kaca seperti karbondioksida CO
2
, metana CH
4
dan klorofluorokarbon CFC. Page et al. 2002 menyebutkan kebakaran gambut di Indonesia pada
tahun 1997 melepaskan karbon ke atmosfer berkisar antara 0,81 – 2,57 Gt. Hutan tanaman industri HTI disamping sebagai penghasil kayu
diharapkan juga dapat memberikan peranannya yang lain secara optimal yaitu sebagai salah satu penyerap CO
2
dari atmosfer. Pohon menggunakan CO
2
untuk proses fotosintesis dan menghasilkan O
2
dan energy. Beberapa studi tentang penyerapan karbon oleh tanaman telah banyak dilakukan, diantaranya
Hilmi 2003 yang menduga biomassa dan karbon jenis Rhizopora spp dan Bruguiera spp., Ismail 2005 menduga karbon Acacia mangium, Yulyana
2005 menduga biomassa dan karbon tanaman Karet. Penelitian-penelitian tersebut lebih banyak dilakukan di lahan dengan jenis tanah mineral.
Sehubungan dengan hal tersebut, dengan memperhatikan masih minimnya data mengenai kemampuan tanaman dalam menyerap karbon khususnya jenis
cepat tumbuh di lahan gambut, maka perlu dilakukan penelitian mengenai kemampuan tegakan Acacia crassicarpa Cunn. Ex Benth. dalam penyerapan
karbon di areal gambut bekas terbakar sehingga dapat diduga sampai berapa besar kemampuan vegetasi Acacia crassicarpa Cunn. Ex Benth. dalam
penyerapan karbon dalam perbaikan kualitas lingkungan.
1.2. Perumusan Masalah
Karbon dioksida CO
2
merupakan salah satu gas rumah kaca yang paling berperan sebagai perangkap panas di atmosfer, sehingga dapat menyebabkan
terjadinya pemanasan global dan perubahan iklim. Konsentrasi CO
2
di atmosfer meningkat drastis sejak dimulainya revolusi industri, berdasarkan
pengukuran di Mauna Loa, CO
2
di atmosfer meningkat sekitar 35 dari 284 ppm pada masa pra-revolusi industri tahun 1832 menjadi 384 ppm pada
tahun 2007 National Oceanic and Atmospheric Administration, 2007. Sekitar 67 dari peningkatan CO
2
berasal dari pembakaran bahan bakar fosil dan 33 dari kegiatan penggunaan lahan, alih guna lahan dan hutan land
use, land use change and forestry, LULUCF.
Emisi dari LULUCF Indonesia tahun 2000 diperkirakan mencapai 2.563 Metrik ton Mt CO
2
atau setara dengan 34 emisi LULUCF dunia. Sebagian besar dari nilai ini disebabkan oleh kegiatan deforestasi dan
degradasi hutan. Disamping itu, sebuah studi awal memperkirakan dekomposisi lahan gambut dan pembakaran lahan gambut Indonesia
mencapai hingga 2000 Mt CO
2
tahun. Sebagian besar dari angka tersebut pada akhirnya dipicu oleh deforestasi Uryu et. al., 2008.
Protokol Kyoto telah memasukkan upaya penurunan konsentrasi gas rumah kaca GRK di atmosfer melalui kegiatan penyerapan karbon yaitu
kegiatan penanaman pohon pada lahan-lahan bukan hutan lahan telantar, lahan kritis, alang-alang dan lain-lain yang disebut dengan kegiatan
aforestasi dan deforestasi dalam kerangka mekanisme pembangunan bersih AfforestationDeforestation Clean Development Mechanism, AR CDM.
Pada kenyataannya, pelaksanaan kegiatan AR CDM ini kurang begitu berhasil dimana kontribusinya dalam mengurangi kerusakan hutan sangat
kecil. Dalam upaya mengurangi degradasi hutan terutama akibat penebangan
hutan alam secara berlebihan di hutan alam, pemerintah Indonesia terus mengembangankan pembangunan hutan tanaman melalui memberikan izin
usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan tanaman industri IUPHHK- HT atau lebih dikenal dengan HTI. Pada umumnya jenis tanaman yang
dikembangkan adalah jenis cepat tumbuh fast growing spesies. Acacia crassicarpa Cunn. Ex Benth. merupakan jenis tanaman cepat tumbuh dengan
daur tanaman 6 - 8 tahun. Tanaman ini dapat tumbuh di daerah tropik dan substropik dengan ketinggian tempat 0 - 700 m dpl. Tanaman ini juga dapat
tumbuh dengan baik pada tanah-tanah dengan kadar asam tinggi sehingga tanaman ini banyak dikembangkan di areal gambut.
Dengan adanya hutan tanaman diharapkan mampu menggantikan peran utama hutan alam dalam menyediakan kebutuhan bahan baku kayu bagi
industri perkayuan di Indonesia maupun dalam memperbaiki kualitas udara melalui penyerapan karbon. Besarnya kandungan karbon dipengaruhi oleh
kemampuan pohon tersebut untuk menyerap karbon dari lingkungan melalui fotosintesis. Hutan mengabsorpsi CO
2
selama proses fotosintesis dan menyimpannya sebagai materi organik dalam biomassa tanaman. Jumlah CO
2
yang diserap oleh tanaman dapat digunakan untuk mendapatkan insentif dari Reduksi Emisi ber Sertifikasi RES atau Certified Emission Reduction
CER. Dengan sertifikat tersebut, CO
2
yang berhasil diserap oleh hutan dapat diperjual-belikan di pasaran internasional. Oleh karena itu, saat ini
produktivitas hutan bukan hanya diukur dari seberapa banyak hutan menghasilkan kayu untuk dimanfaatkan, tetapi lebih diarahkan pada seberapa
besar kemampuan hutan dalam mereduksi emisi CO
2
di atmosfer melalui aktivitas physiology.
Hasil beberapa penelitian yang berkaitan dengan penyerapan karbon menunjukkan bahwa potensi hutan dalam menyerap CO
2
dari atmosfer bervariasi menurut jenis, tingkat umur dan kerapatan tanaman. Rendahnya
data mengenai kandungan biomassa dan kemampuan tanaman dalam menyerap karbon khususnya jenis Acacia crassicarpa Cunn. Ex Benth. yang
banyak dikembangkan di lahan gambut serta bagaimana model penduga biomassa dan karbon dari masing-masing bagian anatomi Acacia crassicarpa
Cunn. Ex Benth. Batang, Cabang, Ranting dan Daun serta Bunga merupakan permasalahan utama dari penelitian ini.
1.3. Kerangka Pemikiran