Sejarah Hak Asasi Manusia Dalam Tinjauan Legal Normatif

BAB I PENDAHULUAN

I. Sejarah Hak Asasi Manusia Dalam Tinjauan Legal Normatif

Membicarakan HAM dalam bingkai metarule, artinya membicarakan HAM dalam perspektif hitam diatas putih ataumembicarakan HAM dalam lingkup kepastian hokum.Semua orang pasti sepakat bahwa piagam PBB merupakan pondasi awal mengenai itu. Secara eksplisit, penegasan itu terdapat dalam pasal 1 ayat 3 piagam PBB meski piagam ini lebih banyak membahas tentang kerjasama antar Bangsa-Bangsa untuk mendorong dan menciptakan perdamaian internasional. Namun, aspek HAM dan kebebasan memperoleh legitimasi tersendiri. Pada tahun 1948, lahirlah instrumen baru mengenai kemanusiaan yaitu Deklarasi HAM Human Right Declaration yang menegasikan pentingnya jaminan mengenai perlindungan kebebasan. Disusul lagi lahirnya dua instrument HAM pada tahun 1966, yaitu Konvensi Internasional Mengenai Hak-Hak Sipil dan Politik serta Konvensi Mengenai Hak-Hak Ekonomi,Sosial dan Budaya. Banyak Negara telah meratifikasi kedua konvensi ini.Diantara 185 negara anggota PBB, ada 140 negara telah meratifikasinya.Dua konvensi ini menjadi sumber hukum positif hingga 1999. Secara umum, konvensi-konvensi ini melindungi tiap- tiap orang dari tindak kesewenang-wenangan Negara. Tanggal 25 Juni 1993, di kota Wina, Austria. Umat manusia kembali yang mewakili berbagai Negara, kembali member penegasan sikap dan prinsip mengenai HAM.Dalam konferensi internasional HAM tersebut, wakil-wakil Negara telah mengadopsi secara konsensus prinsip-prinsip HAM yang tak tersentuh sebelumnya. Hasil konferensi tersebut disebut Deklarasi Wina dan Program Aksi atau Vienna Declaration and Programme of Action VDPA yang bertujuan sebagai kompas untuk bertindak secara nyata dan berisi mengenai pedoman apa saja dan bagaimana seharusnya kita bertindak. Pada 15 Juni 1998, melalui konferensi internasional diplomatik, umat manusia menorehkan babak baru mengenai kemanusiaan dengan disahkannya Statuta Roma sebagai sumber hukum positif tentang kemanusiaan. Bersamaan dengan itu, dibentuk pula Mahkamah Pidana Internasional International Court of Criminals yang disetujui oleh 120 negara anggota PBB, 21 negara abstain dan 7 negara menentang, yaitu Amerika Serikat, Cina, Jepang, India, Irak, Qatar dan Israel. Mahkamah Kriminal Internasional merupakan lembaga permanen yang memiliki yuridiksi menangani kasus-kasus kemanusiaan dan tidak bisa disamakan dengan tribunal-tribunal yang dibuat secara ad hoc.Semisal tribunal Rwanda dan tribunal Yugoslavia yang mengadili Slobodan Milosevic.

II. Sejarah Singkat Perang Kongo