EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING PADA MATERI LARUTAN NON-ELEKTROLIT DAN ELEKTROLIT DALAM MENINGKATKANKETERAMPILAN MENGELOMPOKKAN DAN INFERENSI

(1)

(2)

Ni Wayan Chacha Novia

ABSTRAK

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING PADA MATERI LARUTAN NON-ELEKTROLIT DAN ELEKTROLIT

DALAM MENINGKATKANKETERAMPILAN MENGELOMPOKKAN DAN INFERENSI

Oleh

NI WAYAN CHACHA NOVIA

Penelitian ini bertujuan untuk mendekripsikan efektivitas model pembelajaran inkuiri terbimbing dalam meningkatkan keterampilan mengelompokkan dan inferensi siswa. Penelitian ini menggunakan metode kuasi eksperimen dengan Non Equivalent Control Group Design. Sampel dalam penelitian ini adalah siswa SMA Swadhipa Natar kelas X 1

dan kelas X2 semester genap Tahun Ajaran 2012-2013 yang diambil menggunakan teknik

purposive sampling. Efektivitas model pembelajaran inkuiri terbimbing diukur berdasarkan peningkatan N-gain yang signifikan dan uji perbedaan dua rata-rata (uji t).

Hasil penelitian menunjukkan nilai rerata N-gain keterampilan mengelompokkan untuk kelas kontrol dan eksperimen masing-masing 0,43 dan 0,61; dan rerata nilai N-gain keterampilan inferensi untuk kelas kontrol dan eksperimen masing-masing 0,49 dan 0,60. Berdasarkan hasil uji t, diketahui bahwa kelas dengan pembelajaran inkuiri terbimbing memiliki keterampilan mengelompokkan dan inferensi siswa yang lebih tinggi dibandingkan kelas dengan pembelajaran konvensional. Hal ini menunjukkan bahwa model pembelajaran


(3)

inkuiri terbimbing efektif dalam meningkatkan keterampilan mengelompokkan dan inferensi siswa.

Kata kunci: model pembelajaran inkuiri terbimbing, keterampilan mengelompokkan dan keterampilan inferensi


(4)

(5)

(6)

v DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 6

E. Ruang Lingkup Penelitian ... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Efektivitas Pembelajaran ... 8

B. Pembelajaran Konstruktivisme ... 8

C. Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing ... 14

D. Keterampilan Proses Sains ... 16

E. Analisis Konsep ... 17

F. Kerangka Pemikiran ... 20

G. Anggapan Dasar ... 21

H. Hipotesis Umum ... 22

III. METODOLOGI PENELITIAN A.Populasi dan Sampel Penelitian ... 23


(7)

vi

D.Variabel Penelitian ... 25

E. Instrumen Penelitian dan Validitas ... 25

1. Instrumen ... 25

2. Validitas ... 25

F. Prosedur Pelaksanaan Penelitian ... 26

G.Hipotesis Kerja... 28

H.Hipotesis Statistik ... 29

I. Analisis Data dan Pengujian Hipotesis ... 30

1. Analisis data ... 30

a. Penentuan nilai siswa ... 31

b. Gain ternormalisasi (N-gain) ... 31

2. Pengujian Hipotesis ... 31

a. Uji normalitas ... 31

b. Uji homogenitas dua varians ... 32

c. Uji perbedaan dua rata-rata ... 33

IV.HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian dan Analisis Data ... 36

B. Pembahasan ... 42

V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 53

B. Saran ... 53

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN 1. Pemetaan/Analisis SK-KD ... 58


(8)

vii

3. RPP Kelas Eksperimen ... 70

4. Lembar Kerja Siswa Kelas Eksperimen... 86

5. Kisi-kisi Pretest ... 99

6. Soal Pretest ... 102

7. Rubrik Penskoran Pretest ... 103

8. Kisi-kisi Posttest ... 108

9. Soal Posttest ... 111

10. Rubrik Penskoran Posttest ... 113

11. Nilai Keterampilan Mengelompokkan ... 119

12. Nilai Keterampilan Inferensi ... 120

13. Perhitungan Keterampilan Mengelompokkan ... 121

14. Perhitungan Keterampilan Inferensi……… 130

15. Lembar Penilaian Aspek Afektif Kelas Eksperimen ... 139

16. Lembar Penilaian Aspek Psikomotor Kelas Eksperimen ... 147

17. Lembar Observasi Kinerja Guru Kelas Eksperimen ... 149

18. Lembar Observasi Kinerja Guru Kelas Kontrol ... 153


(9)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang gejala alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan penge-tahuan yang berupa fakta- fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses. Proses tersebut berupa suatu keterampilan yang bersumber dari kemampuan-kemampuan mendasar yang pada prinsipnya telah ada dalam diri siswa.

Ilmu kimia merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), yang secara khusus mempelajari tentang struktur, susunan, sifat dan perubahan materi, serta energi yang menyertai perubahan materi. Ilmu kimia terdiri dari banyak konsep, hukum, dan azas, dari yang sederhana sampai yang kompleks. Oleh karenanya kimia mempunyai karateristik yang sama dengan IPA. Ada dua hal yang ber- kaitan dengan kimia yang tidak terpisahkan, yaitu kimia sebagai produk (berupa fakta, konsep, prinsip, hukum, dan teori) dan kimia sebagai proses (melatih siswa untuk memecahkan masalah terutama yang berkaitan dengan ilmu kimia secara ilmiah). Oleh karena itu, pembelajaran kimia harus memperhatikan karakteristik kimia sebagai proses dan produk.


(10)

2

Faktanya, pembelajaran kimia di sekolah cenderung hanya menghadirkan konsep-konsep, hukum-hukum, dan teori-teori saja, yang diperoleh siswa hanya kimia sebagai produk tanpa menyuguhkan bagaimana proses ditemukannya konsep, hukum, dan teori tersebut, sehingga tidak tumbuh sikap ilmiah dalam diri siswa. Hal ini diperkuat dengan hasil observasi yang dilakukan di SMA SWADHIPA, Natar pada mata pelajaran kimia, diperoleh hasil bahwa selama ini pembelajaran kimia di sekolah tersebut belum dapat mengembangkan keterampilan proses sains, dalam hal ini keterampilan mengelompokkan dan inferensi. Akibatnya

pembelajaran kimia menjadi kehilangan daya tariknya dan lepas relevansinya dengan dunia nyata yang seharusnya menjadi objek ilmu pengetahuan tersebut (Depdiknas, 2003).

Pembelajaran kimia dapat dikaitkan dengan kondisi atau masalah yang ada dalam kehidupan sehari-hari, seperti pada materi larutan elektrolit dan non elektrolit, banyak sekali masalah dalam kehidupan sehari-hari yang dapat dihubungkan dengan materi ini, contohnya bagaimana pemanfaatan listrik untuk menangkap ikan di sungai. Namun, yang terjadi selama ini guru kurang menghubungkan materi kimia dengan kehidupan sehari-hari. Akibatnya, siswa mengalami kesulitan menghubungkan materi kimia dengan apa yang terjadi di lingkungan sekitar dan siswa semakin kesulitan dalam memahami dan menguasai materi pembelajaran larutan elektrolit dan non elektrolit.

Adapun usaha yang dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut yaitu dengan melakukan studi pustaka dengan mempelajari hasil penelitian terdahulu. Dari Studi pustaka tersebut diperoleh beberapa hasil penelitian antara lain adalah (1).


(11)

Redjeki dan Pulallaila (2007) yang meneliti model pembelajaran inkuiri

ter-bimbing untuk meningkatkan penguasaaan dan keterampilan berpikir kreatif siswa SMA Negeri 1 Rambah pada materi suhu dan kalor, jenis penelitian yang

digunakan adalah kuasi eksprimen dengan desain penelitian Randomized Control Group Pretest-Posttes Design. Dari analisis n-Gain menunjukkan bahwa pening-katan penguasaaan suhu dan kalor, bagi siswa yang memperoleh pembelajaran inkuiri terbimbing lebih tinggi jika dibandingkan dengan siswa yang memperoleh pembelajaran laboratorium verifikasi. (2). Santi (2011) yang meneliti tentang pembelajaran materi hidrolisis garam melalui pratikum berbasis inkuiri

terbimbing untuk meningkatkan keterampilan proses sains siswa SMA Negeri di Bandung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa setelah diterapkan pembelajaran praktikum berbasis inkuiri terbimbing dapat meningkatkan keterampilan proses sains siswa dan (3). Farina (2011) melakukan penelitian tentang pengembangan keterampilan proses sains siswa SMA dengan menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing pada pokok bahasan elektrolisis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum implementasi model pembelajaran inkuiri terbimbing dapat meningkatkan keterampilan proses sains siswa. Penguasaan aspek KPS siswa secara keseluruhan mengalami peningkatan dengan persentase rata-rata N-Gain sebesar 59.13% (kategori sedang).

Berdasarkan ke tiga hasil penelitian tersebut, maka diperoleh kesimpulan bahwa model inkuiri terbimbing diharapkan dapat meningkatkan keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran dan membantu siswa dalam menemukan dan memahami konsep yang sulit.


(12)

4

Inkuiri terbimbing adalah pembelajaran penemuan dengan langkah-langkah yaitu merumuskan masalah/pertanyaan oleh guru, mengembangkan hipotesis,

mengumpulkan data, menganalisis data, dan membuat suatu kesimpulan. Pembelajaran ini melibatkan siswa dalam proses penemuan konsep pengetahuan yaitu dengan melakukan penyelidikan, cara berdiskusi, mengemukakan pendapat, serta membangun pengetahuan yang diperolehnya. Melalui kegiatan praktikum dan diskusi kelompok, serta LKS konstruktif, siswa dilatih untuk dapat

memahami konsep larutan non-elektrolit dan elektrolit dengan menggunakan kemampuan sains yang telah dimiliki oleh siswa itu sendiri dan pengetahuan itu akan lebih mudah untuk diingatnya.

Pembelajaran inkuiri terbimbing dimulai dengan memberikan pertanyaan dan cara bagaimana menjawab pertanyaan tersebut. Melalui pertanyaan tersebut siswa dilatih melakukan observasi terbuka, menentukan prediksi dan kemudian menarik kesimpulan. Kegiatan seperti ini dapat melatih siswa membuka pikirannya sehingga mampu membuat hubungan antara kejadian, objek atau kondisi dengan kehidupan nyata. Melalui model pembelajaran ini siswa diajak untuk bisa menemukan masalah-masalah yang berkaitan dengan materi pelajaran sehingga siswa dapat terlibat secara aktif dalam proses belajar mengajar, selain itu model ini juga dapat membangkitkan semangat siswa, karena siswa dapat merasakan usaha keras mereka dalam penyelidikannya. Dengan demikian keterampilan proses sains siswa dapat terlatih dengan baik.

Dua hal yang tidak akan terlepaskan dalam keterampilan proses sains adalah kete-rampilan mengelompokkan (mengklasifkasikan) dan inferensi. Ketekete-rampilan


(13)

mengelompokkan merupakan salah satu aspek keterampilan proses sains tingkat dasar yang indikatornya meliputi mencari perbedaan dan persamaan

(membandingkan), mengontraskan ciri-ciri, serta mencari dasar pengelompokkan atau penggolongan. Selain keterampilan mengelompokkan, terdapat keterampilan inferensi yang juga penting. Setiap manusia mempunyai apresiasi yang lebih baik terhadap lingkungan apabila mereka dapat memahami kejadian yang ada di se-kitarnya. Sebagian besar prilaku manusia didasarkan pada inferensi yang telah dibuat. Keterampilan inferensi penting bagi siswa dalam upaya menyelesaikan masalah yang mereka hadapi dalam kehidupan sehari-hari. Indikator keterampil-an inferensi yketerampil-ang diamati dketerampil-an diukur dalam penelitiketerampil-an ini adalah membuat kesimpulan dari fakta yang ditemui.

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka akan dilakukan penelitian yang berjudul “Efektivitas Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Pada Materi Larutan Non-elektrolit dan Elektrolit Dalam Meningkatkan Keterampilan Mengelompokkan Dan Inferensi”

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

Apakah model pembelajaran inkuiri terbimbing pada materi larutan non-elektrolit dan elektrolit efektif dalam meningkatkan keterampilan mengelompokkan dan inferensi pada siswa kelas X di SMA Swadhipa?


(14)

6

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan efektivitas model pembelajaran inkuiri terbimbing pada materi larutan non-elektrolit dan elektrolit dalam meningkatkan keterampilan

mengelompokkan dan inferensi pada siswa kelas X di SMA Swadhipa.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi : a. Siswa

Dengan diterapkannya model pembelajaran inkuiri terbimbing dalam kegiatan belajar mengajar maka diharapkan dapat meningkatkan keterampilan

mengelompokkan dan inferensi siswa pada materi pokok larutan non-elektrolit dan elektrolit karena siswa diajak untuk bisa menemukan masalah-masalah yang berkaitan.

b. Guru

Memperoleh model pembelajaran yang efektif pada materi larutan non-elektrolit dan non-elektrolit maupun materi lain yang memiliki karateristik yang sama.

c. Sekolah

Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan mutu pembelajaran kimia di Sekolah.


(15)

E. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah:

1. Pembelajaran dikatakan efektif apabila secara statistik hasil belajar siswa me-nunjukkan perbedaan yang signifikan antara pemahaman awal dengan pema-haman setelah pembelajaran yang ditunjukkan dengan gain yang signifikan (Wicaksono, 2008).

2. Pembelajaran inkuiri terbimbing menurut Gulo (Trianto, 2010) merupakan model pembelajaran yang terdiri dari tahap-tahap, yaitu : (1) mengajukan per-masalahan, (2) merumuskan hipotesis, (3) mengumpulkan data, (4) analisis data, dan (5) membuat kesimpulan.

3. Keterampilan mengelompokkan merupakan salah satu aspek keterampilan proses sains tingkat dasar yang indikatornya meliputi mencari perbedaan dan persamaan (membandingkan), mengontraskan ciri-ciri, serta mencari dasar pengelompokkan atau penggolongan.

4. Indikator keterampilan inferensi yang diamati dan diukur dalam penelitian ini adalah membuat kesimpulan dari fakta yang ditemui.


(16)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Efektivitas Pembelajaran

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) definisi efektivitas adalah sesuatu yang memiliki pengaruh atau akibat yang ditimbulkan, membawa hasil dan merupakan keberhasilan dari suatu usaha atau tindakan, dalam hal ini efektivitas dapat dilihat dari tercapai tidaknya tujuan instruksional khusus yang telah dicanangkan. Metode pembelajaran dikatakan efektif jika tujuan instruksi-onal khusus yang dicanangkan lebih banyak tercapai (Satria, 2005).

Efektivitas metode pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat keberhasilan dari suatu proses pembelajaran. Menurut Wicaksono (2008), kriteria keefektifan dalam suatu penelitian adalah:

Model pembelajaran dikatakan efektif meningkatkan hasil belajar siswa apabila secara statistik hasil belajar siswa menunjukkan perbedaaan yang signifikan antara pemahaman awal sebelum pembelajaran dan pemahaman setelah pembelajaran (gain yang signifikan).

B. Pembelajaran Konstruktivisme

Teori konstruktivistik dikembangkan oleh Piaget pada pertengahan abad 20. Piaget berpendapat bahwa pada dasarnya setiap individu sejak kecil sudah me-miliki kemampuan untuk mengkonstruksi pengetahuannya sendiri. Pengetahuan yang dikonstruksi oleh anak sebagai subjek, maka akan menjadi pengetahuan


(17)

yang bermakna; sedangkan pengetahuan yang hanya diperoleh melalui proses pemberitahuan tidak akan menjadi pengetahuan yang bermakna. Pengetahuan tersebut hanya untuk diingat sementara setelah itu dilupakan (Sanjaya, 2011). Mengkonstruksi pengetahuan menurut Piaget dilakukan melalui proses asimilasi dan akomodasi terhadap skema yang sudah ada. Skema adalah struktur kognitif yang terbentuk melalui proses pengalaman. Asimilasi adalah proses penyempur-naan skema yang telah terbentuk, dan akomodasi adalah proses perubahan skema (Sanjaya, 2011).

Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekan-kan bahwa pengetahuan kita merupamenekan-kan hasil konstruksi (bentumenekan-kan) kita sendiri. Konstruktivisme menurut Von Glasersfeld dalam Pannen, Mustafa, dan

Sekarwinahyu (2001) "konstruktivisme juga menyatakan bahwa semua penge-tahuan yang kita peroleh adalah hasil konstruksi sendiri, maka sangat kecil ke-mungkinan adanya transfer pengetahuan dari seseorang kepada yang lain”. Menurut Von Glasersfeld dalam Pannen, Mustafa, dan Sekarwinahyu (2001), agar siswa mampu mengkonstruksi pengetahuan, maka diperlukan:

1. Kemampuan siswa untuk mengingat dan mengungkapkan kembali

pengalaman. Kemampuan untuk mengingat dan mengungkapkan kembali pengalaman sangat penting karena pengetahuan dibentuk berdasarkan interaksi individu siswa dengan pengalaman-pengalaman tersebut. 2. Kemampuan siswa untuk membandingkan, dan mengambil keputusan

mengenai persamaan dan perbedaan suatu hal. Kemampuan membanding-kan sangat penting agar siswa mampu menarik sifat yang lebih umum dari pengalaman-pengalaman khusus serta melihat kesamaan dan perbedaan-nya untuk selanjutperbedaan-nya membuat klasifikasi dan mengkonstruksi

pengetahuannya.

3. Kemampuan siswa untuk lebih menyukai pengalaman yang satu dari yang lain (selective conscience). Melalui “suka dan tidak suka” inilah muncul penilaian siswa terhadap pengalaman, dan menjadi landasan bagi pemben- tukan pengetahuannya.


(18)

10

Menurut Trianto (2010):

Setiap orang membangun pengetahuannya sendiri, sehingga transfer penge-tahuan akan sangat mustahil terjadi. Pengepenge-tahuan bukanlah suatu barang yang dapat ditransfer dari orang yang mempunyai pengetahuan kepada orang yang belum mempunyai pengetahuan. Bahkan, bila seorang guru bermaksud mentransfer konsep, ide, dan pengertiannya kepada siswa, pemindahan itu harus diinterpretasikan dan dikonstruksikan oleh siswa itu lewat pengalamannya.

Prinsip-prinsip konstruktivisme menurut Suparno (1997), antara lain: 1. Pengetahuan dibangun oleh siswa secara aktif

2. Tekanan dalam proses belajar terletak pada siswa 3. Mengajar adalah membantu siswa belajar

4. Tekanan dalam proses belajar lebih pada proses bukan pada hasil akhir 5. Kurikulum menekankan partisipasi siswa

6. Guru adalah fasilitator.

Secara keseluruhan pengertian atau maksud pembelajaran secara konstruktivisme adalah pembelajaran yang berpusat pada siswa. Guru hanya berperan sebagai penghubung yang membantu siswa mengolah pengetahuan baru, menyelesaikan suatu masalah dan guru berperan sebagai pembimbing pada proses pembelajaran yang menyediakan peluang kepada siswa untuk memperoleh pengetahuan baru.

C. Model Pembelajaran Inkuiri terbimbing

Inkuiri berasal dari bahasa Inggris inquiry yang dapat diartikan sebagai proses bertanya dan mencari tahu jawaban terhadap pertanyaan ilmiah yang diajukan. Pertanyaan ilmiah adalah pertanyaan yang dapat mengarahkan pada kegiatan pe-nyelidikan terhadap obyek pertanyaan. Dengan kata lain, inkuiri adalah suatu proses untuk memperoleh dan mendapatkan informasi dengan melakukan observasi atau eksperimen untuk mencari jawaban atu memecahkan masalah dengan ber-tanya dan mencari tahu. (Retno, 2010)


(19)

Menurut Gulo (Trianto, 2010) inkuiri merupakan suatu rangkaian kegiatan belajar yang melibatkan seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, analitis, sehingga mereka dapat merumuskan sendiri pene-muannya dengan penuh percaya diri. Pelaksanaan pembelajaran inkuiri adalah sebagai berikut:

1. Mengajukan pertanyaan atau permasalahan

Kegiatan metode pembelajaran inkuiri dimulai ketika pertanyaan atau permasalahan diajukan, kemudian siswa diminta untuk merumuskan hipotesis.

2. Merumuskan hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara atas pertanyaan atau solusi per-masalahan yang dapat diuji dengan data. Untuk memudahkan proses ini, guru membimbing siswa menentukan hipotesis yang relevan dengan permasalahan yang diberikan.

3. Mengumpulkan data

Hipotesis digunakan untuk menuntun proses pengumpulan data. Guru membimbing siswa untuk menentukan langkah-langkah pengumpulan data. Data yang dihasilkan dapat berupa tabel atau grafik.

4. Analisis data

Siswa bertanggung jawab menguji hipotesis yang telah dirumuskan dengan menganalisis data yang telah diperoleh. Setelah memperoleh kesimpulan, dari data percobaan, siswa dapat menguji hipotesis yang telah dirumuskan. Bila ternyata hipotesis itu salah atau ditolak, siswa dapat menjelaskan sesuai dengan proses inkuiri yang telah dilakukannya.

5. Membuat kesimpulan

Langkah penutup dari pembelajaran inquiri adalah membuat kesimpulan berdasarkan data yang diperoleh siswa.

Dalam pembelajaran inkuiri diharapkan siswa secara maksimal terlibat langsung dalam proses kegiatan belajar, sehingga dapat meningkatkan kemampuan siswa tersebut dan mengembangkan sikap percaya diri yang dimiliki oleh siswa tersebut. Inkuiri terbimbing adalah sebagai proses pembelajaran dimana guru menyediakan unsur-unsur asas dalam satu pelajaran dan kemudian meminta pelajar membuat generalisasi, menurut Sanjaya (2008) pembelajaran inkuiri terbimbing yaitu suatu model pembelajaran inkuiri yang dalam pelaksanaannya guru menyediakan


(20)

bim-12

bingan atau petunjuk cukup luas kepada siswa. Sebagian perencanaannya dibuat oleh guru, siswa tidak merumuskan problem atau masalah. Dalam pembelajaran inkuiri terbimbing guru tidak melepas begitu saja kegiatan-kegiatan yang dilaku-kan oleh siswa. Guru harus memberidilaku-kan pengarahan dan bimbingan kepada siswa dalam melakukan kegiatan-kegiatan sehingga siswa yang berifikir lambat atau sis-wa yang mempunyai intelegensi rendah tetap mampu mengikuti kegiatan-kegiatan yang sedang dilaksanakan dan siswa mempunyai kemampuan berpikir tinggi tidak memonopoli kegiatan oleh sebab itu guru harus memiiki kemampuan mengelola kelas yang bagus.

Pada penelitian ini tahapan pembelajaran inkuiri terbimbing yang digunakan me-ngadaptasi dari tahapan pembelajaran inkuiri terbimbing yang dikemukakan oleh Gulo (Trianto, 2010). Tahapan pembelajaran inkuiri terbimbing tersebut dapat dijelaskan pada Tabel 1 sebagai berikut:

Tabel 1. Tahap pembelajaran inkuiri terbimbing

No Fase Kegiatan Guru Kegiatan Siswa

1. Mengajukan pertanyaan atau perma-salahan

Guru membimbing siswa mengidentifikasi masalah. Guru membagikan LKS kepada siswa

Siswa mengidentifikasi masalah yang terdapat dalam LKS

2. Membuat hipotesis

Guru memberikan kesempatan pada siswa untuk curah

pendapat dalam membuat hipotesis. Guru membimbing siswa dalam menentukan hipotesis yang relevan dengan permasalahan dan memprio-ritaskan hipotesis mana yang menjadi prioritas penyelidikan

Siswa memberikan pendapat dan

menentukan hipotesis yang relevan dengan permasalahan


(21)

Lanjutan Tabel 1.

No Fase Kegiatan Guru Kegiatan Siswa

3. Mengumpul-kan data

Guru membimbing siswa mendapatkan informasi atau data-data melalui percobaan maupun telaah literatur

Siswa melakukan

percobaan maupun telaah literatur untuk

mendapatkan data-data atau informasi

4. Menganalisis data

Guru memberi kesempatan pada tiap siswa untuk menyampaikan hasil peng-olahan data yang terkumpul

Siswa mengumpulkan dan menganalisi data serta menyampaikan hasil peng-olahan data yang

terkumpul 5. Membuat

kesimpulan

Guru membimbing siswa dalam membuat kesimpulan

Siswa membuat kesimpulan Menurut (Roestiyah, 1998), inquiry memiliki keunggulan yang dapat dikemukakan sebagai berikut:

1. Dapat membentuk dan mengembangkan ”Self-Concept” pada diri siswa, sehingga siswa dapat mengerti tentang konsep dasar dan ide-ide yang lebih baik.

2. Membantu dalam menggunakan ingatan dan transfer pada situasi proses belajar yang baru.

3. Mendorong siswa untuk berpikir dan bekerja atas inisiatifnya sendiri, bersikap obyektif, jujur dan terbuka.

4. Situasi proses belajar menjadi lebih terangsang.

5. Dapat mengembangkan bakat atau kecakapan individu. 6. Memberi kebebasan siswa untuk belajar sendiri.

7. Dapat memberikan waktu pada siswa secukupnya sehingga mereka dapat mengasimilasi dan mengakomodasi informasi.

Sedangkan kelemahan dari model pembelajaran inquiry antara lain:

1. Guru harus tepat memilih masalah yang akan dikemukan untuk membantu siswa menemukan konsep.

2. Guru dituntut menyesuaikan diri terhadap gaya belajar siswa-siswanya. 3. Guru sebagai fasilitator diharapkan kreatif dalam mengembangkan

pertanyaan-pertanyaan.

Kelemahan model pembelajaran inquiry tersebut dapat diatasi dengan cara: 1. Guru mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang membimbing agar siswa

terdorong mengajukan dugaan awal


(22)

14

3. Memberikan kesempatan kepada siswa mengajukan gagasan-gagasan meskipun gagasan tersebut belum tepat.

D. Keterampilan Proses Sains

Menurut Indrawati (1999) dalam (Nuh, 2010) mengemukakan bahwa KPS meru-pakan keseluruhan keterampilan ilmiah yang terarah (baik kognitif maupun psiko-motor) yang dapat digunakan untuk menemukan suatu konsep atau prinsip atau teori, untuk mengembangkan konsep yang telah ada sebelumnya, ataupun untuk melakukan penyangkalan terhadap suatu penemuan (falsifikasi)".

Jadi KPS adalah kemampuan siswa untuk menerapkan metode ilmiah dalam me-mahami, mengembangkan dan menemukan ilmu pengetahuan. KPS sangat pen-ting bagi setiap siswa sebagai bekal untuk menggunakan metode ilmiah dalam mengembangkan sains serta diharapkan memperoleh pengetahuan baru atau me-ngembangkan pengetahuan yang telah dimiliki.KPS bukan tindakan instruksional yang berada diluar kemampuan siswa. tetapi dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa.

Menurut Hariwibowo, dkk. (2009):

Keterampilan proses adalah keterampilan yang diperoleh dari latihan kemampuan-kemampuan mental, fisik, dan sosial yang mendasar sebagai penggerak kemampuan-kemampuan yang lebih tinggi. Kemampuan-kemampuan mendasar yang telah dikembangkan dan telah terlatih lama-kelamaan akan menjadi suatu keterampilan, sedangkan pendekatan kete-rampilan proses adalah cara memandang anak didik sebagai manusia seutuhnya. Cara memandang ini dijabarkan dalam kegiatan belajar meng-ajar memperhatikan pengembangan pengetahuan, sikap, nilai, serta keterampilan. Ketiga unsur itu menyatu dalam satu individu dan terampil dalam bentuk kreatifitas.


(23)

Menurut pendapat Tim action Research Buletin Pelangi pendidikan dalam Fitriani, D (2009) ketrampilan proses sains dibagi menjadi dua antara lain: 1. Keterampilan proses dasar ( Basic Science Proses Sklill), yang terlihat dalam

Tabel 2 berikut.

Tabel 2. Indikator keterampilan proses sains dasar

Keterampilan dasar Indikator

Observasi Mampu menggunakan semua indera (penglihatan, pembau, pendengaran, pengecap, dan peraba) untuk mengamati, mengidentifikasi, dan menamai sifat benda dan kejadian secara teliti dari hasil

pengamatan.

Mengelompokkan Mampu menentukan perbedaan, mengkontraskan ciri-ciri, mencari kesamaan, membandingkan dan menentu-kan dasar penggolongan terhadap suatu obyek

Pengukuran Mampu memilih dan menggunakan peralatan untuk menentukan secara kuantitatif dan kualitatif ukuran suatu benda secara benar yang sesuai untuk panjang, luas, volume, waktu, berat dan lain-lain. Dan mampu mendemontrasikan perubahan suatu satuan

pengukuran ke satuan pengukuran lain.

Berkomunikasi Memberikan/menggambarkan data empiris hasil percobaan atau pengamatan dengan tabel, menyusun dan menyampaikan laporan secara sistematis, men-jelaskan hasil percobaan, membaca tabel,

mendiskusi-kan hasil kegiatan suatu masalah atau suatu peristiwa.

Inferensi Mampu membuat suatu kesimpulan tentang suatu benda atau fenomena setelah mengumpulkan, menginterpretasi data dan inormasi.

2. Keterampilan proses terpadu (Intergated Science Proses Skill), meliputi me-rumuskan hipotesis, menamai variabel, mengontrol variabel, membuat definisi operasional, melakukan eksperimen, interpretasi, merancang penyelidikan, dan


(24)

16

aplikasi konsep. Indikator keterampilan proses sains terpadu ditunjukkan pada Tabel 3 sebagai berikut:

Tabel 3 Indikator keterampilan proses sains terpadu

Keterampilan Terpadu

Indikator Merumuskan

hipotesis

Mampu menyatakan hubungan antara dua variabel, me-ngajukan perkiraan penyebab suatu hal terjadi dengan mengungkapkan bagaimana cara melakukan pemecahan masalah.

Menamai variabel Mampu mendefinisikan semua variabel jika digunakan dalam percobaan.

Mengontrol variabel Mampu mengidentifikasi variabel yang mempengaruhi hasil percobaan, menjaga kekonstanannya selagi me-manipulasi variabel bebas.

Membuat definisi operasional

Mampu menyatakan bagaimana mengukur semua faktor atau variabel dalam suatu eksperimen.

Melakukan Eksperimen

Mampu melakukan kegiatan, mengajukan pertanyaan yang sesuai, menyatakan hipotesis, mengidentifikasi dan mengontrol variabel, mendefinisikan secara operasional variabel-variabel, mendesain sebuah eksperimen yang jujur, menginterpretasi hasil eksperimen.

Interpretasi Mampu menghubung-hubungkan hasil pengamatan terhadap obyek untuk menarik kesimpulan, menemukan pola atau keteraturan yang dituliskan (misalkan dalam tabel) suatu fenomena alam.

Merancang penyelidikan

Mampu menentuka alat dan bahan yang diperlukan dalam suatu penyelidikan, menentukan variabel kontrol, variabel bebas, menentukan apa yang akan diamati, diukur dan ditulis, dan menentukan cara dan langkah kerja yang mengarah pada pencapaian kebenaran ilmiah. Aplikasi konsep Mampu menjelaskan peristiwa baru dengan

mengguna-kan konsep yang telah dimiliki dan mampu menerapmengguna-kan konsep yang telah dipelajari dalam situasi baru.


(25)

Inferensi adalah sebuah pernyataan yang ditarik berdasarkan bukti (fakta) hasil serangkaian observasi. Dengan demikian inferensi harus berdasarkan pada obser-vasi langsung. Apabila obserobser-vasi adalah pengalaman yang diperoleh melalui satu atau lebih panca indera, maka inferensi adalah penafsiran atau penjelasan terhadap hasil observasi tersebut (Soetardjo dan Soejitno, 1998).

Menyimpulkan dapat diartikan sebagai suatu keterampilan untuk memutuskan keadaan suatu objek atau peristiwa berdasarkan fakta, konsep dan prinsip yang diketahui (Lidiawati, 2011).

E. Analisis Konsep

Herron et al. (1977) dalam Fadiawati (2011) berpendapat bahwa belum ada defi-nisi tentang konsep yang diterima atau disepakati oleh para ahli, biasanya konsep disamakan dengan ide. Markle dan Tieman dalam Fadiawati (2011) mendefinisi-kan konsep sebagai sesuatu yang sungguh-sungguh ada. Mungkin tidak ada satu-pun definisi yang dapat mengungkapkan arti dari konsep. Untuk itu diperlukan suatu analisis konsep yang memungkinkan kita dapat mendefinisikan konsep, sekaligus menghubungkan dengan konsep-konsep lain yang berhubungan. Herron et al. (1977) mengemukakan bahwa analisis konsep merupakan suatu prosedur yang dikembangkan untuk menolong guru dalam merencanakan urutan-urutan pengajaran bagi pencapaian konsep. Prosedur ini telah digunakan secara luas oleh Markle dan Tieman serta Klausemer dkk. Analisis konsep dilakukan melalui tujuh langkah, yaitu menentukan nama atau label konsep, definisi konsep, jenis konsep, atribut kritis, atribut variabel, posisi konsep, contoh, dan non contoh


(26)

Tabel 4. Analisis Konsep Larutan Non-elektrolit dan Elektrolit Label Konsep (1) Definisi Konsep (2) Jenis Konsep (3)

Atribut Posisi Konsep

Contoh (9) Non Contoh (10) Kritis (4) Variabel (5) Superordinat (6) Koordinat (7) Subordinat (8) Larutan Campuran homogen

yang terdiri dari dua zat atau lebih, dimana salah satunya

bertindak sebagai zat terlarut sedangkan yang lainnya sebagai zat pelarut dan mempunyai sifat dapat menghantarkan listrik (elektrolit) atau tidak dapat menghantarkan listrik (nonelektrolit). Konsep Konkrit · Campuran Homogen

· Zat Pelarut

· Meng- hantarkan arus listrik · Sifat menghan-tarkan listrik

· Materi · Suspensi

· Koloid

· Larutan elektrolit

· Larutan non-elektrolit

· Larutan asam basa

· Larutan garam

· Larutan garam

· Larutan gula

· Larutan NaOH

· Campuran antara minyak dan air · Campuran susu dengan air Larutan elektrolit

Larutan yang dapat menghantarkan listrik, ditandai dengan timbulnya gelembung gas serta nyala lampu pada elektrolittester yang dapat bersifat elektrolit kuat atau elektrolit lemah Konsep Konkrit · Larutan elektrolit · Larutan elektrolit kuat · Larutan elektrolit lemah

· Jumlah ion

· Kerapatan ion

· Larutan · Larutan non elektrolit · Larutan elektrolit kuat · Larutan elektrolit lemah

· Larutan NaCl

· Larutan HCl

· Larutan H2SO4

· Air · Larutan gula dalam air · Larutan alkohol dalam air 18


(27)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Larutan elektrolit kuat Larutan yang dapat menghantarkan listrik ditandai dengan timbulnya gelembung gas dan nyala lampu yang terang pada elektrolittester Konsep Konkrit · Larutan elektrolit kuat · Konsentrasi larutan

· Jumlah ion

· Kerapatan ion · Larutan elektrolit · Larutan elektrolit lemah

· Larutan NaCl

· Larutan HCl

· Larutan HNO3

· Larutan NaOH

· Larutan KCl

· Urea · Larutan gula · Larutan HCN · Larutan NH4OH

· Larutan AgCl Larutan non elektrolit Larutan yang tidak dapat menghantarkan listrik, ditandai dengan lampu tidak menyala dan tidak adanya gelembung gas pada elektrolittester. Konsep Konkrit · Larutan non elektrolit

· Jumlah ion

· Kerapatan ion

· Larutan · Larutan elektrolit

· Urea

· Larutan gula

· Alkohol

· Larutan HCl

· Larutan NaCl


(28)

20

F. Kerangka Pemikiran

Pembelajaran inkuiri terbimbing, adalah pembelajaran di mana siswa diberikan kesempatan untuk menganalisis hasil dan mengambil kesimpulan secara mandiri, sedangkan topik, pertanyaan dan bahan penunjang ditentukan oleh guru.

Pembelajaran inkuiri terbimbing terdiri dari 5 tahap, tahap pertama yaitu tahap mengajukan pertanyaan atau permasalahan. Pada tahap ini guru memberikan per-masalahan agar siswa mampu menemukan sendiri arah dan tindakan-tindakan yang harus dilakukan untuk memecahkan permasalahan yang diberikan oleh guru. Tahap kedua yaitu tahap merumuskan hipotesis, pada tahap ini guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk merumuskan hipotesis secara bebas dari permasa-lahan yang diberikan berdasarkan pengetahuan awal mereka. Tahap selanjutnya yaitu tahap mengumpulkan data, pada tahap ini guru membimbing siswa untuk mengumpulkan data yang dapat diperoleh dari melakukan percobaan atau telaah literatur. Pada tahap ini siswa diharapkan mampu mengumpulkan data semaksi-mal mungkin untuk mendukung jawaban hipotesis yang dituliskan. Tahap ke-empat yaitu tahap menganalisis data, pada tahap ini guru membimbing siswa menganalis data dari hasil percobaan yang telah dilakukan atau telaah literatur, siswa berdiskusi dalam kelompoknya untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang terdapat pada LKS. Pada tahap ini bertujuan untuk mengembangkan kemampuan siswa berpikir rasional bahwa kebenaran jawaban bukan hanya ber-dasarkan argumentasi tetapi didukung oleh data yang ditemukan dan dapat diper-tanggungjawabkan. Tahap kelima yatu tahap membuat kesimpulan, pada tahap ini guru membimbing siswa membuat kesimpulan berdasarkan hasil percobaan


(29)

dan analisis data yang telah diperoleh. Tahap ini diharapkan mampu membantu siswa dalam upaya mengembangkan kemampuan dalam menyelesaikan masalah yang diberikan, sampai pada akhirnya kemampuan mereka berkembang secara utuh.

Dalam proses pembelajaran inkuiri terbimbing, siswa diajak mencari tahu jawa-ban terhadap pertanyaan ilmiah yang diajukan. Sehingga guru dapat melatihkan keterampilan mengelompokkan dan inferensi kepada siswa sebagai salah satu komponen dalam Keterampilan Proses Sains (KPS). KPS dimaksudkan untuk melatih dan mengembangkan keterampilan intelektual atau kemampuan berfikir siswa. Selain itu juga mengembangkan sikasp-sikap ilmiah dan kemampuan siswa untuk menemukan dan mengembangkan fakta, konsep, dan prinsip ilmu atau pengetahuan.

Dengan berpikir apabila pembelajaran inkuiri terbimbing diterapkan pada pembe-lajaran kimia di kelas diharapkan siswa dapat meningktkan keterampilan

mengelompokkan dan inferensi pada materi pokok larutan elektrolit dan non elektrolit.

G. Anggapan Dasar

Anggapan dasar dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Siswa kelas X1 dan X2 semester genap SMA Swadhipa Natar tahun pelajaran

2012/2013 yang menjadi sampel penelitian mempunyai kemampuan dasar yang sama dalam keterampilan proses sains kimia khususnya keterampilan mengelompokkan dan inferensi.


(30)

22

2. Perbedaan N-gain keterampilan mengelompokkan dan inferensi pada materi larutan non-elektrolit dan elektrolit semata-mata terjadi karena perubahan perlakuan dalam proses belajar.

3. Faktor - faktor lain yang dapat mempengaruhi peningkatan keterampilan mengelompokkan dan inferensi materi larutan non-elektrolit dan elektrolit kelas X semester genap SMA Swadhipa Natar TP 2012/2013 pada kedua kelas diusahakan sekecil mungkin sehingga dapat diabaikan.

H. Hipotesis Umum

Hipotesis dalam penelitian ini adalah:

Model pembelajaran inkuiri terbimbing pada materi larutan non-elektrolit dan elektrolit efektif dalam meningkatkan keterampilan mengelompokkan dan inferensi siswa.


(31)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas X SMA Swadhipa Tahun Pelajaran 2012/2013 yang berjumlah 102 siswa dan tersebar dalam tiga kelas. Dari populasi tersebut diambil 2 kelas yang akan dijadikan sampel penelitian. Satu kelas sebagai kelas eksperimen yang akan diberi perlakuan dan satu kelas lagi sebagai kelas kontrol.

Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling. Teknik

purposive sampling yaitu pengambilan sampel dilakukan berdasarkan pertimbangan (saran dari ahli). Purposive sampling akan baik hasilnya jika ditangani seorang ahli yang mengenal populasi (Sudjana, 2005).

Dalam pelaksanaan pengambilan sampel ini peneliti meminta bantuan pihak sekolah, yaitu guru bidang studi kimia yang memahami karakteristik siswa di sekolah tersebut untuk menentukan dua kelas dengan tingkat kemampuan kognitif yang sama.

Diperoleh kelas X1dan X2 sebagai sampel penelitian, dimana kelas X1 sebagai kelas

eksperimen yang menggunakan pembelajaran inkuiri terbimbing, sedangkan kelas X2


(32)

24

B. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang bersifat kuantitatif berupa data hasil tes keterampilan mengelompokkan dan inferensi

sebelum penerapan pembelajaran (pretest) dan hasil tes keterampilan mengelompok- kan dan inferensi setelah penerapan pembelajaran (posttest). Data ini bersumber dari seluruh siswa kelas eksperimen dan seluruh siswa kelas kontrol.

C. Metode dan Desain Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah kuasi eksperimen, dengan desain peneliti-an ypeneliti-ang digunakpeneliti-an adalah Non-Equivalent Control Group Design (Sugiyono, 2011). Desain penelitian ini melihat perbedaan pretest maupun posttest antara kelas

eksperimen dan kelas kontrol. Tabel5. Desain penelitian

Kelas Pretest Perlakuan Posttest

Kelas kontrol O1 – O2

Kelas eksperimen O1 X O2

Keterangan :

O1 = Pretest yang diberikan sebelum diberikan perlakuan.

O2 = Posttest yang diberikan setelah diberikan perlakuan.

X = Perlakuan berupa penerapan model pembelajaran inkuiri terbimbing. – = Perlakuan berupa penerapan pembelajaran konvensional.


(33)

D. Variabel Penelitian

Dalam penelitian ini terdiri dari variabel bebas dan variabel terikat. Sebagai variabel bebas adalah pembelajaran yang menggunakan pembelajaran ikuiri terbimbing dan pembelajaran konvensional. Sebagai variabel terikat adalah keterampilan

mengelompokkan dan keterampilan inferensi pada materi larutan non-elektrolit dan elektrolit siswa SMA Swadhipa Natar Tahun Pelajaran 2012/2013.

E. Instrumen Penelitian dan Validitas

Instrumen adalah alat yang berfungsi untuk mempermudah pelaksanaan sesuatu. Instrumen pengumpulan data merupakan alat yang digunakan oleh pengumpul data untuk melaksanakan tugasnya mengumpulkan data (Arikunto, 1997).

1. Instrumen

Dalam penelitian ini, instrumen yang digunakan berupa analisis konsep, pemetaan, silabus, rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), LKS, soal pretest dan posttest, yang masing-masing berisi 3 soal keterampilan mengelompokkan dan 2 soal keterampilan inferensi dalam bentuk essay.

2. Validitas

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan kesahihan suatu instrumen. Sebuah instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan dan dapat mengungkap data dari variabel yang diteliti secara tepat. Dalam konteks pengujian kevalidan instrumen dapat dilakukan dengan dua macam cara, yaitu cara judgment atau keputusan ahli dan pengujian empirik.


(34)

26

Instrumen pada penelitian ini menggunakan validitas isi. Validitas isi adalah ke-sesuaian antara instrumen dengan ranah atau domain yang diukur. Adapun penguji-an validitas isi ini dilakukpenguji-an dengpenguji-an cara judgment. Dalam hal ini pengujipenguji-an dilaku-kan dengan menelaah kisi-kisi, terutama kesesuaian antara tujuan penelitian, tujuan pengukuran, indikator, dan butir-butir pertanyaannya. Bila antara unsur-unsur itu terdapat kesesuaian, maka dapat dinilai bahwa instrumen dianggap valid untuk digu-nakan dalam mengumpulkan data sesuai kepentingan penelitian yang bersangkutan. Oleh karena dalam melakukan judgment diperlukan ketelitian dan keahlian penilai, maka diminta seorang ahli untuk melakukannya. Dalam hal ini dilakukan oleh dosen pembimbing penelitian untuk mengujinya.

F. Prosedur Pelaksanaan Penelitian

Langkah-langkah yang digunakan penelitian ini adalah: 1. Tahap Prapenelitian

a. Membuat surat izin pendahuluan penelitian ke sekolah.

b. Meminta izin kepada kepala sekolah SMA Swadhipa dan menyampaikan surat izin penelitian yang telah dibuat.

c. Mengadakan observasi ke sekolah untuk mendapatkan informasi tentang keadaan sekolah, data siswa, data nilai, jadwal dan tata tertib sekolah, serta sarana prasarana di sekolah.

d. Menentukan dua kelas yang akan dijadikan sampel penelitian.

e. Menyiapkan perangkat pembelajaran yang digunakan selama proses pem-belajaran di kelas.


(35)

f. Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) sesuai dengan materi pokok yang diteliti yaitu larutan elektrolit dan non elektrolit.

g. Membuat Lembar Kerja Siswa (LKS) dengan materi pokok yang diteliti yaitu larutan elektrolit dan non elektrolit.

h. Membuat soal pretest dan posttest. 2. Tahap Penelitian

Prosedur pelaksanaan di kelas dikelompokkan menjadi dua yaitu pembelajaran Inkuiri Terbimbing dan pembelajaran konvensional. Pada kelas X2 diterapkan

model pembelajaran Inkuiri Terbimbing dan kelas X1 diterapkan pembelajaran

konvensional. Prosedur pelaksanaannya sebagai berikut:

a. Melakukan pretest dengan soal yang sama pada kelas eksperimen dan kelas kontrol.

b. Melaksanakan pembelajaran pada materi larutan non-elektrolit dan elektrolit sesuai model pembelajaran yang ditetapkan pada masing-masing kelas. c. Melakukan posttest dengan soal yang sama pada kelas eksperimen dan kelas

kontrol.

Pada penelitian ini dikembangkan alur penelitian dengan langkah-langkah penelitian seperti pada gambar 1


(36)

28

Gambar 1 Alur penelitian

G. Hipotesis Kerja

1. Hipotesis pertama (keterampilan mengelompokkan)

Rata-rata keterampilan mengelompokkan siswa pada materi larutan non-elektrolit dan non-elektrolit yang diterapkan pembelajaran inkuiri terbimbing lebih

Analisis konsep-konsep pada materi larutan elektrolit dan non elektrolit

Kelas eksperimen Kelas kontrol

penggunaan instrumen

· Rencana pembelajaran Inkuiri Terbimbing

· Pembuatan kisi-kisi butir soal

· Butir soal tes

Pembelajaran konvensional Inkuiri Terbimbing

Pretes Pretes

Validasi instrumen

· Rencana pembelajaran konvensional

· Pembuatan kisi-kisi butir soal

Postes Postes

Analisis data Kesimpulan Observasi


(37)

tinggi daripada rata-rata keterampilan mengelompokkan siswa dengan pembelajaran konvensional.

2. Hipotesis kedua (keterampilan inferensi)

Rata-rata keterampilan inferensi siswa pada materi larutan non-elektrolit dan elektrolit yang diterapkan pembelajaran inkuiri terbimbing lebih tinggi daripada rata-rata keterampilan inferensi siswa dengan pembelajaran konvensional.

H. Hipotesis statistik

Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan analisis statistik, hipotesis dirumuskan dalam bentuk pasangan hipotesis nol (H0) dan hipotesis alternatif (H1).

Rumusan hipotesis untuk uji ini adalah:

1. Hipotesis pertama (keterampilan mengelompokkan)

H0 : Rata-rata N-gain keterampilan mengelompokkan pada materi larutan

non-elektrolit dan non-elektrolit dengan pembelajaran inkuiri terbimbing lebih rendah atau sama dengan rata-rata N-gain keterampilan mengelompokkan dengan pembelajaran konvensional.

H0: µ1x≤ µ2x

H1 : Rata-rata N-gain keterampilan mengelompokkan pada materi larutan

non-elektrolit dan non-elektrolit dengan pembelajaran inkuiri terbimbing lebih tinggi daripada rata-rata N-gain keterampilan mengelompokkan dengan pembelajaran konvensional.


(38)

30

2. Hipotesis kedua (Keterampilan Inferensi)

H0 : Rata-rata N-gain keterampilan inferensi pada materi larutan non-elektrolit

dan elektrolit dengan pembelajaran inkuiri terbimbing lebih rendah atau sama dengan rata-rata N-gain keterampilan inferensi dengan pembelajaran konvensional.

H0: µ1x≤ µ2x

H1 : Rata-rata N-gain keterampilan inferensi pada materi larutan elektrolitdan

non elektrolit dengan pembelajaran inkuiri terbimbing lebih tinggi daripada rata-rata N-gain keterampilan inferensi dengan pembelajaran konvensional.

H1: µ1x >µ2x

Keterangan:

µ1 : Rata-rata N-gain keterampilan mengelompokkan dan keterampilan inferensi kelas

eksperimen.

µ2 : Rata-rata N-gain keterampilan mengelompokkan dan keterampilan inferensi kelas

kontrol.

x : Keterampilan mengelompokkan/keterampilan inferensi. I. Analisis Data dan Pengujian Hipotesis

1. Analisis Data

Tujuan analisis data yang dikumpulkan adalah untuk memberikan makna atau arti yang digunakan untuk menarik suatu kesimpulan yang berkaitan dengan masalah, tujuan, dan hipotesis yang telah dirumuskan sebelumnya.


(39)

a. Penentuan Nilai Siswa

Nilai pretes dan postes pada penilaian keterampilan mengelompokkan dan keterampilan inferensi siswa dirumuskan sebagai berikut:

Nilai Akhir = ∑ × 100 ... ...(1)

Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan menghitung N-gain yang selanjut-nya digunakan untuk menguji kenormalan dan homogenitas dua varians.

b. Gain Ternormalisasi

Untuk mengetahui efektivitas pembelajaran inkuiri terbimbing dapat meningkatkan keterampilan mengelompokkan dan keterampilan inferensi pada materi larutan elektrolit dan non elektrolit, maka dilakukan analisis nilai gain ternormalisasi. Per-hitungan ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan nilai pretes dan postes dari kedua kelas. Rumus N-gain (g) menurut Hake (1999) adalah sebagai berikut:

N-gain = ( )

( ) ...(2)

Data gain ternormalisasi yang diperoleh kemudian diuji homogenitasnya yang kemudian digunakan sebagai dasar dalam menguji hipotesis penelitian.

2. Pengujian Hipotesis

a. Uji normalitas

Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah dua kelompok sampel berasal dari populasi berdistribusi normal atau tidak.


(40)

32

Hipotesis untuk uji normalitas :

Ho = data penelitian berdistribusi normal H1 = data penelitian berdistribusi tidak normal

Untuk uji normalitas data, digunakan rumus yang terdapat dalam Sudjana (2005) : χ = ∑( ) ...(3) Keterangan : χ2 = uji Chi- kuadrat

Oi = frekuensi observasi

Ei = frekuensi harapan

Kriteria : Terima H0jika χ2hitung £ χ2tabel

b. Uji homogenitas dua varians

Uji homogenitas dilakukan dengan menyelidiki apakah kedua sampel mempunyai varians yang sama atau tidak. Hipotesis yang digunakan dalam uji homogenitas adalah sebagai berikut:

H0 = 2 2

1 2

s s= (data penelitian mempunyai varians yang homogen)

H1 = 2 2

1 2

s s¹ (data penelitian mempunyai varians yang tidak homogen)

Untuk menguji kesamaan dua varians, dalam Sudjana (2005)

digunakan rumus sebagai berikut: F = ………….(4)

Kriteria : Pada taraf 0,05, tolak H0 hanya jika F hitung≥ F ½α (υ1, υ2)

Untuk menguji apakah kedua varians tersebut sama atau tidak, maka Fhitung

dikonsultasikan dengan Ftabel. Menggunakan α = 5 % dengan dk pembilang =


(41)

terkecil dikurangi satu. Jika Fhitung < Ftabel maka H0 diterima. Yang berarti kedua

kelompok tersebut mempunyai varians yang sama atau dikatakan homogen. (Sudjana, 2005)

c. Uji perbedaan dua rata-rata

1. Hipotesis 1 (keterampilan mengelompokkan)

H0: µ1x≤ µ2x : Rata-rata N-gain keterampilan mengelompokkan siswa pada materi

larutan non-elektrolit dan elektrolit yang diterapkan pembelajaran inkuiri terbimbing lebih rendah atau sama dengan rata-rata N-gain keterampilan mengelompokkan siswa dengan pembelajaran konvensional.

H1: µ1x> µ2x : Rata-rata N-gain keterampilan mengelompokkan siswa pada materi

larutan non-elektrolit dan elektrolit yang diterapkan pembelajaran inkuiri terbimbing lebih tinggi dari pada rata-rata N-gain keterampilan mengelompokkan siswa dengan pembelajaran konvensional.

2. Hipotesis 2 (keterampilan inferensi)

H0: µ1y≤ µ2y : Rata-rata N-gain keterampilan inferensi siswa pada materi larutan

non-elektrolit dan non-elektrolit yang diterapkan pembelajaran inkuiri terbimbing lebih rendah atau sama dengan rata-rata N-gain keterampilan inferensi siswa dengan pembelajaran konvensional. H1: µ1y> µ2y : Rata-rata N-gain keterampilan inferensi siswa pada materi larutan

non-elektrolit dan elektrolit yang diterapkan pembelajaran inkuiri terbimbing lebih tinggi dari pada rata-rata N-gain keterampilan inferensi siswa dengan pembelajaran konvensional.


(42)

34

Keterangan :

µ1 = rata-rata N-gain keterampilan mengelompokkan dan keterampilan inferensi

kelas eksperimen

µ2 = rata-rata N-gain keterampilan mengelompokkan dan keterampilan inferensi

kelas kontrol

x = keterampilan mengelompokkan y = keterampilan inferensi.

Data yang diperoleh terdistribusi normal dan homogen, maka pengujian menggunak-an uji statistik parametrik, yaitu menggunakmenggunak-an uji-t (Sudjmenggunak-ana, 2005):

2 1 2 1 1 1 n n s X X thitung +

-= ...(5)

dan 2 ) 1 ( ) 1 ( 2 1 2 2 2 2 1 1 2 -+ -+ -= n n s n s n s Keterangan : thitung = Koefisien t

1

X = Gain rata-rata kelas eksperimen

2

X = Gain rata-rata kelas kontrol s2 = Varians

n1 = Jumlah siswa kelas eksperimen

n2 = Jumlah siswa kelas kontrol 2

1

s = Varians kelas eksperimen

2 2

s = Varians kelas kontrol


(43)

Dengan kriteria pengujian: terima H0 jika t < t1-α dengan derajat kebebasan

d(k) = n1 + n2 – 2 dan tolak H0 untuk harga t lainnya. Dengan menentukan taraf signifikan α = 5% peluang (1- α ).


(44)

54

V. SIMPULAN DAN SARAN

A.Simpulan

Berdasarkan hasil analisis data, pengujian hipotesis, dan pembahasan dalam pene-litian ini, dapat disimpulkan bahwa:

1. Pembelajaran model inkuiri terbimbing pada materi larutan non-elektrolit dan elektrolit dapat meningkatkan keterampilan mengelompokkan dan inferensi karena pada setiap tahap pembelajarannya dapat melatih keterampilan mengelompokkan dan inferensi terutama pada tahap mengumpulkan data, siswa melakukan praktikum kemudian siswa menggunakan hasil pengamatan untuk mengelompokkan suatu zat dan pada tahap menarik kesimpulan, siswa dapat menyimpulkan suatu konsep berdasarkan data atau fakta yang diperoleh saat praktikum.

2. Pembelajaran inkuiri terbimbing efektif dalam meningkatkan keterampilan mengelompokkan dan inferensi pada materi larutan non-elektrolit dan elektrolit siswa SMA Swadhipa, Natar.

B.Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, disarankan bahwa:

1. Pembelajaran inkuiri terbimbing sebaiknya diterapkan dalam pembelajaran kimia, terutama pada materi larutan non-elektrolit dan elektrolit karena telah


(45)

terbukti efektif meningkatkan keterampilan mengelompokkan dan inferensi siswa.

2. Bagi calon peneliti lain yang tertarik melakukan penelitian hendaknya lebih memperhatikan pengelolaan waktu dalam proses pembelajaran sehingga pembelajaran lebih maksimal dan dapat menyediakan berbagai sumber belajar bagi siswa agar dapat mencari informasi sebanyak-banyaknya untuk


(46)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. 1997. Penilaian Program Pendidikan. Edisi III. Bina Aksara. Jakarta.

Fadiawati, N. 2011. Perkembangan Konsepsi Pembelajaran Tentang Struktur Atom Dari SMA Hingga Perguruan Tinggi. Disertasi. Perpustakaan Universitas Pendidikan Indonesia.

Fajriani, S. 2011. Pembelajaran Materi Hidrolisis Garam Melalui Pratikum Berbasis Inkuiri Terbimbing Untuk Meningkatkan Keterampilan Proses Sains. 12 Desember 2012http://repository.upi.edu/skripsiview.php?no_skrip Farina, J. 2012. Pengembangan Keterampilan Proses Sains SMA Dengan

Menggunakan Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Pada Pokok Bahasan Sel Elektrolisis. 12 Desember 2012http://repository.upi.edu/

skripsiview.php?no_skrip

Hariwibowo. 2009. Makalah Pembelajaran-Proses:Pendekatan Keterampilan Proses. www.yahoo.com. CERPEN LUBIS GRAFURA. Lubis Grafura (Ed). 26 Mei 2009. 30 Desember 2010http://lubisgrafura.wordpress.com /2009/05/26/ makalah-pembelajaran-proses-pendekatan-keterampilan-proses/.

Ibrahim, M. 2000. Pembelajaran Inkuiri. Diakses 10 Desember 2011 dari http://herfis.blogspot.com/2009/07/ pembelajaran-inkuiri.html Lidiawati. 2011. Efektivitas Penerapan Model Problem Solving Dalam

Meningkatkan Keterampilan Mengkomunikasikan dan Penguasaan Konsep Koloid pada Kelas XI IPA SMAN 1 Abung Semuli TP 2010-2011. Skripsi. FKIP Unila. Bandar Lampung

Nuh, U. 2010. Fisika SMA Online: Keterampilan Proses Sains. Artikel Pendidikan. Diakses 03 November 2012 dari http://fisikasma-online.blogspot.com/2010/03/keterampilan-proses-sains.html.

Pannen, P., D. Mustafa, dan M. Sekarwinahyu. 2001. Konstruktivisme dalam Pembelajaran. Dikti. Jakarta.


(47)

Bandung

Purba, M. 2006. KIMIA SMA Kelas XI. Erlangga. Jakarta.

Roestiyah. 1998. Strategi Belajar Mengajar. Rineka Cipta. Jakarta. Sanjaya, W. 2011. Strategi Pembelajaran berorientasi Standar Proses

Pembelajaran. Kencana Prenada Media Group. Jakarta.

Satria, A. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Halim Jaya. Jakarta.

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Alfabeta. Bandung.

Suparno, P. 1997. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Kanisius. Jakarta. Sudjana, N. 2005. Metode Statistika Edisi keenam. PT. Tarsito. Bandung. Soetardjo dan Soejitno P. O. 1998. Proses Belajar Mengajar dengan Metode

Pendekatan Keterampilan Proses. SIC. Surabaya.

Suparno, P. 1997. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Kanisius. Jakarta.

Tainlain, W. 2003. Teori Belajar dan Teori Mengajar (Diktat). FKIP Universitas Sanata Dharma. Yogyakarta.

Tim action Research Buletin Pelangi pendidikan. 1999. Proses Belajar Mengajar. Universitas Lampung.

Tim Penyusun. 2006. Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Badan Standar Nasional Pendidikan. Jakarta.

Trianto. 2010. Model-Model Pembelajaran Terpadu. Bumi Aksara. Jakarta Wicaksono, A. 2008. Efektivitas Pembelajaran. Agung (ed). 5 April 2008.


(1)

Keterangan :

µ1 = rata-rata N-gain keterampilan mengelompokkan dan keterampilan inferensi kelas eksperimen

µ2 = rata-rata N-gain keterampilan mengelompokkan dan keterampilan inferensi kelas kontrol

x = keterampilan mengelompokkan y = keterampilan inferensi.

Data yang diperoleh terdistribusi normal dan homogen, maka pengujian menggunak-an uji statistik parametrik, yaitu menggunakmenggunak-an uji-t (Sudjmenggunak-ana, 2005):

2 1 2 1 1 1 n n s X X thitung +

-= ...(5)

dan 2 ) 1 ( ) 1 ( 2 1 2 2 2 2 1 1 2 -+ -+ -= n n s n s n s Keterangan : thitung = Koefisien t

1

X = Gain rata-rata kelas eksperimen 2

X = Gain rata-rata kelas kontrol s2 = Varians

n1 = Jumlah siswa kelas eksperimen n2 = Jumlah siswa kelas kontrol

2 1

s = Varians kelas eksperimen 2

2

s = Varians kelas kontrol


(2)

35

Dengan kriteria pengujian: terima H0 jika t < t1-α dengan derajat kebebasan d(k) = n1 + n2 – 2 dan tolak H0 untuk harga t lainnya. Dengan menentukan taraf signifikan α = 5% peluang (1- α ).


(3)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A.Simpulan

Berdasarkan hasil analisis data, pengujian hipotesis, dan pembahasan dalam pene-litian ini, dapat disimpulkan bahwa:

1. Pembelajaran model inkuiri terbimbing pada materi larutan non-elektrolit dan elektrolit dapat meningkatkan keterampilan mengelompokkan dan inferensi karena pada setiap tahap pembelajarannya dapat melatih keterampilan mengelompokkan dan inferensi terutama pada tahap mengumpulkan data, siswa melakukan praktikum kemudian siswa menggunakan hasil pengamatan untuk mengelompokkan suatu zat dan pada tahap menarik kesimpulan, siswa dapat menyimpulkan suatu konsep berdasarkan data atau fakta yang diperoleh saat praktikum.

2. Pembelajaran inkuiri terbimbing efektif dalam meningkatkan keterampilan mengelompokkan dan inferensi pada materi larutan non-elektrolit dan elektrolit siswa SMA Swadhipa, Natar.

B.Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, disarankan bahwa:

1. Pembelajaran inkuiri terbimbing sebaiknya diterapkan dalam pembelajaran kimia, terutama pada materi larutan non-elektrolit dan elektrolit karena telah


(4)

54

terbukti efektif meningkatkan keterampilan mengelompokkan dan inferensi siswa.

2. Bagi calon peneliti lain yang tertarik melakukan penelitian hendaknya lebih memperhatikan pengelolaan waktu dalam proses pembelajaran sehingga pembelajaran lebih maksimal dan dapat menyediakan berbagai sumber belajar bagi siswa agar dapat mencari informasi sebanyak-banyaknya untuk


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. 1997. Penilaian Program Pendidikan. Edisi III. Bina Aksara. Jakarta.

Fadiawati, N. 2011. Perkembangan Konsepsi Pembelajaran Tentang Struktur Atom Dari SMA Hingga Perguruan Tinggi. Disertasi. Perpustakaan Universitas Pendidikan Indonesia.

Fajriani, S. 2011. Pembelajaran Materi Hidrolisis Garam Melalui Pratikum Berbasis Inkuiri Terbimbing Untuk Meningkatkan Keterampilan Proses Sains. 12 Desember 2012http://repository.upi.edu/skripsiview.php?no_skrip Farina, J. 2012. Pengembangan Keterampilan Proses Sains SMA Dengan

Menggunakan Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Pada Pokok Bahasan Sel Elektrolisis. 12 Desember 2012http://repository.upi.edu/

skripsiview.php?no_skrip

Hariwibowo. 2009. Makalah Pembelajaran-Proses:Pendekatan Keterampilan Proses. www.yahoo.com. CERPEN LUBIS GRAFURA. Lubis Grafura (Ed). 26 Mei 2009. 30 Desember 2010http://lubisgrafura.wordpress.com /2009/05/26/ makalah-pembelajaran-proses-pendekatan-keterampilan-proses/.

Ibrahim, M. 2000. Pembelajaran Inkuiri. Diakses 10 Desember 2011 dari http://herfis.blogspot.com/2009/07/ pembelajaran-inkuiri.html Lidiawati. 2011. Efektivitas Penerapan Model Problem Solving Dalam

Meningkatkan Keterampilan Mengkomunikasikan dan Penguasaan Konsep Koloid pada Kelas XI IPA SMAN 1 Abung Semuli TP 2010-2011. Skripsi. FKIP Unila. Bandar Lampung

Nuh, U. 2010. Fisika SMA Online: Keterampilan Proses Sains. Artikel Pendidikan. Diakses 03 November 2012 dari http://fisikasma-online.blogspot.com/2010/03/keterampilan-proses-sains.html.

Pannen, P., D. Mustafa, dan M. Sekarwinahyu. 2001. Konstruktivisme dalam Pembelajaran. Dikti. Jakarta.


(6)

Pulallaila, Ali dan Sri Redjeki. 2007. Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Untuk Meningkatkan Penguasaaan Dan Keterampilan Berpikir Kreatif Siswa SMA Pada Materi Suhu Dan Kalor. Jurnal Penelitian Pendidikan IPA. UPI. Bandung

Purba, M. 2006. KIMIA SMA Kelas XI. Erlangga. Jakarta.

Roestiyah. 1998. Strategi Belajar Mengajar. Rineka Cipta. Jakarta. Sanjaya, W. 2011. Strategi Pembelajaran berorientasi Standar Proses

Pembelajaran. Kencana Prenada Media Group. Jakarta.

Satria, A. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Halim Jaya. Jakarta.

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Alfabeta. Bandung.

Suparno, P. 1997. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Kanisius. Jakarta. Sudjana, N. 2005. Metode Statistika Edisi keenam. PT. Tarsito. Bandung. Soetardjo dan Soejitno P. O. 1998. Proses Belajar Mengajar dengan Metode

Pendekatan Keterampilan Proses. SIC. Surabaya.

Suparno, P. 1997. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Kanisius. Jakarta.

Tainlain, W. 2003. Teori Belajar dan Teori Mengajar (Diktat). FKIP Universitas Sanata Dharma. Yogyakarta.

Tim action Research Buletin Pelangi pendidikan. 1999. Proses Belajar Mengajar. Universitas Lampung.

Tim Penyusun. 2006. Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Badan Standar Nasional Pendidikan. Jakarta.

Trianto. 2010. Model-Model Pembelajaran Terpadu. Bumi Aksara. Jakarta Wicaksono, A. 2008. Efektivitas Pembelajaran. Agung (ed). 5 April 2008.