Karakteristik Burung Pemakan Buah .1 Morfologi Eksternal Burung Pemakan Buah
83
hitung Lampiran14. Perubahan struktur dan komposisi vegetasi dari sederhana menjadi lebih kompleks dapat menurunkan kehadiran dan penyebaran spesies
tertentu, akan tetapi memunculkan spesies yang lainnya Hadiprayitno 1999. Demikian pula kerusakan struktur maupun komposisi vegetasi hutan akibat
kebakaran mempengaruhi distribusi dan kelimpahan burung Ding et al. 1997; Hadiprayitno 1999. Nilai frekuensi yang tinggi menunjukkan bahwa spesies
burung tersebut dapat beradaptasi dengan baik, meskipun terdapat perbedaan kondisi vegetasi. Burung kelompok ini digolongkan kedalam spesies burung yang
sangat umum atau “common species” pada kondisi habitat yang sesuai MacKinnon et al. 2000.
5.3 Karakteristik Burung Pemakan Buah 5.3.1 Morfologi Eksternal Burung Pemakan Buah
Karakteristik morfometrik lebih ditujukan pada burung yang tertangkap jala kabut “mist net”, dan diduga mempunyai potensi sebagai burung pemakan
buah Lampiran 25. Parameter morfologi eksternal yang sangat menunjang terhadap pengelompokan berdasarkan guild adalah bukaan paruh dan panjang
paruh, sedangkan parameter lain seperti panjang tarsus, panjang total dan panjang sayap kurang jelas berkaitan langsung dengan pengelompokan guild.
Burung granivora dapat dibedakan dari burung frugivora karena bentuk paruh yang lebih kokoh dan tebal. Akan tetapi secara morfometrik nisbah panjang
paruh dengan panjang kepala tidak mencolok. Menurut Mackinnon 1995 dan King et al. 1992 spesies dari familia Ploceidae sering dimasukan dalam
kelompok burung granivora, namun pada penelitian ini dimasukkan kedalam kelompok frugivora sebagai tambahan spesies burung pemakan buah pada Table 5
dengan harapan dapat menemukan nisbah yang jelas antara kedua kelompok burung berdasarkan jenis makanannya.
Burung Ploceidae Tabel 6 seperti burung Bondol hijau dada-merah, Bondol jawa, dan Bodol peking sering memakan buah kering khusus dari
tumbuhan familia Graminae, sehingga dianggap sebagai pemakan buah. Demikian pula burung Tepus pipi-perak Tabel 6 dimasukan kedalam kelompok frugivora,
karena beberapa peneliti menemukan bahwa burung tersebut sering mengkonsumsi buah-buahan Corlett 1998b. Hal ini sering juga dijumpai saat
84
pengamatan burung Stachyris melanothorax mematuk matuk buah-buahan yang dekat di tempat tenggerannya.
Berdasarkan kebiasaan makannya, nisbah morfometrik panjang paruh dengan panjang kepala burung Dicaeidae 0,30, Pycnonotidae 0,33-0,45,
Zosteropidae 0,28, Ploceidae 0,34-0,39 dan Timalidae 0,38 Tabel 6. Hal tersebut jauh berbeda dengan burung pemakan nektar atau madu burung
pijantung yaitu 0,52 Partasasmita et al. 2004. Tabel 6. Karakteristik panjang paruh, panjang kepala dan berat burung yang
berpotensi sebagai pemakan buah No Nama
Spesies n Panjang
paruh mm
Panjang kepala
mm Berat
burung gr
Kategori feeding
guild 1
Dicaeum trigonostigma 5
7,10±0,34 24,05±0,44 7,40±0,89
F 2
Erythrura hyperythra 5 10,11±0,55 25,96±0,83 15,60±0,64 G
3 Lonchura leucogastroides
16 8,08±0,60 23,47±0,25 10,00±1,69 G
4 Lonchura punctulata
10 8,17±0,95 22,25±0,98 10,88±1,73 G
5 Pycnonotus aurigaster
14 14,25±0,85 37,17±1,26 31,93±1,98 F
6 Pycnonotus bimaculatus
9 16,43±0,51 37,28±1,24 32,04±1,79 F
7 Pycnonotus goiavier
34 12,75±1,66 38,44±1,41 31,50±2,61 F
8 Stachyris melanothorax
44 12,21±1,50 32,15±1,18 12,97±0,92 I
9 Zosterops palpebrosus
128 7,14±0,98 25,66±1,23
8,11±1,00 F
F:frugivora, G:granivora, I:insektivora
Selain itu, panjang paruh sangat berperan dalam menjangkau makanan, seperti burung penghisap madu. Nisbah tinggi dan lebar bukaan paruh
menunjukkan besaran, bentuk dan cara penanganan makanan yang dimakan. Menurut Moermond Denslow 1985 variasi dalam penanganan makanan untuk
burung frugivora sangat berkaitan erat dengan batasan secara ekologi dan perilaku. Dalam penelitian ini dipilih sebanyak 9 spesies dari 5 familia, karena
pada feses burung tersebut ditemukan biji Tabel 7.
85
Tabel 7. Komposisi biji utuh dan tidak utuh butir pada feses burung yang berpotensi sebagai pemakan buah
No Nama Spesies
Tertangkap ada biji
∑ biji utuh
∑ biji tidak utuh
Kategori 1
Dicaeum trigonostigma 55 363
ab 2
Erythrura hyperythra 51 1
6 c
3 Lonchura leucogastroides
161 3 32
c 4
Lonchura punctulata 102 4
17 c
5 Pycnonotus aurigaster
1412 1519 3 ab
6 Pycnonotus bimaculatus
97 254 2
ab 7
Pycnonotus goiavier 3428 6488
23 ab 8
Stachyris melanothorax 4420 1267
43 b 9
Zosterops palpebrosus 128107 4234
14 ab
a:pemakan buah ≥ 50 sampel burung terdapat biji dalam feses
b:penyebar biji ≥50 terdapat biji utuh dalam feses
c:predator biji ≤ 50 ditemukan biji utuh di dalam feses
Beberapa spesies burung Ploceidae seperti burung Bondol hijau dada- merah, Bondol jawa, dan Bodol peking sering memakan buah kering khusus dari
tumbuhan familia Graminae, sehingga dianggap sebagai pemakan buah. Dalam perilaku makan spesies burung dari familia Ploceidae cara menangani makanan
digigit diantara paruh atas dan paruh bawah, kemudian cairan buah yang keluar dari bulir ditelan, jika bulir buah masih muda seperti buah padi-padian. Akan
tetapi, jika burung diatas memakan bulir rumput yang tua, perilaku makannya tampak bulir rumput dipatuk kemudian ditelan langsung.
Hipotesa tersebut sebagai landasan memasukan beberapa spesies burung Ploceidae ke kelompok burung frugivora. Akan tetapi berdasarkan Tabel 9
menunjukkan bahwa burung Ploceidae bukan pemakan buah tetapi predator biji. Burung Tepus pipi-perak dimasukan kedalam kelompok frugivora, karena
beberapa peneliti menemukan bahwa burung tersebut sering mengkonsumsi buah- buahan Corlett 1998b. Hal ini sering juga dijumpai saat pengamatan burung
Stachyris melanothorax mematuk-matuk buah-buahan yang dekat di tempat
tenggerannya dan ditemukan biji dalam fesesnya Tabel 7.
86
Tabel 8. Ukuran besar bukaan paruh burung pemakan buah
No Familia Nama Spesies
n TBP mm LBPmm Rbp
1 Dicaeidae Dicaeum trigonostigma
5 5,88±0,58
5,57±0,21 1,06
2 Ploceidae Erythrura hyperythra
5 3,59±0,26
8,00±0,92 0,45
3 Ploceidae Lonchura leucogastroides
16 5,55±0,53
6,85±0,58 0,74
4 Ploceidae Lonchura punctulata
10 5,13±0,68
7,02±0,89 0,73
5 Pycnonotidae Pycnonotus aurigaster 14
10,38±0,95 10,94±0,96 0,95
6 Pycnonotidae Pycnonotus bimaculatus 9
10,24±0,76 10,96±0,48 0,93
7 Pycnonotidae Pycnonotus goiavier 34
9,40±1,23 10,43±0,98 0,90
8 Sylviidae Stachyris melanothorax 44
6,00±0,90 6,91±0,86
0,87 9 Zosteropidae Zosterops
palpebrosus 128
6,25±0,63 5,96±0,63 1,05
n:jumlah sampel burung, TBP:tinggi bukaan paruh, LBP: lebar bukaan paruh, Rbp: nisbah besar bukaan paruh TBPLBP
Tabel 8 menunjukkan bahwa spesies burung familia Ploceidae memiliki nisbah tinggi dengan lebar bukaan paruh lebih kecil dibanding 4 familia yang
lainnya. Ukuran bukaan paruh yang lebih sempit mengindikasikan makanan yang ditelan cenderung memiliki bentuk yang tidak bulat. Makanan yang tidak
proporsional dengan besar bukaan paruh harus dipatuk dan ditekan kuat diantara paruh atas dan bawah sehingga menjadi gepeng. Perilaku menangani makanan
demikian menyebabkan sebagian besar buah yang ditelan menjadi pecah bahkan bijinya pun menjadi hancur. Kelompok burung yang memakan buah tetapi tidak
membantu penyebaran bijinya karena cenderung biji yang dikeluarkan bersama feses rusak disebut predator buah Herrera 1984b. Dengan demikian
menunjukkan bahwa Ploceidae sebagai predator buah, sedangkan Stachyris melanothorax
sebagai penyebar biji tetapi bersifat fakultatif. Pada burung yang memiliki ukuran bukaan paruh hampir sama antara
tinggi dan lebar bukaannya nisbah ≥ 0,9 lebih mudah menelan buah yang
proporsional dengan bukaan paruhnya seperti pada burung Cabai bunga-api, Kacamata biasa, Cucak kutilang, Cucak gunung, dan Merbah cerukcuk Tabel
10. Ukuran lebar bukaan paruh familia Pycnonotidae berkisar 10-11 mm di lokasi penelitian, ini menunjukkan ukuran lebih kecil dibanding familia yang sama di
Hong Kong Corlett 2002. Menurut Wheelwright 1988, kemampuan burung menangani dan menelan buah yang efisien tergantung pada ukuran buah, ukuran
tubuh burung dan ukuran besar bukaan paruh. Kelompok burung frugivora memiliki ukuran lebar dan tinggi bukaan paruh yang hampir seimbang, sehingga
mudah menelan buah, dan biji yang termakan berpeluang utuh Herrera 1985.
87
Selain itu, variasi ukuran bukaan paruh, berhubungan dengan ukuran berat burung itu sendiri. Tabel 6, 7 dan 8 menunjukkan semakin besar berat badan
burung maka semakin besar bukaan paruhnya, dengan korelasi yang sangat tinggi yaitu r=0,99. Demikian pula burung-burung pemakan buah di daerah Hato Raton
Taman Nasional Donana Spanyol memiliki korelasi yang sangat signifikan antara berat badan dan lebar bukaan paruh Jordano 1986. Berat tubuh burung pemakan
buah merupakan faktor utama yang menentukan dari intensitas memakan buah. Kebutuhan jumlah makanan buah berhubungan erat dengan besar tubuh burung
pemakan buah Herrera, 1984b. Semakin besar dan berat tubuh burung pemakan buah maka semakin banyak buah yang dapat dimakan. Oleh karena itu, ukuran
tubuh yang kecil memakan buah berukuran kecil pula seperti burung Cabai bunga-api Dicaeum trigosnostigma dan Kacamata biasa Zosterop palpebrosus.
Hal yang hampir sama dijumpai Jordano 2000 burung besar seperti Acrocephalus
spp. memakan buah ukuran sedang dengan komposisi volume pakannya antara 30-70.
Besar ukuran bukaan paruh sangat ditentukan oleh tinggi dibanding lebar bukaan paruh, sehingga semakin tinggi bukaan paruh, semakin luas kisaran
ukuran buah yang dapat ditelan secara utuh Tabel 7,8. Burung yang memiliki ukuran besar bukaan paruh kecil hanya memakan buah-buahan yang kecil, karena
keterbatasan ukuran bukaan paruhnya Wheelwright 1988; Herrera 1985. Oleh karena itu, buah yang dimakan oleh burung familia Dicaeidae, Zosteropidae, dan
Pycnonotidae akan ditemukan bijinya dalam feses burung tersebut. Walaupun demikian, lolosnya biji dari proses ingesti di paruh burung tidak langsung akan
ditemukan pada fesesnya, karena biji tersebut harus juga selamat dari proses digesti di oesophagus, ventrikulus dan di usus burung.