Indikator Ketahanan Pangan Ketahanan Pangan .1 Konsep Ketahanan Pangan

8 menyatakan bahwa ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik juml ah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau. Sementara itu, Lokakarya Ketahanan Pangan Nasional Deptan 1996 memberikan rumusan ketahanan pangan rumah tangga sebagai berikut: ketahanan pangan rumah tangga adalah kemampuan untuk memenuhi pangan anggota keluarga dari waktu ke waktu dan berkelanjutan baik dari produksi sendiri ataupun membeli dalam jumlah, mutu dan ragam yang sesuai dengan lingkungan setempat serta sosial budaya rumah tangga agar dapat hidup sehat dan mampu melakukan kegiatan sehari-hari secara produktif. Dengan demikian, pada hakekatnya ketahanan pangan rumah tangga adalah seperti yang dikemukakan oleh Chung 1977 dan Haddad 1997, yaitu merupakan rangkaian dari tiga komponen utama, yaitu ketersediaan dan stabilitas pangan, kemudahan memperoleh pangan, dan pemanfaatan pangan.

2.1.2 Indikator Ketahanan Pangan

Mengingat pengertian katahanan pangan yang berubah-ubah dan menyangkut aspek yang sangat luas, maka indikator yang digunakan para peneliti atau pakar untuk mengukur ketahanan pangan pun sangat beragam. Ketahanan pangan dapat diukur tidak hanya pada tingkat agregatif nasional dan regional tetapi juga dapat diukur pada tingkat rumah tangga dan individu Soekirman 1996. Menurut Sayogyo 1991, indikator pertanian dan sosial ekonomi yang digunakan untuk menganalisis ketahannan pangan meliputi pendapatan rumah tangga, harga pangan, harga barang konsumsi lain, sistem irigasi, status gizi, dan pelayanan kesehatan. Menurut Sutrisno 1997, dengan mengacu pada pengertian ketahanan pangan dalam Undang-undang RI Nomor 7 Tahun 1996 tentang pangan dan rencana aksi KTT Pangan Dunia, maka beberapa indikator yang dapat digunakan meliputi: 1 angka ketersediaan pangan setara energi, protein, dan lemak dibandingkan dengan angka kecukupan berdasarkan rekomendasi; 2 angka konsumsi energi, protein, dan lemak penduduk dibandingkan dengan angka kecukupan berdasarkan rekomendasi; 3 persentase jumlah penduduk yang 9 mengalami rawan pangan; 4 angka indeks ketahanan pangan rumah tangga; 5 angka rasio antara stok dengan konsumsi pada berbagai tingkatan wilayah; 6 tingkat harga pangan pokok penduduk setempat; 7 skor Pola Pangan Harapan PPH untuk tingkat ketersediaan atau konsumsi; 8 kondisi keamanan pangan; 9 keadaan kelembagaan cadangan pangan masyarakat; dan 10 tingkat cadangan pangan pemerintah dibanding perkiraan kebutuhan. Sementara itu, Suhardjo 1996, mengungkapkan bahwa kondisi ketahanan pangan rumah tangga dapat tercermin dari indikator: 1 tingkat kerusakan tanaman, ternak, perikananan; 2 penurunan produksi pangan; 3 tingkat ketersediaan pangan dalam rumah tangga; 4 proporsi pengeluaran pangan terhadap pengeluaran atau pendapatan total; 5 fluktuasi harga-harga pangan utama yang umum dikonsusmsi; 6 perubahan kehidupan sosial seperti: migrasi, menjualmenggadaikan aset, pinjam meminjam; 7 keadaan konsumsi pangan kebiasaan makan, kuantitas dan kualitas, serta 8 status gizi. Menurut Susanto 1995, ketahanan pangan rumah tangga yang menurun dapat diramalkan dengan menggunakan gejala-gejala alam dan gejala-gejala sosial yang dapat diamati dan dicatat. Gejala-gejala alam yang terkait dengan kemungkinan terjadinya rawan pangan dan menurunnya ketahanan pangan rumah tangga antara lain: 1 daun- daun pohon di hutan mengering dan berjatuhan; 2 binatang hutan babi hutan, dan lain-lain turun ke desa-desa; 3 sumber-sumber air mengering; 4 anjing- anjing perumahan banyak berkeliaran di pasar; dan 5 binatangcacing-cacing laut banyak bergerombol di pantai. Gejala-gejala sosial yang terkait dengan kemungkinan menurunnya ketahanan pangan rumah tangga antara lain adalah terjadinya peningkatan jumlah: 1 penduduk yang melakukan urbanisasi; 2 muridsiswa yang putus sekolah; 3 pedagang asongan; 4 pengemis dan pemulung; 5 WTS dari kalangan masyarakat berpenghasilan rendah; 6 kasus pencurian dan perampokan; dan 7 tuna karya. Maxwell dan Frankenberger 1992 membagi indikator ketahanan pangan ke dalam dua kelompok, yaitu indikator proses dan indikator hasil. Indikator proses process indicators mencerminkan derajat kerentanan karena faktor ketersediaan pangan dan akses fisik pangan. Indikator yang mencerminkan ketersediaan pangan di antaranya adalah: data meteorologi, informasi sumberdaya alam, data 10 produksi pertanian, model agroekologi, Neraca Bahan Makanan, informasi sebaran hama penyakit tanaman, struktur pasar, dan kelembagaan penunjang. Indikator hasil outcomes indicators merupakan proksi dari konsumsi pangan. Indikator ini terdiri atas indikator langsung direct indicators dan tidak langsung indirect indicators. Termasuk dalam indikator langsung adalah: pengeluaran pangan rumah tangga, persepsi rumah tangga terhadap ketahanan pangan dan frekuensi pangan. Ada pun kategori indikator tidak langsung antara lain mencakup kajian tentang simpanan cadangan pangan, rasio potensi subsisten dan status gizi. Sebagai rangkuman dari berbagai indikator yang digunakan dalam studi ketahanan pangan rumah tangga, Chung et al. 1997 memberikan kerangka konseptual ketahanan pangan beserta penggolongan indikator generiknya Gambar 1. Dalam kerangka konseptual ketahanan pangan tersebut terdapat tiga komponen ketahanan pangan, yaitu ketersediaan, akses, dan pemanfaatan pangan. Uraian dari ketiga komponen ketahanan pangan beserta indikatornya adalah sebagai berikut: 1 komponen ketersediaan pangan meliputi sumberdaya alam, fisik, manusia dan produksi pertanian dan non pertanian. Indikator yang digunakan untuk menjelaskan sumberdaya alam adalah curah hujan, kualitas tanah, ketersediaan air, dan akses terhadap sumberdaya hutan; untuk menjelaskan sumberdaya fisik adalah pemilikan ternak, sarana pertanian, dan tanah, serta akses infrastruktur; dan untuk sumberdaya manusia adalah rasio ketergantungan, pendidikan, besar keluarga, dan umur kepala keluarga. Adapun indikator produksi meliputi total luas lahan garapan, luas lahan beririgasi dan diberakan, akses terhadap input dan penggunaannya, pola tanam, keragaman tanaman, produksi pangan, dan produksi non pertanian; 2 kompone n akses pangan tergantung pada pendapatan baik dari pertanian maupun non pertanian. Indikator yang digunakan adalah total pendapatan, pendapatan dari tanaman dan ternak, upah, harga jual, pasar, akses jalan, dan kiriman uang; dan 3 komponen pemanfaatan pangan yang meliputi konsumsi pangan dan non pangan dan status gizi anak dan dewasa. Indikator yang digunakan untuk konsumsi adalah total pengeluaran, pengeluaran untuk pangan dan non pangan, harga beli, konsumsi dan frekuensi pangan. Indikator status gizi meliputi antropometri, kadar serum, 11 kesakitan, kematian, kelahiran, akses pelayanan kesehatan, air bersih, serta sanitasi yang memadai. UNICEF 1997 menyetakan bahwa ketidakterjaminan akses pangan merupakan faktor penyebab tidak langsung munculnya masalah gizi kurang pada anak selain oleh penyakit infeksi terutama diare Gambar 2. Gambaran dari Sumberdaya • Alam • Fisik • Manusia Produksi • Pertanian • Non pertanian Pendapatan • Pertanian • Non Pertanian Konsumsi • Pangan • Non Pangan Status gizi • Anak • Dewasa Ketersediaan pangan Akses pangan Pemanfaatan pangan INDIKATOR GENERIK Sumberdaya Alam Curah hujan Kualitas tanah Ketersediaan air Akses terhadap sumberdaya hutan Fisik Pemilikan ternak Pemilikan sarana pertanian Pemilikan tanah Akses infrastruktur Manusia Rasio ketergantungan Pendidikan Besar keluarga Umur kepala keluarga Produksi Total luas lahan garapan Luas lahan beririgasi Luas lahan diberakan Akses terhadap input dan penggunaannya Pola tanam Keragaman tanaman Produksi pangan Produksi non pertanian Pendapatan Pendapatan dari tanaman Pendapatan dari ternak Upah Harga jual Pasar Akses jalan Kiriman uang Konsumsi Total pengeluaran Pengeluaran pangan Pengeluaran non pangan Harga beli Konsumsi pangan Frekuensi pangan Status gizi Antropometri Kadar serum Angka kesakitan Angka kematian Angka kelahiran Akses pelayanan kesehatan Akses terhadap air bersih Sanitasi yang memadai Gambar 1 Kerangka konseptual ketahanan pangan dan indikator generik Chung 1997 12 UNICEF 1997 di atas memperlihatkan bahwa jumlah dan kualitas sumber daya yang dicerminkan oleh ketersediaan dan produksi pangan aka n menentukan kemampuan rumah tangga mengakses pangan. Gambar 2 Kerangka konseptual kurang gizi pada anak UNICEF 1997 Ketidakcukupan akses terhadap pangan Kualitas air dan sanitasi dan pelayanan kesehatan tidak memadai Ketidakcukupan Konsumsi Pangan Penyakit Masalah gizi kurang pada anak Pokok masalah Penyebab tidak langsung di tingkat rumah tangga Penyebab langsung di tingkat individu Dampak Politik, budaya, agama, ekonomi, dan sistem sosial, termasuk status wanita yang membatasi pemanfaatan sumber daya potensial Ketidakcukupan danatau ketidaktepatan pengetahuan atau sikap diskriminatif yang membatasi akses rumah tangga terhadap sumber daya aktual Kuantitas dan kualitas sumber daya aktual – manusia, ekonomi, dan organisasi – dan cara mereka mengontrolnya. Sumber daya potensial: lingkungan, teknologi, dan penduduk Ketidakcukupan perawatan ibu dan anak 13

2.2 Pertanian Berkelanjutan dan Pertanian Organik