Intervensi Kemanusiaan Sejarah Singkat Perang Kongo

hak-hak orang lain tidak dilanggar atau tidak. Singkatnya, mengenai kewajiban seseorang untuk memenuhimematuhi kontrak sosial atau standard of conduct. Kedua, adalah entitlement, yaitu hak seseorang manusia untuk memiliki dan menikmati sesuatu yang menjadi haknya. Lantas, siapakah yang berhak untuk membela hak-hak warga negara lain yang terampas hak- hak asasinya ? Michael Walzer dengan tegas mengatakan, karena hanya manusia yang memiliki HAM, maka kita tidak memiliki pilihan lain, kecuali membela hak-hak yang dimiliki oleh manusia tersebut. Lebih jauh, Walzer mengatakan bahwa ketika suatu negara tak bisa menjamin hak asasi seseorang dan keberadaan nyawa seseorang terancam, maka posisi warga negara tersebut bukan lagi sebagai individu yang memiliki hak negative yang berupa tidak boleh dibunuh, tetapi hak negatif tersebut telah berubah menjadi hak positif, yakni harus dilindungi dari pembunuh. Hak positif itulah yang memberi legitimasi moral dan hukum untuk segera melakukan intervensi demi kemanusiaan untuk menghentikan pembunuhan massal dan pemusnahan etnik tersebut.

B. Intervensi Kemanusiaan

Terlepas dari motif kepentingan yang melatar belakangi suatu negara melakukan intervensi terhadap kedaulatan negara lain. Dalam politik internasional, intervensi kemanusiaan Humanitarian Intervention masih saja diperdebatkan. Baik oleh pihak yang menilai tindakan tersebut dari aspek moral ataupun yang melihatnya dari perspektif legalistik. Agar mendapat pemahan komperhensif mengenai intervensi kemanusiaan, maka kita tidak bisa lepas dari melihat aliran-aliran pemikiran paradigma yang berkembang. Aliran-aliran pemikiran itu antara lain: 1.AliranUtilitarian Aliran pemikiran ini berpendapat bahwa sebuah aksi atau tindakan bisa dibenarkan apabila konsekuensi dar aksi atau tindakan tersebut jauh lebih banyak manfaatnya daripada mudaratnya. 2. Aliran Hukum Alam Hugo De Grote Grotius, Bapak hukum internasional, merupakan penganut aliran ini dengan postulat jika seorang tiran berlaku zalim terhadap manusia dan menghancurkan peradaban manusia, maka orang lain dapat memiliki hak untuk melakukan intervensi demi kemanusiaan tadi. Acuan prinsip yang dipakai adalah Societas humana-universal community of humankind masyarakat manusia yang universal . 3. Aliran Komunitarian Aliran ini mempercayai ada norm-norma tertentu yang berlaku di masyarakat manapun.norma tersebut mengikat secara moral, pengakuan dan persetujuan oleh masyarakat terhadap norma ini adalah dipraktekanya norma-norma ini secara kontinyu. Jika ada peristiwa menghentak rasa kesadaran manusia, maka, secara kultur, setiap orang punya hak dan kewajiban untuk melakukan intervensi kemanusiaan. Keterpanggilan untuk membela nilai- nilai kemanusiaan bukan saja milik orang-orang yang memiliki kekuasaan, tetapi milik siapa saja, sepanjang dia adalah manusia.Posisi ini terbingkai dalam sebuah perspektif global culture of human solidarity yang berarti, ada nilai-nilai budaya yang berlaku secara global, yakni kesadaran tentang solidaritas antar manusia. 4.Aliran Libertarian Aliran ini beranggapan bahwa setiap bentuk kekuatanagresif harus dilarang dan merupakantugas pemerintah untuk mengontrol agar tidak terjadi tindakan agresif terhadap siapapun. Namun, penggunaan kekerasan untuk menghadapi kekuatan agresif juga dibenarkan. Dalam kesempatan yang lain, pihak lain tidak boleh memaksa jika orang yang diserang kebebasanya tidak mau melawan. Bagi aliran ini, mempertahankan dan membela negara adalah keharusan publik kebijakan publik, namun membela negara lain bukanlah kebijakan. Karena itu, pemerintah atau warga negara lain tak memiliki kewajiban untuk membela warga negara lain selain warga negaranya sendiri. 5. Aliran Legal Posivistik Aliran ini cenderung memandang intervensi atas tragedi kemanusiaan dari perspektif hukum positif.Pendekatan aliran ini menekankan ada atau tidaknya peraturan formal yang membolehkan dilakukan intervensi kemanusiaan.Sebuah intervensi dianggap adil manakala tidak melanggar aturan hukum yang ada dalam hukum internasioanal. Patut menjadi acuan adalah pendapat menurut J.L Holzgrefe, seperti tertulis dalam buku berjudul HAM: Politik, Hukum, dan Kemunafikan Internasional, karya Hamid Awaludin, yang diterbitkan Kompas, yang mengatakan: The threat or use of force across state borders by state or group of states aimed at preventing or ending widespread and grave violations of the fundamental human rights of individuals other than its own citizens, without the permission of the state within whose territory force is applied. Ancaman atau penggunaan kekerasan yang melintasi batas negara oleh suatu negara atau kelompok dari suatu negara- negara yang bertujuan mencegah atau mengakhiri pelanggaran yang meluas dan berat terhadap HAM selain warga negaranya sendiri, tanpa izin dari negara bersangkutan adalah sah.

C. Tinjauan Kedaulatan dan Hak Asasi Manusia dari Aspek Normatif