TITIK TEMU ANTARA PELATIHAN PENDIDIKAN P

TITIK TEMU ANTARA PELATIHAN, PENDIDIKAN, PENGEMBANGAN DAN BELAJAR
Firman Nugraha
Widyaiswara Madya
Email: firmanugraha@kemenag.go.id
Abstract
The purpose of this article is to describe differences in the concept of training, education,
development and learning as well as the point of tangency between the concept. A
comprehensive understanding of each concept will help providers of education and training
to determine the direction and mechanism of delivery of subject matter. The results show
that the concept of learning into a binder and the point of tangency to the concept of
training and education that lead on the development of self-personnel. Training focused to
learning by doing, while Educational to learning by thinking.
Keywords: Education, Development, Learning and Training
Abstrak
Artikel ini bertujuan untuk mendeskripsikan perbedaan konsep pelatihan, pendidikan,
pengembangan dan belajar serta titik singgung diantara konsep tersebut. Pemahaman
yang komprehensif atas masing-masing konsep akan membantu penyelenggara
pendidikan dan pelatihan untuk menentukan arah dan mekanisme penyelenggaraan
pendidikan dan pelatihan. Hasil kajian menunjukkan bahwa konsep belajar menjadi
pengikat dan titik singgung terhadap konsep pelatihan dan pendidikan yang bermuara
pada pengembangan diri aparatur. Belajar dalam pelatihan bertumpu pada pengalaman

sementara pada pendidikan pada pemikiran.
Kata Kunci : Belajar, Pelatihan, Pendidikan dan Pengembangan
Pendahuluan
Konsep-konsep pendidikan, pelatihan, pengembangan dan belajar memiliki sejumlah
pertanyaan yang cukup serius. Terutama ketika banyak harapan-harapan tertentu yang
disematkan pada konsep-konsep di atas bagi seseorang yang terlibat di dalamnya.
Misalnya, masih ditemukan adanya nada miring terhadap keberadaan alumni pendidikan
dan pelatihan (Diklat) bahwa tidak terlihatnya perbedaan antar sebelum dengan
sesudah mengikuti program diklat.
Bila kita cermati, memang masing-masing konsep tersebut dapat diperlakukan sebagai
substitusi antara satu sama lain, atau berdiri sendiri sebagai sebuah konsep yang mandiri.
Di lain pihak, dalam konteks peningkatan kompetenesi sumberdaya aparatur di
lingkungan Kementerian Agama, Diklat menjadi wahana pengembangan aparatur
tersebut. Penggunaan konsep-konsep tersebut, baik sebagai akronim maupun sebagai
konsep mandiri meniscayakan lahirnya paradigma tertentu sesuai dengan tujuannya
bahwa dalam Diklat merupakan upaya untuk meningkatkan kompetensi seseorang.
Sebagai sebuah upaya, di dalamnya terdapat aktivitas belajar.
Memahami konsep-konsep diatas, menjadi penting sebagai langkah pertama untuk
mendudukan terminologi konseptual untuk setiap term. Pemahaman tersebut dapat
1


mengantarkan pada cara menyikapi diklat sebagai sebuah sistem, sekaligus
memosisikannya dalam konteks pengembangan aparatur.
Pelatihan dan pendidikan
Mengenai manfaat pelatihan pegawai telah banyak yang mengakuinya, dan banyak pula
telah dituliskan dalam berbagai buku (Wilson, 2005). Manfaat itu baik berkenaan
langsung dengan individu maupun dengan organisasi dalam hal peningkatan
keterampilan, pengetahuan, sikap, dan perilaku (Garavan,1997), kepuasan kerja,
produktivitas dan profitabilitas (Goldstein, 1997). Pelatihan itu sendiri didefinsikan
sebagai a plane and systematic effort to modify or develop knowledge, skills, and
attitudes, through learning experiences, to achieve effective performance in an activity or
range of activities” (Garavan, 1997:2). Sedangkan Wilson mendefinisikannya sebagai a
plan process to modify attitude, knowledge or skill behavior through learning experience to
achieve effective performance in an activity or range of activities. Its purpose in the work
situation is to develop the abilities of the individual and to satisfy the current and future
needs of the organizations” (2005: 4). Dua pengertian ini menekankan pada aspek kinerja
yang efektif atas pegawai untuk kebutuhan organisasinya, baik saat sekarang maupun
yang akan datang melalui pengalaman belajar.
Berkenaan dengan sikap, pertanyaan cukup serius adalah apakah mungkin membangun
atau merubah sikap yang relatif permanen dengan sebuah program pelatihan? Atau sikap

apa sesungguhnya yang ingin dibangun dari sebuah program pelatihan? Wills (1994)
dalam kerangka menjawab pertanyaan pertama lebih suka mendifiniskan pelatihan hanya
untuk peningkatan kompetensi pada aspek pengetahuan dan keterampilan saja.
Sedangkan Garavan (1997: 4) dalam hal ini menunjukkan bahwa yang dimaksud dengan
sikap di sini adalah sikap seseorang terhadap pekerjaannya. Jadi, Garavan lebih
cenderung untuk memberikan alternatif atas sikap yang dikembangkan dalam sebuah
program pelatihan yang mendasarkannya pada pengalaman belajar tadi.
Garavan (1997: 3) mendefiniskan pendidikan sebagai “a process or series of activities
which aims at enabling an individual to assimilate and develop knowledge, skills, values and
understanding that are not simply related to a narrow field of activity, but which allows a
broad eange problems to be defined, analysis and solved. Sementara itu pelatihan
menurutnya adalah a plane and systematic effort to modify or develop knowledge, skills,
and attitudes, through learning experiences, to achieve effective performance in an activity
or range of activities” (1997:2). Pemahaman dasar yang dapat diambil dari penjelasan
Garavan tersebut jelas bahwa pendidikan merupakan investasi jangka panjang atas
individu dalam pekerjaannya. Sementara pelatihan lebih fokus pada kebutuhan
mendesak dan kekinian mengenai pekerjaannya. Kiranya hal ini cukup menjawab
mengapa pelatihan lebih dipilih untuk mengembangkan kompetensi seseorang yang
lebih terkait dengan kebutuhan jawaban atas perubahan-perubahan lingkungan skala
kecil dan menengah.

Belajar dan Pengembangan
Belajar adalah proses yang tedapat dalam kegiatan pelatihan dan pendidikan (Garavan,
1997: 4-5). Konsep belajar sering diungkapan dalam term belajar sepanjang hayat. Jadi,
belajar, lebih luas dan merupakan kebutuhan yang niscaya bagi siapapun dalam hal
memenuhi pengembangan dirinya. Bahkan, Garavan lebih lanjut menyebutnya sebagai
jantung dari pengembangan diri seseorang, baik dalam karir maupun dalam kehidupan
2

sosialnya. Menurut Mumford (1995:13), pengembangan mencakup perolehan
keterampilan serta wawasan atau pengetahuan faktual, yang dapat ditunjukkan
seseorang kapanpun. Mereka tahu sesuatu yang mereka tidak tahu sebelumnya
(wawasan dan realisasi serta fakta), dan / atau ketika mereka melakukan sesuatu yang
mereka tidak bisa lakukan sebelumnya (keterampilan).
Ketika lahir pertanyaan mengapa seseorang yang telah mengikuti program diklat tidak
terlihat perbedaannya dengan sebelum mengikuti diklat? Jawabannya dapat dibagi pada
tiga aspek. Pertama dari aspek pebelajar. Bahwa ia mungkin tidak memandang perlu
untuk mengikuti atau belajar dari sebuah program diklat. Hal ini ketika dihubungkan
dengan paradigma andragogi. Dalam paradigma ini seorang dewasa bersedia belajar
apabila terkait dengan persoalan nyata dengan pekerjaannya (Knowles, 1980). Secara
individual, ia mungkin tidak melihat relasai positif antara program diklat dengan

kebutuhan pekerjaannya. Kedua, dari sisi program diklat. Bahwa Program yang
dilaksanakan tidak dilalui dengan analisis kebutuhan yang nyata dari calon peserta diklat.
Hal ini akibat dari mentahnya konsep diklat yang dibangun, seperti yang diungkapkan
oleh Garavan, Wilson, dan Mumprod di atas. Ketiga, dari aspek organisasi tempat peserta
diklat bekerja. Bahwa ada perbedaan harapan antara misi organisasi, individu dengan
program diklat yang ditawarkan. Dalam hal ini pada ahirnya secara organisasional
mereka menjadi kurang untuk diberdayakan yang berarti juga tidak ada signifikansi
dengan pengembangan dirinya baik dari aspek karis maupun kehidupan sosial lainnya.
Gagasan-gagasan diatas menunjukkan bahwa belajar dan pengembangan meliputi
seluruh aspek kehidupan seseorang. Kaitannya dengan pelatihan maupun pendidikan,
adalah merupakan jalan investasi seseorang maupun organisasi, untuk bersedia belajar
sesuai dengan kebutuhannya baik dalam kerangka jangka pendek (temporer) yakni
berkenaan langsung dengan pekerjaan, maupun jangka panjang dalam hal
pengembangan dirinya sepanjang hayat. Belajar, baik sebagai konsep maupun aktifitas,
menjadi titik temu antara konsep-konsep pelatihan, pendidikan, pengembangan dan
belajar. Garavan sebagaimana dikutip Masadeh menegaskan bahwa belajar dalam
pelatihan lebih menekankan konsep learning by doing, sementara belajar dalam konteks
pendidikan menekankan pada konsep learning by thinking.
Simpulan
Sebagai simpulan artikel ini, kiranya relevan dengan apa yang dikatakan Masadeh bahwa

meskipun ada kesulitan tertentu untuk mengurai konsep pelatihan, pendidikan,
pengembangan dan belajar, namun hal ini akan sangat berguna, terutama dari perspektif
organisasi. Tujuannya untuk mengembangkan secara tepat dan membedakan masingmasing definisi, dalam rangka untuk lebih memahami secara spesifik mengenai
tantangan konkrit dan hasil yang diharapkan dari masing-masing jenis kegiatan. Di bidang
sumber daya manusia, pelatihan yang tepat diakui memiliki manfaat besar bagi pegawai.
Sementara itu pendidikan, pengembangan dan/atau pembelajaran diakui memiliki
dampak yang lebih luas. Upaya memahami definisi yang lebih tepat, dapat membantu
mengklarifikasi isu yang dipertaruhkan dalam memberdayakan individu dan organisasi
untuk mencapai tujuan dengan strategi yang paling tepat.
Daftar Pustaka

3

Garavan, Thomas N., Pat Costine, and Noreen Heraty (1997). "Training and Development:
Concepts, Attitudes, and Issues". Training and Development in Ireland. Cengage
Learning EMEA.
Goldstein (1997) Training in Organizations, 3rd ed. Pacific Grove, CA: Brooks/Cole
Publishing Company
Knowles, Malcom (1980) The modern practices of adult education, andragogy versus
pedagogy. New York: Association Press.

Masadeh, Mousa. Training, Education, Depelovment and Learning: What is The
Difference? European Scientific Journal, May Edition Vol. 8 No. 10.
Mumford, A. 199
Four Approaches to Learning from Experience. Industrial and
Commercial Training 27, (8) 12-19.
Wills, M. 199
Managing the Training Process: Putting the Basics into Practice.
Journal of European Industrial Training 18, (6) 4-28.
Wilson, John P. (2005) Human Resource Development: Learning & Training for Individuals &
Organizations. London: Kogan Page.

4