Kebebasan Untuk Berkehendak Analisa Penemuan Makna Hidup Pasien Gagal ginjal Kronik Yang

108 BAB IV ANALISA KEHIDUPAN PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK YANG HIDUP LEBIH LAMA DARI PROGNOSIS MEDIS DAN FAKTOR- FAKTOR YANG MEMENGARUHINYA. Setelah mendeskripsikan kehidupan keenam subjek penderita gagal ginjal kronik yang hidup lebih lama dari prognosis medis maka Bab IV ini, penulis memfokuskan penulisan ini dengan menganalisa dan menginterpertasikan data yang sudah dipaparkan dalam Bab III, sesuai dengan Research Questian pada Bab I. Penulis akan menguraikan sebuah hal penting tentang penemuan makna hidup pasien gagal ginjal kronik yang hidup lebih lama dari prognosis medis dengan memakai pisau bedah logoterapi Frankl . Bagian ini dibagi dalam dua bagian, pertama penemuan makna hidup, dan yang kedua faktor-faktor yang memengaruhi penemuan makna hidup.

4.1. Analisa Penemuan Makna Hidup Pasien Gagal ginjal Kronik Yang

Hidup Lebih Lama Dari Prognosis Medis Menurut Logoterapi Frankl.

4.1.1 Kebebasan Untuk Berkehendak

The Freedom of Will Kebebasan sifatnya bukan tidak terbatas karena manusia adalah makhluk serba terbatas. Manusia, sekali pun dianggap sebagai makhluk yang memiliki berbagai potensi luar biasa, tetapi sekaligus juga memiliki keterbatasan dalam 109 aspek fisik tenaga, daya tahan tubuh, stamina, usia, aspek kejiwaan kemampuan, keterampilan, kemauan, ketekunan, bakat, sifat, dan tanggungjawab pribadi, aspek sosial dukungan lingkungan, kesempatan, tanggungjawab sosial, ketaatan pada norma, aspek spiritual iman, ketaatan beribadah, cinta kasih. Kebebasan manusia bukan ”kebebasan dari apa” tetapi “kebebasan untuk apa”. Hasil penelitian di lapangan menunjukkan bahwa Subjek G, T, U, C, S, dan H, memiliki kebebasan untuk berkehendak. Keenam subjek ini memahami penyakit gagal ginjal kronik merupakan ujian, takdir, ultimatum, dan cambuk dari Tuhan . Pemahaman yang berbeda akan menimbulkan sikap yang berbeda dalam menghadapi atau menyikapi situasi dan kondisi yang dialami. Tiga orang subjek G, T, dan S memahami bahwa penyakit gagal ginjal yang mereka alami adalah merupakan ujian dari Tuhan. Satu orang subjek C mengatakan bahwa gagal ginjal kronik adalah takdir dari Tuhan. Sedangkan dua orang subjek U dan H, merupakan ultimatum dan cambuk dari Tuhan. Pemahaman yang berbeda akan menimbulkan sikap atau perilaku yang berbeda pula. Tiga orang subjek G, T, dan S memahami penyakit gagal ginjal kronik sebagai ujian dari Tuhan. Hal ini akan memotivasi ketiga subjek untuk bertahan dan semangat untuk hidup dalam iman kepada Tuhan, sekaligus berkomitmen untuk merubah sikap hidup ke arah yang lebih baik, sedangkan satu orang subjek C yang memahami penyakit gagal ginjal kronik sebagai takdir dari Tuhan, bersikap pasrah dan menerima keadaan dan berkomitmen untuk merubah sikap hidup ke arah yang lebih baik dari yang sebelumnya. Kemudian dua orang subjek U dan H yang memahami penyakit gagal ginjal sebagai cambuk dan ultimatum 110 dari Tuhan memotivasi mereka untuk berkomitmen menghentikanmeninggalkan segala perilaku yang buruk yang diperbuat sebelumnya. Analisa penulis bahwa pemahaman yang berbeda ini dipengaruhi oleh perbedaan umur dan latar belakang hidup. Bagi subjek yang berusia di atas 44 tahun sampai 56 tahun penyakit gagal ginjal kronik dianggap sebagai ujian dari Tuhan. Tetapi bagi subjek yang berusia 25 tahun sampai 27 tahun , penyakit gagal ginjal kronik adalah sebagai cambuk dan ultimatum dari Tuhan, sedangkan subjek yang berusia 32 tahun mengganggap penyakit gagal ginjal kronik sebagai takdir dari Tuhan. Dengan demikian umur mempengaruhi kedewasaan untuk berpikir. Sedangkan dari sudut pandang latar belakang kehidupan, bahwa orang yang pola hidupnya tidak sehat dan perilaku kurang benar mengatakan bahwa gagal ginjal kronik sebagai ujian dari Tuhan Subjek G, T, S. Tetapi subjek yang latar belakang hidup atau masa lalu yang suram memahami bahwa gagal ginjal kronik sebagai cambuk dan ultimatum dari Tuhan Subjek U dan H. Ungkapan-ungkapan tersebut menjelaskan adanya kesadaran dan introspeksi diri akan masa lalu yang tidak benar di hadapan Tuhan. Namun satu hal yang perlu diketahui bahwa ada perbedaan latar belakang hidupmasa lalu subjek antara subjek penderita gagal ginjal kronik dengan Frankl sebagai pencetus logoterapi dan penghuni kamp konsentrasi Auschwitzs. Subjek gagal ginjal kronik yang hidup lebih lama dari prognosis medis G, T, U, C, S, dan H, mengalami penderitaan karena pola hidup dan perilaku yang tidak benar. Berbeda dengan Frankl dengan penghuni kamp konsentrasi, mereka mengalami penderitaan bukan karena perilaku yang tidak benar tetapi akibat kekejaman tentara Nazi yang dipimpin oleh Hitler yang sangat kejam pada Perang Dunia II. 111 Subjek G, T, dan S, mengalami gagal ginjal kronik dan menjalani hemodialisa cuci darah karena pola makan dan minum yang tidak sehat. Subjek G terlalu banyak minum jamu dan makan daging babi. Subjek T, terlalu banyak minum kopi dan merokok. Subjek S terlalu banyak makan mie instan dan minum teh botol. Kemudian Subjek U disebabkan perilaku hidup yang tidak benar, sering keluar malam, kurang tidur dan banyak minum alkohol. Subjek C, terlalu banyak keluar malam yang mengakibatkan kurang tidur dan istirahat. Walaupun latar belakang subjek berbeda antara pasien gagal ginjal kronik dengan Frankl, tetapi setiap orang mempunyai kebebasan untuk berkehendak. Frankl mengatakan bahwa dalam kamp konsentrasi Auschwiz, setiap orang memiliki kebebasan untuk berkehendak. Dalam kamp konsentrasi ada yang memilih seperti swine babi dan ada yang memilih menjadi saint orang kudus. Hal ini menjelaskan bahwa dalam situasi yang sama belum tentu mengambil sikap yang sama pula. Dengan demikian teori Frankl dapat diterima, sesuai dan berlaku secara universal baik di dunia Barat maupun di dunia Timur walaupun latar belakang budayanya berbeda.

4.1.2. Kehendak Untuk Bermakna