan yang meliputi kombinasi pemikiran multi disiplin seperti filsafat, geografi, zoologi, arsitektur, dan psikologi. Tujuannya adalah mengamati dan memahami lingkungan alam untuk menciptakan kondisi kehidupan yang menyenangkan dan mencapai tingkat keselarasan yang sempurna antara alam dan manusia (Wong, dkk 2014 : 4).

Kepercayaan akan benda-benda hidup maupun benda mati yang ada disekitar kita sebagai sebuah simbol pembawa keberuntungan, terus berkembang dan diteruskan dari generasi ke generasi. Pada akhirnya, kepercayaan tersebut menjadi sebuah kebudayaan bagi masyarakat yang mempercayainya. Seiring perkembangan zaman, kebudayaan mempercayai benda-benda tetentu sebagai simbol pembawa keberuntungan terus berkembang. Manusia yang terus merasakan manfaat dari hasil kepercayaannya dengan benda-benda yang menurut mereka merupakan simbol pembawa keberuntungan, mendorong mereka untuk terus melibatkan benda-benda tersebut agar senantiasa menemani kehidupannya.


(18)

Simbol-simbol tersebut diaplikasikan baik berupa bentuk lukisan, patung, hingga benda-benda hidup yang selalu disertakan dalam kegiatan hidup manusia sehari-hari. Hal ini dilakukan karena manusia percaya, bahwa ketika mereka memberikan penghargaan yang lebih dan terus melibatkan benda-benda tersebut dalam kehidupan sehari-hari, maka benda-benda tersebut akan mendatangkan hal baik atau keberuntungan bagi siapapun yang menjaga dan memelihara benda tersebut dalam kehidupan sehari-hari.

Bangsa Tionghoa merupakan suatu bangsa yang memiliki kebudayaan yang sangat tinggi. Mereka telah mengenal peradaban sejak beberapa ribu tahun sebelum masehi. Kebudayaan, kepercayaan, dan tradisi tetap mereka pelihara. Hal tersebut dapat dilihat pada masyarakat Tionghoa yang telah menetap di Indonesia pada saat ini, khususnya dalam menjadikan beberapa jenis benda-benda hidup maupun benda mati sebagai sebuah simbol pembawa keberuntungan bagi kehidupan.

Kebudayaan masyarakat Tionghoa yang berhubungan dengan keberuntungan sangat beragam. Dengan kreativitas dan imajinasi, ide keberuntungan tersebut sudah diaplikasikan dalam berbagai bentuk. Beragam hewan, tumbuhan, hingga makanan dikaitkan dengan ide keberutungan. Benda-benda yang menggambarkan keberutungan telah menyatu dengan kehidupan sehari-hari dan seringkali digunakan dalam kreasi-kreasi seni. Hal ini sangat terlihat dari setiap sisi kehidupan masyarakat Tionghoa yang selalu melibatkan kebudayaan mereka tersebut dalam segala aspek kehidupan sehari-hari.


(19)

Benda-benda yang menjadi simbol keberuntungan bagi masyarakat Tionghoa sangatlah banyak. Pada dasarnya, adanya benda-benda yang dijadikan sebagai simbol keberuntungan tersebut membentuk harapan kuat masyarakat Tionghoa akan suatu kehidupan yang sempurna. Di sisi lain, hal ini juga merefleksikan ketakutan akan faktor-faktor yang tidak dapat diperkirakan dalam hidup dan mentalitas selalu berharap memperoleh keberuntungan, dan menghindari ketidakberuntungan serta bencana-bencana yang mungkin terjadi (Chunjiang, 2012 :1).

Bagi masyarakat Tionghoa, beberapa benda dianggap menggambarkan keberuntungan karena bentuk, sifat, maupun namanya yang mungkin kedengaran sama dengan makna-makna yang menggambarkan keberuntungan tertentu. Biasanya tidak memiliki dasar ilmiah, misalnya; kelelawar yang terlihat menyeramkan memiliki huruf sebunyi (homofon) dengan karakter China yang berarti “Peruntungan baik”, sementara itu rusa jinak memiliki persamaan bunyi huruf dengan karakter untuk “kekayaan”, oleh karena itu, kemudian keduanya dianggap sebagai simbol keberuntungan dalam budaya Tionghoa. Hewan buas seperti harimau dan singa dianggap sebagai hewan yang membawa keberuntungan karena ketangkasan mereka melawan kejahatan. Berbagai jenis tanaman juga digunakan sebagai simbol untuk berbagai jenis sifat manusia; bungan pohon prem yang sedang mekar dan juga teratai, dianggap menggambarkan kemurnian dan kebajikan. Beberapa simbol keberuntungan lainnya semata-mata berasal dari imajinasi, seperti mangkuk kekayaan/mangkuk harta dan pohon uang yang juga


(20)

menggambarkan harapan masyarakat Tionghoa akan “kemakmuran”. (Chunjiang 2012 : 1).

Kepercayaan akan benda-benda yang dianggap sebagai simbol pembawa keberuntungan tersebut juga tidak lepas dari pedoman hidup masyarakat Tionghoa yang sering dikenal dengan sebutan “Feng Shui”. Feng Shui (風水) adalah ilmu

topografi kuno dari Tiongkok (China) yang mempercayai bagaimana manusia dan surga (astronomi), serta bumi (geografi) dapat hidup dalam harmoni untuk membantu memperbaiki kehidupan dengan menerima Qi positif. Qi terdapat di alam sebagai energi yang tidak terlihat. Qi dialirkan oleh angin dan berhenti ketika bertemu dengan air. Qi baik, disebut juga dengan istilah napas kosmik naga. Jenis Qi ini dipercaya sebagai pembawa rejeki dan nasib baik. Namun, ada pula Qi buruk yang disebut Sha Qi, yang dipercaya sebagai pembawa nasib buruk. Di dalam konsep Feng Shui, masyarakat Tionghoa mempercayai adanya lima unsur utama yang mempengaruhi kehidupan manusia sehari-hari dan lingkungannya. Adapun unsur-unsur yang dimaksud adalah tanah, logam, kayu, api, dan air. Praktek Feng shui mengharuskan pemahaman yang sangat mendalam pada siklus lima unsur ini. Dengan memahami hubungan lima unsur ini masyarakat Tionghoa meyakini bahwa banyak sekali rahasia Feng Shui yang bisa terungkap untuk menciptakan berbagai hal baik dan keberuntungan dalam hidup ( Fanani, 2013: 5)


(21)

Dalam kehidupan sehari-hari, sangat sering dijumpai benda-benda yang dijadikan sebagai simbol pembawa keberuntungan bagi masyarakat Tionghoa. Pada saat mengunjungi kediaman masyarakat Tionghoa, menghadiri festival, perayaan tahun baru China, atau melintasi toko masyarakat Tionghoa, pasti akan dijumpai benda-benda yang dijadikan hiasan bahkan menjadi ikon yang sangat khas kaitannya dengan kebudayaan masyarakat Tionghoa. Bunga teratai, bunga mei hua, lukisan naga, dan bambu, adalah beberapa contoh benda yang hampir selalu ada sebagai penghias atau pemanis tata dekorasi Tionghoa.

Permasalahan yang ada pada saat ini, yakni masyarakat hanya mengetahui bentuk dan jenis benda yang menjadi simbol keberuntungan bagi masyarakat Tionghoa tersebut, tanpa mengetahui apakah makna dan fungsi sebenarnya dibalik benda-benda yang sering dijadikan sebagai simbol pembawa keberuntungan dalam kebudayaan masyarakat Tionghoa. Menanggapi masalah tersebut, penulis sangat tertarik untuk mengangkat permasalahan ini menjadi sebuah penelitian yang berjudul, “Makna dan Fungsi Simbol Keberuntungan Bagi Masyarakat Tionghoa di desa Lincun Binjai”.

Dari sekian banyak jenis benda hidup, maupun benda mati yang dipercaya sebagai simbol pembawa keberuntungan bagi masyarakat Tionghoa di desa Lincun Binjai, penulis akan membahas 15 jenis benda yang terdiri dari 6 jenis benda yang berupa tumbuhan (buah nanas, bunga teratai, buah jeruk mandarin, bunga meihua, buah delima, dan labu botol), 4 jenis benda yang menyerupai hewan (harimau, kuda, naga dan ikan mas), dan 5 benda lainnya ( koin tembaga,


(22)

mangkuk harta, pohon uang, simpul china dan sumpit). 15 jenis benda tersebut berdasarkan observasi, merupakan benda-benda yang paling sering dijumpai di setiap kediaman masyarakat Tionghoa di desa Lincun Binjai. Hal ini juga dikarenakan benda-benda ini dipercaya memiliki nilai dan makna filosofis yang baik dalam kehidupan masyarakat Tionghoa. Oleh karena alasan tersebut, maka penulis ingin melakukan penelitian terhadap 15 jenis benda tersebut dengan maksud ingin memperjelas dan mencari informasi, apakah makna dan fungsi sebenarnya dari benda-benda yang sering dijadikan simbol keberuntungan bagi masyarakat Tionghoa di desa Lincun Binjai ini.

1.2Pembatasan Masalah

Penulis akan membatasi penulisan hanya pada makna dan fungsi dari 15 jenis benda yang sering dijadikan sebagai simbol keberuntungan pada kehidupan masyarakat Tionghoa di desa Lincun Binjai. 15 jenis benda yang akan dibahas tersebut terdiri dari 6 jenis benda yang berupa tumbuhan (buah nanas, bunga teratai, buah jeruk mandarin, bunga meihua, buah delima, dan labu botol), 4 jenis benda yang menyerupai hewan (harimau, kuda, naga dan ikan mas), dan 5 benda lainnya (koin tembaga, mangkuk harta, pohon uang, simpul china dan sumpit). Penelitian ini akan dilakukan di desa Lincun Binjai.

Dalam penelitian ini, penulis memilih desa Lincun Binjai sebagai lokasi penelitian. Ada 3 alasan yang paling mendasar penulis memilih desa Lincun Binjai sebagai daerah penelitian. Alasan pertama penulis memilih desa Lincun Binjai sebagai lokasi penelitian ialah dikarenakan nama daerah ‘Lincun’ yang


(23)

sangat unik dan khas dengan kebudayaan Tionghoa. Nama daerah ini sangat berbeda dengan kebanyakan nama daerah pemukiman masyarakat Tionghoa pada umumnya, yang sebagian besar nama daerahnya menggunakan bahasa Indonesia.

Alasan kedua pemilihan desa Lincun sebagai lokasi penelitian, dikarenakan berdasarkan survey dan observasi data dari Badan Pusat Statistik Kota Binjai, desa Lincun yang terletak di kelurahan Suka Maju merupakan daerah kedua di Binjai Barat yang memiliki jumlah Vihara terbanyak setelah Kelurahan Bandar Sinembah.

Gambar 1.1 Jumlah Vihara Menurut Kelurahan di Kecamatan Binjai Barat


(24)

Desa Lincun memiliki 5 bangunan Vihara dari 6 bangunan Vihara yang ada di kelurahan Suka Maju.Vihara yang ada sangat menampakkan dan menjunjung tinggi kebudayaan akan simbol keberuntungan bagi masyarakat Tionghoa. Dari jumlah dan keadaan Vihara yang ada dapat diketahui bahwa masyarakat Tionghoa desa Lincun Binjai merupakan masyarakat Tionghoa yang masih menjunjung tinggi kebudayaan Tionghoa. Bapak Poeleng juga menjelaskan bahwa desa Lincun merupakan desa yang paling dikenal oleh masyarakat Binjai sebagai pemukiman masyarakat Tionghoa yang masih sangat menjunjung tinggi kebudayaan Tionghoa, khususnya kebudayaan mempercayai benda tertentu sebagai simbol keberuntungan dalam hidup. Hampir seluruh masyarakat Tionghoa desa Lincun Binjai masih melibatkan benda-benda yang dipercaya sebagai simbol keberuntungan dalam kediaman mereka.

Alasan terakhir yang membuat penulis memilih desa Lincun Binjai sebagai lokasi penelitian dikarenakan di desa Lincun masyarakat Tionghoa yang ada sangatlah terbuka dan berbaur dengan masyarakat pribumi sekitar. Salah satu bukti keterbukaan masyarakat Tionghoa di desa Lincun Binjai terhadap masyarakat sekitar, terlihat dari bentuk rumah yang sebagian besar dibuat tanpa gerbang atau jerjak yang seringkali dijumpai pada kediaman masyarakat Tionghoa pada umumnya. Selain keterbukaan dalam bersosialisasi dengan masyarakat sekitar, hampir disetiap kediaman masyarakat Tionghoa desa Lincun tersebut dilengkapi dengan benda-benda yang dianggap sebagai simbol pembawa keberuntungan. Simbol keberuntungan tersebut diletakkan di dalam maupun di luar rumah, baik dalam bentuk benda hidup, patung, maupun berupa gambar.


(25)

1.3Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang akan diangkat dalam penelitian ini adalah : 1) Apakah makna yang terkandung dalam 15 jenis simbol keberuntungan bagi

masyarakat Tionghoa di desa Lincun Binjai?

2) Apakah fungsi dari 15 jenis simbol keberuntungan bagi masyarakat Tionghoa di desa Lincun Binjai?

1.4Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah yang ada, maka tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah :

1) Untuk mengetahui makna yang terkandung pada 15 jenis simbol keberuntungan pada masyarakat Tionghoa di desa Lincun Binjai.

2) Untuk mengetahui fungsi dari 15 jenis simbol keberuntungan pada masyarakat Tionghoa di desa Lincun Binjai.

1.5Manfaat Penelitian

Dengan dilakukannya penelitian ini, penulis berharap penelitian ini dapat memberikan manfaat berupa :

1.5.1 Manfaat Teoritis

Secara teoritis, diharapkan penelitian ini dapat memberi wawasan baru kepada para pembaca untuk mengetahui makna dan fungsi dari jenis-jenis benda yang sering dijadikan sebagai simbol keberuntungan bagi masyarakat Tionghoa, terutama mengenai simbol keberuntungan yang paling sering dijumpai dikediaman masyarakat Tionghoa di desa Lincun Binjai. Hal tersebut juga


(26)

dimaksudkan agar masyarakat dapat lebih menghargai dan memaknai benda tersebut sebagai suatu warisan budaya yang harus dijaga kelestariannya. Serta penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk turut memberikan kontribusi dalam melestarikan kebudayaan masyarakat Tionghoa yang ada di desa Lincun Binjai. Melalui penelitian ini juga diharapkan agar pembaca dapat lebih memahami teori Semiotik dan Fungsionalisme yang sering digunakan sebagai pisau dalam mengkaji makna dan fungsi dari suatu kebudayaan teretentu.

1.5.2 Manfaat Praktis

1) Penelitian ini diharapkan bisa bermanfaat untuk menjadi bahan referensi bagi penelitian-penelitian yang berkaitan selanjutnya.

2) Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan bagi masyarakat yang selama ini hanya mengetahui jenis dan bentuk dari benda yang dijadikan sebagai simbol pembawa keberuntungan saja, sehingga dapat mengerti apakah makna dan fungsi sebenarnya yang terkandung dalam benda-benda yang selama ini dijadikan simbol keberuntungan bagi masyarakat Tionghoa.

3) Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan bagi masyarakat Tionghoa desa Lincun Binjai yang selama ini hanya mengetahui jenis dan bentuk dari benda-benda yang dianggap sebagai simbol pembawa keberuntungan saja, sehingga dapat mengerti apakah makna dan fungsi sebenarnya yang terkandung dalam benda yang selama ini dijadikan sebagai simbol pembawa keberuntungan bagi masyarakat Tionghoadi desa Lincun.


(27)

BAB II

KONSEP, TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

2.1 Konsep

Konsep adalah istilah dan definisi yang digunakan yang digunakan secara abstrak untuk menggambarkan kejadian, kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian ( Rusliana, 2010 : 10).

Woodruff (dalam Rusliana, 2010:10) menjelaskan pengertian konsep menjadi 3 yaitu:

1.Konsep dapat didefenisikan sebagai suatu gagasan atau ide yang relative sempurna dan bermakna.

2.Konsep merupakan suatu pengertian tentang suatu objek.

3.Konsep adalah produk subjektif yang berasal dari cara seseorang membuat pengertian terhadap objek-objek atau benda-benda tertentu melalui pengalamannya (setelah melalui persepsi terhadap objek atau benda).

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995:456) konsep diartikan sebagai rancangan ide atau pengertian yang diabstrakkan dari pengertian konkret, gambaran mental dari objek atau apapun yang berada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain.

Selain itu, konsep dapat diartikan sebagai abstrak dimana mereka menghilangkan perbedaan dari segala sesuatu dalam eksistensi, memperlakukan seolah-olah mereka identik. Dalam hal ini defenisi konsep bertujuan untuk merumuskan istilah yang digunakan secara mendasar dan penyamaan persepsi


(28)

tentang apa yang akan diteliti serta menghindari salah pengertian yang dapat mengaburkan tujuan penelitian.

2.1.1 Makna

Dalam kamus linguistik, pengertian makna dapat dijabarkan menjadi : 1. Maksud pembicara

2. Pengaruh penerapan bahasa dalam pemakaian persepsi atau perilaku manusia atau kelompok manusia.

3. Hubungan antara kesepadanan atau ketidak sepadanan antara bahasa atauantara ujaran dan semua hal yang ditunjukkan.

4. Cara menggunakan lambang- lambang bahasa

Bloomfied (dalam Stephen Ullman, 1977:40) mengemukakan bahwa makna adalah suatu bentuk kebahasaan yang harus di analisis dalam batas-batas unsur penting situasi dimana si penutur mengujarkannya. Terkait dengan hal tersebut, Aminuddin (1998:50) mengemukakan bahwa makna adalah hubungan antara bahasa luar yang disepakati bersama oleh pemakai bahasa sehingga dapat saling dimengerti.

Makna adalah bagian yang tidak terpisahkan dari semantik dan selalu melekat dari apa saja yang kita tuturkan. Pengertian dari mak na sendiri sangatlah beragam. Pateda (2001:79) mengemukakan bahwa istilah makna merupakan kata-kata dan istilah yang membingungkan. Makna selalu menyatu dengan tuturan kata-kata maupun kalimat. Menurut Ullman (dalam Pateda, 2001:82) mengemukakan bahwa makna adalah hubungan antara makna dan pengertian.Dalam penulisan skripsi ini, yang dimaksud dengan makna adalah nilai yang terkandung dalam jenis-jenis benda yang dipercaya sebagai simbol keberuntungan bagi masyarakat Tionghoa di desa Lincun Binjai.


(29)

2.1.2 Fungsi

Pengertian fungsi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995:456) merupakan kegunaan suatu hal, daya guna serta pekerjaan yang dilakukan. Fungsi dapat diartikan sebagai jabatan atau pekerjaan yang dilakukan. Dalam kehidupan sehari-hari fungsi sering diartikan sebagai dampak yang dapat diberikan oleh suatu hal atau benda. Begitu pula dalam penulisan skripsi ini, fungsi yang dimaksud adalah kegunaan atau dampak baik, yang diperoleh oleh masyarakat dari benda-benda yang diyakini sebagai simbol keberuntungan, bagi masyarakat Tionghoa di desa Lincun Binjai itu sendiri.

2.1.3 Simbol Keberuntungan

Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia karangan WJS Poerwadarminta disebutkan, simbol atau lambang adalah sejenis tanda, lukisan, perkataan, lencana, dan sebagainya, yang menyatakan sesuatu hal atau mengandung maksud tertentu. Berbeda pula dengan tanda (sign), simbol merupakan kata atau sesuatu yang bisa dianalogikan sebagai kata yang telah terkait dengan :

1) Penafsiran pemakai

2) Kaidah pemakaian sesuai dengan jenis wacananya

3) Kreasi pemberian makna sesuai dengan intensi pemakainya.

Simbol yang ada dalam dan berkaitan dengan ketiga butir tanda tersebut berbentuk simbolik. Simbol atau lambang merupakan salah satu kategori tanda (sign). Menurut Pierce (dalam Hoed, 2009 :8), tanda (sign) terdiri atas ikon (icon), indeks (index), dan simbol (symbol).


(30)

Simbol tidak selalu diungkapkan melalui bahasa verbal. Menurut Eickelman dan Piscatori (dalam Sobur, 2004:176) simbol merupakan tanda yang menunjuk kepada nilai-nilai, dan seringkali meskipun tidak selalu simbol ini diungkapkan melalui bahasa.

Hartoko dan B. Rahmanto (1998:133) membagi simbol dalam tiga bagian yaitu:

1. Simbol universal yang berkaitan dengan arketipos, misalnya tidur sebagai lambang kematian.

2. Simbol kultural yang dilatarbelakangi oleh suatu kebudayaan tertentu,

misalnya keris dalam budaya Jawa.

3. Simbol individual yang biasanya dapat ditafsir dalam konteks keseluruhan karya seorang pengarang.

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan istilah simbol sebagai simbol kultural, yakni suatu simbol yang dilatarbelakangi oleh suatu kebudayaan tertentu. Simbol keberuntungan bagi masyarakat Tionghoa, membentuk harapan kuat masyarakat Tionghoa akan suatu kehidupan yang sempurna. Di sisi lain, hal ini juga merefleksikan ketakutan akan faktor-faktor yang tak dapat diperkirakan dalam hidup dan mentalitas selalu berharap memperoleh keberuntungan, dan menghindari ketidakberuntungan serta bencana-bencana yang mungkin terjadi (Chunjiang 2012 : 1).

Dalam hal ini yang dimaksud dengan simbol keberuntungan ialah semua benda-benda baik berupa lukisan, patung, tumbuhan, hewan dan benda lainya yang menurut masyarakat Tionghoa di desa Lincun Binjai dipercaya menggambarkan keberuntungan. Benda-benda tersebut dijadikan sebagai simbol pembawa keberuntungan dikarenakan bentuk, sifat atau namanya yang


(31)

kedengaran sama dengan makna-makna yang menggambarkan keberuntungan tertentu. Pada akhirnya masyarakat tersebut menjadikan benda-benda tersebut sebagai simbol keberuntungan dalam kehidupan.

2.1.4 Masyarakat Tionghoa di Desa Lincun Binjai

Masyarakat adalah sekelompok individu yang hidup bersama di suatu daerah tertentu dan terikat oleh suatu aturan tertentu yang disepakati bersama. August Comte (1896) mengatakan bahwa masyarakat merupakan kelompok-kelompok mahluk hidup dengan realitas-realitas baru yang berkembang menurut pola perkembangannya sendiri. Masyarakat dapat membentuk kepribadian yang khas dari manusia, sehingga tanpa adanya kelompok manusia yang atau dengan sendirinya bertalian secara golongan besar atau kecil dari beberapa manusia, yang atau dengan sendirinya bertalian secara golongan dan mempunyai pengaruh kebatinan.

Masyarakat tidak lepas dari sebuah kebudayaan. Pelly dan Menanti (1994) mengatakan hakikat masyarakat sebagai sekumpulan manusia yang memiliki buadaya sendiri dan bertempat tinggal di daerah teritorial yang tertentu. Anggota masyarakat itu memiliki rasa persatuan dan menganggap mereka memiliki idetitas sendiri. Ralph Linton, (dalam Abu Ahmadi, 1986;56) mengemukakan, bahwa anggota-anggota masyarakat tersebut memiliki pengalaman hidup bersama dalam jangka waktu yang cukup lama. Oleh sebab itu, terdapat kerja sama dan pelembagaan atas dasar norma dan nilai-nilai yang dipedomani anggotanya.


(32)

Begitu juga halnya dengan masyarakat Tionghoa, Tionghoa (dialek Hokkien dari kata 中华 [中華], yang berarti Bangsa Tengah; dalam bahasa mandarin ejaan pinyin, kata ini dibaca "zhonghua") merupakan sebutan lain untuk orang-orang

dari suku atau ras Cina di Indonesia. Terdapat banyak mitologi dan cerita tentang asal-mula kebudayaan Tionghoa serta tokoh legendarisnya seperti Kaisar Kuning

(Huang Ti) yang membuat senjata dari batu giok, istrinya memperkenalkan cara

pemeliharaan ulat sutera, dan Yu terkenal karena berhasil mengatasi banjir-banjir besar. Hingga saat ini, persebaran masyarakat Tionghoa sudah hampir tersebar keseluruh penjuru negeri, salah satunya adalah masyarakat Tionghoa di Indonesia yang hampir dapat dijumpai di setiap daerah di Indonesia.

Lincun merupakan suatu pemukiman masyarakat Tionghoa di kelurahan Suka Maju Kecamatan Binjai Barat. Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Poleng seorang shinshe yang memiliki pengetahuan lebih tentang adat dan kebudayaan Tionghoa di desa Lincun Binjai, beliau mengatakan menurut sejarah, nama Lincun diambil dari nama seorang hartawan Cina yang terkemuka yang bernama Lim Chun. Sekitar tahun 1910-an Lim Chun menjabat sebagai Kapiten untuk wilayah Binjai. Satu jabatan yang berwenang untuk memimpin etnis Tionghoa di suatu kawasan tertentu. Dengan jabatannya ini memungkinkan kapiten Lim Chun dekat dengan pemerintah kolonial.

Bapak Poleng mengemukakan, masyarakat Tionghoa yang menetap di kawasan sekitar Lincun merupakan penduduk turunan sejak pembukaan perkebunan di Binjai. Disini dapat diterangkan bahwa asal mula adaptasi antara


(33)

masyarakat Tionghoa dengan penduduk pribumi dimulai dari masa pembukaan perkebunan. Istilah Lincunmulai populer sebagai sebutan suatu pemukiman masyarakat Tionghoa di Binjai ini dimulai sejak tahun 1970.

Saat ini masyarakat Tionghoa di Desa Lincun memiliki profesi yang beragam. Rumah makan, tambal ban, kedai kopi, dan toko kelontong merupakan contoh usaha masyarakat Tionghoa yang paling banyak dijumpai di daerah Lincun. Masyarakat Tionghoa di desa Lincun sedikit berbeda dengan masyarakat Tionghoa pada umumnya yang cenderung menutup diri dan sulit berbaur dengan penduduk pribumi. Mereka tampak lebih membuka diri dan berbaur dengan masyarakat pribumi sekitar. Hal ini sangat terlihat dari bentuk rumah yang terbuka bebas tanpa adanya jerjak besi yang biasanya kita jumpai pada kediaman masyarakat Tionghoa pada umumnya.


(34)

Sumber :Dokumentasi pribadi. Desa Lincun Binjai, 20 Februari 2015

Unsur budaya Tionghoa tidak lepas dari keseharian masyarakat Tionghoa di desa Lincun ini. Benda-benda yang erat kaitannya dengan budaya Tionghoa, khususnya yang dipercaya dapat membawa hal baik atau keberuntungan tidak sulit dijumpai di daerah ini.


(35)

2.2 Tinjauan Pustaka

Tinjauan adalah hasil meninjau, pandangan, pendapat (sesudah menyelidiki atau mempelajari) (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2003:1198). Pustaka adalah kitab-kitab; buku; buku primbon (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2003:912). Tinjauan Pustaka beararti peninjauan kembali pustaka-pustaka yang terkait (review of related literature). Sesuai dengan arti tersebut, suatu tinjauan pustaka berfungsi sebagai peninjauan kembali (review) pustaka (laporan penelitian, dan sebagainya) tentang masalah yang berkaitan, tidak selalu harus tepat identik dengan bidang permasalahan yang dihadapi, tetapi termasuk pula yang seiring dan berkaitan (collateral).

Penelitian yang relevan dengan judul penelitian ini, baik mengenai simbol-simbol, makna dan fungsi, kepercayaan akan suatu benda yang dianggap membawa keberuntungan, dan hubungan manusia dengan hewan dan tumbuhan sudah banyak dilakukan peneliti-peneliti sebelumnya. Penelitian-penelitian tersebut diantaranya adalah Hoed (2014) dalam bukunya yang berjudul Semiotik & Dinamika Sosial Budaya menyatakan bahwa sistem simbolik didasari oleh sistem konvensi sosial. Jadi, dalam sistem simbolik, makna dari semua tanda didasari oleh konvensi sosial yang berarti harus dilihat dalam konteks kebudayaan suatu masyarakat atau subkultur suatu komunitas. Buku ini sangat membantu penulis untuk memahami makna simbol dalam kebudayaan.

陈 慎 (Chén shèn) (2003) dalam jurnal China National Knowledge Infrastructure (CNKI) yang berjudul 中 国 转 统 吉 祥 物 陈 纹 初 探 (Zhōngguó


(36)

zhuǎn tǒng jíxiáng wù chén wén chūtàn), jurnal ini mengkaji sejarah pembetukan sebuah simbol keberuntungan pada masayarakat Tionghoa. Dengan menggunakan metode pembelajaran dasar sejarah, jurnal ini mengkaji lima fase pembentukan sebuah simbol keberuntungan pada masyarakat Tionghoa. Lima tahap pembentukan tersebut terdiri dari tahap embrio, tahap pembentukan, tahap pertumbuhan, tahap perkembangan, dan periode puncak. Jurnal ini memberikan kontribusi penting dalam penulisan penelitian ini, yakni berupa pemahaman sejarah awal mula terbentuknya simbol pembawa keberuntungan bagi masyarakat Tionghoa. Jurnal ini terfokus membahas sejarah pembentukan hingga periode puncak keberadaan benda-benda yang dijadikan simbol keberuntungan bagi masyarakat Tionghoa, namun tidak membahas makna dan fungsi dari simbol pembawa keberuntungan itu sendiri.

Kustedja (2013) dalam Jurnal Sosioteknologi Edisi 30 Tahun 12 yang berjudul Makna Ikon Naga, Long, 龙, Elemen Utama Arsitektur Tradisional

Tionghoa, sangat membantu penulis untuk memahami makna keberuntungan yang tersirat dalam simbol naga khususnya simbol naga dalam arsitektur bangunan Tionghoa. Penulis jurnal menyimpulkan bahwa naga sebagai ikon dan simbol terbukti dapat bertahan dari zaman purba hingga sekarang, gambaran ini tetap hidup dan terpakai dalam segala segi budaya Tionghoa. Daya tahan keberadaan yang demikian kuatnya karena didukung konsep naga yang selalu dapat memberikan keberuntungan dan kejayaan, harapan ini selalu dimiliki oleh setiap manusia selama ia hidup. Perbedaan penelitian dalam jurnal ini dengan penelitian yang akan dilakukan oleh penulis ialah, penelitian dalam jurnal ini hanya terfokus


(37)

pada makna hewan naga sebagai simbol keberuntungan dalam arsitektur Tionghoa.

Rusliana R.P (2010) dalam skripsinya yang berjudul Interpretasi Tanda Dalam Simbol Tato, dalam skripsinya penulis memaparkan bahwa Tato yang umum digunakan pemakai tato adalah tato berbentuk elang, salib, tengkorak, naga, dan bunga. Interpretasi makna dari simbol tato meliputi,makna sekuler, makna estetis, makna tato sebagai ekspresi diri, makna tato sebagai filosofis, dan makna tato sebagai makna konotasi. Tujuan utama peneliti skripsi ini mengkaji makna yang terkandung dalam sebuah simbol tato. Perbedaan skripsi ini dengan penelitian yang dilakukan penulis terletak pada objek kajiannya. Penelitian dan skripsi ini menggunakan teori semiotika. Penelitian ini memberikan kontribusi berupa pemahaman penggunaan teori semiotika. Skripsi ini juga sangat mebantu penulis dalam memaparkan makna simbol dalam kehidupan sehari-hari.

Sembiring (2011) dalam skripsinya yang berjudul Makna dan Fungsi Alam Hewan dan Tumbuhan Dalam Kehidupan Etnis Tionghoa, penulis dalam skripsinya mengatakan bahwa etnis Tionghoa mempercayai banyak jenis tumbuhan yang memiliki nilai filosofi, makna dan fungsi, yang menurut kepercayaan mereka, dapat membawa keberuntungan atau hal baik. Etnis Tionghoa menjadikan tumbuhan sebagai simbol dalam kebudayaan mereka. Penulis dalam skripsi ini membahas enam jenis tumbuhan, yaitu bambu, pinus, bunga meihua, bunga lotus, angrek dan krisan. Penelitian dalam skripsi ini memiliki beberapa kesamaan dengan penelitian yang akan dilakukan oleh


(38)

penulis, hanya saja dalam penelitian yang akan dilakukan penulis, objek yang akan dikaji lebih luas bukan hanya terfokus pada makna yang terkandung dalam tumbuhan sebagai simbol keberuntungan, namun juga membahas hewan, dan benda-benda lainnya yang sering dijadikan simbol keberuntungan bagi masyarakat Tionghoa, khususnya masyarakat Tionghoa di desa Lincun Binjai. Skripsi ini juga sangat membantu penulis untuk memahami makna dan fungsi dari beberapa jenis tumbuhan yang dianggap sebagai sebuah simbol keberuntungan.

2.3 Landasan Teori

Dalam penulisian skripsi ini, penulis mengawali penulisan dengan menggunakan Teori semiotik. Teori semiotik yang digunakan terfokus pada teori Semiotik Charles Sanders Peirce. Hal tersebut dikarenakan penelitian yang akan dilakukan pertama kali dalam skripsi ialah menelaah dan membedah simbol sehingga dapat menemukan makna dibalik simbol tersebut. Selanjutnya, penulis akan melanjutkan penelitian dengan menggunakan Teori Fungsional yang dikemukakan oleh Malinowski untuk mencari fungsi dari hewan, tumbuhan, dan benda lainnya yang dipercaya sebagai simbol pembawa keberuntungan bagi masyarakat Tionghoa di desa Lincun Binjai.

Teori semiotik digunakan untuk membedah simbol-simbol yang terdapat pada jenis-jenis benda yang telah diuraikan jenisnya di dalam pembatasan masalah. Semiotik atau ada yang menyebutnyasemiotika berasal dari kata Yunani ‘semeion’ yang berarti ‘tanda’. Semiotik adalah cabang ilmu yang berurusan


(39)

dengan pengkajian tanda dan segala sesuatu yang berhubungan dengan tanda, seperti sistem tanda dan proses yang berlaku bagi pengguna tanda (Zoest, 1991:1).

Menurut Charles Sanders Peirce, proses pemaknaan dan penafsiran tanda dalam semiotik disebut semiosis. Istilah semiosis digambarkan sebagai suatu proses dari pencerapan sesuatu oleh indra kita yang kemudian diolah oleh kognisi kita. Tanda yang diserap oleh manusia merupakan tahap awal dari semiosis. Pada tahap awal ini hal yang diindra disebut ground atau representamen. Tahap ini diikuti dengan tahap lanjutannya, yakni pengolahannya dalam kognisi secara instan yang hasilnya disebut object (ini adalah istilah yang tidak sama artinya dengan ‘benda’). Proses semiosis selanjutnya adalah penafsiran setelah ada waktu untuk mengolah lebih lanjut object dan hasilnya disebut interpretant.

Karena tanda dimulai dari representamen yang seakan mewakili apa yang ada dalam pikiran manusia (object), teori semiotik Peirce mendefinisikan tanda sebagai “something that represant something else”, yang secara teoritis dapat diterjemahkan menjadi tanda adalah representamen yang secara spontan mewakili

object.’Mewakili’ disini berarti berkaitan secara kognitif yang secara sederhana

dapat diartikan sebagai proses pemaknaan : ada kaitan antara ”realitas” dan “ apa yang berada dalam kognisi manusia”. Pengertian ini menjadi lebih jelas apabila kita memasuki tiga kategori tanda berdasarkan sifat hubungan antara

representamen dan object menurut Peirce (Hoed 2014:10).

Kategori pertama adalah index, yakni tanda yang hubungan antara


(40)

adalah apabila kita melihat sandal sang ayah sudah tidak ditempatnya lagi (representamen), ini berarti bahwa sang ayah sudah berada di rumah (object). Artinya bahwa ada hubungan ntara ruang kosong, yakni “ ketiadaan sandal ayah ditempatnya” (representamen) dan ”ayah ada dirumah” (object) yang bersifat kausal.

Kategori kedua adalah icon. Icon adalah kategori tanda yang

representamennya memiliki keserupaan identitas dengan object yang ada dalam

kognisi manusia yang bersangkutan. Contohnya foto seseorang adalah icon dirinya. Bagi seseorang lukisan kerbau adalah icon dari kerbau yang ada dalam pikiran orang tersebut.

Kategori ketiga adalah symbol. Symbol adalah tanda yang makna

representamennya diberikan berdasarkan konvensi sosial. Jadi, bendera merah

yang ada di laut merupakan representamen yang maknanya secara sosial ‘dilarang melewati, bahaya’ (object). Berbagai sistem bahasa, verbal, nonverbal, merupakan merupakan sistem symbol karena makna dari setiap representamennya diperoleh berdasarkan konvensi sosial. Index dan icon dapat digunakan sebagai

symbol. Bau kemenyan (representamen) bisa tidak sekedar mewakili object

‘kemenyan’, tetapi dapat mempunyai makna sosial ‘ada hantu yang hadir’ (object) (Hoed 2014:11). Dari ketigajenis kategori tanda (indext, icon, symbol )yang diuraikan oleh Peirce, symbol merupakan jenis tanda yang dimaksudkan dalam penelitian ini. Setelah menggunakan teori semiotik untuk mengkaji makna yang terkandung pada 15 simbol keberuntungan bagi masyarakat Tionghoa desa Lincun


(41)

Binjai, penelitian ini akan dilanjutkan dengan menggunakan teori Fungsionalisme yang dikemukakan oleh Malinowski.

Malinowski dalam (T.O. Ihroni 2006), mengajukan sebuah orientasi teori yang dinamakan fungsionalisme, yang beranggapan atau berasumsi bahwa semua unsur kebudayaan bermanfaat bagi masyarakat dimana unsur itu terdapat. Dengan kata lain, pandangan fungsionalisme terhadap kebudayaan mempertahankan bahwa setiap pola kelakuan yang sudah menjadi kebiasaan, setiap kepercayaan dan sikap yang merupakan bagian dari kebudayaan dalam suatu masyarakat, memenuhi beberapa fungsi mendasar dalam kebudayaan yang bersangkutan.

Teori fungsionalisme dapat diterapkan dalam analisa mekanisme-mekanisme kebudayaan secara tersendiri, namun teori ini tidak mengemukakan dalil-dalil sendiri untuk menerangkan mengapa kebudayaan yang berbeda-beda memiliki unsur-unsur budaya yang berbeda dan mengapa terjadi perubahan dalam kebudayaan. Secara garis besar Malinowski merintis bentuk kerangka teori untuik menganalisis fungsi dari kebudayaan manusia, yang disebutnya suatu teori fungsional tentang kebudayaan atau “a functional theory of culture”. Menurut Malinowski (1984:216) :

“Pada dasarnya kebutuhan manusia sama, baik itu kebutuhan yang bersifat biologis maupun yang bersifat psikologis dan kebudayaan pada pokoknya memenuhi kebutuhan tersebut. Kondisi pemenuhan kebutuhan tidak terlepas dari sebuah proses dinamika perubahan kea rah konstruksi niali-nilai yang disepakati bersama dalam sebuah masyarakat (dan bahkan proses yang dimaksud akan terus bereproduksi) dan dampak dari nilai tersebut pada akhirnya membentuk tindakan tindakan yang terlembagakan dan dimaknai sendiri oleh masyarakat bersangkutan yang pada akhirnya melahirkan tradisi upacara perkawinan, tata cara dan lain sebagainya yang terlembaga untuk memenuhi kebutuhan biologis manusia tersebut”.


(42)

Hal inilah yang kemudian menguatkan tesis dari Malinowski yang sangat menekankan konsep fungsi dalam melihat kebudayaan . Ada tiga tingkatan oleh Malinowski yang harus terekayasa dalam kebudayaan yakni :

“ (1) Kebudayaan harus memenuhi kebutuhan biologis, seperti kebutuhan pangan dan prokreasi, (2) Kebudayaan harus memenuhi kebutuhan instrumental, seperti kebutuhan hokum dan pendidikan, (3) Kebudayaan harus memenuhi kebutuhan integratif, seperti kebutuhan agama dan kesenian”.

Melalui tingkatan abstraksinya tersebut Malinowski kemudian mempertegas inti dari teorinya dengan mengasumsikan bahwa segala kegiatan / aktivitas manusia dalam unsur-unsur kebudayaan itu sebenarnya bermaksud memuaskan suatu rangkaian dari sejumlah kebutuhan naluri mahluk manusia yang berhubungan dengan seluruh kehidupannya.

Sesuai dengan teori fungsionalisme yang dikemukan oleh Bronislaw Malinowski bahwa kebudayaan harus memenuhi kebutuhan biologis, instrumental dan integrative, maka 15 simbol keberuntungan pada masyarakat Tionghoa desa Lincun Binjai juga memiliki fungsi biologis sebagai lambang harapan masyarakat Tionghoa desa Lincun Binjai akan suatu keberuntungan tertentu. Instrumental sebagai sarana pendidikan bagi masyarakat dan juga sebagai lambang kebudayaan. Integratif yang memenuhi kebutuhan agama atau religi masyarakat. Teori Fungsionalisme Malinowski juga mengemukakan bahwa fungsi mengalami perubahan ke arah nilai-nilai dan dampak dari nilai tersebut akhirnya berubah menjadi makna yang disepakati bersama oleh masyarakat.


(43)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1Jenis Penelitian

Jenis penelitian pada skripsi ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Bogdan dan Taylor mendefinisikan penelitian kualitatif sebagai penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau hasil wawancara dari orang- orang dan perilaku yang dapat diamati (Iskandar, 2009:12).

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Dalam penelitian kualitatif tidak dikenal istilah populasi dan sampel. Istilah yang digunakan adalah setting atau lokasi penelitian. Lokasi penelitian ini dilakukan di desa Lincun Binjai. Waktu penelitian hingga terselesaikannya skripsi ini dilaksanakan sejak 11 November 2014 s/d 28 September 2015.

Jenis Kegiatan Penelitian Waktu Penelitian

Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Ju Agu Sep

Pengamatan awal lokasi penelitian

Survey beberapa kediaman masyarakat Tionghoa di lokasi penelitian

Wawancara mengenai sejarah lokasi penelitian


(44)

Membuat janji waktu wawancara pada warga di lokasi penelitian

Wawancara tentang jenis benda yang dipercaya sebagai simbol pembawa keberuntungan

Pengolahan data dan penul isan proposal penelitian tentang “Makna dan fungsi Simbol Keberuntungan bagi Masyarakat Tionghoa di desa Lincun Binjai” Seminar Proposal

Memperbaiki proposal penelitian sesuai dengan revisi yang telah

diberikan

Membuat janji wawancara dengan informan untuk memulai Bab Pembahasan dalam penelitian.

Wawancara dengan informan dan mengumpulkan informasi dari studi pustaka

mengenai makna dan fungsi dari 15 simbol keberuntungan bagi

masyarakat Tionghoa desa Lincun Binjai

Pengolahan data dan penul isan skripsi tentang

“Makna dan fungsi Simbol Keberuntungan bagi Masyarakat Tionghoa di desa Lincun Binjai” Sidang Skripsi


(45)

3.3Data dan Sumber Data 3.3.1 Data

Yang menjadi data dalam penelitian ini adalah :

1) Data Primer

Yang menjadi data primer dalam penelitian ini ialah informasi mengenai jenis, makna dan fungsi dari 15 simbol pembawa keberuntungan pada kehidupan masyarakat Tionghoa desa Lincun Binjai.

2) Data Sekunder

Yang menjadi data sekunder dalam penelitian ini adalah Informasi dari buku-buku yang berkaitan dengan makna dan fungsi dari 15 simbol pembawa keberuntungan bagi masyarakat Tionghoa di desa Lincun Binjai.

3.3.2 Sumber Data

Yang dimaksud sumber data dalam penelitian adalah subyek dari mana data diperoleh. Adapun yang dijadikan sumber data adalah :

1) Sumber Data Primer( Field Research)

Sumber data primer dalam penelitian ini adalah data yang bersumber dari hasil wawancara informan yang meliputi wawancara dengan Bapak Poeleng sebagai key informant dan informan tambahan yang merupakan masyarakat Tionghoa yang memiliki pengetahuan lebih akan budaya Tionghoa, khususnya terkait dengan kepercayaaan akan benda-benda yang dipercaya sebagai simbol keberuntungan bagi masyarakat Tionghoa di desa Lincun Binjai.


(46)

2) Sumber Data Sekunder (Library Research)

Sumber data penunjang dan pelengkap dalam penulisan skripsi ini dipoeroleh dari jurnal dan buku yang memiliki kaitan mengenai makna dan fungsi 15 simbol keberuntungan bagi masyarakat Tionghoa di desa Lincun Binjai.

3.4Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan cara yang dilakukan oleh peneliti untuk memperoleh dan mengumpulkan data yang dibutuhkan dalam penelitian. Untuk mendapatkan kelengkapan informasi yang sesuai dengan fokus penelitian ini, penulis melakukan studi kepustakaan dan juga studi lapangan.

3.4.1 Studi Kepustakaan (Library Research)

Penelitian kepustakaan atau Library Research merupakan penelitian yang dilakukan dengan mengumpulkan data yang bersumber dari kepustakaan, baik data yang bersumber dari buku, catatan, dan juga penelitian-penelitian terdahulu antara lain skripsi dan jurnal.

3.4.2 Studi Lapangan (Field Research)

Studi lapangan atau Field Research merupakan penelitian yang dilakukan dengan melakukan observasi, wawancara dan juga dokumentasi pada objek dandaerah yang akan menjadi kajian dalam penelitian ini. Dalam studi lapangan, yang dijadikan teknik pengumpulan data adalah sebagai berikut :


(47)

1) Teknik Observasi (pengamatan)

Observasi adalah pengamatan yang dilakukan secara sengaja, sistematis, mengenai fenomena sosial dengan gejala-gejala psikis untuk kemudian dilakukan pencatatan. Teknik ini dilakukan untuk mengetahui keadaan masyarakat, dan juga jenis, makna juga fungsi dari benda-benda yang diyakini sebagai simbol pembawa keberuntungan bagi masyarakat Tionghoa di desa Lincun Binjai.

2) Teknik Wawancara (interview)

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu.Teknik ini dilakukan pada key informant dan juga beberapa masyarakat Tionghoa di desa Lincun Binjai untuk mengetahui apakah jenis, makna, dan fungsi sebenarnya dari benda-benda yang dipercayai sebagai simbol keberuntungan bagi masyarakat Tionghoa di desa Lincun Binjai.

3) Teknik Dokumentasi

Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang. Dokumen yang ditunjukkan dalam hal ini adalah segala dokumen yang berhubungan dengan jenis, makna dan fungsi benda-benda yang sering dijadikan sebagai simbol keberuntungan dalam kediaman masyarakat Tiongho di desa Lincun Binjai. Hasil dari dokumentasi dalam penelitian ini berupa foto, rekaman, dan catatan.


(48)

3.5Teknik Analisis Data

Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri dan orang lain.

Model analisis data dalam penelitian ini mengikuti konsep yang diberikan Miles and Huberman. Miles and Hubermen (dalam Iskandar, 2009 : 139) mengungkapkan bahwa aktifitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus-menerus pada setiap tahapan penelitian sehingga sampai tuntas.

Adapun proses yang dilakukan adalah sebagai berikut:

1) Reduksi data

Data yang diperoleh dari laporan jumlahnya cukup banyak, untuk itu maka perlu dicatat secara teliti dan rinci. Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal pokok, dan memfokuskan pada hal-hal yang sesuai dengan objek kajian. Data yang sudah diperoleh kemudian dianalisis menggunakan Teori Semiotik Peirce mengenai Symbol untuk menemukan makna dari 15 simbol keberuntungan (representamen) yang diberikan berdasarkan konvensi sosial. Kemudian dilanjutkan dengan menganalisis data menggunakan Teori Fungsionalisme Malinowski dari segi kebutuhan


(49)

biologis, instrumental, dan juga integratif untuk menemukan fungsi dari 15 simbol kebruntungan bagi masyarakat Tionghoa desa Lincun Binjai.

2) Penyajian Data

Penyajian data penelitian kualitatif bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, dan sejenisnya. Dalam hal ini data tentang makna dan fungsi 15 simbol keberuntungan bagi masyarakat Tionghoa desa Lincun Binjai akan disajikan dalam bentuk uraian yang dilengkapi oleh gambar sebagai penjelas .

3) Penyimpulan

Penyimpulan dilakukan dengan menarik kesimpulan dari hasil akhir penelitian tentang makna dan fungsi dari 15 simbol kebruntungan bagi masyarakat Tionghoa desa Lincun Binjai.


(50)

BAB IV PEMBAHASAN

4.1 Makna 15 Simbol Keberuntungan bagi Masyarakat Tionghoa Desa Lincun Binjai

Mengejar nasib baik sambil menghindari hal-hal buruk sudah menjadi sifat dasar manusia. Kebudayaan masyarakat Tionghoa desa Lincun Binjai dalam mempercayai dan melibatkan benda-benda tertentu yang dipercaya sebagai simbol keberuntungan dalam kehidupan sehari-hari, juga merupakan salah satu bukti nyata usaha mengejar nasib baik dan menghindari hal buruk dalam kehidupan.

Masyarakat desa Lincun Binjai sangat mudah menyebutkan jenis dan bentuk benda-benda yang sering dijadikan sebagai simbol keberuntungan bagi masyarakat Tionghoa di desa Lincun Binjai. Permasalahan yang ada pada saat ini, meskipun mereka mengetahui bentuk dan jenis benda-benda yang sering dijadikan sebagai simbol keberuntungan bagi masyarakat Tionghoa di desa Lincun Binjai, namun sebagian besar masyarakat tidak mengetahui makna apakah yang terkandung dalam benda-benda tersebut, sehingga dijadikan sebagai simbol pembawa keberuntungan bagi kehidupan.

Pada umumnya, proses pemaknaan benda-benda yang dijadikan sebagai simbol keberuntungan dalam kehidupan masyarakat Tionghoa di desa Lincun Binjai, tidak lepas dari sejarah pemikiran leluhur masyarakat Tionghoa yang biasa menghubungkan aktivitas alam, juga keadaan perilaku hewan atau tumbuhan yang tidak biasa dengan bencana atau keberhasilan yang mengikutinya.


(51)

Mereka menghubungkan nama, bentuk, sifat, dan perilaku benda-benda tersebut dengan makna keberuntungan tertentu (Wong, 2014 : 6).

Seperti yang telah dijelaskan di latar belakang masalah pada penelitian ini, ada 15 jenis benda sebagai simbol keberuntungan yang paling sering dijumpai dikediaman masyarakat Tionghoa di desa Lincun Binjai yang akan dikaji maknanya. 15 jenis benda yang sering dijadikan sebagai simbol keberuntungan dan akan dikaji maknanya tersebut tersebut terdiri dari 6 jenis benda yang berupa tumbuhan (buah nanas, bunga teratai, buah jeruk mandarin, bunga meihua, buah delima, dan labu botol), 4 jenis benda yang menyerupai hewan (harimau, kuda, naga dan ikan mas), dan 5 benda lainnya (koin tembaga, mangkuk harta, pohon uang, simpul china dan sumpit).


(52)

1) Makna Buah Nanas Sebagai Simbol Keberuntungan bagi Masyarakat Tionghoa desa Lincun Binjai

Nanas atau 菠 萝(bouluo) yang memiliki nama latin Ananas Comosus

merupakan jenis tanaman tropis dan sub tropis. Bentuk buahnya bulat memanjang, kulitnya bersusun sisik, berbiji mata banyak, daunnya berserat dan berduri pada kedua belah sisinya, daging buahnya berwarna kuning atau putih kekuning-kuningan, mengandung banyak cairan, rasanya ada yang manis dan asam.

Bentuk buah nanas yang unik menjadikan buah ini dikaitkan dengan banyak makna keberuntungan dalam kehidupan masyarakat Tionghoa desa Lincun Binjai. Menurut bapak Poeleng, dalam simbol buah nanas tersirat makna kejayaan. Sesuai dengan bentuknya, leluhur masyarakat Tionghoa mempercayai bahwasanya dengan melibatkan buah nanas dalam kehidupan sehari-hari, keluarga akan tumbuh berkembang dan mendapatkan kedudukan seperti daun diujung buah yang berbentuk mahkota. Buah nanas juga menggambarkan makna kewaspadaan terhadap keadaan di sekelilingnya, seperti biji mata yang lekat mengitari daging buah nanas.

Buah nanas juga merupakan sebuah simbol keberuntungan bagi masyarakat Tionghoa desa Lincun Binjai yang memiliki makna kemakmuran. Menurut ibu Lian Hua, makna kemakmuran yang terkandung dalam buah nanas berasal dari nama buah nanas dalam bahasa Hokkian. Dalam bahasa Hokkian, buah nanas disebut Ong Lai, Ong berarti raja dan Lai berarti datang. Arti dari nama Ong Lai


(53)

tersebut membuat masyarakat Tionghoa mempercayai bahwa dengan melibatkan buah nanas dalam kehidupan sehari-hari, maka berkat kemakmuran yang dimiliki seorang raja akan mengalir dalam keluarga mereka.

Dalam kehidupannya sehari-hari, masyarakat Tionghoa desa Lincun Binjai melibatkan simbol buah nanas dalam berbagai bentuk. Simbol buah nanas yang sering dilibatkan dalam kehidupan sehari-haribiasanya berupa ukiran, replika buah nanas, dan yang paling sering ditemukan ialahbuah nanas yang digunakan sebagai perlengkapan sembahyang.

Gambar 4.1 Simbol buah nanas sebagai perlengkapan sembahyang

Sumber : Dokumentasi pribadi. Desa Lincun Binjai, 12 Agustus 2015.

Dalam kehidupan masyarakat Tionghoa desa Lincun Binjai, buah nanas juga sering dijadikan sebagai sesajen pada upacara duka. Kulit buah nanas dikupas tanpa membuang biji mata yang lekat pada dagingnya serta daun yang berada di ujung buah. Hal tersebut dilakukan agar buah nanas tampak seperti kepala manusia yang bermahkota. Dari bentuk tersebut keluarga yang masih hidup mengharapkan bahwa arwah keluarga yang telah meninggal dapat memiliki kejayaan di alamnya.


(54)

2) Makna Bunga Teratai Sebagai Simbol Keberuntungan bagi Masyarakat Tionghoa Desa Lincun Binjai

Bunga teratai yang merupakan tumbuhan yang memiliki nama latin

Nymphae. Dalam bahasa Mandarin bunga teratai dikenal dengan nama 莲花(lian hua). Warna bunga teratai berwarna-warni (merah, putih, biru), bunga ini tumbuh

dalam lumpur dan mekar diatas air. Secara keseluruhan fisiologis, tanaman air ini tak jauh berbeda dengan tumbuhan lainnya. Bunga teratai mempunyai aroma harum, dan tumbuh luruh di permukaan air dengan daun yang melebar sejajar dengan air. Bunga teratai masuk ke Tiongkok dan dikenal oleh masyarakat Tionghoa melalui pengaruh ajaran Buddha yang menyebar dari India sejak masa Dinasti Qin (221-206 SM). Ajaran Buddha semakin berkembang pada masa Dinasti Tang (618-907M) dan semakin terkenal dengan munculnya kisah Perjalanan ke Barat (Fu, 2013 :32 ).

Bapak Poeleng mengatakan, bunga teratai adalah satu tanaman yang dipercaya sebagai simbol pembawa keberuntungan bagi masyarakat Tionghoa di desa Lincun Binjai yang mengandung makna kesucian, kejujuran dan kehormatan. Dalam arti lain, mereka meyakini dengan meletakkan segala sesuatu yang bersimbolkan bunga teratai, maka sang penghuni rumah tersebut akan memperoleh kesucian, hormatan dan selalu dekat dengan kejujuran.

Dari hasil wawancara dengan beberapa masyarakat Tionghoa desa Licun Binjai, makna kesucian, kejujuran dan kehormatan dibalik simbol bunga teratai diperoleh dari keadaan bunga yang memerlukan lumpur dan air untuk tumbuh dan


(55)

berkembang, akan tetapi ia tidak akan tenggelam ke dalamnya. Bunga ini hidup di atas air yang tenang dan kotor, dimana banyak serangga dan sumber penyakit hidup.

Dengan kondisi sedemikian kotornya, orang akan menganggap bunga teratai sebagai bunga yang tidak berharga dan kotor, yang tidak pantas untuk diraih karena demikian kotornya tempat ia hidup. Akan tetapi, bertolak belakang dengan kenyataannya, bunga teratai tetap tampil dengan keanggunan bunganya yang sangat menawan bagi yang melihatnya. Dia hidup penuh keindahan dan kebersihan tanpa dipengaruhi oleh lingkungannya yang kotor. Betapapun kotornya tempat dia hidup, tapi keindahannya tetap terjaga dengan baik bahkan menambah keindahan pula bagi lingkungan di sekitarnya.

Begitu juga kehidupan manusia, manusia dilahirkan sebagai makhluk dengan keindahan dan kesempurnaan yang memerlukan keinginan atau hasrat untuk berkembang kearah lebih maju, untuk mencapai atau demi pencapaian sebuah tujuan. Namun dalam perjalanan hidup, manusia tidak selalu dikelilingi dengan kebaikan dan kebahagian, manusia akan selalu menemukan banyak hambatan dan orang-orang yang tidak baik disekitarnya, seperti diibaratkan lumpur disekeliling bunga teratai. Dari keadaan tersebut, bukan lantas kita tenggelam dan larut dalam ketidak baikan sekeliling, namun tetaplah menjadi suci, baik dan cantik seperti bunga teratai. Di saat disekeliling kehidupan banyak sekali kebohongan, tetaplah menjunjung kejujuran, sehingga dapat dihormati. Sehingga pada akhirnya kehidupan manusia tersebut akan memberikan suatu keindahan bagi lingkungan dan alam sekitarnya seperti bunga teratai.


(56)

Kepercayaan akan makna kesucian, kejujuran dan kehormatan yang terkandung pada simbol bunga teratai juga didasari akan kepercayaan masyarakat Tionghoa desa Lincun Binjai terhadap cerita legenda Tionghoa yang menceritakan kisah cinta seorang pujangga pada Dinasti Jin bernama Zhou Dunyi terhadap bunga teratai. Konon, ada banyak jenis bunga yang tumbuh baik di darat maupun di air. Sejak Dinasti Tang, bunga peony adalah salah satu bunga yang disukai oleh hampir seluruh bangsawan. Pada Dinasti Jin, Tao Yuanming sangat menyukai bunga Krisan. Namun sepanjang kedua Dinasti tersebut, Zhou Duanyi lebih menyukai bunga teratai dibandingkan bunga Krisan dan Peony. Hal tersebut dikarenakan alasan yang sama,yakni bunga teratai tetap bersih meski tumbuh di lumpur, tegak dan bersih. Wangi bunga teratai menyebar sampai jauh. Zhou Duanyi mengibaratkan bunga teratai tersebut sebagai orang yang terhormat. (Chunjiang, 2012 :73)

Hingga saat ini, masyarakat Tionghoa di desa Lincun Binjai masih mempercayai dan meneruskan kebudayaan yang menjadikan bunga teratai sebagai simbol pembawa keberuntungan yang bermaknakan kesucian, kejujuran dan kehormatan. Mereka meletakkan bunga teratai atau segala benda yang memiliki lambang atau bentuk menyerupai teratai dalam rumah mereka. Lukisan yang menggambarkan bentuk indah bunga teratai, lukisan dewi Kuan Im yang berdiri diatas bunga teratai, dan patung buddha yang beralaskan bunga teratai merupakan refleksi simbol teratai yang paling sering dijumpai di kediaman masyarakat Tionghoa desa Lincun Binjai.


(57)

Gambar 4.2 Simbol bunga teratai bersama dewi Kuan Im dalam bentuk lukisan pada kediaman masyarakat Tionghoa desa Lincun Binjai


(58)

3) Makna Buah Jeruk Mandarin Sebagai Simbol Keberuntungan bagi Masyarakat Tionghoa desa Lincun Binjai

Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Tionghoa desa Lincun Binjai, sering kali dijumpai buah jeruk yang erat kaitannya dengan kebudayaan masyarakat Tionghoa. Buah jeruk yang berwarna orange, tidak terlalu besar, dan memiliki rasa manis merupakan buah jeruk yang paling digemari dikalangan masyarakat Tionghoa desa Lincun Binjai. Mereka menyebut buah jeruk tersebut dalam bahasa Hokkien dengan sebutan Kam

Cheng. Kam Cheng dalam bahasa Mandarin disebut 橙 子 (cheng zi) ( Liang2010:44 ).

Bagi masyarakat Tionghoa desa Lincun Binjai, KamCheng merupakan salah satu benda yang dijadikan sebagai simbol keberuntungan bagi kehidupan. Menurut Ibu Lian Hua, Kam Cheng merupakan sebuah simbol keberuntungan yang memiliki makna pembawa suka cita dalam kehidupan. Makna suka cita tersebut berasal dari perpaduan arti kata Kam dalam kata Kam Cheng yang berarti ‘Perasaan’, dengan rasa Kam Cheng yang manis. Masyarakat Tionghoa desa Lincun Binjai mempercayai ketika mereka melibatkan Kam Cheng dalam kehidupan mereka sehari-hari, maka suka cita akan memenuhi keluarga tersebut.

Selain bermakna suka cita, Kam Cheng juga memiliki makna rezeki yang berlimpah. Dalam dialek Kanton, Kam Cheng柑(gan)kedengaran sama dengan 金(

jin)yang berarti emas. Warna orange Kam Cheng juga dianggap sebagai lambang emas


(59)

Lincun Binjai beranggapan bahwa Kam Cheng merupakan simbol keberuntungan yang memiliki makna rezeki yang berlimpah

Dalam kehidupan masyarakat Tionghoa desa Lincun Binjai, Kam Cheng biasanya disajikan dalam bentuk buah sungguhan, juga dalam bentuk lukisan. Kam Cheng digunakan sebagai salah satu sesajen dalam sembahyang. Kam Cheng juga merupakan buah yang paling sering disajikan pada saat perayaan Imlek.

Gambar 4.3 Kam Cheng sebagai sesajen sembahyang masyarakat Tionghoa desa Lincun Binjai

Sumber : Dokumentasi pribadi. Desa Lincun Binjai, Agustus 2015

Ibu Lian Hua mengatakan, ada filosofi hidup yang dapat di ambil dari Kam Cheng.

Kam Cheng memiliki rasa yang beragam, ada yang asam dan ada yang manis. Sama

seperti hidup, tidak semua hal yang dikerjakan dalam kehidupan akan berbuah manis, namun pasti ada hal manis yang bisa dibagikan. Sama halnya dengan membagikan Kam


(60)

4) Makna Bunga Meihua Sebagai Simbol Keberuntungan bagi Masyarakat Tionghoa desa Lincun Binjai

Bunga meihua 梅 花 (mei hua)merupakan bunga nasional Tiongkok. Nama

bunga meihua berasal dari bahasa Mandarin, 梅 (mei) artinya cantik dan (hua) artinya

bunga, sehingga meihua memiliki arti sebagai bunga yang cantik.

(Liang2010:207).

Warna bunga meihua sangat anggun, yaitu merah muda dengan sedikit keputih-putihan. Namun dalam penyajiannya, bunga meihua bukan hanya berwarna merah muda, ada juga replika bunga meihuayang berwarna merah. Replika meihua biasanya dihiasi dengan angpau, lampion kecil, dan aksesoris berwarna emas yang digantung di ranting bunga Meihua. Karena kecantikannya yang begitu menawan, dewasa ini bunga Meihua juga sering digunakan sebagai pemanis tata dekorasi ruangan masyarakat secara umum.

Gambar 4.4 Bunga meihua pada kediaman masyarakat Tionghoa desa Lincun Binjai.


(61)

Bagi masyarakat Tionghoa, bunga meihua merupakan salah satu simbol pembawa keberuntungan bagi kehidupan. Hal tersebut juga berlaku pada kehidupan masyarakat Tionghoa desa Lincun Binjai. Bunga meihuamerupakan salah satu simbol keberuntungan yang paling sering dijumpai dikediaman masyarakat Tionghoa desa Lincun Binjai sehari-hari. Bagi mereka, bunga meihua merupakan sebuah simbol keberuntungan yang melambangkan kesetiaan, kemuliaan dan kesejahteraan.

Makna kemuliaan dan kesejahteraan yang terkandung dalam simbol bunga meihua tidak lepas dari kepercayaan masyarakat Tionghoa desa Lincun Binjai terhadap legenda leluhur mereka. Konon, kepercayaan terhadap bunga meihua sebagai simbol keberuntungan dalam hidup dimulai dari kisah kakak beradik Da Jui (mulut besar) dan Da Shou (tangan besar) yang memiliki sifat bertolak belakang. Da Jui berusaha untuk menguasai harta sang adik dengan cara mengusirnya. Saat diusir dari rumah, Da Jui yang pemalas dan serakah memberikan sang adik sedikit harta, 3 rumah sederhana, 10 hektar sawah tandus, seekor anjing dan kambing.

Hari demi hari berlalu, karena kemalasannya harta Da Jui menipis hingga menjual keledai dan kudanya untuk membeli makanan. Berbeda dengan Da Shou yang terus bekerja keras dengan dibantu anjing dan kambingnya mengerjakan sawah dengan tekun. Hasilnya, Da Shou memiliki hasil yang berlimpah dan cukup cadangan makanan untuk melewati musim dingin. Melihat kesuksesan adiknya Da Jui iri dan berniat untuk membunuh anjing dan kambing adiknya dengan cara


(62)

menaburkan racun ke dalam makanannya. Mendapati kambing dan anjingnya mati, Da Shou kemudian berduka dan menguburkan kedua hewan itu di halaman belakang rumahnya.

Saat memasuki musim semi tahun kedua, di atas makam tersebut tumbuh dua batang pohon kecil, yang pada saat ini dikenal sebagai pohon bunga meihua. Salah satu pohon tersebut menghasilkan emas, sedangkan yang lain menghasilkan perak. Sejak saat itu Da Shou menjadi makmur. Dari legenda itu masyarakat Tionghoa berupaya meneladaninya dengan menjadikan bunga meihua sebagai sebuah simbol keberuntungan yang memiliki makna sebagai pembawa rezeki pada kehidupan (Fu, 2013 : 36).

Makna kesetiaan, kemuliaan, dan kesejahteraan yang terkandung dalam bunga meihua juga dikarenakan sejak zaman dahulu, bunga meihua dikenal juga sebagai bunga penanda datangnya musim semi. Hal tersebut dikarenakan bunga meihua berbunga saat musim berganti, yakni dari musim semi ke musim dingin. Bunga meihua sangat tahan dingin, bahkan pada saat bunga lain sudah rontok, bunga meihua tetap mekar. Sifat bunga meihua yang unik tersebut membuat bunga meihua dipuji dan sangat digemari dikalangan bangsawan sebagai bunga yang melambangkan kesetiaan.

Masyarakat Tionghoa desa Lincun Binjai juga mempercayai bahwa ada berkat ditiap kelopak bunga meihua yang sedang mekar. Bunga Meihua yang pada umumnya terdiri dari 5 kelopak, masing kelopak memiliki berkat tersendiri, yakni umur panjang, akhir yang damai, kekayaan, kebaikan, dan kesehatan, yang berarti


(1)

mempercayai simbol keberuntungan secara mendalam agar menghasilkan penelitian yang lebih baik.

2) Penulis sangat berharap kepada masyarakat Tionghoa desa Lincun Binjai agar tetap menjaga dan melestarikan kebudayaan mempercayai simbol keberuntungan dalam hidup. Hal tersebut dilakukan agar jenis-jenis simbol keberuntungan bisa lebih dikenal bukan hanya oleh kalangan masyarakat Tionghoa, melainkan juga oleh seluruh kalangan masyarakat, seperti halnya bunga meihua, naga, dan juga lukisan kuda.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Sumber Buku, Jurnal, dan Skripsi

Abu, Ahmadi, 1982, Psikologi Sosial, Surabaya: PT. Bina Ilmu.

Alex, Sobur. 2004. Semiotika Komunikasi. Bandung : Remaja Rosda Karya Alwi,Hasan, dkk. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:Balai Pustaka. Aminuddin. 2001. Semantik Pengantar Studi Tentang Makna.Bandung:Sinar

Baru Algesindo.

Andreas, Mario. 2010. Cepat dan Praktis Belajar Budaya dan BahasaMandarin. Jakarta : Gagas Media.

Berger,A. Asa. 2000. Tanda-Tanda dalam Kebudayaan Kontemporer. Penerjemah M. Dwi Marianto dan Sunarto. Yogyakarta: Tiara Wacana.

Cassirer, Ernst. 1987.ManusiadanKebudayaan: SebuahEseiTentangManusia. Jakarta : PT Gramedia.

陈慎. 2003. 中国转统吉祥物陈纹初探. Skripsi.福建:CNKI

Chunjiang, Fu. 2012. Origins of Chinese Aspicious Symbol. Jakarta : Elex Media Komputindo.

Damayanti, Ratih. 2013. Buah dan Daun Ajaib Tumpas Segala Penyakit. Yogyakarta : Giga Pustaka.

Emsan. 2014. Filosofi-Filosofi Warisan Tiongkok Kuno. Yogyakarta : Laksana. Fanani, Burhan. 2013. Buku Sakti Fengshui Ruko & Rumah Tinggal Untuk

Keberuntungan.Bandung : Mantra Books.

H. Hoed, Benny. Semiotik & Dinamika Sosial Budaya. Depok : Komunitas Bambu.

Ihroni, T.O. 2006. Pokok-pokok Antropologi Budaya. Jakarta : Yayasan Obor Iskandar. 2009. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta : Gaung Persada (GP

Press).


(3)

Kustedja, Sugiri, dkk. 2013. “ Makna Ikon Naga、龙、 Elemen Utama Arsitektur Bangunan Tionghoa “dalam Jurnal Sosioteknologi edisi 30. Bandung : Universitas Katolik Parahyangan.

Lauw Fu, Rita. 2013. Tiongkok Wise Stories. Jakarta : PT. Bhuana Ilmu Populer. Leech, Geoffrey. 2003. Semantik. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Lizi, Liang. 2010. 使用词典. Jakarta : Dian Rakyat.

M.Setiadi, Eli. 2011. Pengantar Sosiologi. Jakarta : Kencana Prenada Median Grup.

Malinowski, Bronislaw. 1960. A scientific Theory Of Culture. Chaprl Hill : University Of North Carolina Press.

Pateda, Mansoer. 2001. Semantic Leksikal. Jakarta : Rineka Cipta.

Poerwadarminta, W.J.S. 1989. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka

Pope, Geoffrey. 1989. Antropologi Biologi. Jakarta : CV. Rajawali.

R.P, Rusliana. 2010. Tanda Dalam SimbolTato. Skripsi. Medan : Tidak dipublikasikan.

Sembiring, Elfina. 2007. Fungsi dan Makna Alam Tumbuhan Etnis Tionghoa.Skripsi. Medan : Tidak dipublikasikan.

Ullman, Stephen. 1977. Pengantar Semantik.Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Wibowo, Indiwan Seto Wahyu Wibowo. 2013. Semiotika Komunikasi. Jakarta. Wind, Ajeng.2014. Kitab Obat Tradisional Cina.Yogyakarta : Media Pressindo. Wong, Evy dkk. 2014. Chinese Aspicious Culture. Jakarta : Elex Media

Komputindo.

Zoest, Aart Van.1993. Semiotika. Penerjemah: Ani Asokawati.Jakarta: Sumber Agung

Sumber Internet

diakses pada 16 April 2015 14:15.

https://aurellio.wordpress.com/tag/arti-keberuntungan/ di akses pada 16 April 2015 14:24.


(4)

LAMPIRAN

Data Diri Informan Informan 1

Nama : L Poeleng

Umur : 58 tahun Pekerjaan : Sinshe

Alamat : Jln. Mayjen Sutoyo, Lincun-Binjai Barat

Informan 2

Nama : Lian Hua Umur : 55 tahun Pekerjaan : Pedagang

Alamat : Jln. Gatot Subroto, Lincun-Binjai Baratt

Informan 3

Nama : Lie Kok Hwa Umur : 45 tahun Pekerjaan : Penjaga Vihara


(5)

Informan 4

Nama : Lo Tzupin

Umur : 40 tahun Pekerjaan : Pedagang


(6)

DAFTAR PERTANYAAN

1. Siapakan nama anda ?

2. Sudah berapa lama anda tinggal di desa Lincun Binjai?

3. Apakah anda mengetahui benda-benda yang dianggap sebagai simbol keberuntungan bagi masyarakat Tionghoa di desa Lincun Binjai ?

4. Menurut anda apakah yang dimaksud dengan simbol keberuntungan bagi masyarakat Tionghoa di desa Lincun ini ?

5. Seberapa sering anda menjumpai benda-benda yang dianggap sebagai simbol keberuntungan bagi masyarakat Tionghoa di desa Lincun Binjai?

6. Bisakah anda menyebutkan apa saja jenis-jenis simbol keberuntungan bagi masyarakat Tionghoa di desa Lincun Binjai yang paling sering dijumpai ?

7. Menurut anda, makna apakah yang terkandung dalam masing-masing simbol keberuntungan tersebut bagi masyarakat Tionghoa di desa Lincun Binjai? 8. Menurut anda, apakah fungsi dari simbol keberuntungan tersebut bagi masyarakat Tionghoa desa Lincun Binjai?

9. Menurut anda, bagaimanakah cara masyarakat Tionghoa memahami makna dan fungsi dari simbol keberuntungan tersebut ?