merupakan surat-surat yang yang dijadikan jaminan seperti sertifikat saham, sertifikat obligasi, sertifikat tanah, rekening tabungan yang dibekukan, rekening
giro yang dibekukan, wesel dan surat-surat tagihan lainnya. 2. Jaminan perorangan
Jaminan perorangan adalah suatu perjanjian ketiga yang menyanggupi pihak berpiutang bahwa ia menanggung pembayaran satu ulang bila ia berutang
tidak menempati kewajibannya. Jaminan jenis ini dapat diadakan tanpa sepengetahuan debitur. Dalam hal ini, menjamin pembayaran sepenuhnya atau
suatu jumlah tertentu. Si penjamin berhak untuk menuntut agar si debitur ditagih terlebih dahulu. Jaminan kredit merupakan salah satu faktor yang sangat penting
dalam memberikan pertimbangan mengenai berapa besarnya bunga yang akan dibebankan kepada seorang nasabah. Bila nasabah memberikan suatu jaminan
yang mempunyai kualitas yang sangat tinggi yaitu mudah dicairkan, nilainya tidak mengalami penurunan, sangat mudah diperjualbelikan, berarti resiko atas kredit
yang diberikan rendah, maka bank akan membebankan bunga yang lebih rendah.
2.5. Prosedur Pemberian Fasilitas Kredit
Prosedur merupakan rangkaian aktivitas yang harus dilalui dalam proses penyaluran kredit yang bertujuan menyediakan fasilitas kredit yang dibutuhkan
masyarakat. Menurut Suyatno 2007:26, prosedur umum perkreditan adalah: 1. Permohonan kredit
Permohonan fasilitas kredit mencakup permohonan baru untuk mendapat suatu jenis fasilitas kredit, permohonan tambahan suatu kredit yang sedang
berjalan, permohonan perpanjangan dan permohonan lainnya untuk perubahan
syarat-syarat fasilitas kredit yang sedang berjalan, antara lain penukaran jaminan, perubahan atau pengunduran jadwal angsuran dan lain sebagainya.
2. Berkas Setiap berkas permohonan kredit dari nasabah terdiri dari surat permohonan
nasabah yang ditandatangi lengkap dan sah, daftar isian yang disediakan oleh bank serta daftar lampiran yang diperlukan menurut jenis fasilitas kredit.
3. Pencatatan Setiap surat permohonan kredit yang diterima harus dicatat dalam register
khusus yang disediakan. 4. Kelengkapan dan permohonan kredit
Permohonan kredit dinyatakan lengkap bila telah memenuhi persyaratan yang ditentukan untuk pengajuan permohonan menurut jenis kreditnya. Selama
permohonan kredit sedang dalam proses, dalam berkas permohonan harus disimpan dalam berkas permohonan.
5. Formulir daftar isian kredit Untuk memudahkan bank memperoleh data, bank menggunakan daftar isian
permohonan kredit diisi nasabah, formulir neraca dan laporan laba rugi. Penyelidikan kredit dilakukan melalui wawancara dengan pemohon kredit
atau debitur. Selanjutnya, bagian kredit mengumpulkan data yang berhubungan dengan permohonan kredit yang diajukan nasabah, baik data intern bank maupun
data ekstern. Dalam hal ini termasuk informasi antar bank, dan pemeriksaan pada daftar-daftar hitam dan daftar-daftar kredit yang macet. Jika calon nasabah,
memiliki catatan hitam, maka permohonan kredit yang diajukan ditolak.
Pemeriksaan atau penyelidikan atas kebenaran dan kewajiban mengenai hal-hal yang dikemukakan nasabah dan informasi lainnya yang diperoleh melalui
formulir permohonan kredit. Langkah berikutnya adalah penyusunan laporan seperlunya mengenai hasil penyelidikan yang telah dilaksanakan. Dalam
menyelidiki kredit, bagian kredit perlu menelaah rencana-rencana aktivitas bisnis calon debitur, dan membandingkannya dengan perkembangan pada bulan
sebelumnya, baik dalam nilai maupun dalam kuantitas. Suyatno 2007:86, mengemukakan bahwa langkah-langkah yang harus
diambil untuk menyetujui permohonan kredit adalah: 1. Surat penegasan persetujuan permohonan kredit kepada pemohon.
2. Pengikatan jaminan. Dalam pengikatan jaminan kredit, harus diperhatikan perbedaan jenis jaminan, jaminan tambahan, dan peminjaman dokumen yang
telah ada dalam penguasaan bank kepada nasabah tidak diperkenankan. 3. Penandatanganan perjanjian kredit.
4. Informasi pada bagian lain. a Karena penatausahaan rekening pinjaman berada di bagian kas, maka
dibuat memo kepada bagian kas untuk memberitahukan dengan mencantumkan hal-hal yang harus diketahui oleh bagian kas: nama
nasabah dan alamat nasabah, jenis kredit, jumlah, jangka waktu, suku bunga dan lain-lain.
b Apabila perlu, disampaikan pula kepada bagian eksporimpor dengan pemberitahuan yang sama agar diketahui bahwa nasabah yang
bersangkutan mendapat fasilitas kredit imporekspor.
c Untuk 1 dan 2 dapat dilakukan dengan menyampaikan copy surat penegasan.
5. Pembayaran bea materai kredit. 6. Pembayaran provisi kredit.
a Untuk setiap persetujuan kredit, nasabah harus membayar provisi kredit atau menurut ketentuan yang berlaku.
b Satu copy ekstra nota debet pembebanan provisi kredit, disimpan pada berkas nasabah yang bersangkutan sebagai bukti pembayaran.
7. Asuransi barang jaminan. Setiap barang jaminan yang diserahkan kepada bank, harus ditutup asuransinya atas nama bank sebesar harga barang jaminan
menurut harga pasar. 8. Asuransi kredit.
Jenis kredit tertentu harus dipertanggungjawabkan, maka untuk jenis kredit tersebut harus pula dipernuhi syarat asuransi kredit bank. Pencairan kredit
merupakan setiap transaksi dengan menggunakan kredit yang telah disetujui oleh bank. Dalam prakteknya, pencairan kredit ini berupa pembayaran atau
pemindahbukuan atas beban rekening pinjaman. Bank hanya menyetujui pencairan kredit oleh nasabah, bila syarat yang harus dipenuhi nasabah telah
dilaksanakan. Pengikatan jaminan secara sempurna, dan penandatanganan warkat kredit mutlak harus mendahului pencairan kredit.
Pencairan fasilitas kredit adalah setiap transaksi dengan menggunakan kredit yang telah disetujui oleh bank. Dalam prakteknya, pencairan kredit ini
berupa pembayaran atau pemindahbukuan atas beban rekning pinjaman atau
fasilitas lainnya. Suyatno, 2007:88, mengemukakan bahwa pencairan fasilitas kredit meliputi:
1. Syarat pencairan. Bank menyetujui pencairan kredit oleh nasabah, bila syarat- syarat yang harus dipenuhi nasabah telah dilaksanakan. Pengikatan jaminan
kredit secara sempurna dan penandatanganan warkat kredit mutlak harus mendahului pencairan kredit.
2. Bentuk penyediaan fasilitas kredit: a. Penyediaan fasilitas kredit dengan suatu limit tertentu yang ditarik
menurut kebutuhan dengan sifat revolving. Hal ini biasa dikenal dengan nama pinjaman dalam rekening koran.
b. Penyediaan fasilitas kredit yang pencairannya dilakukan berdasarkan jadwal pencairan suatu limit yang disetujui.
c. Penyediaan fasilitas kredit yang pencairannya sekaligus dengan pembayaran kembali atau dengan angsuran menurut jadwal.
d. Pernyataan bank sebagai pinjaman atau menyanggupi ikatan lainnya yang dapat mengakibatkan kewajiban bank untuk membayar kepada pihak
ketiga. 3. Cara pencairan kredit. Cara pencairan kredit yang telah disetujui dapat
dilakukan dengan alat-alat dan cara yang ditentukan oleh bank, antara lain pencairan dengan cara menarik cek atau giro bilyet, dengan kwintansi, dengan
dokumen-dokumen lainnya yang oleh bank dapat diterima dengan perintah pembayaran, atau dengan pemindahbukuan atas beban rekening pinjaman
nasabah.
4. Bukti pencairan kredit. Alat-alat pencairan kredit seperti cek, kwintasi, nota pemindahbukuan, dan dokumen-dokumen lainnya tersebut akan menjadi alat
bukti pembukuan. 5. Verifikasi pencairan kredit. Setiap mutasi dan saldo yang terjadi pada rekening
pinjaman harus deperiksa oleh penjabat yang ditunjuk untuk itu. Vertifikasi meliputi pencocokan dan keabsahan pencarian, jumlah serta syarat-syarat
lainnya. Sebagai bukti verifikasi, pejabat tertentu harus membubuhkan paraf pada saldo rekening pinjaman.
Pelunasan kredit menunjukkan dipenuhinya semua kewajiban utang nasabah terhadap bank yang berakibat dihapusnya ikatan perjanjian kredit.
Perhitungan semua kewajiban utang nasabah harus segera diselesaikan sampai dengan tanggal pelunasan yang tercantum dalam utang pokok, utang bunga, denda
jika ada, dan biaya administrasi. Nasabah diharuskan mengembalikan sisa lembar atau blanko cek dan giro bilyet yang belum dipergunakan, jika ada. Periksa
rekening pinjaman untuk menyatakan nomor yang harus dikembalikan. Untuk mencegah timbulnya klaim dari nasabah karena tidak lengkapnya pengembalian
dokumen jaminan, bank harus mengadakan inventarisasi atas dokumen yang disimpan pada berkas jaminan, dan dicocokkan dengan berkas jaminan.
2.6. Kredit Perumahan KPR
Menurut Undang-undang Republik Indonesia nomor 4 tahun 1992 tentang perumahan dan pemukiman, “rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai
tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga, adapun perumahan didefinisikan sebagai kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan hunian
yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana lingkungan”. Secara umum kredit kepemilikan adalah KPR Kredit Pemilikan Rumah adalah kredit yang digunakan
untuk membeli rumah atau untuk memenuhi kebutuhan konsumtif dengan jaminanagunan berupa rumah. Walaupun penggunaannya mirip, KPR berbeda
dengan kredit konstruksi dan renovasi. KPR atau Kredit Pemilikan Rumah adalah fasilitas yang diberikan pihak bank agar seseorang bisa memiliki rumah ataupun
kebutuhan konsumtif lainnya dengan jaminan berupa rumah Utami, 2013:19. Kredit pemilikan rumah KPR merupakan suatu fasilitas kredit untuk
membeli atau memperbaiki rumah yang diberikan oleh lembaga keuangan perbankan kepada para nasabahnya masyarakat. Menurut Bank Indonesia, saat
ini dikenal ada dua jenis KPR di Indonesia yaitu: 1. KPR bersubsidi merupakan suatu kredit yang ditetapkan langsung oleh
pemerintah kepada masyarakat yang berpenghasilan menengah ke bawah dalam rangka memenuhi kebutuhan perumahan atau perbaikan rumah. Kredit
subsidi ini diatur langsung oleh pemerintah, sehingga setiap masyarakat Indonesia yang bekerja atau dalam status produktif yang mengajukan
permohonan kredit dapat diberikan fasilitas ini secara umum batasan yang ditetapkan pemerintah dalam pemberian subsidi adalah penghasilan pemohon
peminjam dan maksimum kredit yang diberikan. 2. KPR non subsidi merupakan kredit yang diberikan kepada seluruh masyarakat
luas yang dimana ketentuan pemberian kredit KPR non subsidi ditetapkan oleh bank umum, sehingga penentuan besarnya kredit maupun suku bunga
dilakukan sesuai kebijakan bank yang bersangkutan Bank Indonesia.
Kredit perumahan atau yang biasa disebut dengan Kredit Pemilikan Rumah KPR tergolong ke dalam kredit konsumtif. Berdasarkan segmentasi
pasarnya, secara umum produk kredit perumahan digolongkan menjadi 3 tiga antara lain KPR dan KPA Kredit Pemilikan Apartemen di atas 70m², KPR dan
KPA di bawah 70m², dan fasilitas KPR untuk kepemilikan ruko atau rukan. Proses pemilikan tempat tinggalrumah melalui kredit pemilikan rumah KPR tentunya
berkaitan dengan industri di bidang property, dan saat ini semakin maraknya industri bidang properti tidak terlepas dari dukungan pembiayaan dari lembaga
perbankan dalam bentuk kredit property. Berdasarkan definisi Bank Indonesia, kredit property merupakan semua
pembiayaan dari perbankan untuk bidang usaha yang kegiatannya berkaitan dengan pengadaan tanah, bangunan, dan fasilitasnya untuk dijual atau disewakan.
Kredit properti ini diberikan dalam bentuk kredit investasi, kredit modal kerja maupun kredit konsumsi. Dilihat dari komposisinya, kredit properti terdiri dari
tiga jenis kredit, yaitu kredit kontruksi, real estate serta kredit pemilikan rumah KPR. Ketiga jenis kredit tersebut berbeda peruntukkan dan segmen pasarnya.
Kredit kontruksi umumnya diberikan kepada para pengusaha atau kontraktor untuk membangun perkantoran, mal, ruko, dan pusat bisnis lainnya. Kredit real
estate diberikan kepada para pengembang untuk membangun kompleks perumahan kelas atas. Sedangkan kredit KPR diberikan kepada perorangan yang
akan membeli atau memilik rumah pribadi www.bi.go.id. Menurut Peraturan Menteri Perumahan No. 3 Tahun 2014 tentang Fasilitas
Likuiditas Pembiayaan Perumahan FLPP Dalam Rangka Pengadaan Perumahan
Melalui KreditPembiayaan Pemilikan Rumah Sejahtera menyebutkan dalam pasal 4 bahwa lingkup fasilitas likuiditas kreditpembiayaan perumahan adalah:
1. Kreditpembiayaan kepemilikan rumah sederhana sehat KPRSh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat 1 terdiri dari:
a. Kredit Pemilikan Rumah Sejahtera KPR Sejahtera; b. Kredit Pemilikan Rumah Sejahtera Murah KPR Sejahtera Murah;
c. Kredit Pembangunan atau Perbaikan Rumah Swadaya Sejahtera KPRS Sejahtera
d. Kredit Konstruksi Rumah Sejahtera KK Rumah Sejahtera; dan e. Kredit Konstruksi Rumah Sejahtera Murah KK Rumah Sejahtera Murah.
2. KPR Sejahtera sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf a terdiri dari: a. KPR Sejahtera Tapak
b. KPR Sejahtera Syariah Tapak c. KPR Sejahtera Susun
d. KPR Sejahtera Syariah Susun. 3. Ketentuan mengenai kredit kepemilikan rumah sederhana sehat KPRSh
sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e diatur dengan Peraturan Menteri.
Dana KPR Sejahtera merupakan gabungan antara dana FLPP dan dana bank pelaksana dengan proporsi tertentu. Gabungan antara dana FLPP dan dana
bank pelaksana dengan proporsi tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan untuk menerbitkan KPR Sejahtera dengan tingkat suku bunga kredit
pembiayaan yang terjangkau dan bersifat tetap selama jangka waktu kredit atau
pembiayaan. Proporsi tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat 1 ditetapkan oleh Menteri berdasarkan tarif KPR Sejahtera dan kondisi perekonomian. Proporsi
sebagaimana dimaksud pada ayat 3 dicantumkan dalam Perjanjian Kerjasama Operasional antara PPP dengan Bank Pelaksana. Peraturan Menteri Perumahan
Nomor 3 Tahun 2014 pasal 6 menyebutkan bahwa: 1. Kelompok Sasaran KPR Sejahtera untuk KPR Sejahtera Tapak dan KPR
Sejahtera Syariah Tapak adalah MBR dengan penghasilan tetap maupun tidak
tetap paling banyak Rp. 4.000.000,00 empat juta rupiah per bulan.
2. Kelompok Sasaran KPR Sejahtera untuk KPR Sejahtera Susun dan KPR Sejahtera Syariah Susun adalah MBR dengan penghasilan tetap maupun tidak
tetap paling banyak Rp. 7.000.000,00 tujuh juta rupiah per bulan.
3. Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 untuk masyarakat berpenghasilan tetap merupakan gajiupah pokok pemohon per
bulan.
4. Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 untuk masyarakat berpenghasilan tidak tetap merupakan pendapatan bersih atau
upah rata-rata per bulan dalam setahun yang diterima pemohon.
Peraturan Menteri Perumahan Nomor 3 Tahun 2014 pasal 7 menyebutkan bahwa:
1. Kelompok Sasaran KPR Sejahtera sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat 1 dan ayat 2 harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Tidak memiliki rumah yang dibuktikan dengan surat keterangan dari Kepala DesaLurah setempatInstansi tempat bekerja;
b. Belum pernah menerima subsidi Pemerintah untuk pemilikan rumah; c. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak NPWP; dan
d. menyerahkan fotokopi SPT Tahunan PPh Orang Pribadi atau surat pernyataan bahwa penghasilan yang bersangkutan tidak melebihi batas
penghasilan yang dipersyaratkan dalam Peraturan Menteri ini. 2. Dalam hal kelompok sasaran sebagaimana dimaksud pada ayat 1
penghasilannya tidak melebihi batas penghasilan tidak kena pajak PTKP dikecualikan dari ketentuan memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak NPWP dan
Surat Pemberitahuan SPT Tahunan Pajak Penghasilan PPh Orang Pribadi. 3. Dalam hal, Kelompok Sasaran sebagaimana dimaksud pada ayat 1 berstatus
suami istri, dipersyaratkan keduanya tidak memiliki rumah dan belum pernah menerima subsidi pemerintah untuk pemilikan rumah.
4. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf a dan huruf b dikecualikan untuk PNSTNIPolri yang pindah domisili karena kepentingan
dinas. 5. Ketentuan pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat 4 berlaku hanya
untuk satu kali. 6. Analisis kelayakan untuk mendapatkan KPR dan pemenuhan persyaratan
sebagai kelompok sasaran pemohon KPR Sejahtera dilaksanakan oleh Bank Pelaksana.
Masyarakat yang berpenghasilan tidak tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat 1 dan ayat 2 merupakan orang perseorangan yang bekerja di
sektor formal atau informal. Masyarakat yang berpenghasilan tidak tetap yang
bekerja di sektor formal sebagaimana dimaksud pada ayat 1 merupakan orang perseorangan yang bekerja dengan kategori pekerjaan adalah mempunyai usaha
sendiri; dan mempunyai izin usaha. Masyarakat yang berpenghasilan tidak tetap yang bekerja di sektor informal sebagaimana dimaksud pada ayat 1 merupakan
orang perseorangan yang bekerja dengan kategori pekerjaan berusaha sendiri, bekerja pada orang lain, atau badan hukum. Masyarakat yang bekerja pada orang
lain atau badan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat 3 pengupahannya didasarkan pada satuan waktu, satuan hasil, sistem borongan; atau
sistem bonus. Nama pekerjaan masyarakat berpenghasilan tidak tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat 3 disepakati dalam Perjanjian
Kerjasama Operasional antara PPP dengan Bank Pelaksana.
2.7. Peneliti Terdahulu