119
6. PEMBAHASAN UMUM
6.1 Kondisi Vegetasi Habitat Komunitas Burung di Lokasi Penelitian
Kondisi vegetasi di tiga tipe habitat yang sedang mengalami suksesi tampak menunjukkan perbedaan terutama pada kerapatan spesies tumbuhan
semak Table 2, Gambar 16, Lampiran 18-24, 27-29. Semakin tinggi usianya suksesi semakin rendah kerapatan tumbuhan semak, tetapi memiliki indeks
keanekaan spesies tumbuhan lebih tinggi. Tingginya nilai indeks tersebut lebih didukung oleh semakin meningkatnya jumlah spesies Tabel 2. Hal ini
menunjukkan bahwa beberapa spesies tumbuhan semak tertutama yang berdaun lebar berkurang jumlah individunya karena ternaungi oleh jenis tumbuhan lain,
sedangkan disisi lain muncul spesies yang tidah ditemukan atau jarang di temukan di tipe vegetasi sebelumnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Begon et al 1996,
dan Smith 1990 bahwa keanekaan spesies akan meningkat sesuai dengan perkembangan suksesi, namun kelimpahan individu dari spesies-spesiesnya
mengalami penurunan. Keanekaan spesies dan kerapatan tumbuhan di habitat dapat
mempengaruhi spesies burung yang menggunakannya Tabel 2 4. Pada habitat yang sedang mengalami suksesi tahap semak, sumberdaya yang tersedia sangat
menunjang kehidupan burung semak karena banyak terdapat tempat berlindung, bersarang, makan dan tenggeran Tabel 3, Lampiran 31-33. Terjadi pertambahan
usia suksesi habitat tidak selalu diikuti oleh peningkatan keanekaan spesies dan kerapatan tumbuhan semak, terutama pada habitat yang vegetasinya homogen
seperti kebun teh Tabel 2. Keadaan tersebut berdampak pada ketersediaan sumberdaya yang dibutuhkan oleh burung penghuninya, sehingga tampak dengan
berkurangnya jumlah dan keanekaan spesies burung di habitat suksesi yang lebih tinggi usianya Gambar 19, Lampiran 13-17. Hal ini karena ketersediaan
sumberdaya untuk burung kurang sesuai dengan kebutuhannya terutama tumbuhan pakan tempat istirahat maupun berlindung. Walaupun tersedia
sumberdaya ranting-ranting dan buah kebanyakan dari tumbuhan yang tidak dimanfaat oleh burung seperti tumbuhan teh kurang pada tipe vegetasi KT
10
. Hal ini terbukti selama pengamatan tidak ada satu spesies burungpun yang
120
menggunakan buah teh sebagai pakannya. Selain itu, vegetasi semak yang rapat di KT
5
lebih nyaman digunakan burung semak seperti Perenjak sayap-garis Prinia familiaris
, Tepus pipi-perak Stachyris melanothorax, Tepus gelagah Timalia pileata
menjadikan sebagai habitat tempat sarang Tabel 3, Gambar 16, Lampiran 27-29.
Burung Cucak kutilang Pycnonotus aurigaster dan Merbah cerukcuk Pycnonotus goiavier membuat sarang di tumbuhan teh di KT
5
, sementara di beberapa tempat diluar lokasi penelitian sulit ditemukan sarangnya walaupun
tersedia pohon yang tinggi.
.
Hal ini terbukti 15 sarang burung Merbah cerukcuk Pycnonotus goiavier dan 2 sarang burung Cucak kutilang Pycnonotus
aurigaster ditemukan di KT
5
5-10 m jarak dari pinggiran petak yang berbatasan dengan kebun teh produktif, sedangkan di KT
10
cenderung sarang yang ditemukan dari spesies Bondol jawa Lonchura leucogastroides. Tempat bersarang di
vegetasi hutan sekunder tersedia banyak, selain untuk burung semak juga burung elang Tabel 3. Pada strata 4 ditemukan sarang burung Elang brontok Spizaetus
cirrhatus dan Jalak tunggir-merah Scissirostrum dubium.
Keberadaan KT
5
, KT
10
dan hutan sekunder sangat penting untuk menunjang kelangsungan hidup komunitas burung termasuk burung pemakan
buah karena menyediakan tempat perlindungan dan tempat bertengger Tabel 3. Berdasarkan diagram profil Gambar 17 menunjukkan bahwa di hutan sekunder
sangat menunjang terhadap kehadiran burung pengguna pohon diantaranya kelompok predator. Pohon-pohon tersebut digunakan untuk bertengger sambil
mengintai mangsa di daerah terbuka. Oleh karena itu ketiga tipe vegetasi tersebut menyediakan tempat mencari makan untuk kelompok burung predator seperti
Elang jawa Spizaetus bartelsi, Elang brontok Spizaetus cirrhatus, Elang hitam Ictinaetus malayensis, Elang ular bido Spilornis cheela dan Alap-alap kawah
Falco peregrinus. Hal ini karena di ke-3 tipe vegetasi tersebut tersedia mangsa yang berlimpah berupa burung dan spesies hewan lainnya.
Hampir setiap hari KT
5
dan KT
10
didatangi oleh burung elang. Kondisi yang relatif terbuka dan jarang terdapat tumbuhan yang menjulang tinggi
memudahkan burung predator mengintai mangsanya. Kegiatan burung elang dalam mencari mangsanya dimulai dengan terbang berputar putar di sekitar hutan
121
primer, kemudian bergeser ke hutan sekunder dan ke kebun teh baik KT
10
maupun KT
5.
Di KT
10
dan KT
5,
burung elang tidak bertengger melainkan selalu terbang berkeliling dan sesekali menyambar mangsanya di vegetasi semak termasuk di
pohon teh. Berbeda dengan Alap-alap kawah Falco peregrinus yang sering bertengger di pohon Kayu afrika Maesopsis eminii dan Kaliandra Caliandra
haetomacephala karena badannya lebih kecil dibanding elang. Selain itu, burung
alap-alap sering terbang melayang diantara pohon teh, sehingga kadang-kadang terjaring jala kabut pada saat burung memburu mangsanya yang menabrak jaring.
Banyaknya tumbuhan semak yang buahnya dapat dijadikan makanan burung di ke 3 tipe vegetasi menyebabkan tingginya kekayaan spesies burung
yang menjadikan tempat tersebut sebagai tempat mencari makan, serta beberapa bagian dari tumbuhan dapat dimakan oleh burung diantara buah, nektar dan madu
bunga Lampiran 31-33. Menurut Sody 1989 beberapa tumbuhan semak yang buahnya dijadikan makanan burung adalah Arben Rubus chrysophyllus,
Bungbrum Poligonum chinensis, Harendong beureum Melastoma affine, Harendong bulu Clidemia hirta, Kipapatong Sambucus javanicus, Saliara
Lantana camara, dan Sauheun Panicum palmifolium. Selain itu tumbuhan dijadikan pakan burung adalah Cecerenean Breynia microphylla, Harendong
nagri Leucosyke capitellata, Kayu afrika Maesopsis eminii Lampiran 9, 31- 33. Ketersediaan beberapa tumbuhan yang memiliki bunga dan buah
menyebabkan tumbuhan tersebut sering dikunjungi burung nektarivora seperti familia Dicaeidae dan Nectarinidae. Selain itu banyak jenis serangga pada
tumbuhan tersebut mengakibatkan banyak kehadiran burung-burung insektivora seperti familia Apodidae, Campephagidae, Chloropseidae, Cuculidae, Dicaeidae,
Lanidae, Muscicapidae, Pycnonotidae, Sylviidae, Timalidae dan Zosteropidae Lampiran 12-13.
Kehadiran burung yang tinggi juga menyebabkan meningkatnya gangguan pada habitatnya. Hal ini karena penduduk selain mencari rumput dan kayu bakar
Lampiran 28, juga berburu berbagai spesies binatang termasuk berburu burung yang dilakukan oleh penduduk setempat maupun penduduk luar daerah Ciater
hampir setiap hari. Hal ini karena daerah tersebut memiliki banyak spesies burung yang sangat potensial untuk diperdagangkan seperti burung Anis merah Zoothera
122
citrina , Jalak tunggir-merah Scissirostrum dubium, burung Kacamata biasa
Zosterops palpebrosus, Ayam hutan merah Gallus gallus dan familia Columbidae Lampiran 12-13. Penangkapan burung sering dilakukan dengan
jerat atau jaring. Pemasangan jerat dilakukan di setiap tipe vegetasi, sedangkan pemasangan jaring dilakukan di hutan sekunder, namun burung digiring dari tipe
vegetasi KT
5
dan KT
10
. Gangguan
pada ketiga
lokasi penelitian dari manusia selain sebagai tempat berburu binatang, akibat kebijakan pemerintah yang menaikan harga minyak
tanah, sehingga banyak penduduk sekitar lokasi penelitian yang beralih mencari kayu bakar untuk kebutuhan hidupnya. Hampir setiap hari tipe vegetasi terutama
di KT
10
sering dijadikan tempat mencari kayu bakar Tabel 3, Lampiran 28. Setiap hari berkisar antara 15-25 orang pencari kayu bakar mengambil berbagai
tumbuhan dan 10-15 orang mengambil rumput untuk sapi dan domba di lokasi KT
10
dan hutan sekunder, baik mengambil ranting tumbuhan maupun menebang batangnya. Selain itu, beberapa penduduk sering menggunakan daerah KT
10
sebagai tempat mencari benalu teh dan tanaman obat lainnya seperti tumbuhan Sulibra Cinchona sucirubra serta tumbuhan pakis untuk media tanaman
anggrek.
6.2 Komunitas Burung Pemakan Buah